You are on page 1of 51

MODUL PEMBELAJARAN

HUKUM KEUANGAN NEGARA

DOSEN PENGAMPU:
KUSMONO

DISUSUN OLEH:
INDAH DWI LESTARI
KELAS 2-A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PAJAK


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TAHUN 2017

i|P age
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kemurahan- Nya
Modul Pembelajaran Hukum Keuangan Negara dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan sesuai
dengan harapan.

Dalam penyelesaian modul ini, penyusun cukup banyak mengalami kesulitan. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada:

1. Bapak Kusmono selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Keuangan Negara Prodi DIII
Pajak kelas 2-A Politeknik Keuangan Negara STAN, Bintaro.

2. Keluarga yang selalu memberi semangat bagi penyusun.

3. Semua kalangan maupun rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam
proses penyusunan modul pembelajaran ini.

Dalam hal ini penyusun sadar masih teradapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangatlah penyusun butuhkan.

Bintaro, 15 Mei 2017

Penyusun

i|P age
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii

PERTEMUAN I
I.1 Dasar Hukum Keuangan Negara ........................................................................................................ 1
I.2 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara ............................................................................. 1
I.3 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah ............................................................................. 3
PERTEMUAN II
II.1 Pengertian dan Istilah-Istilah Hukum Keuangan Negara dalam Undang-Undang ............................ 5
II.2 Kronologi Peraturan Perundangan di Bidang Keuangan Negara ...................................................... 5
II.3 Dasar Hukum Berlakunya Hukum Keuangan Negara ........................................................................ 5
II.4 Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara ................................................................................... 6
II.5 Reformasi Keuangan Negara............................................................................................................. 6
PERTEMUAN III
III.1 Struktur Tata Kerja ........................................................................................................................... 8
III.2 Hukum Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan dan Tujuan Bernegara ......................................... 9
III.3 Fungsi Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara ..................... 9

III.4 Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara ............................................................ 9


III.5 Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah............................................................ 10
III.6 Kekuasaan Pengelolaan Fiskal.......................................................................................................... 11
PERTEMUAN IV
IV.1 Dasar Hukum Perencanaan Nasional............................................................................................... 13
IV.2 Definisi dan Ruang Lingkup Perencanaan Nasional ......................................................................... 13
IV.3 Siklus Perencanaan Nasional ........................................................................................................... 14
PERTEMUAN 5
V.1 Pengertian Kebijakan Anggaran/Fiskal ............................................................................................. 18
V.2 Fungsi, Asas-Asas, Prinsip dan Klasifikasi Anggaran ......................................................................... 18
V.3 Tiga Pilar Sistem Penganggaran (MTEF, PBB, Unified Budget) ......................................................... 22
PERTEMUAN VI
VI.1 Siklus Penganggaran (APBN) ............................................................................................................ 24
VI.2 Perencanaan, Penyusunan Pagu K/L, Penyusunan Pagu Definitif dan Penetapan APBN................ 24

ii | P a g e
VI.3 Mekanisme Revisi RKA K/L............................................................................................................... 30
PERTEMUAN VII
VII.1 Pengertian Perbendaharaan Negara, Kas Negara, Rekening Kas Negara/Rekening Kas Umum
Negara atau Daerah, Piutang/ Utang Negara atau Daerah .................................................................... 31
VII.2 Ruang Lingkup Perbendaharaan Negara ........................................................................................ 31
VII.3 Asas-Asas Perbendaharaan Negara ................................................................................................ 32
VII.4 Pengertian Pejabat Perbendaharaan.............................................................................................. 33
VII.5 Pengertian Bendahara Umum Negara............................................................................................ 34
VII.6 Pengertian Bendahara Penerimaan/Pengeluaran .......................................................................... 37
PERTEMUAN VIII
VIII.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pelaksanaan Anggaran .................................................................. 38
VIII.2 Pengertian dan Aspek Hukum Dokumen Pelaksanaan Anggaran ................................................. 39
VIII.3 Mekanisme Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran .......................................................... 40
VIII.4 Mekanisme Revisi DIPA ................................................................................................................. 43
VIII.5 Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan Uang .......................................................................... 44
VIII.6 Pengertian Pengelolaan Piutang dan Utang .................................................................................. 45
VIII.7 Pengertian Pengelolaan Investasi .................................................................................................. 45
VIII.8 Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah .................................................................. 46
VIII.9 Pengertian Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/APBD ............................................. 46

iii | P a g e
PERTEMUAN I

I.1 Dasar Hukum Keuangan Negara


UUD 1945 pasal 23 amandemen IV Bab VIII
1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
negara ditetapkan setiap tahun dengan undan-gundang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)
2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)

I.2 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara


Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam
merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan.
Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa
uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh subjek yang
memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah
daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.

1|P age
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum
yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dengan demikian, bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam:


a. subbidang pengelolaan fiskal,
b. subbidang pengelolaan moneter, dan
c. subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Ruang lingkup keuangan negara meliputi:


a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar
tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan negara;
d. pengeluaran negara;
e. penerimaan daerah;
f. pengeluaran daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan/atau kepentingan umum;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah;
j. kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain
berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau
perusahaan negara/daerah.

Pengertian Keuangan Negara Menurut Para Ahli:


1. Menurut Van Der Kamp
Keuangan Negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
baik berupa uang atau barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut.
2. Menurut M. Ichwan

2|P age
Keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya
diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang lazimnya atu rahun
mendatang.
3. Menurut Geodhart
Keuangan negara merupakan keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik yang
memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan
melanjutkan alat pembiayaan yang diperluka untuk menutup pengeluaran tersebut
4. Menurut Glen A. Welsch
Keuangan negara adalah suatu bentuk statement dari rencana dan kebijaksanaan manajemen
yang dipakai dalam suatu periode tertentu sebagai petunjuk dalam periode tersebut.

I.3 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Kebijakan keuangan daerah senantiasa
diarahkan pada tercapainya sasaran pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri
sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang merata.

Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada dua yaitu :
a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi
1. Angaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)
2. Barang-barang inventaris milik daerah
b. Kekayaan daerah yang dipisahkan

Pengertian
Pengertian Perusahaan Milik Negara/ Daerah
Perusahaan yang didirikan dengan seluruh atau sebagian besar modalnya ( minimal 51%) berasal dari
negara atau daerah.

3|P age
Pengertian APBN
Rencana kerja keuangan pemerintah negara yang disetujui oleh DPR untuk jangka waktu tertentu.
Pengertian Pendapatan, Penerimaan, Belanja, dan Pembiayaan
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
Penerimaan negara adalah uang yang masuk kekas negara
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk kekas daerah
Pembiayaan adalah setiap pengeluaran yang akan diterima kembali atau setiap pemeriamaan yang perlu
dibayar kembali pada tahun anggaran berikutnya

4|P age
PERTEMUAN II

II.1 Pengertian dan Istilah-Istilah Hukum Keuangan Negara dalam Undang-Undang


Pengertian Tahun Anggaran
Tahun anggaran adalah tahun pelaksanaannya dari suatu anggaran yang telah ditetapkan
bersama pemerintah dengan DPR. Saat ini tahun anggaran sama dengan tahun fiskal yaitu dimulai dari 1
Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang berjalan.
Pengertian Surplus Penerimaan
Surplus penerimaan adalah keadaan dimana pendapatna negara lebih besar dari belanja negara, dimana
dengan surplus ini dapat di gunakan untuk pembiayaan suatu negara.

II.2 Kronologi Peraturan Perundangan di Bidang Keuangan Negara


Secara kronologis keberadaan peraturan perundangan di bidang Keuangan Negara adalah dirunut
sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya, peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische
Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer
(RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl.
1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No.
381.
Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 (pra amandemen) disebutkan bahwa : Segala
badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-undang dasar ini Sehingga peraturan-perundangan pada masa kolonial seperti ICW,
IBW, RAB, dinyatakan masih tetap berlaku. Hal ini mengandung makna bahwa sebelum diberlakukannya
paket UU di bidang Keuangan Negara pada tahun 2005, Indonesia secara praktis masih menggunakan
ICW, IBW, RAB, IAR dsb dengan beberapa perubahannya. Misalnya ICW disahkan dengan (terakhir) UU
No.9 Tahun 1968 tentang Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia.

II.3 Dasar Hukum Berlakunya Hukum Keuangan Negara


Rujukan Dasar Hukum berlakunya Hukum Keuangan Negara yang utama adalah Undang-Undang
Dasar 1945. Pada Bab VIII Hal Keuangan, pada pasal 23 dinyatakan: Anggaran pendapatan dan belanja
negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(psl 23 ayat 1) Dan juga dijelaskan bahwa Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-

5|P age
undang(pasal 23C) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan
dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun yang lalu(psl 23 ayat 3)

II.4 Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara


Beberapa ketentuan di bidang pengelolaan keuangan negara yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:
UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara
UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 25/2004 tentang pemeriksaan dan pertanggung jawaban pengelolaan keuangan negara
UU APBN
UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

II.5 Reformasi Keuangan Negara


Sebelum tahun 2003, keuangan negara Indonesia masih menggunakan ketentuan perundangan
peninggalan bekolonial belanda yang masih berlaku menurut aturan peralihan UUD 1945. Peraturan
peninggalan belanda tersebut antara lain:
1. Indische Comptabiliteitswet, biasa disingkat ICW stbl 1925 No. 448.
2. Indische Bedrijvenwet, biasa disingkat IBW stbl 1927 No. 419.
3. Regleme voorhet Administratief Beheer, biasa disingkat RAB stbl 1933 No. 381.
Sedangkan untuk pemeriksaan pertanggung jawaban keuangan negara juga masih menggunakan
peraturan perundangan belanda yaitu instructie en verdere bepalingen voor de algemeene Rekenkamer,
biasa disingkat IAR stbl 1933 No. 320.
Peraturan perundangan yang lama tersebut tidak lagi dipakai karena dianggap tidak lagi mampu
mengikuti dinamika perkembangan kenegaraan di Indonesia. Oleh karena itu, meski secara formal paket
perundangan peninggalan belanda tersebut masih berlaku, tetapi secara materiil sebagian dari ketentuan
lama tidak lagi digunakan.
Beberapa hal yang menjadi dasar diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai
pengganti peraturan perundang-undangan belanda yang lama adalah adanya beberapa kelemahan yang
timbul dari perangkat perundangan-undangan lama tersebut, antara lain;
Kelemahan di bidang peraturan perundang-undangan
Kelemahan di bidang perencanaan dan penganggaran

6|P age
Kelemahan di bidang perbendaharaan
Kelemahan di bidang auditing.
Kelemahan tersebut sebenarnya memang sudah dirasakan sebelumnya, tetapi penggunaannya
masih dilakukan karena solusi yang ditemukan masih bersifat parsial.
Kelemahan yang ada dalam aturan lama ditutup dengan membuat aturan baru yang dibuat
khusus untuk mengganti pasal dari aturan lama yang menyebabkan kelemahan. Aturan yang lama masih
tetap berlaku, tetapi khusus untuk pasal yang diamandemenkan berlaku ketentuan yang baru dan pada
saat tahun 2003-2004 pemerintah melakukan perombakan peraturan keuangan negara dengan
mengganti seluruh peraturan yang lama dan pada tahun tersebut bersama dengan DPR mengeluarkan
satu paket peraturan perundang-undangan bidang keuangan yang terdiri dari:
UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara.
UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.
UU No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

7|P age
PERTEMUAN III

III.1 Struktur Tata Kerja CEO

Presiden

COO CFO

Kementrian/Lembaga Menkeu

PA/PB BUN

LS P3

KPA / KPB Kuasa BUN

Kepala Satker Kepala KPPN

SPPD

PPK PPSPM BP

SPP SPM

Keterangan :
1. CEO : Chief Eksekutif Officer
2. CFO : Chief Financial Officer
3. COO : Chief Operating Officer

8|P age
4. Dikuasakan : Tanggungjawab masih dipegang pemberi kuasa.
5. Diserahkan : Tanggungjawab diserahkan.

III.2 Hukum Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan dan Tujuan Bernegara


Tercermin dalam pasal 2 dan pasal 7 ayat 1 UU 17 Tahun 2003 . Hal ini karena tujuan bernegara
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, hanya dapat direalisasikan melalui tugas layanan
umum pemerintahan yang dijalankan melalui kekuasaan atas pengelolaan keuangan negera.

III.3 Fungsi Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Pasal 6 Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
1. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
2. Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga yang dipimpinya;
c. Diserahkan kepada Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
d. Tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain
mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

Dalam pasal ini terdapat kata kata bahwa Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil
Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisah. Jika dihubungkan dengan pasal 2 huruf g
kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Maksudnya Menteri Keuangan sebagai Wakil
Pemerintah menjadi pemilik kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau dalam hal ini disebut
BUMN. Hal ini karena kekayaan dari perusahaan negara (BUMN) juga menjadi kompenen dalam
penerimaan negara kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

9|P age
Ruang lingkup dan Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
1) Fungsi presiden sebagai pemegang kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara. Presiden
selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian
dari kekuasaan pemerintahan (pasal 6 UU No. 17/2003).
2) Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan
prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
3) Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan
rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.

III.4 Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara


Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.
(antara laindirekam dalam bunyi pasal 7 ayat 1 UU 17 Th 2003 ttg Keu Neg)
Tujuan bernegara tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 : melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa..
Tujuan Negara (tujuan bernegara) yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945 tersebut yakni
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa diperlukan adanya biaya
atau dana yang memadai, karena wujud perlindungan bangsa tersebut bisa berupa peningkatan
anggaran Hankam maupun Kepolisian; begitu juga wujud mencerdaskan kehidupan bangsa
dapat berupa peningkatan anggaran pendidikan dsb.
Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (diatas) setiap tahun disusun APBN dan APBD.

III.5 Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah


Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara oleh Presiden sebagian diserahkan kepada
gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

10 | P a g e
III.6 Kekuasaan Pengelolaan Fiskal
a. Pengertian kebijakan anggaran/ kebijakan fiscal
Suatu instrumen kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka memengaruhi tingkat
kegiatan ekonomi melalui pengendalian pajak dan pengeluaran pemerintah
b. Fungsi, Asas-asas, Prinsip-Prinsip dan Klarifikasi Anggaran.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam
suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.

Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau
pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi
negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah
direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung
pembelanjaan tersebut
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah
menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas
perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Asas asas yang digunakan dalam suatu anggaran adalah sebagai berikut:
1. Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
2. Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.

11 | P a g e
3. Penajaman prioritas pembangunan
4. Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara

Prinsip dalam suatu anggaran adalah sebagai berikut:


Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
1. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh dan negara penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:


a. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
b. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
c. Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan
kemampuan atau potensi nasional.

12 | P a g e
PERTEMUAN IV

IV.1 Dasar Hukum Perencanaan Nasional


1. PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional
2. PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan
3. UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

IV.2 Definisi dan Ruang Lingkup Perencanaan Nasional


Dalam undang-undang No. 25 Tahun 2004, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
didefinisikan sebagai satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-
rencna pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Ruang Lingkup Perencanaan Nasional menurut UU No.25 Tahun 2004:
1) Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua
fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia.
2) Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun
secara terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya.
3) Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud menghasilkan:
a. rencana pembangunan jangka panjang;
b. rencana pembangunan jangka menengah; dan
c. rencana pembangunan tahunan.

13 | P a g e
IV.3 Siklus Perencanaan Nasional
1. Bagan tersebut merupakan arsitektur yang berisi alur atau siklus Pengelolaan Keuangan Negara.
2. Negara Indonesia merupakan negara merdeka yang terbentuk dari sebuah perjanjian antara
rakyat dan penguasa. Negara Indonesia mempunyai tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai,
seluruhnya tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV yang merupakan sebuah kontrak
politik bangsa. Pembukaan UUD 1945 memuat visi-visi negara Indonesia yang dikemukakan oleh
para founding father. Visinya adalah mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas,
dan berkeadilan.
3. Pemerintah berkewajiban mengarahkan rakyat menuju cita-cita bangsa, maka dari itu timbulah
hak dan kewajiban. Kewajiban negara adalah memenuhi kebutuhan pokok seperti kesehatan,
pendidikan, pelayanan masyarakat, pertahanan, keamanan, dan lain sebagainya. Untuk
menjalankan kewajiban tersebut, negara memerlukan biaya yang tak sedikit. Maka dari itu negara
diberikan hak :
a. Menguasai sumber daya yang ada di Negara Indonesia (pasal 33)
b. Jika masih kurang, diperbolehkan memiliki sumber-sumber daya tersebut (pasal 33)
c. Pilihan terakhir apabila masih tak mencukupi, negara diperbolehkan melakukan pungutan
bersifat memaksa kepada rakyat, yang disebut pajak (pasal 23)
4. Agar tujuan dan cita-cita lebih terarah, dahulu Pemerintah memiliki GBHN (Garis Besar Haluan
Negara) namun kini GBHN telah ditiadakan, digantikan oleh RPJP Nasional (Rencana

14 | P a g e
Pembangunan Jangka Panjang Nasional), yang diatur dalam UU no 17 tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. RPJP Nasional dilakukan secara bertahap.
5. RPJP Nasional berisi rencana pembangunan selama 20 tahun yang dilakukan secara bertahap
setiap 5 tahun.
Periode 1 : 2005-2009
Periode 2 : 2010-2014
Periode 3 : 2015-2019
Periode 4 : 2020-2024
6. Masing-masing periode lima tahunan tersebut disebut RPJM Nasional (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional) yang disusun oleh masing-masing Presiden yang menjabat. RPJM
Nasional berisi visi dan misi pemerintah yang berkuasa saat itu. Seperti halnya pada tahun 2015-
2019, Presiden Jokowi menyusun RPJM dengan konsep pembangunan yang dimulai dari pinggir,
yang disebut dengan program Nawacitta.
7. RPJM Nasional secara lebih jelas diuraikan oleh para pembantu Presiden (menteri) dalam
RENSTRA K/L (Rencana Strategis Kementerian/Lembaga) yang mengandung visi dan misi
Kementerian/Lembaga tersebut.
8. Supaya visi-visi tersebut dapat membumi, disusunlah RKP (Rencana Kerja Pemerintah) yang
penyusunannya berdasarkan prioritas yang mengandung tentang kebijakan ekonomi makro dan
kebijakan fiskal yang tengah dialami oleh Indonesia. Semua itu dimulai dari penyusunan RENJA
K/L (Rencana Kerja Kementerian/Lembaga) yang menghasilkan pagu anggaran indikatif yang
bersifat ancar-ancar (patokan) selanjutnya lebih diperjelas dalam sebuah RKA K/L (Rencana Kerja
Anggaran Kementerian/Lembaga) yang berisi pagu anggaran sementara yang menjadi indikator
kinerja masing-masing Kementerian/Lembaga tersebut.
9. Penyusunan RENJA & RKA K/L tentu saja memiliki pilar/dasar. Dasar penyusunan rencana ini
adalah PBB (PBK), UB & KPJM.

PBB (Performance Based Budgeting / Penganggaran Berbasis Kinerja)


Penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) merupakan suatu pendekatan
sistematis dalam penyusunan anggaran yang mengaitkan pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor
publik dengan kinerja yang dihasilkannya dengan menggunakan informasi kinerja. Performance budgeting
mengalokasikan sumber daya pada program, bukan unit organisasi semata, dan memakai output

15 | P a g e
measurement sebagai indikator kinerja organisasi. Pengkaitan biaya dengan output organisasi merupakan
bagian integral dalam berkas atau dokumen anggaran.
UB (Unified Budgeting / Penganggaran Terpadu)
Pendekatan penganggaran yang dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan
dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-KL sesuai dengan dengan
klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
KPJM (Multi-term Expenditure Framework / Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah)
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan
kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih
dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang
bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.

10. Tool atau pendekatan supaya RENJA K/L dan RKA K/L mendapatkan persetujuan dana ada 3 :
a. Indicator kinerja (outcome theory)
b. Standar biaya umum dan khusus
c. Informasi kinerja anggaran (monitoring dan evaluasi)
11. Setelah menerima RKA K/L, Menteri Keuangan akan menyusun RAPBN bersama Presiden, yang
kemudian setelah selesai, akan disampaikan kepada rakyat melalui pidato Presiden setiap tanggal
16 Agustus satu tahun sebelum tahun APBN akan direalisasikan.
12. RAPBN yang disusun akan diajukan kepada DPR untuk dibahas bersama antara perwakilan rakyat
dan pemerintah. Jika DPR menyetujui, maka akan dibuat UU APBN yang disahkan pada bulan
Oktober di tahun sebelum tahun APBN akan direalisasikan. Misalnya, APBN 2018 disahkan pada
Oktober 2017. Jika DPR tidak menyetujuinya, maka tahun berikutnya akan menggunakan APBN
tahun sebelumnya.
13. Setelah dibuat UU APBN, Menteri Keuangan akan mengkoordinir agar Kementerian/Lembaga
kembali menyesuaikan dana yang disetujui DPR dengan prioritas mereka yang awalnya mereka
tuilis di RKA K/L karena kadang kala, tidak semua rancangan kegiatan/anggaran di RKA K/L
disetujui oleh DPR.
14. Seusai K/L menyelesaikan penyesuaiannya, Menteri Keuangan akan menyetor itu pada Presiden
yang lalu dibuatkan Perpres yang berisi tentang Rincian APBN sesuai dengan prioritas masing-
masing Kementerian/Lembaga.

16 | P a g e
15. Dibuatlah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang berisi segala patokan dan segala
rancangan perealisasian anggaran prioritas yang sudah disusun Kementerian/Lembaga yang
kemudian disahkan oleh Kementerian Keuangan yang dalam hal ini adalah Dirjen Anggaran.
16. Setelah disahkan, barulah anggaran-anggaran APBN tersebut dilaksanakan. Pelaksanaan APBN
berdasarkan UU no 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan secara teknis berdasarkan
PP no 45 tahun 2013.
17. Diakhir tahun, akan dibuat sebuah laporan pertanggungjawaban dari masing-masing
Kementerian/Lembaga untuk ditujukan kepada DPR. Sebelum diserahkan kepada DPR laporan
tersebut harus diaudit dan diperiksa terlebih dahulu oleh BPK. Semua tata cara pelaporan dan
pertanggungjawaban terdapat di PP no 71 tahun 2010.
18. Hal-hal diatas merupakan siklus yang terus-menerus akan berlangsung setiap tahunnya.

17 | P a g e
PERTEMUAN V

V.1 Pengertian Kebijakan Anggaran/Fiskal


Kebijakan anggaran adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mempengaruhi
tingkat kegiatan ekonomi melalui pengendalian pajak dan pengeluaran pemerintah.

V.2 Fungsi, Asas-Asas, Prinsip dan Klasifikasi Anggaran


FUNGSI APBN MENURUT UU 17/2003
Pasal 3 ayat (4) UU 17/2003 : APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas
perekonomian.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilitasasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

KLASIFIKASI ANGGARAN
a. Klasifikasi Menurut Organisasi
Pengelom-pokan alokasi anggaran belanja sesuai dengan struktur organisasi Kementerian
Negara/Lembaga (K/L). Yang dimaksud organisasi adalah K/L yang dibentuk untuk melaksanakan tugas
tertentu berdasarkan UUD 1945 dan/atau peraturan perundangan yang berlaku.
Kriteria pembentukan Bagian Anggaran (BA) :

18 | P a g e
1. Pada prinsipnya sebuah BA diberikan kepada organisasi atau lembaga negara yang dibentuk untuk
melaksanakan salah satu fungsi pemerintahan atau melaksanakan tugas khusus dan bertanggung
jawab langsung kepada Presiden;
2. Dasar hukum pembentukannya (berupa UU, PP, Perpres) yang menyatakan bahwa pimpinan
organisasi atau lembaga berkenaan ditetapkan sebagai Pengguna Anggaran;
3. Pengguna Anggaran merupakan pejabat setingkat Menteri/ Pimpinan Lembaga Pemerintahan
Non Kementerian (LPNK);
4. Unit kesekretariatan yang dibentuk untuk membantu pelaksanaan tugas-tugas lembaga dimaksud
setingkat eselon I dan memiliki entitas yang lengkap (unit perencanaan, pelaksana, pengawasan,
pelaporan dan akuntansi) serta telah ada penetapan dari Kantor MENPAN; Struktur organisasi
yang telah ditetapkan sudah ada pejabat yang definitif;
5. Sumber dana untuk membiayai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung
jawabnya seluruhnya/sebagian berasal dari APBN;
6. Usulan sebagai BA mendapat persetujuan dari K/L induknya termasuk pengalihan anggaran yang
dialokasikan dari K/L yang bersangkutan.

Kriteria pembentukan Satker sebagai KPA:


1. Memiliki unit-unit yang lengkap sebagai suatu entitas (unit perencanaan, pelaksana, pengawasan,
pelaporan dan akuntansi) merupakan syarat wajib;
2. Lokasi satker yang bersangkutan berada pada propinsi/ kabupaten/kota yang berbeda dengan
kantor pusatnya;
3. Karakteristik tugas/kegiatan yang ditangani bersifat kompleks/spesifik dan berbeda dengan
kantor pusatnya;
4. Volume kegiatan dan anggaran yang dikelola relatif besar.
5. Adanya penugasan secara khusus dari Pengguna Anggaran/ Kuasa PenggunaAnggaran Eselon
I satker yang bersangkutan.

b. Klasifikasi Menurut Fungsi


Pengelompokan alokasi anggaran belanja menurut fungsi dan sub fungsi yang mencerminkan tugas-
tugas pemerintahan.

19 | P a g e
Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Klasifikasi fungsi yang digunakan dalam APBN terdiri dari
11 (sebelas) fungsi.
Sub fungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi dan terinci ke dalam 79 (tujuh puluh
sembilan) sub fungsi. Penggunaan fungsi dan sub fungsi bagi sebuah K/L disesuaikan dengan karakteristik
tugas dan fungsi masing-masing K/L. Mulai tahun 2011, penghitungan alokasi anggaran untuk sebuah
Fungsi atau Sub Fungsi dikaitkan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing K/L, sehingga
suatu program yang terdiri dari beberapa Kegiatan dapat menggunakan lebih dari satu fungsi.

Klasifikasi Menurut Fungsi


1. Pelayanan Umum Pemerintahan;
2. Pertahanan;
3. Hukum, Ketertiban dan Keamanan;
4. Ekonomi;
5. Lingkungan Hidup;
6. Perumahan dan Pemukiman;
7. Kesehatan;
8. Pariwisata dan Budaya;
9. Agama;
10. Pendidikan;
11. Perlindungan Sosial.

c. Klasifikasi Menurut Ekonomi


Pengelompokan alokasi anggaran belanja menurut jenis belanja sesuai dengan karakteristik
transaksi dan peruntukannya.
Klasifikasi menurut jenis belanja digunakan dalam dokumen penganggaran baik dalam proses
penyusunan anggaran, pelaksanan anggaran, dan pertangungjawaban/pelaporan anggaran. Dalam
rangka penyusunan anggaran, tujuan penggunaan jenis belanja dimaksudkan untuk mengetahui
pendistribusian alokasi anggaran kedalam jenisjenis belanja postur APBN.
Dalam penyusunan RKA-KL, penggunaan jenis belanja mengacu pada PMK tentang Bagan Akun
Standar (BAS) termasuk tambahan dan penyempurnaannya serta penjelasan teknis sesuai dengan Buletin
Teknis yang dikeluarkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).

20 | P a g e
Jenis-jenis belanja yang digunakan dalam penyusunan RKA-KL terdiri dari : belanja pegawai, belanja
barang, belanja modal, belanja bantuan sosial, bunga utang, subsidi, belanja hibah, dan belanja lain-lain.

Klasifikasi menurut jenis


1. Belanja Pegawai;
2. Belanja Barang dan jasa;
3. Belanja Modal;
4. Bunga;
5. Subsidi;
6. Hibah;
7. Bantuan Sosial;
8. Belanja Lain-Lain. Jenis Belanja

Belanja Pegawai
Belanja Pegawai merupakan pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam
bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri
baik kepada pejabat negara, PNS dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus
PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas fungsi unit
organisasi pemerintah selama periode tertentu, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan
modal.
Belanja Barang
Belanja Barang merupakan pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis
pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta
pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan
dinas, belanja barang BLU dan belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat.
Belanja Modal
Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran dalam rangka memperoleh atau menambah aset
tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat ekonomis lebih dari satu periode akuntansi (12 bulan)
serta melebihi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan
pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan suatu satuan kerja atau
dipergunakan oleh masyarakat umum/publik serta akan tercatat di dalam Neraca satker K/L.

21 | P a g e
Belanja Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban
Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban merupakan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga
(interest) yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang
dalam maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang.
Selain itu belanja pembayaran bunga utang juga dipergunakan untuk pembayaran denda/biaya lain
terkait pinjaman dan hibah dalam maupun luar negeri, serta imbalan bunga.

Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran BUN
Belanja Bantuan Sosial
Bantuan Sosial merupakan Pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh
Pemerintah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan
kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.
Belanja Lain-lain
Belanja Lain-lain merupakan pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak
dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran diatas. Pengeluaran ini bersifat tidak biasa dan tidak
diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak
terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah, bersifat
mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

V.3 Tiga Pilar Sistem Penganggaran (MTEF, PBB, Unified Budget)


1. Penganggaran Terpadu (unified budget)
Pendekatan penganggaran yang dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan
dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-KL sesuai dengan dengan
klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Pengintegrasian seluruh proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan agar tidak terjadi
duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L baik yang bersifat investasi maupun untuk keperluan biaya
operasional.
Dapat mewujudkan Satker sebagai satu-satunya entitas akuntansi yang bertanggung jawab terhadap
aset dan kewajiban yang dimilikinya, serta adanya akun yang standar (dahulu dikenal sebagai MAK) untuk
satu jenis belanja.

22 | P a g e
Penyusunan RKA-KL untuk tahun 2011 menggunakan hasil restrukturisasi program dan kegiatan serta
penataan bagian anggaran dan satker sebagai pengelola anggaran dalam kaitannya dengan klasifikasi
anggaran menurut organisasi.

2. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)


Pendekatan penganggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan
dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran
tersebut.
Penerapan PBK pada dasarnya mengubah pola pengalokasian anggaran dari semula berbasis input
menjadi berbasis output sehingga fokus pengukuran kinerja thd Program/Kegiatan juga akan bergeser
dari semula didasarkan atas besarnya jumlah alokasi sumber daya menjadi hasil yang dicapai dari
penggunaan sumber daya.
Dalam pengalokasian anggaran untuk sebuah output kegiatan harus tergambar secara jelas asumsi
yang digunakan baik kuantitas dan kualitas komponen input yang digunakan serta relevansi masing-
masing komponen input sebagai tahapan dalam rangka pencapaian output kegiatan.
Untuk mengetahui tingkat capaian kinerja sebuah Program atau Kegiatan, maka perlu dilakukan
evaluasi kinerja dengan mengacu pada indikator kinerja yang telah ditetapkan. Indikator kinerja dapat
berupa indikator input, indikator output atau indikator outcome.

3. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework)


Pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang
menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran.
Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memer-lukan suatu tahapan proses
penyusunan perencanaan jangka menengah meliputi: penyusunan kerangka asumsi makro, penetapan
target-target fiskal, total resource envelopes, pendistribusian total pagu belanja masing-masing K/L, dan
penjabaran pengeluaran K/L ke masing-masing Program dan Kegiatan.
Dalam penghitungan prakiraan maju, proses estimasi seringkali dipisah antara kebijakan yang
sedang berjalan (on going policies) dan prakiraan atas biaya dari kebijakan baru (new policies).

23 | P a g e
PERTEMUAN VI

VI.1 Siklus Penganggaran (APBN)

VI.2 Perencanaan, Penyusunan Pagu K/L, Penyusunan Pagu Definitif dan Penetapan APBN
ALUR APBN

24 | P a g e
SIKLUS ANGGARAN
Siklus anggaran (budget cyclus) adalah suatu masa peredaran atau perputaran dari suatu anggaran,
yaitu mulai dari proses persiapan sampai pelaksanaan dan perhitungannya.
Menurut Harjono Sumosudirdjo Budget cyclus tidak lain ialah masa atau jangka waktu mulai saat
anggaran disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Adapun
tahapan- tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan anggaran oleh Pemerintah
2. Pembahasan anggaran di DPR yang berakhir dengan pengesahan anggaran dengan undang-
undang
3. Pelaksanaan anggaran oleh Pemerintah
4. Pengawasan atas pelaksanaan anggaran
5. Pengesahan perhitungan anggaran dengan undang-undang.

PROSES PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF

Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga
sebagai pedoman dalam penyusunan Renja K/L.

25 | P a g e
PROSES PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN
Pagu Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada
Kementerian/Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L.

26 | P a g e
PROSES PENYUSUNAN ALOKASI ANGGARAN
Alokasi Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada
Kementerian/Lembaga berdasarkan hasil pembahasan Rancangan APBN yang dituangkan dalam
kesimpulan rapat kerja pembahasan rancangan APBN antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.

SINKRONISASI PROGRAM/KEGIATAN DALAM RKA-KL

27 | P a g e
Keluaran dari masing-masing kegiatan dalam satu program harus secara sinergis mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan dari program yang bersangkutan . PP No. 20 th 2004 Ttg RKP Pasal
8 ayat (2)

SINKRONISASI PROGRAM/KEGIATAN
Penempatan program-program pada fungsi/subfungsi yang sesuai, misalnya semua program
pendidikan dan latihan ditempatkan pada Fungsi/Subfungsi Pendidikan;
Penyesuaian/penambahan program-program kementerian negara/lembaga agar lebih
konsisten dengan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga;
Ditetapkannya Program Penyelenggaran Pimpinan Kepemerintahan dan Kenegaraan di semua
Kementerian Negara/Lembaga untuk menampung kegiatan eks Administrasi Umum;
Penempatan kegiatan-kegiatan pada program yang benar-benar sesuai, sehingga
keluaran/output kegiatan akan menunjang tercapainya hasil/sasaran/output dari program;
Nomenklatur kegiatan dan subkegiatan lebih sederhana yang sedapat mungkin
menggambarkan keluaran/output yang hendak dicapai;
Dikelompokkannya kegiatan-kegiatan ke dalam (a) kegiatan yang terkait dengan program tertentu
dan (b) kegiatan yang dapat terkait dengan semua program.

PRIORITAS DALAM PENYUSUNAN RKA-KL


Program dan kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran Priotitas Pembangunan Nasional
dan/atau Prioritas Kementerian Negara/Lembaga.
Kebutuhan anggaran yang bersifat mengikat
Kebutuhan dana Pendamping untuk kegiatan-kegiatan yang anggarannya bersumber dari
pinjaman dan hibah luar negeri.
Kebutuhan anggaran untuk kegiatan lanjutan yang bersifat tahun jamak (multi years)
Penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan kegiatan percepatan pemulihan pasca konflik
dan pasca bencana di berbagai daerah.

DASAR-DASAR PENGALOKASIAN
Visi dan Misi kementerian negara/lembaga.

28 | P a g e
Skala Prioritas. RKA-KL disusun berdasarkan skala prioritas dengan mengacu pada:
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) hasil pembahasan dgn DPR
Pagu Sementara/Pagu Definitif
Hasil Kesepakatan DPR dengan kementerian negara/lembaga
Tupoksi unit organisasi kementerian negara/lembaga
Pengalokasian anggaran kedalam kegiatan/subkegiatan dalam RKA-KL tidak dapat
mengakibatkan :
Pergeseran anggaran antar program
Pengurangan belanja mengikat
Perubahan pagu sumber pendanaan/sumber pembiayaan (RM/PLN/HLN/PNBP) yang
ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu Sementara.
Perhitungan alokasi biaya didasarkan pada indeks satuan biaya yang ditetapkan.

PENGALOKASIAN MENURUT PROGRAM


Program-program dikaitkan dengan fungsi/subfungsi yang sesuai, sehingga setiap program
berada pada subfungsi tertentu.
Program-program dan alokasi anggarannya dalam Pagu Sementara tidak dapat ditambah atau
dikurangi, kecuali atas persetujuan/rekomendasi DPR-RI/ Ketua Komisi Mitra Kerja kementerian
negara/lembaga terkait yang ditunjukkan dengan dokumen tertulis.
Alokasi anggaran pada masing-masing program tidak dapat digeser/diubah antar sumber
pendanaan/sumber pembiayaan.
Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan (Kode 000019) adalah
program yang dapat terkait dengan semua fungsi pada subfungsi lain-lain (Kode 0090), khususnya
dalam rangka pengalokasian anggaran untuk belanja-belanja yang sifatnya mengikat, sehingga
kode program tersebut adalah xx 9019. Dalam program xx9019 tersebut dimungkinkan untuk
adanya kegiatan-kegiatan/belanja-belanja yang tidak mengikat.

PENGALOKASIAN MENURUT KEGIATAN

29 | P a g e
VI.3 Mekanisme Revisi RKA K/L

30 | P a g e
PERTEMUAN VII

VII.1 Pengertian Perbendaharaan Negara, Kas Negara, Rekening Kas Negara/Rekening Kas Umum
Negara atau Daerah, Piutang/ Utang Negara atau Daerah
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,
termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
seluruh pengeluaran negara.
Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh
pengeluaran daerah.
Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan
membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak
Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak
Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat dan/atau kewajiban
Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban
Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang- undangan
yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.

VII.2 Ruang Lingkup Perbendaharaan Negara

31 | P a g e
a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
b. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
e. pengelolaan kas;
f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;
i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
j. penyelesaian kerugian negara/daerah;
k. pengelolaan Badan Layanan Umum;
l. perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

VII.3 Asas-Asas Perbendaharaan Negara


UU tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan
pengeluaran negara.
a. Perda tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan
pengeluaran daerah.
b. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD
jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
c. Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program
pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.
d. Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program
pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
e. Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga
disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan
pemerintah.
f. Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat
mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.

32 | P a g e
Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik
negara/daerah.
Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama
negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga
atau barang-barang negara/daerah.
Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi
bendahara umum negara.
Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi
bendahara umum daerah.
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang pendapatan negara/
daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/ APBD pada Kantor/ satuan kerja kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja
negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga/ pemerintah daerah.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan
kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non
kementerian negara/lembaga negara.

VII.4 Pengertian Pejabat Perbendaharaan


1. Pengguna Anggaran
Menteri/ pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang bagi kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;

33 | P a g e
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;
g. menggunakan barang milik negara;
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;
i. mengawasi pelaksanaan anggaran;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya.

Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah:


a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara
Pengeluaran;
c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran.

Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja
perangkat daerah yang dipimpinnya. Kepala satuan kerja perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya
selaku pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya
berwenang:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e. mengelola utang dan piutang;
f. menggunakan barang milik daerah;
g. mengawasi pelaksanaan anggaran;
h. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya.

34 | P a g e
VII.5 Pengertian Bendahara Umum Negara
Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara berwenang:
a. menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
d. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
e. menunjuk bank dan/ atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;
g. menyimpan uang negara;
h. menempatkan uang negara dan mengelola/ menatausahakan investasi;
i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban
rekening kas umum negara;
j. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;
k. memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
l. melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
m. mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan;
n. melakukan penagihan piutang negara;
o. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;
p. menyajikan informasi keuangan negara;
q. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
negara;
r. menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran
pajak;
s. menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara
untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangk a pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang
telah ditetapkan.

35 | P a g e
Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.
Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memerintahkan penagihan piutang negara kepada
pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran.
Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihakketiga
sebagai pengeluaran anggaran.

Bendahara Umum Daerah


Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adal ah Bendahara Umum Daerah. Kepala Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah berwenang:
a. menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga
keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
h. menyimpan uang daerah;
i. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/ menatausahakan investasi;
j. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban
rekening kas umum daerah;
k. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah
daerah;
l. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
m. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
n. melakukan penagihan piutang daerah;
o. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
p. menyajikan informasi keuangan daerah;
q. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
daerah.

36 | P a g e
VII.6 Pengertian Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota mengangkat Bendahara
Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan
pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota mengangkat Bendahara
Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja
pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna
Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai
penjamin atas kegiatan/pekerjaan/ penjualan tersebut.

37 | P a g e
PERTEMUAN VIII

VIII.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pelaksanaan Anggaran


Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari Siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari tahap penyusunan dan
penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro tahun anggaran berikutnya (misal tahun anggaran 2008) kepada DPR selambat-lambatnya
pertengahan bulan Mei tahun berjalan (misal tahun 2007). Kemudian pemerintah pusat dan DPR
membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah
pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
Dasar Hukum :
- Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga.
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
- Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 tahun
2004.
- Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun
2004.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam
Pelaksanaan APBN.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar.( Bagan
Perkiraan Standar adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara
sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban
dan pelaporan keuangan pemerintah pusat)
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan,
Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun 2008.(setiap tahun dikeluarkan PMK ttg
ini).

38 | P a g e
- Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 Mekanisme Pelaksanaan
Pembayaran atas Beban APBN.

VIII.2 Pengertian dan Aspek Hukum Dokumen Pelaksanaan Anggaran


Wujud Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran 2005*) berupa daftar
isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, rencana
penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh kementerian
negara/lembaga, sehingga dokumen pelaksanaan anggaran tersebut disebut daftar isian pelaksanaan
anggaran atau disingkat DIPA. DIPA tersebut disusun atas dasar Peraturan Presiden tentang rincian APBN.
Konsep DIPA yang telah selesai disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran satker disampaikan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA pusat dan kepada Kepala Kanwil DJPB untuk DIPA
daerah. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan
kemudian mengesahkan DIPA pusat. Sedangkan Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan selaku
BUN menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden
dan kemudian mengesahkan DIPA daerah.
Apabila dalam batas waktu yang ditentukan (akhir tahun anggaran) Kuasa Pengguna Anggaran
satker belum menyampaikan konsep DIPA, maka Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil
DJPB tetap menerbitkan Surat Pengesahan DIPA yang dilampiri konsep DIPA (sementara) yang dibuat oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB berdasarkan Surat Rincian Alokasi Anggaran
(SRAA) dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atau Peraturan Presiden tentang
Rincian APBN. DIPA (sementara) ini dapat dipakai sebagai dasar penerbitan surat perintah membayar
dengan ketentuan bahwa dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai,
pengeluaran keperluan sehari-hari perkantoran, daya dan jasa, dan lauk pauk/bahan makanan. Sedangkan
dana untuk jenis pengeluaran lainnya harus diblokir

39 | P a g e
VIII.3 Mekanisme Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran

1) Tahap Penyusunan DIPA


a. Penyusunan
i. Kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menyusun DIPA (Psl.29)
ii. DIPA disusun berdasarkan anggaran berbasis kinerja yang dirinci menurut
klasifikasi fungsi, organisasi, dan jenis belanja (Psl.30)
b. Pengesahan
i. Kewenangan Menkeu selaku BUN untuk mengesahkan DIPA
ii. Kewenangan pengujian kesesuaian isi DIPA sebelum pengesahan
iii. Fungsi pengesahan DIPA sebagai pernyataan kesiapan BUN dalam
pelaksanaan anggaran sesuai rencana penarikan dana. (Psl 35)
c. Revisi
i. Pengaturan sebab sebab revisi DIPA karena alasan administratif, alokatif,
perubahan rencana penarikan dana, dan/atau perubahan rencana
penerimaan dana (Psl.38)

2. Anggaran Pendapatan Negara


Anggaran Pendapatan Negara yang di dalamnya terdapat pendapatan dari berbagai bidang,
dikelompokkan ke dalam tiga jenis pengelolaan secara umum :
a. Penyetoran pendapatan Negara

40 | P a g e
i. Penyetoran pendapatan negara melalui bank sentral atau bank umum dan
badan lannya (Psl 43)
ii. Kewajiban penyetoran ke kas negara tepat waktu dan adanya pengenaan
sanksi administratif berupa denda (Psl 46)
iii. Penetapan wajib pungut pajak kpd setiap PA/KPA dan/atau bendahara (Psl
47)
b. Pengelolaan PNBP
i. Tanggungjawab Menteri/Pimpinan Lembaga yang memiliki sumber PNBP
untuk melakukan pemungutan PNBP (Psl 48)
ii. Kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menetapkan pejabat yang
bertugas melakukan pemungutan PNBP (Psl 48)
iii. Kewenangan dan tanggungjawab KPA untuk memperhitungkan PNBP yang
terutang dari pembayaran yang dilakukannya (Psl 53)
c. Hibah
i. Tanggungjawab Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal atas pelaksanaan
pendapatan hibah (Psl 56)
ii. Keharusan pendapatan hibah dikelola dalam APBN (Psl 56)

2) Alur Pelaksanan Belanja

41 | P a g e
3) Jenis Jenis Pembuatan Komitmen
Surat keputusan
Perorangan; Bersama
Perjanjian
Kontrak / SPK; Bukti pembelian / pembayaran

4) Pelaksanaan komitmen
a) Pagu Anggaran yang sudah terikat komitmen tidak dapat digunakan untuk kebutuhan lain (Psl.57)
b) Proses pengadaan barang dan jasa sebelum tahun anggaran dimulai setelah RKA disetujui oleh
DPR (Psl.59)
c) Izin pejabat yang berwenang atas perjanjian yang membebani anggaran lebih dari satu tahun
anggaran (Psl.61)
d) Perjanjian menggunakan valas dapat membebani DIPA rupiah murni dengan nilai ekuivalen valas
(Psl.63)
e) Kewajiban menyetorkan uang hak negara yg berasal dr komisi, rabat, potongan, dan penerimaan
lain (Psl.64)

5) Penyelesaian tagihan

42 | P a g e
- Penyelesaian tagihan kepada negara dilaksanakan berdasarkan hak dan bukti yg sah untuk
memperoleh pembayaran (Psl.65)
- Kewenangan bendahara pengeluaran utk melakukan pembayaran atau menolak perintah bayar
dr KPA (Psl.66)
- Kewajiban PPK utk mengesahkan bukti pembelian/pembayaran sebagai hak tagih kepada negara
(Psl.67)
- Penyampaian SPM oleh KPA dilengkapi dengan pernyataan kebenaran perhitungan dan tagihan
dan/atau data perjajian (Psl.67)
- Pembayaran dapat dilakukan sebelum barang/jasa dengan menyampaikan jaminan atas
pembayaran (Psl.68)
- Kewajiban memperhitungkan kewajiban apabila pihak ketiga masih mempunyai utang kepada
negara (Psl.69)
- Tanggung jawab PPK menatausahakan komitmen dan kewajiban menyampaikan data komitmen
kepada kuasa BUN (Psl.71)
- Dalam menerbitkan SP2D, Kuasa BUN melakukan pengujian SPM yg diajukan oleh KPA (Psl.73)
- Hak tagih kepada negara diselesaikan paling lambat 30 hari kalender (Psl.75)

VIII.4 Mekanisme Revisi DIPA


- Mekanisme Penyelesaiaan revisi DIPA pada Kanwil DJPB;
- Kuasa Pengguna DIPA (KPA) menyiapkan usulan Revisi DIPA beserta data dan dokumen
pendukung.
- KPA menyampaikan usulan Revisi DIPA kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan (Kanwil DJPB).
- Dalam hal Revisi DIPA memerlukan persetujuan Eselon I KPA mengajukan usulan Revisi DIPA
kepada Eselon I untuk mendapatkan persetujuan.
- Berdasarkan persetujuan Eselon I, KPA mengajukan usulan Revisi DIPA kepada Kanwil DJPB.
- DJPB meneliti usulan revisi dan kesesuaian dengan dokumen pendukung.
- Dalam hal Revisi DIPA ditolak, Kanwil DJPB menerbitkan Surat Penolakan Revisi DIPA.
- Dalam hal Revisi DIPA disetujui, Kanwil DJPB akan melakukan upload ADK RKA-KL DIPA ke server
- Setelah ADK RKA-KL DIPA divalidasi oleh sistem, secara otomatis akan diterbitkan notifikasi dan
kode digital stamp baru sebagai tanda pengesahan Revisi DIPA.
- Kanwil DJPB menyampaikan surat persetujuan yang dilampiri notifikasi pengesahan Revisi DIPA.

43 | P a g e
- KPA melaksanakan kegiatan berdasarkan pengesahan Revisi DIPA dari Kanwil DJPB.

VIII.5 Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan Uang


Pengelolaan Kas Umum (diatur dalam Bab IV UU No.1 Tahun 2004):
1. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur dan
menyelenggarakan rekening pemerintah.
2. Dalam rangka penyelenggaraan rekening pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Menteri Keuangan membuka Rekening Kas Umum Negara.
3. Uang negara disimpan dalam Rekening Kas Umum Negara pada Bank Sentral.
4. Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran negara, Bendahara Umum Negara
dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada Bank Umum.
5. Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap hari.(lihat
tentang Bank Persepsi)
6. Saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas
Umum Negara pada bank sentral. (lihat tentang TSA)
7. Dalam hal kewajiban penyetoran tersebut secara teknis belum dapat dilakukan setiap hari,
Bendahara Umum Negara mengatur penyetoran secara berkala.
8. Rekening Pengeluaran pada Bank Umum diisi dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas
Umum Negara pada bank sentral.(lihat tentang Bank Operasional)
9. Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang telah
ditetapkan dalam APBN.
Badan Lain :
1. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam hal tertentu dapat menunjuk badan
lain untuk melaksanakan penerimaan dan/atau pengeluaran negara untuk mendukung kegiatan
operasional kementerian negara/lembaga.
2. Penunjukan badan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam suatu kontrak
kerja.
3. Badan lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban menyampaikan
laporan secara berkala kepada Bendahara Umum Negara mengenai pelaksanaan penerimaan
dan/atau pengeluaran sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

44 | P a g e
VIII.6 Pengertian Pengelolaan Piutang dan Utang
Pengelolaan atas utang negara yang langsung membebani APBN, yaitu pinjaman luar negeri
(external loans) dan SUN yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian
Keuangan.
i. Memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, misalnya pasal 9 UU No.24 Tahun
2002 tentang SUN;
ii. Memberikan keyakinan pada investor dan kreditor bahwa pengelolaan utang dilakukan secara
transparan dan akuntabel;
iii. Sebagai pedoman umum pada unit pengelola utang negara agar kebijakan yang ditempuh dapat
terintegrasi dan komprehensif;
iv. Mendasari penyusunan indikator pengukuran kinerja utama bagi unit pengelola utang (key
performance indicators).
Pedoman umum:
UU No. 17 Tahun 2003 dan PP No 23 Tahun 2003, mengatur
- Jumlah kumulatif defisit APBN < 3% PDB;
- Jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat dan Pemda < 60 % PDB tahun bersangkutan.
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
- UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/Kmk.06/2005 Tentang Strategi Pengelolaan Utang
Pemerintah Tahun 2005-2009
SUN, diatur :
UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara;
Pinjaman dan Hibah LN diatur :
- Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri dan Tatacara Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; dan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.05/2006 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri

VIII.7 Pengertian Pengelolaan Investasi


- Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi,
sosial dan/atau manfaat lainnya.

45 | P a g e
- Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan
investasi langsung.
- Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
- Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
- Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan
dengan peraturan daerah.

VIII.8 Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan untuk menjamin terlaksananya tertib
administrasi dan tertib pengelolaan BMN/daerah, maka telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/Daerah.
PP Nomor 6 tahun 2006 pada dasarnya merupakan penyatuan peraturan-peraturan mengenai
pengelolaan BMN (BMN) yang telah ada sebelumnya, mengatur hal-hal yang belum tertampung dalam
peraturan-peraturan yang ada sebelumnya, dan memberikan landasan hukum yang lebih kuat agar tertib
administrasi dan tertib pengelolaan BMN/D dimaksud dapat diwujudkan. Oleh karena itu, dengan adanya
PP Nomor 6 Tahun 2006 diharapkan pengelolaan BMN/D semakin tertib baik dalam hal
pengadministrasiannya maupun pengelolaannya, sehingga pengadaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan
serta pengamanan BMN/D dimasa mendatang dapat lebih efektif dan efisien.
Adapun pengertian BMN/Daerah (BMN/D) sesuai dengan pasal 1 angka 10 dan 11 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D atau
berasal dari perolehan lain yang sah.
Selanjutnya, dalam pasal 2 ayat (2) PP Nomor 6 Tahun 2006, dari pengertian BMN/D yang berasal dari
perolehan lain yang sah dimaksud dirinci dalam 4 bagian, yaitu:
- Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya,
- Diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/ kontrak,
- Diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, dan
- Diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

VIII.9 Pengertian Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/APBD

46 | P a g e
1) Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk
transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
2) Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk
transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya.
3) Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan untuk menyusun laporan
keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
4) Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan perbendaharaan
negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah.
6) Kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan
pengeluaran yang dilakukannya.
7) Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Presiden dari segi hak dan ketaatan kepada
peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
8) Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota dari segi hak dan
ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
9) Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam
penguasaannya.
10) Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada Pengguna
Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya.

47 | P a g e

You might also like