You are on page 1of 15

ASKEP APPENDIKS

A. PENGERTIAN

Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4


inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C.,
2006).

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).

Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh


fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).

Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan


sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C, 2006).

B. ETIOLOGI
1. Menurut Syamsyuhidayat, 2008 :
Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
Tumor apendiks.
Cacing ascaris.
Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2007 :
Hiperflasia folikel limfoid.
Fekalit.
Benda asing.
Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Neoplasma.
3. Menurut Markum, 2006 :
Fekolit.
Parasit.
Hiperplasia limfoid.
Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya.
Tumor karsinoid.

C. PATOFISIOLOGI

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen
apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus
dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari
lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke
peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai
naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis
perforasi. Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau
bahkan menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks
lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2007)

D. MANIFESTASI KLINIK

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau


periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih
ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan
muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif,
dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan
lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing,
psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis. Apendisitis
memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang
hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut
sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam,
rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8C. Pada
bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang
tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya
tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok (Smeltzer, Suzanne, C., 2006).

E. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil
dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang
tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan menurur Mansjoer, 2007 :

1. Sebelum operasi

a) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.

b) Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

c) Rehidrasi

d) Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e) Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.

f) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Operasi

a) Apendiktomi.

b) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka


abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin


mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3. Pasca operasi

a) Observasi TTV.

b) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.

c) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

d) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.

e) Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan


sampai fungsi usus kembali normal.

f) Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30


ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.

g) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 230 menit.

h) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

i) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

4. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :
a) Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.

b) Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis.

c) Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat


pergeseran ke kiri.

5. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,


karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan
dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :

a) Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.

b) Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.

c) Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya


teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.

d) Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

e) Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik


dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

H. PENGKAJIAN FOKUS

1. Dasar data pengkajian Pasien

a. Aktivitas atau istirahat

Gejala : Malaise

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardia

c. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)

Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan, penurunan


atau tidak ada bising usus

d. Makanan / cairan

Gejala : Anoreksia, mual / muntah

e. Nyeri kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat


berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Mc. Burney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin,
batuk, atau nafas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba di duga perforasi atau infark
pada appendiks) keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tidak jelas
(sehubungan dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).

Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan


lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan atau posisi duduk tegak nyeri lepas pada sisi kiri di duga
inflamasi peritoneal.

f. Keamanan

Tanda : Demam (biasanya rendah)

g. Pernafasan

Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan


diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala
dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level
disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan).
pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

b. Laboratorium

Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih


dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis
tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri.
Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit
lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon
fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi
lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat
pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada
infeksi pada ginjal.

I. PATHWAYS KEPERAWATAN

Makan tidak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras fases

Obstrusi lumen

Suplay darah menurun, mukosa terkikis

Peradangan appendic

Nyeri akut

Perforasi abses Distensi abdomen


Apendiktomi Menekan gaster

Resti infeksi
HCL meningkat

Mual, muntah

Keb. Nutrisi kurang


dari keb tubuh

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan
terhadap bakteri skunder terhadap luka.

K. FOKUS INTEVENSI/RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien


mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.

KH :

Nyeri berkurang bahkan hilang


Pasien tampak rileks

Intervensi

a. Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri

R/ Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan


keperawatan.

b. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam

R/ relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih


nyaman.

c. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.

R/ Istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.

d. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.

R/ Untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman

2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, yeng berhubungan dengan


peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan
penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah, pemembatasan diet.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko


penurunan nutrisi tidak terjadi. Status nutrisi asekuat.

KH :

Intervensi

a. Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian optimal

R/ Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein

b. Diskusikan kebutuhan nutrisi dan sumber diet

R/ Karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan fibroblas

c. Lakukan tindakan untuk mengurangi mual

R/ Anjurkan cepat merangsang pusat muntah dengan pembangkit eferen

d. Pertahankan hygiene oral yang baik setiap waktu

R/ Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan

e. Kolaborasi pemberian agen antiemetik sebelum makan bila diindikasikan


R/ Antiemetik, mencegah mual dan muntah

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3x24 jam akan mencapai
penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak demam.

KH:

Resiko infeksi tak terjadi

Luka bekas insisi sembuh

Intervensi

a. Tingkatkan cuci tangan yang baik

R/ Menurunkan resiko kontaminasi silang.

b. Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya
eritema /inflamasi kehilangan penyatuan luka.

R/ Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan


mewaspadakan staf terhadap dini infeksi.

c. Gunakan antiseptik atau kebersihan yang ketet sesuai indikasi untuk


menguatkan atau menganti balutan dan bila menangani
drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk insisi

R/ Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat


memerlukan post prostese

d. Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi

R/ Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer Arif, (2007), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius,


Jakarta.

Oswari E, (2009), Bedah dan Perawatannya, Gramedia Jakarta

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare (2009), Buku Ajar Keperawatan Medical


Bedah Edisi 8, EGC, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran.

Syaifuddin (2010), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, edisi 2 EGC, Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS POST APENDIKTOMI

NAMA MAHASISWA :

NAFISATUN NISA

G3A6049
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2016

You might also like