Professional Documents
Culture Documents
DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LIMBOTO BARAT
MINI PROJECT
DISUSUN OLEH:
dr. Felicia Reynata
PENDAMPING:
dr. Debby Hiola
Peneliti :
Program Penugasan:
Judul Penelitian:
Penelitian ini ditujukan sebagai tugas mini project pada Program Dokter
Internsip Indonesia yang telah dipresentasikan dihadapan dokter pembimbing,
kepala puskesmas, dan Dinas Kesehatan Limboto.
Mengetahui,
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Mini Project ini.
Semua ini dapat terlaksana dengan baik berkat kerjasama antara staff
Puskesmas Limboto Barat, Internsip, serta warga Limboto Barat. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................... i
Daftar Tabel ........................................................................................................... iii
Daftar Gambar ....................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................................1
2.2 Latar Belakang .....................................................................................2
2.3 Rumusan Masalah ................................................................................2
2.2 Tujuan Penelitian .................................................................................2
2.3 Manfaat Penelitian ...............................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................2
2.1 Hipertensi .............................................................................................4
2.1.1. Definisi dan klasifikasi .............................................................4
2.1.2. Etiologi ......................................................................................4
2.1.3. Faktor Risiko .............................................................................5
2.1.4. Patofisiologi .............................................................................7
2.1.5. Diagnosis...................................................................................9
2.1.6. Tatalaksana .............................................................................10
2.2. Rokok ................................................................................................12
2.2.1. Definisi ....................................................................................12
2.2.1. Kategori Perokok ...................................................................13
2.2.1. Kandungan Rokok .................................................................13
2.2.1. Dampak Merokok ...................................................................17
2.3. Hubungan Rokok dengan Hipertensi ................................................24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN..............................................................26
3.1. Metodologi Penelitian .......................................................................26
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................27
3.3. Populasi dan Sampel .........................................................................28
3.4. Cara Pengambilan Sampel ................................................................28
3.5. Manajemen dan Analisis Data ..........................................................29
BAB IV. Hasil Penelitian .......................................................................................31
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Limboto Barat ..................................31
4.2. Profil Puskesmas Limboto Barat ......................................................33
4.3. Analisis Univariat .............................................................................35
i
4.4. Analisis Bivariat................................................................................39
BAB V. Hasil Penelitian ........................................................................................40
5.1. Keterbatasan Penelitian .....................................................................41
5.2. Hubungan Merokok dan Hipertensi ..................................................41
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................43
6.1. Kesimpulan .......................................................................................43
6.2. Saran .................................................................................................43
Daftar Pustaka ........................................................................................................44
Lampiran ...........................................................................................................46
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Definisi hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah peningkatan darah
sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari atau sama dengan 90 mmHg, dimana pengukuran dilakukan sebanyak dua
kali dalam selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. 1
Hipertensi, terutama jika sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama
dapat mengakibatkan berbagai kerusakan pada organ-organ tubuh seperti jantung
(gagal jantung), ginjal (gagal ginjal), otak (stroke). Risiko terjadinya penyakit
sekunder akibat hipertensi jumlahnya akan terus meningkat apabila kondisi
hipertensi tidak terkontrol dengan baik. 1
Pada tahun 2008, secara global, diperkirakan sekitar 40% orang dewasa
yang berusia lebih dari 25 tahun pernah terdiagnosa dengan hipertensi. Angka
penderita hipertensi meningkat secara pesat, mencapai angka 1 milyar orang pada
tahun 2008, dibandingkan dengan tahun 1980 dimana hanya terdapat sekitar 600
juta penderita hipertensi. 2
Berdasarkan data Riskedas 2013, di Indonesia sendiri, hipertensi masih
menjadi permasalahan kesehatan, terutama dalam praktik pelayanan primer.
Hipertensi masih memiliki prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. 3
Gorontalo, menurut data dari Riskesdas 2013, menempati posisi ke-5 dari
5 Provinsi dengan prevalensi hipertensi tertinggi, dengan persentase sebesar
29,4%, dimana terdapat 33.542 jiwa yang absolut menderita hipertensi dari
1.134.498 orang penduduk. 3
Menurut The Tobacco Atlas 3rd edition, konsumsi tembakau di seluruh
dunia sebanyak 57% di Asia dan Australia, 14% pada penduduk Eropa Timur,
12% penduduk Amerika, 9% penduduk Eropa Barat, dan 8% pada penduduk
Timur Tengah serta Afrika. Sementara itu ASEAN merupakan 10% dari seluruh
perokok dunia dan 20% penyebab kematian global akibat tembakau. Persentase
perokok pada penduduk di negara ASEAN tersebar di Indonesia (46,16%),
Filipina (16,62%), Vietnam (14,11%). Myanmar (8.73%), Thailand (7,74%),
1
Malaysia (2,90%), Kamboja (2,07%), Laos (1,23%), Singapura (0,39%), dan
Brunei (0,04%).
Penelitian yang diadakan Riskesdas pada tahun 2013, menunjukan bahwa
sebanyak 24,3% masyarakat merokok setiap harinya, dengan jumlah rata-rata
rokok yang dikonsumsi sebanyak 12 batang. Provinsi Gorontalo termasuk
menempati urutan ke- 4 dari 5 besar Provinsi dengan persentase perokok
terbanyak di Indonesia, dengan presentase perokok sebesar 26,8%.4
Kebiasaan merokok merupakan salah satu dari faktor yang berkaitan
dengan hipertensi, oleh karena itu penulis ingin mengetahui, apakah kebiasaan
merokok pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat berkaitan
dengan hipertensi.
1.2.Rumusan Masalah
a. Apakah terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Limboto Barat?
b. Bagaimana gambaran perilaku merokok masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Limboto Barat?
1.3.Tujuan Penelitian
a. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Limboto Barat.
b. Mengetahui gambaran perilaku merokok masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Limboto Barat.
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Untuk Puskesmas Kecamatan Limboto Barat
Sebagai bahan masukan kepada pemerintah khususnya Dinas
Kesehatan Kabupaten Gorontalo dan Puskesmas Kecamatan
Limboto Barat dalam penentuan arah kebijakan program
penanggulangan hipertensi dan merokok.
2
menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya
mengenai merokok dan hipertensi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat dikategorikan
menjadi 2 bagian 6:
4
Hipertensi primer ialah saat tidak dapat ditemukan
penyebab dari terjadinya hipertensi. Sekitar 95% persen
hipertensi terdapat pada kategori ini. Patogenesis dari
hipertensi primer belum sepenuhnya dimengerti, tetapi
diduga bahwa faktor-faktor seperti disfungsi ginjal,
disfungsi endotel, resistensi insulin dan faktor-faktor
neurohumoral lain memiliki peran dalam terjadinya
hipertensi primer.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder ialah saat hipertensi terjadi akibat
adanya kondisi lain yang mengakibatkan hipertensi seperti
adanya penyakit ginjal, obat-obatan (pil kontrasepsi yang
mengandung estrogen, kortikosteroid), konsumsi alkohol,
obesitas, merokok, konsumsi garam berlebihan, riwayat
keluarga, dan usia lanjut.
5
2. Usia
Peningkatan usia berbanding lurus dengan
meningkatnya angka kejadian hipertensi. Hal ini
disebabkan oleh berkurangnya elastisitas dari
pembuluh darah seiring bertambahnya usia.
3. Jenis kelamin
Hingga usia 54 tahun, pria lebih banyak yang
menderita hipertensi dibandingkan wanita, tetapi
pada usia 55 64 tahun, baik pria maupun wanita
memiliki rerata yang sama. Pada usia 65 tahun ke
atas, wanita memiliki risiko yang lebih dari pria
untuk mengalami hipertensi.
a. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang cukup sebagai pola hidup
penting untuk mengurangi risiko terjadinya
hipertensi dan gangguan sistem kardiovaskular
lainnya secara umum.
2. Diet tidak sehat
Diet yang tinggi garam, kalori, lemak dan gula,
sering diasosiasikan dengan peningkatan risiko
terjadinya sindroma metabolik, tak terkecuali
hipertensi.
3. Obesitas
Berat badan yang berlebihan dapat
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras
dan akhirnya dapat meningkatkan risiko terkena
hipertensi.
4. Konsumsi alkohol
Penggunaan alkohol yang berlebihan sedara rutin
dapat mengakibatkan meningkatnya risiko
hipertensi.
5. Konsumsi rokok atau tembakau
6
Konsumsi tembakau dapat berkontribusi terhadap
terjadinya hipertensi, saat merokok tekanan darah
sering kali mengalami kenaikan, kemudian zat-zat
kimia dalam rokok juga dapat mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah sehingga mengakibatkan
hipertensi.
6. Stress
Stress yang berlebih dapat meningkatkan risiko
terkena penyakit hipertensi, selain itu stress juga
dapat memicu perilaku tidak sehat seperti diet yang
tidak baik, aktivitas fisik yang kurang, atau bahkan
merokok dan menggunakan alkohol.
7
perifer yang irreversible.
b. Sistem Renin-Angiotensin
8
2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
d. Disfungsi Endotelium
2.1.5. Diagnosis 11
Diagnosis klinik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
9
a. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan penderita hipertensi
tanpa keluhan maupun dengan keluhan-keluhan seperti
sakit/nyeri kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, rasa
sakit di dada dan mudah lelah.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan faktor risiko dari
hipertensi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
semakin banyak faktor risiko yang ditemukan, maka makin
besar risiko terjadinya hipertensi.
b. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik dapat menunjukan pasien
tampak sehat. Tekanan darah meningkat sesuai JNC VII.
Nadi tidak normal. Perlu juga diperiksa status neurologis,
dan pemeriksaan jantung dimana hasil yang ditemukan bisa
normal ataupun tidak.
2.1.6. Tatalaksana
Penatalaksanaan tekanan darah dapat dikontrol dengan
perubahan gaya hidup.
Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup untuk Hipertensi
10
11
Gambar 2.1 Algortitme tata laksana hipertensi
12
3. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya kontraindikasi
dari masing-masing antihipertensi di atas. Sebaiknya pilih obat hipertensi
yang diminum sekali sehari atau maksimum 2 kali sehari.
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau
ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah tercapai
b. Kondisi khusus lain
1. Lanjut usia
Diuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg /hari
Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit penyerta
2. Kehamilan
Golongan metildopa, BB, CCB, vasodilator.
ACE-I dan ARB tidak dapat digunakan selama kehamilan.
2.2. Rokok
2.2.1. Definisi
Rokok adalah gulungan tembakau (sebesar kelingking)
yang dibungkus (daun nipah,kertas, dan sebagainya); 14
silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120
mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10
13
mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.
Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung
lainnya. 12,13
1. Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok.
Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng,
dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau
plasma antara 40-50 ng/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang
14
bersifat stimulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini
hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi
otak atau susunan saraf pusat.
Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan
psikoaktif. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan
kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga
perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin
tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya.
Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang
antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan
jumlah yang berhasil berhenti.
Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang
terdapat dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan
spesies lainnya yang sintesisnya bersifat adiktif dapat
mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni
saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan
pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan serta
ketergantungan pada pemakainya.
2. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan
nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin
hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan
adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat
merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada
jalan 5 nafas dan paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya
kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga
mulut sebagai uap padat asap rokok.
Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan
berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan
paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per
batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg.
Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat
mengalami penurunan 5-15 mg.
15
Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa
masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok hirupannya
dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang
digunakan bertambah banyak.
4. Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh
terutama ginjal.
5. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari
nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat
merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia
sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah
akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
16
7. Nitrous Oxide
Nitrous Oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna,
dan bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya
pertimbangandan rasa sakit. Nitrous Oxide ini pada mulanya
dapat digunakan sebagai pembius saat melakukan operasi.
8. Formaldehid
Formaldehid adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini
tergolong sebagai pengawet dan pembasmi hama ini juga
sangat beracun terhadap semua organisme hidup.
9. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari
distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta
diperoleh dari tar arang.Zat ini beracun dan membahayakan
karena fenol ini terikat ke protein sehingga menghalangi
aktivitas enzim.
10. Asetol
Asetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah
menguap dengan alkohol.
12. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau
tajam. Zat ini dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol
sebagai pelarut dan pembunuh hama.
17
13. Metil Klorida
Metil Klorida adalah campuran dari zat zat bervalensi
satu dengan hidrokarbon sebagai unsur utama. zat ini adalah
senyawa organik yang beracun.
14. Metanol
Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap
dan mudah terbakar. Meminum atau menghisap methanol
mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.
16. N- nitrosamina
N - nitrosamina dibentuk oleh nirtrasasi amina. Asap
tembakau mengandung 2 jenis utama N- nitrosamina, yaitu
Volatile N- Nitrosamina (VNA) dan Tobacco NNitrosamina.
Hampir semua Volatile N- Nitrosamina ditahan oleh sistem
pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Jenis adap tembakau
VNA diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial.
18
kimia di mana 40 diantaranya merusak dan menghancurkan sistem
organ tubuh. Dampak tersebut meliputi:
19
Mirip dengan rangsangan debu, virus, atau bakteri pada
saat kita flu.
Bedanya adalah bahwa dahak yang ditimbulkan
karena virus flu akan disorong keluar oleh bulu getar
sepanjang saluran nafas dengan menstimulasi reflek batuk.
Pada perokok, bulu getar tersebut sebagian besar
dilumpuhkan oleh asap rokok sehingga lendir di saluran
nafas tidak dapat keluar sepenuhnya. Lendir yang lama
tertahan di saluran nafas, dapat menjadi ajang
berkembangnya bakteri yang akan menyebabkan bronhkitis
kronis.
Rokok memang telah terbukti mengakibatkan 75%
kematian akibat bronkhitis. Partikel tar dalam asap rokok
akan mengendap dalam lendir yang berada cukup waktu
lama di saluran pernafasan. Rangsangan kronis dari tar
terhadap dinding saluran pernafasan tersebut akan
mengubah bentuk sel paru (dimulai dengan pra-kanker,
yang akhirnya menjadi kanker paru-paru).
Kebiasaan merokok memang mengakibatkan
terjadinya 80-90% kanker paru. Seorang perokok
mempunyai kemungkinan 4-14 kali lebih tinggi menderita
kanker paru dibanding yang bukan perokok. Umumnya
pasien datang sudah terlambat sehingga kanker diketahui
telah stadium lanjut. Kanker paru merupakan kasus kanker
nomor 2 di dunia. Padahal sebenarnya kanker paru
termasuk golongan kanker yng bisa dicegah, yaitu dengan
menghindarkan diri dari 10 kebiasaan merokok.
Paru-paru kita terdiri dari kantong- kantong udara
yang berfungsi memompa keluar- masuknya udara bersih
dan udara kotor seperti balon karet. Daya pompa ini
dimungkinkan karena adanya serat elastin pada jaringan
paru (sama saeperti serat elastin yang terdapat di kulit).
Asap rokok melumpuhkan serat elastin tubuh termasuk
20
yang ada di paru-paru, sehingga udara yang masuk sulit
untuk dikeluarkan sepenuhnya.
Dengan demikian, ada udara yang masih tertinggal
di katong udara. Semakin lama, desakan udara akan
menyebabkan pecahnya kantong udara. Iniliah yang
disebut dengan emfisema.
21
mengakibatkan serangan jantung 3 kali lebih sering pada
perokok dibanding bukan perokok. Jika merokok dimulai
dari usia muda, resiko mendapat serangan jantung menjadi
2 kali lebih sering dibanding tidak merokok. Serangan
sering kali terjadi sebelum usia 50 tahun.
22
perokok. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa kadar bahan
berbahaya dari asap keluar ternyata lebih tinggi dibanding
asap yang dihisap perokok.
Kadar CO sekitar 2-4 kali lebih tinggi dan kadar
nitrosamin 50 kali lebih tinggi. Perokok pasif (walaupun
tidak merokok tetapi terpaksa menghisap asap rokok
sekitarnya ) akan menderita sakit karena terpapar bahan
berbahaya dalam asap rokok. Perokok pasif mempunyai
kemungkinan terkena knker paru 30% lebih tinggi
dibanding yang tidak terpapar asap rokok.
Penelitian di jepang menunjukkan bahwa istri dari
seorang perokok mempunyai kemungkinan terkena kanker
paru sebesar 21-50% lebih tinggi dibanding istri bukan
perokok. Kematian istri perokok akibat penyakit jatung
koroner lebih tinggi dibanding istri bukan perokok. Batuk
pilek pada anak perokok 10-80% lebih sering dibanding
anak bukan perokok. Bronkhitis pada anak perokok 2 kali
lebih sering dari pada anak buka perokok.
23
Kesuburan berkurang, menopouse dini, kalsium
tulang menurun sehingga menyebabkan tulang
keropos dan mudah patah
1. Adiksi (ketagihan)
Nikotin dalam asap rokok merupakan bahan yang
menimbulkan efek ketagihan (adiktif), sebagaimana kelompok
zat adiktif lainnya seperti heroin, morfin, ganja, amfetamin,
alkohol, dan psikotropoka lainnya.
2. Toleransi dan Dependensi
Efek ketagihan akan berkembang secara fisiologis menjadi
efek toleransi (penambahan dosis). Orang yang sudah
bertahun-tahun menjadi perokok, kadar toleransi nikotin dalam
tubuhnya telah cukup tinggi Pada akhirnya secara psikologis
merokok akan menimbulkan efek dependensi (ketergantungan)
yang menyebabkan perokok mengalami reaksi putus zat
apabila dihentikan secara mendadak.
Beberapa tanda dan gejala dari reaksi putus zat adalah :
badan lemah, sakit kepala, gangguan pencernaan, kurang
konsentrasi, lesu, sulit berpikir, batuk-batuk, dan lain-lain.
Keluhan ini bersifat sementara lama/tidaknya keluhan
tersebut tergantung dari lama dan beratnya seorang merokok.
Jika gejala putus zat nikotin (sakau) ini dapat dilewati
dengan tekad yang kuat, maka seorang perokok akan dapat
berhenti merokok.
Oleh karena itu kesabaran dan kemauan yang keras
diperlukan untuk keberhasilan berhenti merokok. Kondisi
kemauan dan niat yang kuat, dapat dilihat saat perokok
melaksanakan ibadah puasa. Demikian hebatnya efek
24
ketagihan dan ketergantungan pada rokok, sehingga dapat
menjadi penghubung menuju ketergantungan terhadap zat
adiktif lainnya yang lebih berbahaya seperti heroin, morfin,
alkohol, dan psikotropika lainnya. ROKOK adalah PINTU
GERBANG ketagihan terhadap zat adiktif lainnya.
25
apabila masuk ke dalam tubuh menyebabkan gangguan fungsi endotel,
koagulasi, trombosis serta aktivasi sistem saraf simpatetik yang
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah dan denyut jantung.
Pada dinding-dinding pembuluh darah terdapat lapisan otot-otot
halus yang dapat menyebabkan pelebaran ataupun penyempitan. Untuk
dapat melebar dan menyempit dibutuhkan bahan yang dapat menjadi kode,
yaitu Nitric oxide .
Nitric oxide adalah suatu molekul yang dihasilkan oleh sel endotel.
Ketika ada hormon pembawa pesan tertentu berikatan dengan reseptor di
pembuluh darah arteri, Nitric oxide dihasilkan dan dilepaskan oleh sel
endotel untuk bergerak menuju sel otot halus. Di dalam sel otot halus,
molekul ini mengaktifkan enzim Guanyl cyclase (GC) yang mengubah
GTP menjadi cGMP yang menyebabkan ion kalsium bergerak dari
ekstrasel ke intrasel.
Dengan demikian sel otot halus mengendur dan pembuluh darah
melebar. Pada perokok didapatkan penurunan Nitric oxide sehingga
pembuluh darah cenderung mengecil sehingga dengan demikian terjadi
peningkatan tekanan darah yang melewati pembuluh darah tersebut.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
27
Gambar 3.2
Rancangan Studi Kasus Kontrol Hubungan Merokok dengan Hipertensi
28
3.3.Populasi dan Sampel
3.3.1.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien laki laki yang
berkunjung ke Puskesmas Limboto Barat.
3.3.2.Sampel Target
29
Gambar 3.3 Langkah Pengambilan Sampel
1. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer
tentang karakteristik respomden yang meliputi usia, perkerjaan,
pendidikan terakhir, kemudian dilakukan juga pengambilan data berupa
tekanan darah.
30
dokter yang memenuhi kriteria sebagai sampel ditindaklanjuti dengan
wawancara mengenai faktor risiko (merokok).
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
1. Desa Yosonegoro
2. Desa Pone
3. Desa Ombulo
4. Desa Daenaa
5. Desa Padengo
6. Desa Haya-Haya
7. Desa Hutabohu
8. Desa Huidu
9. Desa Huidu Utara
10. Desa Tunggulo
32
Gambar 4.1 Peta wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat
4.2.1.Data Geografis
33
4.2.2.Data demografis
KK Penduduk
Tabel 4.1 Jumlah penduduk pada wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat 2015
34
4.2.3.Sarana dan Prasana Kesehatan
Puskesmas 1
Puskesmas Pembantu 3
Poskesdes 7
Posyandu 20
35
Tenaga Kesehatan Jumlah (orang)
Dokter umum 2
Dokter gigi 1
Perawat 10
Bidan 11
Kesehatan Lingkungan 2
Gizi 2
Farmasi 1
Magang 5
Cleaning Service 2
Total 54
4.3.Analisis Univariat
36
Karakteristik Kasus Kontrol Total
n n n %
Usia
30 35 tahun 6 1 7 17.5
36 40 tahun 1 4 5 12.5
41 45 tahun 5 4 9 22.5
46 50 tahun 0 1 1 2.5
51 55 tahun 5 2 7 17.5
56 60 tahun 3 8 11 27.5
Tingkat Pendidikan
SD 5 4 9 22.5
SMP 10 8 18 45
SMA 4 7 11 27.5
S1 1 1 2 5
Pekerjaan
Petani 7 8 15 37.5
Pedagang 2 2 4 10
P. Bangunan 0 1 1 2.5
Karyawan 5 6 11 27.5
Supir bentor 3 3 6 15
37
41 45 tahun (22.5%) dan kelompok usia 30 35 tahun dan 51 55 tahun
(17.5%).
Pekerjaan dari responden yang terbanyak ialah sebagai petani (37.5%), diikuti
dengan karyawan (27.5%), supir bentor (15%), dan sisanya sebagai pedagang
(10%), pekerja bangunan (2.5%), sementara itu terdapat juga responden yang
tidak bekerja (7.5%).
Kebanyakan dari perokok yang diambil menjadi sampel telah merokok secara
rutin selama setidaknya 15 tahun. Proporsi terbanyak ditemukan telah merokok
selama 15 20 tahun (30.4%), dan yang merokok < 15 tahun ditemukan dalam
proporsi terkecil (13.1%).
38
Karakteristik n %
Usia Perokok
30 35 tahun 4 17.4
36 40 tahun 4 17.4
41 45 tahun 6 26.2
46 50 tahun 0 0
51 55 tahun 5 21.6
56 60 tahun 4 17.4
Jumlah Rokok
3 2 8.7
6 8 34.8
12 13 56.5
Lama Merokok
< 15 tahun 3 13.1
15 20 tahun 7 30.4
21 25 tahun 4 17.4
26 30 tahun 5 21.7
> 30 tahun 4 17.4
21 25 tahun 9 39.1
26 30 tahun 4 17.4
39
Dari responden yang merokok, ditemukan bahwa usia pertama kali mulai
merokok paling banyak pada kelompok usia 15-20 tahun (43.5%), diikuti
kelompok usia 20 25 tahun (39.1 %), dan terakhir kelompok usia 25 30 tahun
(17.4%). Tidak ada responden yang memulai untuk merokok pada usia lebih dari
30 tahun.
4.4.Analisis Bivariat
Hipertensi
Merokok P. Value OR
Ya Tidak
n % n %
= 15 x 12 / 5 x 8 = 180 / 40 = 4.5
Hasil perhitungan Odds Ratio ini memiliki makna bahwa orang yang
merokok memiliki Odds Ratio untuk mengalami hipertensi sebanyak 4.5 kali
lebih berisiko dibanding dengan mereka yang tidak merokok.
40
BAB V
PEMBAHASAN
1. Bias Seleksi
Bias seleksi adalah distorsi (penyimpangan) hasil dari prosedur
yang digunakan untuk memilih subjek dan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi keikutsertaan subjek di dalam studi. Bias seleksi pada
penelitian ini dapat terjadi pada waktu seleksi subjek dalam penentuan
kasus dan kontrol.
2. Bias Informasi
Bias informasi adalah bias yang terjadi akibat cara pengamatan,
pelaporan, pengukuran, pencatatan, pengelompokan dan interpretasi
status pajanan atau penyakit kurang tepat sehingga menyebabkan
distorsi penaksiran pengaruh pajanan terhadap penyakit. Bias
informasi yang terjadi dapat berasal dari responden, pewawancara,
maupun dari alat ukur digunakan. Bias informasi yang penting adalah
recall bias, yakni bias yang terjadi akibat perbedaan akurasi antara
kasus dan kontrol dalam mengingat serta melaporkan pajanan.
41
5.1.2. Ketepatan Metode atau Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus kontrol,
dimana desain ini mempelajari hubungan antara suatu kasus dengan
pajanan tertentu. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi outcome
yaitu kelompok kasus (pasien dengan hipertensi) dan kelompok kontrol
(pasien tanpa hipertensi), kemudian dilihat secara retrospektif pajanan di
masa lalu (merokok). Dalam perkembangannya desain ini menjadi pilihan
untuk penelitian analitik karena relatif murah, singkat dan mudah
dilakukan ketimbang rancangan studi analitik lainnya.
Desain kasus kontrol tidak dapat mengukur laju insiden sehingga
ukuran asosiasi yang dapat digunakan adalah Odds Ratio (OR) sebagai
ukuran yang tidak sebaik ukuran Relative Risk (RR) pada desain kohort.
OR merupakan ukuran untuk mengestimasi nilai RR dan pada beberapa
kondisi tidak mudah untuk memastikan hubungan sebab-akibat.
42
kebiasaan merokok selama 1 17 tahun. Pada penelitian ini juga didapatkan
bahwa mereka yang merokok 10 20 batang per hari memiliki memiliki risiko
2.29 kali lebih banyak untuk mengalami hipertensi. 19
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa kebanyakan perokok memulai
merokok pada usia muda yaitu pada kelompok usia 15 20 tahun (43.5%), hal ini
sejalan dengan kondisi umum perokok Indonesia yang dikemukan dalam buku
Panduan Promosi Perilaku Tidak Merokok oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, bahwa kebanyakan perokok memulai di usia muda (15 19 tahun),
dimana hal ini berlanjut dan menjadi kebiasaan di hari tua. Hal ini diperburuk
dengan adanya iklan-iklan rokok yang mengesankan bahwa merokok adalah hal
yang keren untuk dilakukan, kemudian adanya peer pressure, sehingga kelompok
usia muda sangat rentan terpengaruh untuk merokok. 15
Berdasarkan hasil yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa merokok memiliki
dampak yang tidak baik terhadap kesehatan, dimana rokok memiliki hubungan
yang bermakna terhadap terjadinya hipertensi. Kondisi hipertensi sendiri memiliki
banyak faktor risiko yang lain yang berkaitan dengan pola hidup tidak sehat,
seperti obesitas, konsumsi alkohol, kurang berolahraga.
Dari faktor-faktor risiko tersebut, merokok termasuk juga didalamnya.
Untuk itu, selain merubah pola hidup dengan diet yang seimbang, menghentikan
konsumsi alkohol, lebih banyak berolahraga, maka menghentikan kebiasaan
merokok juga tidak kalah penting untuk dilakukan.
43
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan adalah
terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan hipertensi pada laki-laki
usia 31-60 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Limboto Barat,
dimana pria yang merokok memiliki resiko 5,5 kali untuk terkena hipertensi
dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.
6.2.Saran
6.2.1. Bagi Puskesmas Limboto Barat
1. Bagi petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Limboto Barat,
perlu dilakukan penyuluhan mengenai bahaya rokok, dan bahaya
penyakit yang ditimbulkan. Berdasarkan penelitian, maka
ditemukan sebagian besar mulai merokok pada usia muda, oleh
karena itu sebaiknya dilakukan penyuluhan tidak hanya di
Puskesmas, tetapi juga di sekolah-sekolah.
2. Selain penyuluhan mengenai bahaya merokok, perlu juga diberikan
penyuluhan kepada masyarakat secara luas mengenai hipertensi
dan bahayanya, apabila memungkinkan dapat dibuat media
penyuluhan berupa leaflet yang dapat dibagikan di Puskesmas.
44
DAFTAR PUSTAKA
9. Sudoyo, Aru W.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan II edisi V.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008
45
14. Purwadarminta WJS . Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka 1995
46
LAMPIRAN
1. Kuisioner
KUISIONER
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Usia :
3. Pekerjaan :
4. Pendidikan Terakhir :
C. Perilaku Merokok
1. Usia Pertama Merokok
2. Lama Merokok
3. Jumlah rokok yang dikonsumsi per hari
47
2. Lampiran SPSS
Crosstabs
Notes
Comments
Filter <none>
Weight <none>
48