Professional Documents
Culture Documents
KRITISI JURNAL
Pengaruh Penggunaan Gurita Terhadap Frekuensi Gumoh Pada
Bayi Di Kabupaten Karanganyar
Ana Wigunantiningsih, N.Kadek Sri Eka Putri, Luluk Nur Fakhidah
Oleh:
KELOMPOK 1A
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Departemen Maternitas dengan judul Pengaruh Penggunaan
Gurita Terhadap Frekuensi Gumoh Pada Bayi Di Kabupaten Karanganyar. Ketertarikan
penulis akan topik ini didasari pada masih banyaknya pemakaian gurita pada bayi baru
lahir di wilayah kerja Puskesmas Gondanglegi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar isi........................................................................................................................ 2
Latar Belakang............................................................................................................... 3
Metode ..........................................................................................................................
Partisipan ......................................................................................................................
Diskusi .........................................................................................................................
Kesimpulan ...................................................................................................................
Penerapan di Indonesia..................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................... .
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan. Bayi memerlukan perawatan yang khusus
dan berbeda dengan manusia dewasa karena masa ini merupakan masa peralihan
dan adaptasi bayi dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.
Perawatan bayi harus dilakukan secara hati-hati, cermat dan teliti untuk menghindari
terjadinya kecelakaan yang dapat membahayakan bayi. Salah satu hal yang sering
terjadi pada bayi adalah gumoh atau regurgitasi.
Gumoh adalah keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa
saat setelah minum susu tanpa disertai kontraksi dinding lambung. Gumoh merupakan
keadaan yang normal dan biasa dialami bayi usia 0-6 bulan (Purnamaningrum, 2012).
Gumoh pada bayi dapat disebabkan karena berbagai hal yaitu: posisi menyusui yg
tidak tepat, pemberian makan yang salah/terlalu banyak, aktivitas yang berlebihan,
belum sempurnanya katup antara lambung dan kerongkongan. Selain itu gumoh juga
dapat disebabkan karena pemakaian gurita pada bayi. Pemakaian gurita membuat
lambung si bayi tertekan. Bila dalam keadaan seperti itu si bayi dipaksakan minum,
maka cairannya akan tertekan dan menjadi muntah (Purnamaningrum, 2012).
BAB II
KAJIAN TEORI
Bayi baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi sosial.
Periode neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usianya 28 hari,
merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada bayi baru lahir
(Bobak dkk, 2005). Pada masa ini, organ bayi mengalami penyesuaian dengan
keadaan di luar kandungan, ini diperlukan untuk kehidupan selanjutnya (Maryunani &
Nurhayati, 2008). Dimana bayi mengalami pertumbuhan dan perubahan yang
menakjubkan (Halminton, 1995).
Masa transisi dari periode fetus ke kehidupan baru lahir merupakan periode
kritis karena harus beradaptasi terhadap lingkungan baru. Mekanisme hemodinamik
dan thermoregulasi mendukung keberhasilan beradaptasi dengan lingkungan ekstra
uteri (Simpson & Creehan, 2001).
Dalam uterus semua kebutuhan janin secara sempurna dilayani pada kondisi
normal yaitu nutrisi dan oksigen disuplai oleh sirkulasi ibu melalui plasenta, produk
buangan tubuh dikeluarkan dari janin melalui plasenta, lingkungan yang aman disekat
oleh plasenta, membran dan cairan amnion untuk menghindari syok dan trauma,
infeksi dan perubahan dalam temperatur (Maryunani & Nurhayati, 2008). Di dalam
uterus bayi juga hidup di lingkungan yang terlindung dengan suhu terkontrol, kedap
suara, terapung dalam suatu genangan cairan hangat, dan memperoleh pasokan
untuk semua kebutuhan fisiknya (Miriam, 1999).
9.Faktor Bersendawa
Bersendawa bisa membantu untuk meminimalkan terjadinya gumoh, karena pada
saat disendawakan akan membantu bayi untuk mengeluarkan udara, yang masuk
pada saat bayi sedang disusui (Widyastuti, 2012).
10.Faktor Posisi Ibu dan Bayi Saat Menyusui
Kebiasaan ibu pada saat menyusui sambil tiduran miring dan bayi dalam posisi
terlentang, akibatnya cairan tidak masuk ke dalam saluran pencernaan akan tetapi
masuk ke dalam saluran pernapasan (Widyastuti, 2012).
11.Faktor Memakai Gurita
Pemakaian gurita yang terlalu kencang dapat mempengaruhi sering terjadinya
gumoh. Pemakaian gurita akan membuat lambung si bayi tertekan, dan pada saat
lambung bayi terisi penuh, maka cairannya akan tertekan dan menjadi
menyebabkan gumoh (Widyastuti, 2012).
2.2.3 Tanda dan Gejala yang Terjadi Pada Gumoh
Tanda dan gejala yang terjadi pada bayi yang mengalami gumoh menurut
(Dwienda, 2014) yaitu :
1. Mengeluarkan kembali susu atau makanan setelah diberikan minum/makan
2. Gumoh yang normal terjadi kurang dari empat kali sehari
3. Tidak sampai menganggu pertumbuhan berat badan bayi
4. Bayi tidak menolak minum.
2.2.4 Hal-hal yang Harus Diwaspadai dari Gumoh
Meskipun gumoh tidak membahayakan, namun pada keadaan-keadaan tertentu
harus diwaspadai oleh ibu bayiatau bidan, antara lain sebagai berikut (Maryunani, 2010) :
1. Apabila bayi gumoh dengan volume yang banyak dan berlangsung terus-menerus
atau terlalu sering. Hal ini biasanya disebabkan oleh gangguan saluran pencernaan.
Akibat dari gumoh hebat, bayi bisa kehilangan cairan tubuh (dehidrasi).
2. Selain gumoh hebat, hal yang harus diwaspadai adalah isi dari gumoh. Apakah
gumoh berisi lendir saja, bercampur air liur atau darah. Bila isi gumoh bercampur
darah atau bayi gumoh lebih dari lima kali sehari maka perlu pemeriksaan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
2.2.5 Proses Terjadinya Gumoh
Gumoh terjadi karena ada udara di dalam lambung yang terdorong keluar ketika
makanan masuk ke dalam lambung bayi. Gumoh terjadi secara pasif atau juga bisa terjadi
secara spontan. Dalam kondisi normal, bayi bisa mengalami gumoh antara 1-4 kali dalam
sehari. Gumoh dikategorikan normal, jika terjadinya beberapa saat setelah makan dan
minum serta tidak diikuti gejala lain yang mencurigakan. Selama berat badan bayi
meningkat sesuai standar kesehatan, tidak rewel, gumoh tidak bercampur darah dan tidak
susah makan atau minum, maka gumoh tidak perlu dipermasalahkan (Alvita, 2009).
Gumoh dan muntah sebenarnya serupa, namun keduanya memiliki perbedaan
dalam volume dan proses keluarnya cairan. Bayi yang kenyang sering mengeluarkan ASI
yang ditelannya. Jika yang dikeluarkan berupa ASI yang telah ditelan bayi dengan jumlah
sedikit dan volumenya kurang dari 10 cc, maka bayi disebut gumoh. Namun, jika
volumenya banyak atau lebih dari 10 cc, maka hal tersebut adalah muntah. Dilihat dari
cara keluarnya, gumoh akan mengalir biasa dari mulut dan tidak disertai kontraksi otot
perut. Sedangkan ketika bayi muntah, akan menyembur seperti disemprotkan dari dalam
perut dan disertai kontraksi otot perut. Kadangkala, bayi tidak hanya gumoh melalui mulut,
tetapi juga melalui lubang hidung. Kebanyakan gumoh akan terjadi pada bayi berusia
beberapa minggu, 2-4 bulan atau 6 bulan dan akan menghilang dengan sendirinya
(Khoirunnisa, 2010).
Jika bayi mengalami gumoh, maka ibu tidak perlu khawatir karena gumoh
merupakan proses yang alami dan wajar untuk mengeluarkan udara yang tertelan bayi
saat minum ASI. Ketika bayi terlalu banyak minum ASI, maka saat minum atau makan ada
udara yang ikut tertelan bayi. Kemungkinan lain, bayi gagal menelan karena otot-otot
penghubung mulut dan kerongkongan belum matang dan hal ini biasanya terjadi pada
bayi prematur. Bayi yang mengalami gumoh hanya perlu disendawakan setelah bayi
menyusu. Beda halnya dengan muntah yang tidak hanya terjafi pada bayi baru lahir, tetapi
muntah juga dapat terjadi apada anak usia 2 bulan dan dapat berlangsung sepanjang usia
(Khoirunnisa, 2010).
Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan. Selain karena
pemakaian gurita dan posisi saat menyusui, juga karena ia ditidurkan telentang setelah
diberi makan. Cairan yang masuk di tubuh bayi akan mencari posisi yang paling rendah.
Bila ada makanan yang masuk ke esofagus atau saluran sebelum ke lambung, maka ada
refleks yang bisa menyebabkan bayi gumoh (Dwienda, 2014).
Pada keadaan gumoh, biasanya lambung sudah dalam keadaan terisi penuh,
sehingga terkadang gumoh bercampur dengan air liur yang mengalir kembali ke atas dan
keluar melalui mulut pada sudut-sudut bibir. Hal tersebut disebabkan karena otot katup di
ujung lambung tidak bisa bekerja dengan baik. Otot tersebut seharusnya mendorong isi
lambung ke bawah (Dwienda, 2014).
Lambung yang penuh juga bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena
makanan yang terdahulu belum sampai ke usus, tetapi sudah diisi makanan lagi.
Akibatnya bayi tidak hanya mengalami gumoh tapi juga bisa mengalami muntah. Lambung
bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur sebulan, ada yang sehari bisa
minum 100 cc, tapi ada juga yang 120 cc (Dwienda, 2014).
2.2.6 Komplikasi dari Gumoh
Jika gumoh terjadi secara berlebihan, frekuensi sering dan terjadi dalam waktu
lama maka akan menyebabkan berbagai komplikasi yang bisa mengakibatkan gangguan
pada bayi (Khomsan, 2008) :
1. Iritasi pada saluran pencernaan.
Saat terjadi gumoh, maka asam lambung ikut naik melalui kerongkongan. Bila
gumoh terjadi terlalu sering, maka asam lambung juga semakin sering naik melalui
kerongkongan. Asam lambung inilah yang akan menyebabkan saluran pencernaan
mengalami iiritasi karena asam lambung seharusnya hanya berada di lambung.
2. Aspirasi atau masuknya cairan gumoh ke paru-paru dapat menyebabkan radang.
Masuknya cairan ke dalam paru-paru menimbulkan gejala yang berbeda-beda
tergantung jumlah cairan yang masuk. Jika hanya sedikit sekali yang masuk,
mungkin gejala tidak langsung nampak dan hanya ringan saja, seperti batuk, rasa
tidak nyaman di dada, nafas cepat, retraksi ringan. Akan tetapi jika tidak tertangani
dengan baik dapat berkembang menjadi radang paru.
3. Nafas terhenti sesaat.
Hal ini terjadi jika cairan gumoh masuk dalam jumlah yang cukup banyak hingga
menyumbat total saluran nafas sehingga dapat terjadi henti jantung dan nafas
mendadak.
4. Bayi tersedak dan batuk.
Jika cairan gumoh yang masuk paru-paru cukup banyak tapi tidak sampai
menyumbat total biasanya penderita akan mengalami batuk, sesak nafas berat
(sampai disertai tarikan dinding dada; cekung ke dalam), nafas cepat dan
sianosis/kebiruan.
Gurita bayi adalah pakaian bayi yang terbuat dari kain yang berbentuk kain utuh
dengan tali-tali di dua sisinya. Penggunaan gurita biasanya dengan cara menalikan kedua
sisi kain tersebut. Gurita bayi banyak digunakan oleh masyarakat dengan alasan untuk
melindungi pusar bayi yang belum puput atau kering atau untuk mencegah perut bayi
buncit berkelanjutan sehingga seorang ibu memasang gurita bayi dengan sangat erat.
Namun, sekarang ahli medis tidak menyarankan penggunaan gurita pada bayi,
karena hal tersebut dapat mengganggu pernapasan. Alasannya adalah karena bayi masih
menggunakan sistem pernafasan di perut, beda halnya dengan orang dewasa yang
bernafas melalui sistem pernafasan dada. Dapat dikatakan pusat aktivitas kehidupan bayi
masih berlangsung di sekitar perutnya.
Selain itu penggunaan gurita juga akan menyebabkan bayi gumoh karena
pemakaian gurita dengan sangat erat akan menekan lambung bayi sehingga pada saat
lambung bayi terisi penuh menyebabkan cairan dalam lambung tertekan sehingga terjadi
gumoh (Widyastuti, 2012).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Judul
Pengaruh Penggunaan Gurita Terhadap Frekuensi Gumoh Pada Bayi Di Kabupaten
Karanganyar
B. Pengarang
Ana Wigunantiningsih, N.Kadek Sri Eka Putri, Luluk Nur Fakhidah
A. Tahun Terbit
2016
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pre experimental design bentuk One-shot
Case study yaitu penelitian dimana terdapat satu kelompok yang diberikan perlakuan
dan selanjutnya diobservasi hasilnya. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakramat I, Kebakramat II pada bulan April
Juni 2014.
B. Partisipan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi berusia 0-3 bulan yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakkramat I dan Kebakramat
II, dengan rata-rata jumlah persalinan 60 per bulan untuk setiap kecamatan. Jadi
jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 180 orang.
Sampel dalam penelitian diambil dengan tehnik sampel accidental sampling.
Sampel dalam penelitian ini yaitu bayi usia 0-3 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakkramat I dan Kebakramat II sejumlah 36 yang
memakai gurita dengan pemberian nutrisi ASI Eksklusif dan selalu disendawakan
setelah disusui.
2. Bayi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu, Jaten I, Jaten II,
Kebakkramat I dan Kebakramat II
C. Prosedur Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan angket yang
berisi tentang identitas bayi dan ibu serta lembar ceklist observasi frekuensi gumoh
pada bayi.
D. Program Intervensi
1. Penelitian ini dilakukan pada bayi berusia 0-3 bulan yang mengkonsumsi ASI
eksklusif. Responden akan dijadikan satu kelompok dan mendapat intervensi
yang sama.
2. Para ibu diberikan penjelasan mengenai penelitian dan diminta untuk
berpartisipasi dalam penelitian.
5. Pada akhir minggu pertama dan kedua lembar ceklist akan dikumpulkan dan
dihitung prosentase yang gumoh dan tidak.
E. Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan / door to door pada
bayi yang menggunakan ASI eksklusif dalam satu kelompok dan diobservasi antara
bulan april juni 2014. Kriteria inklusi adalah bayi yang berusia 0-3 bulan, bayi yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakkramat I dan
Kebakramat II, bayi yang menggunakan ASI eksklusif, bayi yang menggunakan gurita.
Parameter yang diukur adalah frekuensi / kejadian gumoh pada bayi.yang
kemudian ditulis di lembar/angket observasi. Kemudian peneliti mendata keseluruhan
lembar observasi yang ditulis oleh para ibu.
Parameter dianalisa menggunakan SPSS, versi 15. Kategori parameter dianalisa
menggunakan Wilcoxon test dengan taraf signifikansi sebesar 5% didapatkan nilai Z
sebesar 0.03. Nilai Z ini lebih kecil dari 0.05 (Z (0.03<0.05) sehingga dapat
didimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya terdapat pengaruh atau
hubungan yang signifikan antara penggunaan gurita dengan kejadian frekuensi
gumoh pada bayi.
F. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas
Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakkramat I, dan Kebakkramat II dengan jumlah 36
responden yang berusia 0-3 bulan. Semua responden dijadikan satu kelompok dimana
akan diberikan perlakuan selama 2 minggu. Pada minggu pertama semua responden
akan diberikan perlakuan menggunakan gurita dan pada minggu kedua semua
responden tidak diberikan perlakuan menggunakan gurita, kemudian pada tiap akhir
minggu akan diobservasi.
G. Diskusi
Namun, kedua pemicu terjadinya gumoh yaitu bayi dengan susu botol dan tidak
menyendawakan bayi dalam penelitian ini telah dikendalikan dengan hanya
mengambil responden bayi yang diberi ASI Eksklusif dan disendawakan setelah
menyusui. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan antara
penggunaan gurita dengan kejadian gumoh pada bayi, artinya frekuensi kejadian
gumoh pada bayi saat memakai gurita lebih sering dari pada saat bayi tidak
menggunakan gurita. Hal ini disebabkan karena pemakaian gurita akan menekan
dinding perut bayi sehingga jika lambung bayi penuh setelah minum susu tekanan ini
akan menyebabkan keluarnya sebagian susu yang telah diminum tadi (gumoh)
(Admin, 2009; Tari, 2012). Selain dapat memicu gumoh, penggunaan gurita sendiri
akan menyebabkan bayi merasa tidak nyaman dan sesak.
Sebenarnya gumoh merupakan hal yang normal pada bayi jika terjadi dengan
frekuensi 4-5 ksli sehari (Innes, 2012). Gumoh yang terlalu sering pada bayi akan
berakibat bayi kurang nutrisi, jika hal ini terjadi secara terus-menerus bayi bisa
mengalami mal nutrisi yang akan berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan
bayi. Selain itu gumoh pada bayi juga tidak bisa dianggap hal yang sepele karena
pada saat bayi gumoh, bayi bisa mengalami aspirasi yaitu masknya cairan susu ke
dalam paru-paru. Gumoh pada bayi ini akan berkurang seiring dengan bertambahnya
usia bayi. Biasanya akan menghilang sendiri pada usia 12-15 bulan (Wyeth Indonesia,
2013: Admin, 2012).
H. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemakaian gurita pada bayi
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi gumoh pada bayi. Sehingga diharapkan
para ibu tidak lagi menggunakan gurita pada bayinya dengan tujuan salah satunya
untuk mengurangi kejadian gumoh pada bayi. Tetapi jika orang tua tetap harus
memakai gurita karena tradisi maka orang tua bisa memakaikan gurita kepada bayinya
secara longgar sehingga tidak akan menekan dinding perut bayi dan menyebabkan
gumoh.
1. Kelebihan Jurnal
Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan responden yang bayinya
hanya meminum ASI dan disendawakan setelah minum sehingga dapat
mengurangi bias dari penelitian.
2. Kekurangan Jurnal
Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan observasi secara langsung
terhadap bayi, sehingga dimungkinkan bayi setelah disusui tidak dilakukan
sendawa.
Dalam penelitian ini belum mengkaji penyebab gumoh secara lebih detail,
tidak mengkaji secara mendalam saat bayi gumoh apakan bayi sedang dalam
posisi bangun atau tidur.
Dalam penelitian ini tidak menyamaratakan jumlah atau volume ASI yang
dikonsumsi oleh bayi, sehingga dimungkinkan penyebab gumoh pada
beberapa bayi karena terlalu kenyang.
Dalam penelitian ini peneliti tidak memaparkan hasil dari penelitian atau dasar
teori kepada responden setelah penelitian, sehingga hal ini dapat merugikan
responden, karena responden tidak akan bertambah informasi kesehatannya
tentang gumoh.
K. Penerapan di Indonesia
Dari jurnal tersebut, kami mencoba untuk mengaplikasikannya kepada bayi yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Gondanglegi. Pada penelitian yang kami lakukan,
kami mengobservasi bayi yang mengkonsumsi ASI eksklusif, yang menggunakan
gurita.
Dari hasil observasi di Poli KIA pada tanggal 1-2 Februari 2017 kami mendapatkan
total 6 bayi yang menggunakan gurita dan mengkonsumsi ASI eksklusif.
Penggunaan Konsumsi Disendawaka Gumoh
Nama Usia
Gurita ASI ekskluif n YA Tidak
Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa dari 5 bayi yang kami data terkait
penggunaan gurita bayi 4 bayi mengalami gumoh, sedangkan 1 bayi tidak mengalami
gumoh. Data tersebut dapat dibuat sebagai data pendukung bahwa penggunaan
gurita dapat mempengaruhi tekanan perut bayi sehingga dapat memicu gumoh.
Daftar Pustaka