Professional Documents
Culture Documents
7
1. Time series Tehnique
2. Trend Statement
2.2 Analisa Laporan Keuangan
2.3 Ukuran Variabilitas
1. Gabungan Laporan Keuangan dengan Non Keuangan
3.1 Informasi Pasar Produk
3.2 Informasi Pasar Modal
Kelemahan Analisis Laporan Keuangan
Seperti semua yang ada di dunia, karena tidak ada yang sempurna, analisis
laporan keuangan pun demikian. Analisa laporan keuangan mempunyai
beberapa kelemahan yang akan dijelaskan lebih lanjut oleh beberapa ahli.
Menurut Sofyan S. Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas Laporan
Keuangan (2006:152), ada beberapa kelemahan analisa laporan keuangan,
diantaranya sebagai beriktu :
1. Analisa laporan keuangan didasarkan pada laporan keuangan. Oleh
karena itu, kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat, agar
kesimpulan dari analisa yang dilakukan itu tidak salah.
2. Objek analisa laporan keuangan hanya laporan keuangan.
3. Objek analisa laporan keuangan adalah data histories yang
menggambarkan masa lalu dan kondisi ini bias berbeda dengan kondisi atau
keadaan masa depan.
4. Laporan keuangan hasil konsolidasi atau hasil konversi mata uang asing
perlu mendapat perhatian tersendiri, karena perbedaan bias saja timbul
karena masalah kurs konversi atau metode konsolidasi.
5. Kelemahan analisa laporan keuangan
Tehnik analisa rasio merupakan sebagian dari konsep analisa laporan
keuangan. Tehnik analisa rasio memiliki kelemahan sebagai berikut :
1. Rasio diambil dari data akuntansi yang juga memiliki sifat tersendiri yang
harus diketahui, dan memerlukan tafsiran tersendiri. Dan Bukan tidak
mungkin data akuntansi itu sendiri mengandung data manipulasi atau
kesalahan lainnya. Perbedaan yang sama-sama boleh dalam akuntansi
misalnya perbedaan metode penyusutan akan memberikan data keuangan
yang berbeda, penilaian persediaan, periode akuntansi, dan lain-lain.
2. Dalam menilai suatu rasio baik atau buruk, analisis harus hati-hati. Turn
Over yang tinggi belum tentu baik. Mungkin perusahaan melakukan obral
besar-besaran dan cenderung mau bangkrut atau mungkin jenis
perusahaannya berbeda. Rasio Turn Over untuk supermarket berbeda sekali
dengan perusahaan dealer mobil mewah.
3. Membandingkan dengan Industrial Ratio (yagn belum ada di Indonesia)
harus hati-hati. Karena banyak trick yang digunakan manajemen untuk
memperbaiki rasio.
4. Harus juga disadari bahwa laporan keuangan yang dianalisa tidak
menggambarkan perubahan nilai uang dan tenaga belinya.
5. Hati-hati terhadap kemungkinan adnaya window dressing, income
smoothing atau laporan konsolidasi.
Alat Pengukur Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individual
yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen (Helfert, 2003:67).
8
Untuk menilai kinerja perusahaan perlu dilibatkan analisis dampak keuangan
kumulatif dan ekonomi dari keputusan, dan mempertimbangkannya dengan
menggunakan ukuran komparatif.
Alat kinerja keuangan yang hingga saat ini masih banyak digunakan adalah
rasio keuangan, seperti Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA),
atau Return On Investment (ROI). Analisis Rasio Keuangan sangat
bermanfaat bagi stakeholder, yaitu dalam hal : (1) Memberikan dasar dalam
meramalkan prospek perusahaan pada masa yang akan dating, (2)
Memberikan petunjuk atau gejala gejala yang timbul dari informasi yang
disajika, dan (3) Memudahkan dalam menginterprestasikan laporan
keuangan (Miswanto, 2003:81). Jika dicermati secara seksama penilaian
kinerja dengan menggunakan rasio keuangan mengandung keterbatasan
yang sangat fundamental. Beberapa keterbatasan tersebut antara lain : (1)
Rasio Keuangan tidak disesuaikan dengan tingkat harga, (2) Rasio Keuangan
sulit digunakan sebagai pembanding antar perusahaan sejenis jika terdapat
perbedaan metode akuntansinya dan (3) Rasio Keuangan hanya
menggambarkan kondisi sesaat, yaitu pada tanggal laporan keuangan dan
periode pelaporan keuangan (Munawir, 2002:65).
Rasio Keuangan adalah suatu bentuk rumusan matematis yang
menunjukkan hubungan diantara variable variable yang terdapat dalam
laporan keuangan (Miswanto, 2003:81). Dalam analisis rasio keuangan
terdapat beberapa kategori yang terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas,
profitabilitas, aktivitas dan nilai pasar. Khusus rasio nilai pasar ini berlaku
untuk perusahaan yang sudah go public.
Pengambilan Keputusan
Setiap tindakan yang dilakukan orang sebenarnya sudah melalui proses
pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan ini didasarkan pada
informasi. Dalam proses pengambilan keputusan yang baik, peranan model
dan informasi sangat penting. Semakin banyak dan akurat informasi
mestinya semakin baik keputusan yang diambil. Dalam dunia bisnis,
keputusan yang salah akan menghasilkan kerugian bagi perusahaan.
Sedangkan keputusan yang benar akan menghasilkan keuntungan (laba)
bagi perusahaan.
Menurut Sofyan S. Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas Laporan
Keuangan (2006:39), Pengambilan Keputusan adalah Proses memilih satu
alternatif daari beberapa alternatif yang ada. Pengambilan keputusan ini
harus dapat dilakukan oleh semua orang dalam perusahaan jika kita ingin
perusahaan menjadi besar.
Kesulitan Dalam Pengambialan Keputusan
Pengambilan keputusan ini sangat sulit karena beberapa sifat, factor atau
keadaan yang melingkupinya yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Certainly: Kemungkinan akibat yang akan timbul diketahui pasti. Misalnya
jika dimasukkan bahan yang salah produksi pasti rusak.
2. Risk: Kemungkinan akibatnya diketahui tetapi tidak jumlah nilainya.
Misalnya memproduksi barang jenis baru.
3. Uncertainly: Kemungkinan yang timbul tidak diketahui dan tidak pasti,
alternative, dan akibatnya juga serba tidak pasti. Misalnya membuka
perusahaan (bisnis lain yang baru).
9
Penulis lain mencatat beberapa kesulitan mengambil keputusan ini yaitu :
1. Variabel serba tidak pasti, karna menyangkut persoalan kini dan yang
akan datang;
2. Lingkungan yang terus berubah dan tidak pasti;
3. Input dan output juga tidak pasti;
4. Kompleksitas lingkungan;
5. Dinamika masyarakat;
6. Persaingan dan;
7. Risiko yang ada;
Metode Pengambilan Keputusan
Menurut Sofyan S. Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas Laporan
Keuangan (2006:41), Untuk mengambila keputusan dapat menggunakan
metode sebagai berikut :
1. Rational Model
Dalam metode ini kita menggunakan pendekatan rasional dan akal, bukan
berdasarkan subyektif.
2. Behavioral Model
Dalam metode ini pengambilan keputusan diambil jika informasi tidak
lengkap dan jika pun ada mungkin tidak akurat.
3. Irrational Model
Keputusan dibuat cepat, seperti gerakan refleksi, dengan menggunakan
media subyektif yang ada dan terus dicari alasan rasionalnya belakangan.
Prosedur Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan adalah kegiatan memilih tindakan yang tepat
dari beberapa alternative yang dianggap tepat untuk menyelesaikan suatu
persoalan. Umumnya proseddur yang sebaiknya diikuti dalam proses
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Penetapan sasaran atau tujuan yang akan dicapai.
2. Perincian tujuan dalam pola atau kelompok yang operasional.
3. Menyusun tindakan alternatif (courses of Actions) yang akan dipilih, untuk
mewujudkan tujuan yang ditetapkan.
4. Menilai masing-masing tindakan alternatif tersebut.
5. Memilih tindakan yang terbaik sebagai keputusan sementara.
6. Menginventarisasikan akibat-akibat sampingan yang tidak baik dari
keputusan sementara itu.
7. Menetapkan keputusan sementara menjadi keputusan terakhir dengan
menyusun rencana pelaksanaan (rencana implementasi).
Pengertian analisis keuangan system Du Pont
Menurut Bambang Riyanto, dalm bukunya Dasar-dasar pembelanjaan
perusahaan yang sering disebut sebagai Du Pont System adalah suatu
system analisis yang dimaksudkan untuk menunjukan hubungan antara
Return On Investment, Assets Turn Over , dan Profit Margin. ROI adalah
rasio keuntungan neto sesudah pajak dengan jumlah investasi (aktiva)
sehingga dalam Du Pont System diperhitungkan juga bnga dan pajak.
Menurut J. C. Van Horne & J. M. Wachowicz, Jr, dalam buku prinsip-prinsip
Manajemen Keuangan, yang diterjemahkan oleh Heru Sutojo, Sistem Du
Pont adalah system yang menggunakan pendekatan tertentu terhadap
analisis rasio untuk mengevaluasi efektifitas perusahaan.
10
Menurut Sofyan S . Harahap, dalam buku Analisa Kritis Laporan Keuangan,
Du Pont memiliki cara sendiri dalm menganalisa laporannya. Caranya
hamper sama dengan analisa laporan keuangan biasa, namun pendektannya
lebih integrative dan menggunakan komposisi laporan keuangan sebagai
elemen analisisnya.
Menurut Mamduh M. Hanafi & Abdul Halim (2002:90), Analisa Du Pont
adalah analisis yang menghubungkan tiga macam rasio sekaligus, yaitu ROI,
Profit Margin & Asset Turn Over.
Menurut A. J. Keown, dkk (2004:102), analisa du Pont adalh system rasio
keuangan yang dirancang untuk menyelidiki determninan rasio
pengembalian ekuitas pemegang saham dan pengembalian aktiva
Analsis Rasio
Menurut Munawir (2004:37) Analisis rasio adalah suatu metode analisa
untuk mengetahui hubungan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan
laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
Menurut Mahmud M.Hanadie (2005:77) Analisis rasio adalah penggabungan
yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya
dalam laporan keuangan, hubungan antara unsur laporan tersebut
dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana.
Analisis ratio merupakan bentuk atau cara umum yang digunakan dalam
analisis laporan keuangan dengan kata lain diantara alat-alat analisis yang
selalu digunakan untuk mengukur kekuatan atau kelemahan suatu
perusahaan di bidang keuangan adalah analisis ratio keuangan (Financial
Ratio Analysis)
Dalam Keown dkk (2002:60) tujuan dari analisis ratio adalah untuk
membantu manager finansial memahami apa yang perlu dilakukan oleh
perusahaan, berdasarkan informasi yang tersedia dan sifatnya terbatas.
Analisis ratio pada dasarnya tidak hanya berguna bagi kepentingan intern
perusahaan saja melainkan juga pihak luar dan ini berbeda menurut
kepentingan khusus dari analisis atau pihak yang berkepentingan.
Analisis ratio berguna bagi para analisis intern untuk membantu manajemen
membuat evaluasi mengenai hasil-hasil operasinya, memperbaiki kesalahan-
kesalahan dan menghindari keadaan yang dapat menyebabkan kesultan
keuangan.
15
Peraturan Penyampaian Laporan Keuangan di Indonesia
Pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dinyatakan
dengan jelas bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan
keuangan berkala dan laporan insidental lainnya kepada Bapepam. Bapepam
mengeluarkan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-
80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik
untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan
auditor independennya kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir
bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan
perusahaan. Namun sejak tanggal 30 September 2003, Bapepam semakin
memperketat peraturan dengan dikeluarkannya Peraturan Bapepam Nomor
X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003
tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala.
Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 ini menyatakan bahwa laporan keuangan
tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim
dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan
ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Dalam Peraturan
Bapepam Nomor X.K.2 disebutkan bahwa Laporan Keuangan yang harus
disampaikan ke Bapepam terdiri dari:
1. neraca;
2. laporan laba rugi;
3. laporan perubahan ekuitas;
4. laporan arus kas;
5. laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai
dengan jenis industrinya; dan
6. catatan atas laporan keuangan.
Namun peraturan tersebut kemudian tidak berlaku bagi emiten atau
perusahaan publik yang efeknya tercatat di Bursa Efek di Indonesia dan
Bursa Efek di negara lain, dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor 40/BL/2007 tentang
Jangka Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Berkala dan Laporan
Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Efeknya Tercatat di Bursa
Efek di Indonesia dan Bursa
Efek di Negara Lain. Dalam lampirannya, yaitu Peraturan Bapepam Nomor
X.K.7, disebutkan bahwa batas waktu penyampaian laporan keuangan
tahunan kepada Bapepam dan LK dilakukan mengikuti ketentuan di negara
lain tersebut.
Berkaitan dengan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
persyaratan ketepatan waktu merupakan suatu keharusan, karena
perusahaan yang tidak tepat waktu menyampaikan laporan keuangannya
akan dikenakan sanksi administrasi dan denda sesuai dengan ketentuan
pasal 63 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang
Pasar Modal yang menyatakan bahwa :
Emiten yang pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif,dikenakan
sanksi denda Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan
16
penyampaian laporan dengan ketentuan jumlah keseluruhan denda paling
banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Pasar modal di Indonesia memandang keterlambatan tersebut sebagai
pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan informasi di pasar modal.
Ketepatan waktu juga turut mendukung kinerja pasar yang efisien dan cepat
serta mengurangi kebocoran dan rumor di pasar saham (Ukago, 2004).
Ketepatan Waktu (Timeliness)
Salah satu cara untuk mengukur transparansi dan kualitas pelaporan
keuangan adalah ketepatan waktu. Rentang waktu antara tanggal laporan
keuangan perusahaan dan tanggal ketika informasi keuangan diumumkan ke
publik berhubungan dengan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan
(McGee, 2007).
Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan harus memenuhi empat
karakteristik kualitatif yang merupakan ciri khas yang membuat informasi
laporan keuangan berguna bagi para pemakainya. Keempat karakteristik
tersebut yaitu dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan.
Untuk
mendapatkan informasi yang relevan tersebut, terdapat beberapa kendala,
salah satunya adalah kendala ketepatan waktu.
Hendriksen dan Van Breda (2000, h.145) menyatakan bahwa informasi tidak
dapat relevan jika tidak tepat waktu, yaitu hal itu harus tersedia bagi
pengambil keputusan sebelum kehilangan kapasitasnya untuk
mempengaruhi keputusan. Ketepatan waktu tidak menjamin relevansinya,
tetapi relevansi tidaklah mungkin tanpa ketepatan waktu. Oleh karena itu,
ketepatan waktu adalah batasan penting pada publikasi laporan keuangan.
Akumulasi, peringkasan dan penyajian selanjutnya informasi akuntansi harus
dilakukan secepat mungkin untuk menjamin tersedianya informasi sekarang
di tangan pemakai. Ketepatan waktu juga menunjukkan bahwa laporan
keuangan harus disajikan pada kurun waktu yang teratur untuk
memperlihatkan perubahan keadaan perusahaan yang pada gilirannya
mungkin akan mempengaruhi prediksi dan keputusan pemakai.
Dyer dan Mc Hugh (1975) dalam Hilmi dan Ali (2008) menggunakan tiga
kriteria keterlambatan untuk melihat ketepatan waktu dalam penelitiannya:
(1) preliminary lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai penerimaan laporan akhir preleminary oleh bursa (2) auditors report
lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal
laporan auditor ditandatangani, (3) total lag: interval jumlah hari antara
tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan
oleh bursa.
Sesuai dengan peraturan X.K.2 yang diterbitkan Bapepam, maka
penyampaian laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dikatakan tepat
waktu apabila diserahkan sebelum atau paling lambat pada akhir bulan
ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan publik
tersebut. Keterlambatan penyampaian laporan keuangan bisa berakibat
buruk bagi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
tidak langsung, para investor mungkin
17
menanggapi keterlambatan tersebut sebagai sinyal yang buruk bagi
perusahaan.
Secara langsung, sebagai contoh di pasar modal Indonesia pada tahun 2009,
perusahaan-perusahaan publik yang melanggar prinsip keterbukaan
informasi dengan tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan tepat
waktu telah dikenakan sanksi administrasi dan denda.
18
Ketujuh tujuan ini terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi, neraca,
laporan arus kas dan pengungkapan laporan keuangan.
Menurut PSAK No. 1 :
Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah untuk memberikan
informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas, perusahaan yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka
membuat keputusan keputusn ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai
perusahaan yang meliput: 1) aktiva, 2) kewajiban, 3) ekuitas, 4)
pendapatan, beban termasuk keuntungan dan kerugian, 5) arus kas.
2. Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen komponen berikut
ini:
a) Neraca
b) Laporan laba rugi
c) Laporan perubahan ekuitas
d) Laporan arus kas
e) Catatan atas lapoaran keuangan.
2.1 Neraca
Neraca perusahaan disajikan sedemikian rupa yang menggambarkan posisi
keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu maksudnya adalah
menunjukkan keadaan keuangan pada tanggal tertentu biasanya pada saat
tutup buku. Neraca minimal mencakup pos pos berikut (IAI, 2004) :
a) Aktiva berwujud,
b) Aktiva tidak berwujud,
c) Aktiva keuangan,
d) Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas,
e) Persediaan,
f) Piutang usaha dan piutang lainnya,
g) Kas dan setara kas,
h) Hutang usaha dan hutang lainnya,
i) Kewajiban yang diestimasi,
j) Kewajiban berbunga jangka panjang,
k) Hak minoritas,
l) Modal saham dan pos ekuitas lainnya.
2.2 Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis mengenai
penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama
periode tertentu (Munawir, 2000:26). Tujuan pokok laporan laba rugi adalah
melaporkan kemampuan riil perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Laporan laba rugi perusahan disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan
berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara
wajar. Laporan laba rugi minimal mencakup pos pos berikut (IAI, 2004:) :
a) Pendapatan,
b) Laba rugi usaha,
c) Beban pinjaman,
19
d) Bagian dari laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang
diperlukan menggunakan metode ekuitas,
e) Beban pajak,
f) Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan,
g) Pos luar biasa,
h) Hak minoritas,
i) Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
2.3 Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menggambarkan peningkatan atau penurunan
aktiva bersih atau kekayaan selama periode yang bersangkutan. Perusahaan
harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama
laporan keuangan, yang menunjukan (IAI, 2004) :
a) Laba atau rugi bersih perode yang bersangkutan,
b) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta
jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam
ekuitas,
c) Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan
terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait,
d) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik,
e) Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta
perubahan, dan
f) Rekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing masing jenis modal saham,
agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan
secara terpisah setiap perubahan.
Laporan perubahan ekuitas, kecuali untuk perubahan yang berasal dari
transaksi dengan pemegang saham seperti setoran modal dan pembayaran
dividen, menggambarkan jumlah keuntungan dan kerugian yang berasal dari
kegiatan perusahaan selama periode yang bersangkutan.
2.4 Laporan arus kas
Laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para
pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan,
struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan
untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptsi
dengan perubahan keadaan dan peluang (IAI, 2004). Informasi arus kas
berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas
dan setara kas dan memungkinkan para pemakai mengembangkan model
untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan
(future cash flow) dari berbagai perusahaan.
2.5 Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos
dalam neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas harus berkaitan
dengan informasi yang terdapat catatan atas laporan keuangan. Catatan
atas laporan keuangan mengungkapkan (IAI, 2004) :
a) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang
penting,
b) Informasi yang diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus
20
kas, dan laporan perubahan ekuitas,
c) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi
diperlukan dalam rangka penyajian secar wajar.
3. Analisis Laporan Keuangan
Menurut Leopold A. Bernstein, analisis laporan keuangan merupakan suatu
proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi
posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan
masa lalu, dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan prediksi yang
paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa
mendatang (Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty, 2002 : 52 ).
Analisis laporan keuangan mencakup pengaplikasian berbagai alat dan
tehnik analisis pada laporan dan data keuangan dalam rangka untuk
memperoleh ukuran ukuran dan hubungan hubungan yang berarti dan
berguna dalam proses pengambilan keputusan ( Dwi Prastowo dan Rifka
Juliaty, 2002 : 52).
Tujuan analisis laporan keuangan sendiri menurut Dwi Prastowo dan Rifka
Juliaty (2002 : 53) antara lain :
1. sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau
merger
2. sebagai alat forecasting menenai kondisi dan kinerja keuangan di masa
datang
3. sebagai proses diagnosis terhadap masalah masalah manajemen,
operasi atau masalah lainnya
4. sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.
Tehnik analisis laporan keuangan dikategorikan menjadi dua metode, yaitu
(Dwi Prastowo : 54):
1. Metode analisis horizontal, adalah metode analisis yang dilakukan dengan
cara membandingkan laporan keuangan oleh beberapa periode sehingga
dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya.
Metode ini terdiri dari 4 analisis, antara lain :
a. Analisis komparatif (comparative financial statement analysis)
Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah neraca, laporan laba rugi atau
laporan arus kas yang berurutan dari satu periode ke periode berikutnya.
b. Analisis trend
Adalah suatu metode atau teknik analisa untuk mengetahui tendensi
daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik
atau bahkan turun. Sebuah alat yang berguna untuk perbandingan tren
jangka panjang adalah tren angka indeks. Analisis ini memerlukan tahun
dasar yang menjadi rujukan untuk semua pos yang biasanya diberi angka
indeks 100. Karena tahun dasar menjadi rujukan untuk semua
perbandingan, pilihan terbaik adalah tahun dimana kondisi bisnis normal.
c. Analisis arus kas (cash flow analysis)
Adalah suatu analisa untuk sebab sebab berubahnya jumlah uang kas atau
untuk mengetahui sumber sumber serta penggunaan uang kas selama
periode tertentu. Analisis ini terutama digunakan sebagai alat untuk
mengevaluasi sumber dana penggunaan dana. Analisis arus kas
menyediakan pandangan tentang bagaimana perusahaan memperoleh
pendanaannya dan menggunakan sumber dananya. Walaupun analisis
21
sederhana laporan arus kas memberikan banyak informasi tentang sumber
dan penggunaan dana, penting untuk menganalisis arus kas secara lebih
rinci.
d. Analisis perubahan laba kotor (gross profit analysis)
Adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab sebab perubahan laba kotor
suatu perusahaan dari periode ke periode yng lain atau perubahan laba kotor
suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
2. Metode analisis vertikal, adalah metode analisis yang dilakukan dengan
cara menganalisis laporan keuangan pada periode tertentu. Metode ini terdiri
dari 3 analisis, antara lain :
a. Analisis common size
Adalah suatu metode analisis untuk mengetahui prosentase investasi pada
masing masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui
struktur permodalannya dan komposisi perongkosannya yang terjadi
dihubungkan dengan jumlah penjualannya. Analisis common size
menekankan pada 2 faktor, yaitu :
1. sumber pendanaan, termasuk distribusi pendanaan antara kewajiban
lancar, kewajiban tidak lancar dan ekuitas.
2. komposisi aktiva, termasuk jumlah untuk masing masing aktiva lancar
aktiva tidak lancar.
b. Analisis impas (break-even)
Adalah analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh
suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian,
tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break-even ini
juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk
berbagai tingkat penjualan.
c. Analisis ratio.
Analisis ratio adalah suatu cara untuk menganalisis laporan keuangan yang
mengungkapkan hubungan matematik antara suatu jumlah dengan jumlah
lainnya atau perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya.
Berikut ini akan di bahas lebih lanjut mengenai analisis ratio, karena
penelitian ini akan menggunakan analisis ratio dalam menganalisis laporan
keuangannya, guna memprediksi kondisi keuangan perusahaan yang tidak
sehat.
Analisis rasio (ratio analysis) merupakan suatu alat analisis keuangan yang
sangat populer dan banyak digunakan. Namun perannya sering disalah
pahami dan sebagai konsekuensinya, kepentingan sering dilebih lebihkan.
Kita harus ingat bahwa rasio merupakan alat untuk menyatakan pandangan
terhadap kondisi yang mendasari, dalam hal ini adalah kondisi financial
perusahaan. Rasio merupakan titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang
diinterpretasikan dengan tepat mengidentifikasikan area yang memerlukan
investigasi lebih lanjut. Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan
penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan
tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing masing
komponen yang membentuk rasio (Wild, Subramanyan, Hasley, 2004:).
Rasio harus diinterpretasikan dengan hati hati karena faktor faktor yang
mempengaruhi pembilang dapat berkorelasi dengan faktor yang
mempengaruhi penyebut. Sebagai contoh, perusahaan dapat memperbaiki
22
rasio beban operasi terhadap penjualan dengan mengurangi biaya yang
menstimulasi penjualan. Pengurangan jenis biaya seperti ini, kemungkinan
berakibat pada penurunan penjualan atau pangsa pasar jangka panjang.
Dengan demikian, profitabilitas yang tampaknya membaik dalam jangka
pendek, dapat merusak prospek perusahaan di masa depan. Kita harus
menginterpretasikan perubahan tersebut dengan tepat. Banyak rasio
memiliki variabel penting yang sama dengan rasio lainnya. Dengan
demikian, tidaklah perlu untuk menghitung semua rasio yang mungkin untuk
menganalisis sebuah situasi. Rasio, seperti sebagian besar teknik analisis
keuangan, tidak relevan dalam isolasi. Rasio bermanfaat bila
diinterpretasikan dalam perbandingan dengan 1) rasio tahun sebelumnya, 2)
standar yang ditentukan sebelumnya, 3) rasio pesaing. Pada akhirnya,
variabilitas rasio sepanjang waktu sama pentingnya dengan trennya.
Beberapa studi telah menguji penggunaan informasi analisis keuangan
dengan menggunakan rasio keuangan yang dihitung dari informasi yang
terdapat dalam laporan keuangan untuk menggambarkan keeratan
hubungan antara rasio keuangan dengan fenomena ekonomi. Pada
umumnya analisis terhadap rasio merupakan langkah awal dalam analisis
keuangan guna menilai prestasi dan kondisi keuangan suatu perusahaan.
Ukuran yang digunakan adalah rasio yang menunjukkan hubungan antara
dua data keuangan. Beberapa rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi
(Husnan, 1994; Machfoedz,1998 dalam Siddik,2003) :
1. Rasio Likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban financial jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan pada besar kecilnya
aktiva lancar.
a. Current Ratio, merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan
hutang lancar.
b. Quick Ratio, dihitung dengan mengurangkan persediaan dari aktiva
lancar, kemudian membagi sisanya dengan hutang lancar
2. Rasio Sensitivitas, menunjukkan proporsi penggunaan hutang guna
membiayai investasi perhitungannya ada 2 cara, pertama memperhatikan
data yang ada di neraca guna menilai seberapa besar dana pinjaman
digunakan dalam perusahaan; kedua, mengukur resiko hutang dari laporan
laba rugi untuk menilai seberapa besar beban tetap hutang (bunga ditambah
pokok pinjaman) dapat ditutup oleh laba operasi. Rasio sensitivitas ini antara
lain :
a. Total debt to total assets, mengukur presentase penggunaan dana dari
kreditur yang dihitung dengan cara membagi total hutang dengan total
aktiva.
b. Debt equity ratio, perbandingan antara total utang dengan modal.
c. Time interest earned, dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan
pajak (EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mengukur seberapa jauh laba
bisa berkurang tanpa menyulitkan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
membayar bunga tahunan.
3. Rasio produktivitas, mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
sumber sumber daya sebagaimana digariskan oleh kebijaksanaan
perusahaan. Rasio ini menyangkut perbandingan antara penjualan dengan
aktiva pendukung terjadinya penjualan artinya rasio ini menganggap bahwa
23
suatu perbandingan yang layak harus ada antara penjualan dan berbagai
aktiva misalnya : persediaan, piutang, aktiva tetap, dan lain lain. Rasio
produksi meliputi : inventory turnover, fixed assets turnover, account
receivable turnover, total assets turnover.
4. Rasio profitabilitas, digunakan untuk mengukur seberapa efekif
pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan keuntungan,
a. Profit margin on sales, dihitung dengan cara membagi laba setelah pajak
dengan penjualan.
b. Return on total assets, perbandingan antara laba setelah pajak dengan
total aktiva guna mengukur tingkat pengembalian investasi total.
c. Return on net worth, perbandingan antara laba setelah pajak dengan
modal sendiri guna mengukur tingkat keuantungan investasi pemilik modal
sendiri.
5. Rasio pasar, diterapkan untuk perusahaan yang telah go public dan
mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai terutama pada
pemegang saham dan calon investor.
a. Price earning ratio, rasio antara harga pasar saham dengan laba per
lembar saham. Jika rasio ini lebih rendah dari pada rasio industri sejenis,
bisa merupakan indikasi bahwa investasi pada saham perusahaan ini lebih
beresiko daripada rata rata industri.
b. Market to book value, perbandingan antara nilai pasar saham dengan nilai
buku saham, juga merupakan indikasi bahwa para investor menghargai
perusahaan.
2.5 Prediksi Financial Distress
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah
perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau
kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kelangsungan hidup perusahaan
sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk
mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.
Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam
keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum
kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri biasanya diartikan sebagai suatu
keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi
memenuhi kewajiban kewajiban debitur karena perusahaan mengalami
kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan
usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan
dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan
bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi
perusahaan dan kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup
dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan
mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan
dapat dilakukan tindakan tindakan untuk mengantispasi yang mengarah
kepada kebangkrutan.
Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak pihak.
Pihak pihak yang menggunakan model tersebut meliputi :
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress
menpunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam
24
memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan
kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika
akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan
pembayaran kembali pokok dan bunga.
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab
mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan
individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk
mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai
stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan
antitrust regulation.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna
bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka
perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara)
dan biaya tidak langsung (kerugan penjualan atau kerugian paksa akibat
ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial
distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan
otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari
kebangkrutan.
25
Tetap Rp. xx (+)
Harga pokok produk .. Rp. xx
Perhitungan Harga pokok menurut Metode Variabel Costing
Biaya bahan baku Rp. xx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xx
Biaya overhead variabel Rp. xx (+)
Harga pokok produk Rp. xx
Perbedaan kedua metode perhitungan tersebut di atas, terletak pada
perlakuan terhadap Biaya Overhead Pabrik yang bersifat tetap, dimana pada
metode full costing diperhitungkan sebagai harga pokok, sedang pada
variable costing tidak diperhitungkan.
Alasannya adalah : BOP tetap tidak melekat pada persediaan produk yang
belum laku dijual, oleh karena itu diperhitungkan sebagai Biaya Periodik
yang akan dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya BOP tetap
tersebut
26
system dapat juga dijadikan alat manajemen dalam melahirkan continuous
improvement.
Model ABC yang berbasis pada definisi tersebut diatas mempunyai 2 sudut
pandang yaitu:
1. Cost Assignment View (sudut pandang pembebanan biaya)
Sudut pandang ini ABC merefleksikan kebutuhan organisasi untuk
membebankan biaya ke aktivitas dan obyek biaya (baik produk, jasa
maupun konsumen) dan untuk menganalisis keputusan-keputusan yang
diambil (misalnya dalam hal penetapan harga, bauran produk, perencanaan
produk, perancangan produk dan lainnya). Cost assignment view ini
dibentuk dari bebrapa building block, tiga yang utama adalah:
c. Obyek biaya, titik akhir pelacakan biaya. Suatu obyek biaya adalah
mengapa suatu kerja dilakukkan dalam perusahaan, dan dapat berbentuk
produk ataupun customer.
2. Process view
Sudut pandang ini ABC menyediakn informasi mengenai kerja yang telah
dilakukan dalam suatu aktivitas dan hubungan antara kerja tersebut dengan
aktivitas yang lain.
Biaya jasa berdasar ABC dapat memberikan dasar yang layak dalam
pengambilan keputusan, diantaranya keputusan untuk membeli atau
membuat keputusan.
28
2.4. Konsep Dasar ABC Sistem
Anggapan yang mendasari konsep ABC adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan menimbulkan biaya
ABC berangkat dengan anggapan bahwa sumber daya pembantu atau
sumber daya tidak langsung menyediakan kemampuan untuk melaksanakan
kegiatan, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus
dialokasikan.
2. Produk menyebabkan timbulnya permintaan dan kegiatan.
Untuk membuat produk diperlukakn berbagai kegiatan, dan setiap kegiatan
memerlukan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut.
Dengan konsep dasar ABC tersebut, biaya merupakan konsumsi sumber
daya (seperti bahan baku, sumber daya manusia, tekhnologi, modal)
dihubungkan dengan kegiatan yang mengkonsumsi sumber daya tersebut.
Dengan demikian hanya dengan mengelola dengan baik kegiatan untuk
menghasilkan produk dan jasa, manjemen akan mampu membawa
perusahan unggul dalam persingan jangka panjang. Untuk mampu
mengelola kegiatan perusahaan, manajemen memerlukan informasi biaya
yang mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai kegiatan
perusahaan.
Pada awal penggembangannya ABC digunakan dalam perusahaan-
perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai macam produk dengan
biaya overhead tinggi. Dalam merancang ABC, kegiatan untuk memproduksi
dan menjual produk dalam perusahaan yang menghasilkan berbagai macam
produk dapat digolongkan ke dalam 4 macam kelompok besar yaitu:
1. Facility Sustaining Activity Cost
Biaya ini berhubungan dengan kegiatan untuk mempertahankan kapasitas
yang dimiliki perusahaan. Biaya depresiasi dan amortisasi, biaya asuransi,
biaya gaji karyawan kunci perusahaan adalah contoh jenis biaya yang
termasuk dalam facility sustainining activity cost. Biaya dibebankan kepada
produk atas dasar taksiran unit produk yang dihasilkan kapasitas activity
cost.
2. Product Sustaining Activity Cost
Biaya ini berhubungan dengan penelitian dan pengembangan produk
tertentu dan biaya-biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat
dipasarkan. Biaya ini tidak terpengaruh oleh jumlah unit yang diproduksi dan
jumlah batch produksi yang dilaksanakan oleh divisi penjual. Contoh biaya
ini adalah biaya desain produk, desain proses pengolahan produk, pengujian
produk, biaya ini dibebankan kepada produk atas dasar taksiran jumlah unit
produk tertentu yang akan dihasilkan selama umur produk tertentu (product
life cycle).
3. Batch Activity Cost
Biaya ini berhubungan dengan jumlah batch produk yang diproduksikan.
Setiap cost yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan
mesin dan peralatan sebelum suatu order prosuksi diproses adalah contoh
biaya yang termasuk dalam golongan biaya ini, besar kecilnya biaya ini
tergantung dari frekuensi order produksi yang diolah oleh fungsi produksi.
Biaya ini tidak dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi dalam
setiap order produksi. Pembeli dibebani batch activity cost berdasarkan
29
jumlah batch actiity cost yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam setiap
menerima order dari pembeli.
4. Unit Level Activity Cost
Biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan.
Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya angkutan adalah
contoh biaya yang termasuk dalam golongan ini, biaya ini dibebankan
kepada produk berdasarkan jumlah unit produk dikalikan dengan jumlah
produk yang sesunguhnya diperoleh.
2.5 Manfaat dan Kendala ABC
2.5.1 Manfaat ABC
ABC juga menekankan bahwa produk-produk atau jasa yang dihasilkan tidak
secara langsung menyerap sumber daya, tetapi menyerap aktivitas-aktivitas.
Aktivitas-aktivitas inilah yang secara langsung mengkonsumsi sumber daya.
Menurut Cooper, ABC punya maksd sebagai berikut:
1. Memperbaiki mutu pengambilan keputusan.
Dengan informasi biaya produk yang lebih teliti, kemungkinan manajemen
melakukan pengambilan keputusan dengan resiko yang lebih kecil, informasi
biaya produk yang lebih teliti sangat penting artinya bagi manajemen jika
perusahaan menghadapi persaingan yang sangat tajam.
2. Kemungkinan manajemen melakukan perbaikan terus menerus terhadap
kegiatan untuk mengurangi biaya overhead.
ABC mengidentifikasi biaya overhead dengan kegiatan yang menimbulkan
biaya tersebut. dengan demikian informasi biaya yag dihasilkan oleh ABC
dapat digunakan oleh manajemen untuk memantau secara terus menerus
bebagai kegiatan yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan
produk dan melayani konsumen. Perbaikan berbagai kegiatan untuk
menghasilkan produk dan penghilangan kegiatan yang tidak menambah nilai
bagi konsumen dapat dipertimbangkan oleh manajemen bedasar informasi
biaya yang disajikan dengan sistem ABC.
3. Memberikan kemudahan dalam penentuan biaya relevan.
Karena ABC menyediakan informasi biaya yag dihubungkan dengan berbagai
kegiatan untuk menghaslkan produk, maka manajemen akan memperoleh
kemudahan dalam memperoleh informasi yang relevan dengan pengambilan
keputusan yag menyangkut berbagai kegiatan bisnis mereka. Misalnya
manajemen mempertimbangkan untuk melakukan perbaikan dalam
kegaiatan set up fasilitas produksi, ABC dengan cepat mampu menyediakan
informasi batch related activities, sehingga memungkinkan manajer
mempertimbangkan akibat keputusan mereka terhadap konsumsi sumber
daya untuk kegiatan tersebut.
2.5.2 Kendala-kendala Penerapan ABC
Adanya kerancuan bahwa manajemen yang menggunaka ABC menganggap
produknya bisa lebih bersaing karena informasi biaya lebih akurat. ABC
memang merupakan alat yang dapat digunakan manajemn dalam
memperbaiki daya saing. Ebenarnya yang harus dilakukan adalah
memanage aktivitas, bukan biaya. Sebab jika hanya sekedar memanage
biaya, bisa saja aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non value
added) yang biasanya tinggi, manajemen bukannya berusaha meniadakan
aktivitas tersebut, tetapi malah memotong biaya secara kesluruhan,
30
pandangan bahwa ABC dapat digunakan perusahan untuk memperoleh
keunggulan kompetitif adalah hal yang berbahaya dan untuk
menghindarinya sejak awal manajemen harus mengelola aktivitas bukannya
biaya.
Manajemen perlu menyadari apakah sistem manajemen biaya denganABC ini
memberikan informasi biaya yang benar-benar merupakan biaya produksi.
Tiga kendala dari biaya produksi yang dilaporkan berdasar ABC adalah:
a. Alokasi
Walaupun data aktivitas penting diperoleh, tetapi beberapa biaya masih
memrlukan alokasi biaya yang bersarkan volume. Misalnya biaya-biaya yang
berhubungan dengan gedung yaitu biaya sewa, asuransi dan paja bangunan.
Usaha-usaha untuk menelusuri aktivitas-aktivitas penyebab biaya ini
merupakan tindakan yang sia-sia dan tidak praktis.
b. Biaya pengukuran yang tinggi
ABC memerlukan baiya pengeluaran yang tinggi untuk mengoperasikan
sistem ini. Kebanyakan perusahaan hanya punya sedikit activity center
untuk memulainya yang sama untuk pengelompokan activity center.
c. Periode-periode akuntansi
Periode-periode waktu yang arbiter masih digunakna dalam menghitung
biaya-biaya. Banyak manajer yang ingin mengetahui apakah produk yang
dihasilkan mengunutnkan atau tidak. Tujuannya tidak saja untuk mengukur
seberapa banyak biaya yang sudah diserap oleh produk tersebut, tetapi juga
mengukur segi kompetitifnya dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh
perusahaan lain. Manajemen dalam hal ini memerlukan pengukuran dan
pelaporan yang interim. Informasi untuk mengevaluasi perilaku aktivitas
biaya tersebut dapat diberikan pada saat siklus hidup produk itu berakhir
sehingga untuk pengukuran produk yang dimiliki siklus hidup lebih lama
membutuhkan bentuk pengukuran yang interin (sementara).
Selain kendala-kendala tersebut diatas, kendala-kendala yang timbul dalam
penerapan ABC adalah:
a. Banyak perusahaan yang belum secara ekstensif terotomatisasi sehingga
manajer merasa belum perlu mangganti sistem akuntansi biaya tradisional
untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan manufaktur tersebut.
b. Pelaksanaan otomatisasi dilaksanakan secara bertahap sehingga para
manajer hanya memusatkan perhatian pada proses produksi.
c. Kegiatan operasional secara otomatis dan manual dilakukan bersamaan
tetapi sistem akuntansi biaya tradisional disediakan bagi keduanya.
d. Para manajer sering berpendapat bahwa yang utama adalah pelaksanaan
produksi, urutan kertas kerja belakangan.
e. Kebutuhan, pelaporan eksternal mendorong akuntansi keuangan dipakai
juga untuk tujaun akuntansi manajemen internal karena pusat pehatian
sering diarahkan untuk mempersiapkan laporan keuangan eksternal, dengan
demikian banyak manajer meras tidak ada waktu untuk mengubah bentuk
laporan manajemen biaya dengan bentuk abru yang lebih relevan.
f. Keterbatasan sumber daya unutk melaksankan sistem akuntansi
manajemen biaya yang baru.
g. Para manajer sering bertahan untuk tidak berubah karena konflik antar
manajer.
31
2.5.3 Proses Pembebanan Biaya Pada ABC Sistem
Ada dua tahap prosedur pembebanan biaya pada ABC system, yaitu:
1. Prosedur tahap pertama
Pada tahap pertama ABC, aktivitas diidentifikasi, biaya dihubungkan dengan
masing-masing aktivitas. Aktivitas dan biayanya dibagi menjadi kelompok-
kelompok yang homogen. Suatu perusahaab dapat memiliki banyak aktivitas
yang berbeda-beda. Setelah aktifitas diidentifikasim, baiya untuk
menjalankan aktifitas juga ditentukan, dengan demikian perusahaan haru
menentukan activity driver yangsesuai unutk tipe-tipe aktivtas dan
menghitung tiap activity overhead rules. Untuk mengurangi jumlah rate
overhead dan unutk menyederhankan prosesnya, maka aktivitas
dikelompokkan ersama-sama dalam satu set yang homogen berdasar
karakteristik yang sejenis, yaitu aktivitas tersebut saling berhubungan
secara logis dan mempunyai rasio konsumsi untuk semua produk.
Kemudian langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menjumlahkan
biaya dengan semua set yang homogen itu, hal ini disebut dengan
homogeneus cost pool mempunyai rasio konsumsi yang sama, variasi biaya
untuk pool ini dapat dijelaskan dengan activit driver dihitung dengan
menghasilkan tarif kelompok/pool rate. Pada akhir pembebanan biaya pada
tahap pertama ABC menghasilkan:
a. Identifikasi aktifitas
b. Pembebanan biaya pada aktifitas
c. Pengelompokkan aktivitas terkait ke dalam suatu homogeneous cost pool
d. penjumlahan biaya pada suatu ativitas untuk mengidentifikasi
homogeneous cost pool
e. penghitungan pool/overhead rates.
2. Prosedur Tahap kedua
Pada tahap kedua, biaya setiap kelompok dilacak ke produk. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang sudah dihitng pada
tahap pertama dan mengukur jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh
setiap produk. Jumlah sumber daya dikonsumsi setiap produk dinyatakan
oleh jumlah activity center yang digunakan setiap produk, oleh karena itu,
biaya overhead yang dibebankan dari setiap kelompok biaya ke pada setiap
produk dihitung dengan cara mengalikan tarif kelompok dengan penggunaan
aktivitas.
Secara lebih rinci, langkah-langkah yang harus diambil dalam merancang
sistem penentuan arga pokok berdasar aktivitas adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan semua biaya yang dibebankan pada setiap departemen.
2. Memisahkan biaya-biaya ke dalam product driver cost dan customer
driver cost.
3. Memisahkan departemen pendukung ke dalam fungsi utama, fungsi
utama tersebut harus mempunyai biaya yang signifikan dan dipengaruhi
aktivitas yang berbeda.
4. memindahkan biaya-biaya ke departemn ke dalam kelompok biaya
fungsional (funsional cost pool).
5. mengidentifikasi pusat aktivitas
6. mengidentifikasi driver tahap pertama (proses yang homogen).
7. mengidentifikasi driver tahap kedua berdasarkan data yang tersedia,
32
korelasi sumber daya dan pengaruh prilaku.
8. mengidentifikasi tingkat aktifitas.
9. memilih jumlah cost driver.
2.4 Activity-Based Costing Untuk Pemerintah Daerah
Activity-Based costing banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur dan
perusahaan jasa. Dalam penelitian ini akan dikembagkan penerapan ABC
untuk organisasi sektor publik yang dalam hal ini diambil organisasi
pemerintahan.
Pemerintah sebagai organisasi yang tidak berorientasi mengejar laba
sebenarnya dapat menerpakna ABC. Penerpan ABC pada sektor publik
berbeda dibandingkan penerapan ABC sektor privat, hal ini disebabkan
karakteristik kegiatan pemerintah sedikit berbeda dibandingkan organisasi
swasta pada umumnya. Karakteristik aktivitas pemerintah daerah
sebenarnya hampir mirip dengan perusahaan yang begerak di bidang jasa
yang kadangkala menimbulkan kesulitan, misalnya karakteristik output yang
sulit didefinisi an tidak terwujud. Selain itu, biaya kapasitas gabungan
mewakili sebagain besar proporsi dari total biaya dan sukar untuk dikaitkan
dengan aktivitas yang menghasilkan output.
Menurut Mark D. Abrahams dalam tulisannya yang berjudul Activity Based
Costing: Illustrations from the State of Iowa menyatakan bahwa Activity
Based Costing dalam lingkungan pemerintahan telah dilakukan di negara
bagian Iowa.
Konsep ABC serta langkah-langkahnya dianggap dapat diterapkan dalam
lingkungan pemerintahan. Activity based costing telah membuktikan bahwa
sistem ini merupakan alat manajemen yang handal pada kinerja sistem
manajemen negara bagian Iowa dengan menyediakan informasi biaya yang
penting. Manajer negara bagian Iowa menganjurkan mengunakan
pendekatan ini untuk penentuan peleayanan pemerintah dengan
menjalankan metode keep it simple untuk mencapai pembiayaan yang
spesifik denagn pencapaian yang minimum dan kerumitan yang tidak terlalu
banyak dalam metode penentuan biaya. Metode ini memungkinkan program
secara tersendiri untuk dikerjakan dengan biaya tersendiri untuk
menghubungkana antara biaya dan data program untuk tercapainya efisiensi
dan efektifitas dalam penyampaian pelayanan masyarakat.
Ada 4 langkah dasar untuk mengimplementsikan sistem ABC. Pertama,
sumber daya dan biaya harus terorganisasi dalam bentuk biaya unit kerja.
Kedua, biaya perlud dikategorikan kedalam kategori berpengaruh secara
langsung atau tidak langsung kah biaya tersebut terhadap aktivitas. Untuk
biaya yang tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan aktivitas,
sebuah metode indirect cost perlu untuk dipilih, apakah dengan mengunakan
KIS (Keep it simple) ataukah dengan metode full cost. Ketiga, direct cost
dan indirect cost perlu untuk ditujukan atau dialokasikan kepada aktivitas
yang spesifik. Dan terakhir, unit cost dihitung dengan memisahkan biaya
aktivitas dengan activity output.
37