You are on page 1of 109

KATA PENGANTAR

Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan antardaerah perlu


menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung
kebijakan nasional dalam upaya pemerataan pembangunan di Indonesia. Untuk memberikan
landasan dalam menentukan arah kebijakan mengurangi kesenjangan antardaerah, diperlukan
data dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data tertentu sehingga dapat memberi
gambaran berbagai aspek yang menunjukkan adanya kesenjangan. Aspek-aspek yang memiliki
urgensi tinggi untuk dilihat pada konteks kesenjangan adalah kesenjangan perekonomian daerah
dan kesejahteraan masyarakat, serta aspek-aspek yang mempengaruhinya.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari berbagai sumber yang kompeten dan
pengolahan data, telah dihasilkan berbagai informasi penting yang menggambarkan adanya
kesenjangan. Informasi kesenjangan yang disajikan dalam buku ini dibagi menjadi 5 (lima)
bagian yang meliputi: Bagian Pertama, berisi uraian yang menjadi latar belakang penyusunan
buku ini, dan penjelasan sistematika penyajian buku. Bagian Kedua, berisi uraian Metodologi
dan analisis kesenjangan antardaerah, bagian ketiga berisi uraian kesejangan perekonomian
antardaerah, bagian keempat, berisi uraian Kesenjangan infrastruktur Antarwilayah, bagian
kelima berisi uraian kesenjangan analisis Pendapatan dan Belanja Daerah. Data yang digunakan
dalam publikasi ini bersumber dari informasi yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik, PT.
PLN, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian/ Lembaga dan sumber data lainnya.
Informasi kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan pemahaman
terhadap kondisi dan perkembangan kesenjangan di Indonesia dilihat dari beberapa aspek yang
dibahas. Dengan demikian melalui informasi dari hasil analisis kesenjangan ini diharapkan
dapat menjadi benchmarking, sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bisa diperbandingkan
dengan daerah yang lain. Selanjutnya berdasarkan informasi kesenjangan antar daerah ini
diharapkan dapat memberikan orientasi terhadap berbagai kebijakan dan program pengurangan
kesenjangan antardaerah.
Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalam
penyusunan dan penerbitan buku ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagai
pihak guna menyempurnakan publikasi ini pada edisi yang mendatang.

Jakarta, Desember 2013


Deputi Bidang Pengembangan Regional
dan Otonomi Daerah

Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 i


Tim Penyusun

PENGARAH:
Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

PENANGGUNG JAWAB :
Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
Direktur Pengembangan Wilayah

TIM PENYUSUN :
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D; Awan Setiawan, SE, MM, ME
Yudianto, ST, MT, MPP; Supriyadi, S.Si, MTP; Rudi Alfian, SE;
Agung Widodo, SP, MIDEC; Fidelia Silvana, SP, M.Int.Econ & F;
Septaliana Dewi Prananingtyas, SE, M.Bus,Ec; Bimo Fachrizal Arvianto, S.Si;
Hari Dwi Korianto, S.Kom, M.Si; Gatot Pambudhi Poetranto, S.Kom, MPM;
Ronny Komala Winoto, S.Kom.

TIM AHLI:
Bambang Waluyanto; Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin; Setya Rusdianto;
Tri Supriyana; Iskandar Zulkarnaen

TIM PENDUKUNG:
Anna Astuti; Eni Arni ; Sapto Mulyono;
Zulkarnaen, S.Kom; Cecep Supriyadi; Donny Yanuar.

Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke:

Direktorat Pengembangan Wilayah


Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310
Telp/Fax. (021) 3193 4195
Email. dit.pw@bappenas.go.id

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 iii


DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar xi

1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1

1.2. Sistematika Penyajian 3

2. METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 5


2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah 5
2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional 6
2.1.2. Metode Analisis Kesenjangan berdasarkan Pola dan Struktur
Pertumbuhan Ekonomi 6
2.2. Analisis Kesenjangan kesejahteraan Infrastruktur antarwilayah 8

2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah 9

2.4. Metode Penyajian Kesenjangan. 10 9

3. KESENJANGAN EKONOMI ANTARWILAYAH 13


3.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah 13
3.1.1. Disparitas Nilai PDRB dan PDRB Antarwilayah. 13
3.1.2. Disparitas PDRB Perkapita Antarwilayah (Dispersion Ratio) 15
3.1.3. Kesenjangan Wilayah (Williamson Index) 21
3.1.4. Kesenjangan Pendapatan (Gini Ratio) 24

3.2. Kesenjangan Sosial 26

4. KESENJANGAN INFRASTRUKTUR ANTARWILAYAH 29


4.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan 30
4.1.1. Wilayah Sumatera 31
4.1.2. Wilayah Jawa Bali 32
4.1.3. Wilayah Nusa Tenggara 34
4.1.4. Wilayah Kalimantan 35
4.1.5. Wilayah Sulawesi 37
4.1.6. Wilayah Maluku dan Papua 38

4.2. Kesenjangan Infrastruktur Energi Listrik 40


4.2.1. Wilayah Sumatera 41
4.2.2. Wilayah Jawa Bali 42
4.2.3. Wilayah Nusa Tenggara 43
4.2.4. Wilayah Kalimantan 43
4.2.5. Wilayah Sulawesi 44
4.2.6. Wilayah Maluku dan Papua 45

4.3. Kesenjangan Infrastruktur Telekomunikasi 46


4.3.1. Wilayah Sumatera 46
4.3.2. Wilayah Jawa Bali 47
4.3.3. Wilayah Nusa Tenggara 48

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 v


4.3.4. Wilayah Kalimantan 48
4.3.5. Wilayah Sulawesi 49
4.3.6. Wilayah Maluku dan Papua 50

5. ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 51


5.1. Analisis Pendapatan Daerah 51
5.1.1. Rasio Kemandirian Daerah 51
5.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio) 54
5.1.3. Ruang Fiskal Daerah 56

5.2. Analisis Belanja Daerah 59


5.2.1. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah 59
5.2.2. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja 62
5.2.3. Rasio Belanja Modal Per Total Belanja 65
5.2.4. Rasio Belanja PerJumlah Penduduk 74
5.2.5. Rasio Belanja Modal PerJumlah Penduduk 76

5.3. Perimbangan Kondisi Keuangan Daerah Dengan Kondisi Sosial Masyarakat 68

LAMPIRAN 73

vi ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1. Matrik Tipologi Klassen 7


3.1. Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2008-2012 13
3.2. Distrubusi Nilai PDRB ADHB Menurut Usaha Berdasarkan Pulau Tahun 2012 14
3.3. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011 22
3.4. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Jawa Bali, Tahun 2007-2011 22
3.5. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Kalimantan , Tahun 2007- 23
2011
3.6. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Sulawesi, Tahun 2007-2011 23
3.7. Index Williamson Menurut Provinsi di wilayah Nusa Tenggara,Maluku dan 24
Papua Tahun 2007-2011
3.8. Perkembangan Kesenjangan Golongan Pendapatan (Gini Ratio) Menurut 25
Provinsi Tahun 2008-2012

4.1. Panjang Jalan, Luas wilayah dan Kerapatan Jalan Antar KBI dan KTI Tahun 30
2010
4.2. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 32
4.3. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 33
4.4. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 35
4.5. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 36
4.6. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 38
4.7. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 40
4.8. Kondisi Jalan Nasional tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010 40
4.9. Perbandingan Ketersedian Infrastruktur Energi Listrik Antarwilayah di 41
Indonesia, Tahun 2011
4.10. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 41
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sumatera
4.11. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 42
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali
4.12. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 43
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara
4.13. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 44
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan
4.14. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 44
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sulawesi
4.15. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrisasi dan 45
Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua
4.16. Perbandingan Pengunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, Tahun 2010 46
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan
4.17. Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Sumatera 47
4.18. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 47
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Jawa-Bali
4.19. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 48
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Nusa Tenggara
4.20. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 49
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Kalimantan
4.21. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 49
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Sulawesi
4.22 Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan menurut Keberadaan Telepon dan 50
Penerimaan Sinyal Telepon Selular Diwilayah Maluku dan Papua

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 vii


5.1. Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah 53
untuk Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Tahun 2012
5.2. Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan 56
Terendah, Tahun 2011.
5.3. 20 Kabupaten/Kota Tertinggi dan 20 Kabupaten/Kota Terendah menurut ruang 58
fiskal
5.4. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Menurut 20 62
Peringkat Tertinggi dan Terrendah
5.5. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung (PNSD)Terhadap Total Belanja 65
Kabupaten dan Kota Tahun 2012
5.6. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Tahun 2012 67
5.7. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan Pemerintah Provinsi 70
dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-rata
Lama Sekolah (RLS)
5.8. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Pemerintah 72
Provinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Kesehatan Menurut
Umur Harapan Hidup (UHH)

viii ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

3.1. Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) dengan Migas Antarprovinsi, Tahun 15


2012 (dalam juta/jiwa)
3.2 Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa Migas dan Dengan Migas 15
Berdasarkan Dispersion Ratio Tahun 2012
3.3. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio per 16
provinsi di wilayah Sumatera Tahun 2007-2011
3.4 Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio per 16
provinsi di wilayah Sumatera Tahun 2007-2011
3.5. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio per 17
provinsi di wilayah Jawa+Bali Tahun 2007-2011
3.6 Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio per 17
provinsi di wilayah Jawa+Bali Tahun 2007-2011.
3.7. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio per 18
provinsi di wilayah Kalimantan Tahun 2007-2011
3.8. Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio per 18
provinsi di wilayah Kalimantan Tahun 2007-2011
3.9. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio per 19
provinsi di wilayah Sulawesi Tahun 2007-2011
3.10. Disparitas PDRB Perkapita Tanpa Migas menurut Dispersion Ratio per 19
provinsi di wilayah Sulawesi Tahun 2007-2011
3.11. Disparitas PDRB Perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio per 20
provinsi di wilayah Nusa tenggara, Maluku dan Papua Tahun 2007-2011
3.12. Disparitas PDRB Perkapita tanpa Migas menurut Dispersion Ratio per provinsi 20
di wilayah Nusa tenggara, Maluku dan Papua Tahun 2007-2011
3.13. CVw dari PRB Perkapita menurut Provinsi di wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007- 21
2011
3.14. Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi 26
Tahun 2013(Februari)
3.15. Perbandingan IPM antarprovinsi Tahun 2011 27
3.16. Perbandingan Prosentase Proses Kelahiran ditolong Tenaga Medis Tahun 2011 27

4.1 Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antar wilayah Pulau, Tahun 2010 30
4.2 Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 31
Wilayah Sumatera
4.3 Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 31
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Sumatera
4.4. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 32
Wilayah Jawa Bali
4.5. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 33
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Jawa- Bali
4.6. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 34
Wilayah Nusa Tenggara
4.7. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 34
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Nusa Tenggara
4.8. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 35
Wilayah Kalimantan
4.9. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 36
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Kalimantan
4.10. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 37
Wilayah Sulawesi

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 ix


4.11. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 37
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Sulawesi
4.12. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di 39
Wilayah Maluku dan Papua
4.13. Rasio jumlah Kendaraan Roda-4 Per KM, dan Panjang Jalan Per 1000 39
Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Maluku dan Papua

5.1. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi , Tahun 2008 dan 52
2012
5.2. Rasio PAD terhadap total pendapatan Kabupaten/Kota se-Provinsi,Tahun 2007 53
dan 2011
5.3. Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2008-2012 55
5.4. Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Tahun 2008-2012 55
5.5. Ruag Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2012 57
5.6. Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi, Tahun 2012 58
5.7. Rasio Belanja pegawai terhadap Total Belanja masing-masing Pemerintah 60
Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012
5.8. Rasio Belanja Pegawai Kabupaten dan Kota Se-Provinsi terhadap Total 61
Belanja Pemerintah Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.9. Rasio Belanja Pegawai Tidak langsung terhadap Total Belanja masing- masing 63
Pemerintah Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.10. Rasio Belanja Pegawai Tidak langsung terhadap Total Belanja masing- masing 64
Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.11. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja masing-masing Pemerintah 66
Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.12. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja masing-masing Pemerintah 67
Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia Tahun 2008-2012
5.13. Perimbangan Indeks harapan Hidup dengan Belanja Pemerintah Urusan 69
Kesehatan
5.14. Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan Belanja Pemerintah Urusan 71
Pendidikan

x ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesenjangan antarwilayah di Indonesia tidak terlepas dari adanya keragaman
potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis
atau politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan dalam satu sisi, namun
disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber instabilitas sosial dan politik nasional. Untuk
itu, maka penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan berorientasi terhadap
pengurangan kesenjangan antarwilayah menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan tersebut perlu menjadi
acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung upaya
pemerataan pembangunan di Indonesia.
Kesenjangan pendapatan di suatu daerah akan menimbulkan berbagai
permasalahan, seperti peningkatan migrasi dari daerah yang miskin ke daerah yang lebih
maju, kriminalitas, dan konflik antar masyarakat. Dalam konteks kenegaraan kesenjangan
akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang kemudian akan
mengancam keutuhan suatu negara. Maka dari itu, kesenjangan harus diatasi oleh
pemerintah dengan mendorong daerah yang miskin untuk mampu mengejar
ketertinggalan perekonomiannya terhadap daerah yang sudah kaya
Meskipun tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, kesenjangan antar daerah tetap
harus diupayakan untuk dikurangi. Salah satu prinsip dasar yang harus dipegang para
pengambil kebijakan adalah bahwa kesenjangan perekonomian antar daerah masih dapat
ditoleransi sejauh tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional dan tidak
menciptakan ketidakmerataan pendapatan yang luar biasa dalam masyarakat. Dengan kata
lain, upaya melakukan redistribusi pendapatan masyarakat haruslah mendapatkan
prioritas utama dibandingkan redistribusi perekonomian daerah. Satu hal lagi yang harus
dilakukan dalam upaya mengurangi kesenjangan perekonomian antar daerah adalah
mengurangi jarak antara daerah terkaya dengan daerah termiskin, melalui upaya
khusus untuk mengangkat daerah termiskin secara signifikan.
Penyebab terjadinya kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia
diantaranya dapat diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur dan
kemampuan keuangan antardaerah. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses
produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output.
Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai kegiatan
ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan mobilitas
manusia, barang, dan jasa. Sementara itu kesenjangan dari sisi kemampuan keuangan
antardaerah dapat dilihat dari aspek jumlah pendapatan daerah, dan kualitas belanja
daerah. Kedua aspek di atas memiliki pengaruh nyata terhadap kinerja perekonomian
daerah.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 1


Selain kedua aspek tersebut diatas, masalah klasik dan mendasar terjadinya
kesenjangan antardaerah tersebut potensi ekonomi yang tidak sama. Ada beberapa wilayah
atau provinsi yang memiliki berbagai sumber daya alam berlimpah, tidak akan
permasalahan dalam membangun kegiatan ekonomi sebagai pusat perumbuhan dan
kesenjangan pembangunan antardaerah terutama terjadi antara perdesaan dan perkotaan, antara
Pulau Jawa dan luar Jawa, antara antara pusat-pusat pertumbuhan dengan kawasan hinterland
dan kawasan perbatasan, serta antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur
Indonesia. Berbagai permasalahan yang masih dihadapi adalah masih terdapatnya
ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia. Indikasi ketimpangan pembangunan
tersebut dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar
wilayah. Data BPS tahun 2012 menunjukah bahwa perkembangan aktivitas ekonomi masih
terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera dengan share terbesar 82,64 persen, dan
kemiskinan tahun 2013 terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali, yaitu sebanyak 15,52 juta
jiwa dan berikutnya di wilayah Sumatera sebanyak 6,2 juta jiwa. Namun, secara
persentase, angka kemiskinan di DKI Jakarta menunjukkan angka yang paling kecil, yaitu
hanya sekitar 3,5 persen sedangkan angka persentase kemiskinan di wilayah Papua
mencapai persentase terbesar, yaitu 30,22 persen. Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang
tersedia, seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih juga terjadi antar wilayah, khususnya
di Kawasan Timur Indonesia ketersediannya minim sekali.
Untuk memberikan orientasi dalam memperkuat kebijakan upaya mengurangi
kesenjangan tersebut, diperlukan data dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data
tertentu sehingga dapat memberi gambaran adanya kesenjangan antarwilayah. Informasi
yang dikembangkan dalam anlisis kesenjangan ini mencakup dimensi internal dan
eksternal. Dimensi internal memberikan gambaran tentang keadaan di dalam tiap daerah,
sedangkan dimensi eksternal menggambarkan posisi relatif keadaan daerah terhadap
daerah lainnya. Dengan demikian informasi ini mengandung sifat benchmarking,
sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bisa diperbandingkan dengan daerah yang lain.
Lebih lanjut juga diharapkan bisa diketahui corak keadaan tiap daerah atau kelompok
daerah.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka Direktorat Pengembangan Wilayah
berinisiatif menyusun Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah. Melalui berbagai
temuan dari hasil anlisis kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan alternatif dalam
penguatan perencanaan yang berbasis wilayah.

2 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


1.2. Sistematika Penyajian

Buku ini menyajikan data dan informasi yang terkait dengan kesenjangan
antarwilayah, dengan lingkup informasi mengenai beberapa teori pembangunan dan
kesenjangan antarwilayah, serta informasi mengenai hasil analisis kesenjangan dilihat dari
perspektif perekonomian daerah, kesejahteraan masyarakat, serta kemampuan keuangan
daerah. Rincian dari informasi tersebut disajikan dalam 5 Bab, dengan gambaran singkat
dari setiap bab adalah sebagai berikut:

BAB I : berisi mengenai latar belakang dari penyajian buku analisis


kesenjangan antarwilayah;
BAB II : berisi mengenai metodologi pendekatan untuk melihat kesenjangan
antarwilayah dalam aspek perekonomian daerah, analisis
kesejahteraan masyarakat, analisis kemampuan keuangan
antarwilayah, serta metode penyajian kesenjangan antarwilayah
BAB III : berisi mengenai hasil analisis perekonomian daerah
BAB IV : berisi mengenai hasil analisis kesenjangan infrastruktur antardaerah
BAB V : berisi mengenai hasil analisis kesenjangan kemapuan keuangan
daerah

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 3


BAB 2
METODOLOGI ANALISIS
KESENJANGAN ANTARWILAYAH
Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak homogen,
yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian. Atas dasar
pengertian tersebut, analisis kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk memberi
gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan antarwilayah,
juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah dan informasi adanya
gap (kesenjangan) antaradaerah yang maju dan tertinggal.
Peta kesenjangan antarwilayah ini dibangun melalui pendekatan pengolahan dan
teknik penyajian data, sehingga dapat memberi gambaran fakta kesenjangan antarwilayah.
Berdasarkan temuan fakta kesenjangan ini, selanjutnya diharapkan dapat menjadi dasar
dalam menentukan isu dan permasalahan strategis yang perlu direspon melalui kebijakan
dan program pembangunan.
Bertitik tolak dari fakta kesenjangan tersebut, melalui publikasi analisis
kesenjangan antarwilayah ini, akan menyajikan beberapa fakta kesenjangan antarwilayah
yang meliputi: (1) Kesenjangan perekonomian antarwilayah, (2) Kesenjangan
kesejahteraan antarwilayah, (3) Kesenjangan kemampuan fiskal antarwilayah, dan (4)
Keseimbangan antara kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan
kemampuan fiskal daerah.

2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah


Untuk merepresentasikan pendapatan regional, digunakan parameter output
regional (pendekatan produksi) yang sangat terkait dengan area tertentu, dalam hal ini
kabupaten/kota digunakan sebagai satuan terkecil.Data yang digunakan ialah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut kabupaten/kota. Dalam hal ini, PDRB
menunjukkan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh perekonomian suatu daerah
(kabupaten/kota) selama satu tahun. Data yang digunakan berasal dari regional account
menurut kabupaten/kota yang mulai dipublikasikan oleh BPS secara konsisten sejak tahun
1993. Selanjutnya digunakan nilai PDRB per kapita untuk menunjukkan nilai output
dibagi jumlah penduduk di area tersebut. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita berarti
semakin tinggi kekayaan daerah (region prosperity) di daerah tersebut, dengan kata lain
nilai PDRB per kapita dianggap merefleksikan tingkat kekayaan daerah. Untuk melihat
tingkat kesenjangan PDRB perkapita antar kabupaten/kota menurut masing-masing
provinsi dilakukan dengan analisis Dispersion Ratio, yaitu PDRB perkapita tertinggi
terhadap PDRB perkapita terendah dengan mengunakan data series. Dispersion rasio
dengan angka persebaran tinggi maka menunjukan bahwa kesenjangan PDRB perkapita
antardaerah tinggi dan sebaliknya.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 5


2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional
Metode analisis kesenjangan regional dapat ditunjukkan berdasarkan perhitungan
disparitas PDRB Perkapita antarwilayah, perhitungan yang digunakan dalam analisis
kesenjangan pendapatan antarwilayah adalah Indeks Williamson (CVw). Indeks
Williamson ini sederhana dan populer digunakan untuk mengukur kesenjangan
pendapatan regional, khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita.

1. Pendapatan per Kapita


Pendapatan per kapita didekati dari angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
per kapita, yaitu perhitungan PDRB di suatu kabupaten/kota dibagi oleh populasi
kabupaten/kota tersebut. Formulasi untuk menghitung pendapatan per kapita adalah:
Nilai PDRB Kabupaten/ Kota
Pendapatan Perkapita
Jumlah Penduduk Kabupaten/ Kota

Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari buku PDRB
Kabupaten dan Kota serta Kabupaten dalam Angka.

2. CVw (CV Williamson)


Indeks Williamson merupakan pendekatan untuk mengukur derajat ketimpangan
antar wilayah berdasarkan PDRB perkapita. Formula ini pada dasarnya sama dengan
coefficient of variation (CV) biasa dimana standar deviasi dibagi dengan rataan.
Williamson (1965) memperkenalkan CV ini dengan menimbangnya dengan proporsi
penduduk, yang disebut CVw. Formulanya adalah sebagai berikut:

( )
=

Dimana:
CVw = Weighted coefficient of variation
ni = Penduduk di daerah i
n = Penduduk total
Yi = PDRB perkapita di daerah i
Y = Rata-rata PDRB perkapita untuk semua daerah

6 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


2.1.2. Metode Analisis Kesenjangan Berdasarkan Pola dan Struktur Pertumbuhan
Ekonomi.

Tipologi Klassen juga merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang
digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
suatu daerah. Pada pengertian ini, Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan
pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan
atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah dengan PDRB
per kapita daerah yang menjadi acuan atau PDB per kapita (secara nasional).

Melalui Analisis Tipologi Klassen ini selain dapat dapat digunakan untuk
mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan memperhatikan perekonomian
daerah yang diacunya, dan mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi
unggulan suatu daerah, juga dapat memberi gambaran adanya kesenjangan antarwilayah
berdasarkan posisi perekonomian yang dimiliki suatu daerah terhadap perekonomian
nasional maupun daerah yang diacunya.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, pengguna analisis tipologi Klassenakan


mendapatkan manfaat sebagai berikut: (1) Dapat membuat prioritas kebijakan daerah
berdasarkan keunggulan sektor, subsektor, usaha, atau komoditi daerah yang merupakan
hasil analisis tipologi Klassen; (2) Dapat menentukan prioritas kebijakan suatu daerah
berdasarkan posisi perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian nasional maupun
daerah yang diacunya; dan (3) Dapat menilai suatu daerah baik dari segi daerah maupun
sektoral.

Tabel 2.1:
Matriks Tipologi Klassen

Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi


Rendah Tinggi
Perkapita
Rata-rata PDRB

Kuadran II Kuadran I
Daerah Maju tetapi Daerah Cepat Maju dan
Tertekan (high income but Cepat-Tumbuh (high growth
Tinggi low growth) and high income)

Kuadran III
Kuadran IV
Daerah Relatif Tertinggal
Daerah sedang Berkembang
(low growth and low
(high growth but low income)
income).,
Rendah

Penjelasan dari matriks di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan
kuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan memiliki

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 7


pertumbuhan PDRB per kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB
per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.

2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini
memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional, tetapi memiliki pertumbuhan
PDRB per kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita
daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.

3. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini
merupakan kuadran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih
tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional,
tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara
nasional.

4. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang
memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan sekaligus pertumbuhan
PDRB per kapita yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita
daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.

2.2. Analisis Kesenjangan Infrastruktur Antarwilayah


Untuk melihat adanya kesenjangan infrastruktur antarwilayah, dilakukan
perbandingan ketersediaan dan dukungan infrastruktur sesuai dengan jenisnya. Jenis
infrastruktur yang akan menunjukkan adanya kesenjangan meliputi infrastruktur jalan,
energi listrik dan telekomunikasi. Indikator yang digunakan meliputi kuantitas dan
kualitas dari ketersediaan infrastruktur, serta beberapa indikator yang dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut:
1. Rasio Kerapatan Jalan
Rasio kerapatan jalan ditunjukkan oleh rasio panjang jalan (Km) terhadap Luas
wilayah (Km2). Rasio kerapatan jalan memiliki makna tinggi rendahnya tingkat
aksesibilitas antardaerah, yaitu semakin besar angka rasio kerapatan jalan maka
kemudahan dalam menjangkau antardaerah yang dihubungkan oleh infrastruktur jalan
disuatu wilayah semakin besar, dan sebaliknya.
2. Energi Terjual Perkapita (kWh/ Kapita)
Energi Terjual Perkapita menunjukkan energi yang terjual kepada pelanggan atau
energy (kWh) yang terjual kepada pelanggan TT (tegangan Tinggi), TM (Tegangan
Menengah) dan TR (Tegangan Rendah dibagi dengan jumlah penduduk.

8 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


3. Rasio Elektrifikasi
Merupakan rasio antara jumlah rumah tangga pengguna energi listrik PLN dibagi
dengan total jumlah rumah tangga (di kali 100%).

2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah


Analisis keuangan diarahkan untuk mengetahui sisi pendapatan daerah dan belanja
pembangunan. Analisis dari sisi pendapatan, meliputi:
Tax Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah
pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan
ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang
baik bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut.
Ruang Fiskal merupakan rasio yang menggambarkan besarnya pendapatan yang
masih bebas digunakan oleh daerah untuk mendanai program/kegiatan sesuai
kebutuhannya. Penghitungan Ruang Fiskal diperoleh dengan mengurangkan seluruh
pendapatan dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked)
dan belanja wajib seperti belanja pegawai dan bunga.
Rasio kemandirian daerah dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan. Dua rasio
tersebut memiliki sifat berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi
kemandirian daerah dan sebaliknya untuk rasio transfer. Posisi tertinggi dan terendah
rasio transfer umumnya berkebalikan dengan posisi provinsi yang bersangkutan pada
rasio PAD
Analisis dari sisi belanja daerah, meliputi:
Rasio belanja pegawai terhadap total belanja. Semakin tinggi angka rasionya maka
semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan begitu
sebaliknya semakin kecil angka rasio belanja pegawai maka semakin kecil pula
proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai APBD. Belanja pegawai
yang dihitung dalam rasio ini melipui belanja pegawai langsung dan belanja pegawai
tidak langsung.
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. Rasio belanja pegawai
tidak langsung terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah
terhadap pembayaran gaji pegawai (PNSD). Semakin besar rasionya maka semakin
besar belanja daerah yang dibelanjakan untuk membayar gaji pegawai daerah dan
sebaliknya, semakin kecil angka rasionya maka semakin kecil belanja daerah
yang dipergunakan untuk membayar gaji pegawai daerah.
Rasio belanja modal per total belanja. Rasio belanja modal terhadap total belanja
daerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 9


Belanja Modal sendiri ditambah belanja barang dan jasa, merupakan belanja
pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu,
semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah
suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat
dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk belanja yang
sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak langsung.

2.4. Metode Penyajian Kesenjangan


Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak homogen,
yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian. Atas dasar
pengertian tersebut, penyusunan profil kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk
memberi gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan
antarwilayah, juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah yang maju
dan tertinggal.
Kondisi kesenjangan antarwilayah ini akan dilakukan melalui pendekatan analisis
data dengan perhitungan indeks yang sudah lajim digunakan, dan dibangun melalui
pendekatan pengolahan dan teknik penyajian data. Penyajian dengan cara ini diharapkan
akan lebih memberikan informasi yang lebih utuh baik secara kuantitatif maupun dimensi
ruangnya. Dalam Profil Kesenjangan Kesejahteraan Masyarakat Antarwilayah ini lingkup
unit-unit yang akan diperbandingkan dipilih sedemikian rupa sehingga akan
menunjukkan:
1. Kesenjangan antarwilayah
Kesenjangan bentuk ini adalah komparatif antarwilayah (kabupaten/kota) yang
disajikan dalam suatu pengamatan yang agregat terhadap seluruh kabupaten/kota
yang ada di wilayah Indonesia.
2. Kesenjangan antarwilayah dalam kelompok terdefinitif (cluster pada
integrasi spasial, provinsi, pulau, dsb.)
Dalam bentuk ini kesenjangan dilihat dalam suatu lingkup wilayah yang
terdefinitif seperti kesenjangan antarwilayah dalam lingkup satu provinsi, satu
pulau, dan lainnya. Misalnya kesenjangan antarwilayah (kabupaten/kota) dalam
suatu provinsi, kesenjangan antarwilayah (kabupaten/kota) di Pulau Jawa, dan
sebagainya.
Untuk menggambarkan perbandingan melalui pendekatan di atas, akan disajikan melalui
format sebagai berikut:
Grafik, berisi ilustrasi hasil pengolahan data tabular seperti perankingan kabupaten
dan kota berdasarkan olahan suatu variabel. Grafik ini juga untuk menggambarkan

10 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


nilai-nilai ekstrim seperti grafik 10 kabupaten/kota tertinggi dan 10 kabupaten/kota
terrendah dan mengambarkan perbandingan antara kabupaten/kota tertinggi dengan
kabupaten terrendah seperti grafik perbandingan 10 kabupaten/kota tertinggi dengan
10 kabupaten/kota terrendah.
Diagram Pencar (Scatter Plot), berisi pemetaan kondisi dan kedudukan
kota/kabupaten dilihat dari dua atau tiga aspek variabel yang saling terkait dan
dinilai mampu memberikan makna yang lebih berarti.lihat Boks 1.

BOKS 1.

KETERANGAN SALIB SUMBU

11.00
Kuadran II Kuadran I

Nilai Rata-rataVariabel 1
10.00

9.00
VARIABEL 2

8.00
Nilai Rata-rata Variabel 2

7.00

6.00
Kuadran III Kuadran IV
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00
VARIABEL 1

Variabel 1 merupakan variabel yang dipertimbangkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap variabel 2, dan
variabel 2 dapat merupakan variabel output, outcome atau impact.

Kuadran I: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata niai variabel 1 dan 2.

Kuadran II: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata variabel 2, dan berada di bawah rata-rata
variabel 1.

Kuacran III: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata niai variabel 1 dan 2.

Kuadran IV: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata variabel 2, dan berada di atas rata-rata
variabel 1.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 11


BAB 3
KESENJANGAN EKONOMI
ANTARWILAYAH
3.1. Kesenjangan Ekonomi Wilayah
3.1.1. Disparitas Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Antarwilayah
Distribusi nilai PDRB antar provinsi tahun 2011, menunjukkan tingkat
kesenjangan yang cukup tinggi, berdasarkan data PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dari tahun 2008-2012 menunjukan nilai PDRB selama periode tersebut share
terbesar masih terkonsentrasi di Wilayah Jawa-Bali dan Wilayah Sumatera. Kontribusi
PDRB dari wilayah tersebut tahun 2012 mencapai sekitar 82,64 persen terhadap
perekonomian nasional, sementara untuk wilayah lainnya relatif rendah terutama wilayah
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya sebesar 3,32 persen.
Tabel 3.1:
Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2008-2012.
Wilayah 2008 2009 2010 2011 2012
Sumatera 22.90 22.69 23.12 23.57 23.77
Jawa-Bali 59.21 59.88 59.33 58.81 58.87
Kalimantan 10.36 9.21 9.15 9.55 9.30
Sulawesi 4.19 4.46 4.52 4.61 4.74
Nustra, Maluku, & Papua 3.34 3.76 3.88 3.46 3.32
Luar Jawa+Bali 40.79 40.12 40.67 41.19 41.13
Sumber: BPS tahun 2012.

Besarnya kontribusi pendapatan wilayah Jawa-Bali dan Sumatera ditunjukan


dengan tingkat perkembangan aktivitas ekonomi di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera jauh
lebih maju dibandingkan terhadap wilayah di luar Jawa-Bali dan Sumatera.
Perkembangan ekonomi di Jawa-Bali dan Sumatera didominasi oleh sektor sekunder dan
tersier yang pertumbuhannya relatif cepat dan lebih berorientasi ke industri pengolahan
dan manufaktur, dan pelayanan jasa. Sementara untuk perekembangan aktivitas ekonomi
di luar wilayah Jawa-Bali dan Sumatera masih didominasi oleh sektor primer, yaitu
pertanian dan pertambangan, sementara untuk sektor sekunder dan tersier
pertumbuhannya relatif lambat.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 13


Tabel 3.2:
Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Pulau Tahun 2012.

Keuangan,Real
& Komunikasi
Pertambangan

Pengangkutan
Listrik,Gas &
& Penggalian

Perdagangan,

Estate & Jasa

Jasa-Lainnya
Pengolahan

Perusahaan
Air Bersih

Kontruksi
Pertanian

Restoran
Hotel &
Industri
P. Sumatera 21.32 16.13 19.48 0.56 6.93 15.42 6.83 4.64 8.70
P. Jawa+Bali 10.30 1.26 27.22 1.60 6.67 23.96 7.96 10.70 10.34
P. Kalimantan 11.84 35.75 19.47 0.37 4.50 12.37 5.34 3.74 6.62
P. Sulawesi 27.18 5.43 9.50 0.82 8.10 16.57 8.39 6.70 17.32
P. Nustra, Maluku & Papua 20.60 21.94 12.71 0.34 9.08 12.39 6.49 3.69 12.76
Wil. Jawa+Bali dan
13.47 5.54 24.99 1.30 6.74 21.50 7.63 8.96 9.86
Sumatera
Luar Jawa Bali &
17.71 24.83 15.46 0.49 6.36 13.52 6.39 4.54 10.72
Sumatera

Kesenjangan perekonomian antarwilayah dapat digambarkan dari output regional


berdasarkan PDRB perkapita. Kesenjangan pendapatan antar provinsi menunjukan angka
cukup tinggi atau disparitas cukup tinggi, diakibatkan adanya nilai PDRB perkapita
dibeberapa provinsi yang jauh lebih besar dari rata-rata PDB perkapita nasional,
berdasarkan data BPS tahun 2012 PDRB perkapita dengan migas sebanyak lima provinsi
dengan PDRB perkapita jauh berada diatas rata-rata nasional dengan nilai tertinggi
mencapai 112,14 juta rupiah per jiwa di Provinsi DKI Jakarta dan sebanyak 28 provinsi
dengan PDRB perkapita jauh dibawah rata-rata nasional dengan PDRB perkapita paling
rendah adalah sebesar 6,37 juta rupiah per jiwa di Provinsi Maluku Utara. Tingginya
PDRB perkapita di Kalimantan Timur dan Riau disebabkan wilayah tersebut memiliki
sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang, dan
sumberdaya hutan. Di Kepulauan Riau disebabkan adanya Kota Batam yang merupakan
pusat kegiatan industri dan perdagangan antar Negara. Sementara DKI Jakarta merupakan
pusat kegiatan sektor industri, jasa dan perdagangan.
Sementara perkembangan tingkat kesenjangan dilihat berdasarkan Dispersion ratio
atau rasio antara PDRB perkapita tertinggi terhadap PDRB perkapita terendah (Gambar
3.2), menunjukan bahwa tingkat perkembangan kesenjangan antarprovinsi selama periode
tahun 2002-2008 cenderung meningkat atau kesenjangan semakin tinggi, baik untuk
PDRB perkapita dengan migas dan tanpa migas. Namun perkembangan dalam empat
tahun terakhir tingkat kesenjangan cenderung menurun, terutama untuk PDRB perkapita
dengan migas.

14 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Gambar 3-1.
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) dengan Migas Antarprovinsi, Tahun 2012. (dalam juta/jiwa)

120,00 112,14
PDRBPerkapitaProv. 109,66
PDRBPerkapita_33Prov.
100,00
PDBPerkapita

80,00

60,00

40,00 33,75

20,00 27,26
6,37

0,00

Kepri
Kalbar

Jambi
Maluku

Bengkulu

Banten

Aceh

Jatim

Riau
Kaltim
Malut

NTT

Sultra

Jateng
DIY

Sulteng

Sulut

Kalteng
Papua

DKIJakarta
Babel
NTB

Lampung

Sulsel
Kalsel

Bali
Jabar
Sumbar

Sumsel

Pubar
Gorontalo

Sulbar

Sumut
Gambar 3-2.
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa Migas dan Dengan Migas Berdasarkan Dispersion
Ratio Tahun 2012.
26,00

24,00

22,00

20,00 PDRBPerkapitadgn
Migas
18,00

16,00

14,00 PDRBPerkapita
tanpaMigas
12,00

10,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

3.1.2. Disparitas PDRB Perkapita Antarwilayah (Dispersion Ratio)


Wilayah Sumatera.
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Sumatera dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.3). Tingkat kesenjangan paling tinggi yaitu di Provinsi Aceh, dan
tingkat kesenjangan paling rendah di Provinsi Kep. Bangka Belitung. Dilihat dari
perkembangan tingkat kesenjangan selama 2007-2011, terlihat tingkat kesenjangan
hampir diseluruh provinsi menurun kecuali di Provinsi Riau meningkat dari tahun 2009
hingga tahun 2011.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 15


Gambar 3-3.
Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Menurut Dispersion Ratio Per Provinsi
di Wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011
16,000
14,000
12,000
10,000
DispersionRatio

8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 14,316 13,834 12,529 11,598 10,701
SUMATERAUTARA 5,833 6,249 6,323 6,223 6,166
SUMATERABARAT 3,219 3,224 3,084 3,023 2,937
RIAU 5,252 5,930 5,195 6,360 6,716
JAMBI 3,975 4,562 5,014 4,996 4,871
SUMATERASELATAN 6,909 6,938 5,853 5,618 5,381
BENGKULU 3,461 3,430 3,384 3,250 3,303
LAMPUNG 2,680 2,896 3,194 3,269 3,136
KEP.BANGKABELITUNG 2,001 2,101 2,116 2,114 2,090
KEPULAUANRIAU 6,805 6,199 6,429 6,100 5,629

Gambar 3-4.
Disparitas PDRB perkapita Tanpa Migas Menurut Dispersion Ratio Per Provinsi
di Wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011
8,000

7,000

6,000
DispersionRatio

5,000

4,000

3,000

2,000

1,000

0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 5,351 5,810 6,201 6,513 6,754
SUMATERAUTARA 5,833 6,249 6,323 6,223 6,166
SUMATERABARAT 3,219 3,224 3,084 3,023 2,937
RIAU 2,688 2,659 2,612 2,452 2,536
JAMBI 2,073 2,067 2,252 2,301 2,221
SUMATERASELATAN 2,813 2,854 2,849 2,871 3,056
BENGKULU 3,461 3,430 3,384 3,250 3,303
LAMPUNG 2,680 2,896 3,194 3,269 3,136
KEP.BANGKABELITUNG 2,136 2,214 2,259 2,204 2,176
KEPULAUANRIAU 4,921 4,725 4,311 4,226 4,232

16 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Wilayah Jawa-Bali
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Jawa+Bali dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.5). Tingkat kesenjangan paling tinggi yaitu di Provinsi Jawa
Timur, dan paling rendah di Provinsi Bali. Dilihat dari perkembangan tingkat kesenjangan
selama 2007-2011, terlihat tingkat kesenjangan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur meningkat dibandingkan tahun sebelumnya,
sementara tingkat kesenjangan di Provinsi Bali dan Banten relatif menurun dari tahun
sebelumnya.
Gambar 3-5.
Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Menurut Dispersion Ratio Per Provinsi
di Wilayah Jawa+Bali, Tahun 2007-2011.
40,000
35,000
30,000
25,000
DispersionRatio

20,000
15,000
10,000
5,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
DKIJAKARTA 4,222 4,445 4,550 4,620 4,675
JAWABARAT 5,606 5,391 4,952 4,864 12,681
JAWATENGAH 11,386 12,566 11,770 11,414 11,437
DIYOGYAKARTA 3,156 3,188 3,210 3,323 3,354
JAWATIMUR 33,732 33,692 34,215 34,516 35,167
BANTEN 12,250 12,189 12,063 11,948 11,903
BALI 2,614 2,570 2,648 2,634 2,582

Gambar 3-6.
Disparitas PDRB perkapita dengan Tanpa Migas Menurut Dispersion Ratio Per Provinsi
di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
40,000
35,000
30,000
25,000
DispersionRatio

20,000
15,000
10,000
5,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
DKIJAKARTA 13,562 14,668 14,459 14,761 14,971
JAWABARAT 5,506 5,293 4,865 4,839 12,681
JAWATENGAH 9,048 8,962 8,506 8,150 7,975
DIYOGYAKARTA 3,156 3,188 3,210 3,323 3,354
JAWATIMUR 33,732 33,692 34,215 34,516 35,167
BANTEN 12,250 12,189 12,063 11,948 11,903
BALI 2,614 2,570 2,648 2,634 2,582

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 17


Wilayah Kalimantan
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Kalimantan dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.7). Tingkat kesenjangan paling tinggi yaitu di Provinsi
Kalimantan Timur, dan paling rendah di Provinsi Kalimantan Tengah. Dilihat dari
perkembangan tingkat kesenjangan selama 2007-2011, terlihat tingkat kesenjangan di
seluruh provinsi menurun.
Gambar 3-7.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Kalimantan. Tahun 2007-2011.
30,000

25,000

20,000
DispersionRatio

15,000

10,000

5,000

0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
KALIMANTANBARAT 3,858 3,941 4,198 4,130 4,060
KALIMANTANTENGAH 2,575 2,389 2,232 2,161 2,153
KALIMANTANSELATAN 4,884 4,792 4,621 4,445 4,409
KALIMANTANTIMUR 25,053 27,382 20,514 18,053 17,888

Gambar 3-8.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Kalimantan. Tahun 2007-2011.

12,000

10,000

8,000
DispersionRatio

6,000

4,000

2,000

0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
KALIMANTANBARAT 3,858 3,941 4,198 4,130 4,060
KALIMANTANTENGAH 2,575 2,389 2,232 2,161 2,153
KALIMANTANSELATAN 4,884 4,792 4,621 4,445 4,409
KALIMANTANTIMUR 8,625 9,600 9,558 9,577 9,598

18 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Wilayah Sulawesi

Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)


menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Sulawesi dalam kurun waktu
2007-2011 (Gambar 3.9), menunjukan bahwa tingkat kesenjangan di Provinsi Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah cenderung meningkat, sementara untuk provinsi lainnya
menunjukan trend menurun. Tingkat kesenjangan tertinggi di wilayah Sulawesi adalah di
Provinsi Sulawesi Selatan dan terendah di Sulawesi Barat.
Gambar 3-9.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Sulawesi. Tahun 2007-2011.
8,000
7,000
6,000
DispersionRatio

5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
SULAWESIUTARA 3,190 3,170 3,554 3,555 3,417
SULAWESITENGAH 2,260 2,152 2,094 2,097 3,136
SULAWESISELATAN 7,502 6,518 4,918 5,144 5,095
SULAWESITENGGARA 3,161 2,932 2,679 2,646 2,616
GORONTALO 2,000 1,960 1,929 1,842 1,797
SULAWESIBARAT 1,505 1,604 1,558 1,565 1,565

Gambar 3-10:
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita tanpa Migas Menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Sulawesi. Tahun 2007-2011.
8,000
7,000
6,000
DispersionRatio

5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
SULAWESIUTARA 3,190 3,170 3,554 3,555 3,417
SULAWESITENGAH 2,260 2,152 2,094 2,097 3,136
SULAWESISELATAN 7,502 6,518 4,918 5,144 5,095
SULAWESITENGGARA 3,161 2,932 2,679 2,646 2,616
GORONTALO 2,000 1,960 1,929 1,842 1,797
SULAWESIBARAT 1,505 1,604 1,558 1,565 1,565

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 19


Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua
Perkembangan tingkat kesenjangan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota)
menurut dispersion ratio untuk setiap provinsi di wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua dalam kurun waktu 2007-2011 (Gambar 3.11), menunjukan bahwa tingkat
kesenjangan di Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Barat menurun, sebaliknya
kesenjangan di Provinsi Papua Barat meningkat. Jika diperbandingkan Dispersion ratio
antarprovinsi, provinsi dengan tingkat kesenjangan paling tinggi adalah di Provinsi Papua
dan dan terendah di Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara.
Gambar 3-11.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tahun 2007-2011
250,000

200,000
DispersionRatio

150,000

100,000

50,000

0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
NUSATENGGARABARAT 32,985 23,952 29,433 28,878 18,016
NUSATENGGARATIMUR 4,300 4,309 4,211 4,263 4,229
MALUKU 3,714 3,712 3,674 3,725 3,845
MALUKUUTARA 2,499 2,590 2,931 3,002 3,029
PAPUABARAT 8,402 9,386 16,187 29,284 44,720
PAPUA 226,150 163,307 197,264 169,029 88,181

Gambar 3-12.
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita dengan Migas menurut Dispersion Ratio Per
Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tahun 2007-2011.
250,000

200,000
DispersionRatio

150,000

100,000

50,000

0,000
2007 2008 2009 2010* 2011**
NUSATENGGARABARAT 32,985 23,952 29,433 28,878 18,016
NUSATENGGARATIMUR 4,300 4,309 4,211 4,263 4,229
MALUKU 4,035 4,029 3,990 4,021 4,153
MALUKUUTARA 2,499 2,590 2,931 3,002 3,029
PAPUABARAT 2,800 2,710 3,951 3,994 4,000
PAPUA 226,150 163,307 197,264 169,029 88,181

20 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


3.1.3. Kesenjangan Wilayah (Williamson Index).


Hasil analisis ketimpangan berdasarkan Indeks Williamson dapat dikelompokan ke
dalam kategori wilayah dengan tingkat ketimpangan rendah dengan nilai indeks
williamson < 0,3, tingkat ketimpangan sedang dengan nilai indeks williamson antar 0,3-
0,7, dan tingkat ketimpangan tinggi dengan nilai indeks williamson >0,7. Hasil indeks
williamson untuk ketimpangan pembangunan secara nasional menunjukan bahwa
ketimpangan pembangunan sangat tinggi atau pembangunan antarprovinsi tidak merata
dengan indeks williamson dari tahun 2000-2012 rata-rata > 1. Sementara ketimpangan
pembangunan antarprovinsi menurut masing-masing pulau, yang ditunjukan pada Gambar
3.12, menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan sangat tinggi di Pulau Sumatera,
Jawa+Bali, Kalimantan, dan Nustra-Maluku-Papua atau pembangunan antarprovinsi di
wilayah tersebut tidak merata, sebaliknya untuk wilayah Sulawesi ketimpangan
pembangunan sangat rendah atau pembangunan antarprovinsi di Sulawesi relatif merata.
Dilihat berdasarkan perkembangan ketimpangan antarpulau, Wilayah Sumatera dan
Kalimantan menunjukan trend menurun dari tahun 2002 hingga 2012.
Gambar 3-13.
CVw dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
1,60
1,40
1,20
1,00
IW

0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
P.Sumatera 0,98 0,94 0,93 1,44 1,47 1,45 1,45 1,44 1,45 1,41 1,41 1,38 1,38
P.Jawa+Bali 0,85 0,86 0,88 0,88 0,88 0,87 0,86 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87
P.Kalimantan 1,00 1,00 0,98 0,92 0,90 0,87 0,85 0,81 0,79 0,76 0,74 0,72 0,69
P.Sulawesi 0,21 0,20 0,20 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,20 0,21 0,21 0,21 0,21
P.Nustra+Maluku+Papua 0,58 0,60 0,80 0,78 0,58 0,67 0,54 0,53 0,50 0,54 0,55 0,61 0,66
Nasional_Pulau 0,23 0,23 0,22 0,22 0,23 0,21 0,22 0,21 0,21 0,20 0,20 0,20 0,20
Nasional_Provinsi 1,27 1,28 1,28 1,30 1,30 1,30 1,29 1,29 1,29 1,29 1,28 1,28 1,28

Wilayah Sumatera

Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi


di Wilayah Sumatera dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.3, menunjukan
bahwa Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan memiliki tingkat
ketimpangan pembangunan tinggi atau pembangunan antar kabupaten/kota di wilayah
tersebut belum merata. Ketimpangan pembangunan di Provinsi Jambi, Bengkulu,
Lampung, dan Kepulauan Riau tergolong ketimpangan pembangunan sedang, sementara
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ketimpangan pembangunan yang terjadi sangat
rendah atau ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota cukup merata.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 21


Tabel 3.3:
Indeks Willamson Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera, Tahun 2007-2011.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Aceh 0,84 0,81 0,72 0,68 0,65
Sumatera Utara 0,66 0,68 0,71 0,78 0,72
Sumatera Barat 0,38 0,38 0,35 0,35 0,34
Riau 0,68 0,69 0,57 0,60 0,66
Jambi 0,40 0,46 0,48 0,48 0,47
Sumatera Selatan 0,80 0,81 0,77 0,78 0,74
Bengkulu 0,41 0,41 0,41 0,41 0,40
Lampung 0,30 0,35 0,37 0,35 0,43
Kep. Bangka Belitung 0,27 0,29 0,29 0,28 0,28
Kepulauan Riau 0,52 0,41 0,43 0,38 0,38
Sumber:, Data BPS tahun 2012, Diolah Bappenas 2012

Wilayah Jawa-Bali

Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi


di Wilayah Jawa-Bali dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.4,
menunjukan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki tingkat ketimpangan
pembangunan tinggi atau pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa tengah dan
jawa Timur belum merata. Sementara untuk provinsi lainnya DKI Jakarta, Jawa Barat,
DI. Yogyakarta, Banten dan Bali termasuk kategori kelompok ketimpangan sedang.
Berdasarkan tingkat perkembangan ketimpangan pembangunan, Provinsi Jawa Tengah
dan Banten menunjukan kinerja yang cukup baik dibandingka provinsi, dimana trend
ketimpangan provinsi tersebut menurun dari tahun 2008 hingga 2011.

Tabel 3.4:
Indeks Willamson menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
DKI Jakarta 0,50 0,52 0,53 0,53 0,53
Jawa Barat 0,58 0,61 0,56 0,56 0,60
Jawa Tengah 1,04 1,10 1,07 1,05 1,05
D I Yogyakarta 0,47 0,48 0,48 0,49 0,49
Jawa Timur 1,11 1,10 1,10 1,10 1,11
Banten 0,57 0,63 0,72 0,65 0,64
Bali 0,33 0,33 0,35 0,34 0,35
Sumber:, Data BPS tahun 2012, Diolah Bappenas 2012

22 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Wilayah Kalimantan

Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi


di Wilayah Kalimantan dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.5,
menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan di seluruh provinsi di wilayah Kalimantan
cenderung meningkat, kecuali di Provinsi Kalimantan Timur. Ketimpangan pembangunan
antar kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur tinggi dengan indeks willamson > 1.
Sementara tingkat ketimpangan pembangunan paling rendah di Provinsi Kalimantan
Tengah dengan indeks williamson berkisar antara 0,17-0,19.

Tabel 3.5:
Indeks Williamson menurut Provinsi Tahun 2007-2011 di Wilayah Kalimantan.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Kalimantan Barat 0,36 0,36 0,38 0,39 0,38
Kalimantan Tengah 0,19 0,17 0,17 0,17 0,18
Kalimantan Selatan 0,44 0,43 0,43 0,45 0,46
Kalimantan Timur 1,18 1,20 1,07 1,00 1,01
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012

Wilayah Sulawesi.

Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi


di Wilayah Sulawesi dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 3.6, menunjukan
bahwa ketimpangan pembangunan provinsi di Sulawesi masih dalm kategori kelompok
ketimpangan sedang dan rendah, Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Tenggara termasuk kelompok ketimpangan sedang, dan Gorontalo, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Barat termasuk kelompok ketimpangan rendah. Gambaran ini menunjukan
bahwa pembangunan antar kabupaten/kota di Wilayah Sulawesi cukup merata, khususnya
di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo yang merupakan provinsi hasil pemekaran
relative lebih tinggi dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Namun dilihat dari trend
perkembangan tingkat ketimpangan selama 2007-2011, ketimpangan pembangunan di
Provinsi Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara kecenderungan meningkat.

Tabel 3.6:
Indeks Williamson menurut Provinsi Tahun 2007-2011. di Wilayah Sulawesi.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Sulawesi Utara 0,44 0,43 0,45 0,45 0,44
Sulawesi Tengah 0,22 0,22 0,22 0,22 0,34
Sulawesi Selatan 0,63 0,58 0,53 0,54 0,54
Sulawesi Tenggara 0,40 0,37 0,33 0,34 0,35
Gorontalo 0,25 0,22 0,18 0,19 0,20
Sulawesi Barat 0,15 0,17 0,16 0,16 0,16
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 23


Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua
Ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi
di Wilayah Nusa Tenggara-Maluku dan Papua dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan
pada Tabel 3.7, bahwa ketimpangan pembangunan yang terjadi di Wilayah Nusa
Tenggara dan Papua tergolong kelompok tingkat pembangunan tinggi dan sedang.
Sementara ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota yang terjadi di Wilayah
Maluku tergolong ketimpangan rendah atau pembangunan antara kabupaten/kota cukup
merata. Ketimpangan pembangunan tinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan
Papua Barat, dengan indeks williamson mencapai > 1 dengan trend yang meningkat dari
tahun 2007-2013. Sementara ketimpangan untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat memliki
tingkat ketimpangan pembangunan dengan kategori ketimpangan tinggi.

Tabel 3.7:
Indeks Williamson menurut Provinsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua,
Tahun 2007-2011.
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
Nusa Tenggara Barat 1,13 1,03 1,17 1,17 0,97
Nusa Tenggara Timur 0,52 0,53 0,53 0,54 0,55
Maluku 0,27 0,26 0,26 0,25 0,25
Maluku Utara 0,22 0,23 0,25 0,26 0,27
Papua Barat 0,69 0,77 0,91 1,17 1,43
Papua 3,02 2,81 3,54 3,62 2,77
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012

3.1.4. Kesenjangan Pendapatan (Gini Ratio).


Tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di Indonesia dalam periode 2008-2012
kecenderungan kesenjangan tingkat pendapatan meningkat, hal ini ditunjukan dengan
Indeks Gini dari tahun 2008 hingga 2012 semakin meningkat. Pada tahun 2012 tercatat
Indeks Gini sebesar 0,41 lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sementara untuk perkembangan Indeks Gini masing-masing provinsi pada tahun
2008-2012, secara keseluruhan dapat dikategorikan rendah dan berfluktuatif dengan
kecenderungan meningkat, hal ini menunjukan bahwa tingkat kesenjangan pendapatan di
setiap provinsi rata-rata semakin tinggi. Di Wilayah Sumatera, tercatat lima provinsi
memiliki Indeks Gini meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau, sementara kesenjangan tingkat pendapatan
di Provinsi Sumatera Utara dan Kep. Bangka Belitung kecenderungan semakin menurun.
Wilayah Jawa-Bali, tercatat empat provinsi memiliki Indeks Gini meningkat setiap
tahunnya, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Bali, sementara
kesenjangan tingkat pendapatan di Provinsi Banten kecenderungan semakin menurun.
Wilayah Kalimantan, tercatat pada Provinsi Kalimantan Selatan memiliki Indeks Gini
yang meningkat setiap tahunnya, sementara untuk provinsi lainnya pada tahun 2012
berfluktuatif dan untuk Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur cenderung

24 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sulawesi, tercatat empat provinsi memiliki


Indeks Gini yang meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Sementara tingkat kesenjangan pendapatan
Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat cenderung menurun. Wilayah Nusa
Tenggara-Maluku-Papua, tercatat tingkat kesenjangan pendapatan di provinsi Papua dan
Papua Barat meningkat setiap tahunnya, namun sebaliknya perkembangan kesenjangan
pendapatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur cenderung semakin
menurun.
Jika diperbandingkan indeks Gini antarprovinsi dan nasional tahun 2012, tercatat
bahwa Provinsi Papua Barat, Papua, Gorontalo, dan D.I. Yogyakarta, tingkat kesenjangan
pendapatan pada provinsi tersebut lebih tinggi dibandinhgkan provinsi laiinya dan rata-
rata berada di atas Indeks Gini Nasional.

Tabel 3-8:
Perkembangan Kesenjangan Golongan Pendapatan (Gini Rasio) menurut Provinsi
Tahun 2008-2012.
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 0.27 0.29 0.30 0.33 0.32


Sumatera Utara 0.31 0.32 0.35 0.35 0.33
Sumatera Barat 0.29 0.30 0.33 0.35 0.36
Riau 0.31 0.33 0.33 0.36 0.40
Jambi 0.28 0.27 0.30 0.34 0.34
Sumatera Selatan 0.30 0.30 0.34 0.34 0.40
Kep. Bangka Belitung 0.26 0.29 0.30 0.30 0.29
Kepulauan Riau 0.30 0.29 0.29 0.32 0.35
Bengkulu 0.33 0.30 0.37 0.36 0.35
Lampung 0.35 0.35 0.36 0.37 0.36
DKI Jakarta 0.33 0.36 0.36 0.44 0.42
Jawa Barat 0.35 0.36 0.36 0.41 0.41
Jawa Tengah 0.31 0.32 0.34 0.38 0.38
DI Yogyakarta 0.36 0.38 0.41 0.40 0.43
Jawa Timur 0.33 0.33 0.34 0.37 0.36
Banten 0.34 0.37 0.42 0.40 0.39
Bali 0.30 0.31 0.37 0.41 0.43
Kalimantan Barat 0.31 0.32 0.37 0.40 0.38
Kalimantan Tengah 0.29 0.29 0.30 0.34 0.33
Kalimantan Selatan 0.33 0.35 0.37 0.37 0.38
Kalimantan Timur 0.34 0.38 0.37 0.38 0.36
Sulawesi Utara 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43
Sulawesi Tengah 0.33 0.34 0.37 0.38 0.40
Sulawesi Selatan 0.36 0.39 0.40 0.41 0.41
Sulawesi Tenggara 0.33 0.36 0.42 0.41 0.40
Gorontalo 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44
Sulawesi Barat 0.31 0.30 0.36 0.34 0.31
Nusa Tenggara Barat 0.33 0.35 0.40 0.36 0.35
Nusa Tenggara Timur 0.34 0.36 0.38 0.36 0.36
Maluku 0.31 0.31 0.33 0.41 0.38

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 25


Maluku Utara 0.33 0.33 0.34 0.33 0.34
Papua Barat 0.31 0.35 0.38 0.40 0.43
Papua 0.40 0.38 0.41 0.42 0.44
INDONESIA 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat, BPS

3.2. Kesenjangan Sosial


Kesenjangan sosial antarwilayah dapat digambarkan dengan beberapa indikator
seperti kondisi tingkat kemiskinan, tingkat partisipasi pendidikan masyakarat dengan
menggunakan Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), dan
Angka Partisipasi Sekolah, dan kualitas kesehatan masyarakat dengan menggunakan
Angka Harapan Hidup (AHH) dan kualiats gizi masyarakat.
Berdasarkan data BPS tahun 2013, jumlah penduduk miskin terbesar di Wilayah
Jawa-Bali yang terkonsentrasi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat,
Sementara jumlah penduduk miskin paling rendah terdapat di Provinsi kepulauan Bangka
Belitung terpusat di wilayah. Dari sisi persentase penduduk miskin, sebanyak 16 provinsi
memiliki persentase kemiskinan diatas persentase kemiskinan nasional, dan sebagian
besar provinsi dengan persentase kemiskinan paling tinggi berada di Kawasan Timur
Indonesia, yaitu di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timor.
Sementara untuk tingkat kemiskinan paling rendah yaitu di Provinsi DKI Jakarta hanya
sebesar 3,55 persen.

Gambar 3-14:
Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi Tahun 2013
(Februari).
persen JumlahpddMiskin PersentaseKemiskinan_Prov RibuJiwa
35 PersentaseKemiskinan_Nasional 6000
30 31,13
5000
26,67
25
4000
20 20,03 19,49
3000
15 11,37
2000
10
5 1000

0 0
KepulauanBangka
SumateraUtara

DlYogyakarta

SulawesiTenggara
SumateraBarat

Jambi

PapuaBarat
JawaTimur

Lampung

NusaTenggaraTimur

KalimantanTimur

Bali
SulawesiBarat
JawaTengah

Aceh

SulawesiSelatan
Banten

SulawesiTengah

DKIJakarta
Bengkulu

KalimantanSelatan
SulawesiUtara

KalimantanTengah
KepulauanRiau
MalukuUtara
JawaBarat

SumateraSelatan

Riau
Papua

NusaTenggaraBarat

KalimantanBarat

Maluku

Gorontalo

Tingkat kesenjangan dilihat dari aspek kualitas sumberdaya di masing-masing


daerah yang ditunjukan pada Gambar 3.15, bahwa masih banyak provinsi-provinsi yang
memiliki kualitas sumberdaya manusia dibawah rata-rata nasional. Berdasarkan data IPM
2011, sebanyak 18 provinsi memiliki nilai Indek Pembangunan Manusia (IPM) berada
dibawah IPM nasional dan provinsi dengan IPM paling rendah adalah Papua, Nusa

26 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Tenggara Barat, Nusa Tenggara Barat, sementara provinsi dengan IPM paling tinggi
adalah di Provinsi DKI Jakarta.

Gambar 3-15.
Perbandingan IPM antar Provinsi Tahun 2011.
80,00 77,97 IPMProvinsi
78,00
76,00 IPMNasional 72,77
74,00
72,00
70,00
68,00
65,36
66,00
64,00
62,00
60,00

ACEH
KEP.BANGKABELITUNG

NUSATENGGARATIMUR
NUSATENGGARABARAT
KALIMANTANSELATAN
SULAWESITENGGARA
KALIMANTANTENGAH

SUMATERASELATAN

SULAWESISELATAN
KALIMANTANTIMUR

KALIMANTANBARAT
PAPUABARAT
SULAWESITENGAH
DIYOGYAKARTA
SULAWESIUTARA

SUMATERAUTARA
SUMATERABARAT

SULAWESIBARAT
KEPULAUANRIAU

MALUKUUTARA
DKIJAKARTA

JAWATENGAH

JAWABARAT
JAWATIMUR

GORONTALO
BENGKULU

LAMPUNG

BANTEN
MALUKU

PAPUA
JAMBI
RIAU

BALI

Tingkat kesenjangan wilayah dilihat dari aspek pelayanan kesehatan pada masing-
masing daerah yang ditunjukan pada Gambar 3.16, bahwa tingkat pelayanan kesehatan
untuk proses kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis, sebanyak 20 provinsi memiliki
persentase proses persalinan dibantu tenaga medis berada dibawah persentase nasional
dan persentase paling rendah adalah provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia
( seperti: Papua, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur).
Sementara persentase tertinggi untuk proses kelahiran dibantu tenaga medis adalah di
Provinsi DI. Yogyakarta, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, dan Bali.

Gambar 3-16.
Perbandingan Persentase Proses Kelahiran ditolong Tenaga Medis Tahun 2011.
120 Persalinanditolongtenagamedis_prov
Persalinanditolongtenagamedis_prov 98,79
100
83,5
80

60 50,38

40

20

0
KepulauanBangka
PapuaBarat
NusaTenggaraTimur

KalimantanTimur

JawaTimur
SulawesiSelatan

KalimantanSelatan
Bengkulu
MalukuUtara

SumateraUtara

JawaTengah
Aceh

DlYogyakarta
KepulauanRiau
DKIJakarta
SulawesiBarat

Maluku
SulawesiTenggara
Papua

KalimantanBarat

JawaBarat

Riau

SulawesiUtara
Jambi

NusaTenggaraBarat

SumateraSelatan

SumateraBarat
Lampung

Bali
Gorontalo

Banten
SulawesiTengah

KalimantanTengah

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 27


BAB 4
KESENJANGAN INFRASTRUKTUR
ANTARWILAYAH
Salah satu penyebab kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia dapat
diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur merupakan suatu
input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal
pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai
kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan
mobilitas manusia, barang, dan jasa. Dengan demikian, infrastruktur berperan sebagai
prasyarat dalam meningkatkan perekonomian. Perbedaan ketersediannya antardaerah
dapat menciptakan perbedaan kemampuan antardaerah dalam menciptakan pendapatan.
Selanjutnya, hal itu akan berdampak pada kesenjangan pendapatan antardaerah.
Salah satu peran infrastruktur adalah menjadi faktor daya tarik investasi di tiap
daerah. Dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai tentunya akan memudahkan
para investor dalam melakukan kegiatan usaha. Contohnya adalah infrastruktur jalan,
energi listrik dan telekomunikasi. Dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang baik
tentunya akan menjadikan proses distribusi barang maupun jasa menjadi lebih cepat dan
efisien dalam hal biaya dan waktu. Ketersediaan energi listrik akan meningkatkan
kapasitas pengembangan industri, dan pengembangan telekomunikasi akan meningkatkan
interaksi dan komunikasi antardaerah dan dunia global.
Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Bruto (PDB)
dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi/Ketersediaan dan kualitas
infrastruktur merupakan penentu faktor penentu keputusan pelaku usaha karena sangat
menentukan biaya distribusi input dan output produksinya. Karenanya, ketersediaan
infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong produktivitas suatu daerah.
Kinerja Indonesia dalam hal infrastruktur relatif rendah bila dibandingkan dengan
Negara-negara tetangganya. The Global Competitiveness Report 2010-2011 (The World
Economis Forum, 2010) menunjukkan bahwa kinerja infrastruktur Indonesia amat rendah.
Dari 139 negara yang dikaji, Indonesia menempati peringkat 90 untuk aspek infrastruktur
secara keseluruhan, sementara Malaysia dan Thailand masing-masing berada pada
peringkat 27 dan 46. Dalam hal kualitas jalan, peringkat Indonesia adalah 84, jauh lebih
rendah daripada Malaysia (peringkat 21) dan Thailand (36). Demikian juga halnya dengan
kualitas listrik, Indonesia menempati peringkat 97, sementara Malaysia 40 dan Thailand
42.
Kesenjangan infrastruktur di Indonesia sangat nyata dihadapi antar Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), antarwilayah Pulau, serta antar
provinsi. Kesenjangan infrastruktur tersebut diantaranya dapat ditunjukkan dari
ketersediaan infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 29


4.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan.
Kesenjangan ketersediaan infrastruktur jalan antar KBI dan KTI dapat ditunjukkan
melalui indikator Rasio Kerapatan Jalan yang menggambarkan panjang jalan pada setiap
luas wilayah 1 Km2. Rasio kerapatan jalan di KBI mencapai 0,46 Km/Km2, sementara
KTI 0,15 Km/Km2. Perbedaan yang cukup nyata dari kerapatan jalan di kedua kawasan
tersebut, disebabkan panjang jalan di KBI meliputi 59 persen dari total panjang jalan di
Indonesia, sementara luasan wilayahnya hanya meliputi 32 persen.
Tabel 4.1:
Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan Jalan Antar KBI dan KTI, Tahun 2010

KAWASAN Panjang Jalan Luas Wilayah Rasio Kerapatan


INDONESIA Jalan (Km/Km2)
(Km) persen (Km) persen
KBI 281.128 59 616.012 32 0,46
KTI 197.540 41 1.294.920 68 0,15
TOTAL 478.668 100 1.910.931 100 0,25
Sumber: Hasil Pengolahan data Bina Marga, Kementerian PU.

Kerapatan pada tingkat antarwilayah pulau, Jawa Bali memiliki kerapatan


tertinggi (0,89 Km/Km2), sementara terendah di wilayah Papua yang hanya mencapai
0,06 Km/Km2. Kerapatan di wilayah KTI tertinggi berada di wilayah Sulawesi (0,43
Km/Km2, lebih tinggi dari kerapatan jalan di wilayah Sumatera yang berada di KBI.
Gambar 4-1.
Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antarwilayah Pulau, Tahun 2010
180.000 0,89 1,00
160.000 0,90
140.000 0,80
120.000 0,70 Km/km2)
100.000 0,43 0,60
0,40
Km

0,34 0,50
80.000 0,40
60.000 0,16 0,30 PanjangJalan(Km)
40.000 0,10 0,06 0,20
20.000 0,10 KerapatanJalan(Km/Km2)

Sumber: Hasil Pengolahan data Ditjen Bina Marga, Kementerian PU.

4.1.1. Wilayah Sumatera


Kerapatan jalan di wilayah Sumatera sebesar 0,34 Km/Km, lebih tinggi dari
kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km. Kerapatan jalan antarprovinsi,
tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,55 Km/Km, dan terendah di
provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,18 Km/Km.

30 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Gambar 4-2.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Sumatera
40.000 0,49 0,49 0,49 0,55 0,60 Km/Km2
0,36 0,39 0,50
30.000 0,34
0,27 0,28 0,25 0,40
0,21 0,18
Km

20.000 0,30 TotalPanjangJalan(Km)

20795

35448

20763

23450

10372

16635

17003
0,20

7811

4526

4523
10.000
0,10
0 KerapatanJalan
(Km/Km2)

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan kerapatan tertinggi (43,18 unit/Km), dan
berada di atas rata-rata nasional (33,42 unt/Km). Kerapatan kendaraan terendah berada di
Provinsi Bengkulu sebesar 10,58 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan
panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per
1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sumatera menunjukkan
nilai rasio lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan kebutuhan
penduduk terhadap infrastrukur jalan masih dibawah rata-rata nasional, khususnya di
Provinsi Aceh dan Bengkulu.
Gambar 4-3.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi
Di Wilayah Sumatera
4,63 4,284,23 4,55
100,00 5,00 Km/1000Orang
3,70
Unit/Km

80,00 3,35 3,19 4,00


2,73 2,69
60,00 2,23 2,23 RasioJumlahKendaraan
2,01 3,00
Roda4denganPanjangJalan
40,00 2,00 (Unit/Km)
11,98

21,75

16,15

27,68

35,41

33,81

10,58

11,05

43,18

35,49

22,07

33,42

20,00 1,00
RasioPanjangjalandengan
JumlahPenduduk(Km/1000
Orang)

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di


Provinsi Sumatera Utara yaitu meliputi panjang 556 Km 25,02persen dari total panjang
jalan, dengan komposisi 46,72 persen Rusak Ringan dan 53,28 persen Rusak Berat.
Berikutnya di Provinsi Kepulauan Riau dengan panjang jalan Tidak Mantap sepanjang
69,22 Km 20,73 persen, dengan komposisi sebesar 15,88 persen Rusak Ringan dan 84,12
persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah terdapat di

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 31


Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu sepanjang 1,28 Km atau 0,25 persen dari total
panjang jalan, dengan komposisi 85,94 persen Rusak Ringan dan 14,06 persen Rusak
Berat.
Tabel 4.2:
Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
Panjang KUALITAS JALAN NASIONAL
Jalan
Nasional Panjang Jalan Mantap Panjang Jalan Tidak Komposisi Jalan
PROVINSI (Km) Mantap Tidak Mantap
(Km) persen (Km) persen persen persen
Rusak Rusak
Ringan Berat
Aceh 1.803,36 1.667,56 92,47 135,80 7,53 33,63 66,37
Sumatera Utara 2.224,51 1.667,91 74,98 556,60 25,02 46,72 53,28
Sumatera Barat 1.212,88 1.103,21 90,96 109,67 9,04 76,46 23,55
Riau 1.082,12 954,77 88,23 127,35 11,77 62,39 37,61
Kepulauan Riau 333,99 264,77 79,27 69,22 20,73 15,88 84,12
Jambi 936,48 824,23 88,01 112,25 11,99 68,73 31,27
Bengkulu 782,87 728,67 93,08 54,20 6,92 55,61 44,39
Sumatera Selatan 1.418,38 1.400,49 98,74 17,89 1,26 85,69 14,31
Kep. Bangka Belitung 509,59 508,31 99,75 1,28 0,25 85,94 14,06
Lampung 1.159,57 1.017,22 87,72 142,35 12,28 70,64 29,36
SUMATERA .463,75 10.137,14 88,43 1.326,61 11,57 53,09 46,91
INDONESIA .189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga
(Status 18 Agustus 2010)

4.1.2. Wilayah Jawa-Bali


Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan
kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Jawa Bali
sebesar 0,89 Km/Km, lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25
Km/Km. Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta
sebesar 9,65 Km/Km, dan terendah di provinsi Banten sebesar 0,67 Km/Km.
Gambar 4-4.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Provinsi Di Wilayah Jawa Bali
39854

50.000 12,00 Km/Km2


9,65
Km

40.000 10,00
29203
25803

8,00
30.000
6,00
4753

6474

7306

20.000
4,00 TotalPanjangJalan(Km)
6409

1,52
10.000 0,73 0,89 0,83 0,67 1,26 0,89 2,00 KerapatanJalan(Km/Km2)
0,25
0

32 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi DKI
Jakarta menunjukkan kerapatan tertinggi (550,49 unit/Km), dan menduduki peringkat
kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi
Banten sebesar 27,88 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan
per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000
penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Jawa-Bali berada dibawah nilai
rasio nasional. Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan dukungan infrastruktur jalan
bagi mobilitas penduduk.
Gambar 4-5.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi
Di Wilayah Jawa-Bali

500,00 2,50 Km/1000Orang


2,01
Unit/Km

1,88
400,00 2,00
1,37
300,00 1,06 1,50 RasioJumlahKendaraanRoda4
0,90 0,85 denganPanjangJalan(Unit/Km)
200,00 0,67 0,60 0,61 1,00
106,22
46,34

31,24

85,68

37,60

27,88

70,94

33,42
100,00 0,50 RasioPanjangjalandenganJumlah
Penduduk(Km/1000Orang)

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, persentase jalan Tidak Mantap tertinggi


terdapat di Provinsi DI. Yogyakarta dan Banten masing-masing sebesar 26,00 persen dan
25,67 persen.Kondisi Jalan tidak mantap di DI. Yogyakarta sebesar 99,66 persen Rusak
Ringan, sementara di Provinsi Banten sebesar 60,61 persen dan 39,38 persen rusak berat.
Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah terdapat di Provinsi Jawa Timur
sebesar 1,59 persen, dengan komposisi 87,39 persen Rusak Ringan dan 12,61 persen
Rusak Berat.
Tabel 4.3:
Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
Panjang KUALITAS JALAN
Jalan Panjang Jalan Panjang Jalan Komposisi Jalan
Nasional Mantap Tidak Mantap Tidak Mantap
PROVINSI (Km) persen persen
(Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
DKI Jakarta**) 142,65 138,44 97,05 4,21 2,95 97,62 2,38
Banten 476,49 354,16 74,33 122,33 25,67 60,61 39,39
Jawa Barat 1.341,05 1.226,60 91,47 114,45 8,53 85,59 14,41
Jawa Tengah 1.390,58 1.334,76 95,99 55,82 4,01 95,16 4,84
D.I. Yogyakarta 223,16 165,14 74,00 58,02 26,00 99,66 0,34
Jawa Timur 1.995,30 1.963,58 98,41 31,72 1,59 87,39 12,61
Bali 535,18 502,49 93,89 32,69 6,11 48,73 51,27
JAWA - BALI 6.104,41 5.685,17 93,13 419,24 6,87 78,90 21,10
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 33


4.1.3. Wilayah Nusa Tenggara
Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan
kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Nusa
Tenggara sebesar 0,40 Km/Km, lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar
0,25 Km/Km. Kerapatan jalan di Provinsi NTT dan NTB sebesar 0,40 Km/Km.
Gambar 4-6.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Nusa
Tenggara
30000 0,40 0,40 0,40 0,50 Km/Km2
Km

0,40
19.640
20000 0,25
7.434

0,30
TotalPanjangJalan(Km)
10000 0,20
KerapatanJalan(Km/Km2)
0,10
0
NusaTenggara NusaTenggara NUSA NASIONAL
Barat Timur TENGGARA

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi NTB
menunjukkan kerapatan lebih tinggi dibanding NTT, namun masih berada di bawah rata-
rata nasional (33,42 unt/Km). Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan
per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000
penduduk (Km/1000 orang), Provinsi NTB menunjukkan dukungan infrastruktur jalan
untuk kebutuhan mobilitas penduduk lebih tinggi dibanding dengan Provinsi NTT.
Gambar 4-7.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Provinsi Di Wilayah Sumatera
100,00 4,19 5,00 Km/1000Orang
Unit/Km

80,00 2,95 4,00


RasioJumlahKendaraanRoda
60,00 2,01 3,00 4denganPanjangJalan
1,65 (Unit/Km)
40,00 2,00 RasioPanjangjalandengan
31,90

12,24

17,64

33,42

20,00 1,00 JumlahPenduduk(Km/1000


Orang)

Nusa Nusa NUSA NASIONAL
Tenggara Tenggara TENGGARA
Barat Timur

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, persentase jalan Tidak Mantap tertinggi


terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 16,26 persen dari total panjang
jalan, dengan komposisi 38,31 persen Rusak Ringan dan 61,69 persen Rusak Berat.
Sementara panjang jalan tidak mantap sebagian besar berada di Provinsi Nusa Tenggara

34 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Timur sepanjang 150,57 Km dengan komposisi 79,83 persen rusak ringan dan 20,17
persen rusak berat.
Tabel 4.4:
Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010
KUALITAS JALAN
Panjang Panjang Jalan Panjang Jalan Komposisi Jalan
Jalan
PROVINSI Mantap Tidak Mantap Tidak Mantap
Nasional
persen persen
(Km)
(Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Nusa Tenggara Barat 623,90 522,44 83,74 101,46 16,26 38,31 61,69
Nusa Tenggara Timur 1.406,68 1.256,11 89,30 150,57 10,70 79,83 20,17
NUSA TENGGARA 2.030,58 1.778,55 87,59 252,03 12,41 63,12 36,88
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus
2010)

4.1.4. Wilayah Kalimantan


Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan
kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Kalimantan
sebesar 0,10 Km/Km, lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25
Km/Km. Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan
sebesar 0,28 Km/Km, dan terendah di provinsi Kalimantan Timur sebesar 0,06 Km/Km.
Gambar 4-8.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi
Di Wilayah Kalimantan
0,28
15007

20000 0,25 0,30 Km/Km2


14344

12499
Km

0,25
10943

15000
0,20
10000 0,10 0,10 0,15 TotalPanjangJalan(Km)
0,09
0,06 0,10 KerapatanJalan(Km/Km2)
5000
0,05
0

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi
Kalimantan Timur menunjukkan kerapatan tertinggi (43,32 unit/Km), lebih tinggi dari
kerapatan nasional (33,42 unit/Km). Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi
Kalimantan Tengah sebesar 22,48 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan
panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per
1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Kalimantan berada di atas

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 35


nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan dukungan infrastruktur jalan terhadap
kebutuhan mobilitas penduduk lebih rendah dibanding nasional, hal ini dapat disebabkan
adanya dukungan jalur transportasi sungai, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah.
Gambar 4-9.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Kalimantan
100,00 9,40 10,00 Km/1000Orang
Unit/Km

6,86
80,00 8,00
60,00 3,83 6,00
3,02 3,52 RasioJumlahKendaraan
40,00 2,01 4,00 Roda4denganPanjangJalan
31,15

22,48

36,90

43,32

32,87

33,42
20,00 2,00 (Unit/Km)

RasioPanjangjalandengan
JumlahPenduduk(Km/1000
Orang)

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di


Provinsi Kalimantan Barat yaitu meliputi panjang 612,07 Km (36,73persen dari total
panjang jalan), dengan komposisi 66,6 persen Rusak Ringan dan 33,4 persen Rusak Berat.
Berikutnya di Provinsi Kalimantan Tengah dengan panjang jalan Tidak Mantap sepanjang
573,97 Km (34,43persen), dengan komposisi sebesar 8,44 persen Rusak Ringan dan 91,56
persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah terdapat di
Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu sepanjang 25,56 Km atau 2,95 persen dari total
panjang jalan, dengan komposisi 88,81 persen Rusak Ringan dan 11,19 persen Rusak
Berat.
Tabel 4.5:
Kondisi JalanNasional Tidak Mantap Antarprovinsi,Tahun 2010
KUALITAS JALAN
Panjang Panjang Jalan Panjang Jalan Tidak Komposisi Jalan Tidak
Jalan Mantap Mantap Mantap
PROVINSI
Nasional persen persen
(Km) (Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Kalimantan Barat 1.666,43 1.054,36 3,27 612,07 36,73 66,60 33,40
Kalimantan Tengah 1.666,95 1.092,98 5,57 573,97 34,43 8,44 91,56
Kalimantan Timur 2.118,17 1.782,09 84,13 336,08 15,87 75,87 24,13
Kalimantan Selatan 866,08 840,52 97,05 25,56 2,95 88,81 11,19
KALIMANTAN 6.317,63 4.769,95 75,50 1.547,68 24,50 47,41 52,59
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. DirektoratJenderalBinaMarga (Status 18 Agustus
2010)

4.1.5. Wilayah Sulawesi


Kerapatan jalan di wilayah Sulawesi sebesar 0,43 Km/Km, lebih tinggi dari
kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km. Kerapatan jalan antarprovinsi,
tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 0,70 Km/Km, dan terendah di
provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,28 Km/Km.

36 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Gambar 4-10.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah
Sulawesi
0,70
35000 0,80 Km/Km2
30000
Km

0,52
25000 0,40 0,44 0,43 0,60
20000 0,30 0,28 0,25 0,40
15000

18329

32681

10831
10000
7195

4464

7423
0,20
5000 TotalPanjangJalan(Km)
0
KerapatanJalan(Km/Km2)

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi
Gorontalo menunjukkan kerapatan tertinggi (32,54 unit/Km), dan menduduki peringkat
kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi
Sulawesi Barat sebesar 7,94 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang
jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000
penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sulawesi berada di atas nilai
rasio nasional. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung
kebutuhan mobilitas penduduk masih lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama
di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Gambar 4-11.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Sulawesi
10,69
100,00 12,00 Km/1000Orang
8,68
Unit/Km

80,00 10,00
33,42

6,41
60,00 4,85 4,29
8,00
4,07 4,66
6,00
40,00
29,53

16,56

18,78

14,47

32,54

18,42

2,01 4,00
7,94

20,00 RasioJumlahKendaraanRoda4
2,00 denganPanjangJalan(Unit/Km)

RasioPanjangjalandenganJumlah
Penduduk(Km/1000Orang)

Sumber Data: Ditjen Bina Marga, Kementerian PU

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di


Provinsi Sulawesi Barat yaitu meliputi panjang 520,14 Km 37,23persen dari total panjang
jalan, dengan komposisi 43,43 persen Rusak Ringan dan 56,57 persen Rusak Berat.
Berikutnya di Provinsi Sulawesi Selatan dengan panjang jalan Tidak Mantap sepanjang
390,21 Km (36,58persen), dengan komposisi sebesar 13,86 persen Rusak Ringan dan
86,14 persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah
terdapat di Provinsi Gorontalo yaitu sepanjang 24,39 Km atau 4,26 persen dari total

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 37


panjang jalan, dengan komposisi 60,68 persen Rusak Ringan dan 39,32 persen Rusak
Berat.
Tabel 4.6:
Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap Antarprovinsi, Tahun 2010

KUALITAS JALAN
Panjang Komposisi Jalan
Panjang Jalan Panjang Jalan Tidak
Jalan Tidak Mantap
PROVINSI Mantap Mantap
Nasional
(Km) persen persen
(Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Sulawesi Utara 2.160,97 1.913,82 88,56 247,15 11,44 47,05 52,95
Gorontalo 571,99 547,60 95,74 24,39 4,26 60,68 39,32
Sulawesi Tengah 1.718,34 1.487,84 86,59 230,50 13,41 61,28 38,72
Sulawesi Barat 1.397,00 876,86 62,77 520,14 37,23 43,43 56,57
Sulawesi Selatan 1.066,65 676,44 63,42 390,21 36,58 13,86 86,14
Sulawesi Tenggara 511,89 478,89 93,55 33,00 6,45 48,48 51,52
SULAWESI 7.426,84 5.981,45 80,54 1.445,39 19,46 39,32 60,68
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal BinaMarga (Status 18 Agustus 2010)

4.1.2. Wilayah Maluku dan Papua


Kerapatan jalan di wilayah Maluku sebesar 0,16 Km/Km, lebih rendah dari
kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km. Kerapatan jalan antarprovinsi,
tertinggi terdapat di Provinsi Maluku Utara sebesar 0,18 Km/Km, dan terendah di
provinsi Maluku sebesar 0,15 Km/Km. Kerapatan jalan di wilayah Papua sebesar 0,06
Km/Km, lebih rendah dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km.
Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Papua Barat sebesar 0,08
Km/Km, dan terendah di provinsi Papua sebesar 0,05 Km/Km.
Gambar 4-12.
Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah
Maluku dan Papua

20000 0,25 0,30 Km/Km2


Km

0,25
15000 0,18
0,15 0,16 0,20
10000 0,15
0,08 TotalPanjangJalan(Km)
0,05 0,06 0,10
5000
16535
7216

5698

7301

0,05 KerapatanJalan(Km/Km2)

0
Maluku Maluku Papua Papua WIL. WIL. NASIONAL
Utara Barat MALUKU PAPUA

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

38 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, setiap provinsi
di wilayah Maluku dan Papua masih lebih rendah dibanding dengan kerapatan kendaraan
rata-rata secara nasional. Kerapatan kendaraan terendah berada di Provinsi Maluku Utara
sebesar 0,72 unit/Km. Hal ini disebabkan kondisi geografis wilayah merupakan kepulauan
dan tingginya mobilitas penduduk yang menggunakan sarana transportasi laut. Sementara
itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan
melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di
wilayah Maluku dan Papua berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan
ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk masih
lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama di Provinsi Papua Barat.
Gambar 4-13.
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Maluku dan Papua
100,00 12,00 Km/1000Orang
9,60
Unit/Km

80,00 10,00
6,63 8,00
60,00 5,49 5,84
4,71 5,02
6,00
40,00 RasioJumlahKendaraanRoda4
2,01 4,00
denganPanjangJalan(Unit/Km)
33,42
8,41

0,72

1,48

9,67

5,02

7,16

20,00 2,00
RasioPanjangjalandenganJumlah
Penduduk(Km/1000Orang)

Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di


Provinsi Maluku yaitu meliputi panjang 220,63 Km (16,72 persen dari total panjang
jalan), dengan komposisi 74,60 persen Rusak Ringan dan 25,40 persen Rusak Berat.
Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap di Provinsi Maluku Utara adalah
sepanjang 61,59 Km atau 10,15 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 51,42
persen Rusak Ringan dan 48,58 persen Rusak Berat.
Tabel 4.7:
Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
KUALITAS JALAN
Panjang Panjang Jalan Panjang Jalan Komposisi Jalan
Jalan Mantap Tidak Mantap Tidak Mantap
PROVINSI
Nasional persen persen
(Km) (Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Prov. Maluku 1.319,23 1.098,60 83,28 220,63 16,72 74,60 25,40
Prov. Maluku Utara 606,69 545,10 89,85 61,59 10,15 51,42 48,58
MALUKU 1.925,92 1.643,70 85,35 282,22 14,65 69,54 30,46
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)

Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di


Provinsi Papua yaitu meliputi panjang 965,49 Km (49,33 persen dari total panjang jalan),

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 39


dengan komposisi 47,57 persen Rusak Ringan dan 52,43 persen Rusak Berat.Sementara
di Provinsi Papua Baratmemiliki panjang jalan Tidak Mantap sepanjang 428,68 Km
(44,50 persen), dengan komposisi sebesar 15,64 persen Rusak Ringan dan 84,37 persen
Rusak Berat.
Tabel 4.8:
Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010

KUALITAS JALAN
Panjang Komposisi Jalan
Panjang Jalan Panjang Jalan
Jalan Tidak Mantap
PROVINSI Mantap Tidak Mantap
Nasional
(Km) persen persen
(Km) persen (Km) persen Rusak Rusak
Ringan Berat
Prov. Papua 1.957,07 991,58 50,67 965,49 49,33 47,57 52,43
Prov. Papua Barat 963,23 534,55 55,50 428,68 44,50 15,64 84,37
PAPUA 2.920,30 1.526,13 52,26 1.394,17 47,74 37,75 62,25
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)

4.2. Kesenjangan Infrastruktur Energi Listrik


Kesenjangan ketersediaan infrastruktur energi listrik antar KBI dan KTI dapat
ditunjukkan melalui indikator Total KWh Jual, Rasio Elektrifikasi, dan KWh Jual
Perkapita. Di wilayah KBI memiliki jumlah KWh jual mencapai 143.832.982 KWh (91
persen) atau sebesar 742,7 KWh/kapita. Sementara di wilayah KTI hanya mencapai
14.159.164 KWh (9 persen) atau sebesar 298,3 KWh/kapita. Sementara berdasarkan rasio
eleltrifikasi. wilayah KBI sudah mencapai 74 persen, sementara KTI baru mencapai 58,1
persen.
Tabel 4.9:
Perbandingan Ketersediaan Infrastruktur Energi Listrik Antar Wilayah Di Indonesia,
Tahun 2011
Rasio
Jumlah Pelanggan kWh Jual kWh
WILAYAH Elektrifikasi
RT persen kWh persen ( persen) jual/kapita

Sumatera 8.407.689 19,7 23.015.992 14,6 68,6 446,3


Jawa Bali 28.066.341 65,9 120.816.990 76,5 75,8 850,3
Nusa Tenggara 912.186 2,1 1.324.083 0,8 41,5 141,8
Kalimantan 2.113.628 5,0 5.828.978 3,7 64,8 414,3
Sulawesi 2.510.172 5,9 5.636.868 3,6 65,6 319,8
Maluku 329.053 0,8 541.344 0,3 58,4 205,0
Papua 238.473 0,6 827.892 0,5 36,8 218,5
KBI 36.474.030 85,7 143.832.982 91,0 74,0 742,7
KTI 6.103.512 14,3 14.159.164 9,0 58,1 298,3
INDONESIA 42.577.542 100,0 157.992.146 100,0 71,2 655,2
Sumber: Hasil Pengolahan Data PLN 2011

40 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


4.2.1. Wilayah Sumatera


Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satua PLN/provinsi
bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 58 persen (Wilayah Kep. Bangka Belitung),
sedangkan terendah sebesar 10 persen (wilayah Sumatera Utara dan PT. PLN Batam).
Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 adalah di wilayah Aceh sebesar 87,76
persen, dan terendah di wilayah Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu sebesar 56,68
persen, sementara terendah menurut provinsi adalah di Provinsi Jambu sebesar 32,74
persen. Perkembangan rasio elektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi
terjadi di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 24,47 persen, dan terendah di PT. PLN Batam
sebesar -9,62 persen.
Tabel 4.10:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Sumatera.
Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi ( persen) kWh jual/kapita
Satuan PLN/Provinsi 2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011
(persen) (11-09) (11-09)
Wilayah Aceh 853.659 951.165 11 87,76 87,21 -0,55 292,53 343,54 51,01

Wilayah Sumatera Utara 2.290.474 2.511.003 10 76,81 80,11 3,3 460,2 548,84 88,64
Wilayah Sumatera Barat 775.637 860.130 11 67,21 76,21 9 415,6 489,82 74,22
Wilayah Riau 575.003 778.161 35 40,59 57,39 16,8 361,47 436,38 74,91
- Riau 479.841 655.068 37 38,88 54,8 15,92 336,58 411,42 74,84
- Kepulauan Riau 95.162 123.093 29 52,17 76,64 24,47 541,41 620,1 78,69
Wilayah Sumsel, Jambi, 1.369.350 1.726.583 26 49,13 56,68 7,55 310,23 360,67 50,44
dan Bengkulu
- Sumatera Selatan 947.325 1.197.649 26 56,11 65,18 9,07 367,57 390,19 22,62
- Jambi 206.414 258.184 25 29,9 32,74 2,84 209,9 332,55 122,65
- Bengkulu 215.611 270.750 26 52,74 64,48 11,74 232,39 283,41 51,02
Wilayah Bangka Belitung 127.830 202.340 58 45,56 66,18 20,62 350,36 424,33 73,97
Wilayah Lampung 877.400 1.182.013 35 47,75 61,88 14,13 270,16 315,38 45,22
PT PLN Batam 178.888 196.294 10 78,76 69,14 -9,62 1.659,2 1.534,30 -124,91
1
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

4.2.2. Wilayah Jawa Bali


Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satua PLN/provinsi
bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 16 persen (Provinsi Baten), sedangkan
terendah sebesar 7 persen (Provinsi DI. Yogyakarta). Rasio Elektrifikasi tertinggi pada
tahun 2011 adalah di wilayah Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 103,52
persen, dan terendah di Provinsi Banten sebesar 55,27 persen. Perkembangan rasio
elektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Distribusi Jakarta
Raya dan Tangerang sebesar 13,09 persen, dan terendah di Provinsi Banten sebesar -13,89
persen.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 41


Tabel 4.11:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali.
Rasio Elektrifikasi ( persen) kWh jual/kapita
Satuan PLN/Provinsi
2009 2011 (11-09) 2009 2011 (11-09)
Dist. Jawa Timur 64,73 73,66 8,93 564,77 637,28 72,51
Dist. Jawa Tengah dan Yogyakarta 69,92 78,75 8,83 414,78 478,44 63,66
- Jawa Tengah 69,85 78,91 9,06 407,59 472,29 64,7
- D.I. Yogyakarta 70,54 77,43 6,89 482,27 535,52 53,25
Dist. Jawa Barat dan Banten 66,85 68,73 1,88 755,42 826,26 70,84
- Jawa Barat 66,63 70,47 3,84 683,82 776,9 93,08
- Banten 69,16 55,27 -13,89 1.326,02 1.176,07 -149,95
Dist. Jakarta Raya dan Tangerang 90,43 103,52 13,09 2.102,29 2.419,10 316,81
Jawa 69,48 76,02 6,54 755,21 851,38 96,17
Distribusi Bali 72,77 68,63 -4,14 785,31 811,12 25,81
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Dist. Jakarta Raya
dan Tangerang sebesar 2.419,10 kWh/kapita, dan terendah di Provinsi DI. Yogyakarta
sebesar 535,52 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011,
tertinggi di Dist. Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 316,81 kWh/kapita dan terendah di
Provinsi Banten yang berkurang sebesar 149,95 kWh/kapita.

4.2.3. Wilayah Nusa Tenggara

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi


selama periode 2009-2011 bertumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 69 persen di NTB dan
53 persen di NTT. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di wilayah NTB sebesar
47,2 persen, dan di wilayah NTT sebesar 34,52 persen. Perkembangan rasio elektrifikasi
dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah NTB sebesar 17,92 persen,
dan terendah di wilayah NTT sebesar 11,71 persen.

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah NTB
sebesar 184,17 kWh/kapita, dan terendah di wilayah NTT sebesar 101,63 kWh/kapita.
Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah NTB
sebesar 28,8 kWh/kapita dan terendah di wilayah NTT sebesar 18,79 kWh/kapita.

42 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Tabel 4.12:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara.
Satuan PLN/Provinsi Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi kWh jual/kapita
( persen)
2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011
(persen) (11-09) (11-09)
Wilayah Nusa 336.805 569.042 69 29,28 47,2 17,92 155,37 184,17 28,8
Tenggara Barat
Wilayah Nusa 224.869 343.144 53 22,81 34,52 11,71 82,84 101,63 18,79
Tenggara Timur
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

4.2.4. Wilayah Kalimantan


Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi
selama periode 2009-2011 bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 38 persen di
PT.PLN Tarakan, dan terendah di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 17 persen. Rasio
Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 73,95
persen, dan terendah di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 52,97 persen. Perkembangan
rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Kalimantan
Barat sebesar 14,54 persen, dan terendah di wilayah Kalimantan Timur sebesar 4,46
persen.

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah PT.PLN
Tarakan sebesar 601,28 kWh/kapita, dan terendah di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar
288,91 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi
di wilayah Kalimantan Barat sebesar 56,37 kWh/kapita dan terendah di wilayah PT.PLN
Tarakan sebesar 16,87 kWh/kapita.

Tabel 4.13:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan.
Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi ( persen) kWh jual/kapita
Satuan PLN/Provinsi 2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011
(persen) (11-09) (11-09)

Wilayah Kalimantan Barat 486.764 589.263 21 50,32 64,86 14,54 267,56 323,93 56,37
Wilayah Kalsel dan Kalteng 832.531 997.163 20 57,89 66,4 8,51 316,89 356,09 39,2
- Kalimantan Selatan 609.802 711.010 17 66,06 73,95 7,89 357,6 397 39,4
- Kalimantan Tengah 222.729 286.153 28 43,25 52,97 9,72 248,66 288,91 40,25
Wilayah Kalimantan Timur 408.307 494.266 21 57,02 61,48 4,46 579,12 601,28 22,16
PT PLN Tarakan 23.905 32.936 38 57,3 67,14 9,84 857,95 874,82 16,87

Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 43


4.2.5. Wilayah Sulawesi
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi
selama periode 2009-2011 bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 30 persen di
Provinsi Sulawesi Tenggara, dan terendah di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 14 persen.
Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 77,99
persen, dan terendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 33,56 persen. Perkembangan
rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Gorontalo
sebesar 27,29 persen, dan terendah di wilayah Sulawesi Barat sebesar -2,43 persen.

Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Provinsi Sulawesi
Utara sebesar 429,59 kWh/kapita, dan terendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 127,4
kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di
Provinsi Sulawesi Utara sebesar 69,25 kWh/kapita dan terendah di Provinsi Sulawesi
Barat sebesar 23,55 kWh/kapita.
Tabel 4.14:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Sulawesi.
Satuan PLN/Provinsi Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi ( persen) kWh jual/kapita
2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011
(persen) (11-09) (11-09)

Wilayah Sulut, Sulteng dan 735.828 879.626 20 51,43 69,66 18,23 249,45 297,45 48
Gorontalo
- Sulawesi Utara 361.559 424.321 17 61,22 77,99 16,77 360,34 429,59 69,25
- Gorontalo 100.356 119.934 20 40,09 67,38 27,29 191,7 222,53 30,83
- Sulawesi Tengah 273.913 335.371 22 46,45 62,03 15,58 172,7 214,07 41,37
Wilayah Sulsel, Sultra dan 1.401.300 1.630.546 16 55,88 63,59 7,71 286,01 331,41 45,4
Sulbar
- Sulawesi Selatan 1.131.868 1.289.257 14 62,97 71,97 9 342,69 400,02 57,33
- Sulawesi Tenggara 183.727 238.932 30 38,91 51,08 12,17 164,47 193,55 29,08
- Sulawesi Barat 85.705 102.357 19 35,99 33,56 -2,43 103,85 127,4 23,55
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012

4.2.6. Wilayah Maluku dan Papua


Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama
periode 2009-2011 bertumbuh sebesar 18 persen di Maluku dan 14 persen di Maluku
Utara. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Maluku sebesar 61,8
persen, dan di Maluku Utara sebesar 53,48 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi
dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Maluku Utara sebesar 7,03
persen.Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Maluku sebesar
213.49 kWh/kapita, dan terendah di wilayah Maluku Utara sebesar 192,43 kWh/kapita.
Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah Maluku
Utara sebesar 32,74 kWh/kapita.

44 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Tabel 4.15:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi
Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua.
Satuan Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi kWh jual/kapita
PLN/Provinsi (persen)
2009 2011 Laju 2009 2011 2009 2011 (11-
(persen) (11-09) 09)
Wilayah Maluku 279.407 329.053 18 56,29 58,45 2,16 182,74 205 22,26
dan Maluku Utara
- Maluku 182.849 207.846 14 63,37 61,8 -1,57 199,52 213,49 13,97
- Maluku Utara 96.558 121.207 26 46,45 53,48 7,03 159,69 192,43 32,74
Wilayah Papua 187.598 238.473 27 27,9 36,79 8,89 232,79 218,47 -14,32
- Papua 148.631 30,79 174,25
- Papua Barat 89.842 54,29 386,54

Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di wilayah Papua selama


periode 2009-2011 bertumbuh sebesar 27 persen. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun
2011 di Provinsi Papua Barat sebesar 54,29 persen, dan di Provinsi Papua sebesar 30,79
persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi di wilayah Papua dalam periode 2009-2011,
meningkat sebesar 8,89 persen.Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011,
tertinggi di Papua Barat sebesar 386,54 kWh/kapita, dan terendah di wilayah Papua
sebesar 174,25 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011 di
wilayah Papua, menurun sebesar 14,32 kWh/kapita.

4.3. Kesenjangan Infrastruktur Telekomunikasi

Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi memiliki peran penting dalam


mendukung interaksi sosial dan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan perkembangan
teknologi, disamping penggunaan Telepon Kabel juga telah marak digunakan Telepon
Seluler hingga sampai di perdesaan. Namun demikian, distribusi infrastruktur
telekomunikasi tersebut masih belum merata, sehingga masih banyak desa-desa yang
belum memperoleh pelayanan Telepon Kabel, atau belum mampu menjangkau sinyal
telepon seluler. Untuk mendukung jangkauan sinyal telepon seluler tersebut, pada
dasarnya dapat diindikasikan oleh adanya Base Transceiver Station (BTS) atau Manara
Telepon Seluler di sekitar wilayah tersebut.

Kesenjangan dalam penggunaan ketersediaan infrastruktur telekomunikasi antar


KBI dan KTI dapat dilihat dari indikator jumlah desa/kelurahan yang terjangkau
pelayanan telepon kabel, dan penerimaan sinyal telepon genggam atau Hand Phone (HP).
Pada tahun 2010, Persentase desa/kelurahan yang ada di wilayah KBI telah mencapai 35
persen, sementara di wilayah KTI baru mencapai 13 persen. Sementara untuk penerimaan
sinyal kuat, wilayah KBI telah mencapai 78,5 persen dari total desa, sementara di KTI
baru mencapai 49 persen.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 45


Tabel 4.16:
Perbandingan Penggunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, tahun 2010
Ada Pelanggan Penerimaan Sinyal HP
WILAYAH Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat
Desa persen Desa persen Desa persen
Sumatera 3884 16,0 6197 25,6 17091 70,6
Jawa Bali 13901 53,6 3512 13,5 22291 85,9
Nusa Tenggara 531 13,1 1340 33,1 2382 58,8
Kalimantan 881 12,7 2170 31,2 3896 56,0
Sulawesi 1966 19,7 2938 29,4 5879 58,9
Maluku 177 8,4 567 27,0 793 37,7
Papua 148 2,8 548 10,2 1006 18,8
KBI 17785 35,5 9709 19,4 39382 78,5
KTI 3703 13,0 7563 26,6 13956 49,0
INDONESIA 21488 27,3 17272 22,0 53338 67,9
Sumber Podes, 2011 (BPS)

4.3.1. Wilayah Sumatera


Berdasarkan ketersediaan layanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal
telepon Seluler antarprovinsi di wilayah Sumatera, layanan telepon kabel terbanyak
adalah di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.026 desa (17,7 persen), sementara
berdasarkan persentase tertinggi adalah di Provinsi Sumatera Barat sebanyak 37,9 persen.
Berdasarkan desa/kelurahan di wilayah Sumatera yang menerima sinyal telepon seluler
dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 90 persen, namun
diantaranya terdapat 25,6 persen yang menerima sinyal lemah.

Tabel 4.17:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Sumatera
PROVINSI Ada Pelanggan Penerimaan Sinyal HP
Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
Desa Desa Desa Desa
persen persen persen persen
Aceh 714 11,0 1486 22,9 4803 74,1 6289 97,0
Sumatera Utara 1026 17,7 1520 26,2 3891 67,1 5411 93,3
Sumatera Barat 391 37,9 236 22,8 751 72,7 1014 98,2
Riau 210 12,7 430 26,0 1172 70,8 1602 96,8
Jambi 180 13,1 397 28,9 918 66,9 1315 95,8
Sumatera Selatan 480 15,1 994 31,2 2119 66,5 3113 97,7
Bengkulu 215 14,2 376 24,9 1097 72,7 1473 97,6
Lampung 469 19,0 645 26,2 1762 71,5 2407 97,7
Kep. Bangka Belitung 99 27,4 41 11,4 318 88,1 359 99,4
Kepulauan Riau 100 28,3 72 20,4 260 73,7 332 94,1
SUMATERA 3.884 16,0 6.197 25,6 17.091 70,6 23.315 96,3
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

46 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


4.3.2. Wilayah Jawa-Bali


Berdasarkan ketersediaan layanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal
telepon Seluler antarprovinsi di wilayah Jawa Bali, layanan telepon kabel terbanyak
adalah di Provinsi Jawa Timur sebanyak 5.605 desa (65,9 persen), sementara berdasarkan
persentase tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 97,8 persen. Berdasarkan
desa/kelurahan yang menerima sinyal telepon seluler dengan intensitas sinyal lemah
sampai kuat sudah mencapai hamper 100 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya
terdapat 13,2 persen yang masih menerima sinyal lemah.

Tabel 4.18:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Jawa Bali.
Penerimaan Sinyal HP
Ada Pelanggan
PROVINSI Telepon Kabel
Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
Desa persen Desa persen Desa persen Desa persen
D.K.I. Jakarta 261 97,8 - 267 100,0 267 100,0
Jawa Barat 3434 58,2 579 9,8 5282 89,4 5861 99,3
Jawa Tengah 3364 39,2 1193 13,9 7356 85,8 8549 99,7
D.I. Yogyakarta 229 52,3 39 8,9 398 90,9 437 99,8
Jawa Timur 5605 65,9 1406 16,5 7041 82,8 8447 99,4
Banten 577 37,6 244 15,9 1285 83,7 1529 99,6
Bali 431 60,2 51 7,1 662 92,5 713 99,6
JAWA-BALI 13.901 53,6 3.512 13,5 22.291 85,9 25.803 99,5
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

4.3.3. Wilayah Nusa Tenggara


Berdasarkan ketersediaan layanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal
telepon Seluler antarprovinsi, layanan telepon kabel terbanyak adalah di NTB sebanyak
283 desa/kelurahan (26,1 persen). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal
telepon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 90
persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat (1.340 desa/kelurahan) atau 33,1
persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah NTT yang mencapai
41,3 persen.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 47


Tabel 4.19:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Nusa Tenggara.
Ada Pelanggan Penerimaan Sinyal HP
Telepon Kabel Jumlah
PROVINSI Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
Desa/kel
Desa persen Desa persen Desa persen Desa persen
Nusa Tenggara Barat 283 26,1 115 10,6 926 85,4 1041 96,0 1084
Nusa Tenggara Timur 248 8,4 1225 41,3 1456 49,1 2681 90,4 2966
NUSTRA 531 13,1 1.340 33,1 2.382 58,8 3.722 91,9 4.050
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

4.3.4. Wilayah Kalimantan


Berdasarkan ketersediaan layanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal
telepon Seluler antarprovinsi, layanan telepon kabel terbanyak adalah di Kalimantan
Selatan sebanyak 374 desa/kelurahan (18,7 persen). Berdasarkan desa/kelurahan yang
menerima sinyal telepon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah
mencapai di atas 80 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat 2,170
desa/kelurahan atau 31,2 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di
wilayah Kalimantan tengah yang mencapai 40,9 persen.
Tabel 4.20:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Kalimantan.

Ada Pelanggan Penerimaan Sinyal HP


Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
PROVINSI
Desa persen Desa persen Desa persen Desa persen
Kalimantan Barat 188 9,6 673 34,2 928 47,2 1601 81,4
Kalimantan Tengah 84 5,5 625 40,9 625 40,9 1250 81,8
Kalimantan Selatan 374 18,7 423 21,2 1513 75,7 1936 96,8
Kalimantan Timur 235 16,0 449 30,6 830 56,7 1279 87,3
KALIMANTAN 881 12,7 2.170 31,2 3.896 56,0 6.066 87,2
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

4.3.5. Wilayah Sulawesi


Berdasarkan ketersediaan layanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal
telepon Seluler antarprovinsi, layanan telepon kabel terbanyak adalah di Sulawesi Selatan
sebanyak 853 desa/kelurahan (28,6 persen), dan menurut persentasenya adalah di Provinsi
Sulawesi Utara sebesar 35,1 persen. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal
telepon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat, jumlah desa/kelurahan
terbanyak di Provinsi Sulawesi Selatan (94,7 persen) dan terendah di Provinsi Sulawesi
Tengah sebesar 78,3 persen. Persentase desa/kelurahan dengan penerimaan sinyal lemah,
terbanyak di Provinsi Sulawesi Barat yang mencapai 37 persen.

48 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Tabel 4.21:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler di Wilayah Sulawesi
Ada Pelanggan Penerimaan Sinyal HP
PROVINSI Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
Desa persen Desa persen Desa persen Desa persen
Sulawesi Utara 595 35,1 415 24,5 1149 67,9 1564 92,4
Sulawesi Tengah 162 8,9 484 26,7 938 51,7 1422 78,3
Sulawesi Selatan 853 28,6 891 29,9 1934 64,9 2825 94,7
Sulawesi Tenggara 138 6,5 683 32,2 1130 53,3 1813 85,5
Gorontalo 171 23,4 229 31,3 445 60,9 674 92,2
Sulawesi Barat 47 7,4 236 37,0 283 44,4 519 81,3
SULAWESI 1.966 19,7 2.938 29,4 5.879 58,9 8.817 88,3
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

4.3.6. Wilayah Maluku dan Papua


Berdasarkan ketersediaan layanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal
telepon Seluler antarprovinsi, layanan telepon kabel terbanyak adalah di Maluku Utara
sebanyak 95 desa/kelurahan (8,8 persen). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima
sinyal telepon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar
64,7 persen, namun diantaranya terdapat 567desa/kelurahan atau 27 persen yang masih
menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Maluku Utara yang mencapai 29,8 persen.

Tabel 4.22:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan
Penerimaan Sinyal Telepon Seluler
Ada Penerimaan Sinyal HP
Pelanggan
PROVINSI Telepon Kabel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat

persen persen Desa persen Desa persen
Desa Desa
Maluku 82 8,0 245 23,9 387 37,8 632 61,7
Maluku Utara 95 8,8 322 29,8 406 37,6 728 67,5
MALUKU 177 8,4 567 27,0 793 37,7 1.360 64,7
Papua Barat 60 4,2 206 14,3 301 20,9 507 35,2
Papua 88 2,2 342 8,7 705 18,0 1047 26,7
PAPUA 148 2,8 548 10,2 1.006 18,8 1.554 29,0
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 49


Berdasarkan ketersediaan layanan telepon kabel dan kemampuan menerima sinyal
telepon Seluler antarprovinsi, layanan telepon kabel terbanyak adalah di Provinsi Papua
sebanyak 88 desa/kelurahan, dan menurut persentasenya adalah sebesar 4,2 persen di
Provinsi Papua Barat. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telepon seluler
dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar 89,9 persen, namun
diantaranya terdapat 17.272 desa/kelurahan atau 22 persen yang masih menerima sinyal
lemah, khususnya di wilayah Papua Barat yang mencapai 14,3 persen.

50 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


BAB 5
ANALISIS PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH

5.1. Analisis Pendapatan Daerah


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dialokasikan untuk
melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan kemampuan pendapatannya, serta
didukung oleh pembiayaan yang sehat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
yang diikuti dengan pemerataan pembangunan. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan
dapat dilakukan melalui peningkatan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah
ditambah dengan dana transfer dari pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas.
Selanjutnya melalui belanja yang berkualitas diharapkan APBD dapat menjadi injeksi
bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian, kenyataan yang dihadapi dalam pengelolaan keuangan publik,
selalu terjadi kendala penganggaran, yang tercermin dari banyaknya kebutuhan yang
dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Dengan demikian,
prioritas belanja dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati
kendala penganggaran. Terkait dengan hal tersebut, melalui analisis keuangan APBD
diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna dalam memotret kondisi
keuangan APBD baik dari sisi pendapatan dan belanja.
Disisi pendapatan, analisis kesehatan keuangan APBD akan melihat aspek
kemandirian daerah dan ruang fiskal (fiscal space), sementara dari sisi belanja daerah
akan meliputi rasio belanja pegawai terhadap total belanja, rasio belanja pegawai tidak
langsung terhadap total belanja, rasio belanja modal per total belanja, dan rasio belanja
modal per jumlah penduduk. Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola
belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja
yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk
belanja yang sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak langsung.
Analisis dari sisi pendapatan, meliputi analisis rasio kemandirian daerah, Tax Effort,
Pajak perkapita, serta ruang fiskal (fiscal space).

5.1.1. Rasio Kemandirian Daerah


Rasio kemandirian ditunjukkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap total pendapatan. Semakin besar angka rasio PAD, maka kemandirian daerah
semakin besar, dan sekaligus memiliki rasio transfer yang rendah. Penghitungannya
dilakukan dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada satu daerah kemudian
membaginya dengan total pendapatan untuk wilayah yang sama.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 51


Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi
Perkembangan rasio PAD dibandingkan dengan total pendapatan pada tahun 2012
secara umum menunjukkan peningkatan dibanding dengan Rasio PAD pada tahun 2008,
kecuali untuk Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua, Maluku Utara, Aceh, NTT,
Kepulauan Riau, NTB, Sumatera Selatan, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa
Barat dan Lampung. Rasio PAD tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Jawa Timur
sebesar 78,70 persen dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 3,45
persen. Sementara itu Rasio PAD terhadap total Pendapatan antarprovinsi yang berada di
atas rata-rata antarprovinsi 37,09 Persen, meliputi sebanyak 16 provinsi. Data tersebut
ditunjukkan pada Gambar 5-1.

Gambar 5-1.
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi Tahun 2008 dan 2012.

Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov 2008
Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov Rasio PAD thdp pendapatan PemProv 2012
Rasio PAD thd Pendapatan Pemprov Rata-rata Rasio PAD thdp Pendapatan PemProv2012

90,00
78,70
80,00
70,00
60,00
50,00
37,09
40,00
30,00
20,00
10,00 3,45
-

Jawa Timur
Sulawesi Tengah
NTT

Sulawesi Tenggara

NTB
Papua Barat

Sumatera Barat
Papua

Kalimantan Timur

DKI Jakarta
Kalimantan Tengah

Lampung
Sulawesi Utara

Jambi

Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Bali
Sumatera Utara

Kalimantan Selatan
Maluku Utara
Aceh

Bangka Belitung

Riau
Bengkulu

Banten
Kepulauan Riau

Sumatera Selatan
Maluku

Gorontalo
Sulawesi Barat

DI Yogyakarta

Jawa Barat
Kalimantan Barat

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se Provinsi


Perkembangan rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se Provinsi
pada tahun 2008 dibandingkan dengan total pendapatan pada tahun 2012 secara umum
menunjukkan peningkatan, kecuali untuk Provinsi Aceh, Riau, dan Kepulauan Riau.
Rasio PAD tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta sebesar 60,98 persen
dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 3,33 persen. Sementara
itu Rasio PAD terhadap total Pendapatan yang berada di atas rata-rata kabupaten/kota se-
provinsi (15,88 persen), meliputi sebanyak 12 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada
Gambar 5-2.

52 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Gambar 5-2:
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se Provinsi
70,00
Rasio PAD thdp Pendapatan Se-Prov 2008 60,98
60,00 Rasio PAD thdp Pendapatan Se-Prov 2012
50,00 rata-rata Rasio PAD thdp Pendapatan Se-Prov 2012

40,00

30,00

20,00 15,88

10,00 3,33
-

Lampung

Jawa Timur
Maluku Utara
Sulawesi Tengah

Bengkulu

Bangka Belitung

Banten
Gorontalo
Sulawesi Barat

DI Yogyakarta
Sulawesi Tenggara

Jawa Barat
Papua Barat

Sumatera Barat
Papua

Nusa Tenggara Barat

Kalimantan Timur

DKI Jakarta
Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat
Sulawesi Utara

Jambi

Sulawesi Selatan

Jawa Tengah
Kalimantan Selatan

Sumatera Utara

Bali
Riau
Nusa Tenggara Timur

Sumatera Selatan

Kepulauan Riau
Maluku

Aceh

Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Untuk Tingkat Kabupaten dan Kota
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di
Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan nilai Rasio 68,25 persen, sementara rasio
terendah di Kabupaten Maybrat Provinsi Papua Barat sebesar 0,14 persen dan Kabupaten
Puncak Provinsi Papua sebesar 0.19 persen. Berdasarkan pemeringkatan nilai Rasio PAD
pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kota-kota wilayah Jawa Bali
dan Sumatera. Sementara untuk Rasio PAD pada 20 kabupaten/kota terendah, sebagian
besar berada di kabupaten-kabupaten di Provinsi papua dan Papua Barat. Rincian untuk
20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio PAD terhadap
total pendapatan, dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel. 5.1:
Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah untuk Rasio
PAD terhadap Total Pendapatan Tahun 2012.
20 Peringkat Tertinggi Tingkat Kemandirian
20 Peringkat Terendah Tingkat Kemandirian Daerah
Daerah
No. PAD/ PAD/
Provinsi Kab/Kota Pendapatan Provinsi Kab/Kota Pendapatan
(%) (%)
1 Papua Barat Maybrat 0,14 Bali Badung 68,25
2 Papua Puncak 0,19 Jatim Kota Surabaya 51,10
3 Papua Mamberamo Tengah 0,22 Sumut Kota Medan 38,73
4 Papua Dogiyai 0,24 Bali Kota Denpasar 30,67
5 Maluku Buru Selatan 0,34 Jatim Sidoarjo 30,02
6 Papua Barat Tambrauw 0,38 Jateng Kota Semarang 29,97
7 Papua Intan Jaya 0,40 Jawa Barat Bogor 26,88
8 Papua Yalimo 0,48 DIY Kota Yogyakarta 26,81

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 53


9 Papua Deiyai 0,53 Kepri Kota Batam 26,70
10 Papua Sarmi 0,73 Jawa Barat Kota Depok 26,55
11 Papua Mamberamo Raya 0,88 Banten Kota Tangerang 26,13
Selatan
12 Papua Lanny Jaya 0,89 Banten Kota Cilegon 25,33
13 Papua Nduga 0,91 Jawa Barat Bekasi 24,04
14 Papua Supiori 0,94 Jawa Barat Kota Bekasi 23,84
15 Maluku Utara Pulau Morotai 0,95 Kepri Karimun 23,19
16 Lampung Tulang Bawang Barat 1,02 Sumsel Kota Palembang 22,98
17 Sulut Minahasa Selatan 1,03 Banten Tangerang 22,84
18 Papua Paniai 1,05 Jatim Gresik 22,46
19 Papua Pegunungan Bintang 1,07 Jawa Barat Kota Bandung 22,28
20 Papua Tolikara 1,10 Sulsel Kota Makassar 22,21

5.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio)


Tax Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan potensial
yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat
yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik bagi pengenaan pajak di
wilayah tersebut. Oleh karena itu, mengetahui angka-angka rasio pajak di berbagai
wilayah di Indonesia akan membantu kita dalam menganalisis secara sederhana hubungan
antara pajak daerah wilayah tersebut dengan PDRB-nya, mengetahui jenis-jenis pajak apa
saja yang potensial serta sektor ekonomi yang terkait, dan menilai kondisi suatu daerah
dengan membandingkannya dengan daerah lain.

Rasio Pajak Pemerintah Provinsi


Perkembangan Rasio Pajak pemerintah provinsi tahun 2012 secara umum
menunjukkan penurunan dibanding dengan Rasio Pajak pada tahun 2008. Rasio Pajak
tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Sulawesi Selatan 10,00 persen dan terendah
dimiliki oleh pemda provinsi Sulawesi Tengah sebesar 0,67 persen Tingginya angka rasio
pajak tersebut disebabkan angka pembaginya, yaitu PDRB-nya rendah, kemudian
rendahnya rasio tersebut disebabkan karena penerimaan pajak daerah yang sangat rendah.
Sementara itu Rasio pajak antarprovinsi yang berada di atas rata-rata antarprovinsi (2,8
persen) meliputi 14 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5-3.

54 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Gambar 5-3.
Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2008 dan 2012
16,00
14,00 Tax Ratio PROVINSI Rasio Pajak thdp PDRB Pemprov 2008
Tax Ratio PROVINSI Rasio Pajak thdp PDRB PemProv 2012
12,00
Tax Ratio PROVINSI Rasio Pajak thdp rata-rata PDRB PemProv2012 10,00
10,00
8,00
6,00
4,00 2,80
2,00 0,67
-
Sulawesi Tenggara

NTB
Sumatera Barat
Papua

DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Sulawesi Utara

Jambi

Lampung

Sulawesi Selatan
Jawa Timur

Sumatera Utara

Kalimantan Selatan
Bali
Sulawesi Tengah

Riau

Aceh

Maluku Utara

Banten

Bangka Belitung

Bengkulu
Kepulauan Riau

Maluku
Gorontalo
Sulawesi Barat

NTT

DI Yogyakarta
Jawa Barat
Papua Barat

Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Jawa Tengah

Sumatera Selatan

Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Perkembangan Rasio Pajak pemerintah provinsi tahun 2012 secara umum


menunjukkan peningkatan diseluruh provinsi dibanding dengan Rasio Pajak pada tahun
2008. Rasio pajak pemkab dan pemkot se-Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan angka
yang paling tinggi yaitu sebesar 12,52 persen. Penyebab tingginya rasio tersebut adalah
tingginya pajak daerah pemkab dan pemkot se-provinsi tersebut berasal dari sektor
pariwisata yang mencapai hingga 51 persen. Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat
pada pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Sulawesi tengah, yaitu sebesar 0,82
persen Rendahnya angka tersebut disebabkan oleh rendahnya potensi penerimaan pajak
daerah. Provinsi-provinsi yang memiliki Rasio pajak di atas rata-rata antarprovinsi (3,71
persen), meliputi 11 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5-4.

Gambar 5-4:
Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Tahun 2008 dan 2012.
14,00 12,52
12,00 Tax Ratio Rasio Pajak thdp PDRB Se-Prov 2008
Tax Ratio Rasio Pajak thdp PDRB Se-Prov 2012
10,00
Tax Ratio Rasio Pajak thdp rata-rata PDRB Se-Prov 2012
8,00
6,00
3,71
4,00
2,00 0,82
-
Lampung
Jawa Timur
Sulawesi Tengah

Aceh

Maluku Utara

Bangka Belitung
Banten

Bengkulu

Gorontalo
Sulawesi Barat

NTT

DI Yogyakarta
Sulawesi Tenggara

Jawa Barat

NTB
Papua Barat

Papua

Sumatera Barat

Kalimantan Timur

DKI Jakarta
Kalimantan Tengah

Kalimantan Barat
Jambi

Sulawesi Selatan
Jawa Tengah

Sulawesi Utara

Sumatera Utara

Kalimantan Selatan

Bali
Riau

Kepulauan Riau

Sumatera Selatan

Maluku

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 55


Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota

Rasio Pajak untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Badung
Provinsi Bali dengan nilai Rasio 15,94 persen dan Kota Tomohon Provinsi Sulawesi
Utara sebesar 14,28 persen, sementara rasio terendah di Kabupaten Puncak Provinsi
Papua sebesar 0,004 persen, Kabupaten Sorong Provinsi Papua dan Kabupaten Mesuji
Provinsi Lampung sebesar 0,03 persen. Tingginya kontribusi pajak di Kabupaten Badung
sebagian besar bersumber dari Pajak Hotel dan Restoran yang mencapai 84 persen dari
total pajak yang diterima daerah. Sementara relatif tingginya Rasio pajak di Kota
Tomohon lebih disebabkan oleh rendahnya nilai PDRB kota tersebut. Berdasarkan
pemeringkatan nilai Rasio pajak pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat
di kota-kota wilayah Jawa Bali dan Sulawesi. Sementara untuk Rasio Pajak pada 20
kabupaten/kota terendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah
Kalimantan dan Papua. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat
tertinggi dan terendah untuk Rasio Pajak, dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel. 5.2
Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan
Terendah, Tahun 2011
20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak tertinggi 20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak terendah
No Provinsi kabupaten/ (%) Provinsi kabupaten/ (%)
kota kota
1 Bali Badung 15.94 Papua Puncak 0.00
2 Sulawesi Utara Kota Tomohon 14.28 Papua Barat Sorong 0.03
3 Kepulauan Riau Karimun 6.76 Lampung Mesuji 0.03
4 Sulawesi Tenggara Buton Utara 4.27 Sumatera Utara Nias Utara 0.04
5 Banten Kota Tangerang Selatan 3.96 Kalimantan Timur Kutai Timur 0.04
6 Bali Kota Denpasar 3.79 Sumatera Utara Nias 0.05
7 Kepulauan Riau Kepulauan Riau 3.23 Kalimantan Timur Pasir 0.06
8 Nusa Tenggara Barat Lombok Barat 3.00 Kalimantan Timur Kutai 0.06
9 Bali Gianyar 2.85 Kalimantan Selatan Balangan 0.07
10 Jawa Barat Kota Bogor 2.57 Papua Deiyai 0.07
11 Gorontalo Kota Gorontalo 2.41 Sulawesi Utara Manado 0.07
12 Sulawesi Selatan Maros 2.36 Jambi Tanjung Jabung Timur 0.07
13 Maluku Utara Kota Ternate 2.14 Sumatera Utara Batu Bara 0.07
14 Jawa Barat Kota Depok 2.10 Riau Rokan Hilir 0.08
15 Jawa Barat Kota Bekasi 2.02 Jawa Timur Kota Kediri 0.08
16 Jawa Timur Kota Surabaya 1.93 Papua Dogiyai 0.08
17 Kalimantan Barat Kayong Utara 1.82 Kalimantan Timur Kota Bontang 0.08
18 D I Yogyakarta Kota Yogyakarta 1.81 Papua Waropen 0.09
19 Maluku Maluku Tenggara 1.79 Kalimantan Barat Bengkayang 0.09
20 D I Yogyakarta Sleman 1.78 Sulawesi Tenggara Konawe Utara 0.09

5.1.3. Ruang Fiskal Daerah


Perencanaan dan penganggaran yang dituangkan dalam APBD suatu daerah
memegang peranan sangat penting. Pemerintah daerah diharapkan memiliki terobosan
untuk memanfaatkan ruang fiskal yang ada guna memacu pertumbuhan ekonomi. Ruang
fiskal diperoleh dari pendapatan umum setelah dikurang pendapatan yang sudah

56 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


ditentukan penggunaannya (earmarked) serta belanja yang sifatnya mengikat seperti
belanja pegawai dan belanja bunga. Efektivitas penggunaan anggaran di suatu daerah juga
menunjang terciptanya ruang fiskal yang cukup memberi ruang dalam pembangunan
suatu daerah.

Ruang fiskal antarprovinsi, menunjukkan Pemprov. Papua Barat memiliki ruang


fiskal yang tertinggi yaitu sebesar 93,8 persen hal ini dapat disebabkan dana transfer yang
besar yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, sedangkan Pemprov. Gorontalo
mempunyai ruang fiskal yang terendah yaitu sebesar 38,7 persen. Hal ini dapat
disebabkan karena pendapatan daerah yang rendah, disisi lain pendapatan Dana Alokasi
Umum (DAU) sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Gambaran selengkapnya
tentang ruang fiskal masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 5-5.
Gambar 5-5.
Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2012.

100,0 93,8
90,0 Ruang Fiskal (Realisasi) Tahun 2012
80,0
70,0
60,0
50,0
38,7
40,0
30,0
20,0
10,0
- Kalimantan Timur
Papua
Bali
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara

Kalimantan Tengah
Bengkulu

Kalimantan Barat

Kepulauan Riau
Sumatera Barat

Lampung

Kep. Bangka Belitung

Riau
Jawa Timur

Aceh

Banten
Jambi

Kalimantan Selatan

Sumatera Selatan

Jawa Barat

Papua Barat
Sulawesi Utara

Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Gorontalo

Jawa Tengah
Nusa Tenggara Timur

Maluku Utara

Sumatera Utara
Maluku

DI Yogyakarta

Rata-rata Ruang fiskal seluruh pemkab dan pemkot pada suatu provinsi dapat
digambarkan pada Gambar 5-6. Dari hasil analisis ini, rata-rata ruang fiskal tertinggi
untuk kabupaten dan kota terdapat di Provinsi Riau yaitu sebesar 85,1 persen Adapun
ruang fiskal terendah terdapat pada kabupaten dan kota yang berada di Provinsi DI
Yogyakarta, yaitu sebesar 36,2 persen.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 57


Gambar 5-6.
Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi, Tahun 2012.

90,0 85,1
Rata-rata Ruang Fiskal (realisasi) Kab/Kota per Prov 2012
80,0
70,0 Rata-rata Ruang Fiskal (Realisasi) Kab/Kota 2012

60,0 54,21

50,0
40,0 36,2

30,0
20,0
10,0
-

Bengkulu
Lampung
Sulawesi Selatan
Jawa Barat

Jambi
Sumatera Selatan

Papua Barat
Nusa Tenggara Barat

Kalimantan Timur
Papua
Jawa Tengah

Sulawesi Utara
Bali

Sulawesi Tengah

Sumatera Utara

Nusa Tenggara Timur


DI Yogyakarta

Sulawesi Tenggara

Kalimantan Tengah

Maluku Utara
Maluku
Kalimantan Barat

Kepulauan Riau
Jawa Timur

Sumatera Barat

Riau
Banten

Aceh

Kep. Bangka Belitung


Sulawesi Barat
Kalimantan Selatan

Gorontalo

Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota

Ruang fiskal untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten


Membramo Raya Provinsi Papua dengan Ruang Fiskal sebesar 89,3 persen , dan Ruang
fiskal terendah di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 26,4 persen, dan
Kabupaten Karanganyar Provinsi Bali sebesar 28,2 persen. Berdasarkan pemeringkatan
nilai Ruang Fiskal pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di
kabupaten-kabupaten di wilayah Provinsi Papua, Papua Barat dan Kalimantan Timur.
Sementara untuk Tax Ratio pada 20 kabupaten/kota terendah, sebagian besar berada di
kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa-Bali dan sebagian Sumatera. Rincian untuk 20
Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Tax Ratio, dapat dilihat
pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4.
20 Kabupaten/Kota tertinggi dan 20 Kabupaten/Kota Terendah Menurut Ruang Fiskal

No. RUANG FISKAL TERENDAH RUANG FISKAL TERTINGGI

Provinsi Kabupaten/Kota Ruang Provinsi Kabupaten/Kota Ruang


Fiskal Fiskal
1 Sulawesi Tenggara Kota Kendari 26,4 Papua Mamberamo Raya 89,3
2 Bali Karanganyar 28,2 Papua Barat Tambrauw 86,8
3 Jawa Tengah Klaten 28,3 Papua Barat Kaimana 84,1
4 Jawa Timur Ngawi 29,9 Papua Puncak 83,7
5 Sumatera Utara Kota Tebing Tinggi 30,0 Papua Barat Teluk Bintuni 83,1
6 Maluku Kota Ambon 30,0 Papua Sarmi 82,4
7 Jawa Barat Kuningan 30,3 Papua Intan Jaya 82,0

58 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


8 Sumatera Barat Agam 30,7 Papua Waropen 81,9
9 Jawa Tengah Purworejo 30,7 Papua Mamberamo Tengah 81,8
10 Jawa Tengah Sragen 31,0 Kalimantan Timur Penajam Paser Utara 81,2
11 Jawa Barat Ciamis 31,4 Kalimantan Timur Tana Tidung 81,0
12 Jawa Tengah Wonogiri 31,6 Kalimantan Timur Kutai Barat 80,5
13 Sumatera Barat Tanah Datar 31,6 Papua Boven Digoel 80,5
14 Jawa Barat Tasikmalaya 31,7 Kepulauan Riau Natuna 79,9
15 Maluku Maluku Tengah 31,8 Papua Keerom 79,2
16 Sumatera Barat Padang Pariaman 32,2 Papua Mappi 78,8
17 Sumatera Barat Solok 32,2 Papua Barat Teluk Wondama 77,8
18 DI Yogyakarta Bantul 32,9 Kalimantan Timur Kutai Timur 77,6
19 Aceh Aceh Barat 33,0 Papua Supiori 77,3
20 Jawa Timur Magetan 33,0 Kalimantan Timur Kota Bontang 77,3

5.2. Analisis Belanja Daerah


Belanja daerah merupakan gambaran alokasi anggaran untuk melaksanakan
program/kegiatan dan pembiayaan Pembangunan. Pembangunan dimaksud meliputi
berbagai program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pembangunan di
berbagai sektor, termasuk untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah
yang mencukupi dan juga berkualitas. Dengan demikian, belanja yang berkualitas
diharapkan dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.

Melalui Profil Belanja daerah ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas
belanja berdasarkan pendekatan rasio antar beberapa komponen penting belanja daerah.
Komponen penting tersebut akan dilihat dari indikator sebagai berikut:

1. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja.


2. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja.
3. Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk.
4. Rasio belanja modal terhadap total belanja.
5. Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk.

5.2.1. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja


Rasio belanja pegawai terhadap total belanja dapat memberikan indikasi terhadap
porsi belanja pegawai atau di luar belanja pegawai yang khususnya untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi
APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan begitu sebaliknya semakin kecil
angka rasio belanja pegawai maka semakin kecil pula proporsi APBD yang dialokasikan
untuk belanja pegawai APBD. Belanja pegawai yang dihitung dalam rasio ini melipui
belanja pegawai langsung dan belanja pegawai tidak langsung.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 59


Rasio belanja pegawai terhadap total belanja Pemerintah Provinsi.

Rasio belanja pegawai pemerintah provinsi di Indonesia pada tahun 2008 rata-rata
sebesar 27,33 persen, menurun menjadi sebesar 21,05 persen pada tahun 2012. Pada
tahun 2012, sebanyak 15 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih rendah
dibandingkan rata-rata rasio provinsi tersebut dan sedangkan 18 provinsi lainnya di atas
rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio
belanja pegawai relatif tinggi. Pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai
terbesar adalah Pemprov DKI Jakarta dengan rasio sebesar 33,72 persen, sedangkan
pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terkecil adalah Pemprov Papua
Barat yang sebesar 9,17 persen. Perbaikan rasio belanja pegawai tidak langsung selama
periode 2008-2012 diperlihatkan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang
menurun tajam dari 69,63 persen pada tahun 2008 menjadi 18,90 persen pada tahun 2012.
Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai terhadap total belanja masing-
masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5-7.

Gambar 5-7.
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah
Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
Rasio Belanja Pegawai (langsung+tidak langsung) Pemprov 2008

80,00 Rasio Belanja Pegawai (langsung+tidak langsung) Pemprov 2012


Rasio Belanja Pegawai (langsung+tidak langsung) Rata-rata Pemprov 2012
70,00

60,00

50,00

40,00 33,72
30,00
21,05
20,00
9,17
10,00

-
Sulawesi Tenggara
NTB
Sumatera Barat
Papua

DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan

Lampung

Jambi
Sumatera Utara

Jawa Tengah

Bali

Sulawesi Utara
Jawa Timur

Kalimantan Selatan
Banten

Aceh

Riau

Bangka Belitung

Maluku Utara

Sulawesi Tengah

Bengkulu
Sumatera Selatan
Kepulauan Riau

Gorontalo

Maluku
Sulawesi Barat

NTT
DI Yogyakarta
Jawa Barat
Papua Barat

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten Dan Kota
Se-Provinsi.
Rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi di Indonesia
pada tahun 2008 rata-rata sebesar 40,13 persen, meningkat menjadi sebesar 43,32 persen
pada tahun 2012. Pada tahun 2012, sebanyak 13 Provinsi memiliki rasio belanja pegawai
yang lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio Provinsi tersebut dan sedangkan 20
Provinsi lainnya di atas rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah kabupaten

60 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


dan kota se-Provinsi masih memiliki rasio belanja pegawai relatif tinggi. Pemerintah
kabupaten dan kota se-Provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terbesar adalah DI.
Yogyakarta dengan rasio sebesar 56,41 persen, sedangkan rasio belanja pegawai terkecil
adalah pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Kalimantan Timur sebesar 25,64
persen. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai terhadap total belanja
masing-masing pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 5-8.

Gambar 5-8.
Rasio Belanja Pegawai Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Terhadap Total Belanja
Pemerintah Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.

Rasio Belanja Pegawai (langsung+tidak langsung) Se-Prov 2008


60,00 56,41 Rasio Belanja Pegawai (langsung+tidak langsung) Se-Prov 2012
Rasio Belanja Pegawai (langsung+tidak langsung) Rata-rata Se-Prov 2012
50,00
43,32
40,00

30,00 25,64

20,00

10,00

-
Lampung
Jawa Timur

Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Nusa Tenggara Timur

Bangka Belitung
Banten

Maluku Utara
Gorontalo
DI Yogyakarta

Sulawesi Barat
Jawa Barat

Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat

Sumatera Barat

Papua Barat
Papua

DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Bali

Sumatera Utara

Sulawesi Utara

Jambi
Riau
Kepulauan Riau

Sumatera Selatan
Maluku
Aceh

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Rasio belanja pegawai untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kota
Langsa Provinsi Aceh dengan Rasio Belanja sebesar 76,69 persen , dan Rasio Belanja
terendah di Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat sebesar 14,66 persen.
Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian
besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara untuk
Rasio belanja pada 20 kabupaten/kota terendah, sebagian besar berada di kabupaten-
kabupaten di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua
Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja pegawai tinggi tersebut,
umumnya dipengaruhi oleh banyaknya pagawai, sejalan dengan banyaknya jumlah
penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah Papua yang berpenduduk
sedikit. Rincian untuk 20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah
untuk Rasio belanja, dapat dilihat pada Tabel 5.5

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 61


Tabel 5.5:
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Menurut 20 Peringkat
Tertinggi dan Terendah.
No. 20 Peringkat Terendah Rasio Belanja Pegawai 20 Peringkat Tertinggi Rasio Belanja Pegawai
(langsung+tidak langsung) (langsung+tidak langsung)
Provinsi Kabupaten/Kota (%) Provinsi Kabupaten/Kota (%)
2012 2012
1 Papua Barat Kab. Tambrauw 14,66 Aceh Kota Langsa 76,69
2 Kaltim Kab. Tana Tidung 15,03 Jawa Barat Kab. Kuningan 73,99
3 Papua Kab. Mamberamo Tengah 16,31 Maluku Kota Ambon 73,39
4 Papua Kab. Mamberamo Raya 16,77 Jatim Kab. Ngawi 72,97
5 Papua Kab. Puncak 16,87 DIY Kab. Bantul 71,94
6 Kaltim Kab. Penajam Paser Utara 21,37 Aceh Kab. Bireuen 71,81
7 Papua Kab. Supiori 22,10 Jateng Kab. Klaten 71,61
8 Papua Kab. Intan Jaya 22,42 Aceh Kab. Aceh Barat 70,93
9 Kaltim Kab. Malinau 23,07 Gorontalo Kota Gorontalo 70,31
10 Papua Kab. Yalimo 23,83 Jateng Kab. Karanganyar 70,12
11 Papua Kab. Boven Digoel 24,07 Sumut Kota Padang Sidimpuan 70,00
12 Kepri Kab. Natuna 24,09 NTB Kab. Lombok Tengah 69,82
13 Papua Kab. Nduga 24,24 Jawa Barat Kab. Ciamis 69,45
14 Papua Barat Kab. Teluk Bintuni 24,65 Sulteng Kota Palu 69,31
15 Riau Kab. Bengkalis 25,05 Bengkulu Kota Bengkulu 68,93
16 Papua Barat Kab. Teluk Wondama 25,20 Sumut Kota Pematang Siantar 68,66
17 Papua Barat Kab. Kaimana 26,07 Jateng Kab. Purworejo 68,58
18 Kaltim Kab. Kutai Kartanegara 26,65 Aceh Kab. Pidie 68,52
19 Kaltim Kab. Kutai Timur 26,72 NTT Kota Kupang 68,39
20 Papua Kab. Keerom 27,10 Jateng Kab. Sragen 67,98

5.2.2. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja.


Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. Rasio belanja
pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja
daerah terhadap pembayaran gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD). Semakin besar
rasionya maka semakin besar belanja daerah yang dibelanjakan untuk membayar gaji
pegawai daerah dan sebaliknya, semakin kecil angka rasionya maka semakin kecil
belanja daerah yang dipergunakan untuk membayar gaji pegawai daerah.

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Pemerintah


Provinsi

Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap belanja daerah pemerintah Provinsi
memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun
2008 sebesar 21,14 persen, menurun menjadi 17.15 persen pada tahun 2012. Berdasarkan
angka rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2012, sebanyak 16

62 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka tersebut, dan 17 Provinsi memiliki
rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah Provinsi masih
memiliki rasio belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) relatif tinggi. DKI Jakarta
memiliki rasio tertinggi sebesar 29.69 persen, sedangkan yang terendah, adalah Pemprov
Papua Barat, memiliki rasio sebesar 6,01 persen. Perbaikan rasio belanja pegawai tidak
langsung selama periode 2008-2012 diperlihatkan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan yang menurun tajam dari 65,30 persen pada tahun 2008 menjadi 15,51 persen
pada tahun 2012. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai tidak langsung
terhadap total belanja masing-masing Pemerintah Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 5.9.

Gambar 5-9.
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing
Pemerintah Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Pemprov 2008
70,00 Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Pemprov 2012
Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Rata-rata Pemprov 2012
60,00
50,00
40,00
29,69
30,00
17,15
20,00
10,00 6,01

0,00
Jawa Timur

Sulawesi Tengah

Bengkulu
Gorontalo
NTT
Jawa Barat

Sulawesi Tenggara
NTB
Papua Barat

Sumatera Barat
Papua
Kalimantan Timur

DKI Jakarta
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan

Lampung

Jambi
Sumatera Utara

Jawa Tengah

Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
Bali
Banten

Aceh

Riau

Bangka Belitung

Maluku Utara
Sumatera Selatan
Kepulauan Riau

Maluku
Sulawesi Barat

DI Yogyakarta

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Pemerintah


Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi.

Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap belanja daerah pemerintah


kabupaten dan kota se-Provinsi memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja
pegawai tidak langsung pada tahun 2008 sebesar 33,57 persen, meningkat menjadi 38,45
persen pada tahun 2012. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung
pada tahun 2012, sebanyak 22 Provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka
tersebut, dan 11 Provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian
besar pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi telah memiliki rasio belanja Pegawai
Negeri Sipil Daerah (PNSD) yang relatif rendah. Kabupaten dan kota se-Provinsi DI.
Yogyakarta memiliki rasio tertinggi sebesar 51,02 persen, sedangkan yang terendah,
adalah Kabupaten dan kota se-Provinsi Kalimantan Timur, memiliki rasio sebesar 19,37
persen. Peningkatan rasio belanja pegawai tidak langsung selama periode 2008-2012

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 63


diperlihatkan oleh setiap Provinsi. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai
tidak langsung terhadap total belanja masing-masing Pemerintah kabupaten dan kota se-
Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5-10.

Gambar 5-10.
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing
Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.

Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Se-Prov 2008


60,00 Rasio Belanja Pegawai tidak langsung seProv 2012
51,02 Rasio Belanja Pegawai tidak langsung Rata-rata Se-Prov 2012
50,00

40,00 38,45

30,00
19,37
20,00

10,00

0,00
Lampung
Jawa Timur

Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
Bengkulu

Bangka Belitung
Banten

Maluku Utara
Gorontalo
DI Yogyakarta

Sulawesi Barat
Jawa Barat

Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat

Sumatera Barat

Papua Barat
Papua

DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
Bali

Sumatera Utara

Sulawesi Utara

Jambi
Riau
Kepulauan Riau

Nusa Tenggara Timur

Sumatera Selatan
Maluku
Aceh

Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung (PNSD) Terhadap Total Belanja


Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Rasio belanja pegawai tidak langsung atau untuk Pegawai Negeri Sipil Daerah
(PNSD) pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kota Ambon dengan Rasio Belanja
sebesar 71,11 persen , dan Rasio Belanja terendah di Kabupaten Memberamo Raya
Provinsi Papua sebesar 10,29 persen. Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20
kabupaten/kota tertinggi, belanja untuk PNSD sebagian besar terdapat di kabupaten-
kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara untuk Rasio belanja terendah
sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia bagian timur,
khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan
rasio belanja PNSD tinggi tersebut, umumnya dipengaruhi oleh banyaknya PNSD, sejalan
dengan banyaknya jumlah penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah
Papua yang berpenduduk sedikit memiliki jumlah PNSD yang sedikit pula. Rincian untuk
20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja PNSD, dapat
dilihat pada Tabel 5.6.

64 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Tabel 5.6:
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung (PNSD) Terhadap Total Belanja Kabupaten
dan Kota Tahun 2012.
20 Peringkat Terendah Rasio Belanja Pegawai tidak 20 Peringkat Tertinggi Rasio Belanja Pegawai
No. langsung tidak langsung
Provinsi Kabupaten/Kota (%) Provinsi Kabupaten/Kota (%)
1 Papua Kab. Mamberamo Raya 10,29 Maluku Kota Ambon 71,11
2 Papua Kab. Puncak 11,21 Jatim Kab. Ngawi 70,43
3 Papua Kab. Mamberamo Tengah 11,24 Jateng Kab. Klaten 70,41
4 Kaltim Kab. Tana Tidung 11,90 Jawa Barat Kab. Kuningan 68,93
5 Papua Barat Kab. Tambrauw 12,35 Jateng Kab. Karanganyar 66,97
6 Papua Barat Kab. Kaimana 15,88 DIY Kab. Bantul 66,96
7 Kaltim Kab. Penajam Paser Utara 16,19 Jawa Barat Kab. Ciamis 66,58
8 Papua Barat Kab. Teluk Bintuni 16,38 Aceh Kab. Aceh Barat 66,39
9 Kepri Kab. Natuna 16,61 NTB Kab. Lombok Tengah 66,23
10 Kaltim Kab. Malinau 17,05 Jateng Kab. Sragen 66,14
11 Papua Kab. Sarmi 17,21 Aceh Kab. Bireuen 65,84
12 Papua Kab. Waropen 17,60 Jateng Kab. Purworejo 65,66
13 Papua Kab. Intan Jaya 18,03 Aceh Kab. Pidie 65,62
14 Papua Kab. Supiori 18,09 Maluku Kab. Maluku Tengah 64,94
15 Papua Kab. Boven Digoel 18,43 Sumut Kota Padang Sidimpuan 64,67
16 Kepri Kab. Lingga 19,50 Sulut Kab. Minahasa 64,33
17 Kaltim Kab. Kutai Barat 19,83 Sumbar Kab. Agam 64,33
18 Kaltim Kab. Kutai Timur 20,16 Jawa Barat Kab. Tasikmalaya 64,12
19 Papua Kab. Yalimo 20,24 Sumut Kota Tebing Tinggi 64,12
20 Kaltim Kota Bontang 20,28 Sumbar Kab. Padang Pariaman 64,06

5.2.3. Rasio Belanja Modal Per Total Belanja


Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja
daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja Modal merupakan belanja
pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin
tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi

Rasio Belanja Modal Per Total Belanja Pemerintah Provinsi

Rasio belanja modal pemerintah Provinsi terhadap total belanja daerahnya pada
tahun 2008 sebesar 25,35 persen menurun menjadi 17,44 persen. Berdasarkan angka rata-
rata rasio belanja modal pada tahun 2012, sebanyak 18 Provinsi memiliki rasio yang lebih
kecil dari angka tersebut, dan 15 Provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan
demikian, sebagian besar pemerintah Provinsi masih memiliki rasio belanja modal relatif
rendah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio tertinggi sebesar 32,35 persen,
sedangkan yang terendah, adalah Pemprov Jawa Tengah memiliki rasio sebesar 5,88
persen. Selama periode 2008-2012, sebagian besar pemerintah Provinsi mengalami

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 65


penurunan rasio modal dibanding total belanja. Gambaran selengkapnya tentang rasio
belanja modal terhadap total belanja masing-masing Pemerintah Provinsi di Indonesia
dapat dilihat pada Gambar 5-11.

Gambar 5-11:
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi
Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.
Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja PemProv 2008
Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja PemProv 2012
60,00
Rata-rata Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja PemProv 2012

50,00

40,00
32,35
30,00
17,44
20,00

10,00 5,88

0,00

Lampung
Jawa Timur

Kalimantan Selatan
Aceh

Sulawesi Tengah

Bengkulu

Bangka Belitung

Banten

Maluku Utara
Gorontalo
NTT
DI Yogyakarta

Sulawesi Barat
Jawa Barat

Sulawesi Tenggara
NTB

Papua Barat

Sumatera Barat
Papua

Kalimantan Timur

DKI Jakarta
Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah

Sumatera Utara
Bali

Sulawesi Utara

Jambi
Riau
Kepulauan Riau

Sumatera Selatan
Maluku

Rasio Belanja Modal Per Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-
Provinsi

Rasio belanja modal pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi terhadap total
belanja daerahnya pada tahun 2008 sebesar 29,99 persen menurun menjadi 22,68 persen
pada tahun 2012. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja modal pada tahun 2011,
Sebanyak 16 Provinsi memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-rata, sedangkan
21 Provinsi memiliki rasio belanja modal terhadap belanja pegawai yang lebih kecil dari
rata-rata. Pemerintah kabupaten dan kota di Prov. Kalimantan Timur memiliki rasio
belanja modal yang terbesar yaitu sebesar 36,27 persen, sedangkan pemerintah kabupaten
dan kota di Prov. DI Yogyakarta memiliki rasio terkecil yaitu 11,70 persen. Selama
periode 2008-2012, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi mengalami
penurunan rasio modal terhadap total belanja. Gambaran selengkapnya tentang rasio
belanja modal terhadap total belanja masing-masing Pemerintah kabupaten dan kota se-
Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5-12.

66 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Gambar 5-12.
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah
Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 dan 2012.

Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja Se-Prov 2008


50,00 Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja Se-Prov 2012
Rata-rata Rasio Belanja Modal Thdp Total Belanja Se-Prov 2012
45,00
40,00 36,27
35,00
30,00
25,00
22,68
20,00
15,00 11,70
10,00
5,00
0,00

Lampung
Jawa Timur

Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
Bengkulu

Bangka Belitung
Banten

Maluku Utara
Gorontalo
DI Yogyakarta

Sulawesi Barat
Jawa Barat

Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Barat

Sumatera Barat

Papua Barat
Papua

DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan

Jambi
Jawa Tengah
Bali

Sumatera Utara

Sulawesi Utara

Riau
Kepulauan Riau

Nusa Tenggara Timur

Sumatera Selatan
Maluku
Aceh

Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan


Kota

Rasio belanja modal pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten
Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur dengan Rasio Belanja sebesar 63,32 persen , dan
Rasio Belanja terendah di Kota Tebing tinggi Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp 5,88
persen. Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi,
persentase belanja modal tertinggi sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di
wilayah Indonesia Timur. Sementara untuk Rasio belanja modal terendah sebagian besar
berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Bali. Distribusi kabupaten-kabupaten
dengan rasio belanja modal tinggi tersebut, berbanding terbalik dengan rasio belanja
pegawai. Rincian untuk 20 Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah
untuk Belanja modal, dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7.
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Tahun 2012.

No. 20 Peringkat Terendah Rasio Belanja Modal 20 Peringkat Terendah Rasio Belanja Modal Thdp
Thdp Total Belanja Total Belanja
Provinsi Kabupaten/Kota (%) Provinsi Kabupaten/Kota (%)

1 Sumut Kota Tebing Tinggi 5,88 Kaltim Kab. Tana Tidung 63,32
2 Jawa Barat Kota Tasikmalaya 7,82 Papua Barat Kab. Tambrauw 57,94
3 Jawa Barat Kab. Sukabumi 7,97 Kaltim Kab. Penajam Paser Utara 56,89
4 Aceh Kab. Aceh Barat 8,89 Papua Kab. Mamberamo Tengah 54,60
5 Jateng Kab. Karanganyar 9,06 Maluku Utara Kab. Kepulauan Sula 49,27

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 67


6 DIY Kab. Sleman 9,07 Riau Kab. Rokan Hilir 48,11
7 DIY Kota Yogyakarta 9,11 Papua Kab. Intan Jaya 45,93
8 Aceh Kab. Aceh Besar 9,40 Papua Kab. Mamberamo Raya 45,83
9 Aceh Kota Banda Aceh 9,45 Sumut Kab. Nias Barat 45,74
10 Jawa Barat Kab. Kuningan 10,28 Papua Kab. Puncak 45,43
11 Bengkulu Kota Bengkulu 10,29 Sumsel Kab. Musi Banyuasin 44,56
12 Jatim Kab. Ngawi 10,30 Papua Barat Kab. Teluk Bintuni 44,50
13 Jawa Barat Kota Sukabumi 10,40 Sultra Kab. Buton Utara 44,39
14 Sumut Kota Padang Sidimpuan 10,53 Kaltim Kota Tarakan 44,29
15 Jawa Barat Kota Cirebon 10,57 Papua Kab. Yalimo 43,81
16 DIY Kab. Bantul 10,61 Kaltim Kab. Kutai Kartanegara 42,63
17 Bali Kab. Buleleng 10,73 Papua Kab. Supiori 42,19
18 Jateng Kab. Temanggung 10,86 Kaltim Kab. Malinau 42,05
19 NTT Kota Kupang 11,08 NTT Kab. Sabu Raijua 41,83
20 Jateng Kab. Purbalingga 11,51 Sumut Kab. Nias 41,78

5.3. Perimbangan Kondisi Keuangan Daerah Dengan Kondisi Sosial


Masyarakat
Infomasi perimbangan kondisi keuangan daerah dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat dapat memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran dan kinerja
kemampuan keuangan daerah terhadap peningkatan kondisi sosial masyarakat. Gambaran
terhadap kondisi sosial masyarakat ini akan dijelaskan dari aspek pendidikan dan
kesehatan, yaitu dengan berdasarkan indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Umur
Harapan Hidup (UHH). Untuk melihat kondisi keuangan daerah dapat diperkirakan
dengan menggunakan struktur APBD menurut urusan, yaitu untuk sektor pendidikan dan
kesehatan.

Pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang tersedia, yaitu untuk indikator
kesehatan dan pendidikan menggunakan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS), dan data struktur APBD yang bersumber dari Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (Kementerian Keuangan). Rata-rata belanja untuk urusan pendidikan dan
kesehatan dihitung dari total belanja dari pemerintah Provinsi ditambah dengan belanja
dari pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi. Dengan demikian, informasi ini akan
menggambarkan kondisi perimbangan pada agregat Provinsi.

Pada Gambar 5.13, tampak perimbangan Umur Harapan Hidup dengan belanja
pemerintah urusan kesehatan. Pada Kuadran I, sebanyak 5 Provinsi yang berada pada
kelompok Umur Harapan Hidup di atas rata-rata nasional dan dukungan belanja
pemerintah urusan kesehatan juga berada di atas rata-rata nasional. Provinsi tersebut
meliputi: Provinsi Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,
dan Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk kelima Provinsi tersebut sudah mengindikasikan
adanya keberpihakan dalam alokasi anggaran untuk urusan kesehatan yang sudah berada
di atas rata-rata nasional.

68 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Kondisi sebaliknya yang menunjukkan kurangnya keberpihakan alokasi belanja untuk
urusan kesehatan dapat ditunjukkan pada daerah yang menempati Kuadran III, yaitu
sebanyak 9 Provinsi. Rincian Provinsi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 5-13. dan
Tabel 5.8.

Gambar 5-13.
Perimbangan Indeks Harapan Hidup dengan belanja pemerintah Urusan
kesehatan.
Kuadran II Kuadran I
74.00
Dl Yogyakarta DKI Jakarta

Sulawesi Utara
72.00
Jawa Tengah Riau
Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Bali
Usia Harapan Hidup tahun 2010 (Tahun)

Bengkulu Sulawesi Selatan


70.00 Jawa Timur
Kep. Riau
Lampung Sumatera Barat Kep. Bangka Belitung
Aceh
Jambi
Jawa Barat Papua
Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Papua Barat
68.00
NTT Maluku

Gorontalo
Sulawesi Tengah

Kalimantan Barat Maluku Utara


66.00
Kuadran III Kuadran
Banten
IV

64.00 Kalimantan Selatan

NTB
62.00

0.00 200000.00 400000.00 600000.00 800000.00


Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan Perkapita, tahun 2007-2010 (Rp/Kapita)

Keterangan:
Kuadran I : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan
Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya
keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat.

Kuadran II : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada
di bawah rata-rata Provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata Provinsi (Nasional).
Memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan masih belum optimal, walaupun
kondisi kesehatan masyarakat sudah berada di atas rata nasional.

Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan
Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan indikasi
rendahnya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang
masih rendah.

Kuadran IV : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada
di atas rata-rata Provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata Provinsi (Nasional).
Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan untuk melakukan perbaikan
kondisi kesehatan masyarakat yang masih rendah.

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 69


Tabel. 5.8.
Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Kesehatan Menurut Umur
Harapan Hidup (UHH).
N0 PROVINSI Rata2 Belanja UHH 2010 kuadran
Menurut urusan (1) Vs (2)
Kesehatan 07-10
(Rp./Kapita)
(0) (1) (2) (3)
1 Aceh 476.997 68,70 IV
2 Sumatera Utara 146.788 69,50 II
3 Sumatera Barat 248.397 69,50 II
4 Riau 244.418 71,40 II
5 Jambi 246.600 69,10 III
6 Sumatera Selatan 204.723 69,60 II
7 Bengkulu 382.845 69,90 I
8 Lampung 111.088 69,50 II
9 Kep. Bangka Belitung 674.055 68,90 IV
10 Kep. Riau 418.179 69,80 I
11 DKI Jakarta 294.043 73,20 II
12 Jawa Barat 82.103 68,20 III
13 Jawa Tengah 126.808 71,40 II
14 Dl Yogyakarta 154.236 73,22 II
15 Jawa Timur 136.283 69,60 II
16 Banten 94.821 64,90 III
17 Bali 240.110 70,72 II
18 Nusa Tenggara Barat 155.998 62,11 III
19 Nusa Tenggara Timur 206.306 67,50 III
20 Kalimantan Barat 228.628 66,60 III
21 Kalimantan Tengah 373.238 71,20 I
22 Kalimantan Selatan 336.147 63,81 IV
23 Kalimantan Timur 650.860 71,20 I
24 Sulawesi Utara 220.171 72,22 II
25 Sulawesi Tengah 180.550 66,60 III
26 Sulawesi Selatan 435.456 70,00 I
27 Sulawesi Tenggara 461.125 67,80 IV
28 Gorontalo 216.813 66,81 III
29 Sulawesi Barat 210.231 67,80 III
30 Maluku 320.034 67,40 IV
31 Maluku Utara 363.805 66,01 IV
32 Papua Barat 875.987 68,51 IV
33 Papua 777.977 68,60 IV
RATA-RATA PROVINSI 311.995 69,43

Pada Gambar 5-14, menunjukkan perimbangan antara pencapaian Rata-rata lama sekolah
dengan belanja pemerintah urusan pendidikan. Pada Kuadran I, sebanyak 11 Provinsi
yang berada pada kelompok Rata-rata Lama Sekolah di atas rata-rata nasional dan

70 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


memiliki dukungan belanja pemerintah urusan pendidikan juga berada di atas rata-rata
nasional. Untuk kelima Provinsi tersebut sudah mengindikasikan adanya keberpihakan
dalam alokasi anggaran untuk urusan pendidikan yang sudah berada di atas rata-rata
nasional.

Kondisi sebaliknya yang menunjukkan kurangnya keberpihakan alokasi belanja untuk


urusan pendidikan dapat ditunjukkan pada daerah yang menempati Kuadran III, yaitu
sebanyak 8 Provinsi. Rincian Provinsi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 5-14. dan
Tabel 5.9

Gambar 5-14.
Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan belanja pemerintah Urusan Pendidikan.

12.00 Kuadran II Kuadran I

DKI Jakarta
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) tahun 2011 (Tahun)

10.00 Jambi

Jawa Timur Kalimantan Timur


Sulawesi Utara
Aceh Papua Barat
Sumatera Utara Riau Maluku
Jawa Tengah
Maluku Utara Bali Sulawesi Tenggara Kep. Bangka Belitung
Jawa Barat Sumatera Barat
8.00 Kep. Riau Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah Bengkulu Kalimantan Tengah
Banten Lampung Gorontalo Kalimantan Selatan
Sulawesi Barat
Dl Yogyakarta
NTB
NTT Kalimantan Barat

6.00 Papua

4.00 Kuadran III Kuadran IV

250000.00 500000.00 750000.00 1000000.00 1250000.00 1500000.00


Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Perkapita, tahun 2007-2011 (Rp/Kapita)

Keterangan:
Kuadran I : Rata-rata Belanja urusan pendidikan pada periode 2007-2011 (Rp./Kapita) dan
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Provinsi berada di atas rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan
indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan terhadap kondisi pendidikan
masyarakat.

Kuadran II : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2011


(Rp./Kapita) berada di bawah rata-rata Provinsi dan RLS Provinsi berada di atas rata-rata Provinsi
(Nasional). Memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan masih belum
optimal, walaupun kondisi pendidikan masyarakat sudah berada di atas rata nasional.

Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2010
(Rp./Kapita) dan RLS Provinsi berada di bawah rata-rata Provinsi (Nasional). Memberikan

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 71


indikasi rendahnya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan terhadap kondisi pendidikan
masyarakat yang masih rendah.

Kuadran IV : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2010


(Rp./Kapita) berada di atas rata-rata Provinsi dan RLS Provinsi berada di bawah rata-rata Provinsi
(Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan untuk
melakukan perbaikan kondisi pendidikan masyarakat yang masih rendah.

Tabel. 5.9.
Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-Rata
Lama Sekolah
No Provinsi Rata2 Belanja urusan RLS 2011 kuadran (1) Vs
Pendidikan 07-11 (2)
(Rp./Kapita)
(0) (1) (2) (3)
1 Aceh 1.111.010 8,80 I
2 Sumatera Utara 471.855 8,80 II
3 Sumatera Barat 760.279 8,40 I
4 Riau 782.251 8,60 I
5 Jambi 681.016 9,70 II
6 Sumatera Selatan 540.985 8,00 II
7 Bengkulu 728.320 7,80 IV
8 Lampung 422.716 7,50 III
9 Kep. Bangka Belitung 1.151.102 8,30 I
10 Kep. Riau 977.241 7,70 IV
11 DKI Jakarta 890.651 10,40 I
12 Jawa Barat 296.102 7,90 II
13 Jawa Tengah 398.655 8,40 II
14 Dl Yogyakarta 548.403 7,20 III
15 Jawa Timur 336.768 9,10 II
16 Banten 273.519 7,30 III
17 Bali 662.249 8,30 II
18 Nusa Tenggara Barat 451.006 6,90 III
19 Nusa Tenggara Timur 544.617 6,80 III
20 Kalimantan Barat 536.350 6,80 III
21 Kalimantan Tengah 965.901 8,00 I
22 Kalimantan Selatan 738.733 7,60 IV
23 Kalimantan Timur 1.227.845 9,10 I
24 Sulawesi Utara 791.363 8,90 I
25 Sulawesi Tengah 427.213 8,00 II
26 Sulawesi Selatan 1.181.944 7,70 IV
27 Sulawesi Tenggara 1.085.702 8,20 I
28 Gorontalo 534.202 7,30 III
29 Sulawesi Barat 531.094 7,00 III
30 Maluku 799.672 8,70 I
31 Maluku Utara 662.084 8,20 II
32 Papua Barat 1.415.724 8,80 I
33 Papua 1.057.507 5,80 IV
RATA-RATA PROVINSI 726.790 7,90

72 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


LAMPIRAN:PDRBPERKAPITAADHBMENURUTKABUPATEN/KOTA(RP.JUTA/JIWA)
Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
1101 Simeulue 4.718 5.394 6.022 6.728 7.204
1102 AcehSingkil 5.557 5.972 6.430 6.984 7.672
1103 AcehSelatan 9.231 10.359 11.067 11.942 13.099
1104 AcehTenggara 6.504 6.946 7.580 8.338 9.092
1105 AcehTimur 19.462 21.620 17.490 18.640 19.202
1106 AcehTengah 11.898 12.732 13.934 15.300 16.799
1107 AcehBarat 12.898 14.696 15.967 17.321 18.418
1108 AcehBesar 12.078 13.399 14.848 16.353 17.776
1109 Piddie 7.460 8.467 9.531 10.786 12.107
1110 Bireuen 10.307 11.985 13.709 15.468 16.581
1111 AcehUtara 22.853 26.357 21.301 21.186 21.940
1112 AcehBaratDaya 8.178 9.391 10.588 11.807 13.020
1113 GayoLues 7.953 9.095 9.922 10.766 11.372
1114 AcehTamiang 7.840 8.484 8.572 9.255 9.713
1115 NaganRaya 14.639 16.712 17.382 18.208 19.364
1116 AcehJaya 8.341 9.647 10.914 12.532 13.779
1117 BenerMeriah 10.173 11.437 12.981 14.454 15.883
1118 PidieJaya 7.061 7.820 8.554 9.303 10.172
1171 KotaBandaAceh 22.233 26.157 30.343 34.752 39.342
1172 KotaSabang 12.931 14.281 15.785 17.254 18.060
1173 KotaLangsa 8.587 9.883 11.173 12.341 13.116
1174 KotaLhokseumawe 59.483 62.281 61.303 61.887 62.336
1175 Subulussalam 4.155 4.502 4.893 5.336 5.825
1100 Aceh 16.849 17.056 16.337 17.351 18.606
1201 Nias 6.942 7.953 7.494 8.681 9.801
1202 MandailingNatal 6.585 7.554 8.422 9.181 10.147
1203 TapanuliSelatan 8.795 9.611 10.422 11.922 13.419
1204 TapanuliTengah 5.540 6.034 6.548 7.348 8.120
1205 TapanuliUtara 10.076 11.418 12.263 13.635 14.750
1206 TobaSamosir 14.069 15.939 17.702 19.810 22.075
1207 LabuhanBatu 14.655 16.775 16.312 18.334 20.407
1208 Asahan 12.512 14.433 15.724 17.855 20.237
1209 Simalungun 9.291 10.241 11.313 12.671 14.088
1210 Dairi 10.622 11.561 12.574 13.989 15.505
1211 Karo 13.454 14.911 16.350 19.022 21.551
1212 DeliSerdang 15.793 17.753 19.583 22.232 24.970
1213 Langkat 11.951 13.769 15.330 17.759 20.249
1214 NiasSelatan 5.989 6.506 7.007 7.749 8.353
1215 HumbangHasundutan 10.435 11.830 12.901 14.396 16.114
1216 PakpakBarat 6.051 6.644 7.300 8.193 9.128
1217 Samosir 10.543 11.480 12.615 13.954 15.197
1218 SerdangBedegai 10.792 12.552 14.272 16.315 18.178
1219 BatuBara 31.073 35.551 38.857 44.137 50.066

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 73


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
1220 PadangLawasUtara 5.327 5.689 6.145 7.093 8.138
1221 PadangLawas 5.393 5.918 6.494 7.718 8.678
1222 LabuhanBatuSelatan 20.103 22.649 25.339
1223 LabuhanBatuUtara 19.137 21.654 24.250
1224 NiasUtara 7.883 8.914 10.070
1225 NiasBarat 6.210 7.205 8.152
1271 KotaSibolga 12.717 14.609 16.104 18.274 19.916
1272 KotaTanjungBalai 14.344 16.440 18.097 20.444 22.111
1273 KotaPematangSiantar 13.315 14.855 16.008 1.774 19.155
1274 KotaTebingTinggi 11.463 12.833 14.142 15.854 17.795
1275 KotaMedan 26.909 31.479 34.813 39.719 44.214
1276 KotaBinjai 13.873 15.832 17.672 20.091 22.947
1277 KotaPadangSidempuan 8.794 9.775 10.261 10.964 11.918
1278 GunungSitoli 14.253 15.482 18.464
1200 SUMATERAUTARA 14.442 16.813 18.331 21.237 23.975
1301 KepulauanMentawai 12.770 15.052 16.889 18.894 21.115
1302 PesisirSelatan 7.364 8.496 9.602 10.761 12.050
1303 Solok 10.031 11.765 13.396 15.233 17.261
1304 SawahLunto/Sijunjung 10.841 12.414 13.581 15.045 16.739
1305 TanahDatar 11.357 12.996 14.345 16.023 17.766
1306 PadangPariaman 11.423 13.279 14.445 16.036 17.637
1307 Agam 10.057 11.632 12.918 14.495 16.104
1308 LimapuluhKoto 12.414 14.698 16.013 18.064 20.303
1309 Pasaman 9.128 10.408 11.528 12.963 14.598
1310 SolokSelatan 6.761 7.712 8.612 9.758 11.117
1311 DharmasRaya 10.188 11.671 12.597 13.989 15.839
1312 PasamanBarat 12.036 13.918 15.426 17.310 19.537
1371 KotaPadang 21.767 24.864 26.556 29.496 32.655
1372 KotaSolok 13.526 15.548 16.775 18.448 20.413
1373 KotaSawahLunto 13.711 15.463 17.473 19.724 22.142
1374 KotaPadangPanjang 13.844 15.466 17.466 19.549 21.875
1375 KotaBukitTinggi 13.611 16.124 17.523 19.600 21.701
1376 KotaPayakumbuh 11.649 13.274 14.395 16.144 18.250
1377 KotaPariaman 14.788 16.526 17.912 20.007 22.293
1300 SUMATERABARAT 12.808 15.002 18.022 17.995 20.169
1401 KuantanSengingi 30.044 36.333 40.964 46.112 51.874
1402 IndragiriHulu 29.006 35.609 42.157 48.363 58.884
1403 IndragiriHilir 23.199 28.655 32.112 41.471 49.090
1404 Pelalawan 40.708 47.229 52.025 56.070 61.618
1405 Siak 101.297 128.910 120.668 119.460 135.679
1406 Kampar 26.902 33.415 36.632 40.446 46.783
1407 RokanHulu 19.287 21.739 23.229 24.798 30.803
1408 Bengkalis 94.209 123.089 110.673 157.709 206.862

74 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**


1409 RokanHilir 47.444 59.285 63.176 66.539 74.840
1410 KepulauanMeranti 45.038 51.165
1471 KotaPekanBaru 25.038 29.844 34.636 40.939 48.652
1473 KotaDumai 26.410 37.186 44.342 53.759 61.341
1400 RIAU 41.958 53.335 55.387 62.412 72.031
1501 Kerinci 9.920 11.454 11.604 13.377 14.953
1502 Merangin 6.193 7.143 8.456 9.752 11.297
1503 Sarolangun 11.133 11.529 13.536 16.412 18.489
1504 Batanghari 10.183 12.372 13.556 16.059 19.005
1505 MuaraJambi 8.123 9.687 10.547 11.677 13.178
1506 TanjungJabungTimur 23.498 31.594 37.782 43.946 49.389
1507 TanjungJabungBarat 15.425 19.373 20.762 24.152 27.487
1508 Tebo 5.912 6.925 7.536 8.797 10.140
1509 Bungo 8.030 10.253 11.304 13.308 15.303
1571 KotaJambi 11.642 13.582 15.025 17.124 19.381
1572 KotaSungaiPenuh 15.740 18.451 20.600
1500 JAMBI 11.151 13.922 14.597 17.404 19.960
1601 OganKomeringUlu 14.062 16.176 16.263 17.949 20.276
1602 OganKomeringHilir 6.982 7.934 8.608 9.550 10.790
1603 MuaraEnim(Liot) 21.792 25.951 25.451 28.461 31.932
1604 Lahat 11.135 12.972 13.710 15.474 17.509
1605 MusiRawas 10.868 12.782 13.039 14.673 16.546
1606 MusiBanyuasin 42.560 49.348 46.039 49.647 53.905
1607 Banyuasin 11.379 13.565 14.057 15.893 17.648
1608 OganKomiringUluSelatan 6.160 7.113 8.232 9.488 10.737
1609 OganKomiringUluTimur 6.209 7.198 7.866 8.837 10.018
1610 Oganllir 6.976 7.914 8.635 9.815 11.179
1611 EmpatLawang 6.634 7.655 8.441 9.432 10.422
1671 KotaPalembang 24.854 30.023 31.756 36.016 39.572
1672 KotaPrabumulih 14.116 16.387 16.434 13.299 20.814
1673 KotaPagarAlam 7.218 8.319 9.001 9.927 11.178
1674 KotaLubukLinggau 7.730 8.563 9.470 10.642 12.035
1600 SUMATERASELATAN 15.541 18.565 18.736 21.145 23.980
1701 BengkuluSelatan 6.601 7.242 7.634 8.546 9.497
1702 RejangLebong 10.568 11.735 12.898 14.755 16.487
1703 BengkuluUtara 5.480 5.872 6.155 6.627 7.321
1704 Kaur 3.833 4.272 4.545 4.848 5.187
1705 Seluma 3.435 3.819 4.099 4.540 4.991
1706 Mukomuko 6.222 7.577 8.056 9.001 10.044
1707 Lebong 8.290 9.127 9.836 10.835 11.829
1708 Kepahiang 9.059 10.389 11.543 12.968 15.606
1709 BengkuluTengah 6.827 7.584 8.832 9.913
1771 Bengkulu 11.887 13.100 13.870 14.753 15.858
1700 BENGKULU 7.866 8.967 9.693 10.871 12.141

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 75


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
1801 LampungBarat 4.659 5.497 6.146 6.744 7.981
1802 Tanggamus 5.465 6.625 7.533 8.978 10.286
1803 LampungSelatan 7.222 8.460 9.879 11.193 12.202
1804 LampungTimur 7.683 8.702 9.477 11.060 12.412
1805 LampungTengah 8.073 9.648 11.750 14.222 18.356
1806 LampungUtara 8.515 9.694 11.401 13.950 17.684
1807 WayKanan 4.846 5.531 6.324 7.388 8.431
1808 TulangBawang 9.984 12.609 12.113 14.269 18.163
1809 Pesawaran 8.592 10.449 12.866 15.000
1810 Pringsewu 8.110 3.971
1811 Mesuji 15.704 17.088
1812 TulangBawangBarat 12.841 15.660
1871 KotaBandarLampung 12.487 15.921 19.630 22.043 25.031
1872 KotaMetro 5.496 6.220 7.160 8.031 8.976
1800 LAMPUNG 8.200 9.912 11.616 14.245 16.696
1901 Bangka 13.007 14.706 15.563 17.208 18.911
1902 Belitung 13.155 15.294 16.601 18.623 20.712
1903 BangkaBarat 26.024 30.891 32.935 36.386 39.517
1904 BangkaTengah 15.438 17.811 18.491 20.452 22.199
1905 BangkaSelatan 15.507 17.484 17.934 20.018 21.728
1906 BelitungTimur 15.317 17.942 19.553 22.313 24.438
1971 KotaPangkalPinang 13.320 15.027 16.160 18.614 20.703
1900 KEP.BANGKABELITUNG 15.989 18.564 19.331 21.716 23.979
2101 Karimun 15.157 16.603 13.269 20.172 21.548
2102 KepulauanRiau 26.338 27.844 29.051 31.095 32.596
2103 Natuna 59.464 60.855 57.525 60.044 60.295
2104 Lingga 8.738 9.817 10.732 11.852 12.532
2105 KepulauanAnambas 68.995 72.296 70.546
2171 KotaBatam 42.999 46.383 46.267 50.088 53.036
2172 KotaTanjungPinang 19.927 22.634 24.882 27.632 29.252
2100 KEPULAUANRIAL) 35.485 38.230 39.753 42.649 45.469
3101 Kep.Seribu 144.377 170.074 167.793 192.767 259.726
3171 KotaJakartaSelatan 65.017 75.769 83.154 92.508 103.615
3172 KotaJakartaTimur 38.537 44.702 48.964 54.509 60.743
3173 KotaJakartaPusat 162.684 198.706 222.774 251.814 283.985
3174 KotaJakartaBarat 39.299 45.799 50.542 56.381 63.482
3175 KotaJakartaUtara 68.505 80.417 87.043 97.698 109.847
3100 DKIJAKARTA 61.336 72.318 79.843 89.728 100.985
3201 Bogor 11.731 12.959 14.232 15.466 17.093
3202 Sukabumi 6.441 7.038 7.448 7.942 8.459
3203 Cianjur 6.547 7.275 7.778 8.491 9.308
3204 Bandung 11.257 12.619 13.273 14.501 15.852
3205 Garut 7.699 3.715 9.391 10.334 11.234

76 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**


3206 Tasikmalaya 5.760 6.376 7.177 7.622 3.167
3207 Ciamis 8.323 9.529 10.370 11.466 12.400
3208 Kuningan 5.956 6.858 7.926 8.818 9.504
3209 Cirebon 6.362 7.613 8.324 9.274 9.971
3210 Majalengka 6.270 7.153 7.730 8.708 9.259
3211 Sumedang 8.537 9.622 10.334 11.216 12.155
3212 Indramayu 20.981 25.125 25.296 27.895 31.321
3213 Subang 8.491 9.398 10.159 10.848 11.479
3214 Purwakarta 13.979 16.070 16.892 18.717 20.160
3215 Karawang 17.824 20.589 23.035 26.911 29.371
3216 Bekasi 32.289 34.376 35.542 37.077 39.876
3217 KabBandungBarat 8.639 9.936 10.671 11.616 12.589
3271 KotaBogor 9.624 11.089 12.789 14.636 16.009
3272 KotaSukabumi 11.131 12.764 14.928 17.327 19.474
3273 KotaBandung 21.769 25.749 29.626 34.241 39.220
3274 KotaCirebon 26.482 30.578 33.551 36.882 40.161
3275 KotaBekasi 11.995 13.474 13.894 15.281 17.052
3276 KotaDepok 6.877 7.807 8.400 9.286 10.122
3277 KotaCimahi 18.196 20.549 21.973 23.736 25.712
3278 KotaTasikmalaya 10.303 11.474 12.340 13.327 14.338
3279 KotaBanjar 7.591 8.347 9.179 10.103 10.929
3200 JAWABARAT 12.895 15.235 16.293 17.922 19.646
3301 Cilacap 39.839 49.937 51.918 56.681 62.322
3302 Banyumas 4.749 5.424 5.940 6.649 7.384
3303 Purbalingga 4.666 5.299 6.116 6.797 7.672
3304 Banjarnegara 5.458 8.391 6.949 7.712 8.557
3305 Kebumen 3.916 4.556 5.038 5.590 6.206
3306 Purworejo 6.645 7.618 8.388 9.299 10.257
3307 Wonosobo 3.937 4.422 4.752 5.203 5.719
3308 Magelang 5.040 5.634 6.082 6.789 7.412
3309 Boyolali 6.173 8.956 7.691 8.707 9.689
3310 Klaten 7.393 8.402 9.167 9.975 10.769
3311 Sukoharjo 8.674 9.842 10.868 12.025 13.333
3312 Wonogiri 4.830 5.618 6.145 7.250 7.712
3313 Karanganyar 8.626 9.541 10.353 11.343 12.634
3314 Sragen 5.257 6.024 6.840 7.801 8.819
3315 Grobogan 3.499 3.974 4.411 4.966 5.449
3316 Blora 3.797 4.387 4.815 5.390 5.860
3317 Rembang 6.176 6.929 7.562 8.404 9.187
3318 Pati 5.675 6.495 7.054 7.880 8.767
3319 Kudus 31.660 35.615 37.520 40.471 43.454
3320 Jepara 6.087 6.939 7.554 8.310 9.210
3321 Demak 4.133 4.730 5.083 5.620 6.165

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 77


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
3322 Semarang 9.034 10.160 10.913 11.896 13.235
3323 Temanggung 5.226 5.883 6.385 7.154 7.898
3324 Kendal 8.657 9.714 10.654 11.972 13.447
3325 Batang 5.571 6.225 6.660 7.455 8.287
3326 Pekalongan 6.135 7.038 7.698 8.622 9.566
3327 Pemalang 4.559 5.197 5.676 6.312 7.014
3328 Tegal 3.961 4.587 5.103 5.690 6.299
3329 Brebes 5.518 6.428 7.231 8.438 9.461
3371 KotaMagelang 12.584 14.174 15.741 17.807 19.625
3372 KotaSurakarta 13.848 15.832 17.788 19.909 21.985
3373 KotaSalatiga 8.239 9.230 9.842 10.857 11.915
3374 KotaSemarang 20.360 22.750 25.011 27.891 31.102
3375 KotaPekalongan 10.811 11.579 12.415 13.516 14.872
3376 KotaTegal 7.818 8.937 9.970 10.999 11.866
3300 JAWATENGAH 9.739 11.407 12.323 13.732 15.376
3401 KulonProgo 6.955 7.872 8.481 9.121 9.859
3402 Bantul 7.343 8.372 9.060 9.958 10.983
3403 GunungKidul 7.214 8.146 8.865 9.809 10.644
3404 Sleman 9.635 10.852 11.633 12.432 13.693
3471 KotaYogyakarta 21.947 25.095 27.220 30.306 33.069
3400 DIYOGYAKARTA 9.798 11.229 12.084 13.196 14.849
3501 Pacitan 4.321 4.976 5.532 6.200 6.879
3502 Ponorogo 5.781 6.656 7.527 8.710 9.772
3503 Trenggalek 5.969 6.903 7.728 8.704 9.800
3504 Tulungagung 11.482 13.257 14.734 16.460 18.416
3505 Blitar 7.836 8.970 9.899 11.023 12.276
3506 Kediri 7.520 8.435 9.314 10.431 11.590
3507 Malang 9.085 10.391 11.430 12.832 14.502
3508 Lumajang 9.742 11.139 12.330 13.797 15.397
3509 Jember 7.501 8.784 9.744 10.839 12.102
3510 Banyuwangi 10.328 11.899 13.368 14.956 16.850
3511 Bondowoso 6.790 7.762 8.537 9.488 10.568
3512 Situbondo 9.079 10.344 11.447 12.776 14.254
3513 Probolinggo 9.589 10.966 12.128 13.589 15.205
3514 Pasuruan 7.243 8.305 9.154 10.301 11.608
3515 Sidoarjo 21.670 24.113 26.328 29.105 33.018
3516 Mojokerto 12.628 14.413 15.804 17.801 20.137
3517 Jombang 8.240 9.508 10.468 11.694 13.187
3518 Nganjuk 7.606 8.776 9.702 10.818 12.032
3519 Madiun 7.377 8.440 9.257 10.417 11.678
3520 Magetan 8.239 9.589 10.596 11.899 13.268
3521 Ngawi 6.153 7.056 7.880 8.861 9.869
3522 Bojonegoro 9.425 11.397 13.940 18.352 22.696

78 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**


3523 Tuban 11.688 13.655 15.257 17.024 19.054
3524 Lamongan 6.757 7.726 8.778 9.986 11.353
3525 Gresik 21.623 24.805 28.644 32.300 36.646
3526 Bangkalan 6.061 6.850 7.462 8.234 9.192
3527 Sampang 5.015 5.589 6.077 6.517 7.293
3528 Pamekasan 4.547 5.117 5.580 6.177 7.015
3529 Sumenep 7.691 8.686 9.602 10.744 12.037
3571 KotaKediri 145.758 167.653 189.276 213.205 241.917
3572 KotaBlitar 10.764 12.343 13.759 15.387 17.130
3573 KotaMalang 25.858 30.388 33.344 37.553 41.494
3574 KotaProbolinggo 15.616 17.881 19.704 21.966 24.339
3575 KotaPasuruan 10.084 11.528 12.687 14.203 15.862
3576 KotaMojokerto 16.285 18.639 20.566 23.287 26.560
3577 KotaMadiun 19.901 23.113 25.707 29.225 33.091
3578 KotaSurabaya 52.569 59.520 64.898 74.186 84.513
3579 KotaBatu 11.734 13.578 15.157 17.119 19.334
3500 JAWATIMUR 14.629 16.807 18.446 20.775 23.460
3601 Pandeglang 5.515 6.175 6.734 7.563 8.143
3602 Lebak 5.229 5.770 6.333 6.993 7.526
3603 Tangerang 8.977 9.758 11.286 12.279 13.732
3604 Serang 7.295 7.858 8.301 9.012 9.880
3671 KotaTangerang 7.912 8.778 9.791 10.850
3672 KotaCilegon 23.872 25.306 28.184 31.648 34.506
3673 KotaSerang 64.057 70.333 76.398 83.554 89.579
3674 KotaTangerangSelatan 8.182 9.002 10.024
3600 BANTEN 12.500 13.852 14.707 16.148 17.595
5101 Jembrana 9.768 11.283 12.649 13.775 14.740
5102 Tabanan 8.475 9.784 10.838 12.008 12.874
5103 Badung 18.428 20.988 24.673 27.473 29.578
5104 Gianyar 10.653 12.268 13.878 15.617 16.932
5105 Klungkung 11.036 12.766 14.423 16.115 17.365
5106 Bangli 7.664 8.714 9.926 10.960 11.737
5107 Karangasem 7.051 8.167 9.319 10.432 11.454
5108 Buleleng 8.275 9.552 10.799 12.107 13.011
5171 KotaDenpasar 11.264 12.832 14.123 15.848 17.215
5100 BALI 12.018 13.886 15.794 17.141 18.502
5201 LombokBarat 4.844 5.453 6.019 6.580 7.250
5202 LombokTengah 3.625 4.175 4.801 5.411 6.208
5203 LombokTimur 3.958 4.475 5.022 5.622 6.323
5204 Sumbawa 8.509 7.405 8.373 9.540 11.053
5205 Dompu 6.610 7.277 8.168 9.062 10.559
5206 Bima 4.838 5.518 6.278 6.996 7.801
5207 SumbawaBarat 119.569 100.000 141.307 156.260 111.845

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 79


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
5208 LombokUtara 6.372 7.029 7.758
5271 KotaMataram 8.077 9.323 10.461 11.988 13.534
5272 KotaBima 5.025 5.618 6.330 7.016 7.822
5200 NUSATENGGARABARAT 7.697 8.017 9.881 11.013 10.720
5301 SumbaBarat 4.613 5.164 5.781 6.494 7.282
5302 SumbaTimur 4.650 5.342 5.834 6.471 7.240
5303 Kupang 4.660 5.183 5.793 6.921 7.664
5304 TimorTengahSelatan 3.574 4.100 4.573 5.064 5.651
5305 TimorTengahUtara 3.039 3.341 3.678 4.064 4.405
5306 Belu 4.168 4.435 4.842 5.291 5.622
5307 Alor 3.379 3.574 3.925 4.399 4.859
5308 Lembata 2.472 2.782 3.101 3.476 3.960
5309 FloresTimur 4.802 4.939 5.437 6.068 7.744
5310 Sikka 4.103 4.532 4.972 5.542 6.105
5311 Ende 4.593 5.236 5.852 6.560 7.706
5312 Ngada 4.725 5.400 5.963 6.696 7.320
5313 Manggarai 2.817 3.444 3.848 4.185 4.401
5314 RoteNda 4.436 4.229 4.541 4.982 5.553
5315 ManggaraiBarat 3.525 3.944 4.263 4.581 4.903
5316 SumbaBaratDaya 2.395 2.630 2.934 3.267 3.688
5317 SumbaTengah 3.212 3.716 4.201 4.750 5.239
5318 Nageko 3.538 4.507 4.892 5.417 5.859
5319 ManggaraiTimur 2.796 3.036 3.428 3.829
5320 SabuRaijua 4.474 5.263
5371 KotaKupang 10.298 11.333 12.355 13.927 15.597
5300 NUSATENGGARATIMUR 4.331 4.804 5.257 5.922 6.533
6101 Sambas 8.497 9.513 10.634 11.900 13.301
6102 Bengkayang 8.057 9.127 10.067 10.945 12.186
6103 Landak 6.599 7.453 8.154 8.983 10.013
6104 Pontianak 10.696 8.137 8.714 9.484 10.449
6105 Sanggau 13.985 15.318 17.567 19.774
6106 Ketapang 9.737 10.696 11.613 12.573 13.954
6107 Sintang 10.139 11.654 12.126 13.830 15.760
6108 KapuasHulu 7.679 8.627 9.608 10.732 12.003
6109 Sekadau 7.740 8.845 9.686 10.682 11.734
6110 Melawai 4.883 5.441 6.036 6.695 7.465
6111 KayongUtara 4.000 4.421 4.841 5.485 6.133
6112 KubuRaya 7.074 8.059 8.807 9.904 11.092
6171 KotaPontianak 15.433 17.424 20.321 22.654 24.898
6172 KotaSingkawang 9.876 11.037 12.063 13.510 15.095
6100 KALIMANTANBARAT 10.158 11.363 12.445 13.763 15.081
6201 KotawaringinBarat 15.034 16.390 17.678 19.125 21.394
6202 KotawaringinTimur 14.535 16.545 18.636 21.267 24.310

80 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**


6203 Kapuas 10.002 11.693 13.126 14.975 16.675
6204 BaritoSelatan 12.405 14.221 15.788 17.896 20.093
6205 BaritoUtara 14.051 15.545 17.263 19.365 21.827
6206 Sukamara 19.987 20.640 21.285 23.298 25.846
6207 Lamandau 13.525 14.460 15.248 17.135 19.175
6208 Seruyan 14.179 14.969 15.749 17.683 19.745
6209 Katingan 13.484 15.178 16.430 18.198 20.388
6210 PulangPisau 7.762 8.639 9.538 10.780 12.003
6211 GunungMas 10.068 11.015 11.667 13.148 14.796
6212 BaritoTimur 11.350 12.418 13.551 15.094 16.914
6213 MurungRaya 15.863 17.147 19.230 21.672 24.936
6271 KotaPalangkaRaya 11.600 13.344 14.423 16.356 18.430
6200 KALIMANTANTENGAH 13.279 15.307 17.066 19.267 21.818
6301 TanahLaut 10.469 11.286 12.370 13.984 15.588
6302 KotaBaru 24.569 27.038 29.688 33.308 36.977
6303 Banjar 9.537 10.848 12.352 13.697 15.238
6304 BaritoKuala 10.595 11.208 11.936 13.113 14.220
6305 Tapin 9.568 10.989 12.088 13.230 14.163
6306 HuluSungaiSelatan 7.180 8.233 9.160 10.197 10.969
6307 HuluSungaiTengah 5.922 6.861 7.909 8.821 9.948
6308 HuluSungaiUtara 5.030 5.642 6.425 7.493 8.387
6309 Tabalong 16.656 17.712 20.738 28.036 31.843
6310 TanahBumbu 16.961 18.906 21.616 24.179 26.815
6311 Balangan 17.528 19.081 21.033 25.635 30.608
6371 KotaBanjarmasin 11.232 12.380 14.218 15.556 17.602
6372 KotaBanjarBaru 7.425 8.205 8.871 9.457 10.328
6300 KALIMANTANSELATAN 11.502 13.114 14.440 16.495 18.466
6401 Pasir 29.685 40.468 44.752 57.344 69.728
6402 KutaiBarat 25.427 66.060 36.341 41.375 47.144
6403 Kutai 128.591 178.177 148.760 160.016 189.712
6404 KutaiTimur 84.476 106.237 114.826 133.971 172.298
6405 Berau 34.682 37.401 40.490 45.115 51.652
6406 Malinau 19.423 23.189 26.215 32.263 39.368
6407 Bulongan 19.884 21.446 21.794 22.694 23.197
6408 Nunukan 21.516 25.099 24.809 27.288 31.860
6409 PenajamPaserUtara 16.623 20.343 18.461 20.453 25.902
6410 TanaTidung 21.359 22.777 24.038
6471 KotaBalikpapan 54.987 73.192 67.323 73.997 77.923
6472 KotaSamarinda 24.070 27.456 29.841 33.147 36.297
6473 KotaTarakan 24.446 29.782 32.358 35.610 39.567
6474 KotaBontang 416.450 557.022 378.700 369.240 414.942
6400 KALIMANTANTIMUR 69.787 95.096 83.139 90.597 105.849
7101 BolaangMongondow 6.425 7.639 8.254 9.170 10.396

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 81


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
7102 Minahasa 9.821 11.015 12.414 13.976 15.492
7103 Kep.SangiheTalaud 7.145 8.368 9.851 11.682 13.220
7104 KepulauanTalaud 7.061 7.528 8.269 9.189 10.476
7105 MinahasaSelatan 9.125 10.434 11.728 13.255 15.195
7106 MinahasaUtara 9.811 11.318 12.720 14.083 15.236
7107 BolaangMongondowUtara 6.915 7.793 8.790 10.003 11.597
7108 MinahasaTenggara 11.725 13.327 15.215 17.027 19.463
7109 Kep.SiauTagulandangBiaro 5.803 6.805 7.900 9.293 11.413
7110 BolaangMongondowSelatan 7.237 8.170 9.480
7111 BolaangMongondowTimur 10.625 12.060 13.716
7171 Manado 18.509 21.572 25.721 29.043 32.393
7172 KotaBitung 16.328 17.827 19.167 20.587 22.303
7173 KotaTomohon 10.729 12.389 13.444 14.475 16.002
7174 KotaKotamobago 5.920 6.943 8.023 9.247 10.350
7100 SULAWESIUTARA 10.993 12.939 14.712 16.256 18.075
7201 BanggaiKepulauan 5.700 6.788 7.675 8.708 9.834
7202 Banggai 7.669 9.076 10.705 12.765 15.218
7203 Morowali 11.040 13.583 14.720 18.011 21.846
7204 Poso 8.162 8.882 9.467 10.189 11.552
7205 Donggala 9.070 10.789 11.721 13.485 15.595
7206 ToliToli 8.249 9.789 11.193 12.754 14.409
7207 Buol 6.679 7.874 8.783 9.881 11.167
7208 ParigiMoutong 10.287 12.142 13.554 15.344 17.204
7209 TojoUnaUna 5.265 6.625 7.719 8.719 9.804
7210 Sigi 12.961 14.602 16.235
7271 KodyaPalu 11.897 14.257 16.074 18.261 30.746
7200 SULAWESITENGAH 9.309 11.302 12.533 14.163 16.514
7301 Selayar 5.437 6.471 7.601 9.273 11.243
7302 Bulukumba 5.699 6.967 8.305 9.537 10.755
7303 Bantaeng 5.946 7.140 8.728 10.367 12.209
7304 Jeneponto 3.843 4.611 5.493 6.634 7.731
7305 Takalar 4.914 5.885 6.891 7.623 8.696
7306 Gowa 4.639 5.530 6.723 7.784 8.994
7307 Sinjai 7.125 8.763 10.536 12.294 13.995
7308 Maros 4.896 5.730 6.823 8.144 9.432
7309 PangkajeneKepulauan 10.646 12.777 15.188 17.595 20.767
7310 Barru 6.184 7.460 8.723 10.037 11.359
7311 Bone 6.263 7.541 8.985 10.493 12.189
7312 Soppeng 7.130 8.719 10.360 12.190 14.196
7313 Wajo 8.565 10.258 12.149 14.047 17.111
7314 SidenrengRappang 7.463 9.057 10.949 12.382 15.350
7315 Pinrang 8.888 10.810 12.891 15.068 17.529
7316 Enrekang 6.119 7.210 8.558 10.099 11.926

82 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**


7317 Luwu 6.979 8.265 9.698 11.181 12.956
7318 TanaToraja 4.155 5.172 5.729 6.658 8.054
7322 LuwuUtara 6.676 8.254 9.400 10.674 12.298
7325 LuwuTimur 28.831 30.056 27.014 34.123 39.387
7326 TorajaUtara 5.869 6.917 8.319
7371 KotaMakasar 16.301 20.066 23.690 27.645 32.118
7372 KotaParePare 3.565 10.316 11.901 13.894 15.882
7373 KotaPalopo 8.461 9.926 11.410 13.160 15.291
7300 SULAWESISELATAN 8.907 10.825 12.567 14.669 16.929
7401 Buton 4.689 5.801 6.796 7.535 8.633
7402 Muna 6.486 7.958 9.122 9.736 10.650
7403 Konawe/KabKendari 6.858 8.348 9.728 10.465 11.394
7404 Kolaka 14.820 17.008 17.563 19.706 22.585
7405 KonaweSelatan 6.029 7.534 8.962 9.951 10.962
7406 Bombana 5.437 6.700 7.483 8.075 8.846
7407 Wakatobi 4.983 6.137 7.608 8.673 9.819
7408 KolakaUtara 11.194 12.970 14.474 15.546 17.245
7409 KonaweUtara 10.047 12.234 14.231 15.486 17.173
7410 ButonUtara 12.713 15.519 18.207 19.935 22.004
7471 KotaKendari 10.849 13.360 15.387 16.730 18.601
7472 KotaBauBau 9.778 11.880 13.985 15.204 16.742
7400 SULAWESITENGGARA 8.528 10.335 11.705 12.707 14.068
7501 Boalemo 4.431 5.121 5.658 6.150 6.713
7502 Gorontalo 3.511 4.493 5.923 6.755 7.399
7503 Pokuwato 6.065 7.330 8.284 9.367 10.836
7504 BoneBolango 4.570 5.271 5.944 6.455 7.030
7505 GorontaloUtara 3.032 3.740 4.295 5.086 6.031
7571 KotaGorontalo 5.910 6.814 7.620 8.854 9.986
7500 GORONTALO 4.878 5.921 6.933 7.745 8.612
7601 Majene 5.655 6.747 7.549 9.720 9.720
7602 PolewaliMamasa 4.759 5.683 6.543 9.587 9.587
7603 Mamasa 5.066 6.550 7.586 9.555 9.555
7604 Mamuju 6.458 7.898 8.803 11.293 11.293
7605 MamujuUtara 7.164 9.116 10.192 14.956 14.956
7600 SULAWESIBARAT 5.765 7.525 8.311 9.482 10.844
8101 MalukuTenggaraBarat 3.917 4.279 4.708 5.140 5.761
8102 MalukuTenggara 3.257 3.545 3.867 4.327 5.008
8103 MalukuTengah 2.416 2.648 2.929 3.282 3.791
8104 Buru 2.861 3.018 2.825 3.035 3.454
8105 KepulauanAm 3.791 4.106 4.435 4.806 5.306
8106 SeramBagianBarat 2.733 2.990 3.276 3.619 4.112
8107 SeramBagianTimur 2.220 2.405 2.592 2.789 3.193
8108 MalukuBaratDaya 4.679 5.245 5.855

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 83


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**
8109 BuruSelatan 4.040 4.341 4.932
8171 KotaAmbon 3.887 4.132 4.407 4.819 5.513
8172 KotaTual 8.244 8.928 9.523 10.390 12.276
8100 MALUKU 4.022 4.307 4.726 5.272 6.088
8201 HalmaheraBarat 2.480 2.743 3.062 3.421 3.762
8202 HalmaheraTengah 6.197 7.105 8.974 10.271 11.395
8203 KepulauanSula 2.916 3.389 3.906 4.422 4.894
8204 HalmaheraSelatan 3.139 3.699 4.106 4.521 4.933
8205 HalmaheraUtara 3.058 3.438 4.139 4.910 5.440
8206 HalmaheraTimur 4.395 5.190 5.907 6.580 7.232
8207 PulauMorotai 3.898 4.278
8271 KotaTernate 3.296 3.935 4.609 5.341 6.024
8272 KotaTidoreKepulauan 3.329 3.888 4.384 4.935 5.330
8200 MALUKUUTARA 3.264 3.895 4.619 5.192 5.697
9101 FakFak 14.716 17.524 19.646 22.571 24.862
9102 Kaimana 13.073 15.311 17.071 19.215 20.759
9103 TelukWondama 8.790 12.098 14.221 14.978 16.975
9104 TelukBintuni 15.139 18.557 38.401 165.485 277.934
9105 Manokwari 9.953 12.466 14.122 15.697 17.135
9106 SorongSelatan 5.342 6.713 9.356 10.364 11.808
9107 Sorong 44.882 63.008 82.118 87.309 93.337
9108 RajaAmpat 20.016 23.048 25.386 26.383 27.117
9109 Tambrauw 5.787 6.591 7.145
9110 Maybrat 5.073 5.651 6.215
9171 KotaSorong 11.211 13.743 14.921 16.780 18.431
9100 PAPUABARAT 15.143 19.690 24.660 35.348 45.843
9401 Merauke 12.852 14.278 16.415 18.677 19.782
9402 Jayawijaya 2.554 2.773 5.167 5.783 6.289
9403 Jayapura 10.790 12.425 14.643 17.265 18.918
9404 Nabire 7.540 8.659 12.739 14.328 15.155
9408 YapenWaropen 6.733 7.638 8.165 9.288 9.375
9409 BiakNamfor 9.016 9.929 10.930 12.280 12.676
9410 Paniai 2.732 3.171 3.280 3.077 3.238
9411 PuncakJaya 3.440 4.384 5.706 6.120 6.188
9412 Mimika 252.610 251.819 302.998 324.705 224.861
9413 BovenDigoel 18.783 22.233 25.135 28.259 30.905
9414 Mappi 5.243 6.659 8.254 9.254 10.262
9415 Asmat 5.037 6.373 6.969 8.104 9.198
9416 Yahukimo 1.117 1.542 1.960 2.469 2.900
9417 PegununganBintang 3.561 5.946 7.993 9.911 10.906
9418 Tolikara 2.912 3.285 3.742 4.385 4.682
9419 Sarmi 14.366 16.876 19.167 21.814 24.516
9420 Keerom 11.136 12.633 14.909 17.321 18.837

84 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


Kode Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011**


9426 Waropen 6.904 8.030 9.718 12.035 14.242
9427 Supiori 17.548 19.919 21.627 23.476 24.130
9428 MembramoRaya 6.729 8.180 11.106 15.047 19.942
9429 Nduga 1.536 1.921 2.550
9430 LannyJaya 1.605 2.014 2.811
9431 MamberamoTengah 2.778 3.967 5.418
9432 Yalimo 2.137 2.964 3.850
9433 Puncak 4.179 5.099 6.121
9434 Dogiyai 5.365 6.484 7.173
9435 IntanJaya 4.633 5.785
9436 Deiyai 3.657 4.252
9471 KotaJayapura 16.944 21.012 25.904 23.986 33.267
9400 PAPUA 22.747 23.985 28.459 30.979 25.531

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 85


LAMPIRAN:PERSENTASEPENDUDUKMISKINKABUPATEN/KOTATAHUN20072011,(DALAM%).

PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
1100 Aceh 26,65 23,55 21,8 20,98 19,48
1101 Simeulue 32,26 26,45 24,72 23,61 22,96
1102 AcehSingkil 28,54 23,27 21,06 19,38 18,93
1103 AcehSelatan 24,72 19,40 17,5 15,93 15,52
1104 AcehTenggara 21,60 18,51 16,77 16,78 16,39
1105 AcehTimur 28,15 24,05 21,33 18,42 18,01
1106 AcehTengah 24,41 23,36 21,43 20,09 19,58
1107 AcehBarat 32,63 29,96 27,09 24,42 23,81
1108 AcehBesar 26,69 21,52 20,09 18,8 18,36
1109 Piddie 33,31 28,11 25,87 23,8 23,19
1110 Bireuen 27,18 23,27 21,65 19,5 19,06
1111 AcehUtara 33,16 27,56 25,29 23,43 22,89
1112 AcehBaratDaya 28,63 23,42 21,33 19,93 19,49
1113 GayoLues 32,31 26,57 24,22 23,9 23,38
1114 AcehTamiang 22,19 22,29 19,96 17,98 17,49
1115 NaganRaya 33,61 28,11 26,22 24,06 23,38
1116 AcehJaya 29,28 23,86 21,86 20,17 19,80
1117 BenerMeriah 26,55 29,21 26,58 26,22 25,50
1118 PidieJaya 35,00 30,26 27,97 26,07 25,43
1171 KotaBandaAceh 6,61 9,56 8,64 9,19 9,08
1172 KotaSabang 27,13 25,72 23,89 21,68 21,31
1173 KotaLangsa 14,25 17,97 16,2 15,01 14,66
1174 KotaLhokseumawe 12,75 15,87 15,08 14,07 13,73
1175 KotaSubulussalam 30,16 28,99 26,8 24,33 23,85
1200 SUMATERAUTARA 13,90 12,47 11,51 11,31 10,83
1201 Nias 31,74 25,19 22,57 19,97 19,11
1202 MandailingNatal 18,74 14,46 13,02 12,6 11,98
1203 TapanuliSelatan 20,33 13,77 12,67 11,96 11,40
1204 TapanuliTengah 27,47 19,35 17,83 16,73 15,96
1205 TapanuliUtara 20,06 14,15 13,1 12,49 11,89
1206 TobaSamosir 15,28 11,62 10,07 10,15 9,67
1207 LabuhanBatu 12,33 10,76 9,85 10,67 10,15
1208 Asahan 13,77 12,89 12,09 11,42 10,85
1209 Simalungun 14,84 14,75 12,67 10,73 10,21
1210 Dairi 15,82 11,07 10,03 9,97 9,48
1211 Karo 14,47 12,86 11,42 11,02 10,49
1212 DeliSerdang 5,67 5,16 5,17 5,34 5,10
1213 Langkat 18,23 14,81 12,75 10,84 10,31
1214 NiasSelatan 33,84 24,36 22,19 20,72 19,71
1215 HumbangHasundutan 18,84 12,99 11,31 10,6 10,09
1216 PakpakBarat 22,42 15,02 13,99 13,78 13,16

86 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
1217 Samosir 27,76 18,76 17,55 16,5 15,67
1218 SerdangBedegai 11,84 10,61 9,51 10,59 10,07
1219 BatuBara 17,89 13,64 12,87 12,28 11,67
1220 PadangLawasUtara 11,83 11,19 10,64
1221 PadangLawas 11,9 11,13 10,56
1222 LabuhanBatuSelatan 0,0 15,58 14,86
1223 LabuhanBatuUtara 0,0 12,32 11,77
1224 NiasUtara 0,0 31,9 30,44
1225 NiasBarat 0,0 30,89 29,32
1271 KotaSibolga 9,73 17,67 15,82 13,9 13,18
1272 KotaTanjungBalai 11,52 18,35 17,1 16,31 15,52
1273 KotaPematangSiantar 9,46 13,36 12,25 11,72 11,15
1274 KotaTebingTinggi 9,67 16,50 14,58 13,04 12,44
1275 KotaMedan 7,17 10,43 9,58 10,05 9,63
1276 KotaBinjai 5,72 8,12 7,04 7,33 7,00
1277 KotaPadangSidempuan 10,92 11,61 9,77 10,53 10,08
1278 KotaGunungSitoli 0,0 33,86 32,12
1300 SUMATERABARAT 11,90 10,57 9,54 9,5 8,99
1301 KepulauanMentawai 15,99 22,86 20,54 19,74 18,85
1302 PesisirSelatan 13,21 11,36 10,56 10,22 9,75
1303 Solok 17,59 13,43 12,15 11,74 11,19
1304 SawahLunto/Sijunjung 15,35 11,51 9,8 10,45 9,94
1305 TanahDatar 7,72 7,52 6,93 6,9 6,57
1306 PadangPariaman 17,12 14,15 12,41 11,86 11,26
1307 Agam 12,59 11,20 9,86 9,84 9,39
1308 LimapuluhKoto 14,79 11,01 9,98 10,47 9,96
1309 Pasaman 17,920 14,44 12,47 10,96 10,42
1310 SolokSelatan 17,43 13,41 11,66 11,11 10,61
1311 DharmasRaya 14,42 12,53 11,4 10,56 10,09
1312 PasamanBarat 13,76 10,96 9,61 9,59 9,14
1371 KotaPadang 4,97 6,40 5,72 6,31 6,02
1372 KotaSolok 4,59 7,32 6,76 6,99 6,72
1373 KotaSawahLunto 2,25 1,94 2,42 2,47 2,34
1374 KotaPadangPanjang 5,19 8,24 7,58 7,6 7,25
1375 KotaBukitTinggi 5,23 7,20 6,19 6,82 6,49
1376 KotaPayakumbuh 7,77 10,96 10,15 10,58 10,09
1377 KotaPariaman 5,87 5,33 5,48 5,9 5,66
1400 RIAU 11,20 10,79 9,48 8,65 8,17
1401 KuantanSengingi 19,03 16,51 14,42 12,57 10,19
1402 IndragiriHulu 14,63 12,05 10,25 8,9 7,25
1403 IndragiriHilir 14,57 13,19 11,11 9,41 7,65
1404 Pelalawan 18,07 18,63 16,71 14,51 11,93

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 87


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
1405 Siak 6,01 7,09 5,71 6,49 5,29
1406 Kampar 10,73 11,45 10,04 10,47 8,52
1407 RokanHulu 21,86 18,05 15,49 13,03 10,66
1408 Bengkalis 10,69 8,94 7,91 8,25 6,72
1409 RokanHilir 9,41 10,59 9,32 9,3 7,58
1410 KepulauanMeranti 0,0 42,56 34,53
1471 KotaPekanBaru 2,24 3,63 3,92 4,2 3,45
1473 KotaDumai 6,28 7,42 6,08 6,45 5,27
1500 JAMBI 10,27 9,28 8,77 8,34 7,90
1501 Kerinci 11,30 7,71 7,25 7,83 7,36
1502 Merangin 12,10 9,50 8,65 8,07 7,68
1503 Sarolangun 16,11 11,69 9,85 9,66 9,10
1504 Batanghari 15,42 10,49 10,11 10,19 9,56
1505 MuaroJambi 7,13 4,35 4,54 5,29 4,98
1506 TanjungJabungTimur 13,44 13,49 12,21 12,4 11,60
1507 TanjungJabungBarat 12,79 13,43 11,65 11,08 10,43
1508 Tebo 8,69 6,34 6,1 6,42 6,05
1509 Bungo 7,63 5,12 5,32 5,7 5,35
1571 KotaJambi 5,04 11,63 10,54 9,9 9,27
1572 KotaSungaiPenuh 0,0 3,64 3,42
1600 SUMATERASELATAN 19,15 17,67 16,28 15,47 13,95
1601 OganKomeringUlu 15,69 14,64 13,17 12,28 11,58
1602 Ogan Komering Ilir 22,50 17,67 16,17 15,98 15,06
1603 MuaraEnim(Liot) 19,87 17,98 15,96 14,51 13,71
1604 Lahat 28,09 23,21 20,98 19,02 17,92
1605 MusiRawas 32,93 24,27 21,4 19,38 18,25
1606 MusiBanyuasin 33,60 25,45 22,76 20,06 18,99
1607 Banyuasin 17,72 15,38 13,72 12,39 11,66
1608 Ogan Komering Ulu Selatan 18,96 14,56 12,73 11,53 10,84
1609 Ogan Komering Ulu Timur 16,03 12,12 9,95 9,81 9,23
1610 Ogan Ilir 21,57 17,78 15,65 13,97 13,18
1611 EmpatLawang 23,50 18,37 15,8 14,73 13,82
1671 KotaPalembang 8,98 16,66 14,75 15 14,13
1672 KotaPrabumulih 7,57 15,39 13,93 12,93 12,19
1673 KotaPagarAlam 9,75 10,23 9,66 9,81 9,24
1674 KotaLubukLinggau 14,25 17,36 15,12 15,3 14,43
1700 BENGKULU 22,13 19,12 18,59 18,3 17,36
1701 BengkuluSelatan 35,24 27,53 25,08 22,62 22,55
1702 RejangLebong 16,38 16,94 15,79 15,11 16,79
1703 BengkuluUtara 22,74 16,43 16,1 14,75 14,40
1704 Kaur 38,18 26,01 23,49 21,22 22,26
1705 Seluma 36,45 24,74 23,07 20,81 20,90

88 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
1706 Mukomuko 20,06 15,76 15,39 14,06 13,28
1707 Lebong 18,08 14,33 13,94 13,01 12,43
1708 Kepahiang 17,55 17,03 16,6 14,78 15,02
1709 BengkuluTengah 0,0 6,42 6,49
1771 KotaBengkulu 9,20 18,16 17,57 17,69 22,23
1800 LAMPUNG 22,19 20,93 20,22 18,94 16,58
1801 LampungBarat 24,77 21,74 19,13 17,12 15,99
1802 Tanggamus 22,17 20,91 19,79 18,3 17,06
1803 LampungSelatan 26,94 24,72 22,83 20,61 19,23
1804 LampungTimur 27,21 23,35 20,86 21,06 19,66
1805 LampungTengah 22,06 19,89 18,67 16,88 15,76
1806 LampungUtara 32,16 31,24 28,96 28,19 26,33
1807 WayKanan 25,96 22,34 20,92 18,81 17,63
1808 TulangBawang 13,03 11,17 10,48 10,8 10,11
1809 Pesawaran 22,73 20,48 19,06
1810 Pringsewu 0,0 12,45 11,62
1811 Mesuji 0,0 8,65 8,07
1812 TulangBawangBarat 0,0 7,63 7,11
1871 KotaBandarLampung 9,44 15,41 14,39 14,58 13,61
1872 KotaMetro 11,53 15,91 15,07 13,77 12,90
1900 KEP.BANGKABELITUNG 9,54 7,89 7,37 7,51 5,16
1901 Bangka 10,53 8,79 7,61 7,81 5,36
1902 Belitung 11,59 10,62 9,78 10,13 6,97
1903 BangkaBarat 6,71 5,18 5,22 5,25 3,59
1904 BangkaTengah 10,36 8,52 7,84 8,07 5,56
1905 BangkaSelatan 7,41 5,60 6,04 6,18 4,23
1906 BelitungTimur 15,58 12,61 11,07 10,36 7,13
1971 KotaPangkalPinang 6,850 5,74 5,79 6,02 4,15
2100 KEPULAUANRIAU 10,30 8,73 8,27 8,05 6,79
2101 Karimun 8,69 7,29 6,48 7,21 5,93
2102 KabuaptenBintan 11,73 7,61 7,01 7,33 6,04
2103 Natuna 8,74 4,83 4,35 4,83 4,06
2104 Lingga 30,06 18,19 16,56 15,81 12,98
2105 KepulauanAnambas 0,0 4,8 3,95
2171 KotaBatam 7,65 7,22 6,76 7,26 6,11
2172 KotaTanjungPinang 12,92 14,30 13,42 12,6 10,52
3100 DKIJAKARTA 4,61 3,86 3,8 4,04 3,64
3101 KepulauanSeribu 15,12 13,56 12,66 13,01 11,53
3171 KotaJakartaSelatan 3,74 3,41 3,52 3,8 3,43
3172 KotaJakartaTimur 4,02 3,39 3,42 3,4 3,06
3173 KotaJakartaPusat 3,99 3,58 3,68 3,97 3,56
3174 KotaJakartaBarat 4,04 3,41 3,44 3,81 3,44

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 89


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
3175 KotaJakartaUtara 7,95 6,02 5,34 5,62 5,07
3200 JAWABARAT 13,55 12,74 11,96 11,27 10,57
3201 Bogor 13,10 12,11 10,81 9,97 9,65
3202 Sukabumi 15,98 13,26 11,78 10,65 10,28
3203 Cianjur 18,49 15,38 14,14 14,32 13,82
3204 Bandung 13,14 9,42 8,29 9,29 8,99
3205 Garut 19,31 17,87 15,7 13,94 13,47
3206 Tasikmalaya 18,15 14,70 13,5 12,78 12,36
3207 Ciamis 13,94 12,32 11,23 10,34 9,98
3208 Kuningan 17,58 16,75 15,91 14,68 14,20
3209 Cirebon 19,07 20,25 18,22 16,12 15,56
3210 Majalengka 19,77 18,79 17,12 15,51 14,98
3211 Sumedang 15,63 15,18 13,69 12,94 12,48
3212 Indramayu 20,96 19,75 17,99 16,58 16,01
3213 Subang 16,84 15,15 14,13 13,54 13,06
3214 Purwakarta 14,70 11,61 10,48 10,57 10,22
3215 Karawang 14,83 14,00 12,9 12,21 11,80
3216 Bekasi 6,66 5,89 5,97 6,11 5,93
3217 BandungBarat 18,70 17,61 16,03 14,68 14,22
3271 KotaBogor 9,47 9,72 8,82 9,47 9,16
3272 KotaSukabumi 7,26 10,41 9,16 9,24 8,95
3273 KotaBandung 3,68 4,42 4,5 4,95 4,78
3274 KotaCirebon 8,70 14,11 13,06 12 11,56
3275 KotaBekasi 4,97 6,36 5,78 6,3 6,12
3276 KotaDepok 2,42 2,69 2,93 2,84 2,75
3277 KotaCimahi 7,33 8,35 7,1 7,4 7,15
3278 KotaTasikmalaya 9,30 26,08 23,55 20,71 19,98
3279 KotaBanjar 7,86 9,31 8,64 8,47 8,21
3300 JAWATENGAH 20,43 18,99 11,96 11,27 16,21
3301 Cilacap 22,59 21,40 19,88 18,11 17,15
3302 Banyumas 22,46 22,93 21,52 20,2 21,11
3303 Purbalingga 30,24 27,12 24,97 24,57 23,06
3304 Banjarnegara 27,18 23,34 21,36 19,17 20,38
3305 Kebumen 30,25 27,87 25,73 22,7 24,06
3306 Purworejo 20,49 18,22 17,02 16,61 17,51
3307 Wonosobo 32,29 27,72 25,91 23,15 24,21
3308 Magelang 17,37 16,49 15,19 14,14 15,18
3309 Boyolali 18,06 17,08 15,96 13,72 14,97
3310 Klaten 22,27 21,72 19,68 17,47 17,95
3311 Sukoharjo 14,02 12,13 11,51 10,94 11,13
3312 Wonogiri 24,44 20,71 19,08 15,67 15,74
3313 Karanganyar 17,39 15,68 14,73 13,98 15,29

90 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
3314 Sragen 21,24 20,83 19,7 17,49 17,95
3315 Grobogan 25,14 19,84 18,68 17,86 17,38
3316 Blora 21,46 18,79 17,7 16,27 16,24
3317 Rembang 30,71 27,21 25,86 23,4 23,71
3318 Pati 19,79 17,90 15,92 14,48 14,69
3319 Kudus 10,73 12,58 10,8 9,01 9,45
3320 Jepara 10,44 11,05 9,6 10,18 10,32
3321 Demak 23,50 21,24 19,7 18,76 18,21
3322 Semarang 12,34 11,37 10,66 10,5 10,30
3323 Temanggung 16,55 16,39 15,05 13,46 13,38
3324 Kendal 20,70 17,87 16,02 14,47 14,26
3325 Batang 20,79 18,08 16,61 14,67 13,47
3326 Pekalongan 20,31 19,52 17,93 16,29 15,00
3327 Pemalang 22,79 23,92 22,17 19,96 20,68
3328 Tegal 18,50 15,78 13,98 13,11 11,54
3329 Brebes 27,93 25,98 24,39 23,01 22,72
3371 KotaMagelang 10,01 11,16 10,11 10,51 11,06
3372 KotaSurakarta 13,64 16,13 14,99 13,96 12,90
3373 KotaSalatiga 9,01 8,47 7,82 8,28 7,80
3374 KotaSemarang 5,26 6,00 4,84 5,12 5,68
3375 KotaPekalongan 6,62 10,29 8,56 9,36 10,04
3376 KotaTegal 9,36 11,28 9,88 10,62 10,81
3400 DIYOGYAKARTA 18,99 18,02 17,23 16,83 16,14
3401 KulonProgo 28,61 26,85 24,65 23,15 23,62
3402 Bantul 19,43 18,54 17,64 16,09 17,28
3403 GunungKidul 28,90 25,96 24,44 22,05 23,03
3404 Sleman 12,56 12,34 11,45 10,7 10,61
3471 KotaYogyakarta 9,78 10,81 10,05 9,75 9,62
3500 JAWATIMUR 19,98 18,19 16,68 15,26 13,85
3501 Pacitan 23,31 21,17 19,01 19,5 18,13
3502 Ponorogo 18,23 16,62 14,63 13,22 12,29
3503 Trenggalek 22,79 20,64 18,27 15,98 14,90
3504 Tulungagung 17,83 12,41 10,6 10,64 9,90
3505 Blitar 16,47 14,53 13,19 12,13 11,29
3506 Kediri 18,98 18,85 17,05 15,52 14,44
3507 Malang 15,66 15,08 13,57 12,54 11,67
3508 Lumajang 20,09 18,17 15,83 13,98 13,01
3509 Jember 18,57 17,74 15,43 13,27 12,44
3510 Banyuwangi 15,33 13,91 12,16 11,25 10,47
3511 Bondowoso 24,23 22,23 20,18 17,89 16,66
3512 Situbondo 15,60 18,02 15,99 16,23 15,11
3513 Probolinggo 27,42 30,13 27,69 25,22 23,48

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 91


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
3514 Pasuruan 19,88 18,04 15,58 13,18 12,26
3515 Sidoarjo 13,05 8,35 6,91 7,45 6,97
3516 Mojokerto 14,86 14,61 13,24 12,23 11,38
3517 Jombang 21,21 16,46 14,46 13,84 12,88
3518 Nganjuk 23,79 19,77 17,22 14,91 13,88
3519 Madiun 20,98 18,50 16,97 15,45 14,37
3520 Magetan 16,87 15,67 13,97 12,94 12,01
3521 Ngawi 23,33 20,86 19,01 18,26 16,74
3522 Bojonegoro 26,37 23,87 21,27 18,78 17,47
3523 Tuban 28,51 25,84 23,01 20,19 18,78
3524 Lamongan 25,79 22,51 20,47 18,7 17,41
3525 Gresik 23,98 21,43 19,14 16,42 15,33
3526 Bangkalan 31,56 32,70 30,45 28,12 26,22
3527 Sampang 39,42 34,53 31,94 32,47 30,21
3528 Pamekasan 32,43 26,32 24,32 22,47 20,94
3529 Sumenep 32,98 29,46 26,89 24,61 23,10
3571 KotaKediri 13,67 11,71 10,41 9,31 8,63
3572 KotaBlitar 12,02 9,34 7,56 7,63 7,12
3573 KotaMalang 7,19 7,22 5,6 5,9 5,50
3574 KotaProbolinggo 16,19 23,29 21,06 19,03 17,74
3575 KotaPasuruan 12,61 11,20 9,34 9 8,39
3576 KotaMojokerto 10,46 8,88 7,19 7,41 6,89
3577 KotaMadiun 7,07 6,69 5,9 6,1 5,66
3578 KotaSurabaya 7,98 8,23 6,72 7,07 6,58
3579 KotaBatu 9,71 6,18 4,81 5,1 4,74
3600 BANTEN 9,07 8,20 7,64 7,16 6,26
3601 Pandeglang 15,64 12,55 12,01 11,14 9,80
3602 Lebak 14,43 12,05 10,63 10,38 9,20
3603 Tangerang 7,18 7,41 6,55 7,18 6,42
3604 Serang 9,47 6,48 5,8 6,34 5,63
3671 KotaTangerang 4,92 6,83 6,42 6,88 6,14
3672 KotaCilegon 4,71 3,95 4,14 4,46 3,98
3673 KotaSerang 6,19 7,02 6,25
3674 KotaTangerangSelatan 0,0 1,67 1,50
5100 BALI 6,63 5,85 5,13 4,88 4,59
5101 Jembrana 9,92 7,97 6,8 8,11 6,56
5102 Tabanan 7,46 6,92 4,99 6,96 5,62
5103 Badung 4,28 3,28 3,28 3,23 2,62
5104 Gianyar 5,98 6,61 5,76 6,68 5,40
5105 Klungkung 9,14 7,03 5,23 7,58 6,10
5106 Bangli 7,48 6,12 5,18 6,41 5,16
5107 Karangasem 8,95 7,67 6,37 7,95 6,43

92 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
5108 Buleleng 8,68 7,45 5,95 7,35 5,93
5171 KotaDenpasar 2,1 2,19 2,2 2,21 1,79
5200 NUSATENGGARABARAT 24,99 23,40 22,78 21,55 19,67
5201 LombokBarat 28,97 25,97 24,02 21,59 19,70
5202 LombokTengah 25,74 22,32 20,94 19,92 18,14
5203 LombokTimur 25,60 25,43 23,96 23,82 21,71
5204 Sumbawa 28,78 25,31 23,85 21,74 19,82
5205 Dompu 28,57 24,52 21,76 19,89 18,17
5206 Bima 25,12 21,79 20,42 19,41 17,66
5207 SumbawaBarat 28,63 24,27 23,01 21,81 19,88
5208 LombokUtara 0,0 43,12 39,27
5271 KotaMataram 9,67 16,13 15,41 14,44 13,18
5272 KotaBima 11,85 14,38 13,65 12,81 11,69
5300 NUSATENGGARATIMUR 27,51 25,68 23,31 23,03 20,48
5301 SumbaBarat 42,74 37,85 35,39 31,71 29,84
5302 SumbaTimur 39,08 37,14 34,68 32,41 30,63
5303 Kupang 31,32 26,95 24,16 20,78 19,54
5304 TimorTengahSelatan 37,43 33,55 31,14 28,7 26,96
5305 TimorTengahUtara 30,12 27,74 24,96 22,72 21,33
5306 Belu 21,02 19,69 17,47 15,48 14,61
5307 Alor 28,49 25,14 22,84 21,16 19,97
5308 Lembata 34,45 29,24 26,39 26,74 25,17
5309 FloresTimur 14,38 13,21 11,04 9,61 9,06
5310 Sikka 19,15 17,34 15,35 13,38 12,63
5311 Ende 20,33 24,87 23,01 21,64 20,37
5312 Ngada 17,28 15,49 13,54 12,05 11,36
5313 Manggarai 31,41 28,57 25,76 22,9 21,39
5314 RoteNdao 28,26 36,58 34,09 32,78 30,99
5315 ManggaraiBarat 27,96 25,05 22,96 20,39 19,27
5316 SumbaBaratDaya 42,96 36,45 34,27 34,02 32,10
5317 SumbaTengah 43,05 38,65 35,83 29,87 27,93
5318 Nageko 16,05 14,53 13,03 12,7 12,01
5319 ManggaraiTimur 25,51 25,93 24,52
5320 SabuRaijua 0,0 41,13 39,49
5371 KotaKupang 7,5 14,66 12,51 10,56 9,88
6100 KALIMANTANBARAT 12,91 10,87 9,3 9,02 8,48
6101 Sambas 14,00 11,51 9,96 10,08 9,38
6102 Bengkayang 11,88 9,41 7,82 7,81 7,25
6103 Landak 24,95 18,65 15,48 14,05 13,13
6104 Pontianak 8,26 7,03 5,46 6,41 5,97
6105 Sanggau 7,97 6,25 4,62 5,02 4,67
6106 Ketapang 17,94 15,21 13,08 13,67 12,75

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 93


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
6107 Sintang 17,1 13,61 11,55 9,76 9,07
6108 KapuasHulu 15,05 11,44 9,93 11,39 10,61
6109 Sekadau 10,25 7,66 6,42 6,77 6,30
6110 Melawi 19,50 14,80 12,62 13,76 12,93
6111 KayongUtara 18,90 14,50 12,43 11,68 10,91
6112 KubuRaya 6,78 7,14 6,67
6171 KotaPontianak 6,77 9,29 6,38 6,62 6,15
6172 KotaSingkawang 7,02 7,89 6,2 6,12 5,69
6200 KALIMANTANTENGAH 9,38 8,36 7,02 6,77 6,64
6201 KotawaringinBarat 8,66 7,76 6,87 6,97 6,19
6202 KotawaringinTimur 11,33 10,40 8,21 8,36 7,43
6203 Kapuas 9,30 8,25 6,34 7,11 6,28
6204 BaritoSelatan 10,43 9,25 8,14 8,57 7,56
6205 BaritoUtara 8,61 7,56 6,43 7,18 6,33
6206 Sukamara 9,00 7,92 5,91 6,63 5,90
6207 Lamandau 7,76 6,97 5,57 5,81 5,18
6208 Seruyan 11,25 10,21 8,84 9,98 8,82
6209 Katingan 8,68 7,74 7 7,56 6,47
6210 PulangPisau 9,18 8,20 6,23 6,18 5,45
6211 GunungMas 9,29 8,32 7,43 8,06 7,12
6212 BaritoTimur 12,34 11,09 9,24 10,5 9,27
6213 MurungRaya 8,91 7,95 6,94 7,05 6,30
6271 KotaPalangkaRaya 5,75 4,64 4,76 5,31 4,69
6300 KALIMANTANSELATAN 7,01 6,21 5,12 5,21 5,35
6301 TanahLaut 7,62 6,06 5,11 5,12 4,85
6302 KotaBaru 8,61 6,75 5,55 5,45 5,18
6303 Banjar 4,24 3,68 3,69 3,34 3,17
6304 BaritoKuala 8,17 7,18 5,61 5,72 5,41
6305 Tapin 8,42 6,10 4,93 5,57 5,29
6306 HuluSungaiSelatan 9,68 9,32 7,32 7,66 7,25
6307 HuluSungaiTengah 8,14 7,12 5,73 6,31 5,98
6308 HuluSungaiUtara 11,16 8,53 7,29 7,76 7,31
6309 Tabalong 11,25 8,13 6,83 6,53 6,22
6310 TanahBumbu 8,22 5,79 5,89 6,48 6,17
6311 Balangan 11,35 7,75 7,22 7,74 7,31
6371 KotaBanjarmasin 2,90 4,77 4,8 5,04 4,77
6372 KotaBanjarBaru 4,08 6,07 5,2 5,98 5,68
6400 KALIMANTANTIMUR 11,04 8,53 7,73 7,66 6,63
6401 Pasir 16,00 10,97 10,11 9,48 7,91
6402 KutaiBarat 14,04 10,60 8,97 9,9 8,25
6403 Kutai 12,59 9,29 8,03 8,68 7,21
6404 KutaiTimur 17,51 13,20 11,88 11,38 9,43

94 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
6405 Berau 9,27 5,81 5,9 6,6 5,46
6406 Malinau 23,60 18,24 16,55 15,29 12,67
6407 Bulongan 23,31 17,14 15,96 14,57 12,14
6408 Nunukan 20,02 14,96 13,47 12,45 10,38
6409 PenajamPaserUtara 17,59 12,99 11,38 10,46 8,67
6410 TanaTidung 15,42 13,9 11,41
6471 KotaBalikpapan 3,74 3,49 3,58 4,07 3,39
6472 KotaSamarinda 6,60 4,67 4,84 5,21 4,31
6473 KotaTarakan 9,54 10,99 9,65 10,23 8,41
6474 KotaBontang 7,87 7,26 6,66 6,67 5,40
7100 SULAWESIUTARA 11,42 9,80 9,79 9,1 8,46
7101 BolaangMongondow 13,20 10,64 10,16 9,7 8,60
7102 Minahasa 10,31 9,00 8,47 8,99 7,93
7103 SangiheTalaud 17,70 14,01 13,23 13,21 11,69
7104 KepulauanTalaud 15,77 12,90 12,16 11,37 10,05
7105 MinahasaSelatan 13,61 11,66 11,13 10,74 9,48
7106 MinahasaUtara 10,14 8,35 7,98 8,38 7,38
7107 BolaangMongondowUtara 13,03 10,44 9,93 10,23 8,98
7108 MinahasaTenggara 22,21 18,30 17,49 17,64 10,38
7109 Kep.SiauTagulandangBiaro 16,14 12,68 12,11 11,79 15,35
7110 BolaangMongondowSelatan 0,0 18,81 16,57
7111 BolaangMongondowTimur 0,0 7,81 6,93
7171 KotaManado 5,43 6,59 6,32 6,51 5,40
7172 KotaBitung 11,14 9,33 8,93 9,52 8,46
7173 KotaTomohon 8,65 7,53 7,19 7,4 6,56
7174 KotaKotamobago 10,02 7,6 7,16 7,57 6,64
7200 SULAWESITENGAH 22,42 20,61 18,98 18,07 16,04
7201 BanggaiKepulauan 27,92 24,66 21,99 19,47 18,08
7202 Banggai 17,28 16,70 14,6 12,06 11,25
7203 Morowali 28,27 25,10 22,53 20,27 18,85
7204 Poso 28,02 25,75 23,29 21,42 20,10
7205 Donggala 23,59 21,01 18,91 19,42 18,03
7206 ToliToli 22,18 19,69 17,83 16,16 15,03
7207 Buol 25,50 23,11 20,68 18,67 17,40
7208 ParigiMoutong 23,69 21,73 19,72 20,11 18,70
7209 TojoUnaUna 30,22 28,48 26,23 24,06 22,37
7210 Sigi 0,0 15,09 14,03
7271 KotaPalu 9,73 10,10 9,19 9,98 9,24
7300 SULAWESISELATAN 14,11 13,41 12,31 11,6 10,27
7301 Selayar 20,45 18,49 16,41 14,98 13,49
7302 Bulukumba 13,56 12,26 10,5 9,02 8,12
7303 Bantaeng 12,12 10,94 9,96 10,24 9,21

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 95


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
7304 Jeneponto 24,55 22,48 20,58 19,09 17,16
7305 Takalar 13,80 12,68 11,06 11,16 10,04
7306 Gowa 14,13 12,79 10,93 9,49 8,55
7307 Sinjai 13,87 12,73 11,37 10,68 9,63
7308 Maros 20,08 18,55 16,35 14,62 13,14
7309 PangkajeneKepulauan 23,93 21,36 19,35 19,26 17,36
7310 Barru 14,73 13,49 11,43 10,68 9,59
7311 Bone 18,84 17,35 15,19 14,08 12,67
7312 Soppeng 5,45 11,22 9,95 10,41 9,36
7313 Wajo 11,36 10,16 8,93 8,96 8,06
7314 SidenrengRappang 8,05 7,64 6,73 6,99 6,29
7315 Pinrang 10,44 9,65 8,7 9,01 8,12
7316 Enrekang 22,79 20,51 18,1 16,84 15,18
7317 Luwu 21,24 19,44 16,96 15,43 13,93
7318 TanaToraja 19,91 18,57 16,14 14,61 13,22
7322 LuwuUtara 14,03 18,38 16,4 16,24 14,64
7325 LuwuTimur 10,21 10,98 8,91 9,18 8,29
7326 TorajaUtara 0,0 19,08 17,06
7371 KotaMakasar 5,66 5,36 5,52 5,86 5,29
7372 KotaParePare 7,65 7,10 6,52 6,53 5,91
7373 KotaPalopo 12,71 12,83 11,85 11,28 10,22
7400 SULAWESITENGGARA 21,33 19,38 18,93 17,05 14,61
7401 Buton 22,94 22,93 20,16 17,95 16,64
7402 Muna 25,35 22,42 20,02 17,35 16,14
7403 Konawe/KabKendari 24,63 22,4 19,97 17,45 16,24
7404 Kolaka 25,35 22,46 20,46 18,9 17,62
7405 KonaweSelatan 18,31 16,74 15,17 13,49 12,57
7406 Bombana 20,51 18,25 16,63 15,7 14,68
7407 Wakatobi 24,51 22,53 20,42 18,49 17,10
7408 KolakaUtara 26,29 24,08 21,88 20,04 18,76
7409 KonaweUtara 18,15 16,50 15,19 13,69 17,34
7410 ButonUtara 25,09 22,86 20,58 18,78 12,80
7471 KotaKendari 10,15 8,53 7,88 8,02 7,46
7472 KotaBauBau 17,08 14,13 12,72 12,06 11,24
7500 GORONTALO 27,35 20,47 25,01 23,19 18,02
7501 Boalemo 29,21 23,17 20,74 19,82 21,90
7502 Gorontalo 32,07 24,10 21,48 18,87 21,31
7503 Pohuwato 29,74 23,28 21,15 18,73 21,58
7504 BoneBolango 30,60 22,7 19,97 17,64 17,39
7505 GorontaloUtara 33,18 23,94 21,5 19,58 19,22
7571 KotaGorontalo 8,11 5,23 5,29 5,49 5,97
7600 SULAWESIBARAT 19,03 15,27 15,29 13,58 13,64

96 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
7601 Majene 23,55 18,44 18,09 18,41 17,06
7602 PolewaliMamasa 24,96 21,8 21,37 21,24 19,66
7603 Mamasa 25,51 18,06 17,87 16,24 15,04
7604 Mamuju 10,43 8,11 8,13 8,16 7,59
7605 MamujuUtara 9,22 6,52 6,47 6,2 5,77
8100 MALUKU 31,14 29,24 28,23 27,74 22,45
8101 MalukuTenggaraBarat 44,15 40,17 37,23 33,93 30,13
8102 MalukuTenggara 35,98 32,90 30,71 30,7 27,16
8103 MalukuTengah 36,03 32,61 30,48 28,41 25,15
8104 Buru 31,34 29,17 27,57 24,82 22,00
8105 Kepulauan Aru 36,88 41,08 38,77 34,96 30,96
8106 Seram Bagian Barat 37,85 35,19 33,11 30,08 26,70
8107 Seram Bagian Timur 39,83 36,98 34,67 31,44 27,94
8108 MalukuBaratDaya 0,0 39,22 34,49
8109 BuruSelatan 0,0 21,82 19,33
8171 KotaAmbon 6,51 7,92 7,61 7,67 6,83
8172 KotaTual 30,42 32,01 28,17
8200 MALUKUUTARA 11,97 11,51 10,36 9,42 10,00
8201 HalmaheraBarat 16,19 16,12 14,34 13,3 12,93
8202 HalmaheraTengah 30,18 28,52 26,64 24,56 22,68
8203 KepulauanSula 14,07 13,71 11,51 8,98 10,42
8204 HalmaheraSelatan 12,95 12,54 10,97 9,51 8,11
8205 HalmaheraUtara 9,63 8,90 7,93 7,82 8,45
8206 HalmaheraTimur 21,54 21,13 19,55 19,3 20,72
8207 PulauMorotai 0,0 10,59 11,61
8271 KotaTernate 4,26 4,15 4,22 4,53 5,16
8272 KotaTidoreKepulauan 7,43 6,54 6,01 7,07 7,34
9100 PAPUABARAT 39,31 33,49 35,71 34,88 28,53
9101 FakFak 39,57 37,55 35,29 33,07 33,18
9102 Kaimana 35,22 23,25 23,51 20,77 20,84
9103 TelukWondana 53,34 47,36 48,47 44,25 43,86
9104 TelukBintuni 51,37 50,39 51,91 47,59 47,44
9105 Manokwari 47,34 43,57 40,8 37,27 33,95
9106 SorongSelatan 28,05 26,66 26,76 28,01 22,93
9107 Sorong 33,84 33,95 34,45 32,58 33,38
9108 RajaAmpat 30,07 23,76 23,71 23,58 23,50
9109 Tambrauw 44,71 43,77
9110 Maybrat 40,13 40,16
9171 KotaSorong 35,71 14,93 15,12 14,02 14,04
9400 PAPUA 40,78 35,53 37,53 36,8 31,25
9401 Merauke 31,56 15,69 15,44 14,54 13,22
9402 Jayawijaya 50,31 48,15 46,3 41,84 39,03

ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013 97


PresentasePendudukMiskin(%)
Kode Provinsi/kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011
9403 Jayapura 30,91 21,80 20,77 18,64 17,30
9404 Nabire 45,56 37,56 35,69 33,68 30,86
9408 YapenWaropen 43,54 37,31 36,13 33,54 30,76
9409 BiakNumfor 46,98 37,06 36,51 33,61 30,31
9410 Paniai 52,18 48,29 47,68 43,47 37,18
9411 PuncakJaya 49,42 46,92 43,8 40,25
9412 Mimika 32,73 26,63 24,74 22,57 20,78
9413 BovenDigoel 29,52 27,49 27,01 25,79 23,52
9414 Mappi 34,04 36,23 34,94 33,11 30,14
9415 Asmat 33,49 39,77 38,69 35,4 32,38
9416 Yahukimo 48,34 50,63 49,61 46,21 42,49
9417 PegununganBintang 45,81 43,77 40,08 36,23
9418 Tolikara 45,30 45,08 44,63 41,17 37,81
9419 Sarmi 31,20 24,52 22,63 21,09 19,42
9420 Keerom 27,07 27,19 25,57 24,12 21,98
9426 Waropen 46,93 44,50 44 39,88 36,23
9427 Supiori 53,25 50,92 50,66 45,75 42,73
9428 MembramoRaya 44,43 39,98 36,38
9429 Nduga 47,28 42,53 39,49
9430 LannyJaya 47,73 46,55 43,68
9431 MamberamoTengah 47,07 43,15 43,69
9432 Yalimo 47,76 44,13 40,65
9433 Puncak 49,2 44,65 40,77
9434 Dogiyai 36,57 33,96 30,40
9435 IntanJaya 0,0 47,82 41,53
9436 Deiyai 0,0 49,58 45,76
9471 KotaJayapura 25,30 18,67 17,87 17,31 16,03

98 ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2013

You might also like