You are on page 1of 31

,m.xm.,xmx.

,DERMATITIS

A. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI


Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai
respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema,
papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).
Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
1. Dermatitis kontak (dermatitis venemata) Merupakan dermatitis yang
disebabkan oleh oleh bahan yang menempel pada kulit atau dermatitis
kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV.
Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa
yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif
atau alergenik. Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
a. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara
kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi
sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang dengan
iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan dan
trauma fisis, shu serta kelembaban. Selain faktor diatas faktor lain
yang mendukung terjadinya dermatitis kontak alergik adalah faktor
individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah
umur 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam
lebih rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih
banyak pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi adalah kekeringan
kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi,
fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan
bagian yang paling sering terkena.

b. Dermatitis kontak alergik.


Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak
kulit dengan bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak
pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 14 hari. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
1) Fase sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum
akan ditangkap oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan
diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel
langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi
sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel
T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal iritan
yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang
rangsang yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia
inflamasi pada kulit yang meradang. Jadi sinyal bahaya yang
menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik
sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan
mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
2) Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada
pajanan ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel
langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat
oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit.
Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan
kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di
kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi
umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya
dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis,
edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.
c. Dermatitis kontak fototoksik
Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi
memerlukan kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang
merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa
dengan dermatitis iritan.
d. Dermatitis kontak fotoalergik
Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya
disamping kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas
imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan.

2. Dermatitis Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan
limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam
keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak
selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak
kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah
dan bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak
lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku.
Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya
peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan utama
mencari bantuan.

3. Dermatitis medikamentosa
Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang
digunakan untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau
medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam
dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.

B. PENYEBAB/ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor
eksogen dan endogen:
1. Faktor eksogen
Yang tergolong faktor penyebab jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan
serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan
tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu :
lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma
fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
2. Faktor endogen
Faktor dari diri individu sendiri juga memberi berpengaruh pada
dermatitis misalnya gen, peyakit yang pernah diderita, serta kondisi
sistem imun dari penderita. Adapun faktor predisposisi yang dapat
mengakibatkan terjadinya dermatitis adalah perbedaan ketebalan kulit di
berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di
bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan
dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan
lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis
atopik.

C. PATOFISIOLOGI
1. Dermatitis Kontak
Terjadinya dermatitis kontak terbagi menjadi dua fase, yaitu fase
tersensitisasi dan fase elisitasi. Kontak dengan bahan kimia yang terikat
dengan protein lengkap berikatan dengan antigen lengkap. Antigen
tersebut mengaktifkan makrofag dan sel langerhans yang
dipresentasikan ke sel T. Sel T tersebut menuju ke kelenjar getah
bening berploriferasi dan diferensiasi. Sel T yang tersensitisasi tersebut
menyebar ke seluruh tubuh yang menyebabkan sensitivitas yang sama
di seluruh tubuh. Kontak kedua dengan bahan kimia yang sama
menyebabkan antigen kontak dengan sel T yang tersensitisasi. Kontak
anigen tersebut memicu pelepasan limfokin yang mengaktivasi
makrofag untuk melepaskan lizosim menyebabkan berbagai kerusakan
jaringan seperti lesi.(Patofisiologi Corwin)
2. Dermatitis Atopik
Terjadinya dermatitis atopik akibat dari IgE berlebih yang dihasilkan sel
B yang bereaksi dengan alergen sehingga terjadi reaksi antigen
antibodi. Dari reaksi ini IgE akan menyerang sel mast dimana sel mast
ini berfungsi memfagosit sel-sel radang.Hal ini menyebabkan pelepasan
mediator kimiawi seperti histamin, prostaglandin, dan bradikidin
terhambat.Pengeluaran histamin yang terhambat dapat menyebabkan
dilatasi venula kecil sehingga mengakibatkan eritema pada kulit. Selain
itu, terhambatnya pelepasan mediator kimiawi ini dapat menyebabkan
pruritus dan bila terjadi reaksi garuk akan mengakibatkan lesi
eksematosa. Pada pengeluaran prostaglandin yang terhambat,
mengakibatkan ketidakseimbangan pengaturan suhu tubuh sehingga
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Sedangkan pengeluaran
bradikidin yang terhambat dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler yang selanjutnya dapat mengakibatkan terjadinya
edema.

D. TANDA DAN GEJALA/ MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis dermatitis secara umum, meliputi :
1. Subyektif ada tanda-tanda radang akut , terutama pruritus (sebagai
pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor),
kemerahan (rubor), edema atu pembengkakan, dan gangguan fungsi
kulit (fungsio lesa)
2. Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi,
yang dapat timbul secara serentak atau berturut-turut. Pada permulaan
timbul eritemadan edema. Edema sangat jelas pada kulit yang longgar,
misalnya muka (terutama palpebradan bibir) dan genitalia eksterna.
Infiltrasi biasanya terdiri atas papul
3. Dermatitis madidans (basah) berarti terdapat eksudasi. Di sana-sini
terdapat sumber dermatitis, artinya terdapat vesikel-vesikel pungtiformis
yang berkelompok dan kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat
disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.
4. Dermatitis sika (kering) berarti tidak madidans. Bila gelembung-
gelembung mengering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan
krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut dermatitis sika.
Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik-sisik. Bila
proses menjadi kronis tampak likenifikasi dan sebagai sekuele terlihat
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
5. Dermatitis kontak
a. Kedua jenis dermatitis memberikan gambaran akut berupa papul-
papul terlokalisasi, eritema (kemerahan), dan vesikel basah
didaerah kontak. Vesikel pecah dan membentuk krusta. Pruritus
mungkin sangat hebat
b. Dermatitis alergik biasanya muncul 12 hari setelah pajanan.
6. Dermatitis atopik, subyektif selalu terdapat pruritus. Terdiri atas 3
bentuk, yaitu :
a. Bentuk infantile (2 bulan-2 tahun). Karena letaknya didaerah pipi
yang berkontak dengan payudara, secara salah sering disebut
eczema susu. Terdapat eritema berbatas tegas, dapat disertai
papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosive,
eksudatif, dan berkrusta. Tempat predileksi kedua pipi, ekstremitas
bagian fleksor dan ekstensor.
b. Bentuk anak (3-10 tahun). Pada anamnesis dapat didahului bentuk
infantile. Lesi tidak eksudatif lagi, sering disertai hyperkeratosis,
hiperpigmentasi, dan hipopigmentasi. Tempat predileksi tengkuk,
fleksor kubital, dan fleksor popliteal
c. Bentuk dewasa (13-30 tahun). Pada anamnesis terdapat bentuk
infantile dan bentuk anak. Lesi selalu kering dan dapat disertai
likenifikasi dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi tengkuk serta
daerah fleksor kubital dan popliteal.
d. Manifestasi lain berupa kulit kering dan sukar berkeringat, gatal-
gatal terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat
menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis Palmaris et
plantaris, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris (berupa papul-
papul miliar, ditengahnya terdapat lekukan).

E. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya
dan perlindungan pada kulit.
1. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres
terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin
rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik
berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi
bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.
Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari
dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan
proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek
langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid
topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-
DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T,
dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator
ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis
kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan
adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid.
Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam
setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa
potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
b. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis
kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang
yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI
dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan
reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis
PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah
sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR +
dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel
Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi
ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
c. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan
superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk
topikal.
d. Imunosupresif topikal
e. Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan
menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin
eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM
981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti
inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada
konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%,
namun tidak menimbulkan atrofi kulit.

2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
a. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak
terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat
dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
b. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena
berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita
ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan
dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-
DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T
dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
c. Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang
kontriversional. Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui
seganai penyebab dari dermatitis atau berapa persentase dari klien
dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada
penyakit dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein).

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi sekunder oleh bakteri,
septikemi, diare, dan pneumonia. Gangguan metabolic mengakibatkan suatu
resiko hipotermia, dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer dan
trombophlebitis. Bila pengobatan kurang baik, akan terjadi degenerasi
visceral yang menyebabkan kematian.

G. PENCEGAHAN
Munculnya dermatitis dapat dihindari dengan melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Menjaga kelembaban kulit
2. Hindari perubahan suhu dan kelembaban yang mendadak
3. Hindari berkeringat terlalu banyak / kepanasan
4. Kurangi stress
5. Hindari pakaian yang menggunakan bahan yang menggaruk seperti wool
dan lain-lain.
6. Hindari sabun dengan bahan yang terlalu keras, deterjen dan larutan
lainnya.
7. Hindari factor lingkungan lain yang dapat mencetuskan alergi seperti
serbuk bunga, debu, bulu binatang dan lain-lain.
8. Hati-hati dalam memilih makanan yang bias menyebabkan alergi

H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DERMATITIS


1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama pasien
c. Alasan masuk rumah sakit
d. Kaji riwayat penyakit keluarga
e. Pola fungsi kesehatan (11 Pola Gordon)
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
2) Pola nutrisi atau metabolic
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Pola persepsi diri atau konsep diri
8) Pola seksual dan reproduksi
9) Pola peran hubungan
10) Pola manajemen koping stress
11) Pola keyakinan-nilai
f. Pemeriksaan fisik
1) Kulit : Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan
palpasi.
a) Inspeksi
Higiene kulit. Penilaian atas kebersihan yang
merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.
Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:
Makula: suatu bercak yang nampak berwarna
kemerahan, permukaan kulit datar dan ukurannya
kueang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau campak.
Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih
besar dari makula, misalnya: crysipelas
Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi
daripada sekitarnya, misalnya gigitan.
Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi
cairan yang jernih, misalnya cacar air , herpes simpleks.
Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm disebut
bula, misalnya luka bakar.
Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya
impetigo, jerawat, infeksi kuman staphilococcus (bisul ).
Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan
pecahnya vesikula dan pustula.
Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum,
nanah, darah dsb.
Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet
atau abrasi.
Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga
terbentuk celah retakan. Hal ini diakibatkan penurunan
elastisitas jaringan kulit.
Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah
penyembuhan luka. Hal ini bisa karena bakat (
mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang
spesifik, yaitu cicatrix bekas irisan kulit pada seseorang
mofinis dan bekas suntikan BCG.
Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan
terletak di epidermis kulit berukuran kurang dari 1 cm.
.
b) Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit (dingin,
hangat, deman) kemudian kelembabannya, psien dehidrasi
terasa kering dan pasien hipertiroidisme berkeringat terlalu
banyak.
Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit
normal. Teraba ksar pada defisiensi vitamin A, hipotitoid,
terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-rash (di
selangkangan bayi ) akibat popok bayi.
Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan.
Bila lambat kembali ke keadaan semula menunjukkan
turgor turun pada pasien dehidrasi.
Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di
bawah kulit akibat fraktura tulang-tulang iga atau trauma
leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa
berada di bawah kulit dada.
Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan
tubuh lebih daripada jumlah semestinya.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah
belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama
24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji
tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2) Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk
semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi
dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48
jam setelah itu hasilnya dievaluasi.

3) Tes tempel dengan Sinar Uji tempel


Dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai
fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai
fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru
akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel
tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu
baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada
kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet
dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari
efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut
dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar
sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat
melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam
keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan
akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan
penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak
perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu
berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan
uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang
umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis
risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah
dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil
kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan
keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan
merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini
merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif
maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita
harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu
sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam
neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji
tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan
dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan
transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan.
Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum
bernilai diagnosis.
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnose medis, keluarga yang
bertanggung jawab.
b) Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
2) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
3) Keluhan saat pengkajian
c) Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit terdahulu
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit keluarga
d) Pola Fungsi Kesehatan menurut Gordon
1) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan yang ditanyakan :
Persepsi pasien terhadap penyakitnya
Persepsi pasien tentang arti kesehatan
Persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolisme yang ditanyakan :
Diet khusus / suplemen yang dikonsumsi
Kebiasaannya makannya
Instruksi diet sebelumnya
Riwayat masalah/penyembuhan kulit
3) Pola persepsi diri/konsep diri yang ditanyakan :
Persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang
ada,seperti perasaan takut, cemas
Penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep
diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya.
4) Pola seksual-reproduksi yang ditanyakan :
Dalam kasus ini apakah muncul sebelum atau ssudah
menstruasi
Pola menstruasinya
Periode menstruasi terakhir
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakitnya
5) Pola hubungan dan peran yang ditanya :
Pekerjaannya
Gangguan terhadap peran yang dilakukan
6) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan yang ditanyakan :
Persepsi pasien terhadap penyakitnya
Persepsi pasien tentang arti kesehatan
Persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan
7) Pola nutrisi dan metabolisme yang ditanyakan :
Diet khusus / suplemen yang dikonsumsi
Kebiasaannya makannya
Instruksi diet sebelumnya
Riwayat masalah/penyembuhan kulit
8) Pola persepsi diri/konsep diri yang ditanyakan :
Persepsi tentang dirinya dari masalah-masalah yang
ada,seperti perasaan takut, cemas
Penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep
diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya.
9) Pola seksual-reproduksi yang ditanyakan :
Dalam kasusu ini apakah akne uncul sebelum atau ssudah
menstruasi
Pola menstruasinya
Periode menstruasi terakhir
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakitnya
10) Pola hubungan dan peran yang ditanya :
Pekerjaannya
Gangguan terhadap peran yang dilakukan
e) Pengkajian Fisik
Inspeksi
kondisi kulit termasuk kelembabannya di bagian muka, bahu,
dada, dan punggung
jika ada lesi perhatikan tipe dari lesi tersebut apakah merupakan
tipe pustule, papula atapun kista,
jika terdapat lesi perhatikan pola distribusinya apakah merata atau
terlokalisasi
Palpasi
terdapat atau tidaknya lesi pada area tersebut, jika terdapat
lakukan palpasi untuk mengetahui bagaimana konsistensinya
(lembut atau kasar)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor internal
seperti penurunan imunologis, perubahan pigmentasi dan factor
eksternal seperti zat kimia, radiasi
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit dan melaporkan rasa gatal.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang
tidak adekuat misalnya : integritas kulit tidak utuh (lesi skematosa)
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi terhadap penyait ditandai dengan pengungkapan masalah
e. Respons Alergi lateks berhubungan dengan hipersensitif terhadap
protein karet lateks alami ditandai dengan gatal-gatal pada wajah,
mulut, mata,hidung

ANALIS DATA
DATA PENYEBAB/ ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
Dx 1 Allergen bertemu Ig E Kerusakan Integritas Kulit
DS : pasien
mengeluhkan kulitnya Reaksi antigen antibody
yang kemerahan
DO : kulit tampak Ig E merangsang sel
iritasi,kemerahan, mast
bagian epidermis
mengalami kerusakan, Pelepasan mediator
terdapat papula, pustule kimia (histamine
dan atau vesikel
Dilatasi venula kecil

Eritema

Kerusakan pada bagian
permukaan kulit

Kerusakan integritas kulit
Dx 2 Allergen bertemu Ig E Gangguan Rasa Nyaman
DS : pasien
mengeluhkan gatal-gatal Reaksi antigen antibody
DO : pasien gelisah,
terlihat menggaruk kulit Ig E merangsang sel
nya, aktivitas pasien mast
cukup terhambat, pasien
dapat mengalami Pelepasan mediator
gangguan pada tidurnya kimia (histamine

Pruritus

Reaksi garuk

Gangguan rasa nyaman
Dx 3 Allergen bertemu Ig E Risiko Infeksi
DS : -
DO : terdapat tanda- Reaksi antigen antibody
tanda yang mengarah
pada risiko infeksi seperti Ig E merangsang sel
tanda peradangan, mast
timbulnya eksudat
Pelepasan mediator
kimia (histamine

Pruritus

Reaksi garuk

Lesi eksematosa

Risiko infeksi
Dx 4 Kontak dengan bahan Defisit Pengetahuan
DS : pasien mengatakan kimia
tidak mengetahui
penyebab penyakit Terikat dengan protein
kulitnya, pencegahan
serta penanganannya Antigen lengkap
DO : -
Makrofag dan sel
langerhans

Dipresentasikan ke sel T

Sel T tersensititasi

Menuju ke kelenjar getah
bening

Proliferasi dan
diferensiasi

Sel T yang tersensititasi
menyebar ke seluruh
tubuh

Kontak ke2 dengan
bahan kimia yang sama

Antigen

Sel T yang tersensititasi
melepas limfokin

Aktivasi makrofag

Pelepasan lisozim

Kerusakan pada jaringan
sekitar

Dermatitis kontak

Kurangnya pajanan
informasi mengenai
penyakit

Defisit pengetahuan
Dx 5 Kontak dengan bahan Respons Alergi Lateks
DS : pasien melaporkan kimia
adanya gatal pada kulit
DO : kulit tampak Terikat dengan protein
kemerahan, pasien
tampak gelisah dan Antigen lengkap
menggaruk tangannya,
timbul papula, pustule Makrofag dan sel
dan sebagainya langerhans

Dipresentasikan ke sel T

Sel T tersensititasi

Menuju ke kelenjar getah
bening

Proliferasi dan
diferensiasi

Sel T yang tersensititasi
menyebar ke seluruh
tubuh

Kontak ke2 dengan
bahan kimia yang sama

Antigen

Sel T yang tersensititasi
melepas limfokin

Aktivasi makrofag

Pelepasan lisozim

Kerusakan pada jaringan
sekitar

Dermatitis kontak

Respons Alergi lateks
PK Pruritus Allergen bertemu Ig E PK pruritus
DS : pasien
mengeluhkan gatal-gatal Reaksi antigen antibody
DO : kulit tampak
kemerahan, dan pasien Ig E merangsang sel
tampak menggaruk mast
kulitnya
Pelepasan mediator
kimia (histamine

Pruritus

PK Pruritus
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Kerusakan integritas kulit
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : skin care : topical treatment 1. Sabun antiseptik mampu
selama x 24 jam diharapkan integritas 1. Bersihkan kulit dengan menghilangkan mikroorganisme pada
kulit pasien baik dengan criteria hasil : menggunakan sabun antiseptik
NOC label : Allergic Response : localized kulit.
2. Sarankan pasien untuk
Tidak terdapat keluhan gatal (skala 2. Pakaian yang ketat dapat
menggunakan pakaian yang tidak mengkibatkan gesekan dan
5)
ketat
Tidak terdapat ruam pada kulit menimbulkan iritasi
3. Pergunakan obat antibiotic dan 3. Antibiotic dan antiinflamasi topical
pasien (skala 5)
antiinflamasi topikal pada area merupakan treatment pengobatan
Tidak terdapat kemerahan (skala
yang terinfeksi pada penyakit kulit
5)
4. Gunakan bedak pada lipatan kulit 4. Daerah lipatan kulit merupakan daerah
Tidak terdapat edema (skala 5)
guna mencegah iritasi yang lembab sehingga sering beresiko
Tidak terdapat granuloma (skala 5)
5. Balut tangan dengan mengalami iritasi.
Kulit disekitar luka tidak teraba
menggunakan mitten yang sesuai 5. Mitten berfungsi mencegah px reflex
hangat
6. Jaga agar linen tempat tidur tetap menggaruk lesi pada kulit
(skala 5)
kering dan bersih 6. Mencegah pertumbuhan
7. Evaluasi lesi pada kulit setelah mikroorganisme
perawatan 7. Guna mengetahui perkembangan
integritas kulit
Dx 2 : Respons Alergi Lateks
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label :


selama x 24 jam diharapkan pasien 1. Identifikasi penyebab alergi pasien 1. Penyebab alergi dapat menentukan
tidak mengalami alergi dengan criteria seperti obat, serangga, makanan atau intervensi yang tepat untuk pasien
hasil :
lingkungan dan kaji repon pasien 2. Mencegah terjadinya kesalahan dalam
NOC label : Immune Hypersensitivity
Response terhadap allergen tersebut melaksanakan intervensi
Tidak ada perubahan warna kulit 2. Catat semua catatan klinis pasien 3. Mengantisipasi apabila terjadi respon
(skala 5) mengenai alerginya untuk alergi
Tidak ada perubahan pada kelengkapan protocol 4. Mencegah terjadinya reaksi alergi
membran mukosa (skala 5) 3. Monitor kondisi pasien terhadap karena tidak semua medikasi sesuai
Tidak respons lokasi inflamasi adanya kemungkinan respon alergi dengan kondisi tubuh pasien terutama
(skala 5) terhadap medikasi baru, dan jenis pada pasien yang memiliki riwayat
Tidak ada keluhan gatal-gatal makanan alergi sebelumnya
(skala 5) 4. Instruksikan pasien untuk selalu 5. Menghindarkan pasien dari bahan-
bertanya pada semua jenis medikasi bahan dan substansi tersebut
yang diterimanya mengandung bahan sehingga mencegah terjadinya reaksi
apa untuk mencegah adanya reaksi alergi
alergi 6. Agar pasien merasa lebih nyaman
5. Instruksikan pasien untuk 7. Agar dapat melakukan penanganan
memberitahu subtansi atau bahan- secara cepat dan serta menentukan
bahan yang dapat membuat alerginya jenis imunisasi yang tepat
kambuh kembali 8. Menghindarkan pasien dari lingkungan
6. Dampingi pasien saat melakukan test yang dapat memicu reaksi alergi
alergi 9. Membantu proses penyembuhan
7. Perhatikan adanya respon alergi pasien
selama immunisasi
8. Diskusikan dengan pasien atau
keluarga metode untuk mengontrol
lingkungan yang dapat menimbulkan
alergi seperti debu, serbuk bunga
9. Sediakan medikasi untuk
meminimalisir alergi respon

Dx 3 : Gangguan Rasa Nyaman


Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan

Setelah diberikan tindakan keperawatan NIC label :


selama x 24 jam diharapkan pasien 1. Anjurkan klien untuk mandi dengan air 1. Air hangat, sabun antiseptik mampu
merasa nyaman, gangguan physical tidak hangat, sabun antiseptik berbahan air memberishkan kulit pasien dari
mengganggu dengan criteria hasil :
(hindari sabun yang mengandung mikroorganisme
NOC label : Comfort status physical
Gejala terkontrol (skala 5) detrgen atau pewangi) 2. Untuk menentukan intervensi yang
Pakaian yang nyaman (skala 5) 2. Identifikasi penyebab rasa gatal tepat bagi pasien

Personal hygiene (skala 5) (kontak, penyakit sistemik, 3. Menghindari berkembangabiaknya

Keadaan pasien tenang (skala 5) pengobatan) mikroorganisme dan menghindari

Tidak tanda iritasi kulit (Skala 5) 3. Anjurkan agar kuku selalu dalam iritasi kulit akibat garukan kuku
kondisi pendek 4. Mencegah berkembangbiaknya
4. Anjurkan klien untuk mengganti kuman mikroorganisme di pakaian
pakaian setelah mandi 5. Mencegah kondisi tubuh yang lembab
5. Anjurkan klien untuk menggunakan karena pemakaian bahan dasar
pakaian dengan bahan yang seperti wol tidak menyerap keringat
menyerap keringat, hindari bahan wol 6. Tempat tidur yang bersih dapat
6. Anjurkan klien untuk menjaga menghindari berkembangbiaknya
kebersihan tempat tidurnya mikroorganisme
7. Berikan lingkungan yang tenang utk 7. Lingkungan yang tenang dapat
kx. Beristirahat memberikan pasien istirahat yang
8. Ciptakan lingkungan dengan sirkulasi berkualitas
udara yang baik 8. Sirkulasi udara yang baik dapat
9. Anjurkan klien untuk menghindari menhindarkan pasien dari
makanan, seperti telur ikan , kacang- kemungkinan terjangkit suatu penyakit
kacangan untuk sementara waktu 9. Mencegah terjadinya respon alergi
10. Hindarkan pemakaian bedak untuk dari makanan tersebut
mengurangi gatal, terutama pada lesi 10. Mencegah terjadinya kontaminasi
yg terbuka antara lesi pada kulit dengan benda
11. Kolaborasi pemberian kortikosteroid asing.
dan antihistamin atau antipruritus 11. Kolaborasi pemakaian obat-obatan
yang dianjurkan kortikosteroid dengan antihistamin
atau antipruritus dapat menurunkan
dampak buruk dari alergi
Dx 4 : Risiko Infeksi
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : infection protection 1. Untuk mengetahui intervensi yang
selama x 24 jam diharapkan pasien 1. Monitor adanya tanda dan gejala dapat dilakukan
terhindar dari infeksi dengan criteria hasil : infeksi sistemik dan local 2. Kemerahan, drainase dan kulit sekitar
NOC label :
2. Inspeksi kulit dan mukosa membran teraba hangat menandakan adanya
Risk Control : infectious process
Mengetahui risiko personal pada terhadap adanya kemerahan, reaksi peradangan
infeksi drainase dan kulit sekitar teraba 3. Pasien erawatan kulit yang tepat dapat
Mengetahui personal konsekuensi hangat menurunkan efek dari penyakit kulit
berhubungan dengan infeksi 3. Berikan perawatan kulit yang sesuai yang dialami pasien
Mengetahui lingkungan pada area yang mengalami edema 4. Obat antibiotik dikonsumsi guna
berhubungan dengan factor risiko 4. Instruksikan pasien untuk meminum mencegah terjadinya reaksi
infeksi obat antibiotic jika diresepkan peradangan
Identifikasi tanda dan gejala 5. Beri penjelasan pada
pasien 5. Agar pasien dapat segera melaporkan

personal yang mengindikasikan mengenai tanda dan gejala dari apabila terjadi tanda dan gejala infeksi
mengarah ke potensi terjadinya infeksi dan laporkan segera pada 6. Menambah pengetahuan pasien
infeksi petugas kesehatan tentang penyakit, Agar pasien
Identifikasi strategi untuk 6. Beritahu pasien bagaimana cara terhindar dari kondisi yang lebih buruk
melindungi diri dan keluarga mencegah infeksi

terhadap infeksi
Monitor kebiasaan yang bisa
menjadi factor terjadinya infeksi
Mempraktekan cara untuk
mencegah infeksi

Dx 5 : Defisit Pengetahuan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : 1. Untuk menambah pengetahuan pasien
selama x 24 jam, pasien menunjukkan 1. Teaching disease proses tentang penyakitnya
pengetahuan tentang proses penyakit 2. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan 2. Mengetahui seberapa jauh
dengan kriteria hasil:
keluarga pemahaman pasien dan keluarga akan
Kowlwdge : disease process
Pasien dan keluarga menyatakan 3. Jelaskan patofisiologi dari penyakit penyakit yang dialami dan dapat
pemahaman tentang penyakit, proses dan bagaimana hal ini berhubungan memberi tambahan informasi yang
penyakit, penyebab, kondisi (tanda dengan anatomi dan fisiologi, dengan tepat
dan gejala), prognosis dan program cara yang tepat. 3. Pasien dapat mengetahui penyebab
pengobatan 4. Gambarkan tanda dan gejala yang dan perjalanan penyakitnya.
Kowledge : health Behavior biasa muncul pada penyakit, dengan 4. Menambah pengetahuan pasien
Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat mengenai penyakitnya dan pasien
melaksanakan prosedur pengobatan yang
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, mampu melaporkan perubahan kondisi
dijelaskan secara benar
dengan cara yang tepat kesehatannya.
6. Sediakan informasi pada
pasien 5. Memberi informasi yang tepat kepada
tentang kondisi, dengan cara yang pasien mengenai penyebab terjadinya
tepat penyakit sehingga pasien mampu
7. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara menghidarkan diri dari hal tersebut.
yang tepat 6. Menambah pengetahuan pasien
8. Diskusikan pilihan terapi atau mengenai penyakitnya dan pasien
penanganan memperoleh informasi yang tepat.
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi 7. Keluarga mengetahui perkembangan
atau mendapatkan second opinion kondisi pasien sehingga meminimalisir
dengan cara yang tepat atau tingkat kecemasan.
diindikasikan 8. Agar pasien memperoleh terapi atau
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau penangan yang tepat dan sesuai
dukungan, dengan cara yang tepat dengan kondisi yang dialami
9. Support yang positif akan membuat
pasien mau mengutarakan treatment
yang ingin dilakukan
10. Memperkuat mekanisme koping
pasien

Dx 6 : PK Pruritus
Tujuan dan criteria hasil Intervensi keperawatan Rasional tindakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC label : Pruritus Management 1. Pasien memperoleh terapi pengobatan
selama x 24 jam diharapkan pasien 1. Terapkan prinsip 8 Benar pemberian yang tepat
NOC label : obat 2. Menentukan pemberian obat yang
Klien melaporkan gatal berkurang
2. Cek adanya riwayat alergi pada klien sesuai dan mencegah terjadinya reaksi
Klien mengerti mengenai cara sebelum pemberian obat alergi terhadap obat-obatan pada
pemakaian dan pemilihan obat 3. Identifikasi pengetahuan klien tentang pasien
dengan benar obat yang akan diberikan 3. Mengetahui seberapa jauh
Klien mengerti mengenai 4. Observasi kondisi kulit , pastikan pengetahuan pasien mengenai
komplikasi dari terapi yang dalam kondisi kering dan bersih penanganan terhadap penyakitnya.
Diberikan 5. Berikan obat topikal yang sesuai 4. Kondisi kulit yang lembab merupakan
(antihistamin, antibiotik, kortikosteroid) media perkembangan yang baik bagi
6. Ajarkan klien untuk mikroorganisme
mengadministrasikan obat secara 5. Obat-obatan yang sesuai apabila
mandiri diberikan secara tepat mampu
7. Monitor efek samping lokal, sistemik memperbaiki kondisi pasien.
pengobatan 6. Agar efektivitas obat dapat bekerja
8. Dokumentasi pemberian dan respon secara maksimal
klien terhadap pengobatan 7. Mencegah terjadinya kondisi pasien
yang lebih buruk
8. Guna mempertanggungjawabkan dan
memperjelas segala tindakan
keperawatan yang dilakukan.

D. EVALUASI
S : pasien mengatakan gatal-gatalnya berkurang, pasien merasa nyaman.
O : pasien tampak tenang, tidak menggaruk kulitnya, lesi pada kulit membaik, tidak terdapat tanda-tanda infeksi
A : maslah teratasi seluruhnya
P : pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Wilkinson., Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Nanda Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Herdman, Heather. 2011. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011. Alih bahasa : Made
Sumarwati, S.Kp, dkk. Jakarta : EGC

You might also like