You are on page 1of 6

MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Oleh : Ma Min Shen (Widyaiswara LPMP NTB)

A. Latar Belakang

Pada mata pelajaran IPA/Fisika dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajarnya sering
terdapat masalah-masalah : 1) siswa kurang aktif dalam menggali informasi tambahan yang
mendukung materi yang telah disampaikan oleh guru di sekolah, selama ini dominasi guru
masih terlalu besar dalam proses belajar mengajar; 2) penguasaan terhadap konsep dasar yang
masih rendah, salah satunya dapat mengakibatkan miskonsepsi dalam IPA/Fisika, hal ini
karena IPA/Fisika memuat materi yang sangat banyak dan luas cakupanya sehingga siswa
kesulitan untuk menyerap semua materi dengan baik. Apalagi banyak konsep dasar yang
membutuhkan visualisasi/pratikum yang membantu mempermudah pemahaman konsep bagi
siswa. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif,
kreatif sehingga dapat membangun pengetahuannya sendiri dari pengalaman yang
diperolehnya untuk mereduksi miskonsepsi.

Sejalan dengan hal tersebut di atas dalam tulisan melalui kajian pustaka berikut disajikan
sekelumit kajian tentang pengertian konsep, pengertian miskonsepsi, pembentukan konsep,
sifat-sifat miskonsepsi, penyebab miskonsepsi dan cara mereduksi miskonsepsi.

Dari kajian berikut kiranya dapat memberikan guru, calon guru atau siswa manfaat : 1) siswa
tidak mengalami miskonsepsi dalam belajar sehingga prestasi belajar dapat ditingkatkan; 2)
memberikan masukan bagi guru dan calon guru sehingga dapat mengantisipasi berbagai
peluang terjadinya miskonsepsi IPA/Fisika dalam melaksanakan pembelajaran.

B. Konsep

1. Pengertian

Menurut Ausuber (Berg, 1991:8) bahwa : konsep merupakan benda-benda, kejadian-kejadian,


situasi-situasi atau ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya
oleh suatu benda atau simbul. Menurut Slavin (Sudarmo 2005:66) mengungkapkan bahwa
konsep merupakan suatu abstraksi dari pemikiran yang merupakan generalisasi dari suatu
rangkaian khusus. Sedangkan menurut Arend (Sudarmo 2005:66) konsep merupakan sarana
seseorang dalam mengklasifikasikan suatu objek dan jaringan pemikiran untuk menentukan
prinsip dan aturan, semua itu merupakan dasar bagaimana jaringan pemikiran dapat tersusun
guna menuntun seseorang dalam berpikir.

Dari pendapat di atas memberi makna konsep sebagai suatu yang mewakili abstraksi dan ciri-
ciri sesuatu untuk mempermudah komunikasi orang dan yang memungkinkan manusia
berpikir ilmiah. Setiap konsep IPA/Fisika terkait dengan banyak konsep IPA/Fisika yang lain.

2. Pembentukan Konsep

Setiap konsep yang berada dalam pikiran seseorang dapat terbentuk sedemikian rupa,
berkembang dan mengalami perubahan yang disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang
diprolehnya. Menurut Ausubel (Dahar, 1989:81) konsep dapat diperoleh dengan cara, yaitu
formasi konsep dan melalui asimilasi konsep. Maksud formasi dan asimilasi adalah :
a. Formasi konsep

Pembentukan kosep-konsep sebelum anak mendapatkan pendidikan formal melalui


proses induksi. Ketika siswa dihadapkan pada rangsangan lingkungan, ia mengabstraksi
sifat-sifat atau atribut-atribut tertentu yang sama dari berbagai stimulus. Pembentukan
konsep merupakan bentuk belajar penemuan, setidaknya dalam bentuk primitif yang
melibatkan proses-proses psikologi seperti analisis diskriminatif, abstraksi, deferensial,
pembentukan hipotesis, pengujian dan generalisasi. Pembentukan konsep ini juga
ditunjukan oleh orang-orang lebih tua dalam situasi kehidupan nyata dan di dalam
laboratorium tetapi dengan tingkat yang lebih tinggi.

b. Asimilasi konsep

Asimilasi konsep bersifat deduktif di dapat setelah memasuki pendidikan formal.


Siswa yang belajar akan menghubungkan atribut-atribut dengan gagasan yang relefan
yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka.

3. Tingkat-tingkat pencapaian konsep

Setiap orang dalam memahami suatu konsep akan mencapai pemahaman yang berbeda serta
bertingkat-tingkat. Hal tersebut terkait sejauh mana perhatian, intensitas, kepentingan dan
konsepsi awalnya tentang konsep yang dipelajarinya.

Klausmeier (Dahar 1989:88), membuat tingkatan pencapaian konsep seseorang dalam belajar
dan setiap orang dapat mencapai tingkatan tertinggi dengan kecepatan yang berbeda-beda dan
ada konsep-konsep yang tidak pernah tercapai pada tingkat yang paling tinggi. Keempat
tingkatan itu adalah :

a. Tingkat konkrit, seseorang mencapai tingkat ini bila dapat mengenal sesuatu yang
telah dihadapi sebelumnya.

b. Tingkat identitas, seseorang akan mengenal suatu objek :

1) Sesudah selang waktu tertentu

2) Mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu

3) Mengindra objek dengan cara yang berbeda

c. Tingkat klasifikatori, pada tingkat ini seseorang dapat mengenal persamaan dari
dua contoh yang berbeda pada kelas yang sama

d. Tingkat formal, seseorang berada pada tingkat ini jika dapat menentukan atribut-
atribut yang membatasi konsep.

Dalam pendidikan tingkat pencapaian konsep ini dipengaruhi umur, pengalaman dan latihan
secara multiple intelegensi seseorang dalam menguasai suatu konsep. Seseorang yang
memiliki intelegensi tinggi boleh jadi memiliki penguasaan konsep yang rendah di banding
seseorang yang berada dibawahnya namun memiliki kecerdasan emosional, interpersonal
serta motivasi yang tinggi dan pengalaman yang luas.
C. Miskonsepsi

1. Pengertian

Konsepsi siswa dapat berbeda dengan fisikawan. Konsepsi fisikawan pada umumnya akan
lebih canggih, lebih komplek, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar konsep
dari pada konsepsi siswa. Kalau konsepsi siswa sama dengan konsepsi fisikawan yang
disederhanakan tidaklah dikatakan salah, tetapi jika konsepsi siswa bertentangan dengan
konsepsi fisikawan maka dikatakan siswa mengalami miskonsepsi. Contohnya beberapa
siswa memahami bahwa benda yang diam di atas meja tidak memiliki gaya yang bekerja
pada benda tersebut. Siswa beralasan karena benda itu diam saja di atas meja. Padahal
menurut konsep fisika benda itu mempunyai gaya yang bekerja pada meja. Benda yang tetap
diam karena gaya reaksinya, meja melakukan gaya reaksi terhadap benda tersebut yang
besarnya sama tetapi arahnya berlawanan.

Menurut Soparno (2005:4), mengungkapkan bahwa miskonsepsi atau salah konsep


menunjuk:pada salah satu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang di terima
pakar di bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan
yang tidak benar diantara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan naif. Sebagian
siswa masih menggunakan intuisi untuk menjawab soal tentang bola besi dan bola plastik
yang dijatuhkan bebas dari ketinggian yang sama. Mereka menganggap bola besi akan jatuh
terlebih dahulu, padahal menurut prinsip fisika, kedua benda akan jatuh dengan percepatan
yang sama dan waktu yang di tempuh hingga menyentuh tanahpun sama (jika tidak ada unsur
lain yang mempengaruhi).

Menurut Brow (Supomo, 2005:4) mendifinisikan:miskonsepsi sebagai suatu gagasan yang


tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang di terima. Sedangkan Fowler
(Suparno, 2005:5) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan
konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkhis konsep-konsep yang tidak benar.
Contoh penerapan konsep tentang air mengalir sebagian pengajar di SD yang memberikan
konsep bahwa air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Padahal
pada air mancur, air mengalir dari bawah ke atas. Pengajar perlu menyampaikan konsep
tentang aliran air bahwa air dipengaruhi tekanan, agar konsep dari SD tidak terbawa sampai
jenjang pendidikan berikutnya.

2. Sifat-Sifat Miskonsepsi

Miskonsepsi memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Miskonsepsi sulit diperbaiki, berulang, mengganggu konsepsi berikutnya.

b. Sisa miskonsepsi seringkali akan terus menerus mengganggu, soal-soal yang


sederhana dapat dikerjakan namun pada soal yang sulit sering miskonsepsi muncul
kembali.

c. Miskonsepsi tidak dapat dihilangkan dengan ceramah yang bagus.

Siswa, guru, mahasiswa, dosen atau peneliti dapat terkena miskonsepsi baik yang pandai
maupun yang tidak. Dalam pelaksanaan pembelajaran kadang miskonsepsi disamakan dengan
ketidaktahuan maka seringkali guru pada umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang
lazim terjadi pada siswanya.

3. Penyebab Miskonsepsi

a. Siswa.

Miskonsepsi yang disebabkan dari siswa dapat bermacam-macam, seperti prakonsepsi


siswa sebelum memperoleh materi pelajaran, lingkungan, teman, pengalaman dan
minat. Secara filosofi terjadinya miskonsepsi dapat dijelaskan dengan filsafat
konstruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan di bentuk oleh siswa sendiri
dalam kontak dengan lingkungan, tantangan dan bahan yang dipelajari. Karena siswa
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya maka ada kemungkinan terjadi kesalahan
dalam mengkonstruksi. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa mengkonsep
IPA/Fisika secara tepat, belum mempunyai kerangka ilmiah yang dapat digunakan
sebagai standar. Miskonsepsi IPA/Fisika banyak terjadi disebabkan oleh pemahaman
pada diri siswa sendiri, hal ini kemungkinan dikelompokan menjadi : prakonsep atau
konsep awal siswa, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, penalaran yang tidak
lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa dan
minat belajar siswa.

b. Buku

Buku diktat yang salah dalam mengungkapkan konsep berdampak pada kebingungan
siswa dalam memahami konsep sehingga memunculkan miskonsepsi. Kesalahan yang
kiranya perlu mendapat perhatian dan penekanan dalam buku diktat adalah soal,
gambar, grafik, skema, tabel, penulisan rumus dan konstanta.

c. Konteks

Menurut Suparno (2005:72), kesalahan siswa dapat berasal dari kekacauan penggunaan
bahasa antara bahasa sehari-hari dengan bahasa ilmiah. Sehingga Mc Clleand (Suparno
2005:72) menganjurkan guru/dosen dalam memberikan definisi dengan jelas tidak
menggunakan bahasa yang ambigu serta melatih siswa dengan cara yang sama.

Miskonsepsi dapat disebabkan pengalaman sehari-hari siswa yang tidak sesuai dengan
konsep IPA/Fisika, maka pengajar harus mengungkapkan asal dari pengalaman yang
menyebabkan miskonsepsi untuk mengetahui penyebabnya, kemudian membetulkan
dengan konsep yang benar dengan memberikan pengalaman yang sesuai dengan konsep
IPA/Fisika.

d. Metode mengajar

Menurut suparno (2005:82), cara mengajar yang dapat menjadi penyebab khusus
miskonsepsi diantaranya yaitu : hanya menggunakan metode ceramah dan menulis,
langsung kebentuk matematis, tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa, tugas tidak
dikoreksi, model analogi, model pratikum dan diskusi yang tidak sesuai langkah-
langkah yang ditentukan.
Metode mengajar yang hanya menekankan salah satu segi dari kebenaran yang
diajarkan dan kefanatikan terhadap salah satu jenis metode mengajar perlu dihindari
karena akan membatasi cara pandang kita terhadap masalah pengetahuan. Selain itu
metode mengajar yang tidak tepat terhadap situasi, kondisi materi yang diajarkan dapat
memunculkan miskonsepsi pada diri siswa, sehingga guru harus memilih dan
menggunakan metode mengajar yang tepat agar penyampaian konsep dapat dipahami
siswa.

4. Cara Mendeteksi Miskonsepsi

Untuk mendeteksi terjadinya miskonsepsi menurut Beneerjee,1991: Furio,2000: Wilarjo,1998


(Sudarmo,2005:68) dapat dilakukan berbagai cara antara lain : melalui tes diagnostik,
wawancara mendalam, dan diskusi interaktif dalam kelas.

Langkah-langkah untuk mendeteksi miskonsepsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
:

a. Melakukan tes diagnostik pada awal pembelajaran atau pada setiap akhir suatu
pembahasan yang bentuknya dapat berupa tes objektif pilihan ganda atau bentuk lain
seperti menggambar diagram fisis atau vektoris, grafis, atau penjelasan dengan kata-
kata.

b. Memberikan pertanyaan, pertanyaan terbalik (reverse question) atau pertanyaan


yang kaya konteks.

c. Mengkoreksi langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan soal-soal


essai.

d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan lisan kepada siswa

e. Dengan mewawancarai siswa.

5. Syarat Konsep Dianggap Miskonsepsi

Konsep siswa di anggap miskonsepsi apabila memenuhi kriteria berikut :

a. Atribut tidak lengkap, yang berakibat pada gagalnya mendefinisikan konsep secara
benar dan lengkap.

b. Penerapan konsep yang tidak tepat, akibat dalam perolehan konsep terjadi
diferensiasi yang gagal.

c. Gambaran konsep yang salah, proses generalisasi dari suatu konsep abstrak bagi
seseorang yang tingkat pikirnya masih konkrit akan banyak mengalami hambatan.

d. Generalisasi yang salah dari suatu konsep, berakibat pada hilangnya esensi dasar
konsep tersebut. Kehilangan pemahaman terhadap esensi konsep menimbulkan
pandangan yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah.

e. Kegagalan dalam melakukan klasifikasi.


f. Misinterpertasi terhadap suatu objek abstrak dan proses yang berakibat gambaran
yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

6. Reduksi Miskonsepsi

Miskonsepsi merupakan sesuatu yang sulit untuk dihilangkan, namun upaya dan langkah
untuk mereduksi atau mengurangi miskonsepsi pada siswa harus tetap di tempuh. Pendapat
Berg (1991:17):cara yang tepat untuk mereduksi miskonsepsi jika telah terjadi adalah
melakukan remediasi dengan memanfaatkan aliran konstruktivis... Hal ini telah dilakukan
pada pembelajaran Fisika oleh : Osberne Wittrock (1995). Driver dan Odham (1985), Gillbert
dan Watts (1993). Beberapa ciri dalam mengajar secara konstruktivis, yaitu :

a. Orientasi, siswa diberi kesempatan dalam mengembangkan motivasi dan


observasi terhadap topik yang akan dipelajari

b. Elicitasi, siswa di bantu untuk mengungkapkan ide dengan jelas dengan diskusi,
menulis, membuat poster, dll.

c. Restrukturisasi, meliputi : 1) klasifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide


orang lain melalui diskusi; 2) membangun ide baru, ini akan terjadi ketika ide siswa
berbenturan dengan ide yang lain; 3)mengevaluasi ide baru dengan eksperimen.

d. Penguatan ide dalam banyak situasi, untuk melengkapi pengetahuan siswa

e. Review, bagaimana ide itu berubah, ide seseorang perlu diubah untuk menjadi
lebih lengkap.

Dengan menggunakan prinsip dasar konstrukvis para peneliti di negara lain telah dan masih
terus melakukan uji coba sejumlah pendekatan remediasi miskonsepsi.

You might also like