You are on page 1of 18

Misteri Sang Aji Putih dan Lembah Cipeuoet (1)

Pengantar; Siapakah Aji Putih. Sosok yang sangat fenomenal ini. Apakah dia malaikat, dewa, ataukah leluhur. Kisah ini
menjadi kisah terbarukan. Mas Thole seakan kembali di hadapkan pada kenyataan bahwa perjalanan spiritualnya akan
kembali diulang. Bagaimana tokoh ini sempat hadir dalam lintasan di awal spiritualnya. Kehadiran trilogi kisah Aji Saka,
Aji Putih, dan Aji Sakti, yang ada di dalam ranah kesadaran masyarakat jawa dan sunda. Kisah yang lekat dengan jatidiri
bangsa. Merekalah Trinitas dalam pemahaman bangsa ini. Mereka yang mengawal lahirnya bangsa nusantara. Kisah kali
ini akan menelisik kemunculan mereka di akhir tahun 2015 ini. Wolohualam bisawab

...

Episode Kharmapala

Lautpun menangis untukku.

Tidakkah kau lihat. Hamparan pasir dan samudra keindahan. Telah bersemi dan tumbuh. Kini hilang berganti kesedihan
menggayuti langit nusantara. Akan ke manakah langkahku. Butiran air, gelombang ombak, menari mengejar matahari.
Sinarnya panas menyengati. Melenyapkan butiran air menuju neraka. Angin tak peduli. Kemarau ini terus mendatangi
setiap pagi. Datang dan terus datang menyambangi dan kembali lagi setiap hari, memberangusi dan memanasi pikiran,
bagaimana tidak mengipasi kegersangan hati.

Percayalah lautanpun sudah lelah menguapi. Awan datang dan pergi tak kembali, manakah hujan akan kembali lagi?
Tidak, mungkin bukan di tahun ini. Walau kadang hati bertanya. Benarkah suara dan tangisan itu. Selalu saja tak pernah
ada jawaban disana. Hanya bagai ilusi dan gundah mau mau mati. Kasih jangan buat hatiku, patah menjadi dua. air tak
terbeli, dan gunung yang hijau tak diindahi lagi. Ranggasnya pagi, bersama asap yang menyakiti. Bersama mimpi-mimpi
'nafas' yang tak terbeli.

Mas Thole bertanya pada mimpinya. Atas apa yang menyiksa dirinya. Kahbar dan pesan yang membanjiri. Entah itu
petunjuk atau sekedar hanya permainan hati. Entahlah, jika kisah ini sama saja dengan dongengan dan juga alibi atas
ketidak mampuan diri. Maka biarkan pena ini menuliskan apa adanya saja. Perbincangan ghaib alam semesta yang akan
dipaparkan disini. Disandingkan sebagai sebuah proses pembelajaran pengenalan makhluk-makhlukNya. Pembecaraan
para Sanghyang dan Batara dalam kilasan ilham. Pembicaraan yang merangkai keadaan alam nusantara.

Kemunculan Dharmapala yang juga diiringi kemunculan Kharmapala, dua pasangan makhluk alam semesta yang
mengemban titah Tuhannya untuk memberikan pengajaran dan pelajaran kepada manusia. Mereka yang mewujudkan
sumpah serapah manusia. Sumpah yang hanya sampah bagi kesadaran. Sebuah rangkai pemaknaan dalam alam
kesadaran. Semua akan dituliskan dan disandingkan disini sebagai catatan kisah semata. Sampai kepada kemunculan Aji
Putih penyandang peran Sang Budak Angon yang mulai turun di tataran materi, memasuki raga-raga manusia.
Mewujudkan Uga Wangsit Silihwangi. Tak peduli siapakah yang percaya. Lembah Cipeuoet akan menjadi saksi kisah-
kisah ini.

Kisah ini diawali dari sebuah mimpi kesatria di sebrang lautan, yaitu mimpi Bandung Bondowoso yang akan
diterjemahkan dalam sebuah pesan-pesan. Jauh sebelum peristiwa ini terjadi. Mimpi bersambung dan berturut-turut
dialaminya. Hingga kemudian pergolakan alam semesta terjadi sebagaimana penampakan akhir-akhir ini. Sebuah
perjalanan spiritual yang akan dikaitkan dan dirangkai dalam sebuah kisah pemaknaan. Apakah manusia kemudian
dirinya mampu mengambil ibrah kisah dirinya, dan juga mimpi-mimpinya, dan selanjutnya kemudiandirinya meluruskan
niatnya berjalan dalam kehendakNya. tahukah, mimpi bukanlah mimpi bagi Nabi Ibrahim, mimpi adalah petunjuk
Tuhan, apakah keadaan itu sama bagi mansuia lainnya?

Mimpi itu menceritakan tentang keadaan yang sudah terjadi dan akan terjadi. Pada perjalanannya semua berada
dalam kehendak Yang Maha Kuasa. Sebagai gagak yang memberi tanda bahwa keadaan yang sedang di alami menjadi
suatu pijakan untuk tetap menjalankan hidup dengan lurus. Gagak bukan hanya sebagai gagak, tapi gagak sebagai
saripari dari hati yang berbentuk gagak. Jangan pernah merasa iri dan jadi merasa benar dalam diri sendiri, ketika itu
tercermin dalam sebuah prilaku yang tergambar dari binatang gagak.

Sudah saatnya hijrah dengan diri kehidupan yang sehati dengan alur dari setiap perjalanan. Bukan satu, atau dua. Tapi
akan ada beberapa kematian yang sudah menjadi ketetapan ilahi. Jadi begini, ada tiga daksa yang ada di bumi. Setiap
daksa hadir dalam rentetan yang menjadi duri dan pati. Ada yang menjadi sari dan manis, dan ada yang menjadi prasasti
dan anugerah. Daksa ini berada dengan harapan untuk menjadi suatu titah yang mewarnai. Bukan tentang sikap atau
sifat, tetapi mengenal setiap daksa dalam tahapan mimpi. Baik dalam pergolakan sari atau pati. menjadi bagian bumi,
dia tidak berada di langit.

Kehadirannya sebagai entitas yang ada dan mewarnai. Sudah saatnya untuk menjadi bagian dari perjalanan Kami.
Meskipun bukan bagian dari Kami. Rental dalam mimpi menjadi dasar bahwa setiap langkahnya terwarnai, begitu
lembut dan kasar, itu memang menjadi peringatan dini. Semua kembali kepada dirinya sendiri, bukan bagian dari Kami,
tetapi menjadi bagian perjalanan Kami. Kini, saat menjadi sebuah aksara dalam derita menuju alur kehidupan.

Pada dimensi lainnya sang Alam murka sebab titahnya. Ketika salah satu makhluk merasa bisa dan berkuasa sebab
kewenangan yang diberikan Tuhannya. Bagaimana dengan keadaannya yang mengikuti hawa nafsunya. Memilih dengan
suka-suka siapa-siapa yang pantas dan tidak pantas mendapatkan titah kesatria. Bagaimana manusia pilihannya
kemudian membuat kerusakan di muka bumi ini. Muncul dari singgsana tak bertuan. Diintip langitan yang menghitam
sebab keharusan menenangkan kiprah alam. Sang Hyang Widiwase menyampaikan pesan. Masuk melalui ilapat sang
tuan. Beginilah tandang apa pesannya. Penggalan puzzle-puzle yang di tampilkan. Menggenapi mimpi-mimpi lainnya.

Hmm..

Aku harus turun tangan sendiri

Kilatan tanpa bayangan tanpa jeda aksara dimuka tak biasa karena warna

Adakah yang engkau abaikan tak jua menuai asa dalam lipatan waktu tanpa mimpi buaian apapun tak diberi

Sudahi sudahi yang kau mulai

Tiada rupa tiada samsara suargaloka

Benihmu tertanam dalam warna kilapnya telah menghanguskan angan manusia menganggap semua hasrat miliknya

Kekuasaan telah kau beri kebanggaan telah kau selimuti jika alam akan meminta kembali maka buat saja perjanjian
engkau harus pahami

Tiada awal bermula tiada akhir yang benar berkat sirna kabutmu, kabut nafsu kuasa tiada pantas hiasai mayapada

Ukur kembali suara atau hiasai langit dengan pandangan, tak semestinya engkau jumawa

Kuasamu Aku yang memberi kehendakmu atas ridho ilahi robi

Tak bersemayam cinta dan nafsu angkara dalam satu kursi bahkan engkau beri pada yang kau cinta

Anggapmu membanjiri tidak tidak kau tidak mengerti bahkan rahsa sendiri tidak kau percayai

Berbalik dan ambil semua bukan begini..bukan begini alam semesta

Kalabendu terlepas bersama lepasnya sumbu nafas

Dan engkau

Bukan kuasamu yang akan mengangkat harkatmu

Tidak engkau akan pahami setelah kehancuran ini

Berjalanlah dengan maumu dan kesukaanmu pada martabat

Sesungguhnya engkau tidap pernah mendapat apapun dari itu

Engkau akan bersiklus bersama udara dan kesakitan diantara mereka

Aku hanya memberi peringatan dan jika jeda tak kau buat warna maka nantikan alam menjadi murka

Jangan salahkan siapa..bertanyalah siapa dan bagaimana yang mendapat kuasa


Aku akan minta engkau pertanggungjawabkan itu

Kuasa kuasa kuasa.

Kepada makhluk alam kesadaran ini diingatkan dengan ayat Allah. Mereka yang diberikan kuasa dalam ranah ghaib,
sebagaimana titah yang diberikan kepadanya.Namun mereka ingkar atas perjanjian tersebut bahkan mereka bersekutu
dengan manusia yang kafir. Mereka mencuri rahasi langit dan membunuhi para utusan yang menyampaikan kebenaran.
Mereka akan diliputi kehinaan, itulah hukuman Mereka justru malah menuruti hawa nafsu manusia. Sama saja keadaan
diri mereka itu dengan manusia.

Keluarga 'Imran ('li `Imrn):112 - Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah
dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para
nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.

Dalam keweningan dan kewenangan pikir, kisah kemunculan Aji Putih akan dihantarkan sebagai bagian rencana
alamatas turunnya Sang Budak Angon. siapakah tokoh Aji Putih sebenarnya. Benarkah dia sang Budak Angon itu
sendiri? Kisah spiritual ini akan melacak Misteri Lembah Cipeueoet. Kepada manusia diingatkan atas ayat selanjutnya,
agar tidak tergoda hasrat dan nafsu yang akan menjerumuskan. Manusia yang sadar adalah kesatria alam. Meraka akan
menjadi umat terbaik. Siapa-siapa yang mengikuti jalan-jalanNya adalah umat terbaik.

Kepada umat terbaik inlah sang Budak Angon akan datang. Aji Putih akan angon mengajarkan ilmunya. Mengajarkan
ketauhidan yang benar. Menunjukan siapa ilah yang sebenarnya. Dia akan datang kepada anak cucunya. Sebagaimana
apa yang disampaian Ali Imron kepada anak keturunannya. Inilah keadaan musuh-musuh mereka.

Keluarga 'Imran ('li `Imrn):110 - Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Keluarga 'Imran ('li `Imrn):111 - Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari
gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke
belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan.

Hmm

Sudah Aku sampaikan pesanmu

Pesan Kita

Pesan al qur an

Bilakah hal ini akan Engkau biarkan terjadi?

Tidakkah mereka sudah bersungguh2

Adapun kekurangan yang terjadi akibat kelemahan manusia. Tidakkah bisa dipahami ini?

Aku merasakan kerisauan dan kegalaun meraka.

Adakah upayamu ?

Aku pada sisi yang sulit ..tahukah?

Semakin sedikit manusia yang sadar..

Hhh...ya robb...

Dan Engkau terlalu keras kepada mereka


Lihatlah bagaimana keadaan mereka itu saudaraku...

Mereka gelisah..

Tidakkah terlalu keras pengajaranmu!

Iya, itu adalah proses

Proses mengenal ilah dan Allah

Bersandarlah kepada Allah

Segala urusan serahkan kepada Allah

Ini yang namanya benturan energi

Sekarang lihatlah, lambat atau segera, hal ini pasti terjadi dan terlalui

Bila kisah Yusuf, kalian teladani

Kisah Ibrahim, kalian teladani

kisah Nuh, kalian teladani

Kisah Muhammad, kalian teladani

Maka lengkap, keteladanan itu ada dalam jiwa

Ada dalam hati

Seumpama mencontoh, proses durinya pun akan terlalui

Lalu bagaimana kalian melewatinya?

Keras dan lembut ada dalam rasa

Jiwa yang rasa sudah dalam penyerahan diri, maka dia akan menjalankannya dengan totalitas

Kami sudah memberi kabar, sekarang tinggal merenungkan dan mentafakuri

Ringan dan berat ada dirasa

Bukankah Muhammad dicela itu juga berat

Bukankah Muhammad dihina itu berat

Lalu apa yang membuat Muhammad ringan?

Bukankah Ibrahim diperintahkan membunuh anaknya itu berat?

Ibrahim tidak tahu anaknya akan berganti kambing

Ibrahim tidak tahu kalau api yang panas menyala itu terasa dingin

Lalu apa yang membuatnya tetap menjalankan keyakinannya bahwa itu tugas Tuhan?

Berat dan ringan itu ada dirasa

Tetapi bagi orang yang ikhlas menjalankannya dgn keyakinan Tuhan, dia akan tetap berjalan

Bila kalian merasa ini jalan kalian, tetaplah dlm perjalanan

Mohon petunjuk Tuhan akan jalan yang Tuhan ridhai

Sudah waktunya, pelajaran rasa terselesaikan

Ketika terpukau dengan kisah2 teladan, bagaimana kalau kalian sendiri merasakannya?
Bisakah tetap berada dalam kehendak ilahi, atau pergi dan berlari

Alam diam dalam bahasa mereka sendiri, angin, air, api, awan dan pepohonan, menjadi saksi perbincangan Kami.
Pengajaran kepada manusia agar mereka mampu menjadi kesatria bumi. Kami tersusun dalam bagian-bagiannya
sendiri. Kami memiliki sistem organisasi kerajaan Allah. Masing-masing bertugas untuk mengajari manusia agar
mengenal Tuhannya. Siapakah yang bersedia menerima pengajarn Kami? Kepada mereka yang mencari jalan-jalan
Tuhan, Kami akan datang mengajari.

Tidak terkecuali Aji Putih yang sudah diharuskan turun untuk mengajari anak keturunan yang menjadi tanggung jawab
mereka. Aji Putih akan menjadi BudakAngon. Menjadi sang Penggembala bagi domba-domba yang tersesat dari jalan
Tuhan. Mengawal kesadaran bangsa ini. Kesadaran murni yang akan selalu ingat Tuhan. Demi kejayaan bangsa ini.
Jayalah nusantara jaya dalam kesadaran yang di ridhoiNya.

Kisah ini akan terus digulirkan.bersambung

Kemunculan Sang Budak Angon (1)

Wahai kasih tak terungkap. Segeralah berlalu cepat. Berilah kepastian agar waktuku tak terlihat.

Sekejap Mas Thole mencoba berkaca pada parasnya. Singgasananya entah terbang kemana. Betapa dirinya harus
bergegas. Berpacu dengan kemalasannya sendiri. Budak angon dalam kisah Uga sudah mulai menampakan dirinya.
Tidak mungkin dia untuk tidak peduli. Lihat saja bagaimana keadaan alam sekarang ini. Semua sudah menunjukan bukti-
bukti. Perjalanannya bertahun-tahun ini nampaknya tidaklah sia-sia. Di penghujung sengsaranya ini. Dan di masa akhir
asanya. Kini dia bertemu sang Budak Angon. Salah satu tokoh dalam wangsit Silihwangi. Dan kisahnya akan dimulai
disini.

Gunung Tsurian berdiri tegak disana, kokoh namun tak berarti apa-apa bagi sang penguasa. Sebentar lagi gunung yang
lebih menyerupai bukit itu akan ditenggelamkan dalam sebuah pusaran kekuasaan. Menjadi tumbal pemerintahan. Akar
gunung yang menghujam ke inti bumi, palung pusat peradaban yang dahulu sempat hilang terbenam di
dasarnya, nampaknya bukanlah apa-apa. Hanya sebuah cerita usang semisal mitos dan legenda yang hanya diyakini
warga lokal disana. Entah bagaimana bangsa ini menghargai para leluhrnya yang telah mewariskan DNA kepada anak
turunnya sekarang. Nyatanya bangsa ini tidak pernah peduli siapakah leluhurnya yang telah melahirkannya itu.

Sangat sedkit orang kita yang percaya bahwa bangsa kita adalah bangsa keturunan dewa. Kita lebih meyakini bahwa
nenek moyang bangsa kita adalah bangsa biadab, bangsa kanibal, bangsa dengan keyakinan animisme dan dinamisme.
Bangsa terbelakang dan tidak berbudaya. Keyakinan ini begitu kental, sehingga kalimat apapun yang digunakan untuk
membangkitkan semangat kebangsaan tidak pernah mampu menyentuh hati nurani mereka. Bangsa kita lebih percaya
atas perkataan bangsa asing atas diri bangsa nusantara ini. Perkataan yang menistakan dianggapnya sebagai kenyataan
dan keadaan sebenarnya dari nenek moyang mereka. Sungguh nelangsa jiwa dibuatnya. Nyatanya, sesungguhnya
kesadaran inilah yang kita punya.

Salah satu yang sangat percaya bahwa bangsa kita bangsa yang besar adalah sang Budak Angon. Terlihat langkahnya
terhenti di persawahan. Selangkah ke depan sudah air sungai yang dalam. Nampak di depannya Gunung Tsurian, untuk
kesana jelas sudah tidak mungkin. Seluruh desa ini sebentar lagi akan tenggelam. Lebih tepatnya di tenggelamkan atas
nama pembangunan. Puluhan situs yang ada sebagai penanda bahwa dahulu bangsa ini pernah mencapai puncak
peradaban spritual akan di hancurkan. Di tenggelamkan dan masyarakat yang menyakini situs kabuyutan disana akan
dibuatkan replica-replikanya. Sekedar sebagai alat penghibur duka. Mirip anak kecil yang diberikan boneka agar tidak
menangis. Hhh..sudah sedemikin miskin bangsa ini dalam empati.

Kemarahan Budak Angon sudah tidak terbendung lagi. Tangannya bergerak cepat memutar langit membuka portal alam
kesadaran. Langit mendadak redup. Rrrrblarrblarrr.

Mas Thole dari kejauhan hanya mampu menatap nelangsa. Budak Angon tidak mengerti apa yang di lakukannya. Dia
telah memanggil seluruh Kesatria Penjaga Nusantara. Mas Thole paham apa akibatnya. Para Penjaga Nusantara akan
datang dari seluruh dimensi yang tak kasat mata. Mereka semua akan menepati janjinya.Penjaga Alam semesta akan
mengamuk memutar balikan apa saja. Bumi Nusantara akan dibuat kembali sebagaimana awal penciptaannya dan itu
semua berarti adalah bencana bagi dunia. Sumpah Uga Wangsit Silihwangi dan juga Sumpah Sabdo Palon akan terjadi
akan di mulai. Dan itu adalah dimulainya malapetaka yang dahsyat.

Dalam kesedihan, Mas Thole membuka pesan Kami. Salah satunya adalah pesan sang Aji Putih. Salah satu tokoh
penguasa Gunung Tsurian. Dia sendiri yang akan mengajari sang Budak Angon.

Ketika satu menjadi dua, tiga menjadi enam.

Ada yang bersatu dan berpisah

Dalam urutan waktu dan tempat berada pada titik yang menuju suatu cara yang menyertai keadaan yang tidak
semestinya

Seperti satu keadaan dengan realitas yang kalian jabarkan pada kehidupan

Suatu bangunan kehidupan yang menuju proses dan awal yanh belum diketahui dengan sesuatu sebagai hasil akhirnya

Ketika semua berada dalam suatu kehidupan menuju keadaan rahmat alam semesta, jangan berada pada pakuan yang
berbeda

Sudah ke sana, tapi menjadi suatu keyakinam dengan diri yang menjadi suatu ketaatan.

Sungguh, ini menjadi pembelajaran dan ibrah bagi yang berpikir dan berakal.

Setali dengan tegasan menjadi dupa, maka dupa bukan menjadi api

Tetapi satu keutuhan yang menyatu dengan kehidupan

Jika memang harus dijalankan, maka jalankan dengan keweningan pikir dan kewenangan hati.

Sekali lagi, jati akan kembali ke jati

Jati tak akan bisa menjadi junti

Sekiranya berada dalam satu titian yang menjadi undak dan penghalang, ingatlah, jati akan kembali ke jati

Ketika semua ada, maka tiada pun sama

Sama-sama berada dalam kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa

Titiannya berbeda, titiannya ada dalam cinta

Ketika mengupas satu keadaan, maka ingat akan pelajaran yang sudah diajarkan.

Sekali menyerang, maka akan menjadi tandang dalam pertandingan

Ketika semua menjadi satu kesatuan, ada yang menebas dengan pedang kepalsuan
Suatu ketika akan paham akan pengajaran dan pelajaran

Ajarkan ini buat yang mendapat pengajaran

Aji Putih dalam Kresna dan Brahma

Suatu ketika, ada unta yang mengantarkan Aji Putih ke singgasana sang Nabi. Mengajak dialog yang tak tertera dalam
kitab

Tetapi tercatat dalam alam.

Susunan apa yang telah kau kabarkan, wahai Rasulullah

Seakan kami berada dalam satu indahan yang menyembah Tuhan Semesta Alam

Ada satu hal yang mesti ada dalam satu ketentuan, Allah adalah Tuhan Semesta Alam

Kadang dalam satu waktu yang mengancam, daerahmua akan gersang oleh keserakahan, wahai sang pejuang

Saat itu menjadi sakit dan penderitaan yang menjalar, maka tetapkanlah hal yang menjadi ketetapan dan pengetahuan

Sudah dalam kurun yang berbeda, maka rindu akan suatu keadaan pun menjadi darma yang ada pada setiap
kesempatan

Semua menjadi satu dengan la ila ilaha ilallah

Aku mengerti itu ke khawaturanmu, tetapi jangan menjadi kekhawatiran akan jejak penerusmu.

Seperti aku yang menjadi dalam semua itu, mereka juga pengikutku

Aku pun menjadi tanggung dalam semua itu

Suka atau tidak berada dalam satu hal yang menjadi nyata

Jangan pernah mengeluh atau mengaduh, Tuhan Maha Tahu

Seumpama itu yang menjadi hal yang ada, maka mintalah pertolongan kepada Allah swt

Jangan pernah sungkan, karena semua semesta akan menolongmu

Jejak yang menjadi tapakmu akan tetap ada. Singgasana kekuasaan itu bukan dalam benda, tetapi dalam keangkuhan
setiap jiwa

Sudah saatnya Aji Putih akan mengajarkan pengajarannya, maka terimalah dalam suatu babat kisah yang ada.

Aku mengajarkan welas asih. Aku sedang dalam tatanan yang menuju satu kesatuan

Suatu hal yang menjadikanku berada dalam satu keyakinan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa

Jika hidupku berada dalam keggamangan maka aku menjadi dua dalam keadaan.

Sudra dan karna bukan dalam suatu hal yang berbeda, asih dan asuh menuju cinta kepada Tuhan Pemilik Mayapada

Seumpama ada yang mengguncangkan jiwa dengan keadaan yang ada, ingat Allah dalam setiap uga

Uga menjadi nyata, bila memang sudah tanpa daksa, cacat dari segala cinta

Kutukan itu ada, tapi jangan terlalu menjadi beban bagi para pemelihara

Satu dengan kesatuan, ada pada setiap keadaan.

Pelita dalam gulita, dalam pusaran sang masa. Menjadi nestapa apa bagi anak manusia. Kini semua sudah terjadi. Mas
Thole diam menjadi saksi. Alam sudah begitu berbaik hati memberikan tanda-tandanya. Api, air, awan, angin dan hujan,
dan gempa serta ombak yang menerjang, itu hanya penggalan. Bumi akan melipat dalam lipatan kunci. Kemanakah
manusia akan menyelamatkan diri? Sudah tidak ada waktu lagi. Begitulah, bagaimana bangsa ini menetapi Uga Wangsit
Silihwangi? Kini keyakinan itu akan terbukti. Akankah meneysali diri?

Banyak manusia lahir di nusantara, namun sedikit yang memahami bahwa Uga Wangsit Silihwangi itu adalah peringatan
bagi manusia sendiri. Sungguh kisah ini demi sang masa. Menjadi catatan-catatan selanjutnya perjalanan spiritual, yang
akan dikisahkan. Selama hayat masih di kandung badan.

Bersambung

Kemunculan Sang Budak Angon (2)

Kesedihan ini sudah terkunci. Di haribaan bunda ibu pertiwi. Lihatlah langit kini muram. Pedar asap tak bertuan
menyusup siang dan malam. Membiarkan bulan kini tiada berseri. Sebab sinarnya kini tidak mampu menyetubuhi bumi.
Tidak saja bulan bahkan matahari tiada berdaya, tiada kuasa atas kejadian di mayapada. Menampak manusia terengah-
engah menahan nafas yang satu-satu. Betapa kini mereka menyadari, halnya kemampuan bernafas saat ini, menjadi
sangat vital sekali. Tanpa kemampuan ini semua sia-sia. Kemampuan berfikir, kemampuan komunikasi, merasa,
mendengar, dan juga kemampuan lainnya sia-sia. Malapetaka ini yang tengah menimpa bangsa ini.

Pada dimensi lainnya, saat malam terjaga. Pada sebuah bukit sana, Tidak jauh dari Gunung Tsurian letaknya. Nampak
seorang pemuda berdiri menengadahkan kepala ke langit. Bulan redup tanpa cahaya. Bintang banyak bertaburan. Sendu
keadaannya. Kesedihan menggumpal, menyesakkan dada. Selaksa pasukan Cakrabirawa di seputarnya. Mengelilingi
bukit mirip pengawalanpara raja. Beberapa kali pemuda tersebut mengambil nafas. Menahan gejolak rahsa di dada yang
tak dipahaminya. Layaknya memenuhi sebuah janji pati. Sendirian saja dia disana. Pepohonan tinggi yang menaungi
kabuyutan tersebut diam seakan mengerti. Menunduk sangat dalam sekali.

Entah bagaimana dia menceritakan keadaannya. Seperti ada sebuah tarikan daya luar biasa yang tak mampu di
tahannya, tiba-tiba ada keinginan kuat untuk ke Gunung Tsurian. Keinginan telah yang membawa pemuda tersebut.
Jarak ratusan kilometer dia tempuhi di malam hari itu dari rumahnya yang terletak di Puncak Bogor. Sabtu malam
(17/10) dia kesana sendirian adanya. Perawakannya yang cukup tinggi untuk ukuran orang Indonesia, sekitar 174 cm,
telah banyak membantunya menyusuri semak belukar disana. Pengalamannya sebagai pemandu tim penjelajah hutan
menjadikan langkahnya ringan terasa. Semua seperti dimudahkanNya.

Namun apakah seperti mudah tampaknya? Mendadak pemuda tersebut seperti menggeram menahan kemarahan.
Tangannya melakukan putaran tujuh depa. Menyilang, menyorong membentuk gerakan swastika. Beberapa kali
tangannya menepuk bumi dan beberapa kali tangannya menepuk langit. Gerakannya lambat namun sangat kuat
bertenaga. Suasana magis malam itu sangat terasa. Seluruh pasukan cakrabirawa mundur sejauh tujuh
tombak. Gerakan putaran maha dahsyat memporak porandakan alam kesadaran. Para dedemit dan setan jejadian, juga
para perewangan berlarian serabutan. Kiamat keadaan pada dimensi mereka.

Tidak sampai disitu saja, tangan pemuda tersebut terus saja mengarah ke tujuh mata angin. Lautan, daratan, tujuh
petala langit di sambangi dalam kesadarannya. Membuka kunci-kunci portal dimensi tak kasat mata. Memanggili para
Kesatria Penjaga Nusantara. Para Penjaga yang masih berada di dalam dimensi mereka dan juga penjaga yang sudah
berada pada raga manusia. Semua tidak terkecuali di panggilinya. Para penjaga gunung, penjaga laut, penjaga air, tanah
dan juga api. Para penjaga pusaka, para penjaga angin, para penjaga awan. Tak luput dimensi para raksasa, para naga,
dan juga dimensi lainnya. Menggiriskan sekali.
Mendadak, seiring dengan gerakan tangan yang mulai berakhir dari atas langit turun pusaran angn yang maha dahsyat
mengetarkan tempat kabuyutan tersebut. Pemuda itu diam mengamati dan terus bergerak seakan tak peduli. Angin
terus saja mengitari, hamper lebih dari seperminuman teh. Angin tersebut berputar di kompleks kabuyutan itu. Hawa
dingin mendadak merasuki dada sang pemuda. Entah apa lagi dia tidak pahami. Kadang memang tidak perlu mengerti.
Bergerak hanya bergerak atas kehedak Kami. Mengarahkan kesadaran kepada illahi robbi. Pasrah atas diri yang
digerakanNya. Menjadi wakilNya di alam semesta ini.

Siapakah pemuda tersebut? Benarkah dia sang Budak Angon, salah satu tokoh kunci yang dikisahkan di Uga? Mas Thole
diam menyusuri neuron di otaknya. Pikirannya berfikir keras. Mencoba merunut kejadian demi kejadian atas apa-apa
yang dirasakan dalam perjalanan spiritualnyau. Selalu dari mula dan dimanakah dia kini. Sebuah perjalanan yang
hampir membuat dirinya gila. Yah, bagaimana tidak, dirinya selalu saja salah memaknai. Perjalanan ghaib dan realitas.
Pemaknaan yang salah atas keghaiban yang dimaknai sebagai realitas, dan juga sebaliknya. Sering memebuat turbulensi
dan menjadikan sistem ketubuhannya terkunci.

Bermula dari khabar dari Kami bahwa tugas Mas Thole menjadi saksi atas anak keturunan Sang Prabu sudah selesai.
Wahyu Cakra sudah disampaikan kepada mereka. Terserah mereka mau percaya atau tidak, itu bukan urusan Mas Thole
lagi. Peranan Mas Thole hanyalah pembawa khabar gembira dan peringatan. Cukuplah mereka mengatakan secara lisan,
dan Mas Thole menyaksikan, maka Kami akan mengambil sumpah-sumpah mereka. Sudah dinampakkan bukti-bukti
kepada mereka. Apakah kemduian mereka akan beriman? Entahlah. Jika kemudian mereka berpaling sungguh itu bukan
kuasa Mas Thole lagi. Sudah lebih 2 (dua) tahun Mas Thole bersama mereka, menyaksikan apa-apa yang dipersiapkan
Kami kepada mereka. Sudah banyak suka dan duka yang dialami Mas Thole.

Sebuah keyakinan yang tak biasa. Keyakinan yang melawan logika akal manusia. Siapakah mereka? Manusia biasa yang
bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Dari kebanyakan manusia biasa. Jangankan harta dan kekuasaan, bahkan
kepercayaan diripun tak punya. Sungguh aneh jika ada orang yang percaya bahwa mereka itu adalah orang yang terpilih.
Jangankan orang lain, bahkan mereka sendiri juga tidak percaya. Banyak diantara keluarga mereka yang menafikkannya.
Menganggap bahwa itu adalah guyonan belaka. Padahal mereka memiliki catatan dalam kitab keluarga mereka sendiri.
Sungguh ironis keadaanya. Dan jika ada yang percaya maka itu hanyalah orang gila.

Maka kepada keluarga mereka Mas Thole siap dikatakan sebagai orang gila. Itu wajar saja. Bahkan jika maksud baiknya
tersebut juga dimaknai keliru. Itupun taka pa-apa. Sudah terlanjur keadaannya. Betapa Mas Thole menahan kepedihan
tak terkira. Menangis dirinya bagai anak kecil yang kehilangan mainannya. Air matanya mengalir bagaikan banjir badang.
Sungguh ini bukan tangisan biasa. Kerasnya kehidupan tidak mampu membuat Mas Thole menangis, kematian dua
orang Ayahnya tidak membuat Mas Thole meneteskan air mata setetes pun. Penderitaan Ayahnya dan leluhurnya yang
menjalani laku spiritual demi mewujudkan sebuah harapan agar anak keturunanya menjadi penguasa tlatah tanah jawa.
Adalah bagaian dari perjuangannya.

Namun, bayangkan jika perjuangan Ayahnya dan juga para leluhurnya demi untuk mendapatkan wahyu tersebut
nyatanya akan kandas di tangan Mas Thole, apa yang harus dikatakan Mas Thole kepada leluhur mereka? Masih lekat
dalam ingatan Mas Thole saat dia bersama adiknya membentuk formasi bintang pari di laut pantai selatan, di pusat
kerajaan Nyi Blorong. sebua prosesi untuk mengundang wahyu tersebut. benar wahyuu tersbeut menampakan diri,
namun berbelok arah tidak kepada meerka. Betapa nelangsa jiwa. Wahyu tersebut datang dan kemudian menghilang di
telan gelap sang malam. Betapa sang Adik menangis tak karuan. Betapa sang Adik menyalahkan dirinya atas hilangnya
wahyu teserbut. Tangisan nelangsa mengetarkan bumi. Seluruh leluhurnya yang hadir saat itu dan juga Ayah
kandungnya yang sudah meninggal, yang menyempatkan diri datang menyaksikan prosesi, larut dalam kesedihan itu.
Kejadian itu masih menggurat dalam sanubari.
...

Langit diam menangisi, mencoba mengerti atas duka lara manusia yang kehilangan. Bayangkan bagaimana Ayahnya
menghabiskan seluruh hidupnya bertapa demi wahyu ini. Bayangkan jika kemudian wahyu itu datang dan kemudian
harus untuk diserahkan kepada keluarga lainnya. Dan bagaimana melalui tangannya wahyu tersebut diserahkan kepada
orang lain. Bagaimanakah rahsanya? Bagaimanakah perasaannya? Arrrghhhh! Mas Thole ingin menghujat langt, ingin
menggebrak bumi. Mengapa takdir tidak berpihak kepadanya. Bukankah dirinya selalu menjalankan perintah-perintah
Kami. Bukankah dirinya dan juga leluhurnya bersungguh-sungguh untuk hal ini. Mengapa kejadiannya wahyu tersebut
diserahkan kepada keluarga yang nampaknya tidak peduli, dan menganggap wahyu tersebut tidaklah penting. Berapa
juta nyawa hilang demi memperebutkan wahyu ini. Adakah yang peduli?

Mas Thole diam menangisi perjuangan sang Ayah yang sia-sia. Bagaimana perasaan adiknya jika mengetahui hal ini. Dia
menginginkan sekali wahyu tersebut turun padanya. Sepanjang hidup Mas Thole adalah untuk dharma bakti ini.
Melanjutkan langkah spiritual sang Ayah demi jayanya kembali trah keluarga ini. Namun jika di tengah perjalanan
datang keputusan Kami bahwa wahyu yang dicarinya itu bukan diperuntukan untuk keluarga besarnya. Bagaimanakah
rahsanya? Sungguh tidak ada yang bisa dilakukan oleh Mas Thole. Kami memiliki rencananya sendiri dan Kami tidak
pernah takut atas apa-apa yang dilakukannya. Sebab Kami hanya menjadi perantaraan Tuhan dalam hal ini. Maka
terserah keadaan Mas Thole menyikapi. Itulah kepastian yang harus ditelan Mas Thole.

Perhelatan akbar, perguliran kekuasaan tanah jawa sebentar lagi akan semakin menjadi-jadi. Pergeseran kesadaran
sudah menuju titik kulminasi. Sudah diberikan kesmepatan kepada keluarga besar Mas Thole. Kepadanya diingatkan
bukankah para leleuhurnya dahulu adalah para raja yang berkuasa? Bukankah sudah selayaknya jika kekuasaan harus
dipergilirkan kepada seluruh anak manusia? Mas Thole sadar itu. Namun kembali sebagai manusia tetap saja Mas Thole
tidak sanggup menahan tangisnya. Bagaimanakah perasaan adiknya nanti? Dia ingin berkuasa, pada dirinyanya telah
disematkan harapan dan keyakinan orang tua. Bagaimana jika keadaannya saat sekarang ini, jika keluarga besarnya
hanya menjadi para penyaksi saja?

Sungguh berita ghaib ini sekarang menjadi realitas bagi Mas Thole. Dan ironisnya apa-apa yang semula diyakini ini justru
menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Yah, siapakah yang percaya cerita gila ini? Siapakah yang percaya jika kepada
dirinya dikatakan bahwa dia adalah calon sang raja? Apakah orang tidak curiga? Yah, itulah yang dialami Mas Thole.
Semua akanmengatakan bahwa dia 'gila'. Energi yang terbaca sekarang seperti itu. Hanya kepada Tuhannyalah dia
kembalikan semua keyakinannya itu. Mas Thole tiada kuasa atas sesuatu. Jika itu benar maka kebenaran hanya dari
Tuhannya. Jika itupun salah, sebab dirinya memang bukanlah makhluk suci dan sempurna.

Langit diam di bukit kabuyutan itu. Angin yang datang tadi kini telah pergi. Malam menjadi sunyi pemuda tersebut kini
sendiri. Duduk termenung dalam kebingunannya. Seakan tidak percaya atas apa-apa yang tengah dilakukannya di
tengah malam itu sendiri. Terlintas kesadaran Mas Thole bahwa sudah saatnya dirinya akan diperjlankan kembali,
menjadi saksi atas diri pemudatersebut. Benarkah dia sang Budak Angon?. Pertanyan itupunberguliran di dadanya.
Apakah penyaksian ini adalah anugrah dariNya. Bagaimana jika penyaksiannya tersebut adalah salah. Kesalahan level
pertama yaitu mengatakan bahwa di adalah SangBudak Angon, padahal sesungguhnya BUKAN. Atau melakukan
kesalahan level kedua mengatakan pemuda tersebut BUKAN sang Budak Angon padahal BENAR dialah orangnya.

(Hhh... Biarlah nanti waktu yang akan mengatakannya sendiri kepadanya. Perjalanan yang nanti akan dilalui Mas Thole
ke selatan adalah menyoal sang Budak Angon. Dirinya akan diperjalankan KAMI ke pelosok nusantara lagi. Menanamkan
paku kesadaran level kedua di setiap daerah disana.)

Mas Thole harus menancapkan paku kesadaran. Paku yang tanahnya diambil dari bukit kabuyutan tempat peristirahatan
Aji Putih. Mas Thole akan memasuki babak spiritualnya yang baru. Kali ini penyaksiannya yang ke tiga. Penyaksian ke
tiga adalah menyaksikan lahirnya generasi trah Sang Budak Angon. Benarkan dalam darah mereka mengalir tokoh sakti
di Uga wangsit Silihwangi ini? Semua harus disaksikan. Mas Thole diam dalam renungan yang sungguh menakuti dirinya
sendiri. Betapa tidak, penyaksiannya beberapa kali ini telah menjungkir balikan kesadarannya. Sebelumnya dirinya
menjadi saksi atas kelahiran Siu Ban Ci tokoh yang telah menghancurkan Majapahit. Tokoh yang menjadi ibu dari Raden
Patah sang Penguasa Islam pertama. Mas Thole direncanakan menjadi saksi lahirnya 7 (tujuh) kesatria utama yang akan
mengawal nusantara baru.

Penyaksian yang pertama kini telah terbukti keadaannya. Kami telah menunjukan bahwa apa-apa yang di khabarkannya
benar. Entah bagaimana nanti dengan penyaksian yang kali kedua. Penyaksian Mas Thole atas keluarga Sang Prabu.
Bagaimanakah akhir cerita nantinya? Sungguh Mas Thole juga menunggu. Sama-sama menunggu. Sebab itu semua
tergantung kepada konsep diri mereka. Tergantung keyakinan keluarga mereka. Tergantiung anggapan diri mereka
terhadap 'jatidiri' mereka sendiri. Mas Thole tidak berani berharap. Biarlah itu menjadi urusan Allah semata. Biarlah
waktu yang akan bicara. Hanya doa dan harap yang bisa Mas Thole panjatkan. Kompleksitas keluarga mereka demikian
luar biasa. Kekuatan tarik menarik masih meliputi diri mereka.

Bagaimanakah meyakini yang ghaib. (Yaitu) Menyakini bahwa pada darah keturunan mereka akan dipergulirkan
kekuasaan para raja? Meyakini sesuatu yang realitasnya saat ini saja sulit rahsanya bagi mereka untuk menerima takdir.
Kenyataannya mereka bukan siapa dan bukan apa-apa. Jangankan di kenal level internasional dan nasional bahkal level
lokal saja masih sulit rahsanya. Inilah hijab pikiran mereka. Logika akal dan juga realitas keadaa yang terasa
nyata. Tidakkah mereka percaya bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu? Tidakkah mereka sudah banyak diberikan
bukti-bukti? Bukankah catatan kita di keluarga mereka juga sudah tertera? Entahlah..keyakinan rahsanya mahal sekali
harganya. Bahkan jikalaupun sleuruh dunia berkata hal yang sama. Jika Allah tidak mengijinkan belum tentu mereka
percaya. Mas Thole hanya bisa nelangsa sendiri.

Siu Ban Ci terlahir dari kalangan keturunan Cina. Seorang pengusaha biasa saja. Bahkan nyaris bangkrut keadaannya.
Hampir 1.5 tahun lamanya Mas Thole berada disana. Pahit getir dilalui bersama. Pada saat itu dikhabarkan bahwa harta
dunia akan di tangannya. Kami akan menyiapkan segala sesuatunya untuk menyiapkan Siu Ban Ci pada jajaran kesatria.
Khabar tersebut diterima dengan suka cita oleh mereka, dengan rahsa syukur tak terkira. Kini Mas Thole sudah bisa
melihat kebenaran perkataan Kami. Keluarga mereka sudah diangkat derajatnya. Modal untuk pergerakan sudah
disiapkan. Keluarga tersebut kini menggandeng tokoh utama dalam realita. Dana trilunan rupiah sudah dalam
genggamannya. Mereka tengah bersiap menjalankan titah Kami. Inilah sebuah bukti bahwa Allah berkuasa. Bekerja
semauNya, diluar akal dan logika manusia.

Berjalanlah ke selatan, begitulah perintah Kami di mulakan...


Nun jauh disana salah satu tokoh kesatria utama masih disiapkan dalam rahim Ibunya. Bukit rammang-rammang akan
menjadi saksi atas kelahiran tokoh yang satu ini. Maka saatnya tahun 2050 mereka semua akan di munculkan secara
sendiri sendiri dan bersama-sama, dalam gegap gepita alam semesta. Semoga

Wahai kasih tak terungkap. Segeralah berlalu cepat.


Berilah kepastian agar waktuku terlihat.
...

Kemunculan Sang Budak Angon (3)

Seumpama langit dan bumi hancur, maka ingatlah Tuhan.

Semua akan terjadi bila sudah waktu

Saat ini, jalankah semua sesuai kehendak ilahi rabbi

Jangan menyimpan dendam dalam hati, karena itu akan menyakiti. Seumpama sinar matahari, cahayanya menyinari
semua penghuni tanpa terkecuali

Hanya ada kabut atau atap yg dibuat sendiri oleh manusia, sinar terhalangi.

Itu bukan salah matahari, tp sang penghuni bumi berada degradesi.

Sungguh, sebentar lg bencana akan terjadi, titik balik semua berada dlm satu, sanubari.

Maka, sebagai pencegahan dan perjalanannya, jadilah hati sebagai cahaya, yg menyinari pada kehidupan sekitar

Titik temu tersebut ada pd bagian cahaya

Aku menjadi sudah dalam permbagiam rencana Tuhan. Suatu kala, ada semua yang manusia kehendaki, kebinasaan dan
kehancuran

Itu menjadi titik yang sudah menjadi guratan2 yg menyengat bumi.

Sabda alam pandita kerta, manunggaling langing ingsun dupadi dadi nastuti.
Sudah banyak yg terjadi, maka semua itu menjadi sebuah konfirasi.

Ada yg merasa pintar dan berkonspirasi, padahal rencana Tuhan Maha Tinggi

Dialah Perencana

Maka, sia-sia yang berkonfirasi menghancurkan negeri

Apa yg bisa dilakukan, utk mengurangi?

Satu bagian alam yang kalian hancurkan, maka bagian lain akan menggenapkan

Sehingga semesta penghuni bumi merasakan

Suatu petaka bukan berasal dr unsur kejadian, tetapi kesengajaan dari makhluk yg merasa berkuasa di tataran bumi.

Kalau kami hancurkan, maka kalian akan hilang semua, dan kami ganti dengan penghuni dimensi lain

Suatu hal yg menjadi pertanyaan kenapa bisa manusia berbuat demikian, makhluk Tuhan yang dimuliakan, ternyata
memuliakan makhluk yg seperti ini menjadi bentuk ketundukkan kami kepada titah ilahi

Kami hanya pelaksana, Tuhan Maha Perencana, dan Maha Mengetahui

Sudah menjadi bagian perjalanan yg menjadi genap dlm siksa dta ketika semua menjadi hal-hal yang sudah ditetapkan

Sekian, seumpama kalian ingin menjadi bagian Yg dikehendaki Tuhan

Berjalanlah dan niat diri dlm jalan dan kehendak TuhanSebuah superposisi yg akan membalikkan energi menjadi lebih
baik lg.

Malam diam dalam sendiri. Hitam gelap dan santi, hanya sepi menjadi kepastian meliputi. Jika kemudian hati terasa di
kuliti, karena sebab sudah pahami bahwa apa yang terjadi bukan main-main lagi. Meski sudah di khabarkan Kami dan di
tuliskan jauh sebelumnya disiini, atas apa yang terjadi hari ini, tetap saja diri tak mengerti, untuk apa menjadi saksi, jika
keadaan alam mesti begini. Apa artinya mengerti jika diri tak mampu menetapi atas semua yang terjadi, lantas untuk
apa semua ini dilakoni? Hhh..manusia masih tidak mengerti? Bayangkan, jika bumi menggeliat sendiri. Tidakkah ada
diantara manusia yang pahami? Apakah akibatnya? Jutaan jiwa manusia akan mati. Dan itu adalah anak atau istri, bukan
orang lain lagi. Percayalah ini!

Tidakkah kita semua merasakan, manakala langit beratap kabut menutupi. Nafas sesak terberati. Seiring dengan itu di
bumi, tangisan dan jeritan manusia yang memohon pertolongan Tuhan, bak bunyi terompet Iszroil yang memanggili.
Dengarlah dengan hati, dengarlah wahai hati yang suci murni. Bumi, air, tanah, angin dan api. Perhatikan saja mereka,
apakah kawan ataukah lawan di hari ini? Apakah api menemani? Apakah mereka tunduk kepada perintah diri? Ataukah
perintah Kami? Sekali lagi disini, jika pesan sudah tidak punya arti. Apakah harus disesali manakala, pesan-pesan Kami
yang terus di sampaikan melalui getaran bumi, raib bagai ilusi disinari pagi? Manusia terus membawa-bawa hati yang
sudah mati untuk menkaisi rejeki yang tidak halal lagi. Apakah tidak ada yang merasakan ini?

Pesan-pesan Kami terus melecuti. Keputusan Sang Budak Angon memanggil Para Penjaga Nusantara, meresahkan Mas
Thole. Tidak ada yang tahu sampai dimanakah akhir cerita. Manakala pesan panggilan kepada Para Penjaga Nusantara,
sudah di lontarkan tidak mungkin ada yang mampu menariknya lagi. Kecuali oleh Sang Budak Angon itu sendiri. Apalagi
pesan tersebut bahkan sudah diterima para kesatria. Yah, khabar bahwa pesan sudah diterima dan mendapatkan
respon dari Ki Ageng di Australia. Satu minggu sebelum tulisan ini di turunkan.

Beberapa kali Mas Thole mencoba mengingatkan apakah sudah yakin dengan keputusan tersebut. Apakah sudah
saatnya? Pemuda tersebut menggeleng tak mengerti. Bahkan saat ditanyakan apakah makna gerak yang dilakukannya di
Kabuyutan Aji Putih pun dia menjawab tidak paham sama sekali. Dirinya hanya mengikhlaskan agar tubuhnya di gerakan
oleh sesuatu kekuatan luar biasa di luar kesadarannya. Kekuatan ini sangat nyata, namun demikian kekuatan tersebut
tidak memaksanya, sejatinya dirinya sadar dan benar-benar sadar. Dia bisa saja menolak dan menghentikan kapan dia
suka. Dia memilih membiarkan raganya digerakan Kami. Menjadi alat Kami.
Mas Thole paham dan diam mendesah sendiri. Ya, bukan pemuda tersebut yang memangili Para Penjaga Nusantara.
Sang Aji Putihlah yang memanggil Para Kesatria datang ke dimensi materi ini. Raga pemuda tersebut hanya menjadi
wadah bagi turunnya Kami ke alam mayapada. Tentu saja kewajiban Mas Thole memberikan masukan. Jika perintah
tersebut dilanjutkan akan membawa kehancuran bagi peradaban yang sekarang ini. Namun sesungguhnya itu adalah
kehendak Kami. Seumpama manusia adalah bakteri di dalam perut bumi. Bakteri yang terus berulah akan membuat
manusia sakit. Begitu halnya bumi. Maka apa yang harus dilakukan bumi?

Sama halnya dengan apa yang akan dlakukan manusia seandainya sakit perut. Bakteri penyebabnya akan
dihancurkannya. Manusia memiliki hak untuk mempertahankan diri sama saja, begitu juga halnya bumi, memiliki hak
yang sama. Sudah berkali-kali diingatkan kepada manusia agar jangan menyakiti bumi, jangan melapaui batas.
Jangan membuat ulah di muka bumi. Manusia jangan membuat kerusakan lagi. Bla..bla Sebab alam akan segera
memperbaiki dirinya sendiri manakala ada kerusakan sistem ketubuhannya. Ini adalah mekanisme pertahanan biasa
saja yang mudah dipahami, mengapa banyak manusia tidak mengerti. Menganggap bahwa alam semesta ini mati!

Semua sudah terjadi, tidak ada yang perlu disesali, itulah kata Kami. Seumpama apa yang dialami Arjuna dalam perang
Mahabarata. Meskipun Arjuna bisa menolak namun perang akan tetap saja terjadi. Ada atau tidak adanya Arjuna alam
semesta akan tetap melaksanakan perhelatan akbar. Kalau begitu apakah peranan Arjuna? Bukankah tidak ada artinya,
toh alam tetap akan menjalankan renacanaNya. Begitu pula yang ditanyakan pemuda tersebut. Sebagaimana
kegundahan Arjuna dalam perang Mahabarata. Mas Thole, diam dan paham atas kerisauan pemuda tersebut. Dia
merasakan kesakitan jiwa-jiwa manusia. Kematian akan ada dimana-mana. Begitulah memang keadaanya. Pola
kesadaran akan selalu sama.

Tidakkah kita berkaca atas perang Mahabarata, bagaimana kejadiannya? Coba bandingkan perang Mahabarata dengan
peperangan yang terjad saat pertama, turunnya kebenaran Islam. Apakah kita tidak lihat polanya? Rosullolh di bantu
dengan 4 sahabatnya berperang melawan saudara-saudaranya sendiri. Bagaimana paman Rosul (Hamzah) meninggal
dengan keadaan yang sama seperti meninggalnya Duryudana. Meninggal dengan cara yang luar biasa, jantungnya di
keluarkan dari dadanya dan dimakan oleh seorang wanita. Darahnya dibuat untuk membasuh rambut kepalanya. Pola
yang sama, kesadaran yang selalu berpola sama dalam kejadiannya.

Mas Thole terus mengingatkan konsekuensi atas kemungkinan yang akan terjadi kepada Budak Angon bahwa dia akan
berperang dengan para saudaranya sendiri. Sebagaimana pola perang Mahabarata. Benar, dia akan melawan saudara-
saudaranya sendiri dari tataran sunda. Orang sunda yang tidak jelas sunda nya lagi. Ya, mengapa? Darah mereka sunda
karena lahir dari genetik sunda,namun mereka sudah kehilngan spirit sunda. Jiwa mereka sesungguhnya bukan orang
sunda. Meerka itu,Mungkin sjaa mereka itu orang Arab, eropa, amerika, atau mereka bahkan setan jejadian, entahlah
keadaannya. Siapakah orang sunda yang malu dengan sundanya. Ya, Mereka memakai atirbut sunda namun hatinya
sebenarnya membenci sekali terhadap orang-orang sunda. Mereka yang sudah memutuskan tali spirit sang Aji
Putih.

Siapkah dirinya melawan saudara-saudaranya sendiri? Sungguh itu bukanlah perkara mudah. Coba tanyakanlah kepada
Kami, siapakah yang menenggelamkan Gunung Tsurian? Bukankah para saudara-saudara Sang Budak Angon sendiri
yang berkhianat. Perang kesadaran akan selalu berpola sama. Perang antara Pandawa dan Kurawa. Dimana mereka
semua adalah bersaudara. Budak Angon akan melawan paman-pamannya sendiri. Coba saja lihat
keadaannya. Meskipun perang ini hanya dalam tataran kesadaran, namun akibatnya akan langsung ke raga-raga yang
mereka tempati. Matinya kesadaran akanmembuat matinya raga, sama saja dan kematian mereka akan bisa disaksikan
oleh mata telanjang.

Bisakah Budak Angon berbalik ke belakang. Bisa, Budak Angon harus datang ke puncak Gunung Tsurian dan memanggil
kembali Para Penjaga Nusantara, namun jika itu dilakukannya maka dia dan sekeluarganya akan habis dan hilang dari
peradaban manusia. Sementara Kami tetap dalam rencananya. Bumi akan tetap bergetaran, awan tetap akan
menggumpali langit. Tidak ada yang bisa menyurutkan ataupun memundurkan atas apa-apa yang sudah di tetapkan
Tuhan. Yah, Budak ANgon dalam keadaan situasi buah Simalakama. Begitulah keadaan yang akan selalu di ujikan kepada
manusia.

Mampukah dirinya tetap berada di jalan Tuhan. Tetap menetapi jalan-jalanNya. Meskipun dirinya tidak suka. Sukarela
atau terpaksa sama saja bagi dirinya. Sebab atom-atom bumi sudah berjanji untk ikut perintah Tuhannya dengan
sukarela. Semua berusaha menetapi takdir, sebagaimana pesan Kami, yang akan digoreskan disini;
Lanjutan pesannya;

Dalam setiap keadaan, maka ingatlah kepada Tuhan

Jangan pernah menyesal, karena itu bukan untuk suatu yg disesali

Langit hitam sdh menjadi ketetapan

Langit terang sdh kehendak Tuhan

Bukan gelap dan terangnya yang harus kalian perhatikan, tetapi perubahan gelap dan terang, atau terang dan gelap

Jejaknya menyirat di sudut setiap kabar

Bukan menjadi permasalahan bila ada yg berbeda dengan kehidupan yang sdh ditetapkan

Sehingga menjadi empedu dan ampela yg menyelimuti hati

Kehidupan yg menyatakan hitam dan putih, bukan warna yang menjadi tujuan, tetapi hakekat dari warna2 tersebut
berada pada kemanunggalan Tuhan

Selasar menghadiri waktu, dan menyadari sang terang, hendaknya berjalan pada jalan Tuhan

Pergi ke Barat menuju perjamuan

Menuju ke Timur menghadiri permisaan

Pergi ke utara menyiapkan ritual tartar badar

Pergi ke selatan menyajikan perjamuan pada sang kresna, wisnu, siwa, brahma, dan sang widhiwasa.

Tenggara ada Dewi Sri yg mengemban tugas menyuburkan negeri, di sana tancapkan kordinat paku bumi

..dst

Banyak pesan yang tidak mungkin diguratkan. Mas Thole paham bahwa ini menyangkut keselematan. Biarlah sidang
pembaca menyelami sendiri. Saat titah merajuk sang pembantah. Saat penintah menjadi hujatan dan menjadi pelepah.
Saat diri tidak akan menyatakan apakah ini musibah ataukah anugrah. Saat tlatah wilayah telah jatuh ke bawah, dan
menjadi sawah. Di bajak dengan arogansi dan kesewenangan sang penindah. Saat semuanya sudah tidak mungkin
mungkin bisa di ubah. Apakah manusia masih bisa membantah perintah Tuhannya? Entahlah

Wolohualam

Melacak Keberadaan 'Sang Pembeda' (1)

Pengantar Penulis; Serangkan kisah spiritual terbarukan ini, akan mulai menyambangi sidang pembaca. Masih
mengusung tema yang sama 'kesadaran'. Bagaimana pergumulan anak manusia mencari jalan-jalan yang terdistorsi di
tengah kejumudan umat. Jika semua manusia menganggap hanya keyakinan diri mereka saja yang benar. Bolehkah jika
pelaku kisah ini mencari jalan sendiri dengan asumsi bahwa semua jalan yang ditawarkan adalah salah. Asumsi ini
terpaksa harus disandingkan. Sang Pembeda, akan menjawab pertanyaan. Bagaimana kita membedakan kebenaran
yang diusung setiap keyakinan. Selamat menikmati kisah-kisah kami. Salam

Sekarang aku akan beranjak bersama kisaran sang waktu. Tiada keraguan lagi. Tiada beban yang menghimpit langkahku.
Biar jasad ini tiada bentuk lagi ataukah mesti nanti dilahirkan kembali. Tiada persoalan bagiku. Itu bukan pikiranku saat
ini. Biarlah itu menjadi urusan sang waktu. Alam sudah dibentuk sedemikian rupa, tiada kuasaku. Hukum entropi
menyatakan bahwa semakin lama alam semesta ini akan semakin mengembang ke arah ketidak beraturan. Tidak ada
satu bendapun jika diletakan di padang pasir akan tetap keadaannya. Mobil terbaru sekalipun jika diletakkan pasti akan
rusak. Bagaimana dengan jasadku ini?

Batu-batupun yang diam, batu-batu karang yang kokoh, batu-batu yang berserakan, dimanapun mereka berada, dalam
hitungan waktu akan hancur menjadi butiran debu. Perhatikan dalam kisaran waktu, dalam ribuan tahun batu-batu akan
melapuk menjadi tanah-tanah yang siap dicangkuli. Proses akan terus demikian. Dikeluarkanlah magma dari dalam
tanah. Menjadi bentukan mula sang batu. Sementara atom-atom penyusun batuan, terus sibuk membentuk diri mereka
menjadi senyawaan atom-atom lainnya. Mereka menjadi mineral, kemudian menjadi senyawaan asam amino,
kemudian membentuk sel, dst..dst.

Rangkaian kerja alam semesta dalam perhelatan yang menakjubkan mata. Maka bagaimana dengan diriku ini? Akan
kemanakah perginya? Langit tak menerimaku, bumi tak mau menyanggaku. Apalagi Tuhanku? Apakah aku keliru?
Mengapa harus kulakukan jika aku saja tidak pernah tau bahwa ini akan berakhir di jalan yang tiada pernah ada
ujungnya. Berapa banyak memori harus dihancurkan dan diulang. Memori kesadaran yang pada proses penciptaan
menjadi sampah-sampah. Sampah kesadaran yang melahirkan kenistaan. Manusia lebih rendah derajat kulitas
memorinya di bandingkan hewan. Benarkan ini jalan yang Engkau ridhoi? Apakah aku keliru?

Aku berangkat di akhir sampai kejadiannya aku tidak pernah tahu bagaimana awal mula aku ada. Seringkali ketika
bangun pagi aku merasa berangkat di awal dari ada hingga aku tidak paham akan kemanakah perjalanan ini berakhir
menjadi tiada. Betapa sulitnya meniadakan lintasan pikiran ada di benak dan di hati ini. Semua seperti dijejalkan sang
waktu. Memori yang kadang tak terbaca. Semacam spam yang mempengaruhi logika. Serasa di sebuah dimensi yang
tiada awal dan tiada akhir. Perjalanan ini rupanya bermula dari semua sisi waktu dan bertemu disini di keadaanku saat
ini (now). Hanyalah serangkaan memori-memori di DNA.

Pada mula buka kesadaranku. Semua di awal dan semua di akhir. Pernyataan itu yang membuatku kelu. Begitukah
perjalanan bersama waktu? Hanya riak gelombang rahsa yang terus berpacu dan memburu seakan mengejar
kemanapun tidurku. Kemanapun aku menghadap hanyalah kilas rahsa dan pikiran. Memasuki hitam kelam lorong
kesadaran. Membuka kembali memori yang tertinggal, sama saja memasuki alam keheningan yang sangat ramai sekali
dengan berbillion memori manusia.

Memori para raja, memori para durjana, memori para ulama, memori para pemuja, memori para kesatria, berjuta
bentukan memori di alam semesta. Software luar biasa yang harus diturunkan untuk menjalankan pesan scenario
Tuhan. Alam kesadaran ramai sekali bagai lintasan internet yang selalu sibuk. Big data terus diakes keluar masuk dari
portal-portal dimensi. Lantas memori apakah yang akan diinstal ulang kepada ragaku ini? Apakah memori para raja yang
haus kuasa, tahta dan wanita.

Ada memori para ulama yang merasa tinggi dalam ilmu dan juga suci dalam perangainya. Atau memori para pemuja
tokoh-tokoh sakti mandraguna? Banyak macam memori disana. Apakah aku bisa memilihnya? Bagaimana cara
menentukan pilihan atas memori yang layak kita gunakan untuk menghadapi realita di dunia nyata. Bagaimanakah
membedakan frekuensi energy yang akan masuk di kesadaran kita. Membedakan software yang akan kita gunakan di
mayapada. Inilah masalah yang terus menghantui pikiranku. Bagaimana seorang nabi semisal Nabi Ibrahim mampu
membedakan suara Tuhan dan suara setan?

Semua keadaan semua lintasan berpacu dalam impian yang menjadi kelaziman dalam pikiran. Bagaimana menemukan
software Sang Pembeda yang akan dapat digunakannya memilih dan memilah energy jin, setan, khadam, siluman, iblis,
dan juga makhluk lainnya. Kita sering salah sangka saat mana mereka mengaku sebagai leluhur atau bahkan mengaku
sebagai golongan malaikat. Alam kesadaran begitu pelik sekali. Satu digit saja dapat berarti banyak. Semisal nomer HP
jika beda satu digit belakangnya saja maka sudah barang tentu berbeda orangnya.

Bertanya aku kepada malam, kapankah sebab mengapa dirinya tidak pernah takut akan gelap. Maka tanyaku kepada
manusia sebab mengapakah dirinya takut atas nasibnya. Bukahkah sama keadaannya? Sebab apa api tidak takut kepada
panas. Bagaimanakahkejadiannya jika api takut kepada panas. APi takut kepada takdir dirinya. Hanya mengapa manusia
begitu takiut atas takdirnya? Bukankah sama keadaan diantara keduanya? Aku terus berselancar dalam dunia ilmu
diantara kesadaran-kesadaran yang diwariskan.

Katanya, satu dalam keadaan, hanya ingat Allah. Segala sesuatu, serahkan semuanya kepada Allah. Titik yang Kami
lihat, tidak dalam sebuah kepastian bila bukan karena kehendak Allah. Semuanya menjadi satu kesatuan yang mewujud
dalam satu kehidupan yang manunggal. Kesedihan memang kesedihan. Kegelisahan memang kegelisahan. Rasa
kehidupan agar menjadi sebuah perjalanan, bahwa hal tersebut ada. Ada karena ada dan tiada. Menolak keadaan
sebagai hal yang memang berada dalam satu kehidupan. Keyakinan, itu yang menjadi satu keadaan yang hadir tetapi
tiada. Resapi bahwa itu ada. Bukan hanya bolak balik dalam pikiran yg fana.

Mampukah manusia berada dalam keadaan fana. Melepaskan keterikatan yang ada pada jiwanya atas dunia.
Mampukah kita menetapi takdir. Sebagaimana api menetapi panas. Lihatlah bagaimana manusia terus berusaha
merubah apa saja. Merubah kejadian yang diangganya tidak bersahabat dengannya. Bagaimana setiap manusia dengan
keinginannya masng-masing. Bagamana manusia dengan segala metodenya, berusaha mewujudkan impiannya.
Bagaimanakah kemudian terpaksa Kami harus berbenturan dengan manusia. Tapi lihatlah bagaimana teladan manusia.
Bagaimana Rosul menyikapi takdir dirinya.

Suatu hal yang menjadi keadaan yang berbeda. Ketika Rasulullah berada dalam kepungan perjanjian, dia menerimanya
sambil terus berdoa. Proses yang panjang dalam menerima suatu pembaikotan. Bila saja Muhammad bilang, hancurkan
negri ini, maka akan hancur seketika. Muhammad memilih diam dan menerima semuanya sebagai ketetapan Tuhan.
Penerimaan dengan suatu keyakinan, bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Biarkan sistem alam berjalan sesuai
kehendak-Nya. Dalam urutan, penerimaan keadaan menjadikannya sosok yang agung di antara para makhluk.

Jalan cerita atas keinginan manusia adalah sebuah pertanggung jawaban. Apakah mereka mengira bahwa mereka tidak
dimintakan pertanggung jawaban karena sebab keinginan mereka yang melampaui batas? Perhatikan saja bagaimana
mereka membuat jalan-jalan (agama) sebagai satu keharusan bagi semua orang yang akan dilewati mereka? Apakah
jalan kebenaran atas dasar jalan yang mereka prasangkaan benar? Tidak, jalan yang mereka tawarkan adalah kebiasaan.
Hanya Keumuman dan kelaziman diantara mereka saja! Bukanlah jalan kebenaran. Aku terhenyak atas fakta ini.

Ketika hal yang menjadi sebuah jalan, bukan menjadi suatu tujuan. Hal yang menjadikan hal tersebut suatu
pemahaman bahwa itu menjadi keumuman. Tidak. Dia hanya mengklaim sebagai suatu keharusan, tanpa melihat
dengan pola yg sudah ditetapkan. Itulah, kesaksian para khadam akan dihadapkan. Mereka datang dengan bayangan
dan berkasan sinar. Seperti suatu fenomena atau keajaiban. Padahal siapa pun bisa melakukannya. Kekuasaan dan
kebenaran yang menjadi pola bahwa itu yg mereka percaya, menjadi titik akan kehidupan yang terus berulang. Hal
tersebutlah yang menghancurkan.

Ketika khadam dan juga kesaktian dianggap sebagai buah kesucian. Maka lihatlah bagaimana alam akan menyapa
manusia? Bersambung...

Melacak Keberadaan 'Sang Pembeda' (2)

Ada satu hal yg masih belum kalian pahami, Kami adalah Aku, menjalankan tugas Kami berarti berada dalam
menjalankan bagian hidupmu. Kami ada dlm setiap gerak yang menjadi bagian Dr setiap gerakan Untuk menjalankan
tugas Kami, berarti menjalankan tugasmu juga. Kami adalah aku, aku adalah kami. Bila memaknai itu bukan dalam
barisan dimensi tentang waktu, maka sekat Kami dan aku, menjadi suatu kesatuan. Apakah para nabimu tidak lepas dr
pembelajaran hidup? Kesalahan dan kebenaran berada dlm persepsi manusia. Kegalauan atau keraguan hinggap pada
diri seperti itu.

Jangan sekali2 bertanya kapan selesainya tugas Kami? Karena itu berarti menanyakan kapan hari kiamat? Dalam pedar
bias waktu, itu menjadi salah satu keadaan yang menunjukkan hal yang berbeda dan berada dalam satu keadaan. Setiap
makhluk berada dlm Kuasa dan kehendak Tuhan. Apakah kamu merasa kamu bukan Kami? Coba saja berdiri tanpa
ragamu kini, maka apa yg kamu kehendaki? Bahkan, kehendak itu berada dalam lintasan perjalanan Kami.

Penyair (Ash-Shu`ar'):15 - Allah berfirman: "Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah
kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan
(apa-apa yang mereka katakan),

Langkah ini akankah berbalik ke belakang dan diam tanpa aturan kejelasan. Perjalanan ke Selatan adalah perjalanan
dalam ketidak tahuan. Kepastian yang menjadi ketidakpastian dalam sumbu urutan waktu. Apakah aku menjalakan
perintah Kami ataukah Kami berjalan bersama aku. Bagaimanakah membedakan ini mauku ataukah mau Kami yang
menyeru kepadaku? Aduh Tuhanku, bilakah aku tak mampu mendengar titahMu. Bagaimana menggunakan instrumen
ketubuhanku mendeteksi bahwa semua itu adalah mauMu. Sebab lintasan-lintasan pikiran dari diriku. Bagaimanakah
aku menggunakan instrumen Sang Pembeda (Al Furqon) yang ada padaku?

Lihatlah, realitas berada dalam gerak aturan yang jelas sekali. Bekerja, berjalan, berfikir, bahkan seluruh aktifitas
manusia terlihat biasa dan tidak berarti apa-apa. Bagaimanakah aku mampu mengatas namakan Kami? Perjalanan ke
Jawa Barat, Jawa tengah, jawa Timur, dan juga ke Sulawesi Selatan, adalah perjalanan raga. Sebuah perjalanan yang bisa
dimaknai apa saja. Bisa saja itu adalah perjalanaan yang tidak berarti apa-apa bukan? Ribuan manusia melakukan
perjalanan yang sama dengan dirinya. Apakah yang membedakannya?

Manusia bergerak dari ujung kota ke ujung kota lainnya. Diam di tempat kerja dan kemudian melakukan gerakan-
gerakan yang biasa saja. Manusia kemudian menunggu pembayaran gajinya. Setelah itu waktu akan berulang dan
berulang seperti biasa. Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan di saru. Semua menggumuli sang waktu.
Membedakannya dari detik ke menit, dari menit ke jam. Dari jam ke hari, dari hari ke bulan, dari bulan ke tahun, dari
tahun ke windu, dan seterusnya dan seterusnya. Menunngu apa lagi yang akan bersemu. Manusia terus berusaha
menandai sang waktu. Membedakan hari ini dan kemarin dengan simbol-simbol agar dikenali. Tanggal bulan dan tahun
demi sang waktu.

Perhatikanlah, bukankah hari tetap seperti itu adanya, ada siang dan ada malam. Ada panas ada dingin. Semua hari
terlihat sama saja. Bayangkan jika kita tinggal di daerah terpencil tanpa informasi sang waktu. Apakah kita bisa
membedakan hari ini dan hari kemarin. Matahari terbit dari arah yang sama dan tenggelam ke tempat yang sama.
Tempat yang kita singgahi masih sama saja. Dari waktu ke waktu ya itu lagi dan itu lagi. Bagaimana jika kita tidak mampu
membedakan sang waktu ini? Maka tanda dan simbol menjadi cara manusia untuk membedakan. Pertanyaannya
diulang, untuk apakah manusia membedakan semua itu?

Kehidupan berjalan sebab ada kemampun manusia untuk membedakan. Sifat dasar yang menjadi fitrah adalah
PERBEDAAN itu sendiri. Tanpa dibedakan maka manusia akan diam tak mengerti apa-apa. Waktu tidak akan berarti
apa-apa jika tidak dibedakan dari hari ke hari. Semua harus berbeda agar mudah dikenali kesadaran manusia. Sesuatu
yang tampak sama akan sulit dimaknai manusia. Bagaaimana jika semua warna adalah putih saja. Bagaimana jika bumi
itu datar seluruhnya. Bagaimana jika semua wajah manusia sama. Bagaimana jika tidak ada si miskin dan si kaya.
Bagaimana jika semua keyaikanan itu sama semua?

Manusia membutuhkan perbedaan untuk saling kenal mengenal. Namun mengapakah seseorang harus membunuh dan
memperkosa orang lain yang memiliki keyakinan berbeda. Perbedaan adalah hukum yang harus dipahami sebagai
kebutuhan umat manusia. Tanpa adanya perbedaan maka manusia tidak akan mampu menjalani kehidupan ini. Hambar
dan hampa, tiada makna disana. Bahkan manusia tidak mungkin mampu hidup tanpa perbedaaan. Lantas, mengapa kita
selalu risaukan perbedaan? Lantas mengapakah kita selalu mempertanyakan keyakinan? Apakah sesungguhnya rencana
Kami dengan semua ini? Hhhh

Siklus kehidupan dan siklus kematian, berputar tanpa henti. Banyak manusia yang lahir dan tidak sedikit pula yang mati.
Jika aku dilahirkan pada dimensi sekarang ini dalam amanah Kami. Pertanyaannya adalah untuk apa dan mengapa?
Berapa banyakkah manusia yang mau mendengar suara Kami dan kemudian mengikuti perintah Kami? Benarkah itu
Kami? Ataukah itu khayal semata, sakit gila dan semacamnya? Bagaimanakah membedakan bahwa itu adalah ilham
dari Kami? Bagaimanakah membedakan ilham kefasikan dan ketakwaan? Bagaimanakah nabi Ibrahim mengenali bahwa
mimpi yang dialaminya adalah mimpi yang berasal dari Tuhan?

Ribuan manusia bermimpi hal yang sama. Mengapa tidak bermakna apa-apa? Sementara mimpi nabi Ibrahim dianggap
mimpi yang mampu merubah peradaban dunia. Merubah arah kesadaran manusia untuk mempercayai kekuatan di luar
dirinya. Mengalahkan akal dan logikanya. Bagaimanakah membedakan mimpi yang nyata dan yang tidak? Jikalaupun
ada pada diri manusia, berapa banyakah manusia yang mau dan mampu mengenali Sang Pembeda ini? Benarkah Sang
Pembeda itu ada dalam realita dunia nyata. Bukankah al qur an itu sendiri juga disebut sebagai adalah Sang Pembeda?
Measurement system yang disiapkan untuk manusia? Bagaimanakah mengaktifkannya?

Perjalanan ke Selatan meninggalkan banyak pertanyaan, bahkan ke gundahan yang semakin dalam. Realitas dan
keyakinan kadang tidak sejalan. Sampai kapan keyakinan ini akan terus diuji? Sampai kapankah? Apakah tidak ada
muaranya? Banyak para kesatria yang tidak sabar menanti keputusan Kami. Mereka banyak yang berpaling kebelakang
dan kembali menggunakan akal dan logikanya. Kembali memuja keinganannya. Tidak meyakini lagi hatinya. Keadaan ini
menyebabkan Kami menegur keras.
Semut (An-Naml):4 - Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka
memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan). : Semut (An-Naml):5 -
Mereka itulah orang-orang yang mendapat (di dunia) azab yang buruk dan mereka di akhirat adalah orang-orang yang
paling merugi.

Membedakan gerakNya, gerak Kami, gerak Aku, dan gerakmu, serta gerakku sendiri. Membedakan daya khadam, jin,
setan, siluman, bahkan Iblis itu di dalam jiwa. Membaca lintasan pikiran, hati dan gerak motorik ketubuhan. Memaknai
keinginan (want), kehendak (will), dan kebutuhan (need) yang selalu berbenturan dengan realitas. Menjadi sebuah
persoalan serius sepanjang perjalanan. Kadang aku tak sanggup membaca inginku sendiri. Kadang aku tak
mampu menuruti mauku , tapi lebih sering aku tak tahu daya sapakah yang menggerakan tubuh ini. Benarkah daya
Tuhan? Apakah pesan yang aku sampaikan adalah benar datang dariNya, melalui tentaranya (Kami). Entahlah semua
sangat membingungkan. Bagaimanakah membedakannya? Perlahan tapi pasti (kemudian) diri tengah belajar perihal ini.

Dimensi khadam hadir bersama doa dan keinginan manusia atas penguasaan dunia. Kehendak yang mendahulu.
Keinginan mereka adalah kehendak atas kekuasaan; tahta, harta dan wanita. Keinginan yang terlihat wajar,
sebagaimana hak manusia saat hidup di dunia. Bahkan Tuhan sendiri menjamin pengabulan atas setiap doa manusia.
Sering manusia memanfaatkan kasih sayang Tuhan ini demi memuaskan keserakahannya. Betapa remuk tubuh dan jiwa
manakala terbuka dimensi ini. Berhari-hari bahkan beberapa bulan ini badan bagaikan di redam air raksa. Siapakah yang
meraskannya? Bagamanakah membedakan bahwa ini benar dari dimensi para khadam yang tengah memasuki portal
kesadaran manusia?
Doa-doa para leluhur, para kyai, para ulama, dan para tokoh-tokoh spiritual ini mengisi dimensi yang termanfestasi
dalam entitas yang disebut sebagi khadam. Portal dimensi yang terbuka seiring dengan pergolakan negri ini. Perang doa
adalah perang kesadaran. Peperangan yang tidak terlihat. Peperangan yang terlihat baik sebab perang ini melalui doa-
doa yang diperbolehkan. Pada dimensi ini (telah) pula disampaikan pesan Tuhan agar mereka terus ber kasih sayang.
Bahwa keinginan manusia itu benar, namun Tuhan akan memberikan pahala berlimpah jika saja keinginan tersebut
disimpan untuk akherat saja, tidak dihabiskan semua di dunia.

Sungguh tidak ada yang salah dengan keingnan dan kehendak manusia. Bagaimana Tuhan mengabulkan semua
keinginan yang sering bertolak belakang ini? Tidak ada manusia yang tahan jika sakit. Maka setiap manusia berdoa
untuk sehat. Memohon kesehatan kepada Tuhan. Bayangkan jika Tuhan mengabulkan doa apa saja dari manusia yang
serakah ini. Bagaimanakah keadaan peradaban manusia? Rumah sakit dan perusahaan farmasi dunia akan runtuh.
Siklus kehidupan akan berhenti jika tidak ada yang sakit. Bayangkansaja jika Tuhan mangambulkan doa setiap manusia
dan menjadi raja semua. Siapakah yang akan menjadi rakyatnya?

Tuhan berkuasa mengatur segala sesuatu. Namun mengapa tidak dilakukanNya? Menusia dibiarkan saja saling
menumpahkan darah. Karena sebab berbeda. Mengapa ? Sebuah pengajaran luar biasa, apakah enaknya jka semua di
dunia sama. Jika hidup hanya satu warna. Jika hidup in tidak ada perbedaan antara satu orang dan lainnya. Jika wajah
semua wanita sama. Jika semua manusia terlahir sebagai raja. Jika semua sehat dan tidak ada sakitnya. Jika semua
manusia makan makanan yang sama. Jika agama Islam semua. Jika manusia tidak ada matinya? dll..dll. Bagaimanakah
peradaban manusia bisa dibangun dengan kebersamaan model seperti ini.

Bagaimanakah keadaan manusia yang terus menghakimi perbedaan, memusuhi perbedaan dan menghancurkan seluruh
peradaban dimuka bumi yang berbeda. Apakah manusia akan mengubah dunia menjadi satu tampilan muka?
Perbedaan adalah rahmat. Perbedaan adalah hikmah kehidupan. Perbedaan adalah KEHIDUPAN itu sendiri.
Bagaimanakah kita menyikapi situasi dan keadaan ini? Pada muara yang jelas tiada tepi. Dimana perbedaan lebih
ditakuti daripada mati itu sendiri. Kemanakah akan mencari jatidiri demi keyakinan bahwa kita semua masih peduli.
Tentu ini menjadi persoalan tersendiri.

Tulisan ini masih belum menjawab apa apa-apa. Pertanyaan kembali di gulirkan bagaimanakah membedakan ilham
kefasikan dan ketakwaan? Bagaimanakah diri mampu berjalan di jalanNya dan meyakini semisal ilham adalah suatu
kebenaran? Dimanakah kita akan menemukan Sang Pembeda, yang mampu membedakan yang gelap dan yang terang.

Bangsa Romawi (Ar-Rm):53 - Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta
(mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-
orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).

wolohualam.. salam

You might also like