You are on page 1of 9

BLOK AESTHETIC DENTISTRY 2

SELF LEARNING REPORT


JIGSAW SMALL GROUP DISCUSSION
MAHKOTA JAKET, PASAK, BRIDGE, DAN PROVISIONAL CROWN

DOSEN PEMBIMBING:

drg. Nur Aida Fitri

DISUSUN OLEH :

Dwiki Ramadhan

G1G012020

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2016
A. Mahkota Jaket
1. Definisi
Mahkota jaket merupakan suatu restorasi gigi yang menutup atau mengelilingi
seluruh mahkota klinis gigi yang telah dipreparasi dengan warna sesuai dengan warna
gigi. Mahkota jaket umumnya digunakan pada gigi yang mengalami kerusakan dengan
pulpa yang belum terbuka (Smith dan Howe, 2007).
2. Indikasi
Menurut Jones dan Grudy (1992), indikasi dari penggunaan mahkota jaket adalah
sebagai berikut.
a. Karies rekuren atapun karies yang besar sehingga tidak dapat di restorasi
secara konvensional
b. Gigi vital ataupun non vital yang telah berubah warna
c. Amelogenesis imperfekta
d. Gigi yang mengalami fraktur dengan pulpa belum terbuka
e. Abrasi, atrisi, ataupun erosi gigi
f. Koreksi malposisi
3. Dental Material Penyusun
Menurut Smith dan Howe (2007), dental material yang menyusun dan dapat
digunakan sebagai mahkota jaket dibagi menjadi 3 macam yaitu metal crown yang terbuat
dari metal dan memiliki kekuatan besar, ceramic crown yang terbuat dari keramik dan
memiliki kekuatan kurang baik, dan metal ceramic materials yang merupakan gabungan
dari kedua bahan sebelumnya.
4. Terminologi
a. Veneer
Veneer merupakan suatu lapisan pada gigi yang digunakan dalam konstruksi
mahkota sebagai bahan pewarnaan pada gigi. Perlekatan pada gigi dapat dilakukan
dengan cara di aplikasikan langsung, di sementasi, ataupun dibuat retensi mekanis
pada permukaan gigi. Bahan penyusun veneer umumnya porselen ataupun resin
komposit (Zwemer, 1993).
b. Labial Veneer
Labial veneer merupakan suatu lapisan tipis yang menutupi permukaan bagian
luar gigi yang mengalami perubahan warna dan bentuk. Bahan yang digunakan untuk
labial veneer yaitu porselen ataupun resin komposit (Zwemer, 1993).
c. Cavosurface margin
Menurut Smith dan Howe (2007), desain carvosurface margin terdiri dari
beberapa macam, diantaranya yaitu.
1) Chamfer Margin
Chamfer margin merupakan desain cavosurface margin pada preparasi
mahkota yang paling sering dipilih sebagai akhiran tepi untuk restorasi
ekstrakoronal. Chamfer margin dibuat dengan sudut tumpul diantara dinding
aksial permukaan gigi dan prepared margin. Kelebihan dari chamfer margin
adalah mudah dibentuk dan memberikan ruang yang memadai, menghasilkan
konsentrasi tekanan yang lebih rendah, dan dengan mudah dapat masuk ke
celah gingiva. Kekurangan dari chamfer margin yaitu menghasilkan distorsi
margin yang besar dan estetis yang kurang baik pada restorasi metal keramik
dan ketahanan terhadap tekanan vertikal kurang baik.
2) Shoulder Margin
Shoulder margin umunya dipilih pada kondisi yang memerlukan restorasi
yang kuat pada daerah tepi gigi. Kelebihan shoulder margin yaitu resisten
terhadap tekanan oklusal, meminimalkan stress, dan memiliki estetik yang
baik. Kekurangan dari desain ini adalah kesulitan dalam melakukan preparasi
dengan undercut minimal, pengurangan struktur gigi yang banyak, dan resiko
fraktur korona gigi.
3) Knife Edge Margin
Knife edge margin merupakan desain cavosurface margin yang
memerlukan pengurangan gigi yang paling sedikit atau paling konservatif dan
mudah dalam melakukan preparasi. Kekurangan pada margin ini adalah
pembuatan yang sulit sehingga pengurangan gigi berlebihan dan batas tidak
jelas sehingga memiliki resiko adanya distorsi restorasi akibat tekanan oklusal.

B. Pasak
1. Definisi
Menurut Weine (2004), pasak merupakan suatu bangunan yang dimasukkan dalam
saluran akar gigi dan terbuat dari logam atau bahan restoratif yang kaku. Pemasangan
pasak dilakukan bertujuan untuk mempertahankan restorasi gigi dan melindungi struktur
gigi yang tersisa. Pasak berfungsi sebagai penambah retensi restorasi dan meneruskan
tekanan yang diterima gigi agar merata ke sepanjang akar. Retensi pada pasak dipengaruhi
oleh panjang, diameter, bentuk, dan konfigurasi permukaan pasak.
2. Indikasi
Menurut Baum (1997), indikasi dari penggunaan pasak antara lain sebagai berikut.
a. Pasca perawatan endodontik apabila menyisakan mahkota gigi yang kurang
dari setengah dan gigi tersebut menerima beban yang besar.
b. Sisa akar
c. Untuk memperbaiki posisi gigi yang terlalu ekstrim
d. Mahkota gigi yang rusak luas seluruh permukaan
e. Tidak memiliki alergi terhadap bahan pasak
3. Dental Material Penyusun
Menurut Terry dan Swift (2012), dental material penyusun pasak dibedakan
menjadi dua yaitu dowel dan core. Bahan-bahan dowel yang dapat digunakan antara lain
stainless steel, titanium, titanium alloy, gold-plated brass, karbon, dan keramik. Bahan-
bahan core yang dapat digunakan antara lain amalgam, komposit, logam dan glass.
4. Terminologi
a. Dowel
Dowel merupakan komponen mahkota pasak yang dimasukkan ke dalam saluran
akar yang memiliki fungsi untuk menambah retensi dan resistensi dari mahkota pasak.
Berdasarkan bahan pembuatnya, pasak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu endopost
yang terbuat dari campuran logam mulia dengan ukuran standar alat endodontik,
endowel yang terbuat dari plastik dengan ukuran standar alat endodontik, dan
parapost yang terbuat dari plastik dengan ukuran tidak sesuai standar alat endodontik.
Berdasarkan sediaanya, pasak dibedakan menjadi dua, yaitu pasak siap pakai dan
pasak individual (Shen dan Kosmac, 2014).
b. Core
Menurut Shen dan Kosmac (2014), inti pasak (core) merupakan struktur dasar
mahkota dan berfungsi sebagai pengganti struktur mahkota gigi yang hilang atau
rusak. Fungsi lain dari inti pasak yaitu menciptakan permukaan yang optimal untuk
restorasi mahkota dan melindungi integritas gigi. Inti pasak dapat terbuat dari logam,
amalgam, akrilik, resin komposit, ataupun GIC.
c. Fabricated Post dan Pre-fabricated Post
Fabricated post atau pasak individu merupakan pasak yang dibuat sendiri oleh
operator sesuai hasil preparasi gigi dengan cara memasukan anyaman fiber berupa
polyethylene fibers dan resin komposit flowable ke dalam saluran pasak hinga penuh.
Pasak fabricated memiliki kelebihan yaitu dapat menyesuaikan saluran pasak yang
sempit maupun yang sangat lebar.
Pre-fabricated post atau pasak siap pakai merupakan pasak yang sudah dalam
bentuk jadi yang diproduksi oleh pabrik dan tersedia dalam berbagai bentuk bentuk
serta ukuran. Kelebihan dari pasak pre-fabricated ialah penggunaan lebih mudah dan
cepat, tetapi kontruksinya tidak dapat menyesuaikan bentuk saluran akar (Hafida dkk.,
2011).
d. Richmond Crown
Richmond crown merupakan mahkota pasak yang terbuat dengan facing porselen
dan backing logam. Indikasi penggunaan richmond crown pada kasus yang
memerlukan kekuatan besar seperti GTC dengan empat insisivus hilang, memiliki
karies besar, mahkota yang tersisa pendek, dan kasus dengan pedoman insisal yang
curam. Kelebihan penggunaan richmond crown yaitu baik untuk konfigurasi akar,
tidak bersifat stress pada margin servikal, serta berkekuatan tinggi. Kelemahan
richmond crown diantaranya adalah memerlukan beberapa kali kunjungan, biaya
tinggi, dan kurang kuat dibandingkan pasak paralel (Hussain, 2004).

C. Bridge
1. Definisi
Bridge atau gigi tiruan jembatan merupakan suatu gigi tiruan cekat sebagian yang
dilekatkan secara tetap pada satu atau lebih gigi penyangga. Bridge digunakan untuk
menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang dengan mengisi ruang edentulous yang tak
bergigi dan menggantikannya menggunakan pontik. Bridge kemudian disementasi ke gigi
gigi penyangga dengan menggunakan bahan adhesif resin komposit (Barclay dan
Walmsley, 2001).
2. Indikasi
Menurut Barclay dan Walmsley (2001), indikasi dari penggunaan gigi tiruan
jembatan antara lain sebagai berikut.
a. Gigi penyangga vital dan apabila non vital telah dilakukan perawatan
endodontik
b. Jaringan periodontal dan dukungan tulang dari gigi penyangga baik
c. Gigi penyangga memiliki akar yang panjang, mahkota gigi yang sehat, bentuk
dan besarnya gigi penyangga sesuai anatomis normal, dan inklinasi dari gigi
penyangga baik
d. Gigi antagonis beroklusi normal.
e. Gigi tetangga tidak mengalami rotasi atau migrasi.
3. Dental Material Penyusun
Menurut Arifin dkk. (2000), terdapat beberapa macam dental material penyusun
bridge, yaitu porselen, metal, akrilik, dan metal-porselen. Porselen digunakan pada gigi
anterior yang membutuhkan nilai estetis yang baik. Metal digunakan pada gigi posterior
yang membutuhkan kekuatan besar. Akrlik memiliki keuntungan murah, mudah dibuat,
dan baik secara estetis. Kombinasi metal-porselen digunakan saat dibutuhkan restorasi
dengan kekuatan dan nilai estetis yang baik.
4. Terminologi
a. Rigid Fixed Bridge
Rigid fixed bridge memiliki satu atau lebih gigi penyangga yang menghasilkan
kekuatan dan stabilitas yang baik serta tekanan yang merata pada setiap permukannya.
Semua komponen penyusunan bridge digabungkan dengan penyolderan tiap unit
bersama atau menggunakan satu kali pengecoran (Barclay dan Walmsley, 2001).
b. Maryland Bridge
Maryland bridge merupakan protesa yang dibuat menggunakan framework logam.
Kemudian dilakukan sementasi ke permukaan enamel gigi penyangga dengan bahan
adhesif resin komposit. Maryland bridge merupakan bridge yang dengan tipe paling
konservatif karena preparasinya sangat minimal dimana preparsi gigi penyangga
hanya sebatas email (Barclay dan Walmsley, 2001).
c. Cantilever Bridge
Cantilever bridge merupakan gigi tiruan yang didukung oleh connecting bar yang
terhubung ke gigi penyangganya. Panjang connecting bar tergantung kepada posisi
gigi penyangga terhadap gigi yang hilang. Bentuk busur connecting arm pada
cantilever bridge mengikuti bentuk palatum untuk adaptasi pasien. Indikasi dari
cantilever bridge untuk penggantian satu gigi hilang dan tidak diindikasikan pada
penggantian gigi dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment (Barclay
dan Walmsley, 2001).
d. PFM Crown
PFM crown merupakan crown yang menggunakan bahan dari porcelain fused to
metal untuk memperoleh kekuatan dan estetik secara bersamaan. PFM crown
digunakan untuk mengembalikan gigi yang sangat rusak parah, melindungi struktur
yang tersisa, mempertahankan oklusi, dan menawarkan estetis yang baik. PFM crown
dapat diaplikasikan pada gigi anterior maupun posterior (Sadaf dan Ahmad, 2011).
e. Retraction Cord
Retraction cord merupakan suatu alat yang digunakan untuk meretraksi gingiva
dengan metode mechanicochemical. Retraksi giginva diperlukan untuk mendapatkan
pencetakan yang akurat dalam proses pembuatan restorasi cekat. Retraction cord
berguna untuk mengikat gingival retraction fluid ketika mendorong jaringan gingiva
ke lateral dan vertikal agar margin dapat terbuka (Conrad dan Holtan, 2009)

D. Provisional Crown
1. Definisi
Provisional crown atau mahkota sementara merupakan bagian dari gigi tiruan
sebagian lepasan. Provisional crown digunakan selama menunda penyusunan gigi tiruan
permanen dengan alasan untuk menghilangkan faktor penyebab temporomandibular
disorder ataupun kelainan periodontal. Meski digunakan hanya sementara waktu pasien
untuk menjaga kesehatan rongga mulut, provisional crown harus dibuat dari material yang
bertahan dalam jangka waktu yang lama (Rosenstiel dkk., 2001).
2. Indikasi
a. Selama menunggu proses laboratorium dari restorasi permanen indirect selesai
dengan maksud mencegah sensitivitas, infeksi, dan pergerakan gigi yang telah di
preparasi
b. Selama proses penyusunan gigi tiruan permanen di tunda dengan alasan untuk
menghilangkan faktor penyebab temporomandibular disorder ataupun kelainan
periodontal.
(Ramp dkk., 1999 ; Rosenstiel dkk., 2001)

3. Dental Material Penyusun


Menurut Rosenstiel dkk. (2001), dental material penyusun provisional crown
antara lain polikarbonat, cellulose acetate, aluminum, tin-silver, dan nikel-kromium.
Polikarbonat memiliki tampilan yang paling natural di antara material lainnya dan
digunakan untuk menggantikan gigi insisivus, kaninus, dan premolar. Cellulose acetate
merupakan material transparan yang tipis dan dapat digunakan untuk menggantikan
semua gigi. Aluminum dan tin-silver umumnya digunakan untuk menggantikan gigi
posterior. Nikel-kromium digunakan untuk menggantikan gigi yang mengalami kerusakan
parah dan merupakan alloy yang sangat keras sehingga dapat digunakan dalam jangka
waktu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., Rahardjo, W., Roselani, 2000, Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan Cekat (Teori
dan Klinik), Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Barclay, C,. W., Walmsley, A., D., 2001, Fixed and Removable Prosthodontics, Churchill
Livingstone, London.
Baum, L., Philips R., W., Lund, M., R., Buku Ajar Konservasi Gigi Edisi 3, EGC, Jakarta.
Conrad, H., J., Holtan, J., R., 2009, Internalized Discoloration of Dentin Under Porselain Crown:
A Clinical Report, J Prosthet Dent, 101: 153-157.
Hafida, N., Hadriyanto, W., Mulyawati, E., 2011, Perbedaan Ketahanan Fraktur antara
Penggunaan Pasak Fiber Reinforced Composite Prefabricated dan Fabricated pada Lebar
Saluran Pasak yang Berbeda, J Ked Gi, 2(1): 32-37.
Hussain, S., 2004, Textbook of Dental Materials, Jaypee, New Delhi.
Jones, J., G., Grundy, J., R., 1992, A Colour Atlas of Clinical Operative Dentistry Crown and
Bridge, Wolfe, London.
Ramp, M., H., Dixon, D., L., Ramp, L., C., 1999, Tensile Bond Strengths of Provisional Luting
Agents Used with an Implant System, J Prosthet Dent, 81: 510-514.
Rosenstiel, S., F., Land, M., F., Fujimoto, J., 2001, Contemporary Fixed Prosthodontics, Mosby,
Missouri.
Sahad D., Ahmad, M., Z., 2011, Porselain Fused to Metal Crown and Caries in Adjacent Teeth,
Journal of The College of Physicians and Surgeon Pakistan, 21(3): 135-137
Shen, J., Z., Kosmac, T., 2014, Advanced Ceramics for Dentistry, Elsevier, USA.
Smith, B., G., N., Howe, L., C., 2007, Planning and Making Crowns and Bridges 4rd ed., Informa
Health Care, London.
Terry, D., A., Swift, E., J., 2012, Post and Core: Past to Present, International Dentistry SA,
12(2): 20-28.
Weine, F., 200, Endodontic Therapy, Mosby, Michigan.
Zwemer, T., J., 1993, Bouchers Clinical Dental Terminology, Mosby, Philadelphia.

You might also like