Professional Documents
Culture Documents
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
U N I V E R S I T A S J E N D E R A L S O E D I R M A N
J U R U S A N K E D O K T E R A N F K I K
P U R W O K E R T O
2 0 1 4
DAFTAR ISI
Hecting
Pembalutan dan pembidaian
Motorik
HECTING
LEARNING OUTCOME
TINJAUAN PUSTAKA
Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (diskontinuitas jaringan). Keadaan ini dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. Proses yang
kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase
inflamasi, poliferasi dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodelling) jaringan.
Gangguan sistem imun dapat terjadi terjadi pada infeksi virus, terutama HIV, keganasan tahap lanjut, penyakit
menahun berat seperti tuberkulosis, hipoksia setempat seperti ditemukan pada arteriosklerosis, diabetes melitus, morbus
Raynoud, morbus Burger, kelainan pendarahan (hemangioma, fistel arteriovena), atau fibrosis. Sistem imun juga
dipengaruhi oleh gizi kurang akibat kelaparan, malabsorbsi, juga oleh kekurangan asam amino esensial, mineral maupun
vitamin, serta oleh gangguan dalam metabolisme makanan, misalnya pada penyakit hati. Selain itu fungsi sistem imun
ditekan oleh keadaan umum yang kurang baik, seperti pada usia lanjut dan penyakit tertentu, misalnya penyakit Cushing
dan penyakit Addison.
Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat
dini maupun lanjut. Pemberian sitostatik, obat penekan reaksi imun, misalnya setelah transplantasi organ, kortikosteroid
juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati
sangat menghambat penyembuhan luka.
Diagnosis
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah ada perdarahan yang harus dihentikan.
Kemudian, tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi dan berat
ringannya luka.
Tindakan
Pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, tergantung berat dan letak luka, serta keadaan penderita. Luka dan
sekitarnya dibersihkan dengan antiseptik, kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Kemudian daerah sekitar lapangan
kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembesihan luka dari kontaminan secara mekanis,
misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan
cairan NACl. Akhirnya lakukan penjahitan denga rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan cairan yang
berlebihan perlu dibuat penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa, misalnya
mengandung vaselin, ditambah dengan kasa penyerap, dan dilanjut dengan pembalut elastis.
Penyulit
1. Penyulit dini
Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis secara teliti. Hematom yang mengganggu atau terlalu besar
sebaiknya dibuka dan dikeluarkan. Seroma adalah penumpukan cairan luka dilapangan bedah. Jika seroma mengganggu
atau terlalu besar dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh sebaiknya dibuka dan dipasang penyalir.
Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan eksisi yang memadai. Pada keadaan
demikian luka harus dibuka kembali, dibiarkan terbuka dan penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dari
cairan luka atau nanah.
2. Penyulit lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertropik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan
luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya
menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
Anestesia
1. Anestesia infiltrasi
Anestesia infiltrasi dilakukan dengan menyuntikkan anestetik lokal langsung ke jaringan tanpa mempertimbangkan
persarafannya. Anestetik berdifusi dn khasiatnya dicapai melalui penghambatan ujung saraf perasa di jaringan subkutan.
Jika penyuntikan anestetik menimbulkan nyeri, berarti tehnik penyuntikan tidak memenuhi syarat. Infiltrasi dimulai
dengan penyuntikan kecil intrakutan yang memang menimbulkan sedikit nyeri. Tempat penyuntikan intrakutan
digunakan sebagai pintu masuk selanjutnya untuk anestetik. Penyuntikannya harus dilakukan secara teliti, sedikit demi
sedikit supaya tidak menyebabkan nyeri.
2. Anestesi lapangan
Merupakan penyuntikan anestetik subkutan sedemikian rupa sehingga terjadi anestesia di distal penyuntikan.
Sediaan lidokain
Mula lamakerja
kerja
Anestetik % Dosis
maksimal
(ml)
Lidokain 2% 10 5 menit
Lidokain+adrenalin 2% 25 5 menit 70 menit
Penjahitan luka
Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu jenis bahannya, kemampuan tubuh untuk
menyerapnya dan susunan filamennya. Benang yang dapat diserap melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini banyak
dipakai Penyerapan benang oleh jaringan dapat berlangsung antara tiga hari sampai tiga bulan bergantung pada jenis benang
dan kondisi jaringan yang dijahit.
Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang terbuat dari usus domba (catgut) dan dibedakan dalam
catgut murni yang tanpa campuran dan catgut kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat. Catgut murni cepat
diserap, kira-kira dalam waktu satu minggu, sedangkan catgut cromik diserap lebih lama, kira-kira 2-3 minggu.
Disamping itu, ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam poliglikolik maupun dari poliglaktin dan
memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada semua jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap
menimbulkan reaksi jaringan setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau infiltrat jaringan yang mungkin ditandai
indurasi. Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh umumnya tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan
merupakan bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutra yang sangat kuat dan liat, dari kapas yang kurang kuat dan
mudah terurai, dan dari poliester yang merupakan bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi teflon.selain itu terdapat
pula benang nilon yang berdaya tegang besar, yang dibuat dari polipropilen, dan baja yang terbuat dari baja tahan karat.
Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan tubuh. Benang jenis ini biasanya dipakai pada
jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi infeksi akan terbentuk fistel yang baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat
benda asing, dikeluarkan.
Benang alami terbuat dari bahan sutra atau kapas. Kedua bahan alami ini dapat bereaksi dengan jaringan tubuh
meskipun minimal karena mengandung juga bahan kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi
terlebih dahulu dengan larutan garam sebelum digunakan.
Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau polipropilen yang umumnya dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau
dakron. Dengan lapisan ini permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini mempunyai
daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan penyatuan yang besar.
Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilamen bila hanya terdiri atas satu serat saja dan
polifilamen bila terdiri atas banyak serat yang diuntai menjadi satu. Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang
menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena itu, pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada
jaringan apa yang dijahit dan dengan mempertimbangkan faktor kosmetik. Sedangkan kekuatan jaringan ini ditentukan oleh
jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada daerah wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau
6,0)
The use of common brand names as examples does not indicate a product endorsement. Suture gauge selection: Use
the smallest gauge suture material that will perform adequatel
Jenis jahitan
Jenis jahitan yang umum dipakai adalah:
o Jahitan tunggal/ terputus/ interuptus
o Jahitan jelujur/ kontinyu
o Jahitan jelujur/ kontinyu terkunci
o Jahitan matras vertikal
o Jahitan matras horisontal.
Bahan:
NaCl fisiologis
Povidon Iodine 10%
Perhidrol 3%
Lidocain 2%
Klorin 0,5%
Kasa steril
Plester
Spuit 3cc
Benang side no 3.0
Benang catgut no. 3.0
Alat:
Minor set steril, terdiri:
Jenis alat Jumlah
wadah dari logam 1 Buah
needle holder/ pemegang jarum 1 Buah
jarum dengan ujung segi tiga 1 Buah
jarum dengan ujung bulat 1 Buah
Pinset anatomi 1 Buah
Pinset chirrurgis 1 buah
Gunting Benang 1 buah
Gunting jaringan 1 buah
Klem arteria berujung lurus/ bengkok 3 buah
Kain steril 1 buah
cara : Setelah luka teranestesi dengan baik, desinfeksi luka menggunakan perhidrol 3%, agar kotoran yang menempel
terangkat. Untuk mengangkat tanah/ pasir yang melekat dapat menggunakan kasa atau sikat halus. Lanjutkan dengan
irigasi menggunakan NaCl fisiologis sampai semua kotoran terangkat.
11. Pasang kain steril.
12. Lakukan eksplorasi luka untuk mencari perdarahan aktif, jaringan-jaringan mati/ rusak. Perdarahan dari vena cukup
dihentikan dengan penekanan menggunakan kasa steril beberapa detik. Perdarahan arterial dihentikan dengan jahitan
ligasi. Jaringan mati/ rusak dibuang menggunakan gunting jaringan. Lakukan aproksimasi tepi luka. Buang tepi luka yang
mati, tidak teratur. Passing the needle through the vessel before securing the tie around the vessel.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadsyah Ibrahim. Ed: Luka, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC.
2004: 66-88
2. Saefudin abdul Bari, Adriaansz george, Wiknjosastro Gulardi Hanifa, Waspodo Djoko, ed. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed. 1. Jakarta: JNPKKR-POGI. 2000: 45-54
3. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Anestesia, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta:
EGC. 2004: 239-264
4. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Pembedahan, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2.
Jakarta: EGC. 2004: 265-288
5. Karnadihardja Warko. Ed: Penyulit pascabedah, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed
2. Jakarta: EGC. 2004: 293-303
6. Surgical Care at the District Hospital.htm
7. ResidentNet-Wound Closure-clinical update.htm
Tujuan Pembelajaran
TINJAUAN PUSTAKA
Membalut merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai dengan baik oleh dokter dan pemberi pelayanan
kesehatan lainnya. Istilah pembalut merujuk pada aplikasi secara luas maupun secara sempit pembalutan untuk tujuan
terapeutik. Apapun alasannya, perlu diingat bahwa jika tidak diterapkan dengan benar, membalut dapat lebih cepat dan
mudah menyebabkan injury. Tekanan pembalutan harus tidak melebihi tekanan hidrostatik intravaskuler, jika membalut
bertujuan untuk mengurangi pembentukan oedema tanpa meningkatkan tahanan vaskuler yang dapat merusak aliran darah.
Tujuan:
Menahan bagian tubuh supaya tidak bergeser dari tempatnya
Menahan pembengkakan yang dapat terjadi pada luka
Menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser
Menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi
Melindungi atau mempertahankan dressing lain pada tempatnya
Macam:
Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga
Dasi adalah mitella yang berlipat-lipat sehingga berbentuk seperti dasi
Pita adalah pembalut gulung
Plester adalah pembalut berperekat
Pembalut yang spesifik
Kassa steril
Mitella:
Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Pnjang kaki antara
50-100cm
Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang tebentuk bulat atau untuk menggantung bagian anggota badan
yang cedera
Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk
menggantung lengan.
Dasi:
Pembalut ini adalah mitella yang dilipat-lipat dari salah satu sisi segitiga agar beberapa lapis dan berbentukseperti
pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebamya antara 5-10cm.
Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan,
siku, paha, lutut, betis dan kaki terkilir.
Pita ( Gulung ):
Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan elastis.
Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena kassa mudah menyerap air, darah dan tidak mudah bergeser
( Kendor).
Macam-macam pembalut dan penggunaannya :
Lebar 2,5 cm - Biasa untuk jari-jari
Lebar 5cm - Biasa untuk leher dan pergelangan tangan
Lebar 7,5 cm - Biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
Lebar 10 cm - Biasa untuk paha dan sendi pinggul
Lebar >10-15cm - Biasa untuk dada, perut, dan punggung
Plester:
Pembalut in untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada
kelainan patah tulang.
Khusus untuk penutup luka, biasa dilengkapi dengan obat anti septik
Kasa Steril
Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang sudah diberi obat-obatan
( antibiotik, antiplagestik).
Setelah ditutup kassa itu kemudian baru dibalut.
Prosedur pembalutan
Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan .1
a. Bagian dari tubuh yang mana ?
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
c. Bagaimana luas luka tersebut ?
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak ?
2. Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan ! dapat salah satu atau kombinanasi
3. Sebelum dibalut jika luka terbuka periu diberi desinfektan atau dibalut den< pembalut yang mengandung desinfektan
atau dislokasi periu direposisi
4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita
Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan beriapis, lapis yang paling bawah letaknya disebelah
distal
Tidak mudah kendor atau lepas
Pelaksanaan latihan
Cara membalut dengan mitella (lihat gambar)
1. Elastik perban
2. Kain mitella
3. Plester
4. Pembalut yang spesifik
5. Kassa steril
Tujuan :
Memberi kesempatan kepada peserta untuk bisa mempraktekkan dan mendemonstrasikan tehnik-tehnik reposisi.
immobilisasi dan transportasi pada penderita yang mengalami trauma.
TINJAUAN TEORI
Semua ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai yang kaku untuk menjaga dan
melindungi ekstremitas yang cedera. Pada patah tulang terbuka atau luka lain, luka harus ditutup dulu dengan kassa, status
vaskuler dan neurologis ekstremitas tersebut harus diperiksa sebelum dan sesudah imobilisasi. Tujuan immobilisasi :
1. Mengurangi nyeri
2. Mencegah gerakan fragmen tulang, sendi yang cedera dan jaringan lunak yang cedera (ujung fragmen tulang yang tajam
dapat mencederai syaraf, pembuluh darah dan otot).
3. Mencegah fraktur tertutup menjadi terbuka
4. Memudahkan transportasi
5. Mencegah gangguan sirkulasi pada bagian distal yang cedera
6. Mencegah perdarahan akibat rusaknya pembuluh darah oleh fragmen tulang
7. Mencegah kelumpuhan pada cedera tulang belakang.
MACAM-MACAM BIDAI/SPLINT
1. Rigid splint
2.. Pneumatic splint & gips
3. Traction splint
PEMBIDAIAN
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat, atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk
menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi) memberikan istirahat, dan mengurangi
rasa sakit.
Syarat-syarat pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur lebih dulu pada anggota badan korban
yang tidak sakit
3. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
6. Kalau memungkinkan, anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai
7. Sepatu, gelang, jam tangan, dan alat pengikat perlu dilepas
5. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang ke 2 memegang penderita daerah bahu dan
pergelangan tangan. Orang ke 3 memasukkan tangan dan memegang panggul penderita dengan 1 tangan dan dengan
tangan yang lain memegang plester yang mengikat ke dua pergelangan kaki
6. Dengan komando orang pertama (yang mempertahankan kesegarisan kepala dan leher) dilakukan logroll sebagai satu unit
kearah kedua penolong yang berada disisi penderita, hanya diperlukan pemutaran minimal untuk memasukkan
spineboard dibawah penderita.
7. Setelah spine board dibawah penderita dan dilakukan logroll ke arah spineboard.
8. Pasang bantalan disisi kiri - kanan kepala dan leher penderita . Kemudian pengikat dipasang (kepala, dada, pelvis, paha
dan diatas pergelangan kaki)
TRANSPORTASI/PENGANGKUTAN
Pengangkutan korban merupakan upaya penting dalam proses pemberian pertolongan. Cara-cara pengangkutan
korban yang mengalami cedera secara benar.perlu diketahui dan dikuasai:
1. Pengangkutan di tempat kejadian (tempat yang berbahaya)
1. Sambil jongkok lutut penolong disamping kiri korban. Lengan dan tangan kanan penolong dimasukkan dibawah leher
korban, kemudian tangan kanan penolong di sebelah ketiak kanan korban sehingga sampai ke depan dadanya.
2. Tangan kiri penolong menyilangkan lengan kanan korban didadanya, kemudian tangan kanan penolong memegang
tangan kanan korban.
3. Kemudian lengan dan tangan kiri penolong dimasukkan dibawah ketiak kiri korban dan memegang lengan kanan
korban.
4. Kedua tangan penofong saling bertaut melingkari lengan bawah kanan korban.
5. Kemudian kaki kiri penofong diletakkan setinggi pinggang korban.
6. Sambil membongkokkan tubuh kedepan (prinsip mengungkit) badan korban dapat terangkat.
7. Korban didekatkan ke dada penolong, kemudian penolong berdiri dan menarik korban sejauh mungkin dalam keadaan
setengah baring.
8. Di tempat yang aman korban dibaringkan lagi secara hati-hati untuk dilakukan resusitasi. Penderita harus dilakukan
resusitasi dalam usaha membuat penderita sestabil mungkin sebelum dilakukan trasnportasi ke tempat yang
mempunyai fasilitas /untuk melakukan tindakan definitif.
LEARNING OUTCOME
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem motorik adalah sistem yang bertanggung jawab terhadap kerja kelompok-kelompok otot, yaitu inisiasi gerakan
volunter dan terampil. Serabut-serabut motorik bersama sama input yang berasal dari sistem-sistem yang terlibat dalam
kontrol gerakan yang meliputi sistem ekstrapiramidal, vestibular, serebellar, dan proprioceptive afferent semuanya
bergabung didalam badan-badan sel neuron pada cornu anterior medulla spinalis. Dari sel cornu anterior impuls dibawa ke
otot.
Evaluasi sistem motorik dibagi menjadi :
- massa otot
- tonus otot
- kekuatan otot
Massa otot
- Pemeriksaan diawali dengan inspeksi baik proksimal dan distal tiap daerah yang diperiksa saat posisi pasien duduk
maupun berbaring
- Bandingkan kesimetrisan kontur massa otot dengan sisi lainnya
- Amati apakah ada penurunan massa otot ( hipotrofi ), hipertrofi atau atrofi ( otot yang mengecil ), hal ini tampak
dari berkurangnya massa dan penampakan otot yang kendur
Tonus otot
Tonus otot adalah kontraksi otot yang selalu dipertahankan keberadaanya oleh otot itu sendiri atau dapat di definisikan
sebagai sedikit ketegangan residual pada otot yang rileks secara volunter.
Pemeriksaan tonus otot :
- Mintalah pasien untuk berbaring telentang pada meja pemeriksaan dan rileks
- Pada pemeriksaan anggota gerak atas : tangan pemeriksa memegang siku pasien untuk menyangga kemudian
gerakkan secara pasif (fleksi-ekstensi ) pada sendi siku berulangkali secara perlahan kemudian secara cepat.
- Pada pemeriksaan anggota gerak bawah : tangan pemeriksa memegang tungkai bawah pasien untuk menyangga
kemudian gerakkan secara pasif (fleksi-ekstensi ) pada sendi lutut berulangkali secara perlahan kemudian secara
cepat
- Pemeriksaan clonus pergelangan kaki : tahan betis pasien dan fleksikan 90 pada lutut dan pergelangan kaki.
Secara cepat dorsofleksikan pergelangan kaki
- Tonus yang meningkat (hipertonus) dirasakan dengan tingkat kesulitan / ada hambatan dalam gerakan fleksi-
ekstensi pada sendi yang diperiksa
- Tonus yang menurun ( hipotonus ) tidak terasa ada hambatan dalam gerakan fleksi-ekstensi pada sendi yang
diperiksa, atau mudah dikenali dengan tanda ekstremitas terasa terkulai
- Bandingkan satu sisi dengan sisi lainnya
Kekuatan otot
Prosedur pemeriksaan :
1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien
2. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot : pemeriksa dan pasien harus bekerjasama jika ingin mendapatkan hasil
pemeriksaan yang tepat
3. Lingkungan selama pelaksanaan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat senyaman mungkin (tidak terlalu
panas/terlalu dingin)
4. Periksalah apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi/ kontraktur, spastisitas atau nyeri yang dapat
mengganggu hasil pemeriksaan
5. Pemeriksaan dilakukan secara berurutan mulai posisi duduk,supine,side lying, kemudian prone
6. Posisikan pasien dengan hati-hati dan upayakan melakukan tes secara berurutan sehingga perubahan posisi selama
pemeriksaan dapat seminimal mungkin
7. Lakukan pemeriksaan mulai dari posisi melawan gravitasi, jika pasien tidak mampu, ubah keposisi anti-gravitasi,
jika pasien mampu melakukan, lanjutkan dengan memberikan tahanan, tahanan diberikan pada pertengahan
gerakan
8. Pada saat pemeriksaan, fiksasi dilakukan di bagian proksimal dari otot yang akan dinilai
0 (zero) Tidak ada kontraksi otot sama sekali baik pada inspeksi maupun palpasi
1( trace) Otot tidak mampu bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh dalam bidang horizontal, hanya
terlihat gerakan otot minimal / teraba kontraksi oleh pemeriksa
2 (poor) Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh tetapi tidak dapat melawan gravitasi,
atau hanya dapat bergerak dalam bidang horizontal
3 (fair) Kemampuan otot bergerak bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi namun
tidak dapat melawan tahanan yang ringan sekalipun
4 (good) Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi serta dapat melawan
tahanan yang ringan sampai sedang
5 (normal) Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi serta dapat melawan
tahanan maksimal
Beberapa klinisi membagi lagi dalam sub dengan: menambah +/- menjadi 3+, atau 5-.
PEMERIKSAAN MOTORIK
KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS
-Bahu diposisikan 90
dari posisi abduksi
Deltoid Axilaris, C5,C6 -Pemeriksa
memberikan tahanan
kearah adduksi, dengan
Abduksi Bahu lokasi tahanan pada
distal humerus
Supraspinatus Suprascapularis,
C5,C6
-Pemeriksa
Teres Mayor Subscapularis memberikan tahanan
bawah, C5,C6 pada lengan kearah
abduksi
-Siku diposisikan 90
fleksi
Biceps brachii -Pasien melakukan
fleksi siku dan
pemeriksa memberi
Musculocutaneus, tahanan kearah ekstensi
C5,C6 pada daerah distal
-Otot biceps adalah
otot primer fleksi siku
Fleksi siku Brachialis dengan posisi lengan
supinasi penuh
-Otot brachialis adalah
otot primer fleksi siku
dengan posisi lengan
pronasi
-Otot brachioradialis
Brachioradialis Radialis, C5,C6
adalah otot primer
fleksi siku dengan
posisi lengan ibu jari ke
atas
-Siku pada posisi fleksi
untuk mencegah
stabilisasi dan
menemukan kelemahan
dari otot
Ekstensi siku Triceps Radialis, C6,C7 -Pemeriksa memberi
-Pergelangan tangan
diposisikan fleksi
penuh dan jari-jari
ekstensi
-Pemeriksa memberi
tahanan dengan
melakukan ekstensi
pergelangan tangan
Fleksor carpi Medianus ,C6,C8 pada daerah midpalmar
radialis -Fleksor carpi radialis
dapat diperiksa dengan
posisi pergelangan
tangan deviasi radial
dan fleksi penuh.
Fleksi pergelangan Pemeriksa memberi
tangan tahanan dengan
melakukan ekstensi
pergelangan tangan dan
melakukan deviasi
Fleksor carpi Ulnaris, C6,C8 ulnar
ulnaris - Fleksor carpi ulnaris
dapat diperiksa dengan
posisi pergelangan
tangan deviasi ulnar
dan fleksi penuh.
Pemeriksa memberi
tahanan dengan
melakukan ekstensi
pergelanagn tangan dan
deviasi radial
-Pergelangan tangan
ekstensi penuh pada
posisi netral
Ekstensor carpi radialis Radialis , C6,C7 -Pemeriksa memberikan
longus tahanan dengan
melakukan fleksi
pergelangan tangan
Ekstensi pergelangan pasien pada daerah
tangan dorsum tangan
-Untuk memeriksa
Ekstensor carpi radialis Radialis , C6,C7 ekstensor carpi radialis
brevis longus pergelangan
tangan pasien
diposisikan deviasi radial
dan ekstensi penuh
-Pemeriksa melakukan
fleksi dan deviasi ulnar
pergelangan tangan
Ekstensor carpi ulnaris Radialis ,C7,C8 -Untuk memeriksa
ekstensor carpi ulnaris
pergelangan tangan pada
posisi deviasi ulnar dan
ekstensi penuh.
Pemeriksa melakukan
fleksi dan deviasi radial
pergelangan tangan
pasien sebagai tahanan
Periksalah tangan pasien,
Fleksor digitorum cari atrofi otot intrinsik,
profundus thenar, hipothenar.
Periksalah genggaman
Fleksor digitorum Medianus, C8 pasien dengan meminta
superfisial penderita menggenggam
Fleksi jari-jari jari pemeriksa sekuatnya
Fleksor pollicis longus dan tidak melepas
genggaman saat
pemeriksa mencoba
Medianus, menarik jarinya. Normal
Instrinsik Ulnaris pemeriksa tidak dapat
(hipotenar.interossei,te C8,T1 menarik jari dari
nar,lumbricalis) genggaman pasien.
Bandingkan dengan sisi
kontra lateral
- Periksalah kekuatan
Opponen policis Medianus, oposisi ibujari dengan
C8,T1 meminta pasien
menyentuhkan ujung
Fleksor policis brevis Medianus, ibujari dengan jari
Oposisi Ibu jari Ulnaris, C8,T1 jelunjuknya sendiri dan
melawan tahanan
pemeriksa.bandingkan
Abduktor policis brevis Medianus, dengan sisi kontra
C8,T1 lateral.
PEMERIKSAAN MOTORIK
KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS BAWAH
dengan memberikan
tekanan pada permukaan
anterior tibia.
-Pergelangan kaki
ditempatkan dalam posisi
dorso fleksi
-Pemeriksa berusaha
melakukan plantar fleksi
Tibialis anterior pergelangan kaki,dengan
Ekstensor digitorum memberikan tahanan dari
Dorsofleksi longus Peroneus profundus dorsum kaki
pergelangan kaki Ekstensor halluces L4-5, S1 -Untuk memeriksa tibialis
longus anterior, posisi
pergelangan kaki inversi
dan dorsofleksi penuh.
Pemeriksa berusaha
melakukan plantar fleksi
dan eversi kaki
-Untuk memeriksa
ekstensor digitorum
longus, pergelangan kaki
pada posisi eversi dan
dorsofleksi penuh.
Pemeriksa berusaha
melakukan plantarfleksi
dan inversi pergelangan
kaki
-Posisikan pergelangan
kaki pada plantar fleksi
-Pemeriksa melakukan
dorsifleksi kaki, dengan
memberikan tekanan pada
permukaan plantar kaki
- Untuk menguji
Plantarfleksi Gastrocnemius Tibialis, S1-2 gastrocnemius, lutut
pergelangan kaki Soleus dalam posisi ekstensi
-Untuk menguji soleus,
lutut dalam posisi fleksi
-Tes fungsional lain
seperti berjalan jinjit dapat
memperlihatkan
kelemahan yang tidak
tampak saat pemeriksaan
Nama :
NIM :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memberikan salam dan tersenyum pada pasien
2 Memperkenalkan diri
3 Menanyakan identitas (nama, usia, pekerjaan, alamat)
4 Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
5 Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang :
6 Onset
7 Durasi
8 Kuantitas/frekuensi
9 Kualitas
10 Progresifitas
11 Factor yang memperberat
12 Factor yang memperingan
13 Keluhan penyerta
14 Riwayat penyakit dahulu
15 Riwayat penyakit keluarga
16 Riwayat sosial dan lingkungan
17 Pertanyaan berkaitan secara runtut
18 Berhadapan, mempertahankan kontak mata
19 Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya
20 Memberikan salam dan terima kasih
TOTAL SKOR
Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna
Purwokerto, 2014
Evaluator
Nama :
NIM :
Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Berikan salam, menyapa dengan sopan
3. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut/cedera : inspeksi, palpasi, gerakan
10. Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut dengan pembalut
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan sama sekali
1 : Dilakukan tetapi tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
Purwokerto, 2014
Evaluator
CHECKLIST HECTING
Nama :
NIM
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memberi salam
2 Memeriksa luka (lokasi, luas, jenis: robek/ sayat/ lecet, fraktur, tanda infeksi)
3 Persetujuan tindakan medik
4 Persiapan pasien ( menenangkan pasien, posisi)
5 Mempersiapkan anestesi
6 Mencuci tangan
7 Memakai sarung tangan
8 Melakukan aseptik antiseptic*
9 Melakukan anestesi lokal ( infiltrasi)*
10 Melakukan debridemen (irigasi Nacl, perhidrol, irigasi NaCl, Povidon)*
11 Memasang doek steril
12 Jahit kulit terputus
13 Bersihkan luka dengan kasa povidon
14 Menutup luka dengan kasa povidon & kasa steril
15 Dekontaminasi
16 Cuci tangan pasca tindakan
TOTAL SCORE
Keterangan:
0 = tidak dilakukan/disebut sama sekali
1 =dilakukan tapi kurang sempurna
2 =disebut/ dilakukan dengan sempurna
* =Critical point ( item yang harus dilakukan dan berurutan)
...........
NIM :
NO KETERANGAN SCORE
0 1 2
1 Memberi salam dan menyapa dengan sopan
2 Inform consent pemeriksaan
Pemeriksaan Massa otot
3 Meminta pasien untuk berbaring di meja pemeriksaan
Total
KET: 0 : bila tidak dikerjakan
1 : bila dikerjakan, tetapi tidak sempurna
2 : bila dikerjakan dengan sempurna
Nilai: total score x 100
54
Purwokerto, 2014
Evaluator
...........................................
Kelompok
Hari/Tanggal Waktu Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13.00-14.50
Hecting MS ES MA TO
Balut-
Bidai DN WF RJ AN
Motorik OP YW SC VR
Selasa, 27 13.00-14.50
November
2012 Hecting MS ES MA TO
Balut-
Bidai DN WF RJ AN
Motorik OP YW SC VR
Jumat, 30 08.00-09.50
November
2012 Hecting MS ES MA TO
Balut-
Bidai DN WF RJ AN
Motorik OP YW SC VR
MS dr. Mustofa 3
dr. Evy Slulistyoningrum,
ES MSc 3
DN dr. Dwi Adi Nugroho 3
TO dr. Tri Okmawati Handini 3
MA dr. Madya Ardi 3
WF dr. Wiwik F 3
RJ dr. Raudatul Janah 3
AN dr. Arini Nur Famila 3
OP dr. Oktavia permatasari 3
YW dr. Yudhi Wibowo 3
SC dr.Susiana C 3
VR dr. Viva Ratih 3