You are on page 1of 32

Lab.

Ketrampilan Medik PPD Unsoed

MODUL SKILL LAB


BLOK DERMATO - MUSKULOSKELETAL

Kode : KUB 233


Kredit : 8 SKS
Semester : III

TIM BLOK DERMATO-MUSKULOSKELETAL

D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
U N I V E R S I T A S J E N D E R A L S O E D I R M A N
J U R U S A N K E D O K T E R A N F K I K
P U R W O K E R T O
2 0 1 4

Dermato Musculo Sceletal System 1


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

DAFTAR ISI

Hecting
Pembalutan dan pembidaian
Motorik

Dermato Musculo Sceletal System 2


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

HECTING

LEARNING OUTCOME

Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan jahit luka:


menentukan jenis luka
memberikan penjelasan dan meminta persetujuan tindakan medik
melakukan cuci tangan secara foerbringer
melakukan tindakan aseptik anti septik
melakukan anestesi lokal
melakukan debridemen luka
melakukan jahit luka/ suture interuptus
melakukan jahit luka/ suture jelujur
melakukan jahit luka/ suture jelujur terkunci
melakukan jahit luka/ suture matras horisontal
melakukan jahit luka/ suture matras vertikal
melakukan dressing

TINJAUAN PUSTAKA
Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (diskontinuitas jaringan). Keadaan ini dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. Proses yang
kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase
inflamasi, poliferasi dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodelling) jaringan.

Klasifikasi penyembuhan luka:


Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan
kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder (sanatio per secundam) cara ini biasanya
makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar.
Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer ( sanatio per primam) yang terjadi bila luka segera
diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parut yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil. Namun penjahitan
luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan/ atau tidak berbatas tegas. Luka yang
compang-camping seperti luka tembak sering meninggalkan jaringan yhang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan
pertama sukar dikenali. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang
demikian sebaikmya dibersihkan dan dieksisi (debridemen) dahulu dan kemudiam dibiarkan selama 4-7 hari. Baru
selanjutnya dijahit dan akan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan primer tertunda. Terjadinya
infeksi pada luka pascaeksisi umumnya terjadi karena eksisi luka tidak cukup luas dan teliti. Jika setelah debridemen luka
langsung dijahit, dapat diharapkan terjadi penyembuhan primer.
Pada manusia, penyembuhan luka dengan cara reorganisasi dan regenerasi hanya terjadi pada epidermis, hati, dan
tulang yang dapat menyembuh alami tanpa meninggalkan bekas. Organ lain, termasuk kulit mengalami penyembuhan
secara epimorfis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan jaringan semula.

Fase penyembuhan luka


Fase Proses Gejala dan tanda
I Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor, tumor,
gangguan fungsi
II Proliferasi Regenerasi/ Jaringan granulasi/ kalus
fibroplasia tulang menutup:
epitel/endotel/ mesotel
III Penyudahan Pematangan dan Jaringan parut/ fibrosis
perupaan kembali

Gangguan penyembuhan luka


Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh (endogen) atau oleh penyebab dari luar tubuh
(eksogen). Penyebab endogen terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati dan gangguan sistem imun.
Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat penyembuhan luka sebab hemostasis merupakan titik tolak dan dasar
fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan,
kontaminasi. Bila sistem daya tahan tubuh, baik humoral maupun selular tenganggu, pembersihan kontaminan dan jaringan
mati serta penanahan infeksi tidak berjalan baik.

Dermato Musculo Sceletal System 3


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Gangguan sistem imun dapat terjadi terjadi pada infeksi virus, terutama HIV, keganasan tahap lanjut, penyakit
menahun berat seperti tuberkulosis, hipoksia setempat seperti ditemukan pada arteriosklerosis, diabetes melitus, morbus
Raynoud, morbus Burger, kelainan pendarahan (hemangioma, fistel arteriovena), atau fibrosis. Sistem imun juga
dipengaruhi oleh gizi kurang akibat kelaparan, malabsorbsi, juga oleh kekurangan asam amino esensial, mineral maupun
vitamin, serta oleh gangguan dalam metabolisme makanan, misalnya pada penyakit hati. Selain itu fungsi sistem imun
ditekan oleh keadaan umum yang kurang baik, seperti pada usia lanjut dan penyakit tertentu, misalnya penyakit Cushing
dan penyakit Addison.
Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat
dini maupun lanjut. Pemberian sitostatik, obat penekan reaksi imun, misalnya setelah transplantasi organ, kortikosteroid
juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati
sangat menghambat penyembuhan luka.

Diagnosis
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah ada perdarahan yang harus dihentikan.
Kemudian, tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi dan berat
ringannya luka.

Tindakan
Pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, tergantung berat dan letak luka, serta keadaan penderita. Luka dan
sekitarnya dibersihkan dengan antiseptik, kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Kemudian daerah sekitar lapangan
kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembesihan luka dari kontaminan secara mekanis,
misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan
cairan NACl. Akhirnya lakukan penjahitan denga rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan cairan yang
berlebihan perlu dibuat penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa, misalnya
mengandung vaselin, ditambah dengan kasa penyerap, dan dilanjut dengan pembalut elastis.

Penyulit
1. Penyulit dini
Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis secara teliti. Hematom yang mengganggu atau terlalu besar
sebaiknya dibuka dan dikeluarkan. Seroma adalah penumpukan cairan luka dilapangan bedah. Jika seroma mengganggu
atau terlalu besar dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh sebaiknya dibuka dan dipasang penyalir.
Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan eksisi yang memadai. Pada keadaan
demikian luka harus dibuka kembali, dibiarkan terbuka dan penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dari
cairan luka atau nanah.
2. Penyulit lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertropik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan
luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya
menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

Persetujuan tindakan medik


Penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam bidang kedokteran atau patient rights, sebagai salah satu kewajiban
etik yang harus dipatuhi oleh setiap warga profesi kedokteran. Selanjutnya persetujuan tindakan medik berkembang
menjadi kewajiban administrasi dan hukum. Persetujuan tindakan medik adalah adanya persetujuan dari pasien terhadap
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya. Persetujuan diberikan setelah pasien memperoleh penjelasan yang
lengkap dan obyektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
Dalam tindakan medis penjahitan luka penderita memperoleh penjelasan kondisi luka, kemungkinan penyembuhan secara
primer dan sekunder, cacat yang mungkin timbul, keuntungan dan kerugian jahit luka, anestesi lokal.

Anestesia
1. Anestesia infiltrasi
Anestesia infiltrasi dilakukan dengan menyuntikkan anestetik lokal langsung ke jaringan tanpa mempertimbangkan
persarafannya. Anestetik berdifusi dn khasiatnya dicapai melalui penghambatan ujung saraf perasa di jaringan subkutan.
Jika penyuntikan anestetik menimbulkan nyeri, berarti tehnik penyuntikan tidak memenuhi syarat. Infiltrasi dimulai
dengan penyuntikan kecil intrakutan yang memang menimbulkan sedikit nyeri. Tempat penyuntikan intrakutan
digunakan sebagai pintu masuk selanjutnya untuk anestetik. Penyuntikannya harus dilakukan secara teliti, sedikit demi
sedikit supaya tidak menyebabkan nyeri.
2. Anestesi lapangan
Merupakan penyuntikan anestetik subkutan sedemikian rupa sehingga terjadi anestesia di distal penyuntikan.

Dermato Musculo Sceletal System 4


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Peringatan yang berhubungan dengan anestetik lokal


Tanyakan dalam anamnesis apakah penderita pernah menerima suntikan anestetik lokal
Jangan tinggalkan penderita setelah dilakukan anestetik lokal
Sewaktu penyuntikan anestetik lokal , sebaiknya penderita dibaringkan
Perhatikan tindak asepsis
Ingat kontraindikasi penggunaan vasokonstriktor
Pakai vasokonstriktor bila ada kemungkinan penyerapan cepat
Pakai vasokonstriktor bila diperlukan anestesia untuk waktu lama
Pakai persentase obat anestesia serendah mungkin
Berikan dosis yang memadai
Berikan pada tempat yang tepat
Cegah iskemia kompresi
Hindari penyuntikan intravaskuler

Sediaan lidokain
Mula lamakerja
kerja
Anestetik % Dosis
maksimal
(ml)
Lidokain 2% 10 5 menit
Lidokain+adrenalin 2% 25 5 menit 70 menit

Penjahitan luka
Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu jenis bahannya, kemampuan tubuh untuk
menyerapnya dan susunan filamennya. Benang yang dapat diserap melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini banyak
dipakai Penyerapan benang oleh jaringan dapat berlangsung antara tiga hari sampai tiga bulan bergantung pada jenis benang
dan kondisi jaringan yang dijahit.
Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang terbuat dari usus domba (catgut) dan dibedakan dalam
catgut murni yang tanpa campuran dan catgut kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat. Catgut murni cepat
diserap, kira-kira dalam waktu satu minggu, sedangkan catgut cromik diserap lebih lama, kira-kira 2-3 minggu.
Disamping itu, ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam poliglikolik maupun dari poliglaktin dan
memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada semua jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap
menimbulkan reaksi jaringan setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau infiltrat jaringan yang mungkin ditandai
indurasi. Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh umumnya tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan
merupakan bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutra yang sangat kuat dan liat, dari kapas yang kurang kuat dan
mudah terurai, dan dari poliester yang merupakan bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi teflon.selain itu terdapat
pula benang nilon yang berdaya tegang besar, yang dibuat dari polipropilen, dan baja yang terbuat dari baja tahan karat.
Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan tubuh. Benang jenis ini biasanya dipakai pada
jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi infeksi akan terbentuk fistel yang baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat
benda asing, dikeluarkan.
Benang alami terbuat dari bahan sutra atau kapas. Kedua bahan alami ini dapat bereaksi dengan jaringan tubuh
meskipun minimal karena mengandung juga bahan kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi
terlebih dahulu dengan larutan garam sebelum digunakan.

Dermato Musculo Sceletal System 5


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau polipropilen yang umumnya dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau
dakron. Dengan lapisan ini permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini mempunyai
daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan penyatuan yang besar.
Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilamen bila hanya terdiri atas satu serat saja dan
polifilamen bila terdiri atas banyak serat yang diuntai menjadi satu. Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang
menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena itu, pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada
jaringan apa yang dijahit dan dengan mempertimbangkan faktor kosmetik. Sedangkan kekuatan jaringan ini ditentukan oleh
jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada daerah wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau
6,0)

Ukuran dan jenis benang untuk berbagai jaringan


Lokasi penjahitan Jenis benang Ukuran
Fasia Semua 2.0-1
Otot Semua 3.0-0
Kulit Tak terserap 2.0-6.0
Lemak Terserap 2.0-3.0
Hepar Kromik catgut 2.0-0
Ginjal Semua catgut 4.0
Pankreas Sutera, kapas 3.0
Usus halus Catgut, sutera, kapas 2.0-3-0
Usus besar Kromik catgut 4.0-0
Tendo Tak terserap 5.0-30
Kapsul sendi Tak terserap 3.0-20
Peritoneum Kromik catgut 3.0-20
Bedah mikro Tak terserap 7.0-11-0

Tabel SUTURE SELECTION


SUTURE * CHARACTERISTICS AND FREQUENT USES
Vicryl, Dexon Absorbable; 60-90 days. Ligate or suture tissues where an absorbable suture is desirable.
PDS or Maxon Absorbable; 6 months. Ligate or suture tissues especially where an absorbable suture and extended
wound support is desirable
Prolene Nonabsorbable, Inert.
Nylon Nonabsorbable. Inert. General closure.
Silk Nonabsorbable. (Caution: Tissue reactive and may wick microorganisms into the wound).
Excellent handling. Preferred for cardiovascular procedures.
Chromic Gut Absorbable. Versatile material.
Stainless Steel Wound Nonabsorbable. Requires instrument for skin removal.
Clips, Staples

Dermato Musculo Sceletal System 6


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

The use of common brand names as examples does not indicate a product endorsement. Suture gauge selection: Use
the smallest gauge suture material that will perform adequatel

Jarum jahit bedah


Jarum jahit bedah, yang lurus maupun yang lengkung, berbeda-beda bentuknya. Perbedaan bentuk ini pada
penampang batang jarum yang bulat atau bersegi tajam, dan bermata atau tidak bermata. Panjang jarum pun beragam dari 2-
60 mm.
Masing-masing berbeda kegunaannya, berbeda cara mempersiapkan dan memasang benangnya. kelengkungan jarum
berbeda untuk kedalaman jaringan yang berbeda, sedangkan penampang batang jarum dipilih berdasarkan lunak kerasnya
jaringan. Jarum yang sangat lengkung untuk luka yang dalam dan penampang yang bulat untuk jaringan lunak dan yang
bersegi untuk kulit. Jarum yang bermata akan membuat lubang tusukan lebih besar, sedangkan jarum yang tidak bermata
yang disebut atraumatik akan membuat lubang yang lebih halus.

Jenis jahitan
Jenis jahitan yang umum dipakai adalah:
o Jahitan tunggal/ terputus/ interuptus
o Jahitan jelujur/ kontinyu
o Jahitan jelujur/ kontinyu terkunci
o Jahitan matras vertikal
o Jahitan matras horisontal.

Perawatan luka bedah:


Biasanya luka bedah yang selesai dijahit ditutup dengan alasan untuk melindungi dari infeksi, di samping agar cairan
luka yang keluar terserap, luka tidak kekeringan, dan luka tidak tergaruk oleh penderita. Selain itu, perdarahan dihentikan
dengan memberi sedikit tekanan pada luka. Jenis penutup luka dapat berupa kasa yang diolesi vaselin atau salep antibiotik,
atau kasa kering.
Sebenarnya luka operasi yang kering yang ditutup primer lebih baik dibiarkan terbuka, tetapi umumnya secara
psikologis kurang berkenan bagi penderita maupun keluarganya.
Penutup luka yang sudah basah oleh darah atau cairan luka harus diganti. Penggantiannya harus dilakukan dengan
tehnik aseptik. pada kesempatan mengganti balutan ini, sekaligus dicari kemungkinan asal perdarahan atau kebocoran
cairan luka tersebut. Kemudian sumber kebocoran harus ditangani, misalnya dengan tindakan hemostasis. Bila tidak
dipasang penyalir pada luka bedah, penutup luka dapat dibiarkan sampai 48 jam pasca bedah agar tujuan penutupan luka
dapat dicapai.
Luka bedah perlu diawasi pada masa pascabedah. Luka tidak perlu dilihat setiap hari dengan membuka penutup
luka, kecuali jika ada gejala atau tanda gangguan penyembuhan luka atau radang. Bila luka sudah kuat dan sembuh primer,
jahitan atau benangnya dapat diangkat. Saat pengambilan benang tergantung pada kondisi luka waktu diperiksa. Umumnya
luka didaerah wajah memerlukan waktu 3-4 hari, di daerah lain 7-10 hari. Salah satu faktor penting dalam menentukan saat
pencabutan jahitan adalah tegangan pada tepi luka bedah. Tepi luka yang searah dengan garis lipatan kulit tidak akan
tegang, sementara luka yang arahnya tegak lurus terhadap garis kulit atau yang dijahit setelah banyak bagian kulit diambil,
akan menyebabkan ketegangan tepi luka yang besar. Dalam hal ini pengambilan jahitan harus ditunda lebih lama sampai
dicapai kekuatan jaringan yang cukup sehingga bekas jahitan tidak mudah terbuka lagi.

Saat pengangkatan jahitan


Daerah jahitan Saat pengangkatan (hari ke-)
Wajah (termasuk kelopak 4
mata dan lidah) 5
Skrotum 6-7
Kulit kepala 7
Tangan dan jari
Dinding perut 7-9

Dermato Musculo Sceletal System 7


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Sayatan lintang 9-11


Sayatan vertikal 11-12
Pinggang dan bahu

ALAT DAN BAHAN:

Bahan:
NaCl fisiologis
Povidon Iodine 10%
Perhidrol 3%
Lidocain 2%
Klorin 0,5%
Kasa steril
Plester
Spuit 3cc
Benang side no 3.0
Benang catgut no. 3.0

Alat:
Minor set steril, terdiri:
Jenis alat Jumlah
wadah dari logam 1 Buah
needle holder/ pemegang jarum 1 Buah
jarum dengan ujung segi tiga 1 Buah
jarum dengan ujung bulat 1 Buah
Pinset anatomi 1 Buah
Pinset chirrurgis 1 buah
Gunting Benang 1 buah
Gunting jaringan 1 buah
Klem arteria berujung lurus/ bengkok 3 buah
Kain steril 1 buah

PROSEDUR TINDAKAN/ PELAKSANAAN

1. Menentukan jenis luka


menilai bentuk luka : teratur/tidak
menilai tepi luka : teratur/tidak, jembatan jaringan
menilai luas luka : panjang dan lebar dalam cm
menilai kedalaman luka : dalam cm
2. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan tindakan medik:
a. menjelaskan kondisi luka
b. menjelaskan prosedure tindakan
c. menjelaskan tujuan tindakan,keuntungan dan kerugian
d. meminta persetujuan tindakan
3. Menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam keadaan steril
4. Menentukan jenis benang dan jarum yang diperlukan
5. Memilih antiseptik, desinfektan yang diperlukan
6. Melakukan cuci tangan secara foerbringer
7. Memakai sarung tangan steril
8. Melakukan tindakan aseptik anti septik
dimulai dari tengah ke tepi secara sentrifugal
menggunakan kasa dan povidon iodine
3. Melakukan anestesi lokal (secara infiltrasi atau lapangan)
cara: menusukkan jarum sub kutan menyusuri tepi luka sampai seluruh luka teranestesi dengan baik. Lakukan aspirasi untuk
memastikan bahwa ujung jarum tidak masuk pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam spuit). infiltrasikan lidokain
bersamaan waktu menarik mundur jarum 2-4 cc (tergantung luas luka)
10. Melakukan debridemen luka

Dermato Musculo Sceletal System 8


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

cara : Setelah luka teranestesi dengan baik, desinfeksi luka menggunakan perhidrol 3%, agar kotoran yang menempel
terangkat. Untuk mengangkat tanah/ pasir yang melekat dapat menggunakan kasa atau sikat halus. Lanjutkan dengan
irigasi menggunakan NaCl fisiologis sampai semua kotoran terangkat.
11. Pasang kain steril.
12. Lakukan eksplorasi luka untuk mencari perdarahan aktif, jaringan-jaringan mati/ rusak. Perdarahan dari vena cukup
dihentikan dengan penekanan menggunakan kasa steril beberapa detik. Perdarahan arterial dihentikan dengan jahitan
ligasi. Jaringan mati/ rusak dibuang menggunakan gunting jaringan. Lakukan aproksimasi tepi luka. Buang tepi luka yang
mati, tidak teratur. Passing the needle through the vessel before securing the tie around the vessel.

Place a second free tie below the suture ligature.

13. Desinfeksi menggunakan povidon Iodine


14. Menjahit luka
a. Gunakan needle holder untuk memegang jarum. Jepit jarum pada ujung pemegang jarum pada pertengahan atau
sepertiga ekor jarum. Jika penjepitan kurang dari setengah jarum, akan sulit dalam menjahit. Pegang needle holder
dengan jari-jari sedemikian sehingga pergelangan tangan dapat melakukan gerakan rotasi dengan bebas.
b. masukkan ujung jarum pada kulit dengan jarak dari tepi luka sekitar 1cm, membentuk sudut 90
c. dorong jarum mengikuti kelengkungan jarum.
d. Jahit luka lapis-demi lapis dari yang terdalam. Aproksimasi tepi luka harus baik.
e. Penjahitan luka bagian dalam menggunakan benang yang dapat di serap atau monofilament.
f. Jarak tiap jahitan sekitar 1cm. Jahitan yang terlalu jarang luka kurang menutup dengan baik. Bila terlalu rapat
meningkatkan trauma jaringan dan reaksi inflamasi.

melakukan jahit luka/ suture interuptus

melakukan jahit luka/ suture jelujur

melakukan jahit luka/ suture jelujur terkunci

Dermato Musculo Sceletal System 9


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

melakukan jahit luka/ suture matras vertikal

melakukan jahit luka/ suture matras horisontal

15. Melakukan dressing


Setelah penjahitan selesai, lakukan eksplorasi. Jahitan yang terlalu ketat/ kendor diganti. Desinfeksi luka dengan
povidone iodine. Tutup dengan kasa steril beberapa lapis untuk menyerap discharge yang mungkin terbentuk. Dan
diplester
16. Melakukan dekontaminasi:
Untuk menghindari penularan penyakit yang menular lewat serum/ cairan tubuh. Alat-alat direndam dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
17. Memberikan edukasi perawatan luka
Berikan edukasi tentang makanan, cara merawat luka, mengganti kasa. Waktu kontrol.
18. Menentukan prognosis penyembuhan
Menjelaskan lama penyembuhan, waktu pengangkatan jahitan, hasil jahitan, penyulit-penyulit yang mempengaruhi
penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah Ibrahim. Ed: Luka, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC.
2004: 66-88
2. Saefudin abdul Bari, Adriaansz george, Wiknjosastro Gulardi Hanifa, Waspodo Djoko, ed. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed. 1. Jakarta: JNPKKR-POGI. 2000: 45-54
3. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Anestesia, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta:
EGC. 2004: 239-264
4. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Pembedahan, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2.
Jakarta: EGC. 2004: 265-288
5. Karnadihardja Warko. Ed: Penyulit pascabedah, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed
2. Jakarta: EGC. 2004: 293-303
6. Surgical Care at the District Hospital.htm
7. ResidentNet-Wound Closure-clinical update.htm

Dermato Musculo Sceletal System 10


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN

Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat melakukan pembalutan luka.


2. Mahasiswa dapat melakukan fiksasi/ imobilisasi pada cidera skeletal.

TINJAUAN PUSTAKA

Membalut merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai dengan baik oleh dokter dan pemberi pelayanan
kesehatan lainnya. Istilah pembalut merujuk pada aplikasi secara luas maupun secara sempit pembalutan untuk tujuan
terapeutik. Apapun alasannya, perlu diingat bahwa jika tidak diterapkan dengan benar, membalut dapat lebih cepat dan
mudah menyebabkan injury. Tekanan pembalutan harus tidak melebihi tekanan hidrostatik intravaskuler, jika membalut
bertujuan untuk mengurangi pembentukan oedema tanpa meningkatkan tahanan vaskuler yang dapat merusak aliran darah.

Tujuan:
Menahan bagian tubuh supaya tidak bergeser dari tempatnya
Menahan pembengkakan yang dapat terjadi pada luka
Menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser
Menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi
Melindungi atau mempertahankan dressing lain pada tempatnya

Macam:
Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga
Dasi adalah mitella yang berlipat-lipat sehingga berbentuk seperti dasi
Pita adalah pembalut gulung
Plester adalah pembalut berperekat
Pembalut yang spesifik
Kassa steril

Mitella:
Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Pnjang kaki antara
50-100cm
Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang tebentuk bulat atau untuk menggantung bagian anggota badan
yang cedera
Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk
menggantung lengan.

Dasi:
Pembalut ini adalah mitella yang dilipat-lipat dari salah satu sisi segitiga agar beberapa lapis dan berbentukseperti
pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebamya antara 5-10cm.
Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan,
siku, paha, lutut, betis dan kaki terkilir.

Pita ( Gulung ):
Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan elastis.
Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena kassa mudah menyerap air, darah dan tidak mudah bergeser
( Kendor).
Macam-macam pembalut dan penggunaannya :
Lebar 2,5 cm - Biasa untuk jari-jari
Lebar 5cm - Biasa untuk leher dan pergelangan tangan
Lebar 7,5 cm - Biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
Lebar 10 cm - Biasa untuk paha dan sendi pinggul
Lebar >10-15cm - Biasa untuk dada, perut, dan punggung

Dermato Musculo Sceletal System 11


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Plester:
Pembalut in untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada
kelainan patah tulang.
Khusus untuk penutup luka, biasa dilengkapi dengan obat anti septik

Pembalut yang spesifik


1. Snelverband adalah pembalut pita yang sudah ditambah dengan kassa penutup luka dan steril, baru dibuka pada saat akan
dipergunakan, sering dipakai pada luka-luka lebar yang terdapat pada badan.
2. Sufratulle adalah kassa steril yang telah direndam dengan obat pembunuh kuman. Biasa dipergunakan pada luka-luka
kecil

Kasa Steril
Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang sudah diberi obat-obatan
( antibiotik, antiplagestik).
Setelah ditutup kassa itu kemudian baru dibalut.

Prosedur pembalutan
Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan .1
a. Bagian dari tubuh yang mana ?
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
c. Bagaimana luas luka tersebut ?
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak ?
2. Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan ! dapat salah satu atau kombinanasi
3. Sebelum dibalut jika luka terbuka periu diberi desinfektan atau dibalut den< pembalut yang mengandung desinfektan
atau dislokasi periu direposisi
4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita
Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan beriapis, lapis yang paling bawah letaknya disebelah
distal
Tidak mudah kendor atau lepas

1. Cara membalut dengan mitella


a. Salah satu sisi mitella dilipat 3 - 4 cm sebanyak 1 - 3 kali
b. Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan diluar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua
ujung sisi itu diikatkan
c. Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan b, atau diikatkan pada tempat lain maupun
dapat dibiarkan bebas, hal ini tergantung pada tempat dan kepentingannya

2. Cara pembalutan dengan dasi


a. Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan masing-masing ujung lancip
b. Bebatkan pada tempat yangakan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
c. Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat arahnya saling menarik
d. Kedua ujungnya diikatkan secukupnya

3 Cara membalut dengan pita


a. Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut maka dipilih pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai
b. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salaah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup
sepanjang bagian tubuh , yang akan dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan. arah bebatan
saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya
c. Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang lain secukupnya

4. Cara membalut dengan plester


a. Jika ada luka terbuka
luka diberi obat antiseptik
tutup luka dengan kassa
baru lekatkan pembalut plester
b. Jika untuk fiksasi (misalnya pada patah tulang atau terkilir)
- balutan plester dibuat "strapping" dengan membebat berlapis-lapis dari distal ke proksimal, dan untuk membatasi
gerakkan tertentu perlu masing-masing ujungnya difiksasi dengan plester

Dermato Musculo Sceletal System 12


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

5. Penggunaan pembalut yang steril


Biasanya dijual dalam bahan yang steril dan baru dibuka pada saat akan digunakan

Pelaksanaan latihan
Cara membalut dengan mitella (lihat gambar)

Dermato Musculo Sceletal System 13


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Dermato Musculo Sceletal System 14


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Alat dan bahan

1. Elastik perban
2. Kain mitella
3. Plester
4. Pembalut yang spesifik
5. Kassa steril

IMMOBILISASI DAN TRANSPORTASI

Tujuan :
Memberi kesempatan kepada peserta untuk bisa mempraktekkan dan mendemonstrasikan tehnik-tehnik reposisi.
immobilisasi dan transportasi pada penderita yang mengalami trauma.

Setelah menyelesaikan ini peserta akan mampu :


1. Mengenal dan mengerti tujuan immobilisasi
2. Mengerti prinsip-prinsip pemasangan bidai
3. Mengerjakan cara meluruskan deformitas pada fraktur tulang panjang.
4.Mengerti cara-cara transportasi, yang meliputi tindakan sebelum dan selama serta masalah yang timbul sewaktu dilakukan
transportasi.

TINJAUAN TEORI

Semua ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai yang kaku untuk menjaga dan
melindungi ekstremitas yang cedera. Pada patah tulang terbuka atau luka lain, luka harus ditutup dulu dengan kassa, status
vaskuler dan neurologis ekstremitas tersebut harus diperiksa sebelum dan sesudah imobilisasi. Tujuan immobilisasi :
1. Mengurangi nyeri
2. Mencegah gerakan fragmen tulang, sendi yang cedera dan jaringan lunak yang cedera (ujung fragmen tulang yang tajam
dapat mencederai syaraf, pembuluh darah dan otot).
3. Mencegah fraktur tertutup menjadi terbuka
4. Memudahkan transportasi
5. Mencegah gangguan sirkulasi pada bagian distal yang cedera
6. Mencegah perdarahan akibat rusaknya pembuluh darah oleh fragmen tulang
7. Mencegah kelumpuhan pada cedera tulang belakang.

Dermato Musculo Sceletal System 15


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

PRINSIP PEMASANGAN BIDAI


1. Lepas pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera, periksa adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah
dan distokasi
2. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan
sesudah imobilisasi.
3. Tutup luka terbuka dengan kasasteril
4. Imobilisasi pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai parah atau dislokasi)
5. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan imobilisasi kecuali ada ditempat bahaya
6. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku
7. Lakukah tarikan secara periahan sampai lurus sumbu tulang sehingga dapat dipasang bidai yang benar. Tarikan /traksi
segera dilepas bila saat diperiksa tampak cyanotik dan nadi lemah.
8. Pada kecurigaaan trauma tulang belakaog letakkan pada posisi satu garis.

MACAM-MACAM BIDAI/SPLINT
1. Rigid splint
2.. Pneumatic splint & gips
3. Traction splint

Bila tidak ada bidai bisa dicoba


1. Lengan dapat diimobilisasi dengan dada
2. Tungkai yang cedera diimobilisasi dengan tungkai yang sebelah
3. Bahan-bahan lain bisa, dipakai seperti guling, majalah yang digulung, dll

CARA MELURUSKAN DEFORMITAS


1. Lengan atas
Pegang siku dan tarik ke bawah, setelah lurus bidai dipasang dan lengan dipertahankan dengan sling dan ke dinding
dada
2. Lengan bawah :
Tarik pergelangan tangan ke bawah dengan siku ditahan sebagai kontra traksi. Bidai dipasang dilengan bawah dan
dielevasi.
3. Tungkai atas/paha
Luruskan tulang paha dengan melakukan tarikan didaerah pergelangan kaki jika tulang tungkai bawah tidak patah.
4. Tulang tibia/tulang kering
Lakukan tarikan didaerah pergelangan kaki dan kontra traksi diatas lutut, dikerjakan bila tulang paha utuh, setelah
lurus bidai dipasang.

PEMBIDAIAN

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat, atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk
menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi) memberikan istirahat, dan mengurangi
rasa sakit.

Sedangkan prinsip pembidaian adalah :


1. Lakukan pembidaian di tempat dimana anggota badan mengalami cidera
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan

Syarat-syarat pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur lebih dulu pada anggota badan korban
yang tidak sakit
3. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
6. Kalau memungkinkan, anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai
7. Sepatu, gelang, jam tangan, dan alat pengikat perlu dilepas

PRINSIP MELAKUKAN IMOBILISASI TULANG BELAKANG DAN LOGROLL


(penderita dengan curiga cedera tulang belakang)
1. Diperlukan 4 orang, orang ke 1 mempertahankan imobilisasi segaris kepala dan leher, orang ke 2 untuk badan (termasuk
pelvis dan panggul), orang ke 3 pelvis dan tungkai, orang ke 4 mengatur prosedur ini dan memasang/mencabut spine-
board.
2. Dilakukan kesegarisan kepala dan leher secara manual, kemudian dipasang kolar servikal semirigid.
3. Lengan penderita diluruskan dan diletakkan disamping badan.
4. Tungkai bawah diluruskan dan kedua pergelangan kaki diikat satu sama lain dengan plester

Dermato Musculo Sceletal System 16


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

5. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang ke 2 memegang penderita daerah bahu dan
pergelangan tangan. Orang ke 3 memasukkan tangan dan memegang panggul penderita dengan 1 tangan dan dengan
tangan yang lain memegang plester yang mengikat ke dua pergelangan kaki
6. Dengan komando orang pertama (yang mempertahankan kesegarisan kepala dan leher) dilakukan logroll sebagai satu unit
kearah kedua penolong yang berada disisi penderita, hanya diperlukan pemutaran minimal untuk memasukkan
spineboard dibawah penderita.
7. Setelah spine board dibawah penderita dan dilakukan logroll ke arah spineboard.
8. Pasang bantalan disisi kiri - kanan kepala dan leher penderita . Kemudian pengikat dipasang (kepala, dada, pelvis, paha
dan diatas pergelangan kaki)

TRANSPORTASI/PENGANGKUTAN
Pengangkutan korban merupakan upaya penting dalam proses pemberian pertolongan. Cara-cara pengangkutan
korban yang mengalami cedera secara benar.perlu diketahui dan dikuasai:
1. Pengangkutan di tempat kejadian (tempat yang berbahaya)
1. Sambil jongkok lutut penolong disamping kiri korban. Lengan dan tangan kanan penolong dimasukkan dibawah leher
korban, kemudian tangan kanan penolong di sebelah ketiak kanan korban sehingga sampai ke depan dadanya.
2. Tangan kiri penolong menyilangkan lengan kanan korban didadanya, kemudian tangan kanan penolong memegang
tangan kanan korban.
3. Kemudian lengan dan tangan kiri penolong dimasukkan dibawah ketiak kiri korban dan memegang lengan kanan
korban.
4. Kedua tangan penofong saling bertaut melingkari lengan bawah kanan korban.
5. Kemudian kaki kiri penofong diletakkan setinggi pinggang korban.
6. Sambil membongkokkan tubuh kedepan (prinsip mengungkit) badan korban dapat terangkat.
7. Korban didekatkan ke dada penolong, kemudian penolong berdiri dan menarik korban sejauh mungkin dalam keadaan
setengah baring.
8. Di tempat yang aman korban dibaringkan lagi secara hati-hati untuk dilakukan resusitasi. Penderita harus dilakukan
resusitasi dalam usaha membuat penderita sestabil mungkin sebelum dilakukan trasnportasi ke tempat yang
mempunyai fasilitas /untuk melakukan tindakan definitif.

Selama dalam perjalanan / transportasi yang harus diperhatikan


1. Monitor tanda-tanda vital
2. Bantuan kardio repirasi bila diperiukan
3. Pemberian obat sesuai prosedur
4. Menjaga komunikasi dengan dokter selama transportasi
5. Melakukan dokumentasi selama transportasi

Dermato Musculo Sceletal System 17


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK

LEARNING OUTCOME

Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dalam melakukan pemeriksaan motorik


Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan massa otot , tonus otot dan kekuatan otot secara baik dan benar

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem motorik adalah sistem yang bertanggung jawab terhadap kerja kelompok-kelompok otot, yaitu inisiasi gerakan
volunter dan terampil. Serabut-serabut motorik bersama sama input yang berasal dari sistem-sistem yang terlibat dalam
kontrol gerakan yang meliputi sistem ekstrapiramidal, vestibular, serebellar, dan proprioceptive afferent semuanya
bergabung didalam badan-badan sel neuron pada cornu anterior medulla spinalis. Dari sel cornu anterior impuls dibawa ke
otot.
Evaluasi sistem motorik dibagi menjadi :
- massa otot
- tonus otot
- kekuatan otot

Massa otot
- Pemeriksaan diawali dengan inspeksi baik proksimal dan distal tiap daerah yang diperiksa saat posisi pasien duduk
maupun berbaring
- Bandingkan kesimetrisan kontur massa otot dengan sisi lainnya
- Amati apakah ada penurunan massa otot ( hipotrofi ), hipertrofi atau atrofi ( otot yang mengecil ), hal ini tampak
dari berkurangnya massa dan penampakan otot yang kendur

Tonus otot
Tonus otot adalah kontraksi otot yang selalu dipertahankan keberadaanya oleh otot itu sendiri atau dapat di definisikan
sebagai sedikit ketegangan residual pada otot yang rileks secara volunter.
Pemeriksaan tonus otot :
- Mintalah pasien untuk berbaring telentang pada meja pemeriksaan dan rileks
- Pada pemeriksaan anggota gerak atas : tangan pemeriksa memegang siku pasien untuk menyangga kemudian
gerakkan secara pasif (fleksi-ekstensi ) pada sendi siku berulangkali secara perlahan kemudian secara cepat.
- Pada pemeriksaan anggota gerak bawah : tangan pemeriksa memegang tungkai bawah pasien untuk menyangga
kemudian gerakkan secara pasif (fleksi-ekstensi ) pada sendi lutut berulangkali secara perlahan kemudian secara
cepat
- Pemeriksaan clonus pergelangan kaki : tahan betis pasien dan fleksikan 90 pada lutut dan pergelangan kaki.
Secara cepat dorsofleksikan pergelangan kaki
- Tonus yang meningkat (hipertonus) dirasakan dengan tingkat kesulitan / ada hambatan dalam gerakan fleksi-
ekstensi pada sendi yang diperiksa
- Tonus yang menurun ( hipotonus ) tidak terasa ada hambatan dalam gerakan fleksi-ekstensi pada sendi yang
diperiksa, atau mudah dikenali dengan tanda ekstremitas terasa terkulai
- Bandingkan satu sisi dengan sisi lainnya

Kekuatan otot
Prosedur pemeriksaan :
1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien
2. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot : pemeriksa dan pasien harus bekerjasama jika ingin mendapatkan hasil
pemeriksaan yang tepat
3. Lingkungan selama pelaksanaan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat senyaman mungkin (tidak terlalu
panas/terlalu dingin)
4. Periksalah apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi/ kontraktur, spastisitas atau nyeri yang dapat
mengganggu hasil pemeriksaan
5. Pemeriksaan dilakukan secara berurutan mulai posisi duduk,supine,side lying, kemudian prone
6. Posisikan pasien dengan hati-hati dan upayakan melakukan tes secara berurutan sehingga perubahan posisi selama
pemeriksaan dapat seminimal mungkin
7. Lakukan pemeriksaan mulai dari posisi melawan gravitasi, jika pasien tidak mampu, ubah keposisi anti-gravitasi,
jika pasien mampu melakukan, lanjutkan dengan memberikan tahanan, tahanan diberikan pada pertengahan
gerakan
8. Pada saat pemeriksaan, fiksasi dilakukan di bagian proksimal dari otot yang akan dinilai

Dermato Musculo Sceletal System 18


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Catatlah untuk tiap kelompok otot:


1. Penampakan otot (wasted, highly developed, normal)
2. Rasakan adanya tonus otot (flaccid, clonic, normal)
3. Periksa kekuatan kelompok otot

0 (zero) Tidak ada kontraksi otot sama sekali baik pada inspeksi maupun palpasi
1( trace) Otot tidak mampu bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh dalam bidang horizontal, hanya
terlihat gerakan otot minimal / teraba kontraksi oleh pemeriksa
2 (poor) Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh tetapi tidak dapat melawan gravitasi,
atau hanya dapat bergerak dalam bidang horizontal
3 (fair) Kemampuan otot bergerak bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi namun
tidak dapat melawan tahanan yang ringan sekalipun
4 (good) Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi serta dapat melawan
tahanan yang ringan sampai sedang
5 (normal) Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi serta dapat melawan
tahanan maksimal

Beberapa klinisi membagi lagi dalam sub dengan: menambah +/- menjadi 3+, atau 5-.

PEMERIKSAAN MOTORIK
KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS ATAS

EKSTREMITAS OTOT PERSARAFAN PEMERIKSAAN GAMBAR


ATAS
Deltoid anterior Axilaris, C5,C6 - Bahu fleksi 90
Pektoralis mayor C5-T1 - Pemeriksa
memberikan tahanan
pada lengan kearah
Biceps brachii Musculocutaneus, ekstensi, dengan lokasi
Fleksi Bahu C5,C6 tahanan pada distal
humerus
Coracobrachialis Musculocutaneus
C5-7

Deltoid posterior Axilaris, C5,C6 - Bahu ekstensi 45


dengan siku ekstensi
-Pemeriksa
Latissimus dorsi Thoracodorsalis memberikan tahanan
C6-8 pada lengan kearah
fleksi, dengan lokasi
Ekstensi Bahu tahanan pada distal
Teres Mayor Subscapularis humerus
bawah, C5,C6

-Bahu diposisikan 90
dari posisi abduksi
Deltoid Axilaris, C5,C6 -Pemeriksa
memberikan tahanan
kearah adduksi, dengan
Abduksi Bahu lokasi tahanan pada
distal humerus
Supraspinatus Suprascapularis,
C5,C6

-Pasien pada posisi


Pektoralis Mayor Pectoralis supine, dengan bahu
medial/lateral, C5, diposisikan 120 dari
T1 posisi abduksi dan siku
Adduksi Bahu fleksi
Latissimus dorsi Thoracodorsalis,
C6-8

Dermato Musculo Sceletal System 19


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

-Pemeriksa
Teres Mayor Subscapularis memberikan tahanan
bawah, C5,C6 pada lengan kearah
abduksi

Subscapularis -Pasien pada posisi


Subscapularis atas/bawah,C5,C6 prone , dengan bahu
abduksi 90 dengan
rotasi internal penuh
Pectoralis dan siku fleksi 90
Pectoralis Mayor medial/lateral -Pemeriksa
Rotasi Internal C5-T1 memberikan tahanan
pada lengan kearah
rotasi eksternal, dengan
Latissimus dorsi Thoracodorsalis, lokasi tahanan pada
C6-8 distal lengan bawah

Deltoid Anterior Axillaris, C5,C6

Teres Mayor Subscapularis


bawah, C5,C6
-Pasien pada posisi
prone dan bahu abduksi
Infraspinatus Suprascapularis 90 dengan rotasi
eksternal penuh dan
siku fleksi 90
Rotasi Eksternal -Pemeriksa
memberikan tahanan
pada lengan kearah
Teres minor, deltoid Axillaris ,C5,C6 rotasi internal, dengan
posterior lokasi tahanan pada
distal lengan bawah

-Siku diposisikan 90
fleksi
Biceps brachii -Pasien melakukan
fleksi siku dan
pemeriksa memberi
Musculocutaneus, tahanan kearah ekstensi
C5,C6 pada daerah distal
-Otot biceps adalah
otot primer fleksi siku
Fleksi siku Brachialis dengan posisi lengan
supinasi penuh
-Otot brachialis adalah
otot primer fleksi siku
dengan posisi lengan
pronasi
-Otot brachioradialis
Brachioradialis Radialis, C5,C6
adalah otot primer
fleksi siku dengan
posisi lengan ibu jari ke
atas
-Siku pada posisi fleksi
untuk mencegah
stabilisasi dan
menemukan kelemahan
dari otot
Ekstensi siku Triceps Radialis, C6,C7 -Pemeriksa memberi

Dermato Musculo Sceletal System 20


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

tahanan pada arah


fleksi lengan pasien
ketika pasien
melakukan ekstensi
siku

-Lengan pada posisi


pronasi
Pronator quadratus Anterior -Pemeriksa
Interoseus cabang memberikan tahanan
medianus supinasi pada distal
lengan
Pronasi siku -Pronator teres dapat
diperiksa ketika posisi
Pronator teres Medianus , C6,C7 siku 90

-Siku ekstensi dengan


posisi lengan supinasi
Supinasi siku Supinator Radialis , C5,C6 penuh posisi ini
menghambat asistensi
dari biceps
- Pemeriksa
memberikan tahanan
dengan melakukan
Biceps brachii Musculocutaneus, pronasi pada lengan
C5,C6 daerah distal

-Pergelangan tangan
diposisikan fleksi
penuh dan jari-jari
ekstensi
-Pemeriksa memberi
tahanan dengan
melakukan ekstensi
pergelangan tangan
Fleksor carpi Medianus ,C6,C8 pada daerah midpalmar
radialis -Fleksor carpi radialis
dapat diperiksa dengan
posisi pergelangan
tangan deviasi radial
dan fleksi penuh.
Fleksi pergelangan Pemeriksa memberi
tangan tahanan dengan
melakukan ekstensi
pergelangan tangan dan
melakukan deviasi
Fleksor carpi Ulnaris, C6,C8 ulnar
ulnaris - Fleksor carpi ulnaris
dapat diperiksa dengan
posisi pergelangan
tangan deviasi ulnar
dan fleksi penuh.
Pemeriksa memberi
tahanan dengan
melakukan ekstensi
pergelanagn tangan dan
deviasi radial

Dermato Musculo Sceletal System 21


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

-Pergelangan tangan
ekstensi penuh pada
posisi netral
Ekstensor carpi radialis Radialis , C6,C7 -Pemeriksa memberikan
longus tahanan dengan
melakukan fleksi
pergelangan tangan
Ekstensi pergelangan pasien pada daerah
tangan dorsum tangan
-Untuk memeriksa
Ekstensor carpi radialis Radialis , C6,C7 ekstensor carpi radialis
brevis longus pergelangan
tangan pasien
diposisikan deviasi radial
dan ekstensi penuh
-Pemeriksa melakukan
fleksi dan deviasi ulnar
pergelangan tangan
Ekstensor carpi ulnaris Radialis ,C7,C8 -Untuk memeriksa
ekstensor carpi ulnaris
pergelangan tangan pada
posisi deviasi ulnar dan
ekstensi penuh.
Pemeriksa melakukan
fleksi dan deviasi radial
pergelangan tangan
pasien sebagai tahanan
Periksalah tangan pasien,
Fleksor digitorum cari atrofi otot intrinsik,
profundus thenar, hipothenar.
Periksalah genggaman
Fleksor digitorum Medianus, C8 pasien dengan meminta
superfisial penderita menggenggam
Fleksi jari-jari jari pemeriksa sekuatnya
Fleksor pollicis longus dan tidak melepas
genggaman saat
pemeriksa mencoba
Medianus, menarik jarinya. Normal
Instrinsik Ulnaris pemeriksa tidak dapat
(hipotenar.interossei,te C8,T1 menarik jari dari
nar,lumbricalis) genggaman pasien.
Bandingkan dengan sisi
kontra lateral

- Periksalah kekuatan
Opponen policis Medianus, oposisi ibujari dengan
C8,T1 meminta pasien
menyentuhkan ujung
Fleksor policis brevis Medianus, ibujari dengan jari
Oposisi Ibu jari Ulnaris, C8,T1 jelunjuknya sendiri dan
melawan tahanan
pemeriksa.bandingkan
Abduktor policis brevis Medianus, dengan sisi kontra
C8,T1 lateral.

Dermato Musculo Sceletal System 22


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Periksalah otot intrinsik


tangan sekali lagi,
dengan meminta pasien
abduksi pada semua jari
Abduksi jari Abduktor digiti minimi Ulnaris, dan melawan tahanan
T1 pemeriksa. Normal
pasien dapat menahan
tekanan pemeriksa.

PEMERIKSAAN MOTORIK
KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS BAWAH

EKSTREMITAS OTOT PERSARAFAN PEMERIKSAAN GAMBAR


BAWAH
Iliacus Femoral, L2-4 -Posisi pasien dapat duduk
Psoas Pleksus lumbal, L1-4 /supine
Tensor fascia lata Superior gluteal, L4-5 -Supine : pasien
S1 memfleksikan panggul,
Pectineus Femoral/Obturator pemeriksa berusaha
L2-3-4 melakukan ekstensi
Fleksi panggul Abduktor magnus dan panggul, tahanan
brevis, bagian anterior diberikan pada anterior
abductor magnus paha
-Duduk : panggul pada
posisi fleksi saat
pemeriksa berusaha
melakukan ekstensi
panggul

-Pasien pada posisi prone,


dilakukan ekstensi
panggul dengan lutut
dalam keadaan fleksi 90
Ekstensi Panggul Gluteus maksimus L5,S1-2 -Pemeriksa berusaha
melakukan ekstensi
panggul, tahanan
diberikan pada posterior
paha

-Abduksi panggul dapat


diperiksa dalam posisi
berbaring miring/duduk
-Pasien posisi berbaring
miring dengan abduksi
panggul, Pemeriksa
berusaha melakukan
Abduksi panggul Gluteus medius L4-5,S1 adduksi panggul, tahanan
pada distal lateral paha
-Posisi duduk :panggul
keadaan abduksi,
pemeriksa melakukan
adduksi panggul,tahanan
pada distal lateral paha

Dermato Musculo Sceletal System 23


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

-Pasien berbaring miring,


kaki pasien dalam posisi
Adduktor brevis Obturator, L2-4 abduksi, pasien diminta
melakukan adduksi kaki
sisi bawah
-Pemeriksa berusaha
melakukan abduksi kaki
sisi bawah dengan
Adduktor longus, memberikan tahanan pada
Adduksi panggul adductor magnus bagian Obturator, L3-4 medial paha bagian distal
anterior -Pemeriksaan dapat juga
dilakukan dengan posisi
pasien duduk, dengan
panggul adduksi,
pemeriksa berusaha
melakukan abduksi
Pectineus Femoral /obturator, panggul, tahanan
L2-3 diberikan pada medial
paha bagian distal.

Gluteus superior, L4- -Pasien duduk dengan


Tensor fascialata 5,S1 lutut fleksi 90,dan
panggul rotasi internal
Femoralis -Pemeriksa menggunakan
Rotasi internal Pectineus obturatorius, L2-3 satu tangan untuk
panggul membuat kaki dalam
posisi rotasi internal
Gluteus minimus, bagian Gluteus superior, L- dengan memberikan
anterior 5,S1 tahanan lateral dari atas
lutut, sambil stabilisasi
lutut dengan tangan
lainnya.
-Pasien duduk dengan
Piriformis S1-2 lutut fleksi 90, dan
panggul rotasi eksternal
-Pemeriksa menggunakan
Gluteus maximum Gluteus inferior, satu tangan untuk
L5,S1-2 melakukan rotasi internal
Rotasi eksternal kaki dengan memberikan
panggul tahanan medial dari
Gemellus bawah lutut, sambil
superior/obturator L5,S1-2 stabilisasi lutut dengan
internus tangan lainnya.

Gemellus inferior L4-5, S1


/quadratusfemoris
-Lutut pasien fleksi 90
Semitendinosus dengan posisi tengkurap
L5,S1 -Pemeriksa melakukan
Fleksi lutut Semimembranosus ekstensi kaki pada
permukaan posterior tibial

Biceps femoris L5,S1-2


-Lutut fleksi 30 dengan
posisi pasien duduk /
berbaring. Usahakan
menghindari ekstensi lutut
penuh karena pasien dapat
Ekstensi lutut Quadriceps femoris Femoralis, L2-4 melakukan stabilisasi
lutut, sehingga kelemahan
ringan diketahui.
-Pemeriksa berusaha
melakukan fleksi kaki,

Dermato Musculo Sceletal System 24


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

dengan memberikan
tekanan pada permukaan
anterior tibia.

-Pergelangan kaki
ditempatkan dalam posisi
dorso fleksi
-Pemeriksa berusaha
melakukan plantar fleksi
Tibialis anterior pergelangan kaki,dengan
Ekstensor digitorum memberikan tahanan dari
Dorsofleksi longus Peroneus profundus dorsum kaki
pergelangan kaki Ekstensor halluces L4-5, S1 -Untuk memeriksa tibialis
longus anterior, posisi
pergelangan kaki inversi
dan dorsofleksi penuh.
Pemeriksa berusaha
melakukan plantar fleksi
dan eversi kaki
-Untuk memeriksa
ekstensor digitorum
longus, pergelangan kaki
pada posisi eversi dan
dorsofleksi penuh.
Pemeriksa berusaha
melakukan plantarfleksi
dan inversi pergelangan
kaki
-Posisikan pergelangan
kaki pada plantar fleksi
-Pemeriksa melakukan
dorsifleksi kaki, dengan
memberikan tekanan pada
permukaan plantar kaki
- Untuk menguji
Plantarfleksi Gastrocnemius Tibialis, S1-2 gastrocnemius, lutut
pergelangan kaki Soleus dalam posisi ekstensi
-Untuk menguji soleus,
lutut dalam posisi fleksi
-Tes fungsional lain
seperti berjalan jinjit dapat
memperlihatkan
kelemahan yang tidak
tampak saat pemeriksaan

Mintalah pasien ekstensi


ibu jari kaki melawan
tahanan pemeriksa.
Ekstensi ibu jari Ekstensor hallucis L5
kaki longus

PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN:

Ekstremitas Dekstra Sinistra


Superior:
Inspeksi: (wasted, highly (wasted, highly

Dermato Musculo Sceletal System 25


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

developed, normal) developed, normal)


Palpasi tonus: (flaccid, clonic, (flaccid, clonic,
spastik normal) spastik normal)
Kekuatan : /./ //
Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:

Ekstremitas Dekstra Sinistra


Inferior:
Inspeksi: (wasted, highly (wasted, highly
developed, normal) developed, normal)
Palpasi tonus: (flaccid, clonic, (flaccid, clonic,
spastik normal) spastik normal)
Kekuatan : /./ //
Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:

REFERENSI: Daniels and Worthingham's muscle testing: techniques of manual examination.,


6th edition, 1995.

Dermato Musculo Sceletal System 26


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

CHECKLIST ANAMNESIS UJIAN OSCE


BLOK DMS 2014 2015

Nama :
NIM :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memberikan salam dan tersenyum pada pasien
2 Memperkenalkan diri
3 Menanyakan identitas (nama, usia, pekerjaan, alamat)
4 Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
5 Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang :
6 Onset
7 Durasi
8 Kuantitas/frekuensi
9 Kualitas
10 Progresifitas
11 Factor yang memperberat
12 Factor yang memperingan
13 Keluhan penyerta
14 Riwayat penyakit dahulu
15 Riwayat penyakit keluarga
16 Riwayat sosial dan lingkungan
17 Pertanyaan berkaitan secara runtut
18 Berhadapan, mempertahankan kontak mata
19 Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya
20 Memberikan salam dan terima kasih
TOTAL SKOR

Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna

Nilai = ( Jumlah/40 ) x 100 =

Purwokerto, 2014

Evaluator

Dermato Musculo Sceletal System 27


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

CHECKLIST PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN

Nama :
NIM :
Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Berikan salam, menyapa dengan sopan
3. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut/cedera : inspeksi, palpasi, gerakan

4. Menjelaskan tujuan dan prosedur


5. Mempersiapkan posisi dan menenangkan pasien
6. Rawat luka/hentikan perdarahan dengan deb
7. Memilih jenis pembalutan yang tepat
8. Cara pembalutan dilakukan dengan benar (posisi dan arah balutan)

9. Evaluasi hasil yang dicapai (hasil pembalutan : mudah lepas/tidak, mengganggu


peredaran darah/tdk , mengganggu gerakan lain)

10. Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut dengan pembalut

11. Melakukan pembidaian melewati dua sendi


12. Hasil pembidaian : ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan
bawah tempat yang patah, tidak kendor dan tidak keras

13. Evaluasi hasil yang dicapai (subjektif maupun objektif)


14. Edukasi pasien
Jumlah

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan sama sekali
1 : Dilakukan tetapi tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna

Nilai = jumlah x 100 %


28

Purwokerto, 2014
Evaluator

Dermato Musculo Sceletal System 28


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

CHECKLIST HECTING
Nama :
NIM
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memberi salam
2 Memeriksa luka (lokasi, luas, jenis: robek/ sayat/ lecet, fraktur, tanda infeksi)
3 Persetujuan tindakan medik
4 Persiapan pasien ( menenangkan pasien, posisi)
5 Mempersiapkan anestesi
6 Mencuci tangan
7 Memakai sarung tangan
8 Melakukan aseptik antiseptic*
9 Melakukan anestesi lokal ( infiltrasi)*
10 Melakukan debridemen (irigasi Nacl, perhidrol, irigasi NaCl, Povidon)*
11 Memasang doek steril
12 Jahit kulit terputus
13 Bersihkan luka dengan kasa povidon
14 Menutup luka dengan kasa povidon & kasa steril
15 Dekontaminasi
16 Cuci tangan pasca tindakan
TOTAL SCORE

Keterangan:
0 = tidak dilakukan/disebut sama sekali
1 =dilakukan tapi kurang sempurna
2 =disebut/ dilakukan dengan sempurna
* =Critical point ( item yang harus dilakukan dan berurutan)

Nilai = Total skor (.) x 100 %


32
Purwokerto, 2014
Evaluator

...........

CHECKLIST PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK


Nama :

Dermato Musculo Sceletal System 29


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

NIM :
NO KETERANGAN SCORE
0 1 2
1 Memberi salam dan menyapa dengan sopan
2 Inform consent pemeriksaan
Pemeriksaan Massa otot
3 Meminta pasien untuk berbaring di meja pemeriksaan

4 Melakukan inspeksi pada semua otot

5 Memeriksa perubahan massa otot ( normal,hipertrofi,hipotrofi,atrofi ), amati


kesimetrisannya
Pemeriksaan tonus otot
6 Meminta pasien untuk rileks
7 Pemeriksaan anggota gerak atas : tangan pemeriksa memegang siku pasien untuk
menyangga kemudian gerakkan secara pasif (fleksi-ekstensi ) pada sendi siku
berulangkali secara perlahan kemudian secara cepat
8 Pemeriksaan anggota gerak bawah : tangan pemeriksa memegang tungkai bawah
pasien untuk menyangga kemudian gerakkan secara pasif (fleksi-ekstensi ) pada sendi
lutut berulangkali secara perlahan kemudian secara cepat
9 Pemeriksaan clonus pergelangan kaki : tahan betis pasien dan fleksikan 90 pada lutut
dan pergelangan kaki. Secara cepat dorsofleksikan pergelangan kaki
10 Pemeriksaan dilakukan pada anggota gerak kanan dan kiri
Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas superior
11 Periksalah fleksi dan ekstensi bahu

12 Periksalah abduksi dan adduksi bahu

13 Periksalah rotasi internal dan rotasi eksternal bahu

14 Periksalah fleksi dan ekstensi siku

15 Periksalah pronasi dan supinasi siku

16 Periksalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

17 Periksalah fleksi jari-jari tangan

18 Periksalah oposisi ibu jari

19 Periksalah abduksi jari-jari

Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas bawah


20 Periksalah fleksi dan ekstensi panggul

21 Periksalah abduksi dan adduksi panggul

22 Periksalah rotasi internal dan eksternal panggul

23 Periksalah fleksi dan ekstensi lutut

24 Periksalah dorsofleksi pergelangan kaki

25 Periksalah plantar fleksi pergelangan kaki

26 Periksalah ekstensi ibu jari kaki

27 Mempersilahkan pasien duduk kembali

Total
KET: 0 : bila tidak dikerjakan
1 : bila dikerjakan, tetapi tidak sempurna
2 : bila dikerjakan dengan sempurna
Nilai: total score x 100

Dermato Musculo Sceletal System 30


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

54
Purwokerto, 2014
Evaluator

...........................................

Dermato Musculo Sceletal System 31


Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

Kelompok
Hari/Tanggal Waktu Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13.00-14.50
Hecting MS ES MA TO
Balut-
Bidai DN WF RJ AN
Motorik OP YW SC VR
Selasa, 27 13.00-14.50
November
2012 Hecting MS ES MA TO
Balut-
Bidai DN WF RJ AN
Motorik OP YW SC VR
Jumat, 30 08.00-09.50
November
2012 Hecting MS ES MA TO
Balut-
Bidai DN WF RJ AN
Motorik OP YW SC VR
MS dr. Mustofa 3
dr. Evy Slulistyoningrum,
ES MSc 3
DN dr. Dwi Adi Nugroho 3
TO dr. Tri Okmawati Handini 3
MA dr. Madya Ardi 3
WF dr. Wiwik F 3
RJ dr. Raudatul Janah 3
AN dr. Arini Nur Famila 3
OP dr. Oktavia permatasari 3
YW dr. Yudhi Wibowo 3
SC dr.Susiana C 3
VR dr. Viva Ratih 3

Dermato Musculo Sceletal System 32

You might also like