You are on page 1of 4

Ketergantungan dan Penyalahgunaan Kokain

DSM-IV-TR menggunakan pedoman umum untuk ketergantungan dan penyalahgunaan kokain


(lihat Tabel 9.1-3 dan 9.1-4). Secara klinis dan praktis, ketergantungan kokain atau
penyalahgunaan kokain dapat dicurigai pada pasien yang menunjukkan perubahan kepribadian
yang tak dapat dijelaskan. Perubahan umum yang disebabkan oleh penggunaan kokain adalah
iritabilitas, terganggunya kemampuan berkonsentrasi, perilaku kompulsif, insomnia berat, dan
penurunan berat badan. Kolega di tempat kerja atau anggota keluarga dapat mengenali
ketidakmampuan seseorang yang semakin meningkat untuk mengerjakkan tugas yang
diharapkan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga atau pekerjaan. Pasien mungkin
menunjukkan bukti baru meningkatnya hutang atau ketidakmampuan membayar tagihan tepat
waktu karena besarnya jumlah uang yang digunakan untuk membeli kokain. Penyalahgunaan
kokain sering menarik diri dari situasi sosial atau pekerjaan tiap 30 sampai 60 menit untuk
mencari tempat tersembunyi untuk menghirup lebih banyak kokain. Oleh karena efek
vasokonstriksi kokain, pengguna hampir selalu mengalami kongesti nasal, yang mungkin dicoba
diobati sendiri dengan semprotan dekongestan.

Intoksikasi kokain

DSM-IV-TR merinci kriteria diagnosis intoksikasi kokain (Tabel 9.6-2) yang menekankan tanda
dan gejala fisik serta perilaku penggunaan kokain. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR
memungkinkan spesifikasi adanya gangguan perserpsi . jika terdapat halusinasi ketika tidak
ditemukan uji realitas yang intak, diagnosis yang tepat adalah gangguan psikotik terinduksi
kokain, dengan halusinasi.

Orang menggunakan kokain untuk efeknya yang khas yaitu elasi, euforia, peningkatan harga diri,
dan peningkatan tugas mental dan fisik. Sejumlah studi mengindikasikan bahwa dosis rendah
kokain sebenarnya dapat dikaitkan dengan peningkatan kinerja beberapa tugas kognitif. Namun,
pada dosis tinggi, gejala intoksikasi meliputi agitasi, iritabilitas, daya nilai terganggu , perilaku
impulsive dan seksual yang berbahaya, agresi, peningkatan menyeluruh aktivitas psikomotor,
dan secara potensial , gejala mania. Gejala fisik terkait utama adalah takikardia, hipertensi, dan
midriasis.

Keadaan putus kokain

Setelah pengehentian penggunaan kokain atau setelah intoksikasi akut, depresi pasca intoksikasi
(crash) dapat menimbulkan gejala disforia, anhedonia, ansietas, iritabilitas, kelelahan,
hipersomnolen, dan kadang-kadang agitasi. Dengan penggunaan kokain ringan sampai sedang ,
gejala putus zat berakhir dalam waktu 18 jam. Dengan penggunaan berat, seperti pada
ketergantungan kokain, gejala putus zat dapat berlangsung hingga satu minggu tapi biasanya
memuncak dalam 2 sampai 4 hari. Beberapa pasien dan sejumlah laporan anecdotal
menggambarkan sindrom putus kokain yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-
bulan. Gejala putus zat juga dapat dihubungkan dengan ide bunuh diri pada orang yang terkena.
Seseorang dalam keadaan putus zat dapat mengalami ketagihan kokain yang intens dan sangat
kuat, terutama karena konsumsi kokain dapat mengeliminasi gejala putus zat yang tidak
menyenangkan. Orang yang mengalami keadaan putus kokain sering mencoba mengobati sendiri
dengan alcohol, sedative, hipnotik, atau obat antiansietas seperti diazepam (Valium). Kriteria
diagnosis DSM-IV-TR keadaan putus kokain tercantum dalam table 9.6-3.

Delirium pada intoksikasi kokain

DSM-IV-TR telah merinci diagnosis Delirium pada intoksikasi kokain. Delirium pada
intoksikasi kokain paling sering terjadi pada pemakaian kokain dosis tinggi ; jika kokain
digunakan dalam waktu singkat, sehingga konsentrasi kokain dalam darah meningkat dengan
cepat; atau ketika kokain dicampur dengan zat psikoaktif lain (contoh amfetamin, opiate, opioid,
dan alcohol). Orang dengan kerusakan otak yang telah ada sebelumnya (sering kali merupakan
akibat episode intoksikasi kokain sebelumnya) juga mengalami peningkatan risiko mengalami
delirium pada intoksikasi kokain.

Gangguan psikotik terinduksi kokain

Waham paranoid dan halusinasi dapat terjadi pada hingga 50 persen dari semua orang yang
mengonsumsi kokain. Terjadinya gejala psikotik ini bergantung pada dosis, durasi penggunaan,
dan sensitivitas individual pengguna terhadap zat tersebut. Gangguan psikotik terinduksi kokain
paling sering pada pengguna IV dan pengguna crack. Pria lebih cenderung mengalami gejala
psikotik disbanding wanita. Waham paranoid merupakan gejala psikotik yang paling sering.
Halusinasi auditorik juga lazim, tapi halusinasi visual dan taktil mungkin lebih jarang dibanding
waham paranoid. Sensasi kutu merayap dibawah kulit (fornifikasi) dilaporkan berkaitan dengan
penggunaan kokain. Gangguan psikotik dapat timbul disertai perilaku seksual yang sangat tidak
senonoh dan secara umum aneh serta tindakan homicidal atau kekerasan lainyang berhubungan
dengan isi waham paranoid atau halusinasi.

Gangguan mood terinduksi kokain

DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis gangguan mood terinduksi kokain, yang dapat dimulai
baik saat intoksikasi maupun putus zat. Secara klasik, gejala gangguan mood yang dikaitkan
dengan intoksikasi adalah hipomanik atau manic; gejala ganguan mood yang dikaitkan dengan
keadaan putus zat adalah karakteristik depresi.

Gangguan ansietas terinduksi kokain


DSM-IV-TR juga memungkinkan diagnosis gangguan ansietas terinduksi kokain. Gejala
gangguan ansietas yang biasa dikaitkan dengan intoksikasi atau keadaan putus kokain adalah
gangguan obsesif kompulsif, gangguan panic, dan fobia.

Disfungsi seksual terinduksi kokain

DSM-IV-TR memungkinkan diagnosis disfungsi seksual terinduksi kokain, yang dapat dimulai
ketika seseorang terintoksikasi kokain. Meski kokain digunakan sebagai afrodisiak dan sebagai
cara menunda orgasme, penggunaannya secara berulang dapat mengakibatkan impotensi.

Gangguan tidur terinduksi kokain

Gangguan tidur terinduksi kokain , yang dapat dimulai saat intoksikasi atau keadaan putus zat,
dideskripsikan dalam gangguan tidur terinduksi zat. Intoksikasi kokain dikaitkan dengan
ketidakmampuan tidur; keadaan putus kokain dikaitkan dengan tidur terganggu atau
hipersomnolen.

Gangguan terkait kokain yang tak tergolongkan

DSM-IV-TR menyediakan diagnosis gangguan terkait kokain yang tak tergolongkan untuk
gangguan terkait kokain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu diagnosis yang
telah didiskusikan sebelumnya (Tabel 9.6-4)

Efek simpang

Efek simpang umum yang disebabkan penggunaan kokain adalah kongesti nasal; inflamasi berat,
pembengkakan, perdarahan dan ulserasi mukosa nasal yang juga dapat terjadi. Penggunaan
jangka panjang kokain juga dapat menyebabkan perforasi septum nasi. Freebasing dan merokok
crack dapat merusak saluran bronkus dan paru. Penggunaan kokain secara IV dapat
mengakibatkan infeksi, embolisme, serta penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Penyulit neurologis minor penggunaan kokain mencakup timbulnya distonia akut, tik, dan sakit
kepala lirmigren. Namun, penyulit mayor penggunaan kokain adalah serebrovaskular, epileptic
dan kardiak. Sekitar dua pertiga efek toksik akut ini terjadi dalam 1 jam intoksikasi, sekitar
seperlima terjadi dalam 1 sampai 3 jam, dan sisanya terjadi hingga beberapa hari kemudian.

Efek serebrovaskular.

Penyakit serebrovaskular yang paling sering dikaitkan dengan penggunaan kokain adalah infark
serebri nonhemoragik. Bila terjadi infark hemoragik, dapat mencakup perdarahan subaraknoid,
intraparenkimal, dan intraventrikular. Serangan iskemik transien (TIA) juga telah dikaitkan
dengan penggunaan kokain. Meski penyakit vascular ini biasanya menyerang otak, perdarahan
medulla spinalis juga pernah dilaporkan. Mekanisme patofisiologi yang jelas untuk gangguan
vascular ini adalah vasokonstriksi tapi mekanisme patofisiologi lain juga telah diajukan.
Kejang

Kejang dilaporkan menyebabkan 3 sampai 8 persen kunjungan ke ruang gawat darurat yang
disebabkan oleh kokain. Kokain adalah zat yang disalahgunakan yang paling sering
menyebabkan kejang; zat kedua paling sering adalah amfetamin. Kejang terinduksi kokain
merupakan peristiwa tunggal meski kejang multiple dan status epileptikus juga mungkin.
Penyulit penggunaan kokain yang jarang terjadi dan sering salah didiagnosis adalah status
epileptikus parsial kompleks, yang sebaiknya dipertimbangkan sebagai suatu diagnosis pada
pasien yang tampaknya mengalami gangguan psikotik terinduksi kokain dengan perjalanan yang
sangat fluktuatif. Risiko mengalami kejang terinduksi kokain paling tinggi pada pasien dengan
riwayat epilepsy yang menggunakan kokain dosis tinggi dan crack.

Efek pada jantung

Infark miokardium dan aritmia mungkin merupakan abnormalitas jantung terinduksi kokain yang
paling sering. Kardiomiopati dapat terjadi dengan penggunaan kokain jangka panjang, dan infark
serebri kardioembolik dapat menjadi penyulit lebih lanjut disfungsi miokardial terinduksi kokain.

You might also like