Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sebagai batsan ialah kehamilan yang kurang dari 20 minggu atau berat
janin yang kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus
spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus
provokatus. Abortus provokatus ini dibagi dua kelompok yaitu abortus provokatus
medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan
pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu ( Bantuk Hadijanto, 2008 ).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahawa di seluruh dunia, kira-kira
21,6 juta abortus terjadi pada tahun 2008, dan hampir semua kasus abortus ini terjadi di
negara negara berkembang. Proporsi abortus di negara negara berkembang meningkat
dari tahun 1995 hingga tahun 2008, yaitu dari 78% menjadi 86%. Hal ini disebabkan karena
proporsi kaum wanita yang tinggal di negara berkembang pada periode tersebut meningkat
(Guttmacher Institute, 2013). Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995
dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur,
tingkat aborsi diperkirakan pada tahun 2003 adalah 28 per 1.000 wanita usia subur. Di
Selatan Asia Tengah, tingkat aborsinya adalah 27 per 1.000 wanita usia subur. Asia
Tenggara merupakan daerah dengan tingkat aborsi tertinggi pada tahun 2003 yaitu 39 per
1.000 wanita usia subur. Tingkat aborsi paling rendah di Asia Barat yaitu 24 per 1.000
wanita usia subur (Guttmacher Institute, 2013).
Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa sekitar 2 juta aborsi terjadi di Indonesia. Perkiraan
ini adalah angka tahunan aborsi sebesar 37 aborsi per 1.000 perempuan usia reproduksi (15
49 tahun). Apabila dibandingkan dengan negaranegara lain di Asia, dalam skala regional
sekitar 29 aborsi per 1.000 perempuan usia reproduksi, ternyata perkiraan ini cukup tinggi.
Kebanyakan aborsi di Indonesia dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih dan banyak juga
(yang jumlahnya tidak diketahui) yang mengupayakan penguguran kandungan sendiri.
Akibatnya, angka dari komplikasi medis dan kematian maternal dari aborsi yang tidak aman
dapat diperkirakan cukup tinggi. Setiap tahunnya sekitar 2 juta aborsi yang diinduksi terjadi
di Indonesia dan di Asia Tenggara, kematian yang disebabkan karena aborsi yang tidak
aman adalah sebesar 14 16% dari semua kematian maternal (Guttmacher Institute, 2013).
Berdasarkan Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2007, Angka Kematian
Ibu (AKI) di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Report on the
Achievement of the Millennium Development Goals Indonesia 2010, angka kematian ibu ini
masih tinggi dan target yang diharapkan dapat dicapai tahun 2015 adalah angka kematian
ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Direktur penelitian Women Research
Institutte Edriana Noerdin, penyebab utama angka kematian ibu di Indonesia, yaitu
perdarahan dan infeksi. Salah satu penyebab kedua hal ini adalah abortus. 15 persen aborsi
di Indonesia dilakukan oleh perempuan berusia di bawah 20 tahun dan sekitar 2,3 juta aborsi
1
terjadi setiap tahun di Indonesia. Sebanyak 1 juta keguguran spontan, 700 ribu karena
kehamilan tidak diinginkan dan 600 ribu karena kegagalan keluarga berencana.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA).
2. Bagaimana proses terjadinya perubahan ligamen.
3. Bagaimana proses terjadinya perubahan serviks.
4. Bagaimana proses terjadinya perubahan vulva, vagina dan perineum.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian masa nifas (periode post partum).
2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya perubahan ligamen.
3. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya perubahan serviks.
4. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya perubahan vulva, vagina dan perineum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kanker Leher Rahim
2
Leher rahim merupakan bagian dari uterus yang menjorok kedalam vagina yang terdiri
dari pars vaginalis atau portio dan pars supra vaginalis uteri atau bagian kanalis yang berada
diatas vagina saluran yang berada pada leher rahim disebut kanalis servikkalis, panjangnya
2,5 cm yang dilapisi kelenjar-kelenjar bersilia yang berfungsi sebagai reseptakulum seminis
dengan pintu saluran leher rahim sebelah dalam atau OUI (Ostium Uteri Internum ) dan pintu
saluran leher rahim di vagina atau OUE (Ostium Uteri Eksternum ) (Prawirohardjo, 2001: 9-
10).
Karsinoma Leher rahim adalah tumor yang timbul diantara epitel yang melapisi ektoleher
rahim portio dan endoleher rahim kanalis servikalis yang disebut sebagai scuomosa columner
junction (SCJ) (Nada, 2007: 1).
Dari pengertian Kanker leher rahim diatas, dapat menyimpulkan bahwa Kanker leher
rahim adalah proses keganasan yang terjadi pada leher rahim dimana pada keadaan ini
terdapat kelompok-kelompok sel abnormal, yang timbul diantara epitel, yang melapisi
ektoleher rahim maupun endoleher rahim kanalis servikalis yang sebagai scuamosa columner
junction atau SCJ yang terbentuk oleh sel-sel jaringan yang tumbuh terus-menerus tak
terbatas.
B. Upaya pencegahan kanker payudara dan kanker leher rahim antara lain :
1. Pola Hidup Sehat dengan CERDIK
C = Cek kesehatan secara teratur
E = Enyahkan asap rokok
R = Rajin aktifitas fisik
D = Diet sehat dengan kalori seimbang
I = Istirahat cukup 6
K = Kelola stress
2. Cegah kanker dengan melakukan deteksi dini
a. Deteksi dini kanker leher rahim dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat
(IVA) ataupun Pap Smear
b. Deteksi dini kanker payudara dengan Periksa Payudara Sendiri (SADARI),
Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) oleh petugas kesehatan terlatih di fasilitas
kesehatan
C. Sasaran Pemeriksaan
Deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara dilakukan pada kelompok sasaran
perempuan 20 tahun ke atas, namun prioritas program deteksi dini di Indonesia pada
perempuan usia 30-50 tahun dengan target 50 % perempuan sampai tahun 2019. Deteksi dini
kanker payudara dilakukan dengan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) yaitu
pemeriksaan payudara oleh petugas kesehatan sambil mengajarkan kepada Ibu/klien untuk
melakukan SADARI setiap bulannya.
3
dibandingkan dengan tes pap smear. Karena itu, pemeriksaan IVA ini memberikan harapan
besar untuk terlindung dari ganasnya efek kanker leher rahim, jenis kanker yang paling
banyak ditemukan pada perempuan Indonesia yang berusia 25 tahun ke atas. Masalah yang
menghadang dalam penanggulangan kanker leher rahim di Indonesia adalah masih rendahnya
angka cakupan tes deteksi dini atau skrining kanker ini. Skrining adalah salah satu cara untuk
menemukan lesi pre kanker dan kanker pada stadium dini. Faktanya, angka skrining kanker
leher rahim di Indonesia hanya berkisar kurang dari (5%) (idealnya sekitar 80%).
E. Tahapan pemeriksaan IVA
Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah dilatih
dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat yang sudah di
encerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi
abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak normal akan
berubah warna dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan
bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker .
Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat
menstruasi, dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Pemeriksaan IVA juga dapat
dilakukan pada perempuan yang dicurigai atau diketahui memiliki ISR/IMS atau
HIV/AIDS.
1. Alat dan Bahan
a. Spekulum
b. Lampu
c. Larutan asam asetat 3-5%
1) Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran kemudian diencerkan
menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian asam cuka dicampur dengan 4
bagian air)
Contohnya: 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 40 ml air akan
menghasilkan 50 ml asam asetat 5 %. Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur
dengan 80 ml air akan menghasilkan 100 ml asam asetat 5%
2) Jika akan menggunakan asam asetat 3%, asam cuka 25 % diencerkan dengan
air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka dicampur 7 bagian air)
Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70 ml air akan
menghasilkan 80 ml asam asetat 3%
3) Campur asam asetat dengan baik
4) Buat asam asetat sesuai keperluan hari itu. Asam asetat jangan disimpan untuk
beberapa hari.
d. Kapas Lidi
e. Sarung tangan
f. Larutan klorin untuk dekontaminasi peralatan
2. Metode Pemeriksaan
a. Memastikan identitas , memeriksa status dan kelengkapan informed consent klien
4
b. Klien diminta untuk menanggalkan pakaiannya dari pinggang hingga lutut dan
menggunakan kain yang sudah disediakan
c. Klien diposisikan dalam posisi litotomi
d. Tutup area pinggang hingga lutut klien dengan kain
e. Gunakan sarung tangan
f. Bersihkan genitalia eksterna dengan air DTT
g. Masukkan spekulum dan tampakkan serviks hingga jelas terlihat 8. Bersihkan
serviks dari cairan , darah, dan sekret dengan kapas lidi bersih
h. Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut :
1) Terdapat kecurigaan kanker atau tidak :
a) Jika ya, klien dirujuk , pemeriksaan IVA tidak dilanjutkan .
Jika pemeriksaan adalah dokter ahli obstetri dan ginekologi ,
lakukan biopsi
2) Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo kolumnar
(SSK)
a) Jika SSK tidak tampak , maka : dilakukan pemeriksaan mata
telanjang tanpa asam asetat, lalu beri kesimpulan sementara,
misalnya hasil negatif namun SSK tidak tampak. Klien
disarankan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya lebih
cepat atau pap smear maksimal 6 bulan lagi.
b) Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas
lidi yang sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke
seluruh permukaan serviks
c) Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada
bercak putih ( acetowhite epithelium) atau tidak
d) Jika tidak (IVA negatif), jelaskan kepada klien kapan harus
kembali untuk mengulangi pemeriksan IVA
e) Jika ada (IVA positif) , tentukan metode tata laksana yang
akan dilakukan
i. Keluarkan spekulum
j. Buang sarung tangan , kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke dalam container (
tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan untuk alat-alat yang dapat
digunakan kembali, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi
k. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan pemeriksaan
lagi, serta rencana tata laksana jika diperlukan.
3. Penatalaksanaan IVA Positif
Bila ditemukan IVA Positif, dilakukan krioterapi, elektrokauterisasi atau eksisi
LEEP/LLETZ.
a. Krioterapi dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis obstetri dan ginekologi
atau konsultan onkologi ginekologi
5
b. Elektrokauterisasi, LEEP/LLETZ dilakukan oleh dokter spesialis obstetri dan
ginekologi atau konsultan onkologi ginekologi
IVA Positif
(lesi<75%, lesi < 2 mm di luar batas krioprob termasuk ujung
prob, tidak ada perluasan dinding vagina ke dalam kanal di
luar jangkauan krioprob)
6
TIDAK
YA
1. Kanker?
2. SSK
KaSIV o
3. IVA
4. Krioterapi
7
Caranya adalah adalah dengan membuka portal web PTM, kemudian klik menu
gallery, kemudian klik galeri IVA, sebagai berikut:
8
b) Selanjutnya login menggunakan username dan password Puskesmas yang
sudah disediakan, sebagai berikut:
9
e) Tunggu hingga muncul pop-up Tambah Konsultasi IVA: isi tanggal,
lampiran Gambar, unggah/upload gambar hasil pemeriksaan IVA, dan
isi keterangan, sebagai berikut:
f) Simpan data dengan meng klik Tambah Data . Jika ingin menunda proses
pengisian data klik tombol Batal.
g) Selanjutnya menunggu hasil konfoirmasi dari narasumber (dokter obsgin)
yang ditentukan
h) Hasil konsultasi IVA yang sudah dikonfirmasi oleh narasumber (dokter
obsgin) dapat dilihat pada menu tindak lanjut dan diseminasi, sebagai
berikut:
10
b. Memberikan Jawaban Konsultasi IVA
Narasumber konsultasi IVA (dokter obsgin) memberiksan jawaban dari kiriman
gambar konsultasi IVA dari provider di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya.
Langkah-langkah sebagai berikut:
1) Narasumber konsultasi IVA akan mendapat email dari admin web PPTM
tentang permintaan konsultasi IVA, sebagai berikut:
11
IVA positif, normal, atau kelainan lainnya dengan menuliskan pada kolom
keterangan.
5) Selanjutnya hasil konfirmasi tersebut dapat dibaca oleh provider yang mengirim
gambar konsultasi IVA
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa setelah kelahiran bayi dan pengeluaran plasenta, ibu mengalami suatu periode
pemulihan kembali kondisi fisik dan psikologisnya. Yang diharapkan pada periode 6
minggu setelah melahirkan adalah semua sistem dalam tubuh ibu akan pulih dari berbagai
pengaruh kehamilan dan kembali pada keadaan sebelum hamil. Pada masa nifas terjadi
perubahan fisiologis yakni perubahan sistem reproduksi yang merupakan perubahan alat-
alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti sebelum hamil disebut involusi.
Pada pembahasan kali ini terjadi berbagai perubahan pada sistem reproduksi yakni
perubahan ligamen, yang mana ligamen dan diafragma pelvis yang sebelumnya
mengalami peregangan sewaktu kehamilan dan saat melahirkan akan kembali seperti
sediakala. Selanjutnya ialah perubahan serviks, segera setelah melahirkan serviks menjadi
kendor yang disebabkan korpus uteri berkontraksi, kemudian terjadi perubahan vulva,
vagina dan perineum, selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan
serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam
keadaan kendor. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan
episiotomi dengan indikasi tertentu.
B. Saran
Ibu nifas hendaknya mengetahui tentang perubahan fisiologis reproduksi agar
tidak mengalami kecemasan ketika ibu berada pada masa nifas, tujuannya juga agar ibu
dapat menilai ketidaknormalan walaupun hanya secara sederhana. Harusnya perubahan
reproduksi ini juga diketahui agar ibu bisa memberitahukan adanya ketidaknormalan pada
masa nifas. Selanjutnya bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami
perubahan-perubahan yang terjadi.
http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/ebook/Buku_Panduan_Pelaksanaan_IVA-
SADANIS_2015.pdf
13