Professional Documents
Culture Documents
DEFINISI
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-
tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas
yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat
ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT
Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang
sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak
terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi)
yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom
Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis.
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada paru bagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
Konsep patogenesis PPOK
V. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi
paru
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema
tungkai
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed - lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO 2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP 1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun
- kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian
- dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20%
nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah
rutin
Hb,
Ht,
leukos
it
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance) Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed
lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.
VII. KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu
perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi
dengan VEP1
Klasifikasi
Peny Gejala Spirometri
akit
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung
ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi
sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak
pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan
jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik
progresif yang ireversibel
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon
makrolid baru
Perawatan di
Rumah
Sakit :
dapat
dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e.Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan
sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
-
Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O 2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi
sebagai berikut
:
- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
Penatalaksanaan di rumah
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Primer :
- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
Sekunder :
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
a. Antibiotik
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
- Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi
kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit
sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi
sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan
tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang
tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati
dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor,
karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat
menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan
nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap
timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak
memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek
samping.
4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi
mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan
NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
6. Kondisi lain yang berkiatan
- Monitor balans cairan
elektrolit - Pengeluaran
sputum
- Gagal jantung atau aritmia
D. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
-Memperbaiki fungsi paru
-Memperbaiki mekanik paru
-Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
-Memperbaiki kualiti hidup
IX. KOMPLIKASI
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan.
X. PENCEGAHAN