You are on page 1of 11

KLASIFIKASI

a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir di
minggu pertama kehidupannya disebabkan oleh peningkatan bilirubin tak terkonjugasi
akibat proses fisiologis pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena penurunan level
glukoronil transferase, tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih
pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi hepar.
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada neonatus cukup
bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur turun. Pada
bayi prematur, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin naik perlahan tetapi dengan
kadar puncak lebih tinggi, serta memerlukan waktu lebih lama untuk menghilang, mencapai
2 minggu. Kadar bilirubin pada neonatus prematur dapat mencapai 10-12 mg/dL pada hari
ke-5 dan masih dapat naik menjadi >15 mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar
bilirubin akan mencapai <2 mg/dL setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup bulan maupun
prematur. Jika ikterus fisiologis, maka harus:
1. Tidak muncul pada hari pertama
2. Kadar bilirubin terkonjugasi harus < 2 mg/dL
3. Peningkatan kadar bilirubin < 0,2 mg/dL/jam atau < 5 mg/dL/hari
4. Ikterus tidak menetap > 2 minggu pada bayi cukup bulan

b. Ikterus non fisiologis


Ikterus non fisiologis merujuk kepada keadaan berikut :
1. Ikterus terjadi sebelum usia 24 jam
2. Bilirubin total serum > persentil 95 berdasarkan grafik normogram
3. Peningkatan kadar bilirubin > 0,2 mg/dL/jam atau > 5 mg/dL/hari
4. Kadar bilirubin serum terkonjugasi > 1,5 2 mg/dL atau > 10 20% dalam bilirubin
serum total
5. Ikterus menetap setelah > 2 minggu pada bayi cukup bulan
6. Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan berat
badan, apne, takipnu, instablilitas suhu)
Penyebab kuning
Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima foto terapi atau
bilirubin total serum meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesa dan
pemriksaan fisik.
Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjungasi harus dilakukan
analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus
dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Bayi sakit dan ikterus pada bayi sakit atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan
pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin kongasi untuk mengidentifikasi adanya
kolestasis, juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.
Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin kongasi meningkat, dilakukan evaluasi tambahan
untuk mencari penyeba kolestasis. Pemeriksaan terhadap kadar Glukose- 6- Phospat
Dehindrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan
dengan riwaya=t keluarga atau etnis atau asal geografis yang menunjukkan kecendrungan
defisiensi G6PD atau pada bayi yang respon buruk terhadap fototerapi

Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan


Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko
berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus menetapkan protokol
untuk menilai resiko ini. Penilaian ini sangat penting untuk bayi yang pulang sebelum 72 jam.

Kebijakan dan prosedur RS


Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS,
termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap kuning, dan anjuran
bagaimana monitoring dilakukan.
Tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional yang
berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning.
Waktu dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lama perawatan, ada atau
tidaknya faktor resiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal lainnya.
Saat tindak lanjut : Berdasarkan tabel dibawah :
Bayi Keluar RS Harus Dilihat Saat Umur

Sebelum umur 24 jam 72 jam

Antara umur 24 dan 47,9 jam 96 jam

Antara umur 48 dan 72 jam 120m

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, di perlukan 2 kunjungan tindak
lanjut yaitu kunjungan pertama antar 24- 72 jam dan kedua antara 72-120 jam. Penilaian klinis
harus dikgunakan dalam tindak lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor resiko terhadap
hiperbilirubinemia harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan
bayi yang resiko kecil dan tidak beresiko, waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.
Menunda pulang dari RS: Bila tindak lanjut yang memadai tidak dapat dilakukan
terhadap adanya peningkatan resiko timbulnya hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan
penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut memadai dapat dipastikan atau periode
resiko terbesar telah terlewati (72-96 jam)
Penilaian tindak lanjut harus termasuk berat badan bayi dan perubahan persentasi berat
lahir, asupan yang adekuat, pola BAB dan BAK, serta ada tidaknya kuning. Penilaian klinis
harus digunakan untuk dilakukan perlunya pemeriksaan bilirubin. Jika penilaian visual
meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperksa. Perkiraan
kadar bilirubin visusal dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam.

Pengelolaan bayi dengan ikterus


1. Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI
Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang harus diperhatikan pada pengelolaan early
jaundice pada bayi yang mendapat ASI.

Pengelolaan ikterus dini (early jaudice) pada bayi yang mendapat ASI
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang
pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin.
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa atau formula pengganti
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dl, tingkatkan pemberian minum,
rangsang pengeluaran/ produksi ASI dengan cara memompa dan
menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas
ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan
jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20mg/dl atau ibu
memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning

Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/ albumin

Merupakan suatu pilihan untuk mengukur kadar serum albumin dan mempertimbangkan kadar albumin
kurang dari 3 gr/dl sebagai satu faktor resiko untuk menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi.

Jika dipertimbangkan transfusi ganti, kadar albumin serum harus diukur dan digunakan rasio bilirubin /
albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin total serum dan faktor- faktor lainnya yang menentukan
dilakukannya transfusi ganti.

Bilirubin ensefalopati akut

Direkomendasikan untuk segera melakukan transfusi ganti untuk setipa bayi ikterus dan tampak
manifestasi fase menengah sampai lanjut dari ensefalopati bilirubin akut (hipertonia, arching, tetrocollis,
opistotonus, demam, menangis melengking) meskipun kadar bilirubintotal serum telah turun. 9 Semua
fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memilki peralatan untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan

Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi, AAP merekomendasikan bahwa, jika
memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga terdapat pilihan untuk menghentikan sementara dan
menggantinya dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau meningkatkan
efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang mendapat fototerapi, suplementasi dengan pemberian
ASI yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat, berat badan turun
berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.

Foto Terapi
Indikasi Fototerapi

- Sebagai patokan gunakan kadar bilirubin total

- Faktor resiko : isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis,suhu tubuh yang
tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin < 3g/dL

- Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 diperbolehkan untuk melakukan fototerapi pada kadar
bilirubin total sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar
bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayi- bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan
kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi- bayi yang mendekati usia 37 minggu.

- Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau dirumah pada kadar bilirubin
total 2-3 mg/dl dibawah garis yang ditunjukkan, namun pada bayi- bayi yang memiliki faktor resiko
fototerapi sebaiknya tidak dilakukan dirumah.

Petunjuk fototerapi (menurut AAP, 2004) tertera pada:

Perhatian: selama fototerapi (intensif ) ulang TSB setiap 2-3 jam / 4-24 jam.

1. Apabila TSB = 25 mg/dl bayi sehat, atau = 20 mg/dl bayi sakit/BKB diperlukan transfusi tukar.

2. Bayi dengan hemolitik isoimun dengan fototerapi intensif TSB meningkat diperlukan transfusi
tukar. Apabila memungkinkan berikan imunoglobulin 0,5 1 gr/kg > 2 jam, ulangi dalam 12 jam bila
perlu.

3. Apabila berat badan turun >12%, dehidrasi berikan formula/ASI peras/cairan intravena
(kristaloid).

4. Apabila TSB tidak menurun, atau TSB berubah pada kadar transfusi tukar, atau rasio
TSB/albumin melebihi fig. 4 pertimbangkan transfusi tukar.

5. Tergantung penyebab hiperbilirubinemia, setelah terapi sinar distop dan setelah pulang, periksa
TSB setelah 24 jam kemudian

Gambar Pedoman Fototerapi Intensive Neonatus Usia 35 Minggu.


Tabel Indikasi Fototerapi berdasarkan TSB (WHO)

Tabel Indikasi Fototerapi BBLR (Choherty,2004)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah:

Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari turunnya
energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.

Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.

Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah
kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk
memberikan rangsang visual pada neonatus. Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan
membuka penutup mata.

Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk melindungi
daerah kemaluan dari cahaya fototeraphy.

Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang
optimal.

Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin.

Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.

Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses, dan muntah diukur, dicatat dan
dilakukan pemantauan tanda dehidrasi

Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.

Lamanya terapi sinar dicatat.

Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika
kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan,
antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan gangguan
metabolism.

Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping tersebut bersifat
sementara, yang dapat di cegah atau dapat ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan
terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.

Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapati terapi sinar adalah :

Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur.

Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan
penguapan melalui kulit. Terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat di
antisipasi dengan pemberian cairan tambahan.

Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirect pada usus akan meningkatkan
pembentukan enzim lactase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar
laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.

Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas, dan akan segera hilang setelah
terapi berhenti. Di laporkan pada beberapa bayi terjadi bronze baby syndrome, hal ini terjadi karena
tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat
sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.

Peningkatan suhu.

Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu tubuh, ini
disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.

Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan iritabilitas. Ini bersifat
sementara dan hilang sendirinya.

Mekanisme kerja fototerapi

Efektifitas dari fototerapi tergantung dari penyinaran (energi yang dikeluarkan) sumber cahaya. Sinar
diukur dengan radiometer atau spektroradiometer dalam satuan W/cm2 atau W/ cm2/nanometer.
Diposisikan 20 cm diatas neonatus dengan gelombang 430 -490 nm 36 Baik sinar biru (400-550 nm),
sinar hijau (550-800nm) maupun sinar putih (300-800 nm) akan mengubah bilirubin indirek menjadi
bentuk yang larut dalam air untuk diekskresikan melalui empedu atau urine dan tinja.

Sewaktu bilirubin mengabsorpsi cahaya, terjadi reaksi kimia yaitu isomerisasi, selain itu terdapat juga
konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yang disebut lumirubin yang secara cepat dibersihkan
dari plasma saluran empedu. Lumirubin merupakan produk terbanyak dari degradasi bilirubin akibat
terapi sinar (fototerapi). Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi
dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Fotoisomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya
dan secara langsung bisa diekskresikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang dapat
diekskresikan melalui urin.

Transfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah pasien yang dilanjutkan dengan
pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai
sebagian besar darah pasien tertukar (Fried, 1982). Pada pasien hiperbilirubinemia, tindakan tersebut
bertujuan mencegah ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi.
Pada bayi hiperbilirubinemia karena isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai manfaat lebih karena akan
membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi darah neonatus. Hal tersebut akan mencegah
terjadinya hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki kondisi anemianya.

Indikasi transfusi tukar berdasarkan TSB (WHO)

Indikasi transfusi tukar pada BBLR (Choherry, 2004)

Indikasi transfusi tukar

1. Gagal dengan intensif fototerapi.

2. Ensefalopati bilirubin akut (fase awal, intermediate, lanjut/advanced) yang ditandai gejala
hipertonia, melengkung, retrocolli, opistotonus, panas, tangis melengking.

Darah donor untuk transfusi tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.

2. Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood.


3. Pada penyakit hemolitik Rhesus, jika darah dipersiapkan sebelum persalinan harus golongan O
dengan Rhesus (-), lakukan cross match terhadap ibu. Jika darah dipersiapkan setelah kelahiran, caranya
sama, hanya dilakukan cross match dengan bayinya.

4. Pada inkompatibilitas ABO, darah donor harus golongan O, Rhesus (-) atau Rhesus yang
samadengan ibu atau bayinya. Cross match terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah
antibodi anti A dan anti B. Biasanya memakai eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan
bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi
dan harus di-cross match terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia non imun, lakukan typing dan cross match darah donor terhadap
plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Transfusi tukar memakai 2 kali volume darah ( 2 kali exchange), yaitu 160 ml/kgBB sehingga
akan diperoleh darah baru pada bayi yang dilakukan transfusi tukar, terjadi sekitar sekitar 87%.

Ensefalopati

Ensefalopati bilirubin klinis terdiri dari 2 tahap yaitu fase akut dan fase kronis. Pada fase awal dan
intermediate dari fase akut bersifat reversible (sementara) yang masih aman jika segera diterapi
(transfusi ganti dan foto terapi). Fase lanjut dan kronis bersifat irreversible (menetap).

Ensefalopati bilirubin kronis dapat mengakibatkan gejala klinis refleks tonik leher (tonic-neck reflex)
menetap setelah tahun pertama kehidupan terjadi gangguan ekstrapiramidal, gangguan visual,
pendengaran, defek kognitif, gangguan terhadap gigi, gangguan intelektual minor dapat terjadi. Angka
kematian dapat lebih dari 10 %.
1.1 DIAGNOSA BANDING

Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang Kemungkinan


atau diagnosis lain yang diagnosis
sudah diketahui

Timbul saat lahir hari ke-2 Sangat ikterus Hb<13>8 mg/dl pada hari Ikterus hemolitik
Sangat pucat ke-1 atau akibat inkompatibilitas
Riwayat ikterus pada bayi kadar Bilirubin>13 mg/dl darah
sebelumnya pada hari ke-2
Riwayat penyakit keluarga: ikterus/kadar bilirubin
ikterus, anemia, cepat
pembesaran hati, Coombs tes positif
pengangkatan limfa,
defisiensi G6PD Defisiensi G6PD
Inkompatibilitas golongan
darah ABO atau Rh

Timbul saat lahir sampai Sangat ikterus Lekositosis, leukopeni, Ikterus diduga karena
dengan hari ke2 atau lebih Tanda trombositopenia infeksi berat/sepsis
Riwayat infeksi maternal infeksi/sepsis:
malas minum,
kurang aktif,
tangis lemah,
suhu tubuh
abnormal
Timbul pada hari 1 Ikterus Ikterus akibat obat
Riwayat ibu hamil
pengguna obat
Ikterus hebat timbul pada Sangat ikterus, Bila ada fasilitas: Hasil Ensefalopati
hari ke2 kejang, postur tes Coombs positif
Ensefalopati timbul abnormal,
pada hari ke 3-7 letragi
Ikterus hebat yang tidak
atau terlambat diobati
Ikterus menetap setelah Faktor pendukung: Urine
usia 2 minggu gelap, feses pucat, Ikterus berkepenjangan
Ikterus peningkatan bilirubin (Prolonged Ikterus)
berlangsung > direks
2 minggu pada
Timbul hari ke2 atau lebih bayi cukup
Bayi berat lahir rendah bulan dan > 3 Ikterus pada bayi
minggu pada prematur
bayi kurang
bulan

Bayi tampak
sehat

You might also like