You are on page 1of 5

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus
Pada BAB ini kelompok akan menjelaskan kesenjangan antara teori
dengan kasus Asuhan Keperawatan Jiwa yang dilakukan pada klien kelolaan
yaitu Tn. A dengan diagnosa keperawatan gangguan sensori persepsi :
halusinasi pendengaran, di Ruang Kutilang, Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Lampung, pembahasan yang kelompok lakukan meliputi pengelompokan data
pada pengkajian kesehatan jiwa, yang dapat berupa faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan mekanisme koping
yang dimiliki klien serta aspek medis. Dalam mengumpulkan data kelompok
menggunakan metode wawancara dengan klien, observasi secar langsung
terhadap kemampuan dan perilaku klien, dan juga dari catatan status pasien
diRuangan. Selain itu keluarga juga merupakan sumber informasi pendukung
dalam memberikan Asuhan keperawatan pada Tn. A namun saat dilakukan
pengkajian tidak ada anggota keluarga yang menjenguknya jadi kelompok
tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga. Disini kelompok mencoba
menyesuaikan antara kasus dengan konsep teori :
Faktor Predisposisi
Pada kasus diatas klien dibawa ke RSJ dengan diantar saudara beserta Pak
RW dan Pak RT klien gelisah dan sering marah + 1 minggu, klien merusak
rumah tetangganya, memecahkan kaca, bingung, gelisah, mondar-mandir,
sering bicara sendiri. Klien mengatakan marah karena ia mendengar bisik-
bisikan suara tetangga yang mengejeknya. Menurut Stuart (2009) Halusinasi
adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologis yang
maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponya,
namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal tidak dapat
teridentifikasi (Stuart, 2009) juga menyatakan bahwa halusinasi dengar
merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai. Halusinasi
Pendengaran adalah halusinasi yang ditandai dengan mendengar bunyi atau
suara, rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara
tersebut membicarakan tentang pasien, sampai percakapan yang komplit.
suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk
melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai
(Stuart, 2009).
Halusinasi secara umum ditemukan pada klien skizofrenia, proses
terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia dapat dijelaskan berdasarkan
Model Adaptasi Stuart dan Laraia (2005; Stuart, 2009) yaitu faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian stressor, sumberkoping, dan juga
mekanisme koping. Menurut Stuart dan Laraia (2005; Stuart, 2009), faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya halusinasi pada klien
skizofrenia meliputi faktor biologi, psikologi dan juga sosialkultural.
Menurut Videbeck (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofrenia adalah faktor genetik, neuroanatomi, neurokimia serta
imunovirologi.
Semua penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil
penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain yang juga
berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skizofrenia Lelono S.K. (2014).
Walaupun faktor genetik hanya sebagian kecil, namun perlu diketahui dalam
kasus ini Klien adalah keturunan gangguan jiwa, dijelaskan dalam genogram
Ayah klien menderita gangguan jiwa namun sekarang sudah meninggal.
Selain faktor biologi diatas, faktor psikologis juga ikut berperan
mengakibatkan terjadinya skizofrenia. Menurut Townsend, (2009).
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005) faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi adalah tingkat inteligensi, kemampuan verbal, moral,
kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Dalam kasus
Tn. A pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan adalah saat bibit
padinya diminta tetangganya dan diberikan tetapi malah tetangganya tidak
merawat bibit padi tersebut bahkan malah mengejeknya dan suara-suara
ejekan itu yang saat ini sering terdengar.
Selain faktor psikologis diatas ada lagi faktor sosio kultural, Stuart dan
Laraia (2005) menyebutkan bahwa faktor sosial kultural yang dapat
mempengaruhi yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, pekerjaan.
posisi sosial, latar belakang budaya, nilai dan pengalaman sosial individu,
didukung oleh penelitian Tamer dkk (2002) yang menunjukkan bahwa
karakteristik responden skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah 216
orang berjenis kelamin laki-laki (70%), maka dapat disimpulkan teori
tersebut sesuai dengan kasus yaitu Tn. A berjenis kelamin laki-laki.

Factor Presipitasi
Pada kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi
sejumlah informasi. Informasi normal diproses melalui aktivitas neuron.
Stimulus visual dan auditory dideteksi dan disaring oleh thalamus dan
dikirim untuk diproses di lobus frontal. Sedangkan pada klien skizofrenia
terjadi mekanisme yang abnormal dalam memproses informasi (Perry,
Geyer & Braff, 1999 dalam Stuart & Laraia, 2005). Gejala pencetus yang
menyebabkan hal tersebut terjadi adalah faktor kesehatan, lingkungan, sikap
dan perilaku individu (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Gejala pencetus
dalam kasus dapat dilihat dari klien mengalami pengalaman masa lalu yang
kurang menyenangkan, yaitu saat bibit padinya diminta tetangganya dan
diberikan tetapi malah tetangganya tidak merawat bibit padi tersebut bahkan
malah mengejeknya dan suara-suara ejekan itu yang saat ini sering
terdengar, suara tersebut tanpa wujud, atau hanya klien saja yang
mendengar.

Penilaian terhadap stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individu ketika
menghadapi stressor yang datang. Menurut Sinaga (2007) Berdasarkan
Stuart dan Laraia. (2005). penilaian seseorang terhadap stressor terdiri dan
respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini memberikan
arti bahwa apabila individu mengalami suatu stressor maka ia akan
merespon stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tampak
melalui tanda dan gejala yang muncul. Dari kasus klien mengatakan marah
jika ia mendengar bisik-bisikan suara tetangga yang mengejeknya, suara
yang merupakan stressor dinilai klien dengan emosi atau marah.

Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), sumber koping merupakan hal yang
penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya.
Sumber koping tersebut meliputi asset ekonomi, sosial support, nilai dan
kemampuan individu mengatasi masalah. Keluarga merupakan salah satu
sumber koping yang dibutuhkan individu ketika mengalami stress hal
tersebut sesuai dengan Videbeck (2008), sesuai dengan kasus klien
mengatakan orang yang paling dekat dalam hidupnya adalah istri dan kedua
anaknya, keluarga adalah harapan klien igin sembuh pun sebab ingin bisa
pulang berkumpul dengan keluarganya.

Mekanisme koping
Pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan
pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan
regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi
sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang
berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan
terhadap pengalarnan internal (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Dalam
klien merusak rumah tetangganya, memecahkan kaca, bingung, gelisah,
mondar-mandir, sering bicara sendiri lalu, klien mengatakan marah karena ia
mendengar bisik-bisikan suara tetangga.

Aspek Medis
Klien didiagnosa skizofrenia, berdasarkan kasus klien gelisah dan sering
marah + 1 minggu, klien merusak rumah tetangganya, memecahkan kaca,
bingung, gelisah, mondar-mandir, sering bicara sendiri, secara teori
skizofrenia merupakan suatu sindrom klinis atau proses penyakit yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi,
gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu (Videbeck, 2008). Terapi
Medik yang diberikan pada klien adalah Heloperidol 3x5mg,
Terihexyphenidryl 3x2mg, Chlorpromazine 1x50mg, sesuai dengan teori
rencana tindakan medis penderita halusinasi adalah Anti psikotik :
Chlorpromazine, Haloperidol, Stelazine, Clozapine, Risperidon, dan Anti
parkinson :Trihexyphenidile, Arthan.

You might also like