You are on page 1of 39

LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH

A. MASALAH UTAMA : HARGA DIRI RENDAH


1. Pengertian
a. Harga diri (self esteem) merupakan salah satu komponen
dari konsep diri. Harga diri merupakan penilaian pribadi
berdasarkan seberapa baik perilaku sesuai dengan ideal diri
(Stuart, 2009). Penentuan harga diri seseorang diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain (dicintai, dihormati, dan
dihargai) yang timbul sejak kecil dan berkembang sesuai
dengan meningkatnya usia. Harga diri yang tinggi adalah
perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa
syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan
kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan
berharga. Seseorang yang sering mengalami keberhasilan
akan dapat meningkatkan harga dirinya, disamping itu
seseorang akan menurun harga dirinya apabila orang
tersebut sering mengalami kegagalan, tidak dicintai dan
tidak diterima dilingkungannya.
Harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal
yang buruk yang berisiko mengalami depresi dan
skizofrenia. Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi
secara situasional atau kronis.
b. Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan
dipertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2011)
c. Menurut Depkes RI, (2000), individu cenderung menilai
dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
Penilaian negatif dan perasaan rendah diri ini dapat
mempengaruhi semua aspek dari hidup kita, yaitu dapat
menambah rasa takut (yang menyebabkan kita harus
menghindari), membuat kita berespon terhadap seseorang
yang dicintai dengan rasa marah dan depensif, menerima
diisolasi, tidak sanggup mendapat kritikan/serangan dan
dapat juga mempengaruhi kesehatan fisik yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan atau peningkatan
tekanan darah.
d. Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi
mayor, dimana aktivitas merupakan bentuk hukuman atau
punishment. (Stuart dan Laraia, 2005;stuart, 2009)
e. Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap[ diri
sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan. (Keliat, 2010).

2. Komponen Konsep Diri


Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang
dirinya dan memengaruhi hubungan dengan orang lain. Konsep
diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang
terdekat, dan dengan realitas dunia. Menurut Stuart (2009)
konsep diri terdiri terdiri atas komponen-komponen berikut ini.
a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari
terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa
lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi. Citra tubuh dimodifikasi secara berkesinambungan
dengan persepsi dan pengalaman baru
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya
berperilaku terhadap standar, aspirasi, tujuan atau nilai
personal tertentu.
c. Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan
yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan,
tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Performa peran
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan
sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai
kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran yang
dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang
di ambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu
e. Identitas pribadi
Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung
jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan
otonomi dan mencakupnpersepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan teus
berlanjut sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas
utama pada masa remaja.
3. Rentang Respon

a. Aktualisasi diri
Pernyataan tentang konsep diri dengan yang positif dengan
latar belakang pengalaman sukses.
b. Konsep diri positif
Pasien mempunyai pengalaman yang positif dalam
perwujudan dirinya, dapat mengidentifikasi kemampuan dan
kelemahan secara jujur dalam menilai asuatu masalah sesuai
dengan norma norma sosial dan kebudayaan suatu tempat
jika menyimpang ini merupakan respon adaptif.
c. Harga diri rendah
Transisi antara adaptif dan mal adaptif, sehingga individu
cenderung berfikir ke arah negatif.
d. Kerancuan identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek aspek masa
kanak kanak ke dalam kematangan aspek psikologis,
kepribadian pada masa dewasa secara harmonis.
e. Depersionalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak
dapat membedakan dirinya dari orang lain sehingga mereka
tidak dapat mengenal dirinya.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


Seseorang yang sering mencapai tujuan secara langsung
mempengaruhi perasaan untuk kemampuan (harga diri tinggi) atau
ketidakmampuan (harga diri rendah). Harga diri tinggi merupakan
dasar mutlak terhadap penerimaan diri, meskipun melakukan
kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai
seseorang yang penting dan berharga. Hal ini meliputi penerimaan
secara komplek terhadap hidup seseorang. Harga diri (Stuart &
Laraia, 2005; Stuart, 2009) berasal dari dua sumber utama yaitu
diri sendiri dan orang lain. Faktor yang mempengaruhi harga diri
yang berasal dari diri sendiri seperti kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan yang
berasal dari orang lain adalah penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak realistik. Harga diri ini didapat ketika seseorang
merasa dicintai, dihormati dan ketika seseorang dihargai dan
dipuji. Suliswati (2002) mengatakan bahwa individu akan merasa
harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan,
disamping itu harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran
yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

Sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering


mengalami kegagalan, tidak dicintai dan tidak diterima
lingkungan. Perkembangan harga diri seseorang sejalan dengan
perkembangan konsep diri, dimana konsep diri seseorang menurut
Stuart, (2009) tidak terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai
hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri,
dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Hal ini berarti
harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk
meningkatkan harga diri seseorang, maka mulai dari masa kanak-
kanak anak diberi kesempatan untuk sukses; menanamkan cita-
cita; mendorong aspirasi; dan membantu untuk membentuk
pertahanan diri terhadap persepsi diri (Coopersmith, 1967; Mruk,
1999 dalam Stuart, 2009).

Harga diri sangat mengancam pada masa adolescence/remaja,


ketika konsep diri sedang diubah dan banyak keputusan diri
dibuat. Sedangkan pada usia dewasa harga diri menjadi stabil
memberikan gambaran yang jelas tentang dirinya dan cenderung
lebih mampu menerima keberadaan dirinya dan kurang idealis dari
remaja (Stuart, 2009). Hal ini dapat dikaitkan dengan kematuran
seseorang, dimana semakin dewasa seseorang maka semakin lebih
baik cara berfikirnya. Dengan banyaknya perubahan yang terjadi
baik fisik maupun psikososial serta banyak keputusan yang harus
dibuat menyangkut dirinya sehingga remaja harus mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Kondisi lain yang
dapat mengancam harga diri remaja adalah tuntutan yang harus
dipilihnya, posisi peran, kemampuan meraih sukses serta
kemampuan berpartisipasi atau penerimaan dilingkungan
masyarakat. Apabila remaja tidak dapat melakukan penyesuaian
dengan kondisi tersebut, maka akan menyebabkan harga diri
rendah (Hawari, 2001). Harga diri rendah dapat terjadi secara
situasional (trauma) atau kronis (penilaian yang negatif terhadap
diri yang telah berlangsung lama).

Model Stress Adaptasi Stuart dari keperawatan jiwa memandang


perilaku manusia dalam perspektif yang holistik terdiri atas
biologis, psikologis dan sosiokultural dan aspek- aspek tersebut
saling berintegrasi dalam perawatan. Komponen biospikososial
dari model tersebut termasuk dalam faktor predisposisi,
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
mekanisme koping (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
Menurut Stuart (2009), masalah harga diri rendah dapat dijelaskan
dengan menggunakan psikodinamika masalah keperawatan jiwa
seperti skema dibawah ini.

Faktor predisposisi

Biologi Psikologi Sosialkultural

Stresor presipitasi

Nature Origin Timing Number

Penilaian terhadap stresor

Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial

Sumber koping

Kemampuan personal Dukungan sosial Aset material Keyakinan positif

Mekanisme koping

Konstruktif Destruktif

Rentang respon koping

Respon adaptif Respon Maladaptif

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Skema Psikodinamika Masalah Keperawatan Jiwa
1. Model Stress Adaptasi Stuart
(Stuart, 2009)
1. Faktor Predisposisi
Proses terjadinya harga diri rendah kronis juga di pengaruhi
beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis,
sosial dan kultural.
a. Faktor biologis
Faktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat dilihat
sebagai suatu keadaan atau faktor resiko yang dapat
mempengaruhi peran manusia dalam menghadapi stressor.
Adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini adalah:

1) Neuroanatomi
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada
pasien depresi dan skizoprenia sehingga pasien
mengalami masalah harga diri rendah kronis adalah:
a) Lobus frontal terlibat dalam dua fungsi serebral
utama yaitu kontrol motorik gerakan voluntir
termasuk fungsi bicara, fungsi pikir dan kontrol
berbagai ekspresi emosi (Townsend, 2009).
Biasanya kerusakan pada lobus frontal ini akan
dapat menyebabkan gangguan berfikir dan
gangguan dalam bicara serta tidak mampu
mengontrol emosi sehingga kognitif pasien negatif
tentang diri, orang lain dan lingkungan serta
berperilaku yang maladaptif sebagai akibat kognitif
negatif. Kondisi seperti ini menunjukkan gejala
harga diri rendah pada pasien.
b) Lobus temporalis merupakan lobus yang letaknya
paling dekat dengan telinga dan mempunyai peran
fungsional yang berkaitan dengan pendengaran,
keseimbangan dan juga sebagian dari emosi dan
memori (Boyd & Nihart, 1998; Townsend, 2009).
Fungsi utama lobus temporalis adalah bahasa,
ingatan dan emosi (Kaplan, et al, 1996). Lobus
temporal anterior mempunyai hubungan dengan
sistim limbik dalam peranannya pada proses emosi.
Gangguan dalam menerima dan menyampaikan
informasi secara verbal yang juga dipengaruhi oleh
daya ingat pasien akan mempengaruhi emosi
pasien yang akan menimbulkan harga diri rendah.
c) System Limbic merupakan cincin kortek yang
berlokasi dipermukaan medial masing-masing
hemisfer dan mengelilingi pusat kutup serebrum.
Fungsinya adalah mengatur persarafan otonom dan
emosi (Suliswati, 2002 : Stuart & Laraia, 2005).
Kerusakan sistem limbik menimbulkan beberapa
gejala klinik seperti hambatan emosi, perubahan
kepribadian (Kaplan, et al, 1996). Menurut Boyd
dan Nihart, (1998) perubahan hipotesa dalam
sistem limbik menunjukkan perubahan yang
signifikan pada kelainan mental, skizoprenia,
depresi dan kecemasan. Hambatan emosi yang
kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa
tidak berguna atau gagal terus menerus akan
membuat pasien mengalami harga diri rendah
d) Hipothalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu
bagian dalam dari serebrum yang menghubungkan
otak tengah dengan hemisfer serebrum. Fungsi
utamanya adalah sebagai respon tingkah laku
terhadap emosi dan juga mengatur mood dan
motivasi (Suliswati, 2002; Stuart & Laraia, 2005).
Kerusakan hipotalamus membuat seseorang
kehilangan mood dan motivasi sehingga kurang
aktivitas dan dan malas melakukan sesuatu.
Kondisi seperti ini sering kita temui pada pasien
dengan harga diri rendah, dimana pasien butuh
lebih banyak motivasi dan dukungan terutama dari
keluarga dan juga oleh perawat dalam
melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan
bersama-sama.

2) Neurotransmiter
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu
kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak. Neurotransmiter adalah
kimiawi otak yang ditransmisikan oleh satu neuron ke
neuron lain (Stuart & Laraia, 2005). Neurotransmiter
yang sangat berhubungan dengan depresi adalah
norepinefrin, dopamin, serotonin, acetilkolin seperti:
a) Norepinephrine (Boyd & Nihart, 1998; Suliswati,
2002) berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian
dan orientasi; proses pembelajaran dan memori.
Jika terjadi penurunan kadar norepinephrine akan
dapat mengakibatkan kelemahan dan peningkatan
harga diri rendah sehingga perilaku yang
ditampilkan pasien cendrung negatif.
b) Serotonin (Boyd & Nihart, 1998) berperan sebagai
pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan,
halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotonin dapat
mempengaruhi fungsi kognitif (alam pikir), afektif
(alam perasaan) dan psikomotor (perilaku)
(Hawari, 2001). Jika mengalami penurunan akan
mengakibatkan kecenderungan harga diri rendah
kronis semakin besar karena pasien lebih dikuasai
oleh kognitif-kognitif negatif dan rasa tidak
berdaya.
c) Acetylcholine (Ach) (Boyd & Nihart,1998)
berperan penting untuk belajar dan memori. Jika
terjadi peningkatan kadar acetylcholine akan dapat
menurunkan atensi dan mood, sehingga pada
pasien dengan harga diri rendah dapat kita lihat
adanya gejala kurangnya perhatian dan malas
dalam beraktifitas.
d) Dopamine, fungsinya mencakup regulasi gerak dan
koordinasi, emosi, kemampuan pemecahan
masalah secara volunter (Boyd & Nihart,1998 ;
Suliswati, 2002). Transmisi dopamin berimplikasi
pada penyebab gangguan emosi tertentu. Di
samping itu pada pasien skizoprenia menurut
Hawari (2001) dopamin dapat mempengaruhi
fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan)
dan psikomotor (perilaku). Kondisi ini pada pasien
harga diri rendah memperlihatkan adanya kognitif-
kognitif negatif, pasien selalu dalam keadaan sedih
berkepanjangan serta menunjukkan perilaku yang
menyimpang seperti menarik diri dan
berkemungkinan untuk melakukan bunuh diri.

b. Faktor Psikologis
Harga diri rendah sangat berhubungan dengan pola asuh
dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi.
Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan
menjalankan fungsi dan peran. termasuk dalam harga diri
rendah situasional. Harga diri rendah situasional
merupakan pengembangan persepsi negatif tentang
dirinya sendiri pada suatu kejadian (NANDA, 2011). Jika
lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus
akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah
kronis .

Harga diri rendah kronis terjadi diawali dari individu


berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor
(krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi
tidak tuntas sehingga timbul kognitif bahwa diri tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran.
Harga diri rendah juga merupakan komponen Episode
Depresi Mayor, dimana aktifitas merupakan bentuk
hukuman atau punishment (Stuart & Laraia, 2005). Harga
diri rendah merupakan suatu kesedihan atau perasaan duka
berkepanjangan (Stuart & Sundeen 2009). Harga diri
rendah adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis
dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku
sehari-hari, menjadi pervasif dan muncul bersama penyakit
lain. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu
mengalami harga diri rendah kronis (Stuart & Sundeen,
2009) meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada
anak, tekanan teman sebaya, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal
diri yang tidak realistik.

c. Faktor sosial dan kultural


Secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses
terjadinya harga diri rendah. Dimana dalam kehidupan
sehari-hari anak tumbuh kembang di tiga tempat, yaitu di
rumah (keluarga), disekolah (lembaga pendidikan) dan
dilingkungan masyarakat sosialnya (Hawari, 2001).
Kondisi sosial di masing-masing tempat tersebut akan
berinteraksi satu dengan yang lainnya dan mempengaruhi
tumbuh kembang anak.

Lingkungan keluarga, sekolah ataupun pergaulan sosialnya


kondusif (membuat pengaruh yang baik), maka
perkembangan jiwa/kepribadian anak akan kearah yang
baik dan sehat akan semakin besar. Sebaliknya bila
lingkungan tersebut tidak kondusif maka akan berisiko
terganggunya perkembangan jiwa/kepribadian anak.
Contoh masalah sosial yang dapat menimbulkan harga diri
rendah, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah
kumuh dan rawan kriminalitas. Dimana menurut Hawari
(2001) rasa tidak aman dan tidak terlindung membuat jiwa
seseorang tercekam sehingga mengganggu ketenangan dan
ketentraman hidup yang lama kelamaan daya tahan
seseorang menurun hingga mengalami gangguan. Tuntutan
peran sesuai kebudayaan juga sering meningkatkan
kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah
harus menikah jika umur mencapai duapuluhan, perubahan
kultur ke arah gaya hidup individualisme.

2. Faktor presipitasi
Seluruh faktor predisposisi yang dialami pasien akan
menimbulkan harga diri rendah setelah adanya faktor
presipitasi yang berasal dari dalam diri sendiri ataupun dari
luar, antara lain ketegangan peran, konflik peran, peran yang
tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi
transisi peran dan transisi peran sehat-sakit (Stuart & Laraia,
2005).

Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dapat berupa


perubahan, ancaman dan kebutuhan individu, memerlukan
energi yang berlebihan dan mengeluarkan suatu bentuk
ketegangan dan stress (Cohen, 2000 dalam Stuart & Laraia,
2005).
Faktor pencetus ini telah dialami dalam waktu yang lama oleh
pasien. Lama kelamaan pasien kehilangan kemampuan untuk
mengatasi faktor pencetus tersebut.
a. Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi
yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai
frustasi.
1) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif
yang berkaitan dengan pertumbuhan.
2) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit:sebagai akibat pergeseran
dari keadaan sehat dan keadaan sakit. Transisi ini
dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh;
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi
tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan
tumbuh kembang normal; prosedur medis dan
keperawatan.

Kemampuan dan strategi dalam menghadapi perubahan yang


dialami sebelum terjadi harga diri rendah disebut mekanisme
koping. Mekanisme koping jangka pendek yang biasa
dilakukan pasien harga diri rendah adalah kegiatan yang
dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian
obat-obatan, kerja keras, nonton tv terus menerus. Hal ini
digunakan untuk mencegah kecemasan dan ketidaktentuan dari
kebingungan identitas (Stuart & Laraia, 2005). Kegiatan
mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial,
keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan
sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau kontes
popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas
sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan. Jika
mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping
jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas, dimana
pasien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari
orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi
atau potensi diri sendiri. Identitas negatif, dimana asumsi yang
bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat, sedangkan
mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah
fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan
marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala harga diri rendah (NANDA, 2009 ; Stuart &
Sundeen, 2009) merupakan perilaku yang telah dipertahankan
dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi ungkapan
negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus
menerus. Perilaku yang ditampilkan berupa sikap
malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada,
selalu mengatakan ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba
sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan
hipoaktif. Perilaku lain yang juga sering muncul seperti:
mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain, gangguan dalam
berhubungan, rasa diri penting berlebihan, mudah tersinggung
atau marah yang berlebihan, ketegangan peran yang dirasakan,
pandangan hidup yang pesimis, khawatir, bimbang dan ragu-
ragu, menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan
balik negatif mengenai dirinya serta ada juga yang
menyalahgunakan zat.
Menurut Westermeyer (2006), empat area gejala umum yang
menunjukkan masalah harga diri rendah adalah :

a. Fisik
Respon fisiologis tersebut merupakan tanggapan dari fisik
seseorang yang dirasakan dan mempengaruhi fungsi
tubuh. Tanda dan gejala dari respon fisiologi terhadap
penurunan harga diri antara lain penurunan energi, lemah,
agitasi, penurunan libido, insomnia/hipersomnia,
penurunan/peningkatan nafsu makan, anoreksia, sakit
kepala (Westermeyer, 2006 ; Stuart & Sundeen, 2005).
Kondisi ini akan menunjukkan perilaku yang maladaptif
pada pasien dimana pasien akan malas beraktivitas, lebih
banyak tidur sehingga kurang berinteraksi dengan orang
lain.

b. Kognitif
Menurut Stuart and Laraia (2005) kognitif adalah
tindakan atau proses dari pengetahuan. Proses ini
diperlukan dan memungkinkan mengetahui kondisi otak
untuk proses informasi dalam hal ketelitian, penyimpanan
dan keterangan. Seseorang dengan skizoprenia sering kali
tidak sanggup untuk menghasilkan logika berfikir yang
kompleks dan mengungkapkan kalimat yang
berhubungan karena neurotransmitter dalam memproses
sistem informasi otak mengalami kelainan fungsi..
Proses informasi memerlukan pengorganisasian dari input
sensori dengan proses otak untuk respon perilaku. Input
sensori dari kedua perasaan internal dan eksternal
menyaring kesesuaian untuk perhatian seseorang,
kemampuan untuk mengingat, belajar, diskriminasi,
menafsirkan dan pengorganisasian informasi. Terjadinya
penurunan kemampuan kognitif menurut Laeckenote
(1996) adalah karena faktor neuroanatomic, psikologis,
lingkungan dan faktor lain dan kejadian.

Kognitif yang sering muncul pada pasien dengan masalah


harga diri rendah (Stuart & Laraia, 2005 ; Boyd &
Nihart, 1998) adalah :
1) Bingung
Kebingungan adalah kumpulan perilaku termasuk
tidak adanya perhatian dan pelupa, perubahan
perilaku seperti agresif, bimbang, delusi (efek dari
perilaku) dan ketidakmampuan atau kegagalan
dalam kegiatan sehari-hari (defisit perilaku) (Mehta,
Yaffe, and Covinsky, 2002 dalam Stuart & Laraia,
2005). Biasanya kebingungan tidak spesifik
digunakan untuk istilah apatis (tidak menghiraukan),
menarik diri atau pasien tidak kooperatif.
Beberapa kategori pasien menyatakan kebingungan
merupakan masalah pasien, seperti pasien dengan
masalah komunikasi (menelan pembicaraan,
ketidakmampuan mengekspresikan pembicaraan) ,
pasien yang menolak nilai personal orang lain,
pasien yang sedih, pasien yang tidak sehat. Kondisi
ini penting untuk perawat secara spesifik ketika
berhubungan dengan pasien yang mengalami
kebingungan

2) Kurang memori dalam jangka waktu panjang/pendek


Memori meliputi kemampuan untuk mengingat atau
meniru terhadap pelajaran atau pengalaman.
Kerusakan memori merupakan ciri-ciri dari beberapa
kekacauan kognitif dan demensia khusus (Boyd &
Nihart, 1998)., Kerusakan memori menurut Mohr,
2006 adalah ketidakmampuan untuk mempelajari
informasi baru (memori jangka pendek) dan
ketidakmampuan mengingat informasi yang sudah
lama (memori jangka panjang). Gangguan memori
berhubungan dengan kerusakan sosial atau fungsi
pekerjaan. dan kemunduran dari fungsi sebelumnya.
Kerusakan dari orientasi, memori dan berpikir secara
abstrak serta orientasi dapat diobservasi. Orientasi
waktu , tempat dan orang merupakan gejala sisa
yang relatif lengkap kecuali kalau pasien
memenuhinya secara khusus. Semua aspek memori
berpengaruh dalam skizoprenia atau untuk
mengingat kembali informasi baru yang dipelajari.

3) Kurangnya perhatian
Perhatian merupakan proses mental yang komplek
yang meliputi konsentrasi seseorang terhadap
aktivitas yang dilakukan (Boyd & Nihart, 1998).
Menurut Stuart dan Laraia, 2005 perhatian adalah
kemampuan untuk menfokuskan kegiatan pada satu
aktivitas dan sikap konsentrasi secara terus menerus.

Kekacauan perhatian menurut Stuart dan Laraia,


2005 adalah kerusakan dalam kemampuan untuk
menunjukkan perhatian, mengamati, menfokuskan
dan konsentrasi terhadap realita ekternal. Gangguan
perhatian merupakan keadaan yang biasa ditemukan
pada kasus skizoprenia dan terdapat kesukaran
dalam menghadapi tugas yang komplek, kesulitan
konsentrasi pada pekerjaan dan mudah beralih
perhatian/kekacauan kognitif. kekacauan kognitif
berhubungan dengan mudahnya menarik perhatian
pasien dari stimulus eksternal yang tidak relevan
seperti kegaduhan, mengeluarkan buku dari rak buku
dan orang yang lewat. Kondisi lainnya, pasien
memiliki pengalaman halusinasi pendengaran yang
sering mengalihkan perhatian mereka hingga
menimbulkan masalah dengan perhatian.
Kerusakan perhatian tersebut tidak konstan dan
berfluktuasi (naik turun) tergantung pada kehendak
aktivitas otak. Kondisi ini banyak menyebabkan
pasien merasa frustrasi, dan mereka sering komplain
tentang ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas
yang komplek karena mereka merasa kognitif saya
menyimpang. Perawat akan siap untuk mengambil
alih tugas mereka dan perawat juga membutuhkan
pengulangan yang sering dalam waktu yang pendek
untuk melatih pasien melaksanakan tugas mereka
secara bertahap.

4) Merasa putus asa


Keputusasaan merupakan kondisi subjektif dimana
individu melihat tidak adanya atau terbatasnya
alternatif pribadi yang tersedia dan ketidakmampuan
untuk memobilisai energi untuk kepentingan sendiri.
Seseorang yang mengalami keputusasaan dapat
disebabkan karena tertinggal dari orang lain, stress
berkepanjangan, kegagalan dan pembatasan
aktivitas. Karakteristik yang terlihat pada pasien
dengan putus asa adalah : miskin bicara, suka
mengeluh, kontak mata buruk, nafsu makan
menurun, respon menurun, aktivitas tidur berkurang
atau meningkat, tidak ada inisiatif dan menolak
pembicaraan.

5) Merasa tidak berdaya


Ketidak berdayaan merupakan persepsi tingkah laku
seseorang , tidak akan mempengaruhi hasil, atau
kurangnya kontrol selama situasi tetap atau kejadian
yang mendadak. Ketidakberdayaan seseorang dapat
terlihat dari gejala : ekspresi tidak menentu dan
ragu-ragu, pasif, tidak ada berpartisipasi,
ketergantungan pada orang lain, tidak mampu
mengekspresikan perasaan yang benar dan tidak
mampu mencari informasi selama perawatan.

6) Merasa tidah berharga/berguna


Keyakinan seseorang terhadap kasih sayang,
kemampuan, perasaan diterima, dan perasaan
diperlukan bagi orang lain dan merasa berguna dari
perhatian dan respon yang ditunjukkan orang
lain( Boyd & Nihart, 1998).

Theory of reasoned yang dikemukakan oleh Ajzen dan


Fishbein (1980) yang menekankan bahwa proses kognitif
sebagai dasar bagi manusia untuk memutuskan perilaku
apa yang akan diambilnya, yang secara sistematis
memanfaatkan informasi yang tersedia disekitarnya
(Wismanto, http ://www.unica.ac.id
Fakultas/psikologi/artikel/bm-1, tanggal diperoleh tanggal
22 Mei 2006). Hal ini berarti bahwa kognitif seseorang
akan menentukan perilaku orang tersebut.

c. Perilaku
Perilaku adalah respons individu terhadap stimulus baik
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya
(Matra,1997). Menurut Notoadmodjo, (2010) perilaku
adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar. Perilaku atau aktivitas individu
tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari
stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan
baik dari stimulus ekternal maupun internal. Skiner,
(1938 dalam Notoadmodjo, 2010) mengemukakan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (ransangan dari luar). Sunaryo (2004)
bahwa perilaku adalah aktivitas yang timbul dari stimulus
dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespon.

Pada pasien dengan masalah harga diri rendah perilaku


yang ditampilkan maladaptif seperti:
1) Kurang aktivitas dan menurunnya aktifitas yang
menyenangkan
Aktifitas sehari-hari adalah keterampilan yang
penting untuk kehidupan sendiri, seperti pekerjaan
rumah tangga, belanja, menyiapkan makanan,
mengelola uang dan kebersihan diri. Tujuan utama
dari rehabilitasi psikososial adalah untuk membantu
individu untuk mengembangkan kemandirian
keterampilan hidup (Stuart &Laraia, 2005).

2) Menarik diri
Menurut Keliat dkk, (2010) menarik diri merupakan
suatu keadaan di mana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain. Karakteristik seseorang yang
menarik diri adalah perasaan kesepian atau ditolak
oleh orang lain, merasa tidak aman berada dengan
orang lain, merasa hubungan yang tidak berarti
dengan orang lain, merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu, tidak mampu berkonsentrasi
dan membuat keputusan, merasa tidak berguna dan
tidak yakin dapat melangsungkan hidup

3) Kurang sosialisasi/kurang keterampilan


bersosialisasi
Stuart dan Laraia (2005) menjelaskan bahwa
sosialisasi adalah kemampuan seseorang untuk lebih
kooperatif dan saling ketergantungan dengan orang
lain. Kondisi ini dipengaruhi oleh fungsi otak karena
masalah dengan orang lain kita harus memahami
konsekwensi hubungan dari respon neurobiologik
yang maladaptif. Masalah sosial sering menjadi
sumber utama perhatian dari keluarga dan pemberi
pelayanan kesehatan karena efek nyata dari penyakit
yang sering menonjol dari gejala yang berhubungan
dengan kognitif dan persepsi.

Masalah sosial dihasilkan secara langsung atau tidak


langsung dari penyakit. Efek langsung terjadi ketika
seseorang melakukan pencegah dari masalah
sosialisasi dengan menerima norma sosialkultural
atau ketika motivasi memburuk yang merupakan
hasil dari menarik diri dari lingkungan sosial dan
isolasi dari aktivitas kehidupan . Perilaku langsung
disebabkan karena masalah ketidakmampuan
komunikasi dengan baik, kehilangan gerak dan
minat, keterampilan sosial memburuk, kebersihan
diri yang jelek dan paranoid.

Efek tidak langsung dari sosialisasi adalah


konsekwensi kedua dari penyakit. Sebagai contoh
adalah menurunnya harga diri yang berhubungan
dengan kurang baiknya prestasi akademik dan sosial.
Ketidaknyamanan sosial dan hasil isolasi sosial lebih
lanjut menunjukkan hubungan yang signifikan.
Masalah spesifik dalam pengembangan hubungan
termasuk hubungan sosial yang tidak pantas, tidak
memihak dalam aktivitas rekreasi, prilaku seksual
yang tidak pantas, stigma yang berhubungan dengan
menarik diri dari teman, keluarga dan kelompik.
4) Merusak diri(menciderai diri)/ risiko bunuh diri.
Menciderai diri yaitu aniaya diri, agresif yang
diarahkan pada diri sendiri, cedera yang membebani
diri dan mutilasi diri. Bentuk umum perilaku
menciderai diri yaitu melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai
tubuhnya sedikit demi sedikit dan atau menggigit
jarinya.

Risiko bunuh diri merupakan keadaan dimana


individu mengalami risiko untuk menyakiti diri
sendiri/melakukan tindakan yang dapat mengancam
kehidupan. Perilaku destruktif diri langsung
mencakup setiap bentuk aktifitas bunuh diri, niatnya
adalah kematian dan individu menyadari hal ini
sebagai hasil yang diinginkan (Stuart &Sundeen,
2005). Bunuh diri merupakan tindakan yang secara
sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri
kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan
pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga
macam perilaku bunuh diri, yaitu:
a) Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan
berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan: Tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!
atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah


memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah

b) Ancaman bunuh diri


Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh
pasien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan
dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai
dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum


pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
c) Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien
mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Dalam menentukan peningkatan perilaku


pasien harga diri rendah dapat dilakukan
dengan melakukan pengukuran. Bloom (1975
dalam Notoadmodjo, 2010) yang menyatakan
bahwa perilaku manusia dibagi menjadi tiga
domain yang dapat diukur dari pengetahuan,
sikap dan praktek. Artinya, untuk mengukur
bagaimana pasien harga diri rendah berperilaku
adaptif dapat dilakukan dengan mengukur
ketiga domain tersebut. Hal senada juga
diungkapkan oleh Rachmat (2004), yaitu untuk
memberdayakan individu, keluarga dan
masyarakat dalam bidang kesehatan melalui
peningkatan pengetahuan, sikap positif dan
perilaku adaptif.

d. Afek
Afek merupakan sifat emosional yang nyata (Stuart &
Laraia, 2005) Gambaran emosi yang sering kita temui
pada pasien harga diri rendah (Stuart & Laraia, 2005;
Westermeyer, 2006) adalah kemarahan, kecemasan, rasa
kesal, murung, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian
dan kesedihan, merasa berdosa, dan kurang motivasi

4. Penilaian Stressor
Apapun masalah dalam konsep diri dicetuskan olah stressor
psikologis, sosiologis, atau fisiologis. Eleman yang penting
adalah persepsi pasien tentang ancaman

5. Sumber Koping
Semua orang, tanpa memperhatikan gangguan perilakunya
mempunyai beberapa bidang kelebihan personal yang
meliputi:
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekspresif
d. Kesehatan dan perawatan diri
e. Pendidikan atau pelatihan
f. Pekerjaan, vokasi atau posisi
g. Bakat tertantu
h. Kecerdasan
i. Imajinasi dan kreativitas
j. Hubungan interpersonal

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka
pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme
pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam
menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertahanan
jangka pendek mencakup:
a. Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas diri (misal: konser musik, bekerja keras,
menonton televisi secara obsesif)
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara
(misal: ikut serta dalam klub sosial, agama, politik,
kelompok, gerakan atau geng)
c. Aktivitas sementara yang menguatkan atau meningkatkan
perasaan diri yang tidak menentu (misal: olahraga yang
kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan
popularitas)
Pertahanan jangka panjang mencakup:
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi atau
potensi diri individu.
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi,
disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan (displacement),
splitting, berbalik marah terhadap diri sendiri dan amuk.

C. POHON MASALAH

ISOLASI SOSIAL
EFFECT
HARGA DIRI RENDAH
CORE PROBLEM

KOPING INDIVIDU TIDAK


CAUSE EFEKTIF

Direja, 2011.
D. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Diagnosis keperawatan NANDA (dalam Stuart, 2009) yang
berhubungan dengan respon konsep diri maladaptif
1. Gangguan penyesuaian
2. Ansietas
3. Gangguan citra tubuh*
4. Hambatan komunikasi verbal
5. Ketidakefektifan koping
6. Keputusasaan
7. Gangguan identitas
8. Resiko kesepian
9. Ketidakberdayaan
10.Resiko ketidakberdayaan
11.Ketidakefektifan performa peran*
12.Defisit perawatan diri
13.Resiko harga diri rendah situasional
14.Harga diri rendah situasional*
15.Gangguan persepsi sensori
16.Ketidakefektifan pola seksualitas
17.Hambatan interaksi sosial
18.Isolasi sosial
19.Distress spiritual
20.Gangguan proses pikir
21.Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
*Diagnosis keperawatan utama untuk perubahan konsep diri
E. DATA YANG PERLU DIKAJI

MASALAH DATA YANG PERLU DIKAJI


KEPERAWATAN
Harga diri rendah Subjektif:
- Mengungkapkan dirinya
merasa tidak berguna
- Mengungkapkan dirinya
merasa tidak mampu
- Mengungkapkan dirinya tidak
semangat untuk beraktivitas
atau bekerja
- Mengungkapkan dirinya
malas melakukan perawatan
diri (mandi, berhias, makan,
atau toileting)

Objektif:
- Mengkritik diri sendiri
- Perasaan tidak mampu
- Pendangan hidup yang
pesimistis
- Tidak menerima pujian
- Penuruan produktivitas
- Penolakan terhadap
kemampuan diri
- Kurang memerhatikan
perawatan diri
- Berpakaian tidak rapi
- Berkurang selera makan
- Tidak berani menatap lawan
bicara
- Lebih banyak menunduk
- Bicara lambat dengan nada
bicara lemah
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah
Diagnosa medis : Depresi

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


PERTEMUAN PASIEN KELUARGA

1 - Identifikasi - Didkusikan
kemampuan masalah yang
melakukan kegiatan dirasakan dalam
dan bantu aspek merawat pasien
- Jelaskan
positif pasien (buar
pengertian, tanda
daftar kegiatan)
- Bantu pasien menilai gejala, dan proses
kegiatan yang dapat terjadinya harga
dilakukan saat ini diri rendah
(pilih dari daftar (gunakan booklet)
- Jelaskan cara
kegiatan): buat daftar
merawat harga diri
kegiatan yang dapat
rendah terutama
dilakukan saat ini
- Bantu pasien memilih memberikan pujian
salah satu kegiatan semua hal positif
yang dapat dilatih saat pada pasien
- Latih keluarga
ini
- Latih kegiatan yang memberi tanggung
dipilih (alat dan cara jawab kegiatan
melakukannya) pertama yang
- Masukkan pada
dipilih pasien;
jadwal kegiatan untuk
bimbing dan beri
latihan dua kali
pujian
perhari - Anjurkan
2 membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberi pujian

- Evaluasi kegiatan - Evaluasi kegiatan


pertama yang telah keluarga dalam
dilatih dan berikan membimbing
pujian pasien
- Bantu pasien memilih
melaksanakan
kegiatan ke dua yang
kegiatan pertama
akan dilatihj
yang dipilih dan
- Latih kegiatan ke dua(
dilatih pasien. Beri
cara san alat) pujian
- Masukkan dalam - Bersama keluarga
jadwal kegiatan untuk melatih pasien
latihan 2 kegiatan dalam melakukan
masing-masing kegiatan kedua
2x/hari yang dipilih pasien
3
- Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberi pujian
- Evaluasi kegiatan
pertama dan kedua
- Evaluasi kegiatan
yang telah dilatih dan
keluarga dalam
berikan pujian
- Banti pasien memilih membimbing
kegiatan ketiga yang pasien
akan dilatih melaksanakan
- Latih kegiatan ke tiga
kegiatan pertama
(cara dan alat)
dan kedua yang
- Masukkan pada
dipilih dan dilatih
jadwal kegiatan untuk
pasien. Beri pujian
latihan 3 kegiatan
- Bersama keluarga
masing-masing
melatih pasien
2x/hari
dalam melakukan
4 kegiatan ketiga
yang dipilih pasien
- Anjurkan
- Evaluasi kegiatan membantu pasien
pertama, kedua dan sesuai jadwal dan
ketiga yang telah di memberi pujian
latih dan berikan
pujian
- Evaluasi kegiatan
- Bantu pasien
keluarga dalam
memilih kegiatan ke
membimbing
empat yang akan
pasien
dilatih
- Latih kegiatan ke melaksanakan
empat (cara dan alat) kegiatan pertama,
- Masukkan pada
kedua dan ketiga
jadwal kegiatan
yang dipilih dan
harian 4 kegiatan
dilatih pasien. Beri
masing-masing
pujian
2x/hari - Bersama keluarga
melatih pasien
dalam melakukan
5 kegiatan keempat
yang dipilih pasien
- Jelaskan follow up
ke RSJ/PKM, tanda
- Evaluasi kegiatan
kambuh, rujukan
latihan dan berikan
- Anjurkan
pujian
membantu pasien
- Latih kegiatan
sesuai jadwal dan
dilanjutkan sampai
memberi pujian
tak terhingga
- Nilai kemampuan
- Evaluasi kegiatan
yang telah mandiri
keluarga dalam
- Nilai apakah harga
membimbing
diri pasien meningkat
pasien
melaksanakan
kegiatan yang
dipilih dan dilatih
pasien. Beri pujian
- Nilai kemampuan
keluarga
membimbing
pasien
- Nilai kemampuan
keluarga
melakukan kontrol
ke RSJ/PKM
-
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Depkes, (2008), Kebijakan dan Strategi Pembangunan


Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Hawari, D. (2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa


Skizofrenia. Jakarta : FK-UI

Keliat, B.A., & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan


Profesional. Jakarta : EGC

NANDA. (2011). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification


2009-2011. Philadelphia: NANDA International

Notoatmodjo, S. (2010). Pengantar pendidikan Kesehatan dan Ilmu


Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of


Psychiatric Nursing, 8th ed. Missouri : Mosby, Inc.
Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing,
9th ed. Missouri : Mosby, Inc.

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts


of Care in Evidence-Based Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A.
Davis Company

You might also like