Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma capitis adalah suatu gangguaan traumatik dari fungsi otak disertai perdarahan
interstitial dalam substansi otak tanpa terputusnya kontinuitas dari otak (Purnama Junadi dkk,
1992). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal
yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi
fisik, fungsi tingkah laku dan emosional (Widagdo, Wahyu, 2008).
Trauma capitis atau cedera kepala diakibatkan karena benturan pada kepala, kecelakaan lalu
lintas, berupa tabrakan kendaraan bermotor, terjatuh dari ketinggian (misalnya pohon,
gedung, dan rumah), tertimpa benda (misalnya: alat-alat berat, batang pohon, kayu, dan
sebagainya), olahraga, trauma kelahiran, dan korban kekerasan (misalnya senjata api, golok,
parang, balik, palu dan sebagainya).
Insiden trauma kapitis karena kecelakaan di Indonesia adalah 30% meninggal dalam satu
minggu perawatan, 40% meninggal dalam satu hari perawatan dan 50% meninggal sebelum
tiba di rumah sakit (Sidharta, 2003).
Menurut data Medical Record Rumah Sakit Stella Maris Makassar pasien yang dirawat
dengan trauma kapitis sepanjang tahun 2009 berjumlah 31 orang ( 0,36%) dari 8574 pasien di
Rumah Sakit Stella Maris Makassar. Kasus terbanyak pada usia dewasa muda-tua sebanyak
16 orang (0,19%) disusul kemudian pada kelompok usia remaja 12 orang (0,14%) dan kassus
terendah pada kelompok usia lanjut yaitu 3 orang (0,03%). Berdasarkan jenis kelamin,
ditentukan kasus trauma kapitis lebih banyak di alami oleh Laki-laki yaitu 19 jiwa (0,22%)
sedangkan perempuan sebanyak 12 jiwa (0,14%). Tercatat pula angka kematian pad kasus ini
sebanyak 1 pasien (0,01%).
Penyebab kematian pada pasien trauma kapitis yaitu adanya penekanan pada otak
menyebabkan pembuluh darah pecah sehingga menyebabkan hematoma. Efek utama sering
lambat sampai hematoma tersebut cukup besar dan akan menimbulkan edema otak. Edema
otak ini dapat menyebabkan peningkatan intracranial yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan batang otak. Herniasi ini dapat menibulkan iskemik, infark, kerusakan otak
irreversible dan kematian (Selekta Kapita, 2007).
Kasus cedera kepala mempunyai beberapa aspek khusus penyembuhan, antara lain
kemampuan regenerasi sel otak yang sangat terbatas, kemungkinan komplikasi yang
mengancam jiwa atau menyebabkan kecacatan, juga karena terutama mengenai pria dalam
usia produktif yang biasanya merupakan kepala keluarga. Adanya tingkat kesulitan dalam
pengobatan dan penanganan menyebabkan tingginya angka kematian sehingga pragnosa
pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memperoleh pengalaman nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan system neurology. Di ruangan ICU-ICCU Rumah Sakit Stella Maris
Makassar pada tanggal 19-21 Maret 2010.
2. Tujuan Khusus
1) Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan proses pengkajian dan analisis data
pada pasien dengan Trauma Capitis.
2) Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Trauma Capitis.
3) Menetapkan perencanaan terhadap pasien Trauma Capitis.
4) Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan rencana asuhan keperawatan pada
pasien dengan Trauma Capitis.
5) Menyusun dokumentasi keperawatan terhadap pasien dengan Trauma Capitis.
6) Memperoleh pengalaman nyata dalam penilaian terhadap pasien dengan Trauma Capitis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Trauma capitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, sosial atau sebagai gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan pada fungsi otak. (Black, 1997)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi, 2003
B. Etiologi
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan
C. Patofisiologi :
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai
bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.Dalam keadaan normal cerebal blood
flow (CBF) adalah 5060 ml/menit/100gr jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac
output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar (Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998)
D. Manifestasi Klinis
1. Cedera Kepala Ringan
1) cedera kepala sekunder yang ditandai dengan nyeri kepala, tadak pingsan, tidak muntah,
tidak ada tanda-tanda neurology.
2) Komusio serebri ditandai denga tidak sadar kurang dari 10 menit, muntah, nyeri kepala,
tidak ada tanda-tanda neurology.
2. Cedera Kepala Sedang
Ditandai dengan pingsan lebih dari 10 menit, muntah, amnesia, dan tanda-tanda neurology.
3. Cedera Kepala Berat
1) laserasi serebri ditandai dengan pingsan berhari-hari atau berbulan-bulan, kelumpuhan
anggota gerak, biasanya disertai fraktur basis kranii.
2) Perdarahan epidural ditandai dengan pingsan sebentar-sebentar kemudian sadar lagi
namun beberapa saat pingsan lagi, mata sembab, pupil anisokor, bradikardi, tekanan darah
dan suhu meningkat.
3) Perdarahan subdural ditandai dengan perubahan subdural, nyeri kepala, TIK meningkat,
lumpuh
E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel
pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.EEG : memperlihatkan keberadaan/
perkembangan gelombang.
4. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur dan
garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
5. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak..
6. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
7. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
8. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam
peningkatan TIK.
9. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK.
10. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran.
11. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.
F. Penatalaksanaan
1. Penaganan terhadap 5B yaitu :
1) Breathing : Bebaskan obstruksi, suction, intubasi, trakeostomi
2) Blood : Monitor TD, pemeriksaan Hb, leukosit
3) Brain : Ukur GCS
4) Bladder : Kosongkan bladder karena urine yang penuh dan merangsang mengedan.
5) Bower : Kosongkan dengan alasan dapat meningkatkan TIK
2. Penatalaksanaan Medik
1) Konservatif
a) Istirahat baring di tempat tidur.
b) Analgetik untuk mengurangi rasa sakit.
c) Pemberian obat penenang
d) Pemberian obat gol osmotic diuretic ( manitol). Untuk mengatasi edema serebral.
e) Setelah keluhan-keluhan hilang, maka mobilisasi dapat dilakukan secara bertahap,
dimulai dengan duduk di tempat tidur, berdiri lalu berjalan.
2) Operatif
Operasi hanya dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti pada perdarahan epidural dan
perdarahan subdural dengan maksud menghentikan perdarahan dan memperbaiki fraktur
terbuka jaringan otak yang menonjol keluar, atau pada fraktur dimana fragmen-fragmen
tulang masuk ke jaringan otak
G. Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian:
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesehatan, letargi, Hemiparase, quadrepelgia, Ataksia cara berjalan tak
tegap, Masalah dalam keseimbangan, Cedera (trauma) ortopedi, Kehilangan tonus otot, otot
spastic.
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi), Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia).
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.
4. Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
5. Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
6. Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan
pupil (respon terhadap cahaya, simetri, Wajah tidak simetris, Genggaman lemah, tidak
seimbang, Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah
tidak bisa beristirahat, merintih.
8. Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi, Gangguan penglihatan, Gangguan kognitif, Gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis, Demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
2. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera
pada pusat pernafasan otak).
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi/ interpasi trauma atau defisit
neurologis.
4. Perubahan Proses Pikir Berhubungan Dengan Perubahan Fisiologis
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera
kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh
mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau
hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak
menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam,
tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk
pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.
Pengkajian :
1. Aktivitas/ Istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas Ego dan Eliminasi
4. Makanan/ cairan
5. Neurosensoris
6. Nyeri/ Kenyamanan
7. Keamanan
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
2. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera
pada pusat pernafasan otak).
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi/ interpasi trauma atau defisit
neurologis.
4. Perubahan Proses Pikir Berhubungan Dengan Perubahan Fisiologis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2001). Keperawatan medical bedah edisi 8. vol 2. EGC Jakarta.
Boughman Diane. E (2001). Buku saku keperawatan medical bedah. EGC : Jakarta.
Evelyn C. Peace (1998). Anatomo fisiologi untuk paramedic. PT Gramedia: Jakarta.
Marlyn Doenges (1993). Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien. EGC :Jakarta.
Syaifudin (1997). Anatomi fisiologi. EGC : Jakarta.
Guyton& hall (1997). Buku ajar fisiologi kedoteran . EGC : Jakarta.
TUGAS : ILMU PENYAKIT DALAM
MAKALAH
TRAUMA KAPITIS
(NEUROLOGI)
BY
NAMA : NURLENA
NIM : 12.12.1028
KELAS : IIB
2014