Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
AZHAR IBRAHIM
1311040008
PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA
2014 2015
TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
c. mengembangkan prosedur
Penjelasan :
Penjelasan :
Matematika dapat disebut sebagai ilmu tentang pola (Resnik, 2005; Tikerar,
2009). Beberapa pola dapat terlihat sangat menyenangkan, namun beberapa terasa
menantang. Mengidentifikasi dan mengembangkan pola adalah proses penting dalam
matematika dan pemikiran matematika. Pola matematika sederhana dapat dipelajari
siswa pada tingkat prasekolah dengan menggunakan blok, kancing, serta benda-benda
lain yang menarik. Sedangkan siswa pada level yang lebih tinggi dapat
mengeksplorasi pola bilangan yang lebih luas dari hanya sekedar mengulang pola.
Beberapa ahli menganggap bahwa matematika adalah ilmu tentang pola.
Perspektif ini menyoroti keberadaan pola di semua bidang matematika. Secara
khusus, pencarian pola dilihat oleh beberapa peneliti sebagai cara mendekati Aljabar
karena merupakan langkah mendasar untuk menetapkan generalisasi, yang merupakan
esensi matematika (Zazkis & Liljedahl, 2002). Kurikulum Matematika di banyak
negara merenungkan komponen penting seperti: mencari pola dalam konteks yang
berbeda, menggunakan dan memahami simbol-simbol dan variabel yang mewakili
pola, dan generalisasi. Kemampuan ini berhubungan langsung dengan pemikiran
aljabar dan mendukung pengembangan penalaran matematika serta koneksi antara
ide-ide matematika (NCTM, 2000).
Aljabar adalah generalisasi dari ide-ide aritmatika di mana nilai yang tidak
diketahui dan variabel dapat ditemukan memecahkan masalah (Taylor&cox, 2003).
Pola adalah Fokus utama dalam usaha mengembangkan penalaran Aljabar siswa
(Warren, 2005; Vale &Carbita, 2008; Beatty&Bruce, 2012). Aktivitas mengenai pola
diperkenalkan di sekolah dasar sehingga siswa dapat berpikir tentang hubungan antara
jumlah awal dalam pendidikan matematika mereka, yang dimaksudkan untuk
membantu mereka mentransisi ke aljabar resmi di sekolah menengah. Bekerja dengan
pola juga dapat membantu dalam membangun citra yang lebih positif dan bermakna
tentang matematika, juga berkontribusi pada pengembangan beberapa keterampilan,
khususnya yang terkait dengan pemecahan masalah dan berpikir aljabar.
Pola matematika dapat digambarkan sebagai keteraturan yang dapat
diprediksi, biasanya melibatkan numerik, hubungan spasial atau logis
(Mulligan&Michelmore, 2009). Mengeksplorasi, mengidentifikasi, memperluas,
mereproduksi, membandingkan, mewakili dan menggambarkan adalah karakteristik
operasi dengan pola. Urutan yang dipilih belum tentu urutan interaksi dengan pola
terjadi. Namun, dalam sebagian besar masalah yang berkaitan dengan pola beberapa
operasi yang tercantum di atas dapat diidentifikasi. Jelas, berinteraksi dengan pola
tergantung pada konteks di mana pola yang digunakan dan pada tugas-tugas yang
memotivasi penggunaan dan motivasi penggunaannya.
Pola dalam aljabar digolongkan ke dalam dua kategori: pola berulang dan pola
berkembang (Warren, 2005). Sebuah pola yang berulang didefinisikan sebagai pola di
mana terdapat unit yang berulang. struktur siklus yang dapat dihasilkan oleh aplikasi
berulang dari sebagian kecil dari pola. Pola berkembang memiliki unit dilihat biasa
disebut syarat dan setiap istilah dalam pola tergantung pada periode sebelumnya dan
posisinya dalam pola. Pola berulang sangat penting, karena mereka tumbuh dalam
pengukuran (yang melibatkan iterasi unit spasial identik) dan perkalian (yang
melibatkan iterasi unit numerik identik). Berikut contoh pola berulang dan
berkembang dalam Van De Walle (2005:269).
Penjelasan :
Sebagai contoh, guru dapat meminta siswa untuk membuktikan garis yang
membagi dua sama besar sudut yang dibentuk dua garis yang saling berpotongan di
satu bidang, berjarak sama terhadap kedua garis itu. Namun, penalaran anak akan
lebih berkembang secara lentur bila tugas itu diungkap dengan menanyakan apakah
ada garis (kalau ya, maka ada berapa banyak) yang berjarak sama terhadap dua garis
yang berpotongan di sebuah bidang, dan kalau ya, bagaimana kita tahu itu.
Malloy (1999, p.13) mengatakan pertanyaan guru dan siswa merupakan suatu
strategi untuk membantu anak menggunakan potensi kemampuan penalarannya
terhadap obyek matematik. Dengan mengutip Wolf dan Sawada, Malloy
menambahkan sewaktu guru meminta siswa untuk bernalar mengenai matematika
lewat pertanyaan-pertanyaan menyelidik, maka anak pada dasarnya memiliki
pemahaman matematik yang lebih baik dari yang kita bayangkan yang terlihat dari
respon yang mereka berikan. Dalam hal ini perlu dicamkan bahwa bertanya (reflektif)
merupakan bagian dari rangkaian pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dituntut pula
agar terampil mengajukan pertanyaan yang merangsang anak bernalar.
Wilson (1997) melihat salah satu tujuan utama belajar matematika adalah
mengembangkan kemampuan menyelesaikan berbagai ragam masalah matematik
yang rumit. Dengan nada serupa Kilpatrick, et al. (2001, p. 420) menjelaskan studi di
hampir setiap dari ranah matematika menunjukkan pemecahan masalah memberikan
konteks penting di mana siswa dapat belajar beragam topik matematik. Kemampuan
pemecahan masalah meningkat manakala anak berkesempatan menyelesaikan
masalah dan melihat bagaimana masalah dipecahkan. Hal ini sejalan dengan studi
Garofalo dan Lester dan juga oleh Schoenfeld (dalam NCTM, 2000) yang
menemukan kegagalan siswa memecahkan masalah lebih disebabkan ketidak-tepatan
strategi yang digunakan. Lebih jauh, pemecahan masalah menyediakan sarana
mempelajari konsep baru dan melatih keterampilan yang sudah dipelajari.
Penalaran analog atau induktif secara umum memainkan peran utama dalam
penemuan matematik (Polya, 1954, p. v). Penalaran analog berfungsi sebagai sumber
nyata (pasti) yang darinya anak dapat membangun model mental untuk konsep
matematik (English, 1999). English melanjutkan, penalaran analog lebih menuntut
kita melihat pada sifat-sifat yang berhubungan dari suatu fenomena atau ide
ketimbang pernak-pernik (features) di permukaan. Dan manakala hal ini gagal
dilakukan, maka belajar anak menjadi tidak bermakna. English lebih lanjut
mencontohkan bila kita menggunakan representasi matematik, maka kita sebetulnya
meminta anak untuk bernalar analog.
Untuk bernalar analogi pada garis bilangan misalnya, maka anak harus
memetakan atau mengaitkan tiap bilangan dengan satu titik pada garis dan
menempatkan bilangan nol pada titik tertentu. Selanjutnya, kedudukan bilangan di
arah kanan dari nol adalah bilangan positif dan di arah kiri bilangan negatif. Selain
itu, kaitan lain yang mesti dibuat anak adalah bilangan yang kian jauh ke kanan dari
nol menunjukkan bilangan yang makin besar dan seterusnya. Apabila pengaitan ini
gagal dilakukan maka itulah yang dikatakan English dan Halford dan juga oleh
Hiebert dan Wearne belajar anak jadi tak bermakna.
tahu besar satu sudut luar itu adalah . Dari itu diperoleh besar satu sudut dalam
untuk segi-n.