Professional Documents
Culture Documents
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus
yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru
karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusatpernafasan di otak mengatur
jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun
dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah
meningkat dan darah menjadi lebih asam Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman
pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi
menit.
Bufer Kimia
Bufer kimia merupakan substansi yang mencegah perubahan besar dalam ph cairan tubuh
dengan membuang atau melepaskan ion-ion hidrogen, bufer dapat bekerja dengan cepat
untuk mencegah perubahan yang berlebihan dalam konsentrasi ion hidrogen.
Sistem bufer utama tubuh adalah sistem bufer bikarbonat- asam karbonik. Normalnya ada
20 bagian bikarbonat(HCO3-) untuk satu bagian asam karbonik (H2CO3). Jika rasio ini
berubah, maka nilai pH akan berubah. Rasio inilah yang penting dalam mempertahankan
ph, bukan nilai absolutnya. Perawat harus mengingat bahwa karbondioksida merupakan
asam potensial, jika CO2 dilarutkan dalam air, ia akan berubah menjadi asam karbonik
(CO2 + H2O = H2CO3). Karena itu, ketika karbondioksida ditingkatkan, kandungan asam
karbonat juga meningkat dan sebaliknya.
Sistem bufer lain yang kurang penting adalah cairan ekstraseluler termasuk fosfat anorganik
dan protein plasma. Bufer intraseluler termasuk protein, fosfat organik dan anorganik, dan
dalam sel darah merah, hemoglobin.
Ginjal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraseluler, ginjal mampu meregenerasi
ion-ion bikarbonat dan juga mereabsorbsi ion-ion ini dari sel-sel tubulus ginjal. Dalam
keadaan asidosis respiratorik, dan kebanyakan kasus asidosis metabolik, ginjal
mengeksresikan ion-ion hidrogen dan menyimpan ion-ion bikarbonat untuk membantu
mempertahankan keseimbangan. Dalam keadaan alkalosis metabolik dan respiratorik, ginjal
mempertahankan ion-ion bikarbonat untuk membantu mempertahankan keseimbangan.
Ginjal jelas tidak dapat mengkompensasi asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal
ginjal. Kompensasi ginjal untuk ketidakseimbangan secara relatif lambat (dalam beberapa
jam atau hari).
Paru-paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbondioksida, dan karena itu
juga mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru
melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon
dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri
(PaCO2) merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi respirasi. Meskipun
demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga menyebabkan
eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi kelebihan asam). Pada
keadaan alkalosis metabolik , frekuensi pernapasan diturunkan, dan menyebabkan
penahanan karbondioksida ( untuk meningkatkan beban asam).
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru
atau kelainan pernafasan.
2.2.1. Asidosis Metabolik ( Kekurangan Basa Bikarbonat)
A. Definisi
Asidosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai oleh rendahnya pH (peningkatan
konsentrasi hidrogen) dan rendahnya konsentrasi bikarbonat plasma. Hal ini dapat
diakibatkan oleh penambahan ion hidrogen atau kehilangan bikarbonat. Asidosis metabolik
secara klinis dapat dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan pada nilai - nilai gap anion (AG),
yaitu asidosis gap anion tinggi dan asidosis gap anion normal. Gap anion mencerminkan
anion yang tidak terukur yang normal dalam plasma (fosfst, sulfat, dan protein). Dengan
mengukur gap anion sangat membantu dalam diagnosisi banding asidosis metabolik. Gap
anion dapat dihitung dengan membagi jumlah konsentrasi bikarbonat dan klorida serum
(anion atau elektrolit bermuatan negatu elektrolit bermuatan negatif) darif) dari kadar natrium
serum (kati kadar natrium serum (kation atau elektrolit yang bermuatan positif)
Gap anion = Na+ - (Cl- + HCO3-)
Nilai normal untuk gap anion adalah 8-16 mEq/L. anion tidak terukur dalam serum
normalnya berjumlah kurang dari 16 mEq/L dari pembentukan anion. Nilai gap anion yang
melebihi 16 mEq/L, menendakan penumpukan berlebih anion tidak terukur.
Asidosis gap anion tinggi terjadi akibat penumpukan berlebih asam terikat. Hal ini terjadi
dalam ketoasidosis, asidosis laktat, fase lanjut keracunan salisilat, uremia, toksisitas
metanol atau etilen glikol, dan ketoasidosis akibat kelaparan. Pada semua contoh ini,secara
abnormal kadar anion yang tinggi membanjiri sistem, sehingga meningkatkan gap anion
diatas batas normal.
Asidosis gap anion normal terjadi akibat kehilangan langsung bikarbonat, seperti pada diare,
fistula usus, dan ureterostomi, pemberian klorida berlebih dan pemberian nutrisi parenteral
tanpa bikarbonat atau zat terlarut yang menghasilkan bikarbonat.
B. Etiologi
1) Penyebab utama dari asidois metabolik:
2) Gagal ginjal
3) Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
4) Ketoasidosis diabetikum
5) Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
6) Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid
atau amonium klorida
7) Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena
diare, ileostomi atau kolostomi.
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala asidosis metabolik beragam bergantung pada keperawatan asidosis.
Tanda dan gejala ini dapaat mencakup sakit kepala, kelam pikir, mengatuk, peningkatan
frekuensi dan kedalaman pernapasan,mual dan muntah. Vasodilatasi perifer dan penurunan
curah jantung terjadi ketika pH turun di bawah 7. Temuan pengkajian fisik tambahan
termasuk penurunan tekanan darah, kulit dingin dan kusam, adanya distrimia, dan
manifestasi syok.
D. Evaluasi Diagnostik
Pengukuran gas darah arteri sangat berguna dalam mendiagnosis asidosis metabolik.
Peubahan nilai-nilai gas darah yang diperkirakan termasuk kadar bikarbonat yang rendah
(kurang dari 22 mEq/L) dan pH yang rendah (kurang dari 7,35). Hiperkalemia dapat
menyertai asidosis metabolik, sebagai akibat dari perpindahan kalium keluar dari sel-sel.
Nantinya, sejalan dengan dikoreksinya asidosis, kalium berpindah kembali kedalam sel-sel
dan hipokalemia dapat terjadi. Hiperventilasi penurunan kadar karbondioksida sebagai
mekanisme kompensasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perhitungan gap anion
penting dalam menetukan penyebab asidosis metabolik. Pemeriksaan elektrokardiogram
akan mendeteksi distrimia yang disebabkan oleh peningkatan kalium.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan pada mengoreksi defek metabolik. Jika penyebab masalah adalah
masukan klorida yang berlebihan, maka pengobatannya adalah ditunjukan pada
menghilangkan sumber klorida. Bila diperlukan diberikan bikarbonat. Meskipun hiperkalemia
terjadi dengan asidosis, hipokalemia dapat terjadi dengan kebalikan dari asidosis dan
perpindahan kalium kembali kedalam sel-sel. Karenanya, kadar serum kalium dipantau
dengan ketat dan hipokalemia dikoreksi sejalan dengan berbaliknya asidosis.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah
yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam
basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
C. Manifestasi Klinik
Alkalosis secara primer dimanifestasikan oleh gejala-gejal yang berhubungan dengan
penurunan ionisasi kalsium, seperti kesemutan pada jari-jari tangan dan kaki, pusing, dan
hipertonik otot. Fraksi terionisasi kalsium serum menurun pada adanya alkalosis karena
lebih banyak kalsium berkaitan dengan protein serum. Karena fraksi kalsium terionisasi yang
mempengaruhi aktivitas neuromuskular, gejala-gejala hipokalsemia sering merupakan
gejala-gejala yang menonjol pada alkalosis. Pernapasan terdepresi sebagian akibat aksi
kompensatori oleh paru-paru. Takikardia atrium dapat terjadi, dengan meningkatnya pH
diatas 7,6 dan terjadi hipokalemia, dapat terjadi ganguan ventrikel. Penurunan motilitas dan
paralisis ileus juga dapat terjadi.
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas-gas darah menunjukan pH yang lebih tinggi dari 7,45 dan konsentrasi
bikarbonat serum lebih besar dari 2,6 mEq/L. Tekanan parsial karbondioksida akan
meningkat karena paru-paru berupaya untuk mengkompensasi kelebihan bikarbonat dengan
menahan karbondioksida. Hipoventilasi ini lebih menonjol pada pasien-pasien semi-sadar,
tidak sadar, atau lemah dibanding dengan pasien yang sadar. Pasien semi-sadar dapat
mengalami hipoksemia jelas sebagai akibat hipoventilasi. Hipokalemia dapat menyertai
alkalosis metabolik. Kadar klorida urin dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab
alkalosis metabolik jika riwayat pasien tidak memberi informasi yang adekurat. Alkalosis
metabolik adalah suatu situsi dimana konsentrasi klorida urin mungkin perkiraan yang lebih
akurat dibanding dengan konsentrasi natrium urin. Konsentrasi klorida urin membantu untuk
membedakan antara muntah-muntah atau mengkonsumsi diuretik atau salah satu penyebab
kelebihan mineralokortikoid hipovolemia dan hipokloremia pada pasien muntah-muntah atau
kristik fibrosis, pasien yang diberi makan kembali, atau mereka yang menggunakan diuretik
menghasilkan konsentrasi klorida urin kurang dari 25 mEq/L. Tanda-tanda hipovolemia tidak
ada konsentrasi klorida urin melebihi 40 mEq/L pada pasien dengan kelebihan
mineralokortikoid untuk kebanjiran alkali; pasien ini biasanya mempunyai volume yang lebih
banyak. Konsentrasi klorida urin harus kurang dari 15 mEq/L bila terdapat penurunan kadar
klorida dan hipovolemia.
E.Penatalaksanaaan
Pengobatan ditunjukan pada memperbaiki kondisi yang mendasari. Klorida yang mencukupi
harus disuplai agar ginjal dapat mengabsorbsi natrium dengan klorida (dengan
memungkinkan ekskresi kelebihan karbonat). Pengobatab juga mencakup pemulihan
volume cairan normal dengan memberikan cairan natrium klorida (karena penipisan volume
berkelanjutan berfungsi untuk mempertahankan alkalosis). Jika terjadi hipokalemia, kalium
diberikan sebagai KCl untuk menggantikan baik kehilangan K+ dan Cl-. Antagonis reseptor
H2 histamin mengurangi pembentukan HCl lambung. Inhibitor anhidrase sangat berguna
dalam mengatasi alkalosis metabolik pada pasien yang tidak mampu untuk mentoleransi
penambahan volume yang cepat (pasien dengan gagal jantung kongestif). Karena penipisan
volume akibat kehilangan GI, panting artiny untuk memantau masukan dan haluaran dengan
cermat.
F. Kompensasi Paru-Paru Selama Alkalosis Metabolik
Peningkatan pH darah arteri akan menekan pusat pernafasan. Hasilnya hipoventilasi
alveolar cenderung menaikkan PaCO2 dan mengembalikan pH arteri menjadi
normal.Respon paru terhadap alkalosis metabolik secara umum sulit diprediksi
dibandingkan respon terhadap asidosis matabolik. Hipoksemia, sebagai akibat dari
hipoventilasi yang progresif, biasanya mengaktifkan axygen-sensitive chemoreceptor;
kemudian menstimulasi ventilasi dan membatasi respon kompensasi paru. Konsekwensinya,
PaCO2 biasanya tidak pernah naik diatas 55 mmHg pada respon terhadap alkalosis
metabolik. Secara umum, PaCO2 dapat diharapkan meningkat sebesar 0,25-1 mmHg untuk
setiap peningkatan [HCO3-] sebesar 1 mEq/L.
2.2.2.1. Alkalosis Metabolik Kronis
Alkalosis metabolik kronis dapat terjadi dengan terapi diuretik jangka panjang (tiasid atau
furosemid), adenoma vilosa, drainase eksternal cairan lambung, penipisan kalium yang
signifikan fibrosis kristik, dan ingesti kronis susu dan kalium karbonat. Gejala-gejalanya
sama dengan alkalosis metabolik akut dan karena penurunan kalium, seringnya tampak
PVC atau gelombang U. penatalaksanaan ditunjukan pada perbaikan gangguan asam basa
yang mendasari.
2.2.3. Asidosis Respiratorik ( Kelebihan Asam Karbonat )
A. Definisi
Asidosis respiratori adalah ganguan klinik di mana pH kurang dari7,35 dan tekanan parsial
karbondioksida arteri(PaCO2) lebih besar dari 42 mm Hg. Kondisi ini dapat akut atau kronis.
Asidosis respiratori selalu akibat tidak adekuratnya ekskresi karbon dioksida dengan
tidak adekuratnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbon dioksida
plasma. Selain peningkatan PaCO2, hipoventilasi biasanya menyebabkan penuraunan
PaCO2.Asidosis respiratori akut merupakan kondisi kedaruratan, seperti edema pulmonal
akut, aspirasi benda asing,atelektasis,pneumotoraks,takar lajak sedatif, sindom tidur
apnea,pemberian oksigen pada pasien dengan hiperkapnea kronis(kelebihan kadar
karbondioksida dalam darah), apneumonia berat, dan ARDS. Asidosis respiratorik dapat
juga terjadi pada penyakit yang merusak oto-otot pernapasan yakni distrofi muskular,
miastenia grafis, dan syndrome guillian-bare. Ventilasi mekanik dapat berkaitan dengan
hiperkapnea jika frekuensi ventilasi alveolar yang efektif tidak adekurat. Ventilasi terpaku
pada pasien ini dan CO2 meningkat.
Acidosis respiratorik digambarkan sebagai peningkatan PaCO2 primer. Peningkatan ini
berdasar pada reaksi:
ke arah kanan akan menyebabkan peningkatan [H+] dan menurunkan pH arteri. Sesuai
dengan reaksi diatas, [HCO3-] sedikit sekali terpengaruh.
PaCO2 menggambarkan keseimbangan antara produksi CO2 dan pembuangan CO2:
B. Etiologi
Penyebab / Etiologi :
1. Over dosis obat
2. Trauma dada dan kepala
3. Edema paru- paru
4. Obstruksi jalan nafas
5. PPOM
C. Manifestasi Klinik
1. Pada keadaan hipoventilasi CO2 tertahan dan akan berikatan H2O menyebabkan
meningkatnya HCO3.
2. H2CO3 akan berdisosiasi enjadi H+ dan HOO sehingga dalam analisa gas darah didapatkan
PaCO2 meningkat dan PH turun.
3. pH yang rendah disertai meningkat 2.3 DPG intra seluler sel darah sehingga mempermudah
pelepasan O2 ke jaringan sehingga saturasi turun.
4. PCO2 meningkat, CO2 jaringan dan otak juga meningkat. CO2 akan bereaksi dengan H2O
membentuk H2CO3.
5. Meningkatnya PaCO2 dan H+ akan menstimulasi pusat pernafasan di medulla Oblongata
sehingga timbul hiperventilasi. Secara klinis akan tampak respirasi cepat dan dalam Analisa
Gas Darah (AGD): PaCO2 turun.
6. Pusing, bingung, letargi, muntah sebagai akibat dari penurunan CO2 dan H+akan
mengakibatkan pembuluh darah cerebral.
7. Aliran darah cerebral meningkat sehingga terjadi oedema otak dan mendepresi Susunan
Saraf Pusat
8. Gagalnya mekanisme pernafasan dan meningkatnya PaCO2 akan menstimulasi ginjal untuk
meningkatkan NaHCO3 yang berfungsi sebagai sistem buffer mejadi lebih asam. Hal ini urin
menjadi asam dan HCO3 meningkat, pernafasan dangkal dan lambat.
9. Meningkatnya ion H+ mempengaruhi mekanisme kompensasi sehingga H+masuk intrasel
dan Kalium (K) intrasel masuk ke dalam plasma.
10. Ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis yang kritis akan mendepresi otak dan fungsi
jantung. Secara klinis akan tampak: PaCO2 menurun, pH turun, hiperkalemia, penurunan
kesadaran dan aritmia.
Bila PaCO2 secara kronis diatas nilai 50 mmHg, pusat pernapasan menjadi sensitif secara
relatif terhadap karbondioksida sebagai stimulan perbapasan menyisakan hipoksemia
sebagai doronganutama pernapasan. Pemberian oksigen dapat menghilangkan stimulus
hipoksemia, dan pasien mengalami nekrosis karbondioksida, kecuali situasi ini diatasi
dengan cepat. Karenanya, oksigen harus diberikan dengan sangat waspada.
D. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi gas darah arteri menunjukan pH kurang dari 7,35 dan PaCO 2 lebih besar dari 42
mmHg pada asidosis akut. Bila kompensasi telah terjadi secara sempurna (retensi
bikarbonat oleh ginjal), pH arteri mungkin dalam batasan normal lebih rendah. Bergantung
pada etiologi dari asidosis respiratorik tindakan diagnostik lain dapat mencakup evaluasi
elektrolit serum, rontgen dada untuk menentukan segala penyakit pernapasan, dan skrin
obat jika diduga terjadi takar lajak obat. Pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi segala
keterlibatan jantung sebagai akibat PPOK mungkin juga tampak.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berada sesuai
dengan penyebab ketidakadekuatan ventilasi. Preparat farmakologi digunakan sesuai
indikasi. Sebagai contoh, bronkodilator membantu menurunkan spasme bronkhial, dan
antibiotik yang digunakan untuk infeksi pernapasan. Tindakan hygiene pulmonari dilakukan,
ketika diperlukan, untuk membersihkan saluran pernapasan dari mukus dan drainase pluren.
Hidrasi yang adekurat (2-3 1/hari) di indikasikan untuk menjaga membran mukosa tetap
lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi. Oksigen suplemen diberikan bila
diperlukan. Ventilasi mekanik, yang digunakan secara waspada dapat memperbaiki ventilasi
pulmonari. Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak bijaksana dapat menyebabkan eksresi
karbondioksida yang demikian cepat sehingga ginjal tidak mampu untuk mengeliminasi
kelebihan biokarbonat dengan cukup cepat untuk mencegah alkalosis dan kejang. Untuk
alasan ini, kenaikan PaCO2 harus diturunkan secara lambat. Membaringkan pasien dalam
posisi semifowler memfasilitasi ekspansi dinding dada.
2.2.3.1 Asidosis Respiratorik Akut
Respon kompensasi terhadap peningkatan PaCO2 secara akut (6-12 jam) adalah terbatas.
Sistem penyangga yang berperan secara primer dilakukan oleh hemoglobin dan pertukaran
H+ ekstraseluler dengan Na+ dan K+ dari tulang dan kompartemen cairan interstisial. Respon
ginjal untuk mempertahankan bikarbonat dalam jumlah lebih sangat terbatas pada keadaan
yang akut. Sebagai hasilnya, [HCO3-] plasma meningkat hanya sekitar 1 mEq/L untuk setiap
peningkatan 10 mmHg dari PaCO2 di bawah 40 mmHg.
2.2.3.2 Asidosis Respiratorik Kronis
Kompensasi ginjal yang maksimal menandakan terjadinya asidosis respiratorik kronis.
Kompensasi ginjal dapat dinilai hanya setelah 12-24 jam dan mungkin mencapai maksimal
setelah 3-5 hari. Selama waktu itu, peningkatan PaCO2 yang bertahan sejak lama
menyebabkan kompensasi ginjal yang maksimal. Selama asidosis respiratorik kronis,
[HCO3-] plasma meningkat sekitar 4 mEq/L untuk setiap peningkatan 10 mmHg dari
PaCO2 dibawah 40 mmHg.
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan sangat waspada pada pasien yang mengalami
retensi CO2 dimana terjadi hipoksia ketimbang hiperkapnea yang mengstimulasi ventilasi.