You are on page 1of 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO penyalahgunaan zat adalah pemakaian terus-menerus atau


jarang tetapi berlebihan terhadap suatu zat atau obat yag sama sekali tidak ada
kaitannya dengan terapi medis. Zat yang dimaksud adalalah zat psikoaktif yang
berpengaruh pada sistem saraf pusat (otak) dan dapat mempengaruhi kesadaran,
perilaku, pikiran, dan perasaan. Sedangkan Ketergantungan NAPZA adalah
keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh
memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila
pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat
(withdrawal symptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA
yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya
sehari-hari secara normal.

Didunia kedokteran dikenal adanya obat-obat tertentu yang dapat


menghilangkan penyakit atau rasa sakit ditubuh, ada pula obat tertentu yang dapat
mempengaruhi sistem saraf yang seringkali menimbulkan perasaan yang
menyenangkan seperti perasaan nikmat yang disebut dengan melayang, aktivitas
luar biasa, rasa mengatuk yang berat sehingga ingin tidur saja, atau bayangan
yang memberi rasa nikmat (Halusinasi). Obat-obat semacam itu disebut
dengan Zat-Zat Psikoaktif yang bermanfaat bagi ilmu kedokteran jiwa untuk
mengobati penyakit mental dan saraf. Akan tetapi bila disalahgunakan dapat
menyebabkan terjadinya masalah serius karena mempengaruhi otak atau pikiran
serta tingkah laku pemakainya, dan biasanya mempengaruhi bagian tubuh yang
lain. Selain itu, penyalahgunaan Zat-Zat Psikoaktif juga menyebabkan
ketergantungan fisik yang lazim disebut dengan ketagihan (adiksi).
Salah satu contoh dari Zat-Zat Psikoaktif yang menyebabkan ketagihan
adalah golongan stimulan. Stimulan adalah obat-obat yang mengandung zat-zat
yang merangsang terhadap otak dan saraf. Obat-obat tersebut digunakan untuk
meningkatkan daya konsentrasi dan aktivitas mental serta fisik. Salah satu obat
yang dimasukkan dalam golongan stimulan adalah amphetamine dan kokain.
Stimulan dalam kerjanya meningkatkan kegiatan SSP sehingga
merangsang dan meningkatkan kemampuan fisik orang yang menggunakan,
mengkonsentrasikan diri untuk membuat prestasi yang lebih baik, sanggup
bekerja lebih kuat dan lebih lama tanpa istirahat. Akan tetapi, karena dipaksa,
walaupun kemampuan fisik masih ada, daya mentalnya tidak dapat mengikutinya
sehingga akan mengakibatkan efek yang tidak baik. Stimulan sering digunakan
secara sembunyi-sembunyi di kalangan olahragawan, disebut dengan dopping.
Jenis stimulan yang sering digunakan di masyarakat adalah shabu. Cara
menggunakan shabu adalah dengan diuapkan atau dihisap. Pemakaian yang unik
yaitu dengan membakarnya di atas kertas timah dan dihisap melalui alat yang
disebut dengan bong. Misalnya adalah Amfetamin atau lebih dikenal dengan
sebutan Shabu-Shabu.
Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan
kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih,
kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Dengan amfetamin, para
atlet olahraga dapat meningkatkan penampilannya, misalnya berlari dengan
kecepatan yang luar biasa. Amfetamin juga mempengaruhi organ-organ tubuh lain
yang berhubungan dengan hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus, ngantuk
ataupun lapar.
Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat yang
mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat penghentian
penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan halusinasinyang
disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi amfetamin, kelainan
mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan cemas karena penggunaan
amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stimulan

Stimulan adalah nama zat yang menaikkan kerja sistem syaraf pusat. Pada
remaja popular dengan sebutan Club drugs, digunakan di kehidupan pesta dan
biasanya malam hari di diskotik, bar, konser, kelab malam. Dalam golongan ini
termasuk GHB, Rohypnol, ketamine, MDMA (Ecstasy), Methamphetamine, dan
LSD (Acid), (National Institute on Drug Abuse). Menurut WHO pengguna
methamphetamine mulai usia pertengahan remaja dan kebanyakan laki-laki . Di
Jakarta darti berita media cetak dan televise didapatkan banyaknya para dewasa
muda yang menggunakannya termasuk mereka yang tergolong matang usia.
Mereka yang menggunakan Amphtemine Type Stimulants (ATS) kebanyakan:
a. pekerja terutama yang bekerja terkait hiburan malam di kasino, kelab
malam, tempat diskotik pengangguran.
b. anak jalanan, termasuk anak yang bertempat tinggal dalam penampungan
anak dengan kekerasan seksual.
c. pekerja seks, men who have sex with men (MSM), lesbian, bisexual dan
transgender.
Berbagai bahaya yang ditemui pada panggunaan ATS, beberapa terkait dosis,
beberapa terkait lama penggunaan dan dosis. Toksisitas metamfetamin akan
meningkat jika digunakan bersama dengan alcohol, kokain atau opioid.
Penggunaan amfetamin bersama dengan alcohol akan meningkatkan tekanan
darah , peningkatan kerja jantung, keracunan alcohol dan kecelakaan akibat
merasa diri tenang dan terkendali .Penggunaan kanabis bersama dengan
amfetamin akan memunculkan gejala psikotik pada beberapa pengguna.
Penggunaan amfetamin bersama dengan heroin akan membuat system pernafasan
tertekan sehingga memungkinkan terjadinya kegagalan jantung. Metamfetamin
juga memudahkan terjadinya overdosis heroin. Kombvinasi metamfetamin dengan
kokain membuat tiksisitas jantung meningkat.
Toleransi seringkali membuat penggunanya beralih dari penggunaan non
suntikan menjadi suntikan dan penggunaan ATS dalam dosis lebih besar. Dengan
begitu ketergantungan menjadi lebih kuat lagi. Tanda putus zat ATS ditandai
dengan kelelahan, letargi, gangguan makan dan tidur, depresi, iritabilitas, retardasi
psikomotor, atau agitasi dan kuatnya rasa nagih.

2.2 Amfetamin

2.2.1 Definisi

Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan. Amfetamin


menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di
dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan heart rate dan tekanan
darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek yang lain. Penggunaan
amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri berhubungan dengan ketergantungan
dan penyalahgunaannya.

Amfetamin utama yang saat ini yang tersedia dan digunakan di Amerika
Serikat adalah dekstroamfetamin. Obat ini memiliki nama jalanan, yaitu es,
kristal, crystal meth dan speed. Sebagai suatu kelas umum, golongan amfetamin
juga disebut analeptik, simpatomimetik, stimulan dan psikostimulan. Amfetamin
biasa digunakan untuk meningkatkan kinerja dan membangkitkan perasaan
euforia. Meski efek adiktifnya tidak seperti kokain, amfetamin kurang lebih
disebut obat adiktif.

Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat yang
mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat penghentian
penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan halusinasi yang
disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi amfetamin, kelainan
mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan cemas karena penggunaan
amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.
2.2.2 Etiologi

Ketergantungan obat, termasuk amfetamin dan zat yang mirip amfetamin


dipandang sebagai suatu hasil dari sebuah proses interaksi dari banyak faktor
(biologis, psikologis, sosiokultural) yang mempengaruhi kebiasaan penggunaan
obat. Faktor farmakologi diyakini sangat penting dalam kelanjutan penggunaan
dan menuju ke arah ketergantungan dari obat tersebut. Amfetamin memiliki
potensi untuk meningkatkan mood dan efek euforigenik pada manusia dan efek
menguatkan pada hewan percobaan..2,3,5

a. Etiologi secara biologis


Dalam etiologi ini, penelitian ditujukan kepada penyalahgunaan obat-
obatan ditinjau dari faktor biologis atau genetik. Berbagai studi keluarga
mnunjukkan bahwa kerabat para pengguna zat mengalami peningkatan resiko
untuk menyalahgunakan berbagai zat (Bierut dkk 1998 dalam Davison dkk,
2006). Hal tersebut juga menunjukkan bahwa, janin yang sedang berkembang di
dalam rahim seorang ibu yang menggunakan kokain dan amfetamin akan
mendapatkan pengaruh negatif sehingga banyak diantara bayi tersebut mengalami
kecanduan obat tersebut. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh para pengguna
alkohol, dimana permasalahan minum menurun pada keluarga menunjukkan
komponen genetik, namun hal itu juga konsisten dengan faktor-faktor pengaruh
sosial (Davison dkk, 2006).

b. Etiologi Secara Psikologis


Peran etiologi secara psikologis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
perubahan mood, keyakinan terhadap resiko yang ditimbulkan, serta faktor
kepribadian penggunanya sendiri. Penggunaan obat-obatan bertujuan untuk
mengubah mood diri sendiri, baik untuk meningkat mood positif atau untuk
menurunkan mood negatif. Diketahui bahwa amfetamin dapat mengubah perasaan
seseorang menjadi positif dan euforia sehingga kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan zat tersebut besar. Beberapa penyalahguna obat-obatan ini tidak
yakin oleh adanya peningkatan resiko seiring dengan penggunaan obat-obatan
yang mereka lakukan, misalnya adalah orang-orang kulit putih menganggap faktor
yang ditimbulkan oleh alkohol, rokok, mariyuana, dan kokain lebih rendah bila
dibandingkan dengan anggapan orang-orang etnis Afrika Amerika dan hispanik
(Ma dan Shive, 2000 dalam Davison, dkk, 2006). Hal tersebut memungkinkan
terjadinya penyalahgunaan obat obatan karena semakin rendah resiko yang
disadari maka semakin tinggi penggunaan obat-obatan tersebut. Faktor
selanjutnya dalah kepribadian menentukan perilaku seseorang dalam
menyalahgunakan zat ini. Suatu hubungan telah ditemukan antara penggunaan
obat secara umum dengan gangguan kepribadian antisosial, begitu juga dengan
ADHD yang juga telah dihubungkan dengan penyalahgunaan kokain (Ball dkk,
1994 dalam Davison dkk, 2006).

c. Etiologi Secara Sosiokultural


Berdasarkan etiologi secara sosiokultural, pengaruh penggunaan stimultan
sangat bermacam-macam, mulai dari pergaulan, pola asuh, peran media, dan
konteks budaya tertentu yang mendukung terjadinya penyalahgunaan zat ini. Di
negara-negara dimana mariyuana paling sering ditemukan oleh siswa SMA, juga
terdapat tingkat penggunaan amfetamin dan kokain yang lebih tinggi (Davison,
dkk, 2006). Hal ini selain karena pergaulan, juga dipengaruhi faktor kurangnya
pengawasan orang tua mendorong meningkatnya pergaulan yang
menyalahgunakan obat-obatan ini. Peran yang sangat penting lainnya adalah
peran media sosial, misalnya banyak iklan yang memperlihatkan perempuan dan
laki-laki yang menggunakan bikini dan bentuk tubuh indahnya. Hal tersebut dapat
mempengaruhi orang-orang untuk menggunakan berbagai obat-obatan yang dapat
menjadikan bentuk tubuh mereka ideal, seperti amfetamin yang dapat digunakan
untuk menekan nafsu makan.

2.2.3 Epidemiologi (KAPLAN)


Pada tahun 2000, sekitar 4 persen populasi AS menggunakan
psikostimulan. Kelompok usia 18 samapai 25 tahun merupakan pengguna
tertinggi diikuti kelompok usia 12 sampai 17 tahun. Penggunaan amfetamin
terjadi pada semua kelompok sosioekonomi dan penggunaan amfetamin
meningkat di antara profesional kulit putih. Tidak ada data tersedia yang dapat
diandalkan tentang epidemiologi penggunaan amfetamin, namun onat ini sangat
disalahgunakan. Menurut DSM-IV-TR, prevalensi ketergantungan dan
penyalahgunaan amfetamin seumur hidup adalah 1,5 persen dan rasio pria terhap
wanita adalah 1
Pada banyak Negara, penggunaan obat terlarang lebih sering terjadi pada
orang yang berusia muda, laki-laki lebih sering dari pada perempuan, dan pada
orang dengan social ekonomi yang rendah, pada daerah dengan rata-rata masalah
social yang lebih tinggi4. Dilaporkan pada masa anak usia SMA (senior high
school) penggunaan stimulan lebih tinggi dari pada penggunaan kokain.4,5
National Household Survey and Drug Abuse (NHSDA) melaporkan pada
tahun 1997 terdapat 4,5% dari orang yang berusia 12 tahun atau lebih
menggunakan stimulan bukan atas indikasi medis, hal ini menunjukkan
peningkatan yang drastic dari pada tahun sebelumnya. Persentasi yang paling
tinggi setelah penggunaan dalam 1 tahun (1,5%) antara umur 18-25 tahun,
kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk
mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan dengan
data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan amfetamin atau
program tes panghentian obat. 4,5

Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat diterima
untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu studi
Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkankombinasi kategori
antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat yang mirip
amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup berturut-turut
0,1; 0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur hidup untuk umur 15-
54 tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki kebiasaan penggunaan stimulant
tanpa indikasi medis. Diantara yang dilaporkan tanpa indikasi medis 11%
ditemukan criteria ketergantungan.4,5
2.2.4 Mekanisme Kerja Amfetamin
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat dan
menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter entecholamin, termasuk
dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi
lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem
saraf akan berpengaruh terhadap rangsangan yang diberikan.
Semua amfetamin cepat diabsorbsi peroral dan disertai dengan onset kerja
yang cepat, biasanya dalam satu jam jika digunakan peroral. Amfetamin klasik
juga digunakan secara intravena, dengan cara tersebut mereka mempunyai efek
yang hampir segera. Amfetamin yang tidak diresepkan dan amfetamin racikan
juga dimasukkan dengan inhalasi. Toleransi dapat timbul pada amfetamin klasik
dan racikan, sehingga pemakai amfetamin sering kali mengatasi toleransi dengan
menggunakan lebih banyak obat. Amfetamin lebih kurang adiktif dibandingkan
kokain, seperti yang dibuktikan pada percobaan binatang dimana tidak semua
tikus memasukkan sendiri dosis rendah amfetamin.
Amfetamin adalah senyawa yang mempunyai efek simpatomimetik tak
langsung dengan aktivitas sentral maupun perifer. Strukturnya sangat mirip
dengan katekolamin endogen seperti epinefrin, norepinefrin dan dopamin. Efek
alfa dan beta adrenergik disebabkan oleh keluarnya neurotransmiter dari daerah
presinap. Amfetamin klasik mempunyai efek menghalangi re-uptake dari
katekolamin oleh neuron presinap dan menginhibisi aktivitas monoamin oksidase,
sehingga konsentrasi dari neurotransmitter terutama dopamin cenderung
meningkat dalam sinaps. Efek tersebut terutama kuat pada neuron dopaminergik
yang keluar dari area tegmental ventralis ke korteks serebral dan area limbik. Jalur
tersebut disebut jalur hadiah (reward pathway) dan aktifasinya kemungkinan
merupakan mekanisme adiksi utama bagi amfetamin.
Amfetamin racikan (MDMA, MDEA, MMDA, DOM) menyebabkan
pelepasan katekolamin (dopamin dan norepinefrin) dan pelepasan serotonin.
Serotonin adalah neurotransmiter yang berperan sebagai jalur neurokimiawi
utama yang terlibat dalam efek halusiogen. Farmakologi MDMA adalah yang
paling dimengerti di antara semua jenis amfetamin racikan. MDMA diambil
dalam neuron serotonergik oleh transporter serotonin yang bertanggung jawab
untuk reuptake serotonin. Setelah di dalam neuron, MDMA menyebabkan
pelepasan cepat suatu bolus serotonin dan menghambat aktifitas enzim yang
menghasilkan serotonin. Pengguna SSRI/Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(fluoxetine) tidak dapat mencapai perasaan elasi jika mereka menggunakan
MDMA karena SSRI mencegah pengambilan/uptake MDMA ke dalam neuron
serotonergik.
Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf pusat dipengaruhi oleh
pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin dan serotonin atau
ketiganya dari tempat penyimpanan pada presinap yang terletak pada akhiran
saraf. Efek yang dihasilkan dapat melibatkan neurotransmitter atau sistim
monoamine oxidase (MAO) pada ujung presinaps saraf.
Dari beberapa penelitian pada binatang diketahui pengaruh amfetamine terhadap
ketiga biogenik amin tersebut yaitu:
1. Dopamin
Amfetamine menghambat re uptake dan secara langsung melepaskan
dopamin yang baru disintesa. Pada penelitian didapatkan bahwa
isomer dekstro dan levo amfetamine mempunyai potensi yang sama
dalam menghambat up take dopaminergik dari sinaptosom di
hipothalamus dan korpus striatum tikus.
2. Norepinefrin
Amfetamine memblok re uptake norepinefrin dan juga menyebabkan
pelepasan norepinefrin baru, penambahan atau pengurangan karbon
diantara cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek amfetamine pada
pelepasan re uptake norepinefrin.
3. Serotonin
Secara umum, amfetamine tidak mempunyai efek yang kuat pada
sistem serotoninergik. Menurut Fletscher p-chloro-N-metilamfetamin
mengosongkan kadar 5 hidroksi triptopfan (5-HT) dan 4 hidroksi
indolasetik acid (5-HIAA), sementara kadar norepinefrin dan dopamin
tidak berubah. Hasil yang sama dilaporkan juga oleh Fuller dan
Molloy, Moller Nielsen dan Dubnick bahwa devirat amfetamine
dengan elektron kuat yang menarik penggantian pada cincin fenil akan
mempengaruhi sistim serotoninergik.
Aktivitas susunan saraf pusat terjadi melalui kedua jaras adrenergik dan
dopaminergik dalam otak dan masing-masing menimbulkan aktivitas lokomortor
serta kepribadian stereotopik. Stimulasi pada pusat motorik di daerah media otak
depan (medial forebrain) menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam
sinaps dan menimbulkan euforia serta meningkatkan libido. Stimulasi pada
ascending reticular activating system (ARAS) menimbulkan peningkatan aktivitas
motorik dan menurunkan rasa lelah. Stimulasi pada sistim dopaminergik pada
otak menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia dari psikosa amfetamine.
Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah
penggunaan. Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan
melalui urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit. Metabolit amfetamin terdiri
dari p-hidroksiamfetamin, p-hidroksinorepedrin, dan penilaseton.8,11
Karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek dari obat ini
relatif cepat dan dapat segera terekskresikan, hal ini menjadi salah satu kesulitan
tersendiri untuk pengujian terhadap pengguna, bila pengujian dilakukan lebih dari
24 jam jumlah metabolit sekunder yang di terdapat pada urin menjadi sangat
sedikit.8,11
Sensasi yang ditimbulkan oleh amfetamin ditimbulkan akan membuat otak
lebih jernih dan bisa berpikir lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk
berpikir berat dan bekerja keras, namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa
sengaja muncul akibat penggunaan zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu
makan akan sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga akan ditekan. Tekanan darah
bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara mental, pengguna akan
mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih happy. Pengguna
akan lebih talkative, banyak ngomong dan meningkatkan pola komunikasi dengan
orang lain. Karena seluruh sistem saraf pusat terstimulasi maka kewaspadaan dan
daya tahan tubuh juga meningkat. Pengguna seringkali berbicara terus dengan
cepat dan terus menerus. Amfetamin dosis rendah akan habis durasinya di dalam
tubuh kita antara 3 sampai 8 jam, Setelah itu pengguna akan merasa kelelahan.
Kondisi ini akan membuat dorongan untuk kembali speed-up dan kembali
mengkonsumsi satu dosis kecil lagi, begitu seterusnya. Penggunaan bagi social
user dimana biasanya hanya menggunakan amfetamin pada akhir minggu
biasanya menjadi tidak bisa mengontrol penggunaannya dan banyak yang
berakhir dengan penggunaan sepanjang minggu penuh, mulai dari Sabtu ke
Jumat, begitu seterusnya.

2.2.5 Diagnosis dan Gambaran Klinis Amfetamin


Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis amfetamin,
jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Pada orang yang tidak pernah
mengonsumsi amfetamin, dosis tunggal 5 mg meningkatkan perasaan sehat dan
menginduksi elasi, euforia dan rasa bersahabat. KAPLAN. Dosis kecil umumnya
memperbaiki atensi dan meningkatkan kinerja pada lugas tertulis, oral, dan
penampilan. Juga terdapat penurunan kelelahan, induksi anoreksia, dan
peningkatan ambang nyeri yang dikatikan dengan hal ini.KAPLAN. Dosis kecil
semua jenis amfetamin akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat denyut
nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euforia,
menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar,
meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa kuat.3,7,11

Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan,


menimbulkan tromor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik, insomnia,
agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan
mengurangi tidur.3,7,11

Efek tak diinginkan timbul akibat penggunaan dosis tinggi dalam waktu yang
lama. Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat
menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-menerus
tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan kekerasan, waham
curiga, dan anoneksia yang berat.3,7,11
Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek simpang, yang paling
serius mencakup efek serebrovaskular, kardiak, dan gastrointestinal. Di antara
kondisi spesifik yang mengancam nyawa adalah infark miokardium, hipertensi
berat, penyakit serebrovaskular, dan kolitis iskemia. Gejala neurologis yang
berkepanjangan, dari kedutan, tetani, kejang, sampai koma dan kematian,
dikaitkan dengan amfetamin dosis tinggi yang terus meningkat. Penggunaan
amfetamin intravena dapat menularkan human immunodeficiency virus dan
hepatitis serta menyebabkan perkembangan abses paru, endokarditis, dan angiitis
nekrotikans lebih lanjut. Sejumlah studi menunjukkan bahwa penyalahguna
amfetamin hanya mengetahui sedikit-atau tidak peduli-tentang praktik seks yang
aman serta penggunaan kondom. Efek simpang yang tidak mengancam nyawa
mencakup semburat merah, pucat, sianosis, demam, sakit kepala, takikardia,
palpitasi, mual, muntah, bruksisme (gigi gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan
ataksia. Wanita hamil yang menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah, lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi
pertumbuhan.9,11

Efek simpang psikologis yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin


mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap bermusuhan, dan
kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi gejala gangguan
ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan panik serta ide
rujukan, waham paranoid, dan halusinasi.9,11

2.2.6 Ketergantungan Amfetamin dan Penyalahgunaan Amfetamin


Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat
diterapkan pada amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat
mengakibatkan penurunan spiral yang cepat dari kemampuan seseorang untuk
menghadapi kewajiban dan stres yang berkaitan dengan keluarga dan pekerjaan.
Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan dosis tinggi
amfetamin yang semakin meningkat untuk memeroleh rasa tinggi (high) yang
biasa, dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (contohnya penurunan berat
badan dan ide paranoid) hampir selalu timbul dengan diteruskannya
penyalahgunaan.9,12,13

2.2.7 Intoksikasi Amfetamin


Sindrom intoksikasi oleh kokain (yang menghambat reuptake dopamin)
dan amfetamin (yang menyebabkan pelepasan dopamin) adalah serupa. Dalam
DSM IV kriteria diagnostik intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain
dipisahkan tetapi sebenarnya adalah sama. DSM-IV memungkinkan spesifikasi
adanya gangguan perseptual. Jika tes realitas yang utuh tidak didapatkan,
diagnosis gangguan psikotik akibat amfetamin dengan onset selama intoksikasi
diindikasikan. Gejala intoksikasi amfetamin hampir menghilang sama sekali
setelah 24 jam dan biasanya menghilang secara lengkap setelah 48 jam.
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi amfetamin menurut DSM-IV:
a. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan (misalnya
methylphenidate) yang belum lama terjadi.
b. Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis
(misalnya euforia atau penumpulan afektif, perubahan sosiabilitas,
kewaspadaan berlebihan, kepekaan interpersonal, kecemasan, ketegangan,
atau kemarahan, perilaku stereotipik, gangguan pertimbangan, atau
gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau
segera setelah pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan.
c. Dua (atau lebih) hal berikut berkembang selama atau segera sesudah
pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan;
1. takikardia atau bradikardia
2. dilatasi pupil
3. peninggian atau penurunan tekanan darah
4. berkeringat atau menggigil
5. mual atau muntah
6. tanda-tanda penurunan berat badan
7. agitasi atau retardasi psikomotor
8. kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia
jantung
9. konfusi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma
d. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain. Sebutkan jika: dengan gangguan persepsi

2.2.8 Keadaan Putus Amfetamin


Setelah intoksikasi amfetamin, terjadi uash dengan gejala ansietas,
gemetar, mood disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur dengan
rapid eye moventent yang berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram otot,
kram perut, dan rasa lapar yang tak terpuaskan. Gejala putus zat biasanya
memuncak dalam 2 sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu. Gejala putus zat
yang paling serius adalah depresii yang terutama dapat menjadi berat setelah
penggunaan amfetamin dosis tinggi terus-menerus dan dapat dikaitkan dengan ide
atau perilaku bunuh diri. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk keadaan putus
amfetamin (Tabel 9.3-3) merinci bahwa mood disforik dan perubahan fisiologis
diperlukan untuk diagnosis tersebut.9,12,13

2.2.9 Delirium pada lntoksikasi Amfetamin


Delirium yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin biasanya muncul
akibat amfetamin penggunaan dosis tinggi atau terus-menerus sehingga deprivasi
tidur memengaruhi tampilan klinis. Kombinasi amfetamin dengan zat lain serta
penggunaan amfetamin oleh orang dengan kerusakan otak yang,telah ada
sebelumnya juga dapat menyebabkan timbulnya de lirium. Tidak jarang
mahasiswa universitas yang menggunakan amfetamin untuk belajar kilat
menghadapi uiian menunjukkan delirium jenis ini.9,12,13

2.2.10 Gangguan Psikotik Terinduksi Amfetamin


Kemiripan klinis psikosis terinduksi amfetamin dengan skizofrenia
paranoid telah memicu penelitian intensif tentang neurokimiawi psikosis
terinduksi amfetamin untuk menguraikan patofisiologi skizofrenia paranoid.
Tanda gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya paranoia.
Gangguan psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dengan skizofrenia
paranoid dengan sejumlah karakteristik pembeda yang ditemukan pada gangguan
psikotik terinduksi amfetamin, yaitu adanya predominasi halusinasi visual, afek
yang secara umum serasi, hiperaktivitas, hiperseksualitas, kebingungan dan
inkoherensi, serta sedikit bukti gangguan proses pikir (seperti asosiasi longgar).
Pada beberapa studi, peneliti juga mencatat bahwa meski gejala positilgangguan
psikotik terinduksi amfetamin dan skizofrenia mirip, gangguan psikotik terinduksi
amfetamin biasanya tidak memiliki af'ek mendatar dan alogia seperti pada
skizofrenia. Namun, secara klinis, gangguan psikotik terinduksi amf'etamin yang
akut mungkin tidak dapat dibedakan dengan skizofrenia, dan hanya resolusi
gejala.9,12,13
Dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji tapis zat dalam urin yang
akhirnya akan menunjukkan diagnosis yang tepat. Terapi pilihan untuk gangguan
psikotik terinduksi amfetamin adalah penggunaan .jangka pendek obat
antipsikotik seperti haloperidol (Haldol).9,12,13

2.2.11 Gangguan Mood Terinduksi Amfetamin


Awitan gangguan mood terinduksi amfetarnin dapat terjadi saat intoksikasi
atau putus zat. Umumnya, intoksikasi rnenimbulkan gambaran manik atau mood
campuran, sementara keadaan putus zat menimbulkan gambaran mood
depresif.9,12,13

2.2.12 Gangguan Ansietas Terinduksi Amfetamin


Amfetamin, seperti kokain, clapat menginduksi gejala yang serupa dengan
yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, dan terutama,
gangguan tbbia. Awitan gangguan ansietas terinduksi amfetamin juga dapat
terjadi saat inloksikasi atau putus zat.9,12,13

2.2.13 Disfungsi Seksual Terinduksi Amfetamin


Amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual;
namun, dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan gangguan
ereksi dan disfungsi seksual lain. Disfungsi ini diklasifikasikan dalam DSM-IV-
TR sebagai disfungsi seksual terinduksi amletamin.9, 12,13

2.2.14 Gangguan Tidur Terinduksi Amfetamin


Intoksikasi amfetamin dapat mer.rimbulkan insomnia dan deprivasi tidur,
sementara orang yang sedang mengalami keadaan putus amfetamin dapat
mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.9, 12,13

2.2.15 Gangguan yang Tak-Tergolongkan


Jika suatu gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) tidak
memenuhi kriteria satu atau lebih kategori yang didiskusikan di atas, gangguan
tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan terkait amfetamin yang tak-
tergolongkan.
2.2.16 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :6

Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada


intoksikasi amfetamin yang berat memberikan gambaran hiperkalemi.
Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran
hipoglikemi
Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan
trombosis arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan amfetamin.
Urinalisis untuk skrining amfetamin atau zat adiktif lain yang digunakan
bersama-sama,
Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya
dilkukan tes kehamilan
Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai
tambahan, pasien yang menggunakan amfetamin beresiko untuk terinfeksi
hepatitis, yang pada akirnya bias menyebabkan perubahan mental.
Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leucopenia
Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic
kokain) bisa ditemukan pada urin 60 jam setelah menggunakan
amfetamin. Pada pengguna amfetamin yang berat bisa ditemukan sampai
22 hari.
Enzim jantung : pada pengguna amfetamin terdapat angka prevalensi yang
tinggi untuk terjadinya myocardial infection, pasien yang dating dengan
nyeri dada dan riwayat penggunaan amfetamin bisa dipikirkan untuk
melakukan pemeriksaan enzim jantung.
2. Gambaran Radiologi :
Chest x-Ray
CT-Scan.
3. Tes lain : Analisa gas darah, ECG
2.2.17 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan intoksikasi amfetamin:7

a. Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau
selimut hipotermik.
b. Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau
klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat
diulang setiap 15-20 menit.
c. Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi.
d. Bila terjadi takikardma, berikan beta-blocker, seperti propanolol, yang
sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah.
e. Untuk mempercepat ekskresi amfetamin, lakukan asidifikasi air seni
dengan memberi amonium klorida 500 mg per oral setiap 3-4 jam.
f. Bilatimbul gejala psikosis atau agitasi, beri halopendol 3 kali 2-5 mg.

Penatalaksanaan putus amfetamin:7

a. Rawat di tempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan
sepuasnya.
b. Waspada terhadap kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh
diri.
c. Dapat diberikan anti depresi.

Terapi pada Psikosis Akibat Penggunaan Amfetamin


Psikosis akibat penggunaan amfetamin sangat mirip dengan skizofrenia
paranoid. Pada psikosis akibat penggunaan amfetamin dapat diberikan
klorpromazin tiga kali 50-I 50 mg per oral atau 25-50 mg intra muskular yang
dapat diulang setiap empat jam. Dapat juga dipakai halopenidol tiga kali 1-5 mg.7
2.2.18 Komplikasi
Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau
dengan dosis yang tinggi dapat mengakibatkan timbul banyak masalah
diantaranya:10
Psychosis (pikiran menjadi tidak nyata, jauh dari realitas)
Kelainan psikologis dan tingkah laku
Pusing-pusing
Perubahan mood atau mental
Kesulitan bernapas
Kekurangan nutrisi
Gangguan jiwa

Dalam keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya


merasakan euforia, keresahan, agitasi, dan cemas berlebihan. Kira-kira 5 12%
pengguna mengalami halusinasi, keinginan untuk bunuh diri, dan kebingungan.
Sebanyak 3% pengguna amfetamin mengalami kejang-kejang.10
BAB III
KESIMPULAN

Amfetamin adalah zat adiktif yang tergolong stimulansia terhadap susunan


saraf pusat di samping kokein, kafein dan efedrin. Pengaruh amfetamin pada fisik
dan perilaku akibat intoksikasi amfetamin memerlukan tindakan segera.
Intoksikasi amfetamin adalah sindrom mental organik yang terjadi beberapa
menit sampai jam setelah menggunakan amfetamin. Pengobatan psikofarmaka
pasien pengguna amfetamin tergantung dari gejala-gejala yang timbul, intoksikasi
ataupun putus amfetamin, juga dibutuhkan pengobatan lain seperti terapi
kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang
mendukung upaya penyembuhan.

You might also like