Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Jambu air Syzygium equaeum (Burn F. Alston) berasal dari daerah Indo
Cina dan Indonesia, tersebar ke Malaysia dan pulau-pulau di Pasifik. Selama ini
Jambu air tidak hanya sekedar manis menyegarkan, tetapi memiliki keragaman
dalam penampilan.
komersial. Sifatnya yang mudah busuk menjadi masalah penting yang perlu
dipecahkan. Buahnya dapat dikatakan tidak berkulit, sehingga rusak fisik sedikit
saja pada buah akan mempercepat busuk pada buah (Sarwono, 1990).
Menurut Sarwono (1990) Jambu air memiliki banyak jenis dan varietas
yang banyak ditanam yaitu, Syzygium quaeum (jambu air kecil) dan Syzygium
samarangense (jambu air besar). Varietas jambu air besar yakni : jambu
Semarang, Madura, Lilin (super manis), Apel dan Cincalo (merah dan
Lonceng (super lebat), dan Manalagi (tanpa biji). Sedangkan varietas yang paling
komersil adalah Cincalo dan Semarang, yang masing-masing terdiri dari 2 macam
(merah dan putih). Sementara di Sumatra Utara jambu air yang banyak
dibudidayakan adalah jambu air varietas deli hijau yang berasal dari Kelurahan
Paya Roba, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara (UPT.
varietas jambu unggulan dari kota Binjai yang dilepas pada tahun 2012.
Keunggulan dari jambu air deli hijau yaitu daya hasil (produktifitas) tinggi, dapat
ditanam dalam pot, berbuah sepanjang tahun, rasa buah matang manis madu,
daging buah renyah, beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai menengah
dengan ketinggian 0 500 m dpl, jumlah buah per tanaman 200 360
buah/pohon/tahun dan berat per buah 150 200 g (UPT. BPSB IV SUMUT,
2015).
Untuk mendapatkan jumlah buah dengan berat yang sesuai maka dalam
budidayanya terdapat satu kegiatan yang harus dilakukan paling tidak setahun
sekali, yaitu pemangkasan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam kanopi
pohon jambu dan menyinari buah jambu air yang sedang berkembang (Anonim
terdiri atas cabang sekunder, tersier, serta daun yang jumlahnya cukup banyak.
Untuk pohon jambu air yang berumur sekitar 10 tahun dapat dihasilkan
dapat dihasilkan stek cabang yang terdiri dari cabang sekunder dan tersier (dengan
panjang stek 25 cm) sebanyak kurang lebih 450 stek/pohon. Rebin (2013)
sebagai bahan stek, sehingga penyediaan benih jambu air dapat dilakukan setiap
saat.
bagian vegetatif untuk ditumbuhkan menjadi tanaman dewasa yang sifatnya mirip
dengan sifat indukknya (Danu dan Agus, 2006). Saat ini perbanyakan tanaman
Sementara perbanyakan melalui stek masih jarang dilakukan dan stek dilakukan
hanya pada tanaman buah tertentu. Padahal semua tanaman buah mempunyai
potensi untuk diperbanyak melalui stek. Termasuk melakukan stek pada tanaman
jambu air.
perlakuan yang meliputi penggunaan sungkup dan pemberian ZPT (zat pengatur
tumbuh). Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi pada
dan perkembangan tanaman (Davies, 1995). Zat pengatur tumbuh yang sering
digunakan untuk perakaran adalah auksin sintetis, namum relatif mahal dan sulit
zat pati (Anonim, 2008 dalam Muswita, 2011). Selanjutnya Anonim (2009) dalam
(Ratna, 2008).
2. Untuk mengetahui pengaruh ZPT cair sintetis dan ZPT alami Bawang
Jambu air Syzygium equaeum (Burn F. Alston) adalah tumbuhan dalam suku
jambu-jambuan atau Myrtaceae yang berasal dari Indonesia dan Malaysia. Pohon
dan buah jambu air tidak banyak berbeda dengan jambu air lainnya (S. aqueum),
dinamai dengan nama umum jambu air atau jambu saja (Sarwono, 1990).
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Menurut Cahyono (2010), tanaman jambu air sangat muda dikenali. Dilihat
dari bentuk fisik tanaman dan buahnya sangat mudah diketahiu bahwa tanaman
tersebut adalah jambu air. Tanaman jambu air tergolong tanaman tahunan yaitu
hidup menahun (Parenial). Umur tanaman mencapai puluhan tahun dan pohonnya
sebagai berikut.
a. Akar
tunggang dan perakaran serabut. Akar tunggang tanaman jambu air menembus ke
dalam tanah dan sangat dalam menuju ke dalam pusat bumi, sedangkan akar
yang cukup menembus lapisan tanah dalam (sub soil) hingga kedalaman 2 4
b. Batang (Pohon)
Batang atau pohon tanaman jambu air merupakan batang sejati. Pohon
tanaman jambu air berkayu yang sangat keras dan memiliki cabang-cabang atau
ranting. Cabang-cabang atau ranting tumbuh melingkari batang atau pohon dan
pada umumnya ranting tumbuh menyudut. Batang tanaman berukuran besar dan
lingkar batangnya dapat mencapi 150 cm atau lebih. Kulit batang tanaman jambu
air menempel kuat pada kayunya dan kulit tanaman jambu air ini berwarna coklat
sampai coklat kemerah-merahan. Kulit batang tanaman dan ranting cukup tebal
(Cahyono, 2010).
c. Daun
setengah dari panjangnya. Daun berwarna hijau buram. Letak daun berhadap-
d. Bunga
Bunga jambu air tumbuh bergerombol yang tersusun dalam malai dan
dihimpit oleh daun pelindung. Oleh karna itu, bunga jambu air tampak
daun diujung ranting dan bunga bertipe duduk. Bunga kadang-kadang juga
tumbuh diketiak daun yang telah gugur. Bunga berbentuk seperti cangkir. Dalam
suatu dompol atau satu malai bisa berjumlah 10 18 kuntum bunga tergantung
varietasnya. Bunga berukuran agak besar dan terdiri atas kelopak daun yang
berjumlah 4 helai berwarna putih kehijauan atau putih kemerahan, dan benang sari
berjumlah amat banyak. Benang sari berbentuk seperti paku. Bunga jambu air
ketika mekar menebar aroma wangi, tetapi akan cepat layu (Cahyono, 2010).
e. Buah
Buah jambu air berdaging dan berair serta berasa manis. Namun, beberapa
jenis jambu berasa agak masam sampai masam misalnya jambu neem, jambu
kancing, dan jambu rujak. Bentuk buah jambu air dan warna kulit buah beragam.
Bentuk buah ada yang bulat, bulat panjang mirip lonceng, bulat agak pendek,
gemuk mirip genta, bulat pendek dan kecil mirip kancing, bulat segitiga agak
panjang, dan bulat segitiga panjang. Warna kulit buah ada yang merah, hijau
mudah dengan polesan warna kemerahan, putih, hijau, hijau dan lain sebagainya.
Kulit buah jambu air licin, dan mengkilap serta daging buahnya bertekstur agak
padat sampai adat dengan rasa masam sampai manis menyegarkan (Cahyono,
2010).
Biji jambu air berukuran besardan bahkan ada yang tidak berbiji, berwarna
putih, dan bentuknya bulat tidak beraturan dan bagian dalam berwarna ungu
(Cahyono, 2010).
2.2.1. Iklim
a. Suhu udara
Secara umum pertumbuhan tanaman jambu air yang baik memerlukan suhu
udara berkisar antara 27 0C 32 0C. Akan tetapi tanaman jambu air masih dapat
b. Kelembapan udara
50 - 70 %. Akan tetapi tanaman jambu air masih dapat tumbuh dan berbuah
dengan baik jika ditanam didaerah yang mempunyai udara kering dan kelembapan
c. Curah hujan
Jambu air (Eugenia aquea Burm) dapat tumbuh dan produksi dengan baik
apabila ditanam di daerah yang iklimnya basah sampai kering dengan curah hujan
tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 500 3.000 mm/tahun. Curah hujan yang terlalu
tinggi menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit dan buah buah mudah
rontok.
Intensitas cahaya matahari yang ideal dalam pertumbuhan jambu air adalah 40
80 %.
Keadaan tanah yang perlu diperhatikan dalam dalam budidaya jambu air
yaitu : ketinggian tempat, pH tanah, kesuburan tanah, dan kedalam air tanah.
produksi buah, dan kualitas buah yang dihasilkan. Ketinggian tempat yang cocok
untuk budidaya jambu air adalah 0 1000 meter diatas permukan laut (dpl).
Namun ketinggian tempat yang ideal untuk pertumbuhan dan produksi jambu air
Tanaman jambu air toleran terhadap berbagai kondisi keasaman tanah (pH 4
keasaman tanah 6 7. Pada tanah yang memiliki drajad keasaman tinggi (lebih
dari 7) dan rendah (kurang dari 5), pertumbuhan tanaman kurang baik dan
produksipun rendah. Kondisi tanah untuk budidaya jambu air harus banyak
hara, daya serap air, struktur tanah, serta memperbaiki aerasi dan drainase tanah.
Jambu air akan tumbuh dengan baik jika didaerah penanaman memiliki
kedalaman air tanah dangkal sampai sedang, yaitu 0,5 1,5 meter (Cahyono,
2010).
Tanaman jambu air dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif
sifat-sifat pohon induknya. Oleh karena itu perbanyakan tanaman jambu air
dengan biji hanya dianjurkan untuk memproduksi batang bawah sebagai bahan
vegetatif dengan setek merupakan perbanyakan yang paling efisien karena tidak
memerlukan batang bawah seperti halnya dengan okulasi dan sambung pucuk dan
generatif memerlukan waktu yang lebih lama (Anwarudin, Titin dan Hendro,
1985).
menggunakan bagian ujung atau pucuk tanaman. Bahan setek adalah pucuk
ranting, pucuk cabang, atau pucuk batang. Panjang setek sekitar 8-20 cm atau
memiliki ruas 3-5 ruas, sebagian daun dibuang dan disisakan 2-4 helai daun
paling ujung (Raharja dan Wiryanta, 2003). Perbanyakan melalui setek pucuk
sering mendapat kendala yaitu sulitnya membentuk akar (Ashari, 1995). Untuk
merangsang tumbuhnya akar stek jambu air Citra, bagian pangkal stek perlu diberi
Zat Pengatur Tumbuh (Rebin, 2013). Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa
Zat Pengatur Tumbuh Alami Bawang Merah, 2. Zat Pengatur Tumbuh Cair
Sintetis.
pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk perakaran adalah auksin, namum
zat pati (Anonim, 2008 dalam Muswita, 2011). Selanjutnya Anonim (2009) dalam
Penggunaan bawang merah sebagai salah satu zat pengatur tumbuh telah
pertumbuhan panjang akar, panjang tunas dan jumlah tunas pada setek mawar.
tehadap panjang tunas, jumlah daun, tingkat kehijauan daun dan berat kering tunas
pada stek cabe jawa. Berdasarkan penelitian Muswita (2011), konsentrasi bawang
Pupuk hantu (hormon tanaman unggul) merupakan pupuk cair dan hormon
yang ditemukan oleh Sujimin dari Bogor, terbuat dari sari tumbuhan-tumbuhan
herbal yang biasa digunakan untuk semua jenis tanaman (Sujimin, 2010).
Zat-zat yang terkandung dalam pupuk hantu antara lain ; hormon auksin untuk
pengawetan buah secara alami, merangsang bunga, hormon zeatin untuk mengurai
unsur hara, dan hormon sitokinin atau kinetin untuk merangsang pertumbuhan
materi utama pembentuk probiotik terlarut yang sangat dibutuhkan tetapi tidak di
Pupuk Hantu mengandung zat pengatur tumbuh yaitu GA3, GA5, GA7,
Auksin, unsur mikro Na, Mg, Cu, Fn, Mn, dan lain sebagainya yang berguna bagi
tanaman (Sujimin, 2010). Tanto (2010) dalam Kartika (2013), melaporkan bahwa
pemakaian pupuk hantu pada tanaman padi dapat meningkatkan hasil panen.
Setek Jambu Air (Syzygium equaeum (Burn F. Alston)) ini telah dilaksanakan
di UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Jalan Karya Jaya NO 22,
Kecamatan Medan Johor, Medan, Provinsi Sumatera Utara, dari tanggal 30 Maret
Alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan adalah gunting stek,
baskom, gelas ukur, pisau cuter, kain penyaring, pohon induk jambu air (entres)
varietas deli hijau, bawang merah, ZPT cair sintetis (Hantu), air.
3.3. Pelaksanaan
berbentuk U terbalik dengan jarak kurang lebih 2 meter saling berhadapan lurus
seperti terowongan, kemudian engikatkan bambu panjang pada setiap batang besi
dengan tali plastic, lalu memperkuat tancapan setiap batang besi dengan pasak
yang ditancapkan dan diikatkan pada setiap pangkal batang besi yang tertancap di
Media tanam yang digunakan untuk setek jambu air adalah campuran tanah
Tahapan kerja pembuatan ZPT alami bawang merah yaitu : Bawang merah
dibersihkan dari kulit yang kering, lalu dibilas dengan air, bawang ditumbuk
1 2 3
setek, bakal entres yang diambil adalah adalah pucuk tanaman yang tidak terlalu
tua dan tidak terlalu muda, dan tidak saat daun baru muncul. Panjanng entres
yaitu 20 cm, entres yang sudah selesai diambil dikumpulkan dalam karung lalu
Sebelum entres disetek, entres terlebih dahulu diberi beberapa perlakuan, yaitu
Sebelum entres direndam dengan zat pengatur tumbuh, daun pada setek
helai daun dan daun tersebut dipangkas hingga tersisa 1/3 bagian daun. Kemudian
bagian pangkal entres dipotong hingga pajang entres hanya mencapai 20 cm,
entres dikumpul diatas karung, dan siap direndaman dengan zat pengatur tumbuh.
Pembuatan larutan zat pengatur tumbuh (ZPT) cair sitetis dilakukan dengan
cara melarutkan ZPT sebanyak 2 tutup botol atau sekitar 20 ml kadalam 2 liter air,
hingga pangkal entres terendam dalam larutan sedalam kurang lebih 5 cm selama
1 jam.
20 ml ekstrak bawang merah kedalam 2 liter air kemudian diaduk hingga merata.
Gambar 6. Perendaman Entres (1). ZPT Alami (2). ZPT Cair (Hantu)
Perendaman entres dengan air atau tanpa zat pengatur tumbuh yang berguna
sebagai pembanding atau kontrol terhadap entres yang diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh sintetis dan zat pengatur tumbuh alami. Perendaman dilakukan
dahulu. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara menuusuk media dengan
dilakukan dengan cara menanam pangkal entres sedalam kurang lebih 5 cm.
Kemudian sedikit menekan tanah yang ada disekitar pangkal entres agar entres
dilakukan dengan menutup kedua ujung sungkup lalu menimbun bagian pinggir
3.3.5. Pengamatan
Pengatur Tumbuh cair sintetis dan Zat Pengatur Tumbuh alami Bawang Merah
terhadap pertumbuhan setek jambu air di UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung
Parameter yang diamati pada percobaan ini adalah persentase tumbuh, jumlah
pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan stek jambu air, data persentase tumbuh
kalus yang tumbuh karena rangsangan zat pengatur tumbuh yang diberikan
mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh cair sintetis, zat pengatur tumbuh
buatan (Bawang merah) dan tanpa diberikan zat pengatur tumbuh (Kontrol)
4.1. Hasil
dengan ZPT cair sintetis (Hantu) lebih tinggi dibanding dengan ZPT alami
Setek jambu air dengan ZPT cair sintetis (Hantu) mencapai 100 %, ZPT
Berdasarkan pengamatan jumlah tunas pada setek jambu air, tunas pada
setek menggunakan ZPT cair sintetis (Hantu) lebih banyak dari setek dengan ZPT
alami (Bawang Merah) dan tanpa ZPT, dapat dilihat pada Tabel 2.
yaitu 1,5 tunas, dengan ZPT bawang merah 1 tunas dan tanpa ZPT 0,5 tunas.
Jumlah daun yang muncul pada setek yang dilakukan dengan pemberian
ZPT cair sintetis (Hantu), ZPT alami (Bawang Merah) dan tanpa ZPT yang
Rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada setek dengan pemberian ZPT
cair sintetis (Hantu) dengan jumlah 3,5 helai, kemudian setek dengan pemberian
ZPT alami (Bawang Merah) dengan jumlah 2,3 helai dan setek tanpa ZPT dengan
4.2. Pembahasan
paling tinggi yaitu dengan pemberian zat pengatur tumbuh cair sintetis (Hantu),
pemberian zat pengatur tumbuh alami (Bawang Merah) hanya mencapai 85 % dan
GA5, GA7 serta unsur mikro yang sangat dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan
pembentukan akar, sitokinin zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses
daun.
Zat pengatur tumbuh alami (Bawang Merah) hanya mengandung 2 jenis zat
ada pada pucuk tanaman tersebut. Menurut Hartmal et al (1990) dalam Sunandar,
R. (2006) setek yang berasal dari tanaman induk yang muda lebih cepat berakar
dari pada tanaman induk yang tua. Bagian ujung cabang atau pucuk tanaman
merupakan tempat sintesis auksin yang akan membantu terbentuknya akar pada
setek. Auksin yang ada pada bagian pucuk kemudian diedarkan ke bagian-bagian
Dari Tabel 2. Jumlah tunas yang paling tinggi terdapat pada setek dengan
penggunaan zat pengatur tumbuh cair sintetis (Hantu) dibanding setek dengan
tumbuh. Hal ini karena Zat Pengatur Tumbuh (Hantu) mengandung zat pengatur
tumbuh GA3, GA5, GA7, Auksin, giberelin, zeatin, sitokinin. Dimana zat
pengatur tumbuh yang berfungsi merangsang tunas yaitu sitokinin dan zeatin.
pembelahan sel dan merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada
pengatur tumbuh bawang merah karena ZPT alami ini hanya mengandung 2 jenis
zat pengatur tumbuh yaitu auksin yang berfungsi merangsang perakaran, giberilin
fitohormon yang dikandung bawang merah adalah auksin dan giberelin. Auksin
tumbuh yang ada pada tanaman tersebut sehingga tunas yang dihasilkan lebih
sedikit.
Zat pengatur tumbuh yang paling berpengaruh terhadap jumlah daun pada
setek jambu air yaitu setek dengan pemberian zat pengatur tumbuh cair sintetis
(Hantu), hampir 2 kali lipat dari perlakuan dengan zat pengatur tumbuh alami
3. Jumlah daun ini merupakan jumlah daun yang baru tumbuh dan daun yang
tidak gugur setelah dikeluarkan dari sungkup. Banyaknya jumlah daun pada stek
dngan ZPT sintetis (Hantu) karena ZPT ini mengandung hormon sitokinin yang
(Bawang merah) tidak begitu tinggi karena jumlah tunas yang tumbuh juga
sedikit. Hal ini terjadi karena ZPT Bawang merah tidak mengandung sitokinin
yang dapat merangsang tunas (Muswita, 2011). Hal lain yang menyebabkan
sedikitnya jumlah daun menurut Heddy (1989) yaitu auksin yang digunakan
5.1. Kesimpulan
nyata bagi persentase tumbuh (%), jumlah tunas atau kalus dan jumlah daun
(helai) setek tanama jambu air dibandingkan dengan zat pengatur tumbuh alami
bawang merah.
5.2. Saran
pertumbuhan setek.
Anonim. 2012. Perawatan Jambu Air Citra di Thailand. Diunduh 1 April 2015.
(Http://Pohonbuahku.Blogspot.com/2012/10/Perawatan-Jambu-Air-
Citra).
Anwarudin, M. J., Titin, T., dan Hendro, S. 1985. Pengaruh Penggunaan Indoi
Butyric Acid Terhadap Perakaran Jambu Biji. Jurnal Hortikultura NO: 4
Vol. XII. Balai Penelitian Hortikultura. Jakarta.
Danu dan Agus. 2006. Perbanyakan Vegetatif Beberapa Jenis Tanaman Hutan.
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.
Marleni. 2010. Pengaruh Umur Tetua dan Jumlah Buku Stek Cabang Terhadap
Pertumbuhan Bibit Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.). Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muswita. 2011. Pengaruh Konsentrasi Bawang Merah (Alium cepa L.) Terhadap
Pertumbuhan Stek Gaharu (Aquilaria malaccencis OKEN). Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Jambi. Jambi.
Rebin. 2013. Teknik Perbanyakan Jambu Air Citra Melalui Stek Cabang. Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika. Solok. Sumatera Barat.
Setyowati, T. 2004. Pengaruh Ekstrak Bawang Merah (Alium cepa L.) dan
Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Pertumbuhan Stek
Bunga Mawar (Rosa sinensis L.). (Diakses Tanggal 22 April 2015)
UPT. BPSB IV. 2015. Deskripsi Jambu air Varietas Deli Hijau. Sumatera Utara.
Sejarah BIH
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Benih Induk Hortikultura adalah salah satu
unit pelayanan teknis lingkup Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Sejak
masa penjajahan dulu, balai yang lebih dikenal dengan naman land bow telah
aspek pengadaan bibit hortikultura yang bermutu tinggi. Land Bow berganti nama
menjadi kebun percobaan. Pada tahun 1980 berganti nama lagi menjadi Balai
Benih Utama Hortikultura. Tahun 1990 di Desa Siguci Kecamatan STM Hilir
Pada tahun 2002 sampai sekarang BBU sesuai surat keputusan Provinsi
Sumatera Utara BBUH berganti status menjadi Balai Benih Induk (BBI). Balai
penagkar bibit baik di Sumatera Utara maupun diluar Sumatera Utara. Pada tahun
sehingga nama dari UPT. Balai Benih Induk Hortikultura (BBIH) menjadi UPT.
anggaran dana yang diterima setiap UPT. yang disesuaikan dengan otonomi
daerah sedangkan nama balai menyatakan bahwa sumber anggaran dana dan
penghasil bibit tanaman hortikultura dataran rendah yang bermutu tinggi, sebagai
k/tahun 2002 tentang tugas fungsi dan tata kerja Dinas Pertanian serta organisasi
dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.
Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) BIH Gedung Johor Medan, mempunyai tugas
membantu dinas pertanian dalam kegiatan perbanyakan benih yang bermutu dan
Visi:
dan mandiri.
Misi:
2. Mengelola sumber daya alam pertanian yang ada dikebun secara optimal dan
berkelanjutan
BANGUNAN KANTOR/LABORATORIUM
5. SDM
PRODUKSI
10. Ir. Iovie R. Purnama S1 (III/d) Kasie Produksi
11. Ir. Nuriman Tambunan S1 (III/d) Penanggung Jawab Lab.
Kultur Jaringan
12. Herawati, SP S1 (III/b) Staf Lab. Kultur Jaringan
13. Sieglinde Tampubolon, SP S1 (III/c) Pemelihara Tanaman Hias
14. Tuty S. Genaly, SP S1 (III/b) Penanggung Jawab Sayuran
Organik
15. Resniaty Saragih, SP S1 (III/b) Pemelihara Bibit
16. Fitri S. Endang Sari, SP S1 (III/b) Pemelihara Pohon Induk
17. Virma Uli Manurung, SP S1 (III/a) Pemelihara Buah Naga
18. Amran, SP S1 (III/a) Koordinator Kebun BIH Gd.
Johor
19. Denny Joy Purba, SP S1 (III/a) Penanggung jawab
Aklimatisasi
20. Dian Kusuma SMA (II/b) Perbanyakan vegetatif
tanaman
21. Supriadi SMA (II/a) Adm. Alsintan
22. Nasrul SMA (II/a) Pemelihara Sayuran Organik
PELAYANAN TEKNIS
23. Supriadi, Bsc Diploma Kasie Pelayanan Teknis
(III/d)
24. Ir. Zonni Mungkur S1 (III/d) Staf
25. Ir. Bogar Angin Siahaan S1 (III/d) Staf
26. Syahrial Sipayung SMA (II/b) Perbanyakan vegetatif
tanaman
27. Ira Yuliani SMA (II/b) Staf Lab. Kultur Jaringan
28. Lasdiana Nainggolan SMA (II/a) Pemelihara Tanaman Hias
UNIT SIGUCI
31. Agus Muliono, SP S1 (III/a) Koordinator Kebun Siguci
1 Ruang Persiapan 50
2 Ruang Transfer 50
4 Ruang Media -
6 Ruang Administrasi 50
13. Permasalahan
a. Keterlambatan pencairan anggaran menjadi kendala dalam kegiatan di
lapangan.
b. Perlu adanya koordinasi antara Dinas Pertanian Provinsi Sumatera
Utara maupun Kabupaten/Kota dengan UPT. Benih Induk dalam hal
penyediaan benih yang dibutuhkan sehingga dapat memotivasi kinerja
UPT. BI Hortikultura.
c. Terbatasnya tenaga kerja untuk pengelolaan kebun/lapangan
berdampak terhadap pengelolaan kebun (penyiraman, perawatan
tanaman dan lain-lain).
d. Terbatasnya SDM professional dan terampil.
Demikian Profil UPT. BI Hortikultura Gedung Johor ini dibuat untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
PIMPINAN PIMPINAN
LAB. KULTUR JARINGAN KEBUN UNIT ASAM KUMBANG
Ir. NURIMAN TAMBUNAN A M R A N, SP
PIMPINAN PIMPINAN
KEBUN GEDUNG JOHOR KEBUN UNIT SIGUCI
FITRI S. ENDANG SARI, SP AGUS MULIONO, SP