You are on page 1of 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue
(DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4x106 .Virus ini termasuk genus flavivirus dari family
Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Dengue
adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Jumlah kasus DBD di kawasan Asia Tenggara meningkat dari tahun 2011
sebesar 100.278 kasus menjadi 257.024 kasus di tahun 2012. Penyakit DBD
juga masih merupakan masalah kesehatan besar di Indonesia. Sejak pertama
kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus
DBD terus meningkat (Kemenkes RI, 2010). Hal ini dapat dilihat dari jumlah
kasus DBD sebesar 90.245 kasus dengan angka insidensi penyakit pada tahun
2012 yang mencapai 37,11 per 100.000 penduduk dengan jumlah kasus
meninggal sebesar 816 kasus (Case Fatality Rate (CFR) = 0,90%). Terjadi
peningkatan jumlah kasus DBD pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun
2011 sebesar 65.725 kasus dengan angka insidensi 27,67 per 100.000
penduduk dan jumlah kematian 595 kasus (CFR = 0,91%).
Kabupaten/kota di Indonesia yang terjangkit penyakit demam berdarah
dengue pada tahun 2012 sebanyak 417 kabupaten/kota atau 83,9% dari
keseluruhan kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu sebanyak 374 kabupaten/kota

1
terjangkit penyakit DBD atau 75,25% dari keseluruhan kabupaten/kota di
Indonesia.
Di kota Makassar angka kejadian DBD per 100.000 penduduk pada tahun
2011 mencapai 6,3%, pada tahun 2012 mencapai 19,60% dan merupakan
presentase tertinggi sejak tahun 2011-2014, sementara pada tahun 2013
menurun menjadi 10%.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakakn diatas, maka masalah
yang dapat dirumuskan adalah :
1. Apakah penyebab dari demam berdarah dengue ?
2. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya demam berdarah dengue ?
3. Bagaimana cara menegakkan diagnosis klinis dan diagnosis psikososial
demam berdarah dengue ?
4. Bagaimana penatalaksanaan dan upaya pengendalian demam berdarah
dengue ?

1.3 ASPEK DISIPLIN ILMU YANG TERKAIT DENGAN PENDEKATAN


DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF PADA PASIEN DEMAM
BERDARAH DENGUE
Untuk pengendalian permasalahan demam berdarah dengue pada tingkat
individu dan masyarakat secara komprehensif dan holistik dengan pendekatan
kedokteran keluarga yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter Universitas
Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer
(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi
oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.

2
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian demam berdarah dengue
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etik moral dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan budaya
sendiri dalam penanganan demam berdarah dengue, melakukan rujukan bagi
kasus demam berdarah dengue, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian demam berdarah dengue.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam
praktik kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian demam berdarah dengue secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah demam berdarah dengue
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelolah masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam
konteks pelayanan kesehatan primer.

3
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan
tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu
yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat menerapkan
penatalaksanaan dan upaya pengendalian demam berdarah dengue dengan
pendekatan kedokteran keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence
based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi penyebab, faktor
risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan demam berdarah
dengue dengan pendekatan diagnostik holistik di Puskesmas Sudiang Raya
Makassar tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyebab demam berdarah dengue di Puskesmas
Sudiang Raya Makassar.
2. Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya
demam berdarah dengue di Puskesmas Sudiang Raya Makassar.
3. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan diagnosis
psikososial demam berdarah dengue di Puskesmas Sudiang Raya
Makassar.
4. Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan dan upaya pengendalian demam
berdarah dengue di Puskesmas Sudiang Raya Makassar.
1.4.3 Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Untuk Institusi Pendidikan
Menambah wawasan tentang demam berdarah dengue yang
meliputi penyebab, faktor resiko, proses penyakit dan penanganan

4
menyeluruh demam berdarah dengue sehingga dapat meyakinkan
penderita untuk melakukan pencegahan.
2. Manfaat Untuk Pasien (Penderita)
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat
di dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita demam
berdarah dengue.
3. Manfaat Untuk Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat
di dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita demam
tifoid.
4. Manfaat Untuk Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based
Medicine dan pendekatan diagnosis holistik demam tifoid serta dalam hal
penulisan studi kasus.

1.5 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
penderit demam berdarah dengue, berbasis diagnosis holistik adalah :
1. Perbaikan terhadap gejala yang dapat dievaluasi setelah istrahat dan
pengobatan :
Suhu normal
Nyeri sendi berkurang
Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal
Stabil nadi, tekanan darah, dan denyut pernapasan
Tidak ada muntah maupun nyeri perut
Nafsu makan membaik
Output urin membaik
Trombosit : sudah mulai kembali ke nilai normal > 150.000mm3

5
Stabil hematoktrit pada tingkat dasar
2. Pasien mampu mengubah pola hidup untuk mecegah demam berdarah
dengue
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan
tindakan pengobatan atas penyakit demam berdarah dengue adalah dengan gejala
klinis yang sudah mulai berkurang serta hasil pemeriksaan yang menunjukkan
angka normal pada pasien penderita demam berdarah dengue.

6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI

Riwayat penyakit DBD Daya tahan tubuh Invasi jaringan


sebelumnya menurun

PEJAMU INFEKSI DEMAM


PEKA BERDARAH

Vector Adanya perderita


Disekitar pasien

Faktor resiko demam berdarah Mekanisme demam berdarah

Gambar 1. Kerangka Teori

7
2.2 KONSEP MANDALA

Gaya hidup
- Tidak melakukan 3M
- Tidak menyiapkan penangkal nyamuk
(anti nyamuk bakar, lotion atau
semprotan anti nyamuk)

Perilaku kesehatan Psiko-Sosio-Ekonomi


- Membuang sampah - Kepadatan penduduk
sembarangan - Mobilitas penduduk yang tinggi
- Mengacuhkan penyakit - Rendahnya pendidikan dan
dengan Perilaku
tidak segera pengetahuan tentang demam
kesehatan
berobat ke berdarah dengue
- Tidak
puskesmas/faskes - Adanya kecemasan dari pasien
menc
- Mengonsumsi makanan tentang memburuknya penyakit
ucidan
yang tidak sehat yang dideritanya
seimbang

Keluarga
Lingkungan
Lingkungan rumah
Pelayanan
Pelayanan sekolah
tangga
kesehatan
kesehatan - Kantin
- Tempat sekolah
cuci piring
- Akses ke Pasien
- Jarak rumah - Demam yang terjadi yangkurang bersih
tidak bersih
dengan yang
puskesmas secara tiba-tiba, terus sehingga banyak
puskemas
cukupdekat
jauh menerus, nyeri kepala. genangan air tempat
- menggunakan
- Tidak memiliki - Anoreksia
BPJS mandiri nyamuk dapat
asuransi atau - Mual dan nyeri perut berkembang biak
jaminan kuadran kanan atas
- Banyaknya
kesehatan - Ditandai dengan tanda
kebocoran plasma (uji penampungan air yang
tourniquet positif, memungkinkan
mimisan, asites) nyamuk mudah
- Trombositopenia dan berkembang biak
peningkatan kadar
hematokrit

Faktor biologi
Faktor biologi Lingkungan
Lingkunganfisik
fisik
- -pasien memiliki
Kerentanan terhadap suatu Sumber
-- Jarak air minum
rumah yang terlalu
penyakit.
riwayat penyakit yang kurang steril
padat
- Daya tahan tubuh menurun
sama sebelumnya Kebersihan
-- Ventilasi dapur
yang kurang
- Riwayat menderita DBD kurang bersih
- faktor imunitas yang memadai
sebelumnya
- Sanitasi yang buruk

Komunitas
Kebersihan lingkungan di sekitar
rumah yang kurang baik

Gambar 2. Penekatan Konsep Mandala

8
2.3 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya.Sebagai mahluk biologis manusia
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan
yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik kepada keluarga, tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya.Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem
Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan
sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).

Tujuan Diagnostik Holistik :


1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah

Diagnosis secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,


tujuannya yakni :

9
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011).

Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :


1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi sosial.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran


keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya

10
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan


dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan
dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan
pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan
pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.

Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:


a. Comprehensive care and holistik approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care

11
Pendekatan menyeluruh (holistik approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.

Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat


dari beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. DerajatFungsi Sosial :
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
o Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan

2.4 DEMAM BERDARAH DENGUE


2.4.1 DEFINISI
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue
(DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi

12
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

2.4.2 ETIOLOGI
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family
Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe
DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak
4 kali seumur hidupnya.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti
umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD
adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah
pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :
Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti
kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain lain.
Jarak terbang 100 meter
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena
sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

13
Gambar 3. Virus Dengue Gambar 4. Nyamuk Aedes Aegypti

2.4.3 EPIDEMIOLOGI
Demam Dengue adalah penyakit infeksi yang menyebar melalui nyamuk
Aedes dengan konsekuensi masalah kesehatan utama di 100 negara tropis dan
subtropis, Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Selatan dan Tengah. Hingga 2,5
miliar orang di seluruh dunia hidup dengan ancaman demam dengue atau dalam
bentuk yang berat demam berdarah dengue atau dengue shock sindrom. Lebih dari
75% orang-orang ini atau sekitar 1,8 miliar hidup diwilayah Asia-Pasifik.
Diperkirakan 50 juta kasus demam berdarah terjadi di seluruh dunia setiap tahun
dan setengah juta orang yang menderita DBD memerlukan rawat inap setiap
tahun, proporsi yang sangat besar dari mereka ( sekitar 90 % ) adalah anak-anak
berusia kurang dari lima tahun . Sekitar 2,5 % dari mereka meninggal disebabkan
penyakit ini.
Jumlah kasus DBD di kawasan Asia Tenggara meningkat dari tahun
2011 sebesar 100.278 kasus menjadi 257.024 kasus di tahun 2012. Penyakit DBD
juga masih merupakan masalah kesehatan besar di Indonesia. Sejak pertama kali
ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD terus
meningkat (Kemenkes RI, 2010). Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD
sebesar 90.245 kasus dengan angka insidensi penyakit pada tahun 2012 yang
mencapai 37,11 per 100.000 penduduk dengan jumlah kasus meninggal sebesar

14
816 kasus (Case Fatality Rate (CFR) = 0,90%). Terjadi peningkatan jumlah kasus
DBD pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 65.725 kasus
dengan angka insidensi 27,67 per 100.000 penduduk dan jumlah kematian 595
kasus (CFR = 0,91%).
Kabupaten/kota di Indonesia yang terjangkit penyakit demam berdarah
dengue pada tahun 2012 sebanyak 417 kabupaten/kota atau 83,9% dari
keseluruhan kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu sebanyak 374 kabupaten/kota terjangkit
penyakit DBD atau 75,25% dari keseluruhan kabupaten/kota di Indonesia.
Di kota Makassar angka kejadian DBD per 100.000 penduduk pada tahun
2011 mencapai 6,3%, pada tahun 2012 mencapai 19,60% dan merupakan
presentase tertinggi sejak tahun 2011-2014, sementara pada tahun 2013 menurun
menjadi 10%.
Epidemiologi penyakit demamberdarah dengue juga dapat digambarkan
menurut Trias Epidemiologi dengan melihat faktor host, agent dan environment
sebagai berikut :
a. Faktor Host
Host merupakan manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue.
Menurut Sari dalam T. Azizah (2010), faktor-faktor yang terkait dalam
penularan DBD pada manusia antara lain golongan umur, pendidikan,
penghasilan, suku bangsa, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, tingkat
kerentanan, perilaku hidup bersih dan sehat, serta perkumpulan yang ada di
masyarakat.
Golongan umur akan memengaruhi peluang terjadinya penularan
penyakit. Lebih banyak golongan umur < 15 tahun berarti kelompok yang
rentan untuk sakit DBD akan lebih besar. Sementara itu, pendidikan akan
memengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara
pencegahan/pemberantasan yang dilakukan sedangkan penghasilan akan
memengaruhi kunjungan untuk berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit.
Tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing sehingga hal ini
juga memengaruhi penularan DBD.

15
Bila di suatu rumah terdapat nyamuk penular maka akan berpotensi
menularkan penyakit pada orang yang tinggal di rumah tersebut, orang-
orang di rumah sekitarnya, atau orang-orang yang berkunjung ke rumah
tersebut yang berada dalam jarak terbang nyamuk. Lebih padat penduduk
akan lebih mudah untuk terjadi penularan DBD karena jarak terbang
nyamuk diperkirakan 50 meter.
Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari satu tempat
ke tempat lain. Kekuatan dalam tubuh individu tidak sama dalam
menghadapi suatu penyakit, ada yang mudah kena penyakit dan ada yang
tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu, kerentanan terhadap penyakit
akan berbeda pada tiap individu. Melalui perilaku hidup bersih dan
sehat akan mengurangi risiko penularan penyakit DBD.
Perkumpulan yang ada dimasyarakat juga bisa digunakan untuk sarana
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM).
b. Faktor Agent
Agent penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang termasuk
kelompok B-Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan
dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe
yang dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan manifestasi klinik
yang berat
c. Faktor Environment
Sukamto (2007) memaparkan determinan lingkungan (environment)
antara lain sebagai berikut:
1) Lingkungan Fisik, yang terkait antara lain : macam tempat

16
penampungan air, ketinggian tempat, hari hujan, kecepatan angin,
suhu udara, tata guna tanah, pestisida yang digunakan, dan kelembaban
udara. Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti dibedakan berdasarkan
bahan tempat penampungan air (logam, plastik, porselin, fiberglass,
semen, tembikar, dan lain lain), warna tempat penampungan air (putih,
hijau, coklat, dan lain-lain), letak tempat penampungan air (di dalam
rumah atau di luar rumah), penutup tempat penampungan air (ada atau
tidak ada), pencahayaan pada tempat penampungan air (terang atau
gelap), dan sebagainya. Di tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000
meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti.
Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan,
menambah kelembaban udara terutama untuk daerah pantai.
Banyaknya hari hujan akan memengaruhi kelembaban udara. Kecepatan
angin juga memengaruhi suhu udara dan pelaksanaan pemberantasan
vektor dengan cara fogging. Suhu udara memengaruhi perkembangan
virus di tubuh nyamuk. Tata guna tanah menentukan jarak dari rumah ke
rumah. Pestisida yang digunakan memengaruhi kerentanan nyamuk.
Kelembaban udara memengaruhi umur nyamuk
2) Lingkungan Biologi
Pada lingkungan biologi, yang memengaruhi penularan penyakit DBD
terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan. Bila
banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan, berarti akan
menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat. Pada
tempat-tempat yang demikian, akan memperpanjang umur nyamuk dan
penularan mungkin terjadi sepanjang tahun di tempat tersebut.

Epidemiologi penyakit demam berdarah dapat digambarkan menurut


Variabel epidemiologi yaitu distribusi menurut orang (person) dimana dapat
dilihat menurut umur, jenis kelamin, etnik dan pekerjaan. Distribusi menurut
tempat (place), dan distribusi menurut waktu (time) sebagai berikut :

17
Orang (person)
Umur adalah salah satu faktor yang memengaruhi kepekaan terhadap
infeksi virus dengue. Pada awal epidemi di Filipina, Thailand, Indonesia,
dan Malaysia penyakit DBD kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus
yang dilaporkan berumur < 15 tahun. Walaupun demikian, berbagai negara
melaporkan bahwa kasus- kasus dewasa meningkat selama terjadi KLB
(Soegijanto, 2006).
Berdasarkan Kemenkes (2010), kasus DBD per kelompok umur di
Indonesia mengalami pergeseran dari tahun 1993-2009. Dari tahun 1993-1998
kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur < 15 tahun
sedangkan tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada
kelompok umur 15 tahun
Mobilitas penduduk juga memegang peranan penting pada
transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang
memengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada
tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara karena
jalur transportasi yang mereka lewati merupakan jalur penyebaran virus dengue
(Sutaryo, 2005).
Tempat dan Waktu
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di
berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30
Lintang Utara dan 40 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan
Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya
(Djunaedi dalam Duma, 2007). Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
(Kemenkes RI, 2010).
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-
tempat dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut karena pada tempat
yang tinggi dengan suhu yang rendah, siklus perkembangan Aedes aegypti
menjadi tidak sempurna (Depkes RI, 2004b).

18
Dibandingkan dengan daerah pedesaan, nyamuk Aedes aegypti memang
lebih banyak di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan karena habitat perindukan
nyamuk adalah air yang relatif bersih, yaitu penampungan air untuk keperluan
sehari-hari, barang-barang bekas sepeti botol, ban, kaleng, plastik, dan sebagainya
yang merupakan lingkungan buatan manusia terutama di kota-kota. Namun,
dengan semakin majunya mobilisasi manusia dan pesatnya transportasi, nyamuk
juga berimigrasi sampai ke daerah pedesaan. Selain itu, di daerah pedesaan
memang banyak terdapat nyamuk Aedes albopictus (nyamuk kebun) yang juga
dapat menularkan virus dengue (Nadesul, 2004).

2.4.4 PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue.
Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada
monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen
(penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang
mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi
viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah
terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai sistem humoral, seperti
sistem komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran
sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitkan respons imun
melalui sistem pertahanan alamiah (innate immune system), pada sistem ini
komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat
memalui monnosa-binding protein, maupun melaui antibody. Komponen berperan
sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.
Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon dan interferon
berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit

19
B, sel plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T
mengalami ekpresi oleh indikator berbagai molekul yang berperan sebagai
regulator dan efektor.
Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan
yang disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B,
makrofag, sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L
merupakan mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper,
termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk
menghancurkan virus dengue.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper
dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akn mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator radang
seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang
dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

2.4.5 GAMBARAN KLINIS

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Demam Berdarah

20
Gambaran klinis pada infeksi virus dengue mulai dari asimptomatis
sampai keadaan yang berat bahkan sampai menyebabkan kematian jika tidak
mendapat penanganan. Kasus simptomatis dikelompokkan menjadi
Undifferentiated febrile illness (UF), dengue fever (DF), dengue hemoragic
fever (DHF), dengue shock syndrom (DSS), dan unusual dengue (UD) atau
expanded dengue syndrom (EDS).

Klasifikasi gejala akibat infeksi virus dengue:


Undifferentiated febrile illness (UF) tidak dapat di diagnosis secara klinis
namun diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologi atau virology.
Dengue fever (DF) dianggap sebagai gangguan sedang karena laporan
kematian pada DF masih jarang, tapi perdarahan masif dapat ditemukan pada
kasus DF.
Dengue hemoragic fever (DHF) gambaran klinis pada fase febrile tampak sama
pada kelompok DF. Temuan khas pada DHF adalah peningkatan permeabilitas
vaskular (plasma leakage). Jika plasma leakage terjadi pada pleura dan cavitas
peritoneum maka dapat menyeabkan efusi pleura dan asites.
Dengue shock syndrom (DSS) gambaran yang ditemukan hampir mirip dengan
DHF namun pada DSS kebocoran plasma yang terjadi sangat hebat sampai
menyebabkan pasien syok.
(Unusual dengue)UD atau expanded dengue syndrom (EDS)kasus yang jarang
terjadi, dengan kasus DHF disertai syok yang berkepanjangan atau DHF
dengan komorbiditas atau DHF yang disertai infeksi lain.

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris,
fase kritis dan fase pemulihan.

1. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit
kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi faring dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan

21
tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat
pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
2. Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu
tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma
yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada
fase ini dapat terjadi syok.
3. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan
dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam
setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali ,
hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

Gambar 5. Gambaran klinis tiap fase dengue

2.4.6 DIAGNOSIS
Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita infeksi
dengue. Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe
demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya

22
gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja,
rumah yang sakit serupa. Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan
kesadaran penderita, status hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda
syok dapat dikenal lebih dini, adalah takipnea/pernafasan Kusmaul/efusi pleura,
apakah ada hepatomegali/asites/kelainan abdomen lainnya, cari adanya ruam atau
petekie atau tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak
ditemukan maka lakukan uji torniket. Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30 %
sedangkan spesifisitasnya mencapai 82 %.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 20 % atau lebih)
menunjukkan adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung
memberikan hasil yang rendah.
Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu
isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus.
Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari
ke-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun.
Ig M masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi
primer, konsentrasi Ig M lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada
infeksi primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke -14 dengan
titer yang rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat
terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1 :2560) dan dapat bertahan
seumur hidup1.
Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan Antigen protein NS-1 Dengue
(Ag NS-l) diharapkan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan
pemeriksaan serologis lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam
darah pada hari pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya cukup mudah,
praktis dan tidak memerlukan waktu lama. Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-l
yang spesifik terdapat pada virus dengue ini diharapkan diagnosis infeksi dengue
sudah dapat ditegakkan lebih dini.
Penelitian Dussart dkk (2002) pada sampel darah penderita infeksi dengue
di Guyana menunjukkan Ag NS-l dapat terdeteksi mulai hari ke-0 (onset demam)

23
hingga hari ke-9 dalarn jumlah yang cukup tinggi. Pada penelitian ini didapatkan
sensitivitas deteksi Ag NS-l sebesar 88,7% dan 91 % sedangkan spesifisitas
mencapai 100%, dibandingkan terhadap pemeriksaan isolasi virus dan RT-PCR
dengan kontrol sampel darah infeksi non-dengue. Penelitian lainnya di Singapura
pemeriksaan NS1- antigen secara Elisa memberikan sensitivitas sampai 93,3 %.

Gambar 6. Timeline infeksi dengue primer dan sekunder dengan metode


diagnostic untuk mendeteksi infeksi

Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 Leukopenia


atau lebih tanda : Trombositopenia,
sakit kepala, nyeri tidak ditemukan
retro-orbital, bukti kebocoran
myalgia, arthralgia. plasma.
Serologi
dengue positif
DBD I Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah uji bukti ada
bendungan positif Kebocoran plasma

24
DBD II Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah bukti ada
pendarahan spontan. kebocoran plasma
DBD III Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah kegagalan bukti ada
sirkulasi (kulit kebocoran plasma
dingin dan lembab
serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai Trombositopenia,
dengan tekanan bukti ada
darah dan nadi kebocoran plasma
tidak
terukur.
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (DSS)

a. Demam Dengue (DD)

Merupakan penyakit demam akut


selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis
sebagai berikut :
Nyeri Kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/arthralgia
Gambar 7. Ruam Kulit
Ruam Kulit
Manifestasi perdarahan (petekie/uji bending rumple lead positif)
Leukopenia dan dari pemeriksaan pasien DD/DBD yang sudah
dionfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

25
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria klinis ditambah
dengan 2 kriteria laboratorium. Kasus DBD yang menjadi lebih berat,
mejadi kasus Dengue Shock Syndrome (DSS).
Kriteria Klinik dan Laboratorium DBD
Kriteria Klinik 1. Demam tinggi mendadak, terus menerus
selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan seperti
torniquet positif, petechiae, echimosis, purpura,
perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
dan hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi turun, tekanan darah turun, kulit
dingin dan lembab terutama di ujung jari dan
ujung hidung, sianosis sekitar mulut, dan
gelisah.
Kriteria 1. Trombositopenia (100.000ul atau kurang)
Laboratorium 2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit
20% atau lebih.
Tabel 3. Kriteria Klinik dan Laboratorium DBD
c. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari
keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau
setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat di
terangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis
(theimmunological enchancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus
ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan
dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak
tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien
seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Fabie

26
(1996) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali mendahului
pendarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang
jelas dapat memberikan petunjuk adanya pendarahan gastrointestinal yang
hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai
prognosis buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi
lambat, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun
menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80
mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati apabila terlambat
pasien dapat mengalami syok berat (profound shock), tekanan darah tidak
dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak
adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksia,
pendarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya
dengan pengobatan yang tepat segera terjadi masa penyembuhan dengan
cepat. Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik
merupakan petunjuk prognosis baik.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000/l ditemukan di antara hari
sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya
kebocoran plasma, terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun tidak
sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang sering
ditemukan ialah hipoproteinemia, hiponatremia, kadar transaminase serum
dan nitrogen darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis
metabolik. Jumlah leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis.
Kadangkadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara.

2.4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium
dengan cara mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue
dengan tes amplifikasi nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum
pasien
Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:

27
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap
dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis
relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin 20% dari hematokrin
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Serelogi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang
setelah 60-90 hari

28
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi
sekunder).
NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbuk gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang,
belakang dan perasaan lelah.

2.4.8 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat
di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan
dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dan koloid serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda
syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak
lain perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak
tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada keterampilan

29
para dokter untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan
suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus
tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Volume cairan
kristaloid per hari yang diperlukan sesuai rumus berikut :
1500 + {20x(BB dalam kg 20)}

Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan


spontan dan masif dengan jumlah trombosit <150.000/mm3.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) bersama
dengan Divisi Penyakit Tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan onkologi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, telah menyusun lima protokol
penatalaksanaan demam berdarah dengue pada pasien dewasa berdasarkan
kriteria:
1. Tatalaksana dengan rencanan tindakan sesuai indikasi
2. Praktis dalam penatalaksanaan
3. Mempertimbangkan cost efectiveness
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Demam berdarah bisa dilakukan perawatan di rumah atau rawat jalan
dengan indikasi sebagai berikut:

30
a. Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi
serta tidak ada komorbid yang membahayakan.
b. Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan baik.
c. Pasien dengan keluarganya cukup mengerti tentang cara-cara merawat
serta cukup paham tentang petanda bahaya yang akan timbul dari
berdarah.
d. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem
pembuangan ekskreta (feses, urin, muntahan) yang memenuhi syarat
kesehatan.
e. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan perawatan
pasien.
f. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya
yang serius.
g. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus
diwakili oleh seorang perawat yang mampu merawat demam berdarah.
h. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan keluarga
pasien.
A. Konseling dan Edukasi
Dalam penatalaksanaan demam berdarah, kita perlu melakukan konseling
dan edukasi kepada pasien tentang tata cara:
a. Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam berdarah yang
harus diketahui pasien dan keluarganya.
b. Diet, pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan
atau dilihat langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami
serta mampu melaksanakan.
c. Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan keluarga
supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan
B. Pendekatan Community Oriented
Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek
pencegahan dan pengendalian demam berdarah, melalui:
a. Perbaikan sanitasi lingkungan

31
b. Peningkatan higiene makanan dan minuman
c. Peningkatan higiene perorangan
d. Pencegahan memperbaiki ventilasi perumahan dan mencegah
perkembiakan nyamuk sebagai vector demam berdarah
C. Kriteria Rujukan
Pasien demam berdarah bisa mendapat perawatan di rumah namun pada
beberapa kondisi, pasien dengan demam berdarah perlu dirujuk dengan kriteria:
a. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan.
b. Demam berdarah dengan tanda-tanda kedaruratan :
1. Epistaksis berlebihan
2. Trombositopenia berat
3. Terdapat tanda-tanda asites
4. Terdapat tanda-tanda syok
Demam berdarah dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.

2.4.9 KOMPLIKASI
a. Komplikasi Demam Dengue (DD)

DF dengan perdarahan dapat terjadi jika dihubungkan dengan penyakit


yang mendasari seperti tukak lambung, trombositopenia berat dan
trauma.DBD bukan merupakan bentuk lanjut DD.

b. Komplikasi DBD

Komplikasi Ini biasanya terjadi akibat syok yang berkepanjangan yang


menyebabkan asidosis metabolik dan pendarahan hebat sebagai akibat dari
DIC dan kegagalan multiorgan seperti hati dan disfungsi ginjal. yang lebih
berbahaya, penggantian cairan yang berlebihan selama terjadi kebocoran
plasma dapat menyebabkan efusi masif yang akan menyebabkan gangguan
pernapasan, kongesti paru akut dan / atau gagal jantung. Pemberian cairan
terapi yang terus berlanjut setelah periode kebocoran plasma juga akan

32
menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung,terutama ketika ada
reabsorpsi cairan extravasasi. Selain itu, syok yang berkepanjangan dan terapi
cairan yang tidak sesuai dapat menyebabkan gangguan metabolisme/elektrolit.
kelainan metabolik sering ditemukan sebagai hipoglikemia, hiponatremia,
hipokalsemia dan kadang-kadang hiperglikemia.Gangguan ini dapat
menyebabkan berbagai manifestasi yang tidak biasa, misalnya
encephalopathy.
2.4.10 PROGNOSIS
Prognosis dari demam berdarah adalah berdasarkan dari cepat atau
lambatnya penanganan serta pemberian resusitasi cairan yang adekuat. Bila
penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat
maka prognosis buruk
2.4.11 PENCEGAHAN
Hal yang penting dalam penanggulangan DBD adalah pengendalian vektor
dan kebersihan lingkungannya. Nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan virus
dengue berbeda dengan nyamuk rumah biasa. Nyamuk ini memiliki belang hitam
- putih di badan, kepala, dan kakinya dan terbang pada siang hari. Nyamuk betina
bertelur di genangan air bersih, meninggalkan jentik nyamuk yang akan
berkembang menjadi pupa, kemudian menjadi nyamuk dewasa. Siklus nyamuk ini
berlangsung cepat, yaitu setiap 1 minggu sekali. Satu ekor nyamuk betina dapat
menggigit manusia berkali kali (multiple bites) sehingga penyebaran virus
dengue juga berlangsung cepat.

Strategi pencegahan DBD pada rumah tangga yang lama dikenal adalah
3M Plus. Perlu diketahui bahwa 3M terdiri dari menguras bak mandi, menutup
tempat penampungan air (TPA), dan mendaur ulang barang bekas. Pengurasan
bak mandi tidak hanya dengan air, namun juga perlu penyikatan dinding bak
karena jentik nyamuk dapat menempel pada dinding. Sebaiknya pengurasan bak
dilakukan setiap 1 minggu sekali, sesuai dengan daur hidup nyamuk. Untuk
genangan air yang tidak terjangkau dan tidak dapat dikuras (seperti talang air
hujan), dapat ditaburkan bubuk larvasida (abate). Tindakan Plus lain yang dapat

33
dilakukan adalah penggunaan kelambu saat tidur dan lotion anti nyamuk, serta
pemeliharaan ikan sebagai predator nyamuk. Fogging (pengasapan) hanya
bermanfaat untuk membasmi nyamuk dewasa; jentik tidak dapat mati dengan
pengasapan.

Usaha pembasmian jentik tidak cukup pada tingkat rumah tangga. Pada
tingkat lingkungan yang lebih besar, pengendalian jentik dapat dilakukan dengan
menggerakkan juru pemantau jentik (jumantik). Jumantik adalah satu orang pada
satu rumah yang bertugas memantau keberadaan jentik dan mendorong upaya
pemberantasannya.

34
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 METODOLOGI
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan),
dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa
banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit
atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan
primer secara paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan
penderita demam berdarah dengan pendekatan kedokteran keluarga di
Puskesmas Sudiang Raya tahun 2017.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dimana wawancara merupakan suatu
cara mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada
seorang informan atau autoritas atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu
masalah. Sedangkan observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan
sistematik atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala
yang muncul dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan
dilaporkan dalam suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti
aturan yang berlaku.

3.2 LOKASI DAN WAKTU MELAKUKAN STUDI KASUS


3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita dating berobat di
Puskesmas Sudiang Raya tanggal 31 Mei 2017
3.2.2 Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Sudiang Raya Makassar
3.2.3 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus
3.2.3.1 Letak Geografis

35
Puskesmas Sudiang Raya dibangun pada tahun 2003 atas bantuan Rotary
Club of Leiden yang diresmikan pada tanggal 9 Desember 2003 oleh Walikota
Makassar dengan pihak donator. Puskesmas ini memiliki bangunan seluas
1.300 m2 dengan luas 3.600 m2 serta mempunyai daya listrik 6.300 watt.
Puskesmas Sudiang Raya merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan
masyarakat di kecamatan Biringkanaya, yang beralamat di Jl. Perumnas Raya
No.5 Bumi Sudiang Permai. Selain memiliki fasilitas layanan standar
berdasarkan Permenkes No.75 Tahun 2014, Puskesmas Sudiang Raya juga
memiliki poliklinik umum, poliklinik Gigi dan Mulut, pelayanan Kesehatan
Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, pelayanan Laboratorium dan
pelayanan obat ( Apotek ). Puskesmas Sudiang Raya dilengkapai dengan 1 unit
mobil ambulance, 1 unit Dottorota, 5 sepeda motor. Rata-rata kunjungan ke
Puskesmas Sudiang Raya sekitar 200 orang perhari, dengan jadwal buka pukul
08.00 sampai dengan 14.00 WITA.
3.2.3.2 Keadaan Demografis
Puskesmas Sudiang Raya terletak di Kelurahan Sudiang Raya Kecamatan
Biringkanaya dengan berbatasan wilayah :
Sebelah utara : Berbatasan dengan kelurahan Pai
Sebelah selatan : Berbatasan dengan kelurahan Paccerakkang
Sebelah barat : Berbatasan dengan kelurahan Bira
Sebelah timur : Berbatasan dengan kelurahan Mandai/Maros
Luas wilayah : 1.459 Ha, terdiri dari 2 kelurahan yakni,
Kelurahan Sudiang Raya : 878 Ha
Kelurahan Daya : 581 H

36
Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja
Puskesmas Sudiang Raya Tahun 2013-2015
Kelurahan Jumlah penduduk laki- Jumlah penduduk Jumlah penduduk
laki perempuan
2013 2014 2015 2013 2014 2015 2013 2014 2015
Sudiang 23.808 31,515 33.487 28.752 29.090 30.912 51.560 60.605 64.399
Raya
Kel. Daya 6.289 6.141 6.168 6.607 6.486 5.500 12.896 12.267 12.668

Jumlah 30.097 33.656 9.655 35.359 35.576 36.412 64.456 72.872 77.067

Tabel 4. Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya


Tahun 2013 - 2015

Data Jumlah Kepala Keluarga di Wilayah Kerja


Puskesmas Sudiang Raya Periode 2013-2015
Jumlah kepala keluarga ( KK )
KELURAHAN 2013 2014 2015
Sudiang Raya 14.884 10.085 10.176
Daya 2.436 2.447 2.364
Jumlah 17.320 12.532 12.540
Tabel 5. Data Jumlah Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang
Raya Periode 2013-2015

3.2.3.3 Tenaga Kesehatan


Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat
yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya turut berperan dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Sudiang Raya.
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Sudiang Raya tahun
2015 sebanyak 44 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari :

37
- Dokter Umum : 2 orang
- Dokter Gigi : 2 orang
- Perawat : 15 orang
- Bidan : 4 orang
- Sanitarian : 1 orang
- Nutrisionis : 2 orang
- Pranata Laboratorium : 1 orang
- Apoteker : 1 orang
- Asisten Apoteker : 1 orang
- Perawat Gigi : 3 orang
- Rekam Medik : 4 orang
- Sarjana Kesehatan Masyarakat : 3 orang
- Security : 1 orang
- Cleaning service : 2 orang
- Sopir : 1 orang
- Manajemen : 1 orang

3.2.3.4 Struktur Organisasi


Struktur Organisasi Puskesmas Sudiang Raya berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor : 800/1682/SK/IV/2010 Tanggal
21 April 2010 terdiri atas :
Kepala Puskesmas
Kepala Subag Tata Usaha
Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
Unit Kesehatan Masyarakat
Unit Kesehatan Perorangan
1. Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
Unit Bidan Komunitas

38
3.2.3.5 Visi dan Misi Puskesmas
1. Visi Puskesmas Sudiang Raya
Mewujudkan Puskesmas Sudiang Raya yang bermutu menuju masyarakat
sehat
2. Misi Puskesmas Sudiang Raya
1. Meningkatkan pelayanan yang cepat, tepat, dan terjangkau
2. meningkatkan sarana dana prasarana yang memadai untuk menciptakan
pelayanan yang lebih baik
3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dan lintas sector
4. Memberikan pelayanan tanpa diskriminasi

3.2.3.6 Upaya Kesehatan


Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan oleh
Puskesmas Sudiang Raya, didapatkan hasil tentang 10 besar penyakit
terbanyak dari kunjungan pasien ke Puskesmas Sudiang Raya. Penyakit-
penyakit tersebut adalah ISPA, Demam Berdarah, Common Cold, Hipertensi,
Arthritis, Gastritis, Dermatitis, Faringitis,Diabetes Melitus Tipe 2, Dispesia.
Upaya kesehatan di Puskesmas Sudiang Raya terbagi atas 2 upaya
Kesehatan yaitu :
A. Upaya Kesehatan Wajib, meliputi :
1. Upaya Promosi Kesehatan ( Promkes )
2. Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling )
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga
Berencana (KB)
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
5. Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
6. Upaya Pengobatan
B. Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :
Upaya Kesehatan Sekolah
Upaya Kesehatan Olahraga
Upaya Kesehatan kerja

39
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya Kesehatan Usia lanjut

40
3.2.3.7 Alur Pelayanan

Pasien

Loket

Rujuk Pasien
Kamar Periksa
a. Poli umum
b. Poli gigi
c. KIA/KB

Laboratorium

Ruang Tidakan

Apotik

Pasien

Gambar 8. Alur Pelayanan

41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Studi Kasus
4.1.1 Identitas Pasien
Nama penderita : Ny. SI
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 20 April 1982
Alamat : Jl. Jeneponto No.17, Bumi Sudiang Permai
No. Rekam Medis : 12-22-13
4.1.2 Subjektif
a. Anamnesis : Autoanamnesis
b. Keluhan utama : Demam
c. Anamnesis terpimpin : Seorang perempuan datang ke
puskesmas sudiang raya dengan keluhan demam yang
dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan dirasakan secara
terus-menerus disertai dengan nyeri kepala (-), pusing (-),
nyeri di daerah sendi (+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu
hati (+), dan nafsu makan menurun. BAK : kesan normal
BAB : kesan normal.
d. Riwayat penyakit sebelumnya:
- Riw. keluhan dengan penyakit yang sama tidak ada.
- Riw. perdarahan spontan ada, perdarahan gusi ada.
- Riw. Hipertensi dan Diabetes melitus tidak ada
- Riw. Berobat sebelumnya ada dengan paracetamol
e. Riwayat penyakit dalam keluarga dan lingkungan
- Riw. keluhan dan penyakit yang sama di dalam keluarga
tidak ada
- Riw. Penderita penyakit yang sama disekitar lingkungan tidak
ada
4.1.3 Objektif
a. Status pasien : Sakit sedang/ gizi baik/ composmentis

42
b. Tanda vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 38,5 C
c. Pemeriksaan Fisik :
Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : Tidak ada
Rambut : Hitam, tidak rontok
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : dalam batas normal
Tekanan bola mata : tidak diperiksa
Kelopak mata : edema palpebral (-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterus (-/-)
Kornea : jernih
Pupil :bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : pucat (-), kering (+)
Gigi geligi : caries (-)
Gusi : perdarahan gusi (+)

43
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-),
hiperemis (-)
Leher
Kelenjar getah bening :tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok :tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cm H2O
Pembuluh darah :dalam batas normal
Kaku kuduk :(-)
Tumor :(-)
Thoraks
-Inspeksi
Bentuk : Normochest, simetris kiri
dan kanan
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : dalam batas normal
Sela iga : dalam batas normal
Lain-lain : (-)
Paru
Palpasi : Fremitus raba : simetris kiri dan kanan.
Nyeri tekan : tidak ada
Perkusi : Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior
Batas paru belakang kanan :Vertebra Th.IX dekstra
Batas paru belakang kiri :Vertebra Th.X sinistra
Auskultasi :
Bunyi pernapasan :Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh :

44
Wh : -|-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bunyi tambahan(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri tekan (-) MT (-)
Hepar / Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP: Vesikuler, Rh -/- , Wh -/-
Gerakan : dalam batas normal

Ekstremitas
Superior : Akral hangat, tes Rumple Leede (+)
: Petechie (+), eks. Superior sinistra dan
Inferior dextra
Edema : -/-

45
4.1.4 Laboratorium

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan

HB 13,2 Lk 14-16/Pr 12-14gr/dl

N.SEGMEN - 51-67 %

LIMFOSIT - 20 30 %

DARAH MONOSIT - 6 92 %

RUTIN LEKOSIT 1.400/uL 4000-10.000/uL

ERITROSIT - LK;4,5-5,5 juta/uL

TROMBOSIT 38.000/uL 150.000-450.000/uL

HEMATOKRIT - L;40-54% P;37-47%

Tabel 6. Hasil laboratorium


4.1.5 Assessment
DHF Grade II
4.1.6 Planning
Pengobatan : Anjurkan pasien untuk banyak minum
Paracetamol tablet 500mg/8jam/oral
Domperidone tablet 10mg/12jam/oral
Vitamin B. Comp 250mg/12jm/oral
Rencana pemeriksaan : Cek NS1
Cek darah rutin per 24 jam
Prognosis : Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Vitam : Dubia ad bonam
4.1.7 Keluarga
Ny. SI merupakan istri dari Tn. AA. Suami pasien berumur 40
tahun dan bekerja sebagai PNS dan pasien berumur 35 tahun sebagai

46
Ibu Rumah Tangga. Pasien memiliki 2 orang anak, satu anak laki-laki
berusia 12 tahun dan satu anak perempuan berumur 8 tahun.
4.1.8 Karakteristik Demografi Keluarga
Identitas kepala keluarga : Tn. AA
Identitas pasien : Ny. SI
Alamat : Jl. Jeneponto No.17, Bumi Sudiang
Permai
Bentuk keluarga : Nuclear family
Anggota keluarga yang tinggal serumah
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga kelamin
1 Tn. AA Kepala Laki-laki 40 S1 PNS
Keluarga Tahun
2 Ny. SI Istri Perempuan 35 SMA IRT
Tahun
3 An. Y Anak Laki-laki 12 SMP Pelajar
pertama Tahun
4 An. A Anak Perempuan 8 SD Siswa
kedua Tahun
Tabel 7. Anggota keluarga yang tinggal serumah

47
4.1.9 Penilaian status social dan kesejahteraan keluarga
Lingkungan Tempat Tinggal
Status kepemilikan rumah : milik sendiri
Daerah perumahan : padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 9 x 6 m2 Ny. SI tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang milik sendiri dengan
Luas halaman rumah : - lingkungan padat penduduk
Tidak bertingkat dengan ventilasi yang tidak
Lantai rumah dari : keramik memadai. Ada listrik dan
Dinding rumah dari : tembok menggunakan air PAM
Jamban keluarga : ada sebagai sumber air untuk

Tempat bermain : tidak ada mandi, sedangkan air minum

Penerangan listrik : ada menggunakan air galon yang

Ketersediaan air bersih : ada ada di dispenser.

Tempat pembuangan sampah : ada


Tabel 8. Penilaian status sosial dan kesejahteraan keluarga
Lingkungan Tempat Tinggal
4.1.10 Penilaian perilaku kesehatan
Jenis tempat berobat : Puskesmas
Asuransi/ Jaminan Kesehatan : BPJS

4.1.11 Pola konsumsi keluarga


Kebiasaan makan keluarga pasien antara 2-3 kali sehari, namun
tanpa memperhatikan kandungan gizi. Pasien dan keluarga sering
mengonsumsi makanan jadi yang dibeli di warung.

4.1.12 Fungsi fisiologis (Skor APGAR)


Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu
keluarga yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman, dan Leyton,
dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga, antara lain :

48
1. Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang dibutuhkan
2. Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
komunikasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan
masalah.
3. Growth: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan
yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan
kedewasaan semua anggota keluarga
4. Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang berlangsung
5. Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga
terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang
atas keluarga.
Penilaian :
- Hampir Selalu = skor 2
- Kadang-kadang = skor 1
- Hampir tidak pernah =0
Total Skor :
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sehat

49
Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita DBD
Penilaian
Hampir
Kadang-
No. Pertanyaan Hampir Tidak
kadang
Selalu (2) Pernah
(1)
(0)
1 Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya
karena masing-masing anggota
sudah menjalankan kewajiban
sesuai dengan seharusnya
2 Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu
memberikan solusi terhadap
permasalahan yang saya hadapi
3 Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki
4 Affection (Kasih Sayang)
Saya puas dengan kehangatan/kasih

sayang yang diberikan keluarga
saya
5 Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang

disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total Skor 9
Tabel 9. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita DBD

50
Dari tabel APGAR total skor adalah 9. Hal ini menunjukkan fungsi keluarga Ny.
SI adalah fungsi keluarga yang sehat.

4.1.13 Fungsi patologis (Skor SCREEM)


Aspek sumber daya patologi :
1. Sosial : Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan baik
2. Cultural : Keluarga pasien tidak percaya akan adanya hal-hal gaib
3. Religious : Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu
4. Ekonomi : Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi
5. Edukasi : Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu S1
6. Medikasi : Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan
dari Puskesmas dan memiliki jaminan kesehatan

4.1.14 Genogram
4.1.14.1.1 Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti yang terdiri dari
Tn. AA sebagai kepala keluarga dan Ny. SI sebagai seorang
istri dan ibu dari anaknya. Dari hasil pernikahan Tn. AA dan
Ny. SI mereka dikarunai dua orang anak yakni An. Y (12
tahun), An. A (8 tahun).
4.1.14.1.2 Tahapan siklus keluarga
Pasien SI terlahir dari pasangan Tn. S dan Ny. H. Pasien SI
adalah anak ketiga.
4.1.14.1.3 Family map

51
Family Map

B
H

Keterangan :
: Keluarga Ny. SI : Laki-laki
: Kepala keluarga : Perempuan
: Isteri (Penderita DBD)
: Anak ke 1 :Anak ke 2

Gambar 9. Genogram Pasien


4.2 Pembahasan
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara
holistik yaitu, aspek personal, aspek resiko internal, dan pemeriksaan
penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendektan
diagnosis holistik.
4.2.1 Analisis kasus
Pasien Ny. SI, 35 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan
Demam dialami sejak 3 hari sebelumnya. Pasien mengeluhkan mual
tapi tidak muntah, , nyeri ulu hati, nafsu makan menurun serta nyeri
pada otot dan sendi.
4.2.2 Anamnesis
4.2.2.1 Aspek personal

52
Pasien datang ke Puskesmas Sudiang Raya diantar oleh
suaminya dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Harapan
pasien saetelah berobat ke Puskesmas adalah agar pasien dapat
sembuh. Pasien khawatir jika demamnya tidak kunjung sembuh
serta khawatir penyakitnya akan kambuh kembali yang
menyebabkan pasien menjadi lemas dan berat badan akan
menurun.
4.2.2.2 Aspek klinik
Demam dialami sejak 3 hari yang lalu demam dirasakan terus
menerus dan mereda setelah meminum obat penurun panas.
- Pasien mengeluh nyeri kepala, mual tetapi tidak muntah, nyeri
pada otot dan persendian.
- Rumple Leede (+)
- Darah rutin: Trombosit 38.000, leukosit 1.400

4.2.2.3 Aspek faktor resiko internal


- Mengonsumsi makanan yang kurang sehat dan seimbang
- Kurang istirahat
- Jarang berolahraga
- Tidak teratur minum obat
- Tidak menyiapkan anti nyamuk baik dirumah maupun saat
pasien bepergian keluar rumah
4.2.2.4 Aspek faktor resiko eksternal
- Lingkungan perumahan yang padat, ventilasi rumah yang
kurang memadai dan kurangnya pemahaman tentang penyakit
demam berdarah.
- Adanya penderita demam berdarah di lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien
- Kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk yang tinggi
4.2.2.5 Aspek psikososial keluarga

53
- Lingkungan perumahan yang padat, ventilasi rumah yang
kurang memadai dan kurangnya pemahaman tentang penyakit
demam berdarah.
- Adanya penderita demam berdarah di lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien
- Kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk yang tinggi
4.2.2.6 Aspek fungsional
Sebelumnya pasien masih dapat menjalankan aktivitas
biasa seperti memasak, berbelanja ke warung maupun pasar hingga
melakukan pekerjaan rumah tangga lain, akan tetapi dari hari ke
hari aktifitas fisik yang dilakukan pasien Ny. SI semakin berkurang
dikarenakan sakit yang dideritanya. Bahkan sejak pasien demam,
dia hampir tidak dapat melakukan pekerjaan rumah atapun keluar
rumah untuk kepentingan berbelanja maupun bersosialisasi dengan
tetangga sekitar.
4.2.2.7 Derajat fungsional
Derajat 3, ada beberapa kesulitan (memasak, mandi dan
mencuci pakaian), perawatan diri masih bisa dilakukan, hanya
dapat melakukan kerja ringan (makan dan minum masih bisa
dilakukan sendiri).

54
4.2.2.8 Rencana pelaksanaan (Plan of Action)
Hasil Yang
Sasar Biay
Aspek Kegiatan Waktu Diharapka Ket.
an a
n
Memberitahukan
kepada pasien
untuk istirahat
Pasien dapat
yang cukup, Saat
sembuh
mencuci tangan pasien
dengan
dengan sabun ke PKM
sempurna Tidak
Aspek sebelum dan dan saat Tidak
Pasien dan dapat menola
personal setelah makan, home ada
melakukan k
banyak berolah visit ke
aktifitas
raga, dan selalu rumah
sehari-hari
memakai anti pasien
dengan baik
nyamuk baik
bakar, semprot
maupun lotion
Menganjurkan
agar pasien
memperhatikan
secara khusus
Saat
keadaannya,
pasien
karena demam
ke PKM Keluhan
Berdarah dapat Tidak
Aspek dan saat demam Tidak
kambuh jika daya Pasien menola
Klinis home pasien dapat ada
tahan tubuh k
visit membaik
menurun,
keruma
meminum obat
h pasien
secara teratur dan
kontrol kembali
ke PKM jika
keluhan belum

55
membaik
- Memberi
informasi kepada Untuk
pasien agar pasien menjaga
Saat
selalu istirahat agar
pasien
yang cukup di penyakit
ke PKM
Aspek rumah, tidak yag diderita Tidak
dan saat Tidak
Risiko sering begadang Pasien pasien tidak menola
home ada
Internal lagi, minum obat kambuh lagi k
visit
yang teratur, dan menjaga
keruma
memperhatikan higienitas
h pasien
kebersihan pasien dan
lingkungan dalam lingkungan.
rumah.
Untuk
menjaga
Saat
Memberi agar
pasien
informasi kepada penyakit
ke PKM
Aspek pasien tentang yag diderita Tidak
Orang dan saat Tidak
Risiko penyebab demam pasien tidak menola
tua home ada
Eksternal berdarah dan cara kambuh lagi k
visit
penularan serta dan menjaga
keruma
pencegahanya higienitas
h pasien
pasien dan
lingkungan.
Memberi Saat Mengurangi
informasi kepada pasien faktor-
pasien dan Seluru ke PKM faktor yang
Aspsek Tidak
keluarganya h dan saat dapat Tidak
psikososia menola
tentang bahaya keluar home memperbera ada
l keluarga k
penyakit demam ga visit t keadaan
berdarah serta keruma klinis
memperhatikan h pasien pasien.

56
kebersihan Menjaga
lingkungan keluarga
tempat tinggal, tetap sehat
ventilasi dan
menyediakan anti
nyamuk.
Memberitahukan
agar pasien dan
keluarganya
untuk mengurus
jaminan
kesehatan agar
mudah
memperoleh
pelayanan
kesehatan
Menganjurkan
agar setelah
sembuh pasien
dapat melakukan
Saat Agar
aktifitas namun
pasien kondisi
pasien harus tetap
ke PKM tubuh anak
Aspek menjaga daya Tidak
dan saat tetap sehat Tidak
Fungsiona tahan tubuhnya Pasien menola
home dan ada
l dengan k
visit membuat
berolahraga dan
keruma anak lebih
menjaga
h pasien aktif
kebersihan
lingkungan
sekitar dan
higienitas
Tabel 10. Rencana Pelaksanaan (Plan of Action)

57
4.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik.
Tanda vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 38,5 C
4.3.1 Pemeriksaan penunjang :
Darah rutin :
Hb : 13,2
Leukosit : 1.400/uL
Trombosit : 38.000/uL
4.3.2 Diagnosis Holistik (Bio-psiko-sosial) :
Diagnosis klinis : Demam Berdarah Dengue Grade II
Diagnosis psikososial : Pasien mengkhawatirkan tentang
adanya perburukan dari penyakit yang sedang dideritanya serta
rendahnya pengetahuan tentang penyakit tersebut. Kurangnya
berperilaku hidup bersih dan sehat serta lingkungan sekitar
pasien dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Pasien
juga tidak memiliki kartu jaminan kesehatan.
4.3.3 Penatalaksanaan
Penatalakasanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini
meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder.
4.3.4 Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak terinfeksi
Demam Berdarah antara lain :
- Menghindari faktor risiko demam berdarah
- Menjaga kebersihan rumah dan sanitasi di sekitar rumah
- Mengonsumsi makanan sehat dan seimbang
- Istirahat yang cukup dan tidak suka begadang
- Memperhatikan kebersihan dapur
- Menggunakan anti nyamuk pada setiap kesempatan

58
4.3.5 Pencegahan Sekunder
1. Pengobatan farmakologi berupa :
- paracetamol 500 mg 3x1
- domperidone 10 mg 3x1
- Vitamin B comp/C 2x1
2. Pengobatan non farmakologis
- Istirahat total selama minimal 5 hari
- Banyak mengonsumsi air putih dan makan sayur serta buah
- Menggunakan anti nyamuk baik saat dirumah maupun saat
keluar rumah
4.3.6 Terapi untuk keluarga
Terapi untuk keluarga berupa terapi non farmakologis terutama
yang berkaitan dengan emosi, psikis, dan proses pengobatan pasien.
Dimana anggota keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan
dukungan dan motivasi kepada pasien untuk berobat secara teratur dan
membantu memantau terapi pasien serta pentingnya menjaga hygiene
baik dari orang tua, saudara maupun pasien.

59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus Demam berdarah pada pasien yang dilakukan
di layanan primer Puskesmas Sudiang Raya, Kota Makassar tahun 2017 mengenai
Pendekatan Diagnostik Holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosa menderita Demam Berdarah
Diagnosis Holistik (multiaksial)
a. Aspek personal: kekhawatiran pasien akan penyakitnya dan harapan
pasien setelah berobat ke puskesmas adalah agar pasien dapat sembuh.
b. Aspek klinik : Demam Berdarah grade II
c. Aspek resiko internal : Mengonsumsi makanan yang kurang sehat dan
seimbang, adanya riwayat menderita penyakit demam berdarah
sebelumnya, kurang istirahat dan suka begadang, Jarang berolah raga,
tidak teratur minum obat, pasien kurang memperhatikan kebersihan
dapur, air minum dan makanan di rumah, dan tidak menyiapkan anti
nyamuk baik dirumah maupun saat pasien bepergian keluar rumahAspek
risiko
d. Aspek Risiko Eksternal: Lingkungan perumahan yang padat, ventilasi
rumah yang kurang memadai dan kurangnya pemahaman tentang
penyakit demam berdarah. Adanya penderita demam berdarah di
lingkungan sekitar tempat tinggal pasien. Kepadatan penduduk dan
mobilitas penduduk yang tinggi
e. Aspek Psikososial keluarga : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang
penyakit yang diderita pasien, kecemasan akibat penyakitnya, perilaku
hidup bersih dan sehat yang masih kurang dan disertai dengan kepadatan
dan mobilitas penduduk yang tinggi, dan adanya dukungan dan motivasi
dari anggota keluarga baik secara moral dan materi

60
f. Aspek fungsional: Semenjak sakit, pasien membatasi aktivitas diluar
rumah, dan hanya melakukan kegiatan fisik ringan dirumah dan istirahat
yang cukup.

Diagnose Klinis : Demam Berdarah Dengue Grade II


Diagnose Psikososial : Pasien mengkhawatirkan tentang adanya
perburukan dari penyakit yang sedang dideritanya serta rendahnya
pengetahuan tentang penyakit tersebut. Kurangnya berperilaku hidup
bersih dan sehat serta lingkungan sekitar pasien dengan kepadatan
penduduk yang cukup tinggi. Pasien juga tidak memiliki kartu jaminan
kesehatan

5.2. Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. SI, berupa: penyakit
demam Berdarah yang diakibatkan oleh perilaku hidup bersih dan sehat yang
kurang, kepadatan penduduk yang tinggi, kurangnya pemahan tentang demam
berdarah yang mengakibatkan kurangnya kesadaran untuk melakukan pencegahan
penularan penyakit tersebut, maka disarankan :
a. Mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang
b. Istirahat yang cukup
c. Menjaga kebersihan lingkungan di dalam rumah dan sekitar rumah
d. Melakukan pencegahan perkembangan dan penularan demam berdarah
dengan cara melakukan 3M dan selalu menggunakan anti nyamuk baik
lotion, bakar maupun semprotan.
e. Mencari tahu lebih lanjut tentang penyakit demam berdarah sehingga dapat
melakukan pencegahan mandiri penyakit tersebut

61
DAFTAR PUSTAKA
1. Hairani LK. Gambaran epidemiologi demam berdarah di Indonesia. FKM
UI. 2009.
2. Wahono TD. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan; 2004.
3. Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang
dirawat di Bagian Ilmu penyakit Dalam Periode 1 Januari- 31 Desember
2005. Pekanbaru, 2006 : 27-37.
4. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Volume 2. 2010. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN DBD.pdf
5. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo
AW dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta : 2007.
6. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah dengue di
Indonesia. Farmaka. 2007; 5:12-29.
7. Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.
8. Departemen kesehatan RI. Demam Berdarah
Dengue. 2009. [diakses 7 April 2013] http://www.depkes.go.id
9. Chen K, Herdiman T. Pohan, Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada
demam berdarah dengue. Medicinus: Scientic Journal of Pharmaceutical
Development and Medical Application. 2009; 22: 3-7.
10. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New edition. Geneva. 2009.

62

You might also like