Professional Documents
Culture Documents
A. Konsep Dasar
1. Pengertian Peritonitis, Laparatomy
a. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen
dan meliputi visera (Brunner & Suddarth, 2002 : 1103).
b. Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga
abdomen (Corwin, 2000 : 529).
c. Peritonitis adalah peradangan / inflamasi membran peritoneal, yaitu kantong dua
lapis semi permeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ di
dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002 : 81).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peritonitis merupakan suatu peradangan
inflamasi pada peritoneum, yaitu suatu membran yang melapisi rongga abdomen. Salah
satu tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah dengan pembedahan yaitu
laparatomy.
a. Laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi
(Ramali Ahmad, 2000 : 194).
b. Laparatomy yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi
lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996 : 991).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa post laparatomy adalah periode / waktu
setelah dilakukan tindakan pembedahan di daerah perut.
b. Fisiologi Peritoneum
Fungsi Peritoneum terdiri dari :
1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritoneum
tidak saling bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen.
4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap
infeksi.
5) Membawa pembuluh darah, limfatik dan saraf ke organ.
3. Etiologi
Etiologi dari peritonitis terdiri dari 2 tipe (Luckman and Sorensens,1996:1637)
diantaranya :
a. Peritonitis Primer
Peritonotis primer biasanya disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar
getah bening, peritonitis tipe ini sangat jarang ditemukan, insidennya + 1 % dari semua
penyebab peritonitis.
b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis skunder biasanya terjadi akibat infeksi bakteri, organisme berasal dari
penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduksi internal.
Selain itu juga dapat terjadi dari sumber eksternal seperti cedera atau trauma (Misal :
luka tembak / tusuk).
Bakteri yang biasanya menyebabkan peritonitis ialah E. Coli, Klebsiella, Proteus dan
Pseudomonas. Inflamasi dan Ileus Paralitik adalah efek langsung dari infeksi. Penyebab
umum lain dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus periforasi, divertikulitis dan
perforasi usus.
4. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga
abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi
usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1103).
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi
(Price, 2001 : 402).
Peritonitis menimbulkan beberapa efek sistemik, perubahan sirkulasi, perpindahan
cairan dan masalah pernafasan dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit kritis. Sistem sirkulasi mengalami stres besar dari beberapa sumber. Respon
inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara
ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan meningkatkan sekresi cairan ke
dalam usus, proses inflamasi meningkatkan kebutuhan O2 pada waktu kemampuan
klien untuk ventilasi telah berkurang. Klien mengalami kesulitan ventilasi karena nyeri
abdomen dan peningkatan tekanan abdomen, yang meninggikan diafragma (Ester,
2002 : 81).
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan seluruh rongga
abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab umum dari
kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau hipovolemik.
Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan
dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah sepsis dan
kegagalan multiorgan.
Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan
abses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa
menunjukan adanya dehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
B. Proses Keperawatan
Proses Keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat
bersama klien menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan Asuhan
Keperawatan, membuat perencanaan dan implementasi serta mengevaluasi hasil
Asuhan Keperawatan (Gaffar, 1999 : 54).
Proses keperawatan menurut Yura dan Walsh (1967) yang dikutip oleh Gaffar dalam
buku Asuhan Keperawatan Profesional terdiri dari 5 tahap yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien yang dibutuhkan
dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999 :
57).
Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post laparatomi sama seperti pada
kasus keperawatan lainnya yaitu terdiri dari dua tahap :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas klien dan penanggung jawab
a) Identitas klien
Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
b) Penanggung jawab
Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan Klien.
a) Alasan Masuk Perawatan
Menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien dibawa ke Rumah Sakit dan
dirawat.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama ini diambil dari data subjektif atau objektif yang paling menonjol yang
dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien peritonitis ialah nyeri di daerah abdomen,
mual, muntah, demam (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah pengembangan dari keluhan utama dan data yang
menyertai menggunakan pendekatan PQRST (Priharjo, 1996 : 10).
P (Paliatif) : Faktor pencetus / penyebab yang dapat memperingan dan memperberat
keluhan klien.
Q (Qualitas) : Menggambarkan seperti apa keluhan dirasakan.
R (Region) : Mengetahui lokasi dari keluhan yang dirasakan, apakah keluhan itu
menyebar atau mempengaruhi area lain.
S (Severity) : Merupakan skala / intensitas keluhan.
T (Time) : Waktu dimana keluhan itu dirasakan.
d) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab masalah kesehatan
sekarang serta jenis penyakit dan kesehatan masa lalu. Pada klien post operasi akibat
peritonitis, perlu dikaji mengenai riwayat penyakit saluran pencernaan (seperti
Typhoid, Apendicitis, dll) dan riwayat pembedahan sebelumnya.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit yang menular atau penyakit
menurun yang ada dalam keluarga.
3) Pola Aktivitas Harian
Pengkajian pada pola aktivitas ini adalah membandingkan antara kebiasaan selama di
rumah sakit sebelum sakit dan selama sakit di rumah sakit meliputi :
a) Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, pantangan makanan, alergi
terhadap makanan dan nafsu makan. Biasanya pada klien post operasi akibat peritonitis
terdapat mual, muntah dan anoreksia.
b) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi frekuensi buang air besar, konsistensinya
dan keluhan selama buang air besar. Frekuensi buang air kecil, warna, jumlah urine tiap
buang air kecil. Pada klien dengan post operasi biasanya dijumpai penurunan jumlah
urine akibat intake cairan yang tidak adekuat akibat pembedahan.
b. Analisa Data
Analisa data merupakan kegiatan tahap akhir dari pengkajian (Hidayat,
2004 : 104). Proses analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep,
teori, prinsip Asuhan Keperawatan yang relevan dengan kondisi klien (Gaffar, 1999 :
62).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi
kebutuhan spesifik pasien secara respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
(Doengoes, 2000 : 8).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien post operasi akibat peritonitis
menurut Doengoes (2000 : 516) adalah sebagai berikut :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan
perseptual / kognitif, peningkatan eskpansi paru, energi, obstruksi trakeobronkial.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti
melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
disfungsi usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan metabolik dan
pembedahan.
e. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi, efek-
efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.
f. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri,
hipervolemik.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interprestasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999 : 63).
Rencana keperawatan pada klien post operasi berdasarkan diagnosa keperawatan
menurut Doengoes (2000 : 515) adalah :
a. Diagnosa Keperawatan :
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan
perseptual / kognitif, peningkatan ekspansi paru, energi, obstruksi trakeobronkial.
Tujuan :
Pola nafas efektif.
Kriteria Evaluasi :
- Menetapkan pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda
hipoksia lainnya.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow dan atau
keheningan setelah ekstubasi.
Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi atau
pernafasan cuping hidung,
Mencegah obstruksi jalan nafas.
Kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan
dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan.
Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaiki-nya
dapat segera dilakukan.
warna kulit dan aliran udara.
Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada
periode pasca operasi.
b. Diagnosa Keperawatan :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter,
selang, jalur normal seperti muntah.
Tujuan :
Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi :
- Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukan
dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang
baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine individu
yang sesuai.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran cairan
gastrointestinal).
Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
Periksa alat drein pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
Kolaborasi : Berikan cairan parenteral, produksi drah dan atau plasma ekspander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
Kulit yang dingin / lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi
perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
Tindakan / Intervensi
Rasional
Evaluasi rasa sakit secara reguler, mencatat karakteristik, lokasi dan intensitas (skala 0
5)
d. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
disfungsi usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan metabolik dan
pembedahan.
Tujuan :
Perubahan nutrisi teratasi.
Kriteria Evaluasi :
- Mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen positif.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising
usus normal dan kelancaran flatus
Kolaborasi : Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut
Kehilangan / peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut
diduga ada defisit nutrisi
e. Diagnosa Keperawatan :
Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi, efek-
efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.
Tujuan :
Integritas kulit kembali normal.
Kriteria Evaluasi :
- Mencapai penyembuhan luka.
- Mendemonstrasikan tingkah laku / teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan
untuk mencegah komplikasi.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik
aseptik yang ketat.
Pertahankan ketepatan saluran pengeluaran cairan pada drain / insisi yang mengalami
pengeluaran cairan yang berbau.
Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi, ekskoriasi.
Fasilitas letak kantong dekat luka, menurunkan resiko terjadinya infeksi dan kecelakaan
secara kimiawi pada jaringan /
Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama batuk
atau bergerak.
f. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri,
hipervolemik.
Tujuan :
Perfusi jaringan teratasi.
Kriteria Evaluasi :
- Mendemonstrasikan adanya perfusi jaringan yang adekuat dengan tanda-tanda vital
yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit hangat / kering, kesadaran
normal dan pengeluaran urinarius individu sesuai.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.
Pantau tanda-tanda vital, palpasi denyut nadi perifer, catat suhu / warna kulit dan
pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.
Merupakan indikator dari volume sirkulasi dan fungsi organ / perfusi jaringan yang
adekuat.
g. Diagnosa Keperawatan :
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interprestasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
Tujuan :
Pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
- Melakukan dengan benar, prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
Anjurkan melakukan aktivitas biasanya secara bertahap sesuai toleransi dan sediakan
waktu untuk istirahat adekuat
Menghindari peningkatan tekan-an intraabdomen yang tidak perlu dan tegangan otot
4. Implementasi
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan
keterampilan interpersonal dan intelektual. Intervensi harus dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi.
Ada 3 fase pada implementasi keperawatan yaitu fase persiapan meliputi pengetahuan
tentang rencana, persiapan klien dengan lingkungan. Kedua fase operasional
merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan. Ketiga fase
terminasi merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan
(Gaffar, 1999 : 66).
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap Asuhan Keperawatan.
Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data. Teratasi atau
tidaknya masalah klien serta pencapaian tujuan serta ketepatan pada praktek (Gaffar,
1999 : 67).
Menurut Brunner & Suddarth (2002 : 468) mengemukakan bahwa hasil yang
diharapkan dari masing-masing diagnosa adalah :
a. Fungsi pernafasan optimal dan pola nafas efektif.
b. Volume cairan terpenuhi.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
d. Intake nutrisi adekuat.
e. Integritas kulit dan jaringan kembali normal.
f. Perfusi jaringan teratasi.
g. Klien memahami tentang proses penyakitnya.