Professional Documents
Culture Documents
OD Leukoma Adheren
Disusun Oleh
Lisa Ambalinggi
11.2015.251
Dosen Pembimbing
Dr. Rastri Paramita Sp.M
1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Banjarkulon, Banjarnegara
Tanggal Pemeriksaan : 27 Juli 2017
2
Pasien tidak pernah mengalami penyakit mata sebelumnya, tidak menggunakan
kacamata, tidak menggunakan obat-obat kortikosteroid jangka panjang. Pasien tidak
merokok, tidak minum-minuman alkohol dan tidak memakai obat-obatan terlarang.
Status Ophthalmologis
Keterangan OD OS
3
1. VISUS
Aksis Visus 1/ ~ 6/9
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia Pupil Sulit dilakukan Sulit dilakukan
Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada
3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
4
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguecula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
8. KORNEA
Kejernihan Keruh Jernih
Permukaan Tidak rata Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Sulit dinilai Tidak ada
Keratik Presipitat Sulit dinilai Tidak ada
Sikatriks Ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus Senilis Tidak Ada Tidak ada
Edema Ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. IRIS
Warna Cokelat Cokelat
Kripte Sulit dinilai Ada
Sinekia Sulit dinilai Tidak ada
Koloboma Sulit dinilai Tidak ada
11. PUPIL
Letak Sulit dinilai Di tengah
Bentuk Sulit dinilai Bulat
Ukuran Sulit dinilai +/- 3 mm
Refleks Cahaya Langsung Sulit dinilai Normal
RC Tidak Langsung Sulit dinilai Normal
5
12. LENSA
Kejernihan Sulit dinilai Jernih
Letak Sulit dinilai Di tengah
Shadow Test Sulit dinilai Negatif
15. PALPASI
Nyeri Tekan Ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal palpasi Normal palpasi
Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V.RESUME
OD KETERANGAN OS
1/~ Visus 6/9
Ada Nyeri Tekan Palpebra Tidak ada
Ada Konjungtiva Hiperemis Tidak ada
Keruh Kornea Jernih
Ada Edema Kornea Tidak ada
Kedalaman Bilik Mata
Sulit dinilai Dalam
Depan
Sulit dinilai Bentuk Pupil Bulat
Sulit dinilai Ukuran Pupil +/- 3 mm
Sulit dinilai Refleks Cahaya Langsung Positif
Refleks Cahaya Tak
Sulit dinilai Positif
Langsung
Sulit dinilai Kejernihan Lensa Jernih
Sulit dinilai Funduskopi Normal
Tidak ada Nyeri Tekan Palpasi Tidak ada
Normal Tensi Okuli Normal
Sesuai dengan lapang
Sulit dinilai Tes Konfrontasi
pandang pemeriksa
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 109 mg/dl < 199
HEMATOLOGI
Darah Rutin
WBC 7.5 103 / mm3 3.5 10
RBC 5.01 103 / mm3 3.8 5.8
Hb 15.2 g/dl 11 16.5
Hct 41,6 % 35 50
Plt 283 103/ mm3 150 390
MCV 83.0 m3 80 97
MCH 30.3 Pg 26.5 33.5
MCHC 36.5 g/dl 31.5 35
RDW 12.5 % 10 15
Lym 29.2 % 17 48
Mxd 5.6 % 4 10
Neu 65.2 % 43 76
IMUNOLOGI
HBsAg Non reactive Non reactive
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Pro OD Iridectomy Optic
Medikamentosa
Pre op :
o glauseta 1 x 250mg,
o valium 1 x 5 mg,
8
o asam mefenamat 1 x 500 mg
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Ad Bonam Ad Bonam
Ad Functionam Malam Ad Bonam
Ad Sanationam Malam Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Korena merupakan bagian mata yang licin mengkilat, transparan, dan tembus cahaya yang
menutup bola mata bagian depan. Kornea tidak mempunyai pembuluh darah sehingga
nutrisinya berasal humour aquous dan oksigen dari luar. 1 Kornea berhubungan dengan sklera
pada limbus yang merupakan depresi sirkumferensial yang dapat disebut juga dengan sulkus
9
sklera. Ketebalan kornea pada manusia dewasa rata-rata adalah 0,52 mm pada bagian tengah,
dan 0,65 mm pada bagian perifer, dengan diameter 11,75 mm secara horizontal. 2
Kornea bertanggung jawab terhadap kekuatan optik dari mata. Dengan tidak adanya
pembuluh darah maka untuk memenuhi kebetuhan nutrisi dan pembuangan produk metabolik
pada kornea dilakukan melalui aqueous humor pada bagian posterior dan melalui air mata
yang melewati air mata pada bagian anterior. Korena diinervasi oleh cabang pertama dari
nervus trigeminus yang menyebabkan segala kerusakan pada kornea (abrasi kornea, keratitis,
dll) menimbulkan rasa sakit, fotofobia, dan refleks lakrimasi.3
a. Epitel kornea1,3
Epitel kornea merupakan lanjutan dari konjungtiva disusun oleh epitel gepeng berlapis tanpa
lapisan tanduk. Lapisan ini merupakan lapisan kornea terluar yang langsung kontak dengan
dunia luar dan terdiri atas 5-6 lapis sel. Basal sel kolumnar pada lapis sel pertama melekat
dengan membran basement dibagian bawahnya dengan hemidesmosome. Dua lapisan diatas
sel basal tersebut merupakan sel wing, atau sel payung, dan dua lapisan diatas berikutnya
merupakan sel gepeng.
Epitel kornea ini mengandung banyak ujung- ujung serat saraf bebas. Sel-sel yang terletak di
permukaan cepat menjadi aus dan digantikan oleh sel-sel yang terletak di bawahnya yang
bermigrasi dengan cepat. Stem cell epitelial ini terletak pada superior dan inferior limbus.
c. Stroma Kornea1,2
Stroma kornea tersusun dari serat-serat kolagen yang berjalan secara paralel membentuk
lamel kolagen dengan sel-sel fibroblast diantaranya. Lamel kolagen ini berjalan paralel
10
dengan permukaan kornea dan bertanggung jawab terhadap kejernihan kornea. Ketebalan
stroma kornea mencakup 90% dari ketebalan kornea. Stroma kornea tidak dapat beregenerasi.
d. Membran Descemet1,2,3
Membran descemet merupakan membran dasar yang tebal tersusun dari serat-serat kolagen
yang dapat dibedakan dari stroma kornea. Memiliki ketebalan sekitar 3 mm pada saat lahir
dan meningkat ketebalannya sepanjang usia. Membran Descemet memiliki potensi untuk
beregenerasi.
e. Endotel kornea
Lapisan ini merupakan lapisan kornea yang paling dalam tersusun dari epitel selapis gepeng
atau kuboid rendah. Sel-sel ini mensintesa protein yang mungkin diperlukan untuk
memelihara membran Descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya
mempunyai pompa natrium yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion natrium ke dalam
kamera okuli anterior. Ion-ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif. Kelebihan cairan
di dalam stroma akan diserap oleh endotel sehingga stroma tetap dipertahankan dalam
keadaan sedikit dehidrasi (kurang cairan), suatu faktor yang diperlukan untuk
mempertahankan kualitas refraksi kornea.
Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah) sehingga nutrisi didapatkan dengan cara
difusi dari pembuluh darah perifer di dalam limbus dan dari humor aquoeus di bagian
tengah. Kornea menjadi buram bila endotel kornea gagal mengeluarkan kelebihan cairan di
stroma. Pada manusia dewasa, densitas dari endotel kornea adalah sekitar 2.500 sel/mm2.
Densitas ini berkurang sepanjang usia kurang lebih 0,6% setiap tahun dan sel-sel endotel
tetanga membesar berusaha untuk mengisi ruang kosong. Sel-sel endotel ini tidak dapat
beregenerasi. Pada densitas 500 sel/mm2, akan terjadi edema kornea dan transparansi menjadi
berkurang.
11
Gambar 1. Histologi Kornea3
Pompa endotel
Stroma kornea memiliki konsentrasi Na+ 134 mEq/L sedangkan humor aquous 143
mEq/L. Perbedaan osmolaritas tersebut menyebabkan air berpindah dari stroma ke humor
aquous melalui osmosis. Mekanisme ini diatur oleh pompa metabolik aktif sel-sel endotel.
Pompa metabolik ini dikontrol oleh Na+ / K+ ATPase yang terletak di lateral membrane.
Dalam menjalankan fungsinya pompa endotel tergantung pada oksigen, glukosa, metabolisme
karbohidrat dan adenosine triphosphatase. Keseimbangan antara fungsi barier dan pompa
endotel akan mempertahankan keadaan deturgesensi kornea.3
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, 2002).
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.3
2. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju
retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
12
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air
mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.4
Transparansi Kornea
Sifat transparan dari kornea dihasilkan oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu
susunan dari lamela kornea, sifat avaskular, serta keadaan dehidrasi relatif (70%) yang dijaga
oleh adanya efek barrier dari epitelium, endotelium, dan pompa bikarbonat yang bekerja
secara aktif pada endotelium.
Keadaan dehidrasi tersebut dihasilkan oleh evaporasi air dari laporan air mata prekorneal
yang menghasilkan lapisan dengan sifat hipertonis. Dalam hal ini, endotelium memegang
peranan yang lebih besar daripada epitelium. Demikian pula bila terjadi kerusakan pada
endotelium, akan diperoleh dampak yang lebih besar.1-6
Penetrasi pada kornea yang sehat atau intak oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak
dapat melewati epithelium dan substansi larut air dapat melewati stroma. Obat yang
diharapkan untuk dapat menembus kornea harus memiliki kedua sifat tersebut.4
Metabolisme Kornea
Untuk menyokong sifat fisiologis tersebut, kornea membutuhkan energi. Adapun sumber
energi kornea diperoleh melalui:
Zat terlarut, misalnya glukosa, masuk ke kornea secara pasif melalui difusi sederhana
maupun secara transpor aktif melalui aqueous humor, serta melalui difusi dari kapiler
perilimbal.
Oksigen, secara langsung diperoleh dari udara atmosfer melalui lapisan air mata.
Proses ini dijalankan secara aktif melalui epitelium.
Sumber energi ini kemudian diproses / dimetabolisme, terutama oleh epitelium dan
endotelium. Dalam hal ini, karena epitelium jauh lebih tebal daripada endotelium, suplai
energi yang dibutuhkan pun jauh lebih besar, sehingga akitivitas metabolisme tertinggi di
mata dijalankan oleh kornea.4 Kornea adalah jaringan yang braditrofik, yaitu jaringan dengan
metabolisme yang lambat dan karenanya juga penyembuhan yang lambat.5
13
Sebagaimana jaringan lain, epitelium dapat melangsungkan metabolisme secara aerobik
maupun anaerobik. Secara aerobik, proses yang terjadi adalah glikolisis (30%) dan heksosa
monofosfat (65%). Secara anaerobik, metabolisme akan menghasilkan karbon dioksida, air,
dan juga asam laktat.2-4
Kornea juga dilengkapi oleh beberapa materi antioksidan untuk menangkal radikal bebas
yang dapat terjadi sebagai efek samping dari proses metabolisme. Adapun antioksidan yang
terkandung dalam jumlah terbesar pada kornea adalah glutation reduktase, selain terdapat
pula askorbat, superoksida dismutase, serta katalase.
Struktur ini menerima persarafan dari cabang ophtalmik dari nervus trigeminalis. Kornea
sendiri adalah sebuah struktur vital pada mata dan karenanya juga bersifat sangat sensitif.
Sensasi taktil minimal telah dapat menimbulkan refleks penutupan mata. Adapun lesi pada
kornea akan membuat ujuang saraf bebas terpajan dan sebagai akibatnya, akan timbul nyeri
hebat diikuti refleks pengeluaran air mata beserta lisozim yang terkandung di dalamnya
(epifora) dan penutupan mata secara involunter (blefarospasme) sebagai mekanisme
proteksinya.5
Epitelium kornea, dengan sifat hidrofobik dan regenerasi cepatnya, merupakan pelindung
yang sangat baik dari masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Akan tetapi, bila lapisan
ini mengalami kerusakan, lapisan stroma yang avaskular serta lapisan Bowman dapat menjadi
tempat yang baik bagi mikroorganisme, misalnya bakteri, amuba, dan jamur.
Faktor predisposisi yang dapat memicu inflamasi pada kornea di antaranya adalah blefaritis,
perubahan pada epitel kornea (misalnya mata kering), penggunaan lensa kontak, lagoftalmus,
kelainan neuroparalitik, trauma, dan penggunaan kortikosteroid. Untuk dapat menimbulkan
infeksi, diperlukan inokulum dalam jumlah besar atau keadaan defisiensi imun.
Di dalam kornea itu sendiri, terdapat Streptococcus pneumoniae, yang merupakan bakteri
patogen kornea yang sesungguhnya. Salah satu bakteri oportunis yang dapat menginfeksi
adalah Moraxella liquefaciens. Umumnya, mikroorganisme ini ditemui pada pengonsumsi
14
alkohol sebagai akibat dari deplesi piridoksin. Di samping itu, ditemukan pula kelompok lain,
misalnya Serratia marcescens, Mycobacterium fortuitum-chelonei complex, Streptococcus
viridans, Staphylococcus epidermidis, virus, amuba, dan jamur. Faktor lain, yaitu defisiensi
imun, dapat disebabkan oleh konsumsi kortikosteroid lokal maupun sistemik, sehingga
organisme oportunistik dapat menyerang dan menginfeksi kornea.2
Sikatrik Kornea
Pada beberapa ulkus yang berat, keratolisis stroma dapat berkembang menjadi
perforasi kornea. Pembuluh darah uvea dapat berperan pada perforasi yang nantinya akan
menyebabkan sikatrik kornea. Sikatrik yang terjadi setelah keratitis sembuh dapat tipis atau
tebal. Sikatrik yang tipis sekali yang hanya dapat dilihat dengan slit lamp disebut nebula.
Sedangkan sikatrik yang agak tebal dan dapat kita lihat menggunakan senter disebut makula.
Sikatrik yang tebal sekali disebut leukoma. Nebula yang difuse, yang terdapat pada daerah
pupil lebih mengganggu daripada leukoma yang kecil yang tidak menutupi daerah pupil. Hal
ini disebabkan karena leukoma menghambat semua cahaya yang masuk, sedangkan nebula
membias secara ireguler, sehingga cahaya yang jatuh di retina juga terpencar dan gambaran
akan menjadi kabur sekali. Penyembuhan luka pada kornea berupa jaringan parut, baik akibat
radang ,maupun trauma.5,6
15
Gambar 4. Leukoma
Patogenesis Leukoma
Ketika epithelium kornea yang rusak diinvasi oleh agen-agen pathogen, perubahan-perubahan
pada kornea pada perkembangannya menjadi ulkus kornea dapat dibedakan menjadi 4 tahap
yaitu infiltrasi, ulserasi aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir atau terminal dari ulkus kornea
bergantung pada virulensi dari agen pathogen, mekanisme pertahanan dari host, dan
tatalaksana yang diterima. Perkembangan dari ulkus kornea atau keratitis dapat mengarah
pada salah satu arah dibawah ini:
1. Ulkus dapat terlokalisasi dan sembuh
2. Penetrasi kedalam menyebabkan perforasi kornea
3. Menyebar cepat menyebabkan seluruh kornea terkelupas atau ulkus kornea
terkelupas.
4.
Patologi dari ulkus kornea terlokalisasi:
A. Tahap progresif infiltrasi
Pada tahap ini dikarakteristikan dengan infiltrasi dari PMN dan/atau limfosit kedalam
epithelium dari sirkulasi perifer. Pada tahap ini nekrosis dapat muncul pada jaringan
tergantung dari virulensi agen pathogen dan kekuatan mekanisme pertahanan dari host
tersebut.
B. Tahap ulserasi aktif
Ulserasi aktif terjadi disebabkan karena nekrosis dan pengelupasan dari epithelium,
membrane bowman dan stroma. Dinding dari ulserasi aktif ini akan membengkak
disebabkan oleh lamella yang terimbis oleh cairan dan leukosit diantaranya. Pada
tahap ini disekitar dan dasar dari ulserasi akan memperlihatkan infiltrasi abu-abu dan
pengelupas.
Pada tahap ini akan muncul hyperemia dari jaringan sirkumkorneal yang merupakan
hasil dari akumulasi eksudat purulen dari kornea. Kongesti vaskular pada iris, badan
siliaris dan iritis terjadi akibat dari absorpsi toxin dari ulserasi. Eksudasi dapat masuk
kedalam COA melalui pembuluh iris dan bandan siliaris menyebabkan hipopion.
Ulserasi dapat berkembang hanya pada bagian superficial ataupun dapat lebih
menembus kedalam hingga menyebabkan formasi descemetocele hingga perforasi
kornea.
16
C. Tahap regresi
Tahap regresi merupakan tahapan yang diinduksi dari mekanis pertahanan dan
tatalaksana yang didapatkan yang meningkatkan respon host. Garis demarkasi
kemudian terbentuk di sekitar ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralkan dan
memakan agen patogen dan debris-debris nekrosis. Digesti dari materi nekrosis ini
dapat menyebabkan ulkus yang semakin besar. Proses ini kemudian diikut dengan
vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan selular. Ulkus
pada tahap ini mulai sembuh beregenerasi.
D. Tahap sikatrik
Pada tahap ini terjadi epitelisasi yang progresif yang membentuk lapisan penutup
yang permanen. Dibawah epitel, terdapat jaringan fibrosa terdiri dari fibroblas kornea
dan sel endotel dari pembuluh darah baru. Stroma kemudian menebal dan memenuhi
bagian bawah epitelium, sehingga mendorong epitel ke arah anterior.
Tahap sikatrik dari proses penyembuhan berbeda-beda. Pada ulkus sangat superfisal
dan hanya meliputi epitel, penyembuhan akan terjadi tanpa meninggalkan opasitas.
Sedangkan jika ulkus mencakup membran Bowman dan lamela stroma superfisial,
sikatrik yang tebentuk akan membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi
pada proses penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan melebihi stroma kornea.
MANIFESTASI KLINIS 6
Gejala Subjektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
Penatalaksanaan
Indikasi keratoplasti :
1. Dengan pengobatan tidak sembuh;
2. Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
3. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada
keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali
timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata :
Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.7
KOMPLIKASI
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Katarak
Glaukoma sekunder7
18
PROGNOSIS
Pembahasan Kasus
Kurang lebih sekitar 7 bulan SMRS pasien datang dengan keluhan mata kanannya terasa
kabur. Selain itu pasien juga mengeluh mata kanannya terasa silau bila melihat cahaya, berair,
merah, dan bengkak kira kira 2 bulan sebelum melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Mata
kabur dirasakan pasien secara perlahan. Pasien mengaku pasien sering kelilipan dan suka
mengucek mata kanannya. Pasien sudah berobat ke RS terdekat dan mendapat pengobatan
vigamol, timolol, Na diklofenak, dan gentamycin. Pasien kemudian di rujuk ke RS Mata Dr
Yap dengan diagnosis Keratitis. Setelah itu, pasien mulai rutin melakukan pemeriksaan di RS
Mata Dr Yap. Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi dan riwayat operasi maupun
riwayat penyakit mata sebelum itu disangkal pasien.
Dari hasil anamnesis, pasien mengaku pandangan mata kanannya terasa kabur sejak kira-kira
2 bulan sebelum pasien berobat ke dokter dan mendapat pengobatan. Keluhan mata kabur
dari pasien disertai keluhan matanya merah, bengkak, pasien merasa air matanya keluar, dan
silau bila melihat cahaya. Pasien mengaku pasien seorang petani dan sering kelilipan namun
saat kelilipan pasien tidak langsung mencari pertolongan karena belum ada keluhan yang
dirasakan pasien. pasien mengaku setiap kelilipan, pasien sering mengucek-ucek matanya.
Jika dianalisis dari hasil anamnesis, keluhan yang dirasakan pasien saat awal keluhan
mengarah pada keratitis atau ulkus yang disebabkan jamur. Dimana pada teorinya
mengatakan bahwa keratitis karena jamur lebih sering ditemukan pada petani dan
berhubungan dengan riwayat trauma tumbuh-tumbuhan, gejala inflamasi yang berat yang
dimulai dengan ulserasi superfisial. Lalu pada anamnesis lebih lanjut, pasien mengaku
menjalani pengobatan rutin di RS sebelumnya namun tidak ada perubahan yang signifikan
sehingga pasien di rujuk ke RS Mata Dr. Yap. Menurut teori, perkembangan keratitis atau
ulkus kornea berjalan dengan progresivitas yang lambat dan perjalanan penyakitnya pun
19
tergantung dari faktor virulensi dari agen pathogen, mekanisme pertahanan tubuh penderita,
tatalaksana yang diberikan atau karena pasien terlambat untuk berobat.
Lalu dari hasil pemeriksaan fisik saat pasien datang ditemukan palpebral superior pasien
mengaku nyeri saat ditekan, ditemukan injeksi konjungtiva pada konjungtiva superior dan
anterior, injeksi konjungtiva pada konjungtiva bulbi dan ditemukan kornea pasien keruh , ada
sikatrik dan edema pada kornea. Pemeriksaan COA, iris, pupil dan lena sulit dinilai sehingga
sebagai dokter umum disarankan untuk melakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Dari teori
leukoma, mengatakan bahwa sikatrik yang tebal sekali dna dapat dilihat dengan mata
telanjang disebut leukoma dan leukoma berhubungan dengan perforasi pada kornea dimana
perforasi pada ulkus kornea muncul jika proses ulserasi menembus hingga membran
descemet. Selama kontrol, pasien diberi terapi antifungal dan antibiotic, Difflucan dan
Vigamox serta Sulfas Atropin. Dan pada akhirnya pasien didiagnosis OD Leukoma Adheren.
DAFTAR PUSTAKA
1. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8,
American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92
2. Boles, SF, MD. Lens Complication & Management QEI Winter 2009 Newsletter.
Citied on August 9 th, 2011
3. Eva PR, Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, eds. General Ophtalmology 17th
ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49
4. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44
5. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied
on August 9, 2011. Avaible from: http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm
6. Wong, Tien Yin, The Cornea in The Ophthalmology Examination Review. Singapore,
World Scientific 2001 : 89 90
7. Farida Y. Corneal Ulcer Treatment. Artikel Review. J Majority. Vol 4. No. 1. 2015 :
123-125
20
21