You are on page 1of 10

Makalah Ruptur Perineum (Pengertian,

Klasifikasi, Faktor Penyebab, Tanda


Gejala dan Komplikasi)

Selengkapnya :
http://warungbidan.blogspot.com/2017/08/makalah-ruptur-perineum-pengertian.html

rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat


bayi lahir baik secara spontan maupun dengan
menggunakan alat atau tindakan persalinan.

A. Pengertian
Perineum merupakan daerah tepi bawah vulva dengan tepi
depan anus. Perineum meregang pada saat persalinan
kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar
jalan lahir dan mencegah robekan.
Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan
kepala janin atau bahu pada saat persalinan. Bentuk
ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek sulit dilakukan penjahitan.
Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada jalan
lahir. Berbeda dengan episiotomi, robekan ini
bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat
menahan regangan pada saat janin lewat.
Menurut Oxorn, robekan perineum adalah robekan
obstetrik yang terjadi pada daerah perineum akibat
ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk
mengakomodasi lahirnya fetus. Persalinan sering kali
menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi
biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka
yang luas dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan
harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan perineum.
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan
pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya.
Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat.

B. Anatomi perineum
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang
terletak dibawah dasar panggul.

Gambar 2.1 Anatomi Perineum Eksternal

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya


rata rata antar 4 cm. Jaringan yang mendukung
perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma
urogenitalis.
Gambar 2.2 Anatomi Perineum Internal
Diafragma pelvis terdiri atas otot levatorani dan otot
koksigis posterior serta fasia (jaringan ikat yang akan
berkurang elastisitasnya pada perempuan yang lanjut
usia) yang menutupi kedua otot ini. Difragma
urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis,
yaitu di daerah segitiga antara tuber isiadika dan
simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliputi
muskulus tranversus perinei profunda, otot konstriktor
uretra dan fasia internal maupun eksternal yang
menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah trutama
dari arteria pudenda interna dan cabang cabangnya.
Persyarafan perineum terutama oleh nervus pudendus dan
cabang cabangnya. Oleh sebab itu, dalam menjahit
robekan perineum dapat dilakukan anestesi blok
pudendus. Otot levator ani kiri dan kanan bertemu di
tengah tengah di antara anus dan vagina yang
diperkuat oleh tendon sentral perineum. Di tempat ini
bertemu otot otot bulbokavernosus, muskulus tranversus
perinei superfisialis dan sfingter ani eksternal.
Struktur ini membentuk perineal body yang memberikan
dukungan bagi perineum. Dalam persalinan sering
mengalami laserasi, kecuali dilakukan episiotomi yang
adekuat.

C. Klasifikasi Ruptur Perineum


1. Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab
sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau
disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan
biasanya tidak teratur.
Tabel 2.1 Derajat Ruptur Perineum dan Penatalaksanaanya
Ruptur Derajat Derajat
Derajat Satu Derajat Dua
Perineum Tiga Empat
Mukosa Mukosa Mukosa Mukosa
Vagina Vagina Vagina Vagina
Komisura Komisura Komisura Komisura
Posterior Posterior Posterior Posterior
Kulit Kulit Kulit Kulit
Lokasi Perineum Perineum Perineum Perineum
Otot Otot Otot
Perineum Perineum Perineum
Otot Otot
Sfinter Sfinter
ani ani
Tidak perlu Jahit Penolong APN tidak
dijahit jika menggunakan dibekali keterampilan
tidak ada teknik yang untuk reparasi
Tata perdarahan sesuai laserasi perineum
Laksana Dan aposisi dengan derajat tiga atau
baik kondisi deraja empat. Segera
pasien rujuk ke fasilitas
rujukan
(JNPK-KR,2008)

2. Ruptur Perineum yang Disengaja (Episiotomi)


Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan
pengguntingan atau perobekan pada perineum.
Dahulu episiotomi dianjurkan untuk mengurangi ruptur
yang berlebihan pada perineum agar memudahkan dalam
penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala
dan infeksi, namun hal itu tidak didukung oleh bukti
ilmiah yang cukup. Episiotomi boleh dilakukan bila ada
indikasi tertentu.
Indikasi dilakukan episiotomy diantaranya indikasi
janin seperti distosia bahu dan persalinan bokong,
operasi ekstraksi vakum atau forsep, dan posisi oksiput
posterior.

D. Faktor-Faktor Terjadinya Ruptur Ruptur


Perineum
Ruptur perineum dapat terjadi karena beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor
penolong persalinan.
1. Faktor Ibu
Meliputi partus presipitatus, ibu primipara, pasien
tidak mampu berhenti mengejan, edema dan kerapuhan
perineum, varikositas vulva yang melemahkan jaringan
perineum, arkus pubis yang sempit dengan pintu bawah
panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi
ke arah posterior.
Primipara adalah seorang wanita yang melahirkan bayi
hidup untuk pertama kalinya. Robekan perineum terjadi
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Pada primipara atau orang
yang baru pertama kali melahirkan factor risikonya
adalah kelenturan perineum. Perineum yang kaku dan
tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan
dapat meningkatkan risiko terhadap janin. Perineum yang
belum pernah dilalui oleh kepala bayi tidak dapat
menahan tegangan yang kuat sehingga robek pada pinggir
depannya. Luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang
juga terjadi luka yang luas dan berbahaya.
2. Faktor penolong
Diantaranya adalah pimpinan persalinan yang salah, cara
menahan perineum dan cara berkomunikasi penolong dengan
ibu bersalin dapat mempengaruhi terjadinya rupture
perineum.
3. Faktor janin
Salah satu penyebabnya adalah berat badan bayi lahir,
posisi kepala yang abnormal, ekstraksi forceps yang
sukar, distosia bahu, dan anomaly congenital seperti
hydrocephalus. Hal ini terjadi karena berat bayi yang
besar sehingga sulit melewati panggul dan menyebabkan
terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin. Pada bayi
dengan berat badan lahir cukup besar, ruptur spontan
pada perineum dapat terjadi pada saat kepala dan bahu
dilahirkan. Pada saat melewati jalan lahir, berat badan
bayi berpengaruh terhadap besarnya penekanan terhadap
otot-otot yang berada di sekitar perineum sehingga
perineum menonjol dan meregang sampai kepala dan
seluruh bagian tubuh bayi lahir. Semakin besar tekanan
pada perineum, semakin besar pula risiko terjadinya
ruptur perineum.

E. Tanda Tanda dan Gejala Robekan Jalan Lahir


Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi
uterus baik dan tidak didapatkan adanya retensi
plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah
terjadi perlukaan jalan lahir.
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah
perdarahan, darah segar yang mengalir setelah bayi
lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta
normal.
Ciri khas robekan jalan lahir; Kontraksi uterus kuat,
keras dan mengecil, perdarahan terjadi langsung setelah
anak lahir, perdarahan ini terus menerus setelah
massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras
tapi perdarahan tidak berkurang. Dalam hal apapun,
robekan jalan lahir harus dapat diminimalkan karena tak
jarang perdarahan terjadi karena robekan dan ini
menimbulkan akibat yang fatal seperti terjadinya syok.

F. Komplikasi Ruptur Perineum


Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur
perineum tidak segera diatasi, yaitu :
1. Perdarahan
Perdarahan robekan jalan lahir selalu memberikan
perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya.
Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
dievaluasi , yaitu sumber dan jumlah perdarahan
sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal
dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus
(ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma
dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat
arteril atau pecahnya pembuluh darah vena.
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca
persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan.
Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala
satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai
kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda
vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta
memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai
tonus otot.
2. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya
karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing
atau rektum. Jika kandung kencing luka, maka air
kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula
dapat menekan kandung kencing atau rektum yang lama
antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi
iskemia.
3. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada
persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta
tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri
pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva
perineum dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma
perineum tetapi bisa juga dengan varikositas vulva yang
timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan disgnosis tidak diketahui
dan memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu
yang singkat, adanya pembengkakkan biru yang tegang
pada salah satu sisi introitus di daerah ruptur
perineum.
4. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar
alat genital pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan
merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga
menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatkan suhu
tubuh melebihi 38o celcius, tanpa menghitung pireksia
nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas
harus diperhatikan, diisolasi dan dilakukan inspeksi
pada traktus genitalis untuk mencari laserasi, robekan
atau luka episiotomi.

Selengkapnya :
http://warungbidan.blogspot.com/2017/08/makalah-ruptur-
perineum-pengertian.html

You might also like