You are on page 1of 17

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..2

A. Latar belakang.2
B. Rumusan masalah2
C. Tujuan..2
D. Manfaat3

BAB II SEDIAAN TETES MATA.............5

A. Pengertian.5
B. Faktor penting dalam sediaan tetes mata..10
C. Keuntungan dan Kerugian....14
D. Formulasi..14
E. Evaluasi15

BAB III PENUTUP..16

A. Kesimpulan...........16

REFERENCE...

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak
dalam lingkaran bertulang berfungsi untuk member perlindungan maksimal dan
sebagai pertahanan yang baik dan kokoh. Penyakit mata dapat dibagi menjadi 4
yaitu, infeksi mata, iritasi mata, mata memar dan glaucoma. Mata mempunyai
pertahanan terhadap infeksi karena secret mata mengandung enzim lisozim
yang menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat membantu mengeleminasi
organism dari mata. Obat mata dikenal terdiri atas beberapa bentuk sediaan dan
mempunyai mekanisme kerja tertentu. Obat mata dibuat khusus. Salah satu
sediaan mata adalah obat tetes mata. Obat tetes mata ini merupakan obat yang
berupa larutan atau suspensi steril yang digunakan secara local pada mata.

Karena mata merupakan organ yang paling peka dari manusia maka
pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal
toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan
pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat. Hal-hal yang berkaitan dengan
syarat tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi sediaan tetes mata ?
2. Menjelaskan syarat-syarat tetes mata ?
3. Cara membuat formulasi dan evaluasi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Sediaan tetes mata
2. Mengetahui syarat-syarat tetes mata
3. Mengetahui formulasi dan evaluasi sediaan steril
D. Manfaat

2
Dalam pembahasan makalah ini dapat memberikan manfaat dalam
memahami lebih lanjut mengenai obat tetes mata dan mengetahui formulasi
serta evaluasi sediaan tetes mata.

BAB II

3
ISI

GUTTAE OPTHALICAE
(OBAT TETES MATA)

A. Pengertian

Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense,
digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata
disekitar kelopak mata dan bola mata. Sediaan ini diteteskan kedalam mata
sebagai antibacterial, anastetik, midriatik, miotik, dan antiinflamasi.

Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka kita perlu memperhatikan


beberapa faktor persyaratan berikut :
1. Harus steril atau bebas dari mikroorganisme
Pemakaian tetes mata yang terkontaminasi mikroorganisme dapat
terjadi rangsangan berat yang dapat menyebabkan hilangnya daya penglihatan
atau terlukanya mata sehingga sebaiknya dilakukan sterilisasi atau menyaring
larutan dengan filter pembebas bakteri.
2. Sedapat mungkin harus jernih
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat
bahan padat. Filtrasi dengan kertas saring atau kain wol tidak dapat
menghasilkan larutan bebas partikel melayang. Oleh karena itu, sebagai
material penyaring kita menggunakan leburan gelas, misalnya Jenaer Fritten
dengan ukuran pori G 3 G 5.
3. Harus mempunyai aktivitas terapi yang optimal
Harga pH mata sama dengan darah, yaitu 7,4. Pada pemakaian tetesan
biasa, larutan yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan pH 7,3-9,7.
Namun, daerah pH 5.5-11.,4, masih dapat diterima. Pengaturan pH sangat
berguna untuk mencapai rasa bebas nyeri, meskipun kita sangat sulit
merealisasikannya.

4
Pendaparan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan pH larutan
tetes mata. Penambahan dapar dalam pembuatan obat mata harus didasarkan
pada beberapa pertimbangan tertentu. Air mata normal memiliki pH lebih kurang
7,4 dan mempunyai kapasitas dapar tertentu. Secara ideal obat tetes mata harus
mempunyai pH yang sama dengan larutan mata, tetapi hal ini tidak selalu dapat
dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut ataupun tidak
stabil pada pH 7,4. Oleh karena itu system dapar harus dipilih sedekat mungkin
dengan pH fisiologis yaitu 7,4 dan tidak menyebabkan pengendapan atau
mempercepat kerusakan obat. Jika harga pH yang di tetapkan atas dasar stabilitas
berada diluar daerah yang dapat di terima secara fisiologis, maka kita wajib
menambahkan larutan dapar dan melakukan pengaturan pH melalui penambahan
asam atau basa.
Pembuatan obat mata dengan system dapar mendekati ph fisiologis dapat
dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik larutan obat steril dengan
larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai
kemungkinan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi,
pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selama proses pembuatan. Berbagai obat,
bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil
dalam larutan untuk jangka waktu yang lama sehingga sediaan ini dibuat dalam
bentuk sediaan akan direkonstitusikan segera sebelum digunakan. Tujuan
pendaparan obat tetes mata adalah :
a. Mengurangi rasa sakit
b. Menjaga stabilitas obat dala larutan
c. Control aktivitas terapetik
Syarat dapar :
1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan
2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi karena konsentrasi yang tinggi dapat
mengubah pH air mata

5
4. Harus tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, maka
dikehendaki sedapat mungkin harus isotonis.
Karena kandungan elektrolit dan koloid di dalamnya, cairan air mata
memiliki tekanan osmotik, yang nilainya sama dengan darah dan cairan
jaringan. Besarnya adalah 0,65-0,8 M Pa (6,5-8 atmosfir), penurunan titik
bekunya terhadap air 0,520K atau konsentrasinya sesuai dengan larutan
natrium klorida 0,9% dalam air.
Cairan mata isotonis dengan darah dan mempunyai nilai isotonis sesuai
dengan larutan NaCl P 0,9%. Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati
isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat menyebabkan
keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan obatnya. Larutan
hipertonis relatif lebih dapat diterima dari pada hipotonis.
Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya
serap dan enyediakan kadar vahan aktif yang cukup tinggi untuk
menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini
digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi
sehingga rasa perih akibat hipertonisnya hanya sementara. Tetapi penyesuaian
isotonisitas oleh pengenceran dengan air mata tidak berarti, jika digunakan
larutan hipertonik dalam jumlah besar untuk membasahi mata. Jadi yang
penting adalah larutan obat mata sebisa mungkin harus endekati isotonik.
Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis
atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau
asam borat (1,5-1,9%) steril.
5. Zat pengawet dalam larutan tetes mata
Syarat zat pengawet bagi larutan obat tetes mata:
1. Harus bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Terutaa sifat bakteriostatik
terhadap pseudomonas aeruginosa, karena sangat berbahaya pada mata
yang terinfeksi.
2. Harus tidak mengiritasi jaringan mata, kornea, dan konjungtiva

6
3. Harus kompatibel dengan bahan obat
4. Tidak menimbulkan alergi
5. Dapat mempertahankan aktivitasnya dalam kondisi normal
Tipe zat pengawet yang dianjurkan untuk larutan obat tetes mata ada 4 macam
:
a. Esters dari p-hidroksi as.benzoat, terutama nipagin dan nipasol
b. Senyawa merkuri organic, seperti fenil merkuri nitrat, timerosol
c. Zat pembasah kationik seperti, benzalkonium khlorid dan setil peridinium
klorid
d. Derivate alcohol seperti, klorbutanol, fenil etil alcohol
Golongan pengawet pada sediaan tetes mata
Jenis Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan
Senyawa 0,004 0,02 % Sabun, surfaktan Paling banyak dipakai
amonium (biasanya anionik, salisilat, untuk sediaan optalmik.
kuartener : 0,01%) nitrat, fluorescein Efektivitasnya
Benzalkonium natrium. ditingkatkan dengan
klorida penambahan EDTA
0,02%.
Senyawa merkur 0,01 0,005% Halida tertentu Biasanya digunakan
nitrat : 0,005% dengan sebagai pengawet dari zat
Fenil merkuri fenilmerkuri aktif yang OTT dengan
nitrat asetat benzalkonium klorida
Thiomersal
Parahidroksi Nipagin 0,18% Ddiadsorpsi oleh Jarang digunakan;
benzoat : + Nipasol makromolekul, banyak digunakan untuk
Nipagin, 0,02% interaksi dengan mencegah pertumbuhan
Nipasol surfaktan jamur, dalam dosis tinggi
nonionik mempunyai sifat
antimikroba yang lemah.
Fenol : 0,5 0,7% Stabilitasnya pH Akan berdifusi melalui
Klorobutanol dependent; kemasan polietilen low-
aktivitasnya density
tercapai pada
konsentrasi dekat
kelarutan max
Alkohol Kelarutan dalam Akan berdifusi melalui

7
aromatik : 0,5 - 0,9% or air rendah kemasan polietilen low-
Feniletil alkohol 0,5% density, kadang-kadang
digunakan dalam
kombinasi dengan
pengawet lain.

6. Viskositas dalam larutan mata


Tetes mata dalam air mempunyai kekurangan karena dapat ditekan
keluar dari saluran konjungtiva oleh gerakan pelupuk mata. Namun, melalui
peningkatan viskositas tetes mata dapat mencapai distribusi bahan aktif yang
lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yag lebih panjang. Viskositas
diperlukan agar larutan obat tidak cepat dihilangkan oleh air mata serta dapat
memperpanjang lama kontak dengan kornea, dengan demikian dapat
mencapai hasil terapi yang besar. Biasanya yang digunakan untuk enaikkan
viskositas ialah CMC dengan kadar 0,25-1%.
Viskositas sebaiknya tidak melampaui 49-50 mPa detik (40-50 cP)
sebab jika tidak, maka akan terjadi penyumbatan saluran air mata. Kita
memakai larutan dengan harga viskositas 5-15 mPa detik (5-15 cP).
7. Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan
dapar. Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
FI IV : 0,6 2,0% RPS dan RPP : 0,5 1,8%
AOC : 0,9 1,4% Codex dan Husa : 0,7 1,5%
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 1,5%
Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka
pengisotonis yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting
out.
8. Surfaktan dalam pengobatan mata
Surfaktan sering digunakan dala larutan mata karena mempunyai fungsi
sebagai zat pembasah atau zat penambah penetrasi.

8
Efek surfaktan adalah :
a. Menaikkan kelarutan, hingga menaikkan kadar dari obat kontak dengan
mata.
b. Menaikkan penetrasi ke dalam kornea dan jaringan lain
c. Memperlama tetapnya obat dalam konjungtiva, pada pengenceran obat oleh
air mata.
Surfaktan yang sering digunakan adalah benzalkonium-klorid 1 : 50.000
jangan lebih dari 1 : 3000. Surfaktan lain juga yang dipakai adalah
benzalkonium klorid, duponal M.E dan aerosol OT atau OS. Pemakaian
surfaktan jangan lebih dari 0,1%. Lebih encer lebih baik.
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek :
1. Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium
klorida, setil piridinium klorida, dll).
2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga
meningkatkan akti terapeutik zat aktif.
3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal,
meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga
meningkatkan penembusan dan penyerapan obat.
4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan
merusak kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima
dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas karena bisa
melarutkan bagian lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak
toksik dibandingkan golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah
dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu untuk membentuk larutan yang
jernih.
Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan
solubilitas (jarang dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi
senyawa pengawet antimikroba dan menginaktifkannya.

9
9. Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara.
Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan
adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%.
Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk
sediaan fenilefrin.
Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka
dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang
permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama
penyimpanan.
10. Pewadahan
Wadah untuk larutan mata, larutan mata sebaiknya dibuat dalam unit
kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. A
botol 7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan
mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga
oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminan.

B. FAKTOR PENTING DALAM SEDIAAN TETES MATA


a. Syarat-syarat tetes mata
1. Steril
2. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.
Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 1,4 % b/v
(Diktat hal 300) atau 0,7 1,5 % b/v. pH air mata = 7,4
3. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
4. Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)
Menurut Scovilles : Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam
sediaan larutan mata :
1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan;

10
2. Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang
efektif untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme
selama penggunaan dari sediaan;
3. Isotonisitas dari larutan;
4. pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang
optimum
Tetes mata adalah larutan berair atau larutan berminyak yang
idealnya harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Harus steril ketika dihasilkan
2. Harus bebas dari partikel-partikel asing
3. Harus bebas dari efek mengiritasi
4. Harus mengandung pengawet yang cocok untuk mencegah pertumbuhan
dari mikroorganisme yang dapat berbahaya yang dihasilkan selama
penggunaan.
5. Jika dimungkinkan larutan berair seharusnya isotonis dengan sekresi
lakrimal konsentrasi ion hidrogen sebaliknya cocok untuk obat khusus,
dan idelanya tidak terlalu jauh dari netral
6. Harus stabil secara kimia
Menurut Scovilles : syarat sediaan larutan mata yang harus
dikerjakan seorang farmasis, yaitu :
1. Steril
2. Dalam pembawa yang mengadung bahan-bahan germisidal untuk
meningkatkan sterilitas
3. Bebas dari partikel yang tersuspensi
4. Bahan-bahan yang akurat
5. Isotonik atau sangat mendekati isotonic
6. Dibuffer sebagaimana mestinya
7. Dimasukkan dalam wadah yang steril
8. Dimasukkan dalam wadah yang kecil dan praktis

11
b. Faktor Penting
Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata :
1. Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi
mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.
2. Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat
hipertonis dan pH dicapai melalui teknik euhidri.
3. Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif
dengan mata (perlu penambahan bahan pengental).
4. pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas
sediaan.
5. Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah
(membantu pelepasan obat dari sediaan), tetapi masih efektif menunjang
stabilitas zat aktif dalam sediaan.
6. Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti
mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif.
7. Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak
sediaan dengan kornea mata.
8. Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya
serap dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk
menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti
ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat
terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara.
9. Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat
dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril dengan
larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai
kemungkinan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi,
pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selam proses pembuatan. Berbagai
obat, bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak
akan stabil dalam larutan untuk jangka waktu yang lama. Sediaan ini

12
dibeku-keringkan dan direkonstitusikan segera sebelum digunakan
(misalnya asetilkolin klorida untuk larutan obat mata).
Pemilihan Bentuk Zat Aktif
1. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut
air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia
yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan
optalmik yaitu :
2. Kelarutan
3. Stabilitas
4. pH stabilitas dan kapasitas dapar
5. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
6. Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah.
Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat,
dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa sam lemah, biasanya
digunakan garam natriu.
Penggolongan obat mata berdasarkan farmakologi
1. Obat mata sebagai anti-infektif dan antiseptic
Contohnya : Albucetine eye drop 5 ml, 10 ml, 15 ml, dan oint 3,5 g
2. Obat mata mengandung corticosteroid
Contohnya : Celestone eye drop 5 ml
3. Obat mata sebagai antiseptik dengam corticosteroid
Contohnya : Cendo Xitrol 5 ml dan 10 ml
4. Obat mata mempunyai efek midriatik
Contohnya : Cendo Tropine 5 ml, 10 ml dan 15 ml
5. Obat mata mempunyai efek miotik
Contohnya : Cendo Carpine 5 ml, 10 ml dan 15 ml
6. Obat mata mempunyai efek glaucoma
Contohnya : Isotic Adretor 5 ml

13
7. Obat mata mempunyai efek lain
Contohnya : Catarlent eye drop 15 ml

C. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN

Keuntungan obat tetes mata :

1. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal homogeny, bioavailabilitas,


dan kemudahan penanganan.
2. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas
dan efek terapinya.
3. Tidak menganggu penglihatan ketika digunakan

Kerugian obat tetes mata :


Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang
relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi.

D. FORMULASI
Acetazolamidum 10%
Natrium tiosulfate 0,1%
Dinatrium edetat 0,05%
Timerosol 0,01%
Dapar fosfat pH 7
Aquadest 100ml

E. EVALUASI
1. Uji Sterilitas : Memenuhi persyaratan uji sterilitas seperti yang tertera pada
FI IV
2. Uji Kejernihan : Dengan alat khusus, tidak terlihat adanya partikel asing.

14
3. Volume : Volume isi netto setiap wadah harus sedikit berlebih dari volume
yang ditetapkan. Kelebihan volume bisa dilihat di tabel.
4. Stabilitas bahan aktif : Harus dapat dipastikan bahwa bahan aktif stabil pada
proses pembuatan khususnya pada proses sterilisasi dan stabil pada waktu
penyimpanan sampai waktu tertentu. Artinya sampai batas waktu tersebut
kondisi obat masih dapat memenuhi persyaratan.
5. Kemampuan difusi bahan aktif dari sediaan
Sesuai dengan bahasan tentang pengaruh pH terhadap penetrasi bahan aktif
dari sediaan OTM, maka koefisien partisi bahan aktif dalam sediaan
merupakan hal yang sangat penting.
6. Evaluasi terhadap kemampuan difusi bahan aktif dari sediaan
OTM berlangsung beberapa tahap:
Kemampuan perubahan pH sediaan OTM sebagai akibat penambahan
sejumlah volume tertentu larutan pH 7,4
Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan
Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan setelah penambahan sejumlah
volume tertentu larutan dengan pH 7,4

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Formula yang kita pakai adalaha acetazolamidum, Natrium tiosulfate,
Dinatrium edetat, Timerosol, Dapar fosfat, Aquadest, metode yang digunakan
adalah secara aseptis dan beberapa evaluasi nya yaitu uji pH, uji kejernihan, uji
kebocoran dan uji sterilisasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Pharmaceutical


Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat.
Jakarta : UI Press
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Perry, Potter.2006. Fundamental Keperawatan. Vol.1.Jakarta:EGC
Sulistiawati, Farida M.Si, Apt. dan Suryani, Nelly M.Si, Apt. 2007. Penuntun
Praktikum Teknologi Sedian Steril. Jakarta

17

You might also like