Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Meningitis adalah peradangan selaput meningen, vairan serebroospinal, dan
sspinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Suriadi dan Yuliani, 2007). Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada
meninges, suatu membran yang menyelimuti otak dan spinal cord (sumsum
tulang belakang). Meningitis dapat terjadi karena infeksi bakteri, virus, fungi,
juga karena kejadian noninfeksi seperti inflamasi karena pengobatan, cochlear
implant, atau keganasan.
B. Anatomi
Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan cairan
serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri
dari 3 lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater.
C. Etiologi
Pada kasus meningitis secara umum disebabkan oleh mikroorganisme,
seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke
cairan otak. Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas:
Tabel 1.1. Klasifikasi Penyebab Infeksi
Kategori Agen
Bakteri Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus
influenza
Staphylococcus
Escherichia
coli Salmonella
Mycobacterium tuberculosis
Virus Enterovirus
Jamur Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitris
E. Manifestasi Klinis
1. Neonatus : menolak untuk makan, reflek hisap lemah, muntah atau diare,
tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah
2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti
dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan tergitasi,
fotopobia, delirium, halusinasi, perlaku agresif dan maniak, stupor, koma,
kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski positif, reflek
fisiologis hiperaktif, ptechi tau pruritus (menunjukkan adanya infeksi
menigococcal)
3. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga tahun) : demam, males makan,
muntah, kejang, mudah terstimulasi dan tergitasi, Tanda kernig dan
brudzinski positif.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam
ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya
membuat gerakan tidak beraturan.
F. Patofisiologis
Bakteri yang umumnya menyebabkan meningitis adalah patogen di nasofaring,
dimana faktor predisposisi seperti infeksi saluran nafas bagian atas harus ada
sebelum bakteri beredar dalam darah. Meningitis bakteri juga dapat muncul
akibat infeksi telinga, gigi, atau paraspinal (akibat trauma atau neurosurgery
yang merusak barrier anatomis). Pada saat patogen memasuki sistem saraf
pusat melalui plexus choroideus atau area dengan perubahan sawar darah otak,
terjadi peristiwa yang bertahap, diawali dengan bermultiplikasinya bakteri di
ruang subarachnoid (McCance dan Hueter, 2006). Adanya komponen dinding
sel bakteri memicu produksi sitokin termasuk interleukin-1, tumor nekrosis
faktor, dan prostaglandin E2, yang memicu peningkatan aliran darah ke otak.
Sitokin juga mengubah permeabilitas sawar darah otak dengan cara mengganggu
integritas tight junction sehingga menyebabkan terjadinya edema cerebral.
Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan peningkatan aliran darah dan
edema sehingga terjadi penurunan perfusi serebral. Proses inflamasi
menyebabkan terjadinya vaskulitis dan trombotik yang berkontribusi pada
terjadinya iskemia serebral
G. Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruksi
2. Meningococcal septicemia
3. Sindrom water friderichen (septik syok, perdarahan adrenal bilateral)
4. Cerebral palsy
5. Gangguan mental
6. Kejang
7. Efusi subdural
8. Edema dan herniasi serebral
9. SIADH (sindrom inappropriate antidiuretic hormone)
H. Penatalaksanaan
1. Isolasi
2. Terapi antimikroba : antibiotic yang diberikan didasarkan pada hasil kultur,
diberikan dengan dosis tinggi melalui intra vena.
3. Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan
mencegah kelebihan. Cairan yang dapat menyebabkan edema.
4. Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi).
5. Mengontrol kejang : pemberian terapi antiepilepsi
6. Mempertahankan ventilasi
7. Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
8. Penatalaksanaan syok bacterial
9. Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
I. Pemeriksaan diagnostik
1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,
nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan
nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang, penurunan
kesadara. Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat
menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress
pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia. Anamnesa dapat dilakukan
pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk
autoanamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya
adalah pemeriksaan rangsang meningeal yaitu sebagai berikut:
a. Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa
nyeri dan spasme otot.
b. Kernig`s sign
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi padas sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri
c. Brudzinski I (Brudzinski leher)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa
yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga
dagu menyentuh dada. BrudzinskiI positif (+) bila gerakan fleksi
kepala disusul dengan gerakan fleksi disendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
d. Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
padasendi panggul dan lutut kontralateral.
e. Brudzinski III (Brudzinski Pipi)
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari
pemeriksa tepat dibawah os ozygomaticum. Tanda Brudzinski III
positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas superior.
f. Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari tangan
pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila terjadi flexi
involunter extremitas inferior.
g. Lasegue`s Sign
Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya.
Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam
keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan
sebelum mencapai sudut 70 pada dewasa dan kurang dari 60 pada
lansia.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi).
Lumbal pungsi pada anak yang memiliki riwayat anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang mendukung kearah diagnosis, kecuali jika
terdapat kontraindikasi terhadap tindakan tersebut, seperti peningkatan
tekanan intrakranial, uncorrected coagulopathy, dan terdapat gangguan
kardiopulmoner. Pasien yang memiliki tanda peningkatan
tekanan intrakranial, lumbal pungsi harus ditunda hingga dilakukan
pemeriksaan CT Scan. Hasil dari CT Scan yang normal belum tentu
menyingkirkan adanya peningkatan tekanan intrakranial dan bila hasil
CT scan terdapat kelainan, maka lumbal pungsi ditunda dan terapi
antibiotik dapat langsung dimulai.
b. Diagnosis meningitis bakteri biasanya dikonfirmasi dengan melakukan
analisis bakteriologis menggunakan mikroskop dan kultur bakteri dari
cairan serebrospinal (CSS). Jika analisis kultur bakteri dari cairan
serebrospinal sulit/tidak dapat dilakukan, maka diagnosis dapat
dilakukan dengan melihat hasil CT scan kepala dan adanya abnormalitas
secara biokimiawi pada cairan serebrospinal. Pasien dengan meningitis
bakteri biasanya ditunjukkan dengan hasil uji laboratorium, seperti
jumlah sel lebih besar dari 32/mm3, tingkat protein lebih dari 150
mg/dL, tingkat glukosa kurang dari 1 mmol/L (Ogunlesi dan Odigwe,
2013). Protein pada cairan serebrospinal harus diukur karena pada
meningitis bakteri nilai protein biasanya meningkat dan konsentrasi
glukosa pada cairan serebrospinal harus dibandingkan dengan
konsentrasi glukosa dalam darah. Pada pasien dengan meningitis bakteri
yang menjadi tolak ukur adalah penurunan glukosa cairan serebrospinal
dan rasio antara serebrospinal dengan glukosa darah (sekitar 66%).
Metode serologi seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) juga dapat
mendeteksi antigen dari organisme bakteri pada cairan serebrospinal
(Ogunlesi dan Odigwe, 2013).
c. Serum elektrolit perlu diukur karena Syndrome of Inappropriate
Antidiuretic Hormone (SIADH) sering terjadi pada meningitis bakteri
walaupun hiponatremia tercatat hanya terjadi pada 35% kasus.
Leukopenia, trombositopenia dan koagulopati dapat terjadi di infeksi
meningokokal. Pemeriksaan leukosit periferal pada pneumokokal
meningitis dan viral meningitis biasanya masih dalam kisaran normal
namun pada beberapa kasus, terdapat peningkatan.
J. Diagnosa Keperawatan yang muncul
a. Risiko ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan sirkulasi darah cerebral / peningkatan TIK
b. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran
dan hipoventilasi.
c. Risiko cedera ybd kejang berulang
d. Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
K. Intrvensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Bedrest total tanpa
Perfusi jaringan tindakan keperawatan bantalan
serebral berhubungan selama...x24 jam 2. Monitor tanda-tanda
dengan gangguan kesadaran klien baik. neurologis debngan
sirkulasi darah cerebral Kriteria hasil: GCS
/ peningkatan TIK 1. Kesadaran meningkat 3. monitorTTV
2. TTV normal 4. monitor intake dan
3. Tidak ada tanda output
peningkatan intra 5. kolaborasi
kranial pemberian
4. Rasa sakit berkurang antibiotik.
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Terapi Oksigen
ybd disfungsi tindakan keperawatan 1. Bersihkan jalan nafas
neuromuskuler dan selama ....x24jam klien dari sekret
hipoventilasi mencapai: 2. Pertahankan jalan
nafas tetap efektif
Status respirasi: Ventilasi 3. Berikan oksigen
Indikator: sesuai instruksi
1. Status respirasi: 4. Monitor aliran
ventilasi pergerakan oksigen, canul
udara ke dalam dan oksigen, dan
keluar paru humidifier
2. Kedalaman inspirasi 5. Observasi tanda
dan kemudahan tanda hipoventilasi
bernafas 6. Monitor respon klien
3. Suara nafas tambahan terhadap pemberian
tidak ada oksigen
4. Nafas pendek tidak 7. Suctioning jalan
ada nafas