Professional Documents
Culture Documents
Tim Penyusun
PENGARAH:
Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
PENANGGUNG JAWAB :
Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
Direktur Pengembangan Wilayah
TIM PENYUSUN :
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D; Awan Setiawan, SE, MM, ME
Yudianto, ST, MT, MPP; Supriyadi, S.Si, MTP; Rudi Alfian, SE;
Agung Widodo, SP, MIDEC; Fidelia Silvana, SP, M.Int.Econ & F;
Septaliana Dewi Prananingtyas, SE, M.Bus,Ec; Bimo Fachrizal Arvianto, S.Si;
Hari Dwi Korianto, S.Kom, M.Si; Gatot Pambudhi Poetranto, S.Kom, MPM;
Ronny Komala Winoto, S.Kom.
TIM AHLI:
Bambang Waluyanto; Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin; Setya Rusdianto;
Tri Supriyana; Iskandar Zulkarnaen
TIM PENDUKUNG:
Anna Astuti; Eni Arni ; Sapto Mulyono;
Zulkarnaen, S.Kom; Cecep Supriyadi; Donny Yanuar.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar xi
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
LAMPIRAN 73
Nomor Halaman
4.1. Panjang Jalan, Luas wilayah dan Kerapatan Jalan Antar KBI dan KTI Tahun 30
2010
4.2. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 32
4.3. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 33
4.4. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 35
4.5. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 36
4.6. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 38
4.7. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 40
4.8. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 40
4.9. Perbandingan Ketersedian Infrastruktur Energi Listrik Antarwilayah di 41
Indonesia, Tahun 2011
4.10. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 41
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sumatera
4.11. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 42
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali
4.12. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 43
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara
4.13. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 44
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan
4.14. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 44
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sulawesi
4.15. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 45
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua
4.16. Perbandingan Pengunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, Tahun 2010 46
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan
4.17. Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Sumatera 47
4.18. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 47
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Jawa-Bali
4.19. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 48
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Nusa Tenggara
4.20. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 49
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Kalimantan
4.21. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 49
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Sulawesi
4.22 Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 50
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Maluku dan Papua
Nomor Halaman
4.1 Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antar wilayah Pulau, Tahun 2010 30
4.2 Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 31
Wilayah Sumatera
4.3 Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 31
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Sumatera
4.4. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 32
Wilayah Jawa Bali
4.5. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 33
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Jawa- Bali
4.6. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 34
Wilayah Nusa Tenggara
4.7. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 34
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Nusa Tenggara
4.8. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 35
Wilayah Kalimantan
4.9. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 36
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Kalimantan
4.10. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 37
Wilayah Sulawesi
5.1. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi , Tahun 2008 dan 52
2012
5.2. Rasio PAD terhadap total pendapatan Kabupaten/Kota se-Provinsi,Tahun 2007 53
dan 2011
5.3. Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2008-2012 55
5.4. Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Tahun 2008-2012 55
5.5. Ruag Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2012 57
5.6. Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi, Tahun 2012 58
5.7. Rasio Belanja pegawai terhadap Total Belanja masing-masing Pemerintah 60
Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012
5.8. Rasio Belanja Pegawai Kabupaten dan Kota Se-Provinsi terhadap Total 61
Belanja Pemerintah Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.9. Rasio Belanja Pegawai Tidak langsung terhadap Total Belanja masing- masing 63
Pemerintah Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.10. Rasio Belanja Pegawai Tidak langsung terhadap Total Belanja masing- masing 64
Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.11. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja masing-masing Pemerintah 66
Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.12. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja masing-masing Pemerintah 67
Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.13. Perimbangan Indeks harapan Hidup dengan Belanja Pemerintah Urusan 69
Kesehatan
5.14. Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan Belanja Pemerintah Urusan 71
Pendidikan
BAB 1
PENDAHULUAN
Buku ini menyajikan data dan informasi yang terkait dengan kesenjangan
antarwilayah, dengan lingkup informasi mengenai beberapa teori pembangunan dan
kesenjangan antarwilayah, serta informasi mengenai hasil analisis kesenjangan dilihat dari
perspektif perekonomian daerah, kesejahteraan masyarakat, serta kemampuan keuangan
daerah. Rincian dari informasi tersebut disajikan dalam 5 Bab, dengan gambaran singkat
dari setiap bab adalah sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari buku PDRB
Kabupaten dan Kota serta Kabupaten dalam Angka.
( )
=
Dimana:
CVw = Weighted coefficient of variation
ni = Penduduk di daerah i
n = Penduduk total
Yi = PDRB perkapita di daerah i
Y = Rata-rata PDRB perkapita untuk semua daerah
Tipologi Klassen juga merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang
digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
suatu daerah. Pada pengertian ini, Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan
pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan
atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah dengan PDRB
per kapita daerah yang menjadi acuan atau PDB per kapita (secara nasional).
Melalui Analisis Tipologi Klassen ini selain dapat dapat digunakan untuk
mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan memperhatikan perekonomian
daerah yang diacunya, dan mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi
unggulan suatu daerah, juga dapat memberi gambaran adanya kesenjangan antarwilayah
berdasarkan posisi perekonomian yang dimiliki suatu daerah terhadap perekonomian
nasional maupun daerah yang diacunya.
Tabel 2.1:
Matriks Tipologi Klassen
Kuadran II Kuadran I
Daerah Maju tetapi Daerah Cepat Maju dan
Tertekan (high income but Cepat-Tumbuh (high growth
Tinggi low growth) and high income)
Kuadran III
Kuadran IV
Daerah Relatif Tertinggal
Daerah sedang Berkembang
(low growth and low
(high growth but low income)
income).,
Rendah
1. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan
kuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan memiliki
2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini
memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional, tetapi memiliki pertumbuhan
PDRB per kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita
daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
3. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini
merupakan kuadran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih
tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional,
tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara
nasional.
4. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang
memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan sekaligus pertumbuhan
PDRB per kapita yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita
daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
BOKS 1.
11.00
Kuadran II Kuadran I
Nilai Rata-rataVariabel 1
10.00
9.00
VARIABEL 2
8.00
Nilai Rata-rata Variabel 2
7.00
6.00
Kuadran III Kuadran IV
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00
VARIABEL 1
Variabel 1 merupakan variabel yang dipertimbangkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap variabel 2, dan
variabel 2 dapat merupakan variabel output, outcome atau impact.
Kuadran I: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran II: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata variabel 2, dan berada di bawah rata-rata
variabel 1.
Kuacran III: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran IV: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata variabel 2, dan berada di atas rata-rata
variabel 1.
BAB 3
KESENJANGAN EKONOMI
ANTARWILAYAH
3.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah
3.1.1. Disparitas Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Antarwilayah
Distribusi nilai PDRB antar provinsi tahun 2011, menunjukkan tingkat
kesenjangan yang cukup tinggi, berdasarkan data PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dari tahun 2008-2012 menunjukan nilai PDRB selama periode tersebut share
terbesar masih terkonsentrasi di Wilayah Jawa-Bali dan Wilayah Sumatera. Kontribusi
PDRB dari wilayah tersebut tahun 2012 mencapai sekitar 82,64 persen terhadap
perekonomian nasional, sementara untuk wilayah lainnya relatif rendah terutama wilayah
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya sebesar 3,32 persen.
Tabel 3.1:
Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2008-2012.
Wilayah 2008 2009 2010 2011 2012
Sumatera 22.90 22.69 23.12 23.57 23.77
Jawa-Bali 59.21 59.88 59.33 58.81 58.87
Kalimantan 10.36 9.21 9.15 9.55 9.30
Sulawesi 4.19 4.46 4.52 4.61 4.74
Nustra, Maluku, & Papua 3.34 3.76 3.88 3.46 3.32
Luar Jawa+Bali 40.79 40.12 40.67 41.19 41.13
Sumber: BPS tahun 2012.
Keuangan,Real
& Komunikasi
Pertambangan
Pengangkutan
Listrik,Gas &
& Penggalian
Perdagangan,
Jasa-Lainnya
Pengolahan
Perusahaan
Air Bersih
Kontruksi
Pertanian
Restoran
Hotel &
Industri
P. Sumatera 21.32 16.13 19.48 0.56 6.93 15.42 6.83 4.64 8.70
P. Jawa+Bali 10.30 1.26 27.22 1.60 6.67 23.96 7.96 10.70 10.34
P. Kalimantan 11.84 35.75 19.47 0.37 4.50 12.37 5.34 3.74 6.62
P. Sulawesi 27.18 5.43 9.50 0.82 8.10 16.57 8.39 6.70 17.32
P. Nustra, Maluku & Papua 20.60 21.94 12.71 0.34 9.08 12.39 6.49 3.69 12.76
Wil. Jawa+Bali dan
13.47 5.54 24.99 1.30 6.74 21.50 7.63 8.96 9.86
Sumatera
Luar Jawa Bali &
17.71 24.83 15.46 0.49 6.36 13.52 6.39 4.54 10.72
Sumatera
Gambar 3-1.
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) dengan Migas Antarprovinsi, Tahun 2012. (dalam juta/jiwa)
120,00 112,14
PDRBPerkapitaProv. 109,66
PDRBPerkapita_33Prov.
100,00
PDBPerkapita
80,00
60,00
40,00 33,75
20,00 27,26
6,37
0,00
Kepri
Kalbar
Jambi
Maluku
Bengkulu
Banten
Aceh
Jatim
Riau
Kaltim
Malut
NTT
Sultra
Jateng
DIY
Sulteng
Sulut
Kalteng
Papua
DKIJakarta
Babel
NTB
Lampung
Sulsel
Kalsel
Bali
Jabar
Sumbar
Sumsel
Pubar
Gorontalo
Sulbar
Sumut
Gambar 3-2.
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa Migas dan Dengan Migas Berdasarkan Dispersion
Ratio Tahun 2012.
26,00
24,00
22,00
20,00 PDRBPerkapitadgn
Migas
18,00
16,00
14,00 PDRBPerkapita
tanpaMigas
12,00
10,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 14,316 13,834 12,529 11,598 10,701
SUMATERAUTARA 5,833 6,249 6,323 6,223 6,166
SUMATERABARAT 3,219 3,224 3,084 3,023 2,937
RIAU 5,252 5,930 5,195 6,360 6,716
JAMBI 3,975 4,562 5,014 4,996 4,871
SUMATERASELATAN 6,909 6,938 5,853 5,618 5,381
BENGKULU 3,461 3,430 3,384 3,250 3,303
LAMPUNG 2,680 2,896 3,194 3,269 3,136
KEP.BANGKABELITUNG 2,001 2,101 2,116 2,114 2,090
KEPULAUANRIAU 6,805 6,199 6,429 6,100 5,629
Gambar 3-4.
Disparitas PDRB perkapita Tanpa Migas Menurut Dispersion Ratio Per Provinsi
di Wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011
8,000
7,000
6,000
DispersionRatio
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 5,351 5,810 6,201 6,513 6,754
SUMATERAUTARA 5,833 6,249 6,323 6,223 6,166
SUMATERABARAT 3,219 3,224 3,084 3,023 2,937
RIAU 2,688 2,659 2,612 2,452 2,536
JAMBI 2,073 2,067 2,252 2,301 2,221
SUMATERASELATAN 2,813 2,854 2,849 2,871 3,056
BENGKULU 3,461 3,430 3,384 3,250 3,303
LAMPUNG 2,680 2,896 3,194 3,269 3,136
KEP.BANGKABELITUNG 2,136 2,214 2,259 2,204 2,176
KEPULAUANRIAU 4,921 4,725 4,311 4,226 4,232
Wilayah Jawa-Bali
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Jawa+Bali dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.5). Tingkat kesenjangan paling tinggi yaitu di Provinsi Jawa
Timur, dan paling rendah di Provinsi Bali. Dilihat dari perkembangan tingkat kesenjangan
selama 2007-2011, terlihat tingkat kesenjangan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur meningkat dibandingkan tahun sebelumnya,
sementara tingkat kesenjangan di Provinsi Bali dan Banten relatif menurun dari tahun
sebelumnya.
Gambar 3-5.
Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Menurut Dispersion Ratio Per Provinsi
di Wilayah Jawa+Bali, Tahun 2007-2011.
40,000
35,000
30,000
25,000
DispersionRatio
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
DKIJAKARTA 4,222 4,445 4,550 4,620 4,675
JAWABARAT 5,606 5,391 4,952 4,864 12,681
JAWATENGAH 11,386 12,566 11,770 11,414 11,437
DIYOGYAKARTA 3,156 3,188 3,210 3,323 3,354
JAWATIMUR 33,732 33,692 34,215 34,516 35,167
BANTEN 12,250 12,189 12,063 11,948 11,903
BALI 2,614 2,570 2,648 2,634 2,582
Gambar 3-6.
Disparitas PDRB perkapita dengan Tanpa Migas Menurut Dispersion Ratio Per Provinsi
di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
40,000
35,000
30,000
25,000
DispersionRatio
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
DKIJAKARTA 13,562 14,668 14,459 14,761 14,971
JAWABARAT 5,506 5,293 4,865 4,839 12,681
JAWATENGAH 9,048 8,962 8,506 8,150 7,975
DIYOGYAKARTA 3,156 3,188 3,210 3,323 3,354
JAWATIMUR 33,732 33,692 34,215 34,516 35,167
BANTEN 12,250 12,189 12,063 11,948 11,903
BALI 2,614 2,570 2,648 2,634 2,582
25,000
20,000
DispersionRatio
15,000
10,000
5,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
KALIMANTANBARAT 3,858 3,941 4,198 4,130 4,060
KALIMANTANTENGAH 2,575 2,389 2,232 2,161 2,153
KALIMANTANSELATAN 4,884 4,792 4,621 4,445 4,409
KALIMANTANTIMUR 25,053 27,382 20,514 18,053 17,888
Gambar 3-8.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Kalimantan. Tahun 2007-2011.
12,000
10,000
8,000
DispersionRatio
6,000
4,000
2,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
KALIMANTANBARAT 3,858 3,941 4,198 4,130 4,060
KALIMANTANTENGAH 2,575 2,389 2,232 2,161 2,153
KALIMANTANSELATAN 4,884 4,792 4,621 4,445 4,409
KALIMANTANTIMUR 8,625 9,600 9,558 9,577 9,598
Wilayah Sulawesi
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
SULAWESIUTARA 3,190 3,170 3,554 3,555 3,417
SULAWESITENGAH 2,260 2,152 2,094 2,097 3,136
SULAWESISELATAN 7,502 6,518 4,918 5,144 5,095
SULAWESITENGGARA 3,161 2,932 2,679 2,646 2,616
GORONTALO 2,000 1,960 1,929 1,842 1,797
SULAWESIBARAT 1,505 1,604 1,558 1,565 1,565
Gambar 3-10:
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita tanpa Migas Menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Sulawesi. Tahun 2007-2011.
8,000
7,000
6,000
DispersionRatio
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
SULAWESIUTARA 3,190 3,170 3,554 3,555 3,417
SULAWESITENGAH 2,260 2,152 2,094 2,097 3,136
SULAWESISELATAN 7,502 6,518 4,918 5,144 5,095
SULAWESITENGGARA 3,161 2,932 2,679 2,646 2,616
GORONTALO 2,000 1,960 1,929 1,842 1,797
SULAWESIBARAT 1,505 1,604 1,558 1,565 1,565
200,000
DispersionRatio
150,000
100,000
50,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
NUSATENGGARABARAT 32,985 23,952 29,433 28,878 18,016
NUSATENGGARATIMUR 4,300 4,309 4,211 4,263 4,229
MALUKU 3,714 3,712 3,674 3,725 3,845
MALUKUUTARA 2,499 2,590 2,931 3,002 3,029
PAPUABARAT 8,402 9,386 16,187 29,284 44,720
PAPUA 226,150 163,307 197,264 169,029 88,181
Gambar 3-12.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tahun 2007-2011.
250,000
200,000
DispersionRatio
150,000
100,000
50,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
NUSATENGGARABARAT 32,985 23,952 29,433 28,878 18,016
NUSATENGGARATIMUR 4,300 4,309 4,211 4,263 4,229
MALUKU 4,035 4,029 3,990 4,021 4,153
MALUKUUTARA 2,499 2,590 2,931 3,002 3,029
PAPUABARAT 2,800 2,710 3,951 3,994 4,000
PAPUA 226,150 163,307 197,264 169,029 88,181
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
P.Sumatera 0,98 0,94 0,93 1,44 1,47 1,45 1,45 1,44 1,45 1,41 1,41 1,38 1,38
P.Jawa+Bali 0,85 0,86 0,88 0,88 0,88 0,87 0,86 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87
P.Kalimantan 1,00 1,00 0,98 0,92 0,90 0,87 0,85 0,81 0,79 0,76 0,74 0,72 0,69
P.Sulawesi 0,21 0,20 0,20 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,20 0,21 0,21 0,21 0,21
P.Nustra+Maluku+Papua 0,58 0,60 0,80 0,78 0,58 0,67 0,54 0,53 0,50 0,54 0,55 0,61 0,66
Nasional_Pulau 0,23 0,23 0,22 0,22 0,23 0,21 0,22 0,21 0,21 0,20 0,20 0,20 0,20
Nasional_Provinsi 1,27 1,28 1,28 1,30 1,30 1,30 1,29 1,29 1,29 1,29 1,28 1,28 1,28
Wilayah Sumatera
Wilayah Jawa-Bali
Tabel 3.4:
Indeks Willamson menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
DKI Jakarta 0,50 0,52 0,53 0,53 0,53
Jawa Barat 0,58 0,61 0,56 0,56 0,60
Jawa Tengah 1,04 1,10 1,07 1,05 1,05
D I Yogyakarta 0,47 0,48 0,48 0,49 0,49
Jawa Timur 1,11 1,10 1,10 1,10 1,11
Banten 0,57 0,63 0,72 0,65 0,64
Bali 0,33 0,33 0,35 0,34 0,35
Sumber:, Data BPS tahun 2012, Diolah Bappenas 2012
Wilayah Kalimantan
Tabel 3.5:
Indeks Williamson menurut Provinsi Tahun 2007-2011 di Wilayah Kalimantan.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Kalimantan Barat 0,36 0,36 0,38 0,39 0,38
Kalimantan Tengah 0,19 0,17 0,17 0,17 0,18
Kalimantan Selatan 0,44 0,43 0,43 0,45 0,46
Kalimantan Timur 1,18 1,20 1,07 1,00 1,01
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012
Wilayah Sulawesi.
Tabel 3.6:
Indeks Williamson menurut Provinsi Tahun 2007-2011. di Wilayah Sulawesi.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Sulawesi Utara 0,44 0,43 0,45 0,45 0,44
Sulawesi Tengah 0,22 0,22 0,22 0,22 0,34
Sulawesi Selatan 0,63 0,58 0,53 0,54 0,54
Sulawesi Tenggara 0,40 0,37 0,33 0,34 0,35
Gorontalo 0,25 0,22 0,18 0,19 0,20
Sulawesi Barat 0,15 0,17 0,16 0,16 0,16
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012
Tabel 3.7:
Indeks Williamson menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua,
Tahun 2007-2011.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Nusa Tenggara Barat 1,13 1,03 1,17 1,17 0,97
Nusa Tenggara Timur 0,52 0,53 0,53 0,54 0,55
Maluku 0,27 0,26 0,26 0,25 0,25
Maluku Utara 0,22 0,23 0,25 0,26 0,27
Papua Barat 0,69 0,77 0,91 1,17 1,43
Papua 3,02 2,81 3,54 3,62 2,77
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012
Tabel 3-8:
Perkembangan Kesenjangan Golongan Pendapatan (Gini Rasio) menurut Provinsi
Tahun 2008-2012.
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 3-14:
Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi Tahun 2013
(Februari).
persen JumlahpddMiskin PersentaseKemiskinan_Prov RibuJiwa
35 PersentaseKemiskinan_Nasional 6000
30 31,13
5000
26,67
25
4000
20 20,03 19,49
3000
15 11,37
2000
10
5 1000
0 0
KepulauanBangka
SumateraUtara
DlYogyakarta
SulawesiTenggara
SumateraBarat
Jambi
PapuaBarat
JawaTimur
Lampung
NusaTenggaraTimur
KalimantanTimur
Bali
SulawesiBarat
JawaTengah
Aceh
SulawesiSelatan
Banten
SulawesiTengah
DKIJakarta
Bengkulu
KalimantanSelatan
SulawesiUtara
KalimantanTengah
KepulauanRiau
MalukuUtara
JawaBarat
SumateraSelatan
Riau
Papua
NusaTenggaraBarat
KalimantanBarat
Maluku
Gorontalo
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Barat, sementara provinsi dengan IPM paling tinggi
adalah di Provinsi DKI Jakarta.
Gambar 3-15.
Perbandingan IPM antar Provinsi Tahun 2011.
80,00 77,97 IPMProvinsi
78,00
76,00 IPMNasional 72,77
74,00
72,00
70,00
68,00
65,36
66,00
64,00
62,00
60,00
ACEH
KEP.BANGKABELITUNG
NUSATENGGARATIMUR
NUSATENGGARABARAT
KALIMANTANSELATAN
SULAWESITENGGARA
KALIMANTANTENGAH
SUMATERASELATAN
SULAWESISELATAN
KALIMANTANTIMUR
KALIMANTANBARAT
PAPUABARAT
SULAWESITENGAH
DIYOGYAKARTA
SULAWESIUTARA
SUMATERAUTARA
SUMATERABARAT
SULAWESIBARAT
KEPULAUANRIAU
MALUKUUTARA
DKIJAKARTA
JAWATENGAH
JAWABARAT
JAWATIMUR
GORONTALO
BENGKULU
LAMPUNG
BANTEN
MALUKU
PAPUA
JAMBI
RIAU
BALI
Tingkat kesenjangan wilayah dilihat dari aspek pelayanan kesehatan pada masing-
masing daerah yang ditunjukan pada Gambar 3.16, bahwa tingkat pelayanan kesehatan
untuk proses kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis, sebanyak 20 provinsi memiliki
persentase proses persalinan dibantu tenaga medis berada dibawah persentase nasional
dan persentase paling rendah adalah provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia
( seperti: Papua, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur).
Sementara persentase tertinggi untuk proses kelahiran dibantu tenaga medis adalah di
Provinsi DI. Yogyakarta, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, dan Bali.
Gambar 3-16.
Perbandingan Persentase Proses Kelahiran ditolong Tenaga Medis Tahun 2011.
120 Persalinanditolongtenagamedis_prov
Persalinanditolongtenagamedis_prov 98,79
100
83,5
80
60 50,38
40
20
0
KepulauanBangka
PapuaBarat
NusaTenggaraTimur
KalimantanTimur
JawaTimur
SulawesiSelatan
KalimantanSelatan
Bengkulu
MalukuUtara
SumateraUtara
JawaTengah
Aceh
DlYogyakarta
KepulauanRiau
DKIJakarta
SulawesiBarat
Maluku
SulawesiTenggara
Papua
KalimantanBarat
JawaBarat
Riau
SulawesiUtara
Jambi
NusaTenggaraBarat
SumateraSelatan
SumateraBarat
Lampung
Bali
Gorontalo
Banten
SulawesiTengah
KalimantanTengah
BAB 4
KESENJANGAN INFRASTRUKTUR
ANTARWILAYAH
Salah satu penyebab kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia dapat
diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur merupakan suatu
input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal
pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai
kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan
mobilitas manusia, barang, dan jasa. Dengan demikian, infrastruktur berperan sebagai
prasyarat dalam meningkatkan perekonomian. Perbedaan ketersediannya antardaerah
dapat menciptakan perbedaan kemampuan antardaerah dalam menciptakan pendapatan.
Selanjutnya, hal itu akan berdampak pada kesenjangan pendapatan antardaerah.
Salah satu peran infrastruktur adalah menjadi faktor daya tarik investasi di tiap
daerah. Dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai tentunya akan memudahkan
para investor dalam melakukan kegiatan usaha. Contohnya adalah infrastruktur jalan,
energi listrik dan telekomunikasi. Dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang baik
tentunya akan menjadikan proses distribusi barang maupun jasa menjadi lebih cepat dan
efisien dalam hal biaya dan waktu. Ketersediaan energi listrik akan meningkatkan
kapasitas pengembangan industri, dan pengembangan telekomunikasi akan meningkatkan
interaksi dan komunikasi antardaerah dan dunia global.
Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Bruto (PDB)
dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi/Ketersediaan dan kualitas
infrastruktur merupakan penentu faktor penentu keputusan pelaku usaha karena sangat
menentukan biaya distribusi input dan output produksinya. Karenanya, ketersediaan
infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong produktivitas suatu daerah.
Kinerja Indonesia dalam hal infrastruktur relatif rendah bila dibandingkan dengan
Negara-negara tetangganya. The Global Competitiveness Report 2010-2011 (The World
Economis Forum, 2010) menunjukkan bahwa kinerja infrastruktur Indonesia amat rendah.
Dari 139 negara yang dikaji, Indonesia menempati peringkat 90 untuk aspek infrastruktur
secara keseluruhan, sementara Malaysia dan Thailand masing-masing berada pada
peringkat 27 dan 46. Dalam hal kualitas jalan, peringkat Indonesia adalah 84, jauh lebih
rendah daripada Malaysia (peringkat 21) dan Thailand (36). Demikian juga halnya dengan
kualitas listrik, Indonesia menempati peringkat 97, sementara Malaysia 40 dan Thailand
42.
Kesenjangan infrastruktur di Indonesia sangat nyata dihadapi antar Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), antarwilayah Pulau, serta antar
provinsi. Kesenjangan infrastruktur tersebut diantaranya dapat ditunjukkan dari
ketersediaan infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi.
0,34 0,50
80.000 0,40
60.000 0,16 0,30 PanjangJalan(Km)
40.000 0,10 0,06 0,20
20.000 0,10 KerapatanJalan(Km/Km2)
Gambar 4-2.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Sumatera
40.000 0,49 0,49 0,49 0,55 0,60 Km/Km2
0,36 0,39 0,50
30.000 0,34
0,27 0,28 0,25 0,40
0,21 0,18
Km
20795
35448
20763
23450
10372
16635
17003
0,20
7811
4526
4523
10.000
0,10
0 KerapatanJalan
(Km/Km2)
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan kerapatan tertinggi (43,18 unit/Km), dan
berada di atas rata-rata nasional (33,42 unt/Km). Kerapatan kendaraan terendah berada di
Provinsi Bengkulu sebesar 10,58 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan
panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per
1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sumatera menunjukkan
nilai rasio lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan kebutuhan
penduduk terhadap infrastrukur jalan masih dibawah rata-rata nasional, khususnya di
Provinsi Aceh dan Bengkulu.
Gambar 4-3.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi
Di Wilayah Sumatera
4,63 4,284,23 4,55
100,00 5,00 Km/1000Orang
3,70
Unit/Km
21,75
16,15
27,68
35,41
33,81
10,58
11,05
43,18
35,49
22,07
33,42
20,00 1,00
RasioPanjangjalandengan
JumlahPenduduk(Km/1000
Orang)
40.000 10,00
29203
25803
8,00
30.000
6,00
4753
6474
7306
20.000
4,00 TotalPanjangJalan(Km)
6409
1,52
10.000 0,73 0,89 0,83 0,67 1,26 0,89 2,00 KerapatanJalan(Km/Km2)
0,25
0
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi DKI
Jakarta menunjukkan kerapatan tertinggi (550,49 unit/Km), dan menduduki peringkat
kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi
Banten sebesar 27,88 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan
per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000
penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Jawa-Bali berada dibawah nilai
rasio nasional. Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan dukungan infrastruktur jalan
bagi mobilitas penduduk.
Gambar 4-5.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi
Di Wilayah Jawa-Bali
1,88
400,00 2,00
1,37
300,00 1,06 1,50 RasioJumlahKendaraanRoda4
0,90 0,85 denganPanjangJalan(Unit/Km)
200,00 0,67 0,60 0,61 1,00
106,22
46,34
31,24
85,68
37,60
27,88
70,94
33,42
100,00 0,50 RasioPanjangjalandenganJumlah
Penduduk(Km/1000Orang)
0,40
19.640
20000 0,25
7.434
0,30
TotalPanjangJalan(Km)
10000 0,20
KerapatanJalan(Km/Km2)
0,10
0
NusaTenggara NusaTenggara NUSA NASIONAL
Barat Timur TENGGARA
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi NTB
menunjukkan kerapatan lebih tinggi dibanding NTT, namun masih berada di bawah rata-
rata nasional (33,42 unt/Km). Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan
per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000
penduduk (Km/1000 orang), Provinsi NTB menunjukkan dukungan infrastruktur jalan
untuk kebutuhan mobilitas penduduk lebih tinggi dibanding dengan Provinsi NTT.
Gambar 4-7.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Provinsi Di Wilayah Sumatera
100,00 4,19 5,00 Km/1000Orang
Unit/Km
12,24
17,64
33,42
Timur sepanjang 150,57 Km dengan komposisi 79,83 persen rusak ringan dan 20,17
persen rusak berat.
Tabel 4.4:
Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010
KUALITAS JALAN
Panjang Panjang Jalan Panjang Jalan Komposisi Jalan
Jalan
PROVINSI Mantap Tidak Mantap Tidak Mantap
Nasional
persen persen
(Km)
(Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Nusa Tenggara Barat 623,90 522,44 83,74 101,46 16,26 38,31 61,69
Nusa Tenggara Timur 1.406,68 1.256,11 89,30 150,57 10,70 79,83 20,17
NUSA TENGGARA 2.030,58 1.778,55 87,59 252,03 12,41 63,12 36,88
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus
2010)
12499
Km
0,25
10943
15000
0,20
10000 0,10 0,10 0,15 TotalPanjangJalan(Km)
0,09
0,06 0,10 KerapatanJalan(Km/Km2)
5000
0,05
0
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi
Kalimantan Timur menunjukkan kerapatan tertinggi (43,32 unit/Km), lebih tinggi dari
kerapatan nasional (33,42 unit/Km). Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi
Kalimantan Tengah sebesar 22,48 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan
panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per
1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Kalimantan berada di atas
6,86
80,00 8,00
60,00 3,83 6,00
3,02 3,52 RasioJumlahKendaraan
40,00 2,01 4,00 Roda4denganPanjangJalan
31,15
22,48
36,90
43,32
32,87
33,42
20,00 2,00 (Unit/Km)
RasioPanjangjalandengan
JumlahPenduduk(Km/1000
Orang)
Gambar 4-10.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah
Sulawesi
0,70
35000 0,80 Km/Km2
30000
Km
0,52
25000 0,40 0,44 0,43 0,60
20000 0,30 0,28 0,25 0,40
15000
18329
32681
10831
10000
7195
4464
7423
0,20
5000 TotalPanjangJalan(Km)
0
KerapatanJalan(Km/Km2)
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi
Gorontalo menunjukkan kerapatan tertinggi (32,54 unit/Km), dan menduduki peringkat
kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi
Sulawesi Barat sebesar 7,94 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang
jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000
penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sulawesi berada di atas nilai
rasio nasional. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung
kebutuhan mobilitas penduduk masih lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama
di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Gambar 4-11.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Sulawesi
10,69
100,00 12,00 Km/1000Orang
8,68
Unit/Km
80,00 10,00
33,42
6,41
60,00 4,85 4,29
8,00
4,07 4,66
6,00
40,00
29,53
16,56
18,78
14,47
32,54
18,42
2,01 4,00
7,94
20,00 RasioJumlahKendaraanRoda4
2,00 denganPanjangJalan(Unit/Km)
RasioPanjangjalandenganJumlah
Penduduk(Km/1000Orang)
KUALITAS JALAN
Panjang Komposisi Jalan
Panjang Jalan Panjang Jalan Tidak
Jalan Tidak Mantap
PROVINSI Mantap Mantap
Nasional
(Km) persen persen
(Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Sulawesi Utara 2.160,97 1.913,82 88,56 247,15 11,44 47,05 52,95
Gorontalo 571,99 547,60 95,74 24,39 4,26 60,68 39,32
Sulawesi Tengah 1.718,34 1.487,84 86,59 230,50 13,41 61,28 38,72
Sulawesi Barat 1.397,00 876,86 62,77 520,14 37,23 43,43 56,57
Sulawesi Selatan 1.066,65 676,44 63,42 390,21 36,58 13,86 86,14
Sulawesi Tenggara 511,89 478,89 93,55 33,00 6,45 48,48 51,52
SULAWESI 7.426,84 5.981,45 80,54 1.445,39 19,46 39,32 60,68
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal BinaMarga (Status 18 Agustus 2010)
0,25
15000 0,18
0,15 0,16 0,20
10000 0,15
0,08 TotalPanjangJalan(Km)
0,05 0,06 0,10
5000
16535
7216
5698
7301
0,05 KerapatanJalan(Km/Km2)
0
Maluku Maluku Papua Papua WIL. WIL. NASIONAL
Utara Barat MALUKU PAPUA
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, setiap provinsi
di wilayah Maluku dan Papua masih lebih rendah dibanding dengan kerapatan kendaraan
rata-rata secara nasional. Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi Maluku Utara
sebesar 0,72 unit/Km. Hal ini disebabkan kondisi geografis wilayah merupakan kepulauan
dan tingginya mobilitas penduduk yang menggunakan sarana transportasi laut. Sementara
itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan
melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di
wilayah Maluku dan Papua berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan
ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk masih
lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama di Provinsi Papua Barat.
Gambar 4-13.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Maluku dan Papua
100,00 12,00 Km/1000Orang
9,60
Unit/Km
80,00 10,00
6,63 8,00
60,00 5,49 5,84
4,71 5,02
6,00
40,00 RasioJumlahKendaraanRoda4
2,01 4,00
denganPanjangJalan(Unit/Km)
33,42
8,41
0,72
1,48
9,67
5,02
7,16
20,00 2,00
RasioPanjangjalandenganJumlah
Penduduk(Km/1000Orang)
KUALITAS JALAN
Panjang Komposisi Jalan
Panjang Jalan Panjang Jalan
Jalan Tidak Mantap
PROVINSI Mantap Tidak Mantap
Nasional
(Km) persen persen
(Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Prov. Papua 1.957,07 991,58 50,67 965,49 49,33 47,57 52,43
Prov. Papua Barat 963,23 534,55 55,50 428,68 44,50 15,64 84,37
PAPUA 2.920,30 1.526,13 52,26 1.394,17 47,74 37,75 62,25
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)
Wilayah Sumatera Utara 2.290.474 2.511.003 10 76,81 80,11 3,3 460,2 548,84 88,64
Wilayah Sumatera Barat 775.637 860.130 11 67,21 76,21 9 415,6 489,82 74,22
Wilayah Riau 575.003 778.161 35 40,59 57,39 16,8 361,47 436,38 74,91
- Riau 479.841 655.068 37 38,88 54,8 15,92 336,58 411,42 74,84
- Kepulauan Riau 95.162 123.093 29 52,17 76,64 24,47 541,41 620,1 78,69
Wilayah Sumsel, Jambi, 1.369.350 1.726.583 26 49,13 56,68 7,55 310,23 360,67 50,44
dan Bengkulu
- Sumatera Selatan 947.325 1.197.649 26 56,11 65,18 9,07 367,57 390,19 22,62
- Jambi 206.414 258.184 25 29,9 32,74 2,84 209,9 332,55 122,65
- Bengkulu 215.611 270.750 26 52,74 64,48 11,74 232,39 283,41 51,02
Wilayah Bangka Belitung 127.830 202.340 58 45,56 66,18 20,62 350,36 424,33 73,97
Wilayah Lampung 877.400 1.182.013 35 47,75 61,88 14,13 270,16 315,38 45,22
PT PLN Batam 178.888 196.294 10 78,76 69,14 -9,62 1.659,2 1.534,30 -124,91
1
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Dist. Jakarta Raya
dan Tangerang sebesar 2.419,10 kWh/kapita, dan terendah di Provinsi DI. Yogyakarta
sebesar 535,52 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011,
tertinggi di Dist. Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 316,81 kWh/kapita dan terendah di
Provinsi Banten yang berkurang sebesar 149,95 kWh/kapita.
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah NTB
sebesar 184,17 kWh/kapita, dan terendah di wilayah NTT sebesar 101,63 kWh/kapita.
Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah NTB
sebesar 28,8 kWh/kapita dan terendah di wilayah NTT sebesar 18,79 kWh/kapita.
Tabel 4.12:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara.
Satuan PLN/Provinsi Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi kWh jual/kapita
( persen)
2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011
(persen) (11-09) (11-09)
Wilayah Nusa 336.805 569.042 69 29,28 47,2 17,92 155,37 184,17 28,8
Tenggara Barat
Wilayah Nusa 224.869 343.144 53 22,81 34,52 11,71 82,84 101,63 18,79
Tenggara Timur
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah PT.PLN
Tarakan sebesar 601,28 kWh/kapita, dan terendah di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar
288,91 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi
di wilayah Kalimantan Barat sebesar 56,37 kWh/kapita dan terendah di wilayah PT.PLN
Tarakan sebesar 16,87 kWh/kapita.
Tabel 4.13:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan.
Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi ( persen) kWh jual/kapita
Satuan PLN/Provinsi 2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011
(persen) (11-09) (11-09)
Wilayah Kalimantan Barat 486.764 589.263 21 50,32 64,86 14,54 267,56 323,93 56,37
Wilayah Kalsel dan Kalteng 832.531 997.163 20 57,89 66,4 8,51 316,89 356,09 39,2
- Kalimantan Selatan 609.802 711.010 17 66,06 73,95 7,89 357,6 397 39,4
- Kalimantan Tengah 222.729 286.153 28 43,25 52,97 9,72 248,66 288,91 40,25
Wilayah Kalimantan Timur 408.307 494.266 21 57,02 61,48 4,46 579,12 601,28 22,16
PT PLN Tarakan 23.905 32.936 38 57,3 67,14 9,84 857,95 874,82 16,87
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Provinsi Sulawesi
Utara sebesar 429,59 kWh/kapita, dan terendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 127,4
kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di
Provinsi Sulawesi Utara sebesar 69,25 kWh/kapita dan terendah di Provinsi Sulawesi
Barat sebesar 23,55 kWh/kapita.
Tabel 4.14:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Sulawesi.
Satuan PLN/Provinsi Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi ( persen) kWh jual/kapita
2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011
(persen) (11-09) (11-09)
Wilayah Sulut, Sulteng dan 735.828 879.626 20 51,43 69,66 18,23 249,45 297,45 48
Gorontalo
- Sulawesi Utara 361.559 424.321 17 61,22 77,99 16,77 360,34 429,59 69,25
- Gorontalo 100.356 119.934 20 40,09 67,38 27,29 191,7 222,53 30,83
- Sulawesi Tengah 273.913 335.371 22 46,45 62,03 15,58 172,7 214,07 41,37
Wilayah Sulsel, Sultra dan 1.401.300 1.630.546 16 55,88 63,59 7,71 286,01 331,41 45,4
Sulbar
- Sulawesi Selatan 1.131.868 1.289.257 14 62,97 71,97 9 342,69 400,02 57,33
- Sulawesi Tenggara 183.727 238.932 30 38,91 51,08 12,17 164,47 193,55 29,08
- Sulawesi Barat 85.705 102.357 19 35,99 33,56 -2,43 103,85 127,4 23,55
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
Tabel 4.15:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua.
Satuan Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi kWh jual/kapita
PLN/Provinsi (persen)
2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011 (11-
(persen) (11-09) 09)
Wilayah Maluku 279.407 329.053 18 56,29 58,45 2,16 182,74 205 22,26
dan Maluku Utara
- Maluku 182.849 207.846 14 63,37 61,8 -1,57 199,52 213,49 13,97
- Maluku Utara 96.558 121.207 26 46,45 53,48 7,03 159,69 192,43 32,74
Wilayah Papua 187.598 238.473 27 27,9 36,79 8,89 232,79 218,47 -14,32
- Papua 148.631 30,79 174,25
- Papua Barat 89.842 54,29 386,54
Tabel 4.17:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Sumatera
PROVINSI Ada Pelanggan Penerimaan Sinyal HP
Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
Desa Desa Desa Desa
persen persen persen persen
Aceh 714 11,0 1486 22,9 4803 74,1 6289 97,0
Sumatera Utara 1026 17,7 1520 26,2 3891 67,1 5411 93,3
Sumatera Barat 391 37,9 236 22,8 751 72,7 1014 98,2
Riau 210 12,7 430 26,0 1172 70,8 1602 96,8
Jambi 180 13,1 397 28,9 918 66,9 1315 95,8
Sumatera Selatan 480 15,1 994 31,2 2119 66,5 3113 97,7
Bengkulu 215 14,2 376 24,9 1097 72,7 1473 97,6
Lampung 469 19,0 645 26,2 1762 71,5 2407 97,7
Kep. Bangka Belitung 99 27,4 41 11,4 318 88,1 359 99,4
Kepulauan Riau 100 28,3 72 20,4 260 73,7 332 94,1
SUMATERA 3.884 16,0 6.197 25,6 17.091 70,6 23.315 96,3
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
Tabel 4.18:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Jawa Bali.
Penerimaan Sinyal HP
Ada Pelanggan
PROVINSI Telepon Kabel
Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
Desa persen Desa persen Desa persen Desa persen
D.K.I. Jakarta 261 97,8 - 267 100,0 267 100,0
Jawa Barat 3434 58,2 579 9,8 5282 89,4 5861 99,3
Jawa Tengah 3364 39,2 1193 13,9 7356 85,8 8549 99,7
D.I. Yogyakarta 229 52,3 39 8,9 398 90,9 437 99,8
Jawa Timur 5605 65,9 1406 16,5 7041 82,8 8447 99,4
Banten 577 37,6 244 15,9 1285 83,7 1529 99,6
Bali 431 60,2 51 7,1 662 92,5 713 99,6
JAWA-BALI 13.901 53,6 3.512 13,5 22.291 85,9 25.803 99,5
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
Tabel 4.21:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Sulawesi
Ada Pelanggan Penerimaan Sinyal HP
PROVINSI Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
Desa persen Desa persen Desa persen Desa persen
Sulawesi Utara 595 35,1 415 24,5 1149 67,9 1564 92,4
Sulawesi Tengah 162 8,9 484 26,7 938 51,7 1422 78,3
Sulawesi Selatan 853 28,6 891 29,9 1934 64,9 2825 94,7
Sulawesi Tenggara 138 6,5 683 32,2 1130 53,3 1813 85,5
Gorontalo 171 23,4 229 31,3 445 60,9 674 92,2
Sulawesi Barat 47 7,4 236 37,0 283 44,4 519 81,3
SULAWESI 1.966 19,7 2.938 29,4 5.879 58,9 8.817 88,3
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
Tabel 4.22:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler
Ada Penerimaan Sinyal HP
Pelanggan
PROVINSI Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
persen persen Desa persen Desa persen
Desa Desa
Maluku 82 8,0 245 23,9 387 37,8 632 61,7
Maluku Utara 95 8,8 322 29,8 406 37,6 728 67,5
MALUKU 177 8,4 567 27,0 793 37,7 1.360 64,7
Papua Barat 60 4,2 206 14,3 301 20,9 507 35,2
Papua 88 2,2 342 8,7 705 18,0 1047 26,7
PAPUA 148 2,8 548 10,2 1.006 18,8 1.554 29,0
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
Gambar 5-1.
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi Tahun 2008 dan 2012.
Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov 2008
Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov Rasio PAD thdp pendapatan PemProv 2012
Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov Rata-rata Rasio PAD thdp Pendapatan PemProv2012
90,00
78,70
80,00
70,00
60,00
50,00
37,09
40,00
30,00
20,00
10,00 3,45
-
Jawa Timur
Sulawesi Tengah
NTT
Sulawesi Tenggara
NTB
Papua Barat
Sumatera Barat
Papua
Kalimantan Timur
DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Lampung
Sulawesi Utara
Jambi
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Bali
Sumatera Utara
Kalimantan Selatan
Maluku Utara
Aceh
Bangka Belitung
Riau
Bengkulu
Banten
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Maluku
Gorontalo
Sulawesi Barat
DI Yogyakarta
Jawa Barat
Kalimantan Barat
40,00
30,00
20,00 15,88
10,00 3,33
-
Lampung
Jawa Timur
Maluku Utara
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Bangka Belitung
Banten
Gorontalo
Sulawesi Barat
DI Yogyakarta
Sulawesi Tenggara
Jawa Barat
Papua Barat
Sumatera Barat
Papua
Kalimantan Timur
DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Sulawesi Utara
Jambi
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Kalimantan Selatan
Sumatera Utara
Bali
Riau
Nusa Tenggara Timur
Sumatera Selatan
Kepulauan Riau
Maluku
Aceh
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Untuk Tingkat Kabupaten dan Kota
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di
Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan nilai Rasio 68,25 persen, sementara rasio
terendah di Kabupaten Maybrat Provinsi Papua Barat sebesar 0,14 persen dan Kabupaten
Puncak Provinsi Papua sebesar 0.19 persen. Berdasarkan pemeringkatan nilai Rasio PAD
pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kota-kota wilayah Jawa Bali
dan Sumatera. Sementara untuk Rasio PAD pada 20 kabupaten/kota terendah, sebagian
besar berada di kabupaten-kabupaten di Provinsi papua dan Papua Barat. Rincian untuk
20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio PAD terhadap
total pendapatan, dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel. 5.1:
Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah untuk Rasio
PAD terhadap Total Pendapatan Tahun 2012.
20 Peringkat Tertinggi Tingkat Kemandirian
20 Peringkat Terendah Tingkat Kemandirian Daerah
Daerah
No. PAD/ PAD/
Provinsi Kab/Kota Pendapatan Provinsi Kab/Kota Pendapatan
(%) (%)
1 Papua Barat Maybrat 0,14 Bali Badung 68,25
2 Papua Puncak 0,19 Jatim Kota Surabaya 51,10
3 Papua Mamberamo Tengah 0,22 Sumut Kota Medan 38,73
4 Papua Dogiyai 0,24 Bali Kota Denpasar 30,67
5 Maluku Buru Selatan 0,34 Jatim Sidoarjo 30,02
6 Papua Barat Tambrauw 0,38 Jateng Kota Semarang 29,97
7 Papua Intan Jaya 0,40 Jawa Barat Bogor 26,88
8 Papua Yalimo 0,48 DIY Kota Yogyakarta 26,81
NTB
Sumatera Barat
Papua
DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Sulawesi Utara
Jambi
Lampung
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Sumatera Utara
Kalimantan Selatan
Bali
Sulawesi Tengah
Riau
Aceh
Maluku Utara
Banten
Bangka Belitung
Bengkulu
Kepulauan Riau
Maluku
Gorontalo
Sulawesi Barat
NTT
DI Yogyakarta
Jawa Barat
Papua Barat
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Jawa Tengah
Sumatera Selatan
Gambar 5-4:
Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Tahun 2008 dan 2012.
14,00 12,52
12,00 Tax Ratio Rasio Pajak thdp PDRB Se-Prov 2008
Tax Ratio Rasio Pajak thdp PDRB Se-Prov 2012
10,00
Tax Ratio Rasio Pajak thdp rata-rata PDRB Se-Prov 2012
8,00
6,00
3,71
4,00
2,00 0,82
-
Lampung
Jawa Timur
Sulawesi Tengah
Aceh
Maluku Utara
Bangka Belitung
Banten
Bengkulu
Gorontalo
Sulawesi Barat
NTT
DI Yogyakarta
Sulawesi Tenggara
Jawa Barat
NTB
Papua Barat
Papua
Sumatera Barat
Kalimantan Timur
DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Jambi
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Sulawesi Utara
Sumatera Utara
Kalimantan Selatan
Bali
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Maluku
Rasio Pajak untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Badung
Provinsi Bali dengan nilai Rasio 15,94 persen dan Kota Tomohon Provinsi Sulawesi
Utara sebesar 14,28 persen, sementara rasio terendah di Kabupaten Puncak Provinsi
Papua sebesar 0,004 persen, Kabupaten Sorong Provinsi Papua dan Kabupaten Mesuji
Provinsi Lampung sebesar 0,03 persen. Tingginya kontribusi pajak di Kabupaten Badung
sebagian besar bersumber dari Pajak Hotel dan Restoran yang mencapai 84 persen dari
total pajak yang diterima daerah. Sementara relatif tingginya Rasio pajak di Kota
Tomohon lebih disebabkan oleh rendahnya nilai PDRB kota tersebut. Berdasarkan
pemeringkatan nilai Rasio pajak pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat
di kota-kota wilayah Jawa Bali dan Sulawesi. Sementara untuk Rasio Pajak pada 20
kabupaten/kota terendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah
Kalimantan dan Papua. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat
tertinggi dan terendah untuk Rasio Pajak, dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel. 5.2
Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan
Terendah, Tahun 2011
20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak tertinggi 20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak terendah
No Provinsi kabupaten/ (%) Provinsi kabupaten/ (%)
kota kota
1 Bali Badung 15.94 Papua Puncak 0.00
2 Sulawesi Utara Kota Tomohon 14.28 Papua Barat Sorong 0.03
3 Kepulauan Riau Karimun 6.76 Lampung Mesuji 0.03
4 Sulawesi Tenggara Buton Utara 4.27 Sumatera Utara Nias Utara 0.04
5 Banten Kota Tangerang Selatan 3.96 Kalimantan Timur Kutai Timur 0.04
6 Bali Kota Denpasar 3.79 Sumatera Utara Nias 0.05
7 Kepulauan Riau Kepulauan Riau 3.23 Kalimantan Timur Pasir 0.06
8 Nusa Tenggara Barat Lombok Barat 3.00 Kalimantan Timur Kutai 0.06
9 Bali Gianyar 2.85 Kalimantan Selatan Balangan 0.07
10 Jawa Barat Kota Bogor 2.57 Papua Deiyai 0.07
11 Gorontalo Kota Gorontalo 2.41 Sulawesi Utara Manado 0.07
12 Sulawesi Selatan Maros 2.36 Jambi Tanjung Jabung Timur 0.07
13 Maluku Utara Kota Ternate 2.14 Sumatera Utara Batu Bara 0.07
14 Jawa Barat Kota Depok 2.10 Riau Rokan Hilir 0.08
15 Jawa Barat Kota Bekasi 2.02 Jawa Timur Kota Kediri 0.08
16 Jawa Timur Kota Surabaya 1.93 Papua Dogiyai 0.08
17 Kalimantan Barat Kayong Utara 1.82 Kalimantan Timur Kota Bontang 0.08
18 D I Yogyakarta Kota Yogyakarta 1.81 Papua Waropen 0.09
19 Maluku Maluku Tenggara 1.79 Kalimantan Barat Bengkayang 0.09
20 D I Yogyakarta Sleman 1.78 Sulawesi Tenggara Konawe Utara 0.09
100,0 93,8
90,0 Ruang Fiskal (Realisasi) Tahun 2012
80,0
70,0
60,0
50,0
38,7
40,0
30,0
20,0
10,0
- Kalimantan Timur
Papua
Bali
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Tengah
Bengkulu
Kalimantan Barat
Kepulauan Riau
Sumatera Barat
Lampung
Riau
Jawa Timur
Aceh
Banten
Jambi
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Jawa Barat
Papua Barat
Sulawesi Utara
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Gorontalo
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Timur
Maluku Utara
Sumatera Utara
Maluku
DI Yogyakarta
Rata-rata Ruang fiskal seluruh pemkab dan pemkot pada suatu provinsi dapat
digambarkan pada Gambar 5-6. Dari hasil analisis ini, rata-rata ruang fiskal tertinggi
untuk kabupaten dan kota terdapat di Provinsi Riau yaitu sebesar 85,1 persen Adapun
ruang fiskal terendah terdapat pada kabupaten dan kota yang berada di Provinsi DI
Yogyakarta, yaitu sebesar 36,2 persen.
90,0 85,1
Rata-rata Ruang Fiskal (realisasi) Kab/Kota per Prov 2012
80,0
70,0 Rata-rata Ruang Fiskal (Realisasi) Kab/Kota 2012
60,0 54,21
50,0
40,0 36,2
30,0
20,0
10,0
-
Bengkulu
Lampung
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Timur
Papua
Jawa Tengah
Sulawesi Utara
Bali
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Tengah
Maluku Utara
Maluku
Kalimantan Barat
Kepulauan Riau
Jawa Timur
Sumatera Barat
Riau
Banten
Aceh
Gorontalo
Melalui Profil Belanja daerah ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas
belanja berdasarkan pendekatan rasio antar beberapa komponen penting belanja daerah.
Komponen penting tersebut akan dilihat dari indikator sebagai berikut:
Rasio belanja pegawai pemerintah provinsi di Indonesia pada tahun 2008 rata-rata
sebesar 27,33 persen, menurun menjadi sebesar 21,05 persen pada tahun 2012. Pada
tahun 2012, sebanyak 15 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih rendah
dibandingkan rata-rata rasio provinsi tersebut dan sedangkan 18 provinsi lainnya di atas
rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio
belanja pegawai relatif tinggi. Pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai
terbesar adalah Pemprov DKI Jakarta dengan rasio sebesar 33,72 persen, sedangkan
pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terkecil adalah Pemprov Papua
Barat yang sebesar 9,17 persen. Perbaikan rasio belanja pegawai tidak langsung selama
periode 2008-2012 diperlihatkan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang
menurun tajam dari 69,63 persen pada tahun 2008 menjadi 18,90 persen pada tahun 2012.
Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai terhadap total belanja masing-
masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5-7.
Gambar 5-7.
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah
Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
Rasio Belanja Pegawai (langsung+tidak langsung) Pemprov 2008
60,00
50,00
40,00 33,72
30,00
21,05
20,00
9,17
10,00
-
Sulawesi Tenggara
NTB
Sumatera Barat
Papua
DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Lampung
Jambi
Sumatera Utara
Jawa Tengah
Bali
Sulawesi Utara
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Banten
Aceh
Riau
Bangka Belitung
Maluku Utara
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Sumatera Selatan
Kepulauan Riau
Gorontalo
Maluku
Sulawesi Barat
NTT
DI Yogyakarta
Jawa Barat
Papua Barat
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten Dan Kota
Se-Provinsi.
Rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi di Indonesia
pada tahun 2008 rata-rata sebesar 40,13 persen, meningkat menjadi sebesar 43,32 persen
pada tahun 2012. Pada tahun 2012, sebanyak 13 Provinsi memiliki rasio belanja pegawai
yang lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio Provinsi tersebut dan sedangkan 20
Provinsi lainnya di atas rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah kabupaten
Gambar 5-8.
Rasio Belanja Pegawai Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Terhadap Total Belanja
Pemerintah Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
30,00 25,64
20,00
10,00
-
Lampung
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Nusa Tenggara Timur
Bangka Belitung
Banten
Maluku Utara
Gorontalo
DI Yogyakarta
Sulawesi Barat
Jawa Barat
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat
Sumatera Barat
Papua Barat
Papua
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Bali
Sumatera Utara
Sulawesi Utara
Jambi
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Maluku
Aceh
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Rasio belanja pegawai untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kota
Langsa Provinsi Aceh dengan Rasio Belanja sebesar 76,69 persen , dan Rasio Belanja
terendah di Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat sebesar 14,66 persen.
Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian
besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara untuk
Rasio belanja pada 20 kabupaten/kota terendah, sebagian besar berada di kabupaten-
kabupaten di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua
Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja pegawai tinggi tersebut,
umumnya dipengaruhi oleh banyaknya pagawai, sejalan dengan banyaknya jumlah
penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah Papua yang berpenduduk
sedikit. Rincian untuk 20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah
untuk Rasio belanja, dapat dilihat pada Tabel 5.5
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap belanja daerah pemerintah Provinsi
memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun
2008 sebesar 21,14 persen, menurun menjadi 17.15 persen pada tahun 2012. Berdasarkan
angka rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2012, sebanyak 16
Gambar 5-9.
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing
Pemerintah Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Pemprov 2008
70,00 Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Pemprov 2012
Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Rata-rata Pemprov 2012
60,00
50,00
40,00
29,69
30,00
17,15
20,00
10,00 6,01
0,00
Jawa Timur
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Gorontalo
NTT
Jawa Barat
Sulawesi Tenggara
NTB
Papua Barat
Sumatera Barat
Papua
Kalimantan Timur
DKI Jakarta
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Lampung
Jambi
Sumatera Utara
Jawa Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
Bali
Banten
Aceh
Riau
Bangka Belitung
Maluku Utara
Sumatera Selatan
Kepulauan Riau
Maluku
Sulawesi Barat
DI Yogyakarta
Gambar 5-10.
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing
Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
40,00 38,45
30,00
19,37
20,00
10,00
0,00
Lampung
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Bangka Belitung
Banten
Maluku Utara
Gorontalo
DI Yogyakarta
Sulawesi Barat
Jawa Barat
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat
Sumatera Barat
Papua Barat
Papua
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Bali
Sumatera Utara
Sulawesi Utara
Jambi
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Maluku
Aceh
Rasio belanja pegawai tidak langsung atau untuk Pegawai Negeri Sipil Daerah
(PNSD) pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kota Ambon dengan Rasio Belanja
sebesar 71,11 persen , dan Rasio Belanja terendah di Kabupaten Memberamo Raya
Provinsi Papua sebesar 10,29 persen. Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20
kabupaten/kota tertinggi, belanja untuk PNSD sebagian besar terdapat di kabupaten-
kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara untuk Rasio belanja terendah
sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia bagian timur,
khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan
rasio belanja PNSD tinggi tersebut, umumnya dipengaruhi oleh banyaknya PNSD, sejalan
dengan banyaknya jumlah penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah
Papua yang berpenduduk sedikit memiliki jumlah PNSD yang sedikit pula. Rincian untuk
20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja PNSD, dapat
dilihat pada Tabel 5.6.
Rasio belanja modal pemerintah Provinsi terhadap total belanja daerahnya pada
tahun 2008 sebesar 25,35 persen menurun menjadi 17,44 persen. Berdasarkan angka rata-
rata rasio belanja modal pada tahun 2012, sebanyak 18 Provinsi memiliki rasio yang lebih
kecil dari angka tersebut, dan 15 Provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan
demikian, sebagian besar pemerintah Provinsi masih memiliki rasio belanja modal relatif
rendah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio tertinggi sebesar 32,35 persen,
sedangkan yang terendah, adalah Pemprov Jawa Tengah memiliki rasio sebesar 5,88
persen. Selama periode 2008-2012, sebagian besar pemerintah Provinsi mengalami
Gambar 5-11:
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi
Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja PemProv 2008
Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja PemProv 2012
60,00
Rata-rata Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja PemProv 2012
50,00
40,00
32,35
30,00
17,44
20,00
10,00 5,88
0,00
Lampung
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Aceh
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Bangka Belitung
Banten
Maluku Utara
Gorontalo
NTT
DI Yogyakarta
Sulawesi Barat
Jawa Barat
Sulawesi Tenggara
NTB
Papua Barat
Sumatera Barat
Papua
Kalimantan Timur
DKI Jakarta
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Bali
Sulawesi Utara
Jambi
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Maluku
Rasio Belanja Modal Per Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-
Provinsi
Rasio belanja modal pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi terhadap total
belanja daerahnya pada tahun 2008 sebesar 29,99 persen menurun menjadi 22,68 persen
pada tahun 2012. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja modal pada tahun 2011,
Sebanyak 16 Provinsi memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-rata, sedangkan
21 Provinsi memiliki rasio belanja modal terhadap belanja pegawai yang lebih kecil dari
rata-rata. Pemerintah kabupaten dan kota di Prov. Kalimantan Timur memiliki rasio
belanja modal yang terbesar yaitu sebesar 36,27 persen, sedangkan pemerintah kabupaten
dan kota di Prov. DI Yogyakarta memiliki rasio terkecil yaitu 11,70 persen. Selama
periode 2008-2012, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi mengalami
penurunan rasio modal terhadap total belanja. Gambaran selengkapnya tentang rasio
belanja modal terhadap total belanja masing-masing Pemerintah kabupaten dan kota se-
Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5-12.
Lampung
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Bangka Belitung
Banten
Maluku Utara
Gorontalo
DI Yogyakarta
Sulawesi Barat
Jawa Barat
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat
Sumatera Barat
Papua Barat
Papua
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Jambi
Jawa Tengah
Bali
Sumatera Utara
Sulawesi Utara
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Maluku
Aceh
Rasio belanja modal pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten
Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur dengan Rasio Belanja sebesar 63,32 persen , dan
Rasio Belanja terendah di Kota Tebing tinggi Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp 5,88
persen. Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi,
persentase belanja modal tertinggi sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di
wilayah Indonesia Timur. Sementara untuk Rasio belanja modal terendah sebagian besar
berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Bali. Distribusi kabupaten-kabupaten
dengan rasio belanja modal tinggi tersebut, berbanding terbalik dengan rasio belanja
pegawai. Rincian untuk 20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah
untuk Belanja modal, dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7.
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Tahun 2012.
No. 20 Peringkat Terendah Rasio Belanja Modal 20 Peringkat Terendah Rasio Belanja Modal Thdp
Thdp Total Belanja Total Belanja
Provinsi Kabupaten/Kota (%) Provinsi Kabupaten/Kota (%)
1 Sumut Kota Tebing Tinggi 5,88 Kaltim Kab. Tana Tidung 63,32
2 Jawa Barat Kota Tasikmalaya 7,82 Papua Barat Kab. Tambrauw 57,94
3 Jawa Barat Kab. Sukabumi 7,97 Kaltim Kab. Penajam Paser Utara 56,89
4 Aceh Kab. Aceh Barat 8,89 Papua Kab. Mamberamo Tengah 54,60
5 Jateng Kab. Karanganyar 9,06 Maluku Utara Kab. Kepulauan Sula 49,27
Pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang tersedia, yaitu untuk indikator
kesehatan dan pendidikan menggunakan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS), dan data struktur APBD yang bersumber dari Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (Kementerian Keuangan). Rata-rata belanja untuk urusan pendidikan dan
kesehatan dihitung dari total belanja dari pemerintah Provinsi ditambah dengan belanja
dari pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi. Dengan demikian, informasi ini akan
menggambarkan kondisi perimbangan pada agregat Provinsi.
Pada Gambar 5.13, tampak perimbangan Umur Harapan Hidup dengan belanja
pemerintah urusan kesehatan. Pada Kuadran I, sebanyak 5 Provinsi yang berada pada
kelompok Umur Harapan Hidup di atas rata-rata nasional dan dukungan belanja
pemerintah urusan kesehatan juga berada di atas rata-rata nasional. Provinsi tersebut
meliputi: Provinsi Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,
dan Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk kelima Provinsi tersebut sudah mengindikasikan
adanya keberpihakan dalam alokasi anggaran untuk urusan kesehatan yang sudah berada
di atas rata-rata nasional.
Gambar 5-13.
Perimbangan Indeks Harapan Hidup dengan belanja pemerintah Urusan
kesehatan.
Kuadran II Kuadran I
74.00
Dl Yogyakarta DKI Jakarta
Sulawesi Utara
72.00
Jawa Tengah Riau
Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Bali
Usia Harapan Hidup tahun 2010 (Tahun)
Gorontalo
Sulawesi Tengah
NTB
62.00
Keterangan:
Kuadran I : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan
Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya
keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat.
Kuadran II : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada
di bawah rata-rata Provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata Provinsi (Nasional).
Memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan masih belum optimal, walaupun
kondisi kesehatan masyarakat sudah berada di atas rata nasional.
Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan
Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan indikasi
rendahnya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang
masih rendah.
Kuadran IV : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada
di atas rata-rata Provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata Provinsi (Nasional).
Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan untuk melakukan perbaikan
kondisi kesehatan masyarakat yang masih rendah.
Pada Gambar 5-14, menunjukkan perimbangan antara pencapaian Rata-rata lama sekolah
dengan belanja pemerintah urusan pendidikan. Pada Kuadran I, sebanyak 11 Provinsi
yang berada pada kelompok Rata-rata Lama Sekolah di atas rata-rata nasional dan
Gambar 5-14.
Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan belanja pemerintah Urusan Pendidikan.
DKI Jakarta
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) tahun 2011 (Tahun)
10.00 Jambi
6.00 Papua
Keterangan:
Kuadran I : Rata-rata Belanja urusan pendidikan pada periode 2007-2011 (Rp./Kapita) dan
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Provinsi berada di atas rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan
indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan terhadap kondisi pendidikan
masyarakat.
Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2010
(Rp./Kapita) dan RLS Provinsi berada di bawah rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan
Tabel. 5.9.
Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-Rata
Lama Sekolah
No Provinsi Rata2 Belanja urusan RLS 2011 kuadran (1) Vs
Pendidikan 07-11 (2)
(Rp./Kapita)
(0) (1) (2) (3)
1 Aceh 1.111.010 8,80 I
2 Sumatera Utara 471.855 8,80 II
3 Sumatera Barat 760.279 8,40 I
4 Riau 782.251 8,60 I
5 Jambi 681.016 9,70 II
6 Sumatera Selatan 540.985 8,00 II
7 Bengkulu 728.320 7,80 IV
8 Lampung 422.716 7,50 III
9 Kep. Bangka Belitung 1.151.102 8,30 I
10 Kep. Riau 977.241 7,70 IV
11 DKI Jakarta 890.651 10,40 I
12 Jawa Barat 296.102 7,90 II
13 Jawa Tengah 398.655 8,40 II
14 Dl Yogyakarta 548.403 7,20 III
15 Jawa Timur 336.768 9,10 II
16 Banten 273.519 7,30 III
17 Bali 662.249 8,30 II
18 Nusa Tenggara Barat 451.006 6,90 III
19 Nusa Tenggara Timur 544.617 6,80 III
20 Kalimantan Barat 536.350 6,80 III
21 Kalimantan Tengah 965.901 8,00 I
22 Kalimantan Selatan 738.733 7,60 IV
23 Kalimantan Timur 1.227.845 9,10 I
24 Sulawesi Utara 791.363 8,90 I
25 Sulawesi Tengah 427.213 8,00 II
26 Sulawesi Selatan 1.181.944 7,70 IV
27 Sulawesi Tenggara 1.085.702 8,20 I
28 Gorontalo 534.202 7,30 III
29 Sulawesi Barat 531.094 7,00 III
30 Maluku 799.672 8,70 I
31 Maluku Utara 662.084 8,20 II
32 Papua Barat 1.415.724 8,80 I
33 Papua 1.057.507 5,80 IV
RATA-RATA PROVINSI 726.790 7,90
LAMPIRAN:PDRBPERKAPITAADHBMENURUTKABUPATEN/KOTA(RP.JUTA/JIWA)
Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
1101 Simeulue 4.718 5.394 6.022 6.728 7.204
1102 AcehSingkil 5.557 5.972 6.430 6.984 7.672
1103 AcehSelatan 9.231 10.359 11.067 11.942 13.099
1104 AcehTenggara 6.504 6.946 7.580 8.338 9.092
1105 AcehTimur 19.462 21.620 17.490 18.640 19.202
1106 AcehTengah 11.898 12.732 13.934 15.300 16.799
1107 AcehBarat 12.898 14.696 15.967 17.321 18.418
1108 AcehBesar 12.078 13.399 14.848 16.353 17.776
1109 Piddie 7.460 8.467 9.531 10.786 12.107
1110 Bireuen 10.307 11.985 13.709 15.468 16.581
1111 AcehUtara 22.853 26.357 21.301 21.186 21.940
1112 AcehBaratDaya 8.178 9.391 10.588 11.807 13.020
1113 GayoLues 7.953 9.095 9.922 10.766 11.372
1114 AcehTamiang 7.840 8.484 8.572 9.255 9.713
1115 NaganRaya 14.639 16.712 17.382 18.208 19.364
1116 AcehJaya 8.341 9.647 10.914 12.532 13.779
1117 BenerMeriah 10.173 11.437 12.981 14.454 15.883
1118 PidieJaya 7.061 7.820 8.554 9.303 10.172
1171 KotaBandaAceh 22.233 26.157 30.343 34.752 39.342
1172 KotaSabang 12.931 14.281 15.785 17.254 18.060
1173 KotaLangsa 8.587 9.883 11.173 12.341 13.116
1174 KotaLhokseumawe 59.483 62.281 61.303 61.887 62.336
1175 Subulussalam 4.155 4.502 4.893 5.336 5.825
1100 Aceh 16.849 17.056 16.337 17.351 18.606
1201 Nias 6.942 7.953 7.494 8.681 9.801
1202 MandailingNatal 6.585 7.554 8.422 9.181 10.147
1203 TapanuliSelatan 8.795 9.611 10.422 11.922 13.419
1204 TapanuliTengah 5.540 6.034 6.548 7.348 8.120
1205 TapanuliUtara 10.076 11.418 12.263 13.635 14.750
1206 TobaSamosir 14.069 15.939 17.702 19.810 22.075
1207 LabuhanBatu 14.655 16.775 16.312 18.334 20.407
1208 Asahan 12.512 14.433 15.724 17.855 20.237
1209 Simalungun 9.291 10.241 11.313 12.671 14.088
1210 Dairi 10.622 11.561 12.574 13.989 15.505
1211 Karo 13.454 14.911 16.350 19.022 21.551
1212 DeliSerdang 15.793 17.753 19.583 22.232 24.970
1213 Langkat 11.951 13.769 15.330 17.759 20.249
1214 NiasSelatan 5.989 6.506 7.007 7.749 8.353
1215 HumbangHasundutan 10.435 11.830 12.901 14.396 16.114
1216 PakpakBarat 6.051 6.644 7.300 8.193 9.128
1217 Samosir 10.543 11.480 12.615 13.954 15.197
1218 SerdangBedegai 10.792 12.552 14.272 16.315 18.178
1219 BatuBara 31.073 35.551 38.857 44.137 50.066
PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
1217 Samosir 27,76 18,76 17,55 16,5 15,67
1218 SerdangBedegai 11,84 10,61 9,51 10,59 10,07
1219 BatuBara 17,89 13,64 12,87 12,28 11,67
1220 PadangLawasUtara 11,83 11,19 10,64
1221 PadangLawas 11,9 11,13 10,56
1222 LabuhanBatuSelatan 0,0 15,58 14,86
1223 LabuhanBatuUtara 0,0 12,32 11,77
1224 NiasUtara 0,0 31,9 30,44
1225 NiasBarat 0,0 30,89 29,32
1271 KotaSibolga 9,73 17,67 15,82 13,9 13,18
1272 KotaTanjungBalai 11,52 18,35 17,1 16,31 15,52
1273 KotaPematangSiantar 9,46 13,36 12,25 11,72 11,15
1274 KotaTebingTinggi 9,67 16,50 14,58 13,04 12,44
1275 KotaMedan 7,17 10,43 9,58 10,05 9,63
1276 KotaBinjai 5,72 8,12 7,04 7,33 7,00
1277 KotaPadangSidempuan 10,92 11,61 9,77 10,53 10,08
1278 KotaGunungSitoli 0,0 33,86 32,12
1300 SUMATERABARAT 11,90 10,57 9,54 9,5 8,99
1301 KepulauanMentawai 15,99 22,86 20,54 19,74 18,85
1302 PesisirSelatan 13,21 11,36 10,56 10,22 9,75
1303 Solok 17,59 13,43 12,15 11,74 11,19
1304 SawahLunto/Sijunjung 15,35 11,51 9,8 10,45 9,94
1305 TanahDatar 7,72 7,52 6,93 6,9 6,57
1306 PadangPariaman 17,12 14,15 12,41 11,86 11,26
1307 Agam 12,59 11,20 9,86 9,84 9,39
1308 LimapuluhKoto 14,79 11,01 9,98 10,47 9,96
1309 Pasaman 17,920 14,44 12,47 10,96 10,42
1310 SolokSelatan 17,43 13,41 11,66 11,11 10,61
1311 DharmasRaya 14,42 12,53 11,4 10,56 10,09
1312 PasamanBarat 13,76 10,96 9,61 9,59 9,14
1371 KotaPadang 4,97 6,40 5,72 6,31 6,02
1372 KotaSolok 4,59 7,32 6,76 6,99 6,72
1373 KotaSawahLunto 2,25 1,94 2,42 2,47 2,34
1374 KotaPadangPanjang 5,19 8,24 7,58 7,6 7,25
1375 KotaBukitTinggi 5,23 7,20 6,19 6,82 6,49
1376 KotaPayakumbuh 7,77 10,96 10,15 10,58 10,09
1377 KotaPariaman 5,87 5,33 5,48 5,9 5,66
1400 RIAU 11,20 10,79 9,48 8,65 8,17
1401 KuantanSengingi 19,03 16,51 14,42 12,57 10,19
1402 IndragiriHulu 14,63 12,05 10,25 8,9 7,25
1403 IndragiriHilir 14,57 13,19 11,11 9,41 7,65
1404 Pelalawan 18,07 18,63 16,71 14,51 11,93
PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
1706 Mukomuko 20,06 15,76 15,39 14,06 13,28
1707 Lebong 18,08 14,33 13,94 13,01 12,43
1708 Kepahiang 17,55 17,03 16,6 14,78 15,02
1709 BengkuluTengah 0,0 6,42 6,49
1771 KotaBengkulu 9,20 18,16 17,57 17,69 22,23
1800 LAMPUNG 22,19 20,93 20,22 18,94 16,58
1801 LampungBarat 24,77 21,74 19,13 17,12 15,99
1802 Tanggamus 22,17 20,91 19,79 18,3 17,06
1803 LampungSelatan 26,94 24,72 22,83 20,61 19,23
1804 LampungTimur 27,21 23,35 20,86 21,06 19,66
1805 LampungTengah 22,06 19,89 18,67 16,88 15,76
1806 LampungUtara 32,16 31,24 28,96 28,19 26,33
1807 WayKanan 25,96 22,34 20,92 18,81 17,63
1808 TulangBawang 13,03 11,17 10,48 10,8 10,11
1809 Pesawaran 22,73 20,48 19,06
1810 Pringsewu 0,0 12,45 11,62
1811 Mesuji 0,0 8,65 8,07
1812 TulangBawangBarat 0,0 7,63 7,11
1871 KotaBandarLampung 9,44 15,41 14,39 14,58 13,61
1872 KotaMetro 11,53 15,91 15,07 13,77 12,90
1900 KEP.BANGKABELITUNG 9,54 7,89 7,37 7,51 5,16
1901 Bangka 10,53 8,79 7,61 7,81 5,36
1902 Belitung 11,59 10,62 9,78 10,13 6,97
1903 BangkaBarat 6,71 5,18 5,22 5,25 3,59
1904 BangkaTengah 10,36 8,52 7,84 8,07 5,56
1905 BangkaSelatan 7,41 5,60 6,04 6,18 4,23
1906 BelitungTimur 15,58 12,61 11,07 10,36 7,13
1971 KotaPangkalPinang 6,850 5,74 5,79 6,02 4,15
2100 KEPULAUANRIAU 10,30 8,73 8,27 8,05 6,79
2101 Karimun 8,69 7,29 6,48 7,21 5,93
2102 KabuaptenBintan 11,73 7,61 7,01 7,33 6,04
2103 Natuna 8,74 4,83 4,35 4,83 4,06
2104 Lingga 30,06 18,19 16,56 15,81 12,98
2105 KepulauanAnambas 0,0 4,8 3,95
2171 KotaBatam 7,65 7,22 6,76 7,26 6,11
2172 KotaTanjungPinang 12,92 14,30 13,42 12,6 10,52
3100 DKIJAKARTA 4,61 3,86 3,8 4,04 3,64
3101 KepulauanSeribu 15,12 13,56 12,66 13,01 11,53
3171 KotaJakartaSelatan 3,74 3,41 3,52 3,8 3,43
3172 KotaJakartaTimur 4,02 3,39 3,42 3,4 3,06
3173 KotaJakartaPusat 3,99 3,58 3,68 3,97 3,56
3174 KotaJakartaBarat 4,04 3,41 3,44 3,81 3,44
PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
3314 Sragen 21,24 20,83 19,7 17,49 17,95
3315 Grobogan 25,14 19,84 18,68 17,86 17,38
3316 Blora 21,46 18,79 17,7 16,27 16,24
3317 Rembang 30,71 27,21 25,86 23,4 23,71
3318 Pati 19,79 17,90 15,92 14,48 14,69
3319 Kudus 10,73 12,58 10,8 9,01 9,45
3320 Jepara 10,44 11,05 9,6 10,18 10,32
3321 Demak 23,50 21,24 19,7 18,76 18,21
3322 Semarang 12,34 11,37 10,66 10,5 10,30
3323 Temanggung 16,55 16,39 15,05 13,46 13,38
3324 Kendal 20,70 17,87 16,02 14,47 14,26
3325 Batang 20,79 18,08 16,61 14,67 13,47
3326 Pekalongan 20,31 19,52 17,93 16,29 15,00
3327 Pemalang 22,79 23,92 22,17 19,96 20,68
3328 Tegal 18,50 15,78 13,98 13,11 11,54
3329 Brebes 27,93 25,98 24,39 23,01 22,72
3371 KotaMagelang 10,01 11,16 10,11 10,51 11,06
3372 KotaSurakarta 13,64 16,13 14,99 13,96 12,90
3373 KotaSalatiga 9,01 8,47 7,82 8,28 7,80
3374 KotaSemarang 5,26 6,00 4,84 5,12 5,68
3375 KotaPekalongan 6,62 10,29 8,56 9,36 10,04
3376 KotaTegal 9,36 11,28 9,88 10,62 10,81
3400 DIYOGYAKARTA 18,99 18,02 17,23 16,83 16,14
3401 KulonProgo 28,61 26,85 24,65 23,15 23,62
3402 Bantul 19,43 18,54 17,64 16,09 17,28
3403 GunungKidul 28,90 25,96 24,44 22,05 23,03
3404 Sleman 12,56 12,34 11,45 10,7 10,61
3471 KotaYogyakarta 9,78 10,81 10,05 9,75 9,62
3500 JAWATIMUR 19,98 18,19 16,68 15,26 13,85
3501 Pacitan 23,31 21,17 19,01 19,5 18,13
3502 Ponorogo 18,23 16,62 14,63 13,22 12,29
3503 Trenggalek 22,79 20,64 18,27 15,98 14,90
3504 Tulungagung 17,83 12,41 10,6 10,64 9,90
3505 Blitar 16,47 14,53 13,19 12,13 11,29
3506 Kediri 18,98 18,85 17,05 15,52 14,44
3507 Malang 15,66 15,08 13,57 12,54 11,67
3508 Lumajang 20,09 18,17 15,83 13,98 13,01
3509 Jember 18,57 17,74 15,43 13,27 12,44
3510 Banyuwangi 15,33 13,91 12,16 11,25 10,47
3511 Bondowoso 24,23 22,23 20,18 17,89 16,66
3512 Situbondo 15,60 18,02 15,99 16,23 15,11
3513 Probolinggo 27,42 30,13 27,69 25,22 23,48
PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
5108 Buleleng 8,68 7,45 5,95 7,35 5,93
5171 KotaDenpasar 2,1 2,19 2,2 2,21 1,79
5200 NUSATENGGARABARAT 24,99 23,40 22,78 21,55 19,67
5201 LombokBarat 28,97 25,97 24,02 21,59 19,70
5202 LombokTengah 25,74 22,32 20,94 19,92 18,14
5203 LombokTimur 25,60 25,43 23,96 23,82 21,71
5204 Sumbawa 28,78 25,31 23,85 21,74 19,82
5205 Dompu 28,57 24,52 21,76 19,89 18,17
5206 Bima 25,12 21,79 20,42 19,41 17,66
5207 SumbawaBarat 28,63 24,27 23,01 21,81 19,88
5208 LombokUtara 0,0 43,12 39,27
5271 KotaMataram 9,67 16,13 15,41 14,44 13,18
5272 KotaBima 11,85 14,38 13,65 12,81 11,69
5300 NUSATENGGARATIMUR 27,51 25,68 23,31 23,03 20,48
5301 SumbaBarat 42,74 37,85 35,39 31,71 29,84
5302 SumbaTimur 39,08 37,14 34,68 32,41 30,63
5303 Kupang 31,32 26,95 24,16 20,78 19,54
5304 TimorTengahSelatan 37,43 33,55 31,14 28,7 26,96
5305 TimorTengahUtara 30,12 27,74 24,96 22,72 21,33
5306 Belu 21,02 19,69 17,47 15,48 14,61
5307 Alor 28,49 25,14 22,84 21,16 19,97
5308 Lembata 34,45 29,24 26,39 26,74 25,17
5309 FloresTimur 14,38 13,21 11,04 9,61 9,06
5310 Sikka 19,15 17,34 15,35 13,38 12,63
5311 Ende 20,33 24,87 23,01 21,64 20,37
5312 Ngada 17,28 15,49 13,54 12,05 11,36
5313 Manggarai 31,41 28,57 25,76 22,9 21,39
5314 RoteNdao 28,26 36,58 34,09 32,78 30,99
5315 ManggaraiBarat 27,96 25,05 22,96 20,39 19,27
5316 SumbaBaratDaya 42,96 36,45 34,27 34,02 32,10
5317 SumbaTengah 43,05 38,65 35,83 29,87 27,93
5318 Nageko 16,05 14,53 13,03 12,7 12,01
5319 ManggaraiTimur 25,51 25,93 24,52
5320 SabuRaijua 0,0 41,13 39,49
5371 KotaKupang 7,5 14,66 12,51 10,56 9,88
6100 KALIMANTANBARAT 12,91 10,87 9,3 9,02 8,48
6101 Sambas 14,00 11,51 9,96 10,08 9,38
6102 Bengkayang 11,88 9,41 7,82 7,81 7,25
6103 Landak 24,95 18,65 15,48 14,05 13,13
6104 Pontianak 8,26 7,03 5,46 6,41 5,97
6105 Sanggau 7,97 6,25 4,62 5,02 4,67
6106 Ketapang 17,94 15,21 13,08 13,67 12,75
PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
6405 Berau 9,27 5,81 5,9 6,6 5,46
6406 Malinau 23,60 18,24 16,55 15,29 12,67
6407 Bulongan 23,31 17,14 15,96 14,57 12,14
6408 Nunukan 20,02 14,96 13,47 12,45 10,38
6409 PenajamPaserUtara 17,59 12,99 11,38 10,46 8,67
6410 TanaTidung 15,42 13,9 11,41
6471 KotaBalikpapan 3,74 3,49 3,58 4,07 3,39
6472 KotaSamarinda 6,60 4,67 4,84 5,21 4,31
6473 KotaTarakan 9,54 10,99 9,65 10,23 8,41
6474 KotaBontang 7,87 7,26 6,66 6,67 5,40
7100 SULAWESIUTARA 11,42 9,80 9,79 9,1 8,46
7101 BolaangMongondow 13,20 10,64 10,16 9,7 8,60
7102 Minahasa 10,31 9,00 8,47 8,99 7,93
7103 SangiheTalaud 17,70 14,01 13,23 13,21 11,69
7104 KepulauanTalaud 15,77 12,90 12,16 11,37 10,05
7105 MinahasaSelatan 13,61 11,66 11,13 10,74 9,48
7106 MinahasaUtara 10,14 8,35 7,98 8,38 7,38
7107 BolaangMongondowUtara 13,03 10,44 9,93 10,23 8,98
7108 MinahasaTenggara 22,21 18,30 17,49 17,64 10,38
7109 Kep.SiauTagulandangBiaro 16,14 12,68 12,11 11,79 15,35
7110 BolaangMongondowSelatan 0,0 18,81 16,57
7111 BolaangMongondowTimur 0,0 7,81 6,93
7171 KotaManado 5,43 6,59 6,32 6,51 5,40
7172 KotaBitung 11,14 9,33 8,93 9,52 8,46
7173 KotaTomohon 8,65 7,53 7,19 7,4 6,56
7174 KotaKotamobago 10,02 7,6 7,16 7,57 6,64
7200 SULAWESITENGAH 22,42 20,61 18,98 18,07 16,04
7201 BanggaiKepulauan 27,92 24,66 21,99 19,47 18,08
7202 Banggai 17,28 16,70 14,6 12,06 11,25
7203 Morowali 28,27 25,10 22,53 20,27 18,85
7204 Poso 28,02 25,75 23,29 21,42 20,10
7205 Donggala 23,59 21,01 18,91 19,42 18,03
7206 ToliToli 22,18 19,69 17,83 16,16 15,03
7207 Buol 25,50 23,11 20,68 18,67 17,40
7208 ParigiMoutong 23,69 21,73 19,72 20,11 18,70
7209 TojoUnaUna 30,22 28,48 26,23 24,06 22,37
7210 Sigi 0,0 15,09 14,03
7271 KotaPalu 9,73 10,10 9,19 9,98 9,24
7300 SULAWESISELATAN 14,11 13,41 12,31 11,6 10,27
7301 Selayar 20,45 18,49 16,41 14,98 13,49
7302 Bulukumba 13,56 12,26 10,5 9,02 8,12
7303 Bantaeng 12,12 10,94 9,96 10,24 9,21
PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
7601 Majene 23,55 18,44 18,09 18,41 17,06
7602 PolewaliMamasa 24,96 21,8 21,37 21,24 19,66
7603 Mamasa 25,51 18,06 17,87 16,24 15,04
7604 Mamuju 10,43 8,11 8,13 8,16 7,59
7605 MamujuUtara 9,22 6,52 6,47 6,2 5,77
8100 MALUKU 31,14 29,24 28,23 27,74 22,45
8101 MalukuTenggaraBarat 44,15 40,17 37,23 33,93 30,13
8102 MalukuTenggara 35,98 32,90 30,71 30,7 27,16
8103 MalukuTengah 36,03 32,61 30,48 28,41 25,15
8104 Buru 31,34 29,17 27,57 24,82 22,00
8105 Kepulauan Aru 36,88 41,08 38,77 34,96 30,96
8106 Seram Bagian Barat 37,85 35,19 33,11 30,08 26,70
8107 Seram Bagian Timur 39,83 36,98 34,67 31,44 27,94
8108 MalukuBaratDaya 0,0 39,22 34,49
8109 BuruSelatan 0,0 21,82 19,33
8171 KotaAmbon 6,51 7,92 7,61 7,67 6,83
8172 KotaTual 30,42 32,01 28,17
8200 MALUKUUTARA 11,97 11,51 10,36 9,42 10,00
8201 HalmaheraBarat 16,19 16,12 14,34 13,3 12,93
8202 HalmaheraTengah 30,18 28,52 26,64 24,56 22,68
8203 KepulauanSula 14,07 13,71 11,51 8,98 10,42
8204 HalmaheraSelatan 12,95 12,54 10,97 9,51 8,11
8205 HalmaheraUtara 9,63 8,90 7,93 7,82 8,45
8206 HalmaheraTimur 21,54 21,13 19,55 19,3 20,72
8207 PulauMorotai 0,0 10,59 11,61
8271 KotaTernate 4,26 4,15 4,22 4,53 5,16
8272 KotaTidoreKepulauan 7,43 6,54 6,01 7,07 7,34
9100 PAPUABARAT 39,31 33,49 35,71 34,88 28,53
9101 FakFak 39,57 37,55 35,29 33,07 33,18
9102 Kaimana 35,22 23,25 23,51 20,77 20,84
9103 TelukWondana 53,34 47,36 48,47 44,25 43,86
9104 TelukBintuni 51,37 50,39 51,91 47,59 47,44
9105 Manokwari 47,34 43,57 40,8 37,27 33,95
9106 SorongSelatan 28,05 26,66 26,76 28,01 22,93
9107 Sorong 33,84 33,95 34,45 32,58 33,38
9108 RajaAmpat 30,07 23,76 23,71 23,58 23,50
9109 Tambrauw 44,71 43,77
9110 Maybrat 40,13 40,16
9171 KotaSorong 35,71 14,93 15,12 14,02 14,04
9400 PAPUA 40,78 35,53 37,53 36,8 31,25
9401 Merauke 31,56 15,69 15,44 14,54 13,22
9402 Jayawijaya 50,31 48,15 46,3 41,84 39,03