You are on page 1of 11

I.

KONSEP DASAR ANSIETAS


A. Defenisi
Menurut Lynn S.Bickley (2009), kecemasan merupakan reaksi yang sering
terjadi pada keadaan sakit, pengobatan, dan sistem perawatan kesehatan itu sendiri, bagi
sebagian klien kecemasan merupakan saringan terhadap persepsi dan reaksi mereka,
bagi sebagian lainnya kecemasan dapat menjadi bagian dari sakit yang dideritanya.
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi
(Videbeck, 2008).
B. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,
yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,
bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik yaitu :
1) Ketegangan otot ringan.
2) Sadar akan lingkungan.
3) Rileks atau sedikit gelisah.
4) Penuh perhatian.
5) Rajin
b. Respon kognitif yaitu :
1) Lapang persepsi luas
2) Terlihat tenang, percaya diri
3) Perasaan gagal sedikit
4) Waspada dan memperhatikan banyak hal
5) Mempertimbangkan informasi
6) Tingkat pembelajaran optimal
c. Respon emosional yaitu :
1) Perilaku otomatis
2) Sedikit tidak sadar
3) Aktivitas menyendiri
4) Terstimulasi
5) Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang
benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :

Nurhasni, S.Kep
1) Ketegangan otot sedang
2) Tanda-tanda vital meningkat
3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
4) Sering mondar-mandir, memukul tangan
5) Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
6) Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respon kognitif :
1) Lapang persepsi menurun
2) Tidak perhatian secara selektif
3) Fokus terhadap stimulus meningkat
4) Rentang perhatian menurun
5) Penyelesaian masalah menurun
6) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional :
1) Tidak nyaman
2) Mudah tersinggung
3) Kepercayaan diri goyah
4) Tidak sabar
5) Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan
respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik :
1) Ketegangan otot berat
2) Hiperventilasi
3) Kontak mata buruk
4) Pengeluaran keringat meningkat
5) Bicara cepat, nada suara tinggi
6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
7) Rahang menegang, mengertakan gigi
8) Mondar-mandir, berteriak
9) Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif :
1) Lapang persepsi terbatas
2) Proses berpikir terpecah-pecah
3) Sulit berpikir
4) Penyelesaian masalah buruk
5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
6) Hanya memerhatikan ancaman
7) Preokupasi dengan pikiran sendiri
8) Egosentris

Nurhasni, S.Kep
c. Respons emosional :
1) Sangat cemas
2) Agitasi
3) Takut
4) Bingung
5) Merasa tidak adekuat
6) Menarik diri
7) Penyangkalan
8) Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik :
1) Flight, fight, atau freeze
2) Ketegangan otot sangat berat
3) Agitasi motorik kasar
4) Pupil dilatasi
5) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
6) Tidak dapat tidur
7) Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
8) Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif :
1) Persepsi sangat sempit
2) Pikiran tidak logis, terganggu
3) Kepribadian kacau
4) Tidak dapat menyelesaikan masalah
5) Fokus pada pikiran sendiri
6) Tidak rasional
7) Sulit memahami stimulus eksternal
8) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional :
1) Merasa terbebani
2) Merasa tidak mampu, tidak berdaya
3) Lepas kendali
4) Mengamuk, putus asa
5) Marah, sangat takut
6) Mengharapkan hasil yang buruk
7) Kaget, takut
8) Lelah

Nurhasni, S.Kep
C. Rentang Respon Kecemasan

Gambar 1. Rentang Respon Kecemasan (Stuart & Sundeen, 1990).

D. Etiologi / Penyebab
Menurut Sylvia D.Elvira (2008 : 11) adalah sebagai berikut : Ada beberapa factor
yang menyebabkan kecemasan , antara lain faktor organ biologi, faktor psikoedukatif.
Faktor organbiologi adalah ketidakseimbangan zat kimia pada otak yang disebut
neurotransmitter yang disebabkan karena kurangnya oksigen. Faktor psikoedukatif
adalah faktor faktor psikologi yang berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian
seseorang, baik hal yang menentramkan, menyenangkan dan menyedihkan.
a. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional..
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.\
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

Nurhasni, S.Kep
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati,2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik
yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
E. Tanda dan gejala ansietas
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas
(Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan,
gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
F. Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau
mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan
interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan
memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi
sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif
(Suliswati, 2005).
G. Mekanisme koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan
faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan
kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme
koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal,

Nurhasni, S.Kep
memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi
diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat
dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi
masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan
klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. Penatalaksanaan ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya
seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
d. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
e. Tidur yang cukup.
f. Cukup olahraga.
g. Tidak merokok.
h. Tidak meminum minuman keras.

Nurhasni, S.Kep
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan
sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial.

Nurhasni, S.Kep
II. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial (Ansietas)
A. Pengkajian
Menurut Direja (2011), data yang perlu dikaji pada klien dengan masalah
psikososial (ansietas), yaitu:
a. Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata jelek, gelisah,
melihat sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan (seperti: foot shuffling, pergerakan
lengan/tangan), ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam
hidup, insomnia dan perasaan gelisah.
b. Afektif
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan, nyeri
dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap, gemeretak, ketidakpastian,
kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan,
distressed, khawatir, prihatin dan mencemaskan.
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar atau tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, madi meningkat, dilatasi pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri
abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada ekstermitas, eksitasi kardiovaskuler,
peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia, jatung berdebar-debar, keragu-raguan
berkemih, kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak,
vasokontriksi superficial, tekanan darah menurun, mual, keseringan berkemih,
pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat.
d. Kognitif
Hambatan berpikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian lemah,
lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan
orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang (memecahkan masalah dan
belajar), kewaspadaan terhadap gejala fisiologis.
e. Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai atau tujuan
hidup, hubungan kekeluargaan atau keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi,
interpersonal-transmisi atau penularan, krisis situasional atau maturasi, ancaman
kematian, ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalahgunaan zat, ancaman
terhadap atau perubahan dalam: status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi
peran, lingkungan dan status ekonomi.
B. Diagnosa Keperawatan
Ansietas
C. Intervensi Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan :
a. Pasien mampu mengenal ansietas.
b. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.

Nurhasni, S.Kep
c. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus
dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah sebagai berikut.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas.
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4) Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri.
1) Pengalihan situasi.
2) Latihan relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan dan
mengendurkan otot-otot.
3) Hipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
4) Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan:
a. Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya.
b. Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ansietas.
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas.
d. Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan ansietas.
e. Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami ansietas
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tanda dan gejala.
c. Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas.
d. Diskusikan cara merawat pasien dengan ansietas dengan cara mengajarkan
teknik relaksasi :
1) Mengalihkan situasi.
2) Latihan relaksasi dengan napas dalam, mengerutkan, dan mengendurkan
otot.
3) Menghipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
e. Diskusikan dengan keluarga perilaku pasien yang perlu dirujuk dan
bagaimana merujuk pasien.

Nurhasni, S.Kep
D. Evaluasi
1. Menyebutkan penyebab ansietas.
2. Menyebutkan situasi yang menyertai ansietas.
3. Menyebutkan perilaku terkait ansietas.
4. Melakukan teknik pengalihan situasi, yaitu tarik napas dalam, relaksasi otot,
dan teknik lima jari.
5. Keluarga menyebutkan pengertian ansietas.
6. Keluarga menyebutkan tanda dan gejala ansietas.
7. Keluarga mengajarkan ke pasien teknik pengalihan situasi, tarik napas dalam,
relaksasi otot, dan teknik lima jari.

Nurhasni, S.Kep
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model kepeawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC

Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :salemba medika

Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC

Nurhasni, S.Kep

You might also like