You are on page 1of 7

ATONIA UTERI

I. PENDAHULUAN
Atonia uteri merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian
ibu setelah proses persalinan bayi dan plasenta, dimana atonia uteri
terjadi pada sekitar 80-90% kasus perdarahan postpartum 1 dan terjadi
pada sekitar 2-5% persalinan pervaginam2. Hal tersebut menyebabkan
atonia uteri menjadi indikasi utama dilakukannya histerektomi atau
transfusi darah postpartum3.

II. DEFINISI
Atonia uteri didefinisikan sebagai kegagalan uterus untuk
berkontraksi secara maksimal setelah kelahiran bayi dan plasenta yang
menyebabkan perdarahan uterin berat2. Selain itu atonia uteri
didefinisikan pula sebagai kegagalan uterus untuk berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan rangsangan taktil fundus uteri 4. Perangsangan
taktil fundus uteri dilakukan dengan cara menggerakkan tangan memutar
pada fundus uteri sehingga diharapkan uterus berkontraksi dan terjadi
kompresi pada pembuluh darah di tempat bekas perlekatan plasenta
(yang sebelumnya menyuplai darah ke dalam plasenta) sehingga
perdarahan berhenti. Selain itu, kontraksi uterus tersebut dapat
merangsang pengeluaran sisa plasenta secara alami5.

III. ETIOLOGI1,3,5,6
Kegagalan uterus untuk berkontraksi dan mengkompresi
pembuluh darah pada tempat perlekatan plasenta menyebabkan
perdarahan terus berlanjut. Faktor-faktor yang berperan menyebabkan
kegagalan tersebut adalah :
1. adanya overdistensi uterus (janin besar, gemelli, polihidramnion)
yang menyebabkan uterus cenderung menjadi lebih hipotoni
setelah melahirkan
2. kehamilan multipara
3. myoma uteri
4. trauma uterus akibat persalinan (manipulasi internal version dan
ekstraksi forceps atau vakum pada persalinan)
5. infeksi (chorioamnionitis)
6. anestesi umum
7. persalinan lama
8. partus lewat bulan
9. adanya riwayat perdarahan postpartum sebelumnya
10. induksi oxytocin yang berkepanjangan
11. bekas seksio sesarea
12. penanganan persalinan kala III yang salah.
Selain itu keadaan umum ibu yang buruk, misalnya : anemia,
hipertensi, dan diabetes mellitus pun cenderung mempengaruhi
terjadinya atonia uteri.

IV. DIAGNOSA6
Diagnosa atonia uteri dapat ditegakkan apabila pada pemeriksaan
fisik setelah kelahiran placenta ditemukan uterus yang besar atau lunak,
tanpa adanya kontraksi uterus, dan disertai perdarahan eksesif
pervaginam segera setelah melahirkan. Namun perlu diperhatikan bahwa
kemungkinan adanya sisa plasenta yang tertinggal atau laserasi pada
serviks dan vagina harus telah disingkirkan.

V. PENATALAKSANAAN3,4,7
Tindakan antisipasi terjadinya atonia uteri pada penderita yang
beresiko tinggi sebaiknya telah dipersiapkan sebelum proses persalinan
terjadi. Secara umum, keseimbangan hemodinamik harus diperhatikan
dengan melakukan pemasangan infus menggunakan larutan Ringer
Laktat atau NaCl 0,9%. Lakukan pemeriksaan darah cross match dan
persiapkan cadangan darah untuk transfusi. Lakukan penanganan aktif
kala tiga dengan baik, terutama melakukan masase uteri setelah kelahiran
plasenta untuk merangsang kontraksi uterus dan mengkompresi
pembuluh darah pada uterus sehingga perdarahan berhenti. Jika
perdarahan mencapai 400cc atau setelah 30 menit placenta belum lepas
juga, lakukan tindakan manual placenta yang kemudian diikuti masase
uterus.
Apabila perdarahan tetap terjadi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil fundus uteri atau masase uterus, maka segera lakukan
kompresi bimanual interna (kompresi bimanual Hamilton). Pasang sarung
tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan
tangan (dengan menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam
vagina ibu. Periksa vagina dan serviks (jika ada selaput ketuban atau
bekuan darah pada uteri). Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior,
lalu tekan dinding anterior uterus. Sedangkan telapak tangan lain
menekan kuat dinding belakang uterus kea rah kepalan tangan dalam.
Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, terus lakukan
kompresi bimanual interna selama 2 menit, lalu perlahan-lahan keluarkan
tangan dari dalam vagina dan pantau ketat kondisi ibu dalam kala empat.
Jika uterus berkontraksi namun perdarahan terus berlangsung, periksa
apakah terdapat laserasi pada perineum, vagina, atau serviks, kemudian
segera jahit apabila ditemukan laserasi. Namun jika uterus tidak
berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksterna, yaitu dengan cara meletakkan satu tangan
pada abdomen di depan uterus (tepat di atas symphisis pubis) dan
letakkan tangan lain pada dinding abdomen (di belakang korpus uteri).
Lakukan kompresi dengan menekan uterus diantara kedua tangan
tersebut. Lalu pantau ketat keadaan vital ibu.
Gb 1. Kompresi bimanual interna Gb 2. Kompresi bimanual eksterna

Kemudian pasang infus oxytocin drip 20 UI dalam 500 ml larutan


Ringer Laktat dengan menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16
atau 18). Jarum dengan berdiameter besar memungkinkan pemberian
cairan dengan cepat dan dapat langsung digunakan apabila diperlukan
transfusi darah. Oksitosin merupakan uterotonika untuk merangsang
kontraksi uterus.
Selanjutnya berikan 0,2mg ergometrin secara intramuskular.
Ergometrin akan merangsang kontraksi otot polos uterus melalui
stimulasi reseptor -adrenergik myometrium. Namun jangan berikan
ergometrin pada pasien dengan hipertensi karena ergometrin akan
meningkatkan tekanan darah menjadi lebih tinggi dari normal. Selain itu
pemberian ergometrin perlu diawasi pada pasien penyakit jantung
koroner. Jika perdarahan belum berhenti, dapat diberikan lagi suntikan
metil ergonovin intravaskular.

Selain pemberian derivat ergot, beberapa literatur menyarankan


pemberian prostaglandin (carboprost tromethamine) dengan dosis awal
250g intramuskuler dan diulang 15-90 menit sampai mencapai dosis
maksimal 8 dosis. Namun carboprost memberikan efe samping seperti
diare, hipertensi, muntah, demam, flushing, dan takikardi. Hipertensi pada
beberapa wanita diketahui penyebabnya adalah retriksi jalan udara
pulmonal dan vaskular. Adapun pemberian analog prostaglandin E1
sintetik suppositoria, yaitu misoprostol (Cytotec) 1000g yang
memberikan respon cepat sekitar 1,4 menit. Tetapi usaha pencegahan
perdarahan postpartum dengan pemberian oksitosin dan derivat ergot
pada kala 3 lebih efektif dibandingkan misoprostol5.
Bila perdarahan terus berlangsung tanpa memberikan respon
terhadap masase uterus dan agen oksitosin, berikan transfusi darah
dengan darah segar. Upayakan hemoglobin pasien mencapai minimal 8
gr/dL.
Apabila perdarahan tetap berlangsung walaupun telah ditempuh
berbagai upaya konservatif, maka histerektomi merupakan tindakan
operatif yang dapat dipilih untuk menyelamatkan hidup ibu.
Selain itu terdapat pula tindakan operatif alternatif, yaitu :
1. Ligasi arteri iliaca interna. Teknik ini dapat menurunkan sekitar
85% tekanan darah arteri yang berada di bagian distal dari ligasi,
namun teknik operasinya sulit dilakukan dan memberikan hasil
memuaskan hanya pada sekitar 50%. Teknik operasi dilakukan
dengan cara membuka peritoneum yang menutupi arteri iliaka
komunis dan mengiris kea rah bifurkasi arteri iliaka eksterna dan
interna. Pulsasi aretri iliaka eksterna harus tetap ada setelah
dilakukan ligasi. Jika tidak, pulsasi harus dapat terdeteksi apabila
hipotensi telah berhasil diatasi5.
Gb 3. Ligasi arteri iliaka interna
2. Ligasi arteri uterine
3. Uterine Compression Sutures. Teknik ini dilakukan dengan
pengikatan sekeliling uterus dengan tujuan mengkompresi dinding
uterus anterior dan posterior.
4. Uterine packing. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan ujung
Foley kateter no 24F dengan balon 30mL ke dalam kavum uteri dan
diisi 60 sampai 80mL larutan salin. Jika perdarahan mereda, kateter
dikeluarkan setelah 12 sampai 24 jam. Teknik ini dilakukan pada
pasien perdarahan postpartum refrakter yang mempertahankan
fertilitas. Tindakan alternative lainnya dalah dengan menggunakan
gauze atau umbrella pack yang dimasukkan secara intraabdominal.
Apabila perdarahan akibat atonia uteri dan laserasi vagina tidak
memberikan respon terhadap obat-obat uterotonika, penjahitan, ligasi
arteri iliaka interna, histerektomi subtotal, packing pelvic, dan transfusi
darah, maka perlu dipikirkan adanya suatu koagulopati. Hal ini dapat
diatasi dengan pemberian faktor pembekuan VII rekombinan atau vitamin
K-dependent protein, namun perlu diperhatikan adanya komplikasi
trombosis 5.

VI. KOMPLIKASI5
Perdarahan yang berlangsung terus menerus pada atonia uteri
dapat menimbulkan beberapa penyulit, diantaranya :
Syok hipovolemik
Kelainan koagulopati
Gangguan faal ginjal
Kematian

Jadi dapat disimpulkan bahwa sekitar 80-90% perdarahan


postpartum terjadi akibat adanya atonia uteri. Oleh karena itu, perlu
dilakukan tindakan antisipasi sebelum proses persalinan terjadi dan
penanganan kemungkinan terjadinya atonia uteri yang tepat pada
penderita yang beresiko tinggi.

VII. KEPUSTAKAAN
1. www.naturalbirthchild.com (diakses 01/02/06)
2. www.complab.nymc.edu (diakses 1/2/06)
3. www.ecureme.com (diakses 01/02/06)
4. 2004.Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Depkes Republik
Indonesia.p.5-7 -5-9
5. Cunningham,et al. 2005. Williams Obstetrics 22nd Ed. USA : McGraw-
Hill Comp,Inc.p.826-830.
6. www.ramanathans.com (diakses 01/02/06)
7. Dildy,et al. 2004. Critical Care Obstetrics 4thEd. Australia:Blackwell
Publishing. p.301-303.
8. DeCherney, Alan H. Current Obstetrics & Gynecologic Diagnosis &
Treatment 9thEd.2003. USA:McGraw-Hill Comp,Inc.

You might also like