Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis atau TBC merupakan masalah
kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit
(morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah
penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian,
sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999
WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000
penderita Tuberkulosis/TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens
rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat
Tuberkulosis/TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah
penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit
sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak
dini dan mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
Berdasarkan uraian latar belakang, penulis merasa perlu untuk dilakukan pengkajian
mengenai penyakit tuberkulosis sebagai suatu langkah untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih menyeluruh mengenai salah satu penyakit menular jenis Air Borne Disease
paling berbahaya dan mematikan ini. Maka dari itu, penulis pun membuat kajian
mengenai penyakit tuberkulosis yang dituangkan di dalam makalah ini dengan judul
Penyakit Tuberkulosis.
Makalah Tuberkulosis 1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penyakit tuberkulosis?
2. Apa yang dimaksud penyakit tuberkulosis?
3. Apa-apa saja jenis-jenis penyakit tuberkulosis?
4. Apa-apa saja klasifikasi penyakit tuberkulosis?
5. Apa-apa saja agent dan reservoir penyakit tuberkulosis?
6. Bagaimana penularan penyakit tuberkulosis di dunia?
7. Bagaimana penularan penyakit tuberkulosis di Indonesia?
8. Apa-apa saja faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis?
9. Bagaimana cara penularan dan risiko penularan tuberkulosis?
10. Berapa lama masa inkubasi dan masa penularan penyakit tuberkulosis?
11. Apa-apa saja gejala penyakit tuberkulosis?
12. Bagaimana bentuk pengkajian penyakit tuberkulosis berdasarkan analisis
epidemiologi?
13. Apa-apa saja klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit tuberkulosis?
14. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tuberkulosis?
15. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit tuberkulosis?
16. Apa-apa saja program pemberantasan tuberkulosis?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah penyakit tuberkulosis.
2. Untuk mengetahui pengertian penyakit tuberkulosis.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit tuberkulosis.
4. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit tuberkulosis.
5. Untuk mengetahui agent dan reservoir penyakit tuberculosis.
6. Untuk mengetahui penularan penyakit tuberkulosis di dunia.
7. Untuk mengetahui penularan penyakit tuberkulosis di Indonesia.
8. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis.
9. Untuk mengetahui cara penularan dan risiko penularan tuberkulosis.
10. Untuk mengetahui masa inkubasi dan masa penularan penyakit tuberkulosis.
11. Untuk mengetahui gejala penyakit tuberkulosis.
12. Untuk mengetahui bentuk pengkajian penyakit tuberkulosis berdasarkan analisis
epidemiologi.
13. Untuk mengetahui klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit tuberkulosis.
Makalah Tuberkulosis 2
14. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit tuberkulosis.
15. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit tuberkulosis.
16. Untuk mengetahui program pemberantasan tuberkulosis.
Makalah Tuberkulosis 3
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi
juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2007). Tuberkulosis merupakan
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada
berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal
TBC. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Christian, 2012).
Tuberculosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi
juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit
ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Achmad,
2010).
Makalah Tuberkulosis 4
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui
dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yang rentan. Bentuk bakteri
Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping,
kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA (Batang Tahan Asam).
Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 m dan lebar 0,2
0,5 m yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi
lingkungan (Ginanjar, 2008).
C. Jenis-jenis TBC
1. TBC Paru-Paru
TBC paru-paru merupakan jenis TBC yang paling sering ditemui disetiap kasus.
Hal ini disebabkan saluran pernafasan merupakan jalur utama penularan bakteri
mycobacterium tuberculosis. Tanda-tanda adanya infeksi TBC pada paru-paru adalah
bedasarkan rontgen yang ditandai adanya becak-bercak bewarna putih di daerah
percabangan bronchus yang besar dan lebih kecil.
2. TBC Kelenjar Getah Bening
Bentuk TBC kelenjar getah bening sering dijumpai, dan yang paling sering
terinfeksi adalah yang berada di bawah leher.
3. TBC Mata
Infeksi yang terjadi umumnya menyerang kelopak mata dan selaput bening mata
(kornea). TBC mata sering ditemui pada anak 3-15 tahun. Gejala yang sering
dikeluhkan adalah iritasi, rasa nyeri, mata berair, mapun rasa silau pada mata.
Makalah Tuberkulosis 5
4. TBC Perut
TBC perut atau TBC peritonitis merupakan jenis TBC yang jarang ditemukan
pada penderita TBC anak, yakni hanya sebesar 1-5 persen dari seluruh kasus TBC
yang terjadi. Infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis pada rongga perut menyebar
melalui kelenjar getah bening disekitar usus maupun peredaran darah. Keluhan yang
ditemukan beragam, diantaranya adalah diare yang berlangsung lama, perut kembung,
sulit buang air besar, mual, muntah, demam yang tinggi, ataupun rasa nyeri dibagian
perut.
5. TBC Tulang dan Sendi
TBC tulang dan sendi ditemukan kurang lebih 1-7% dari seluruh kasus TBC.
6. TBC Ginjal
Ginjal TBC pada saluran ginjal sangat jarang ditemui .Hal ini disebabakan oleh
lamanya waktu yang dibutuhkan sejak mulai terinfeksi mycobacterium tuberculosis
hingga berkembang menjadi TBC ginjal, yakni sekitar 7-10 tahun.Keluhannya berupa
air kencing yang berwarna merah karena bercampur darah, namun tidak disertai rasa
nyeri pada saat buang air kecil.
7. TBC Kulit
Infeksi mycobacterium tuberculosis masuk melalui kulit yang tidak utuh (abrasi)
ataupun mengalami luka. Keluhan biasanya terkait dengan rasa nyeri atau timbulnya
nanah di daerah kulit yang terinfeksi.
D. Klasifikasi Tuberkulosis
Menurut Anies (2006) klasifikasi tuberkulosis yang banyak dipakai di Indonesia
adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis, meliputi :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
a. Tuberkulosisi paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif tetapi tanda-
tanda lain positif.
b. Tuberkulosisi paru yang tidak terobati. Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda
lain juga meragukan.
TB tersangka dalam 2-3 bulan sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru
(aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan status bakteriologi,
mikroskopik sputum BTA (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis, kelainan
Makalah Tuberkulosis 6
yang relevan untuk tuberkulosis paru, status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat
anti tuberkulosis.
Makalah Tuberkulosis 7
negara di Afrika dan di Indonesia. Hingga saat ini strategi DOTS dinyatakan sebagai
strategi yang paling efektif dalam mengendalikan TBC (Depkes RI,2007).
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2006 terdapat 9,24 juta penderita TBC di
seluruh dunia, pada tahun 2007 jumlah penderita naik menjadi 9,27 juta jiwa. Dan hingga
tahun 2009 angka penderita TBC menjadi 9,4 juta jiwa. Setiap harinya terdapat 4.930
orang meninggal disebakan oleh TBC. Menurut fakta yang ada sebagian besar penderita
TBC adalah usia produktif (15-55 tahun).
Sebagian besar penderita TBC terdapat di negara-negara berkembang. Perkiraan
jumlah insiden yang ditemukan di setiap negara di dunia dapat dilihat pada gambar peta
di bawah ini.
Makalah Tuberkulosis 8
separuhnya adalah TBC yang menyerang paru-paru, dan 140.000 kasus
menyebabkan kematian (Depkes RI,2007).
Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian di Indonesia Tahun 1990 dan 2009
Makalah Tuberkulosis 9
imunolosis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit,termasuk penyakit TB-paru.
4. Jenis kelamin
Penderita TB paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO, sedikitnya dalam periode
setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB paru, dapat
disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang
disebabkan oleh TB paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan
persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok
tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan system pertahanan
tubuh,sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-paru. Demikian pula
penelitian Herryanto (2004), terdapat proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki
sebesar 54,5% dan perempuan sebesar 45,5% yang menderita TB paru.
Makalah Tuberkulosis 10
Gambar 2.3 Mekanisme Penularan Penyakit Tuberkulosis
Makalah Tuberkulosis 11
J. Risiko Menjadi Sakit Tuberkulosis
Risiko menjadi sakit tubekulosis hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi
sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 orang diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah,
diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). Infeksi HIV mengakibatkan
kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor
risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB Aktif). Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Makalah Tuberkulosis 12
2. Masa Penularan Tuberkulosis
Secara teoritis seorang penderita tetap menular sepanjang ditemukan basil TB
didalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak
sempurna dahaknya akan tetap mengandung basil TB selama bertahun tahun. Tingkat
penularan sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut :
a. Jumlah basil TB yang dikeluarkan
b. Virulensi dari basil TB
c. Terpajannya basil TB dengan sinar ultraviolet
d. Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat
bernyanyi.
e. Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada waktu otopsi, intubasi atau
pada waktu melakukan bronkoskopi.
L. Gejala Tuberulosis
Gejala utama penderita TB paru adalah batukberdahak selama 2-3minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise
,berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik.
Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori.
1. Gejala Respiratori
Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala yang
cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari :
a. Batuk produktif 2 minggu.
b. Batuk darah.
c. Sesak nafas.
d. Nyeri dada.
2. Gejala Sistemik
Gejala sistemik yang timbul dapat berupa :
a. Demam.
b. Keringat malam.
c. Anoreksia.
d. Berat badan menurun.
Makalah Tuberkulosis 13
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam- macam atau bahkan
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Menurut Hiswani (2009) keluhan yang terbanyak adalah demam, batuk/batuk
darah, sesak nafas, nyeri dada, dan malaise. Berikut penjelasan dari masing-
masingkeluhan tersebut :
1. Demam
Biasanya sub febril meyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali.
1. Batuk/Batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
2. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
3. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan napasnya.
4. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia atau keadaan tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam.
Makalah Tuberkulosis 14
M. Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru
Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru adalah ilmu yang mengkaji frekuensi,
distribusi serta determinan. Kajian tersebut menyangkut interaksi antara Mycobacterium
Tuberculosis sebagai bakteri (agent), manusia (host) dan lingkungan (environment).
Disamping itu mencakup perkembangan dan penyebarannya, termasuk didalamnya juga
mencakup prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang
tertular (Depkes RI, 2007).
1. Prevalensi Tuberkulosis Menurut Wilayah di ASEAN dan SEAR
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 pravalensi
TB Per 100.000 penduduk di Negara ASEAN dan SEAR Tahun 2011, negara yang
menempati urutan pertama pada negara ASEAN adalah Kamboja dengan jumlah 817
dan yang terkecil adalah Singapura dengan jumlah 46. Sedangkan negara yang
menempati urutan pertama pada negara SEAR adalah Timut Leste dengan jumlah 701
dan yang terkecil Maladewa dengan jumlah 44.
Makalah Tuberkulosis 15
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa antara negara ASEAN dan SEAR yang
menempati urutan pertama prevalensi TB tertinggi adalah sama-sama negara yang
sedang berkembang dan tingkat kesehatan yang rendah di bandingkan dengan negara
berkembang lainnya.
Makalah Tuberkulosis 16
Sumber : Kemenkes 2016
Provinsi dengan CNR semua kasus tuberkulosis tertinggi yaitu Sulawesi Utara
(238), Papua Barat (235), dan DKI Jakarta (222). Sedangkan CNR semua kasus
tuberculosis terendah yaitu Provinsi Bali (70), DI Yogyakarta (73), dan Riau (91). CNR
dianggap baik jika terjadi peningkatan minimal 5% dibandingkan dengan sebelumnya.
4. Prevalensi Tuberkulosis Menurut Waktu
Angka Penemuan Kasus Baru TB Positif (CDR) Kab. Kubu Raya Per Tahun
Tahun 2008-2013
Makalah Tuberkulosis 17
Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut hampir
sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis kelamin,
kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu hampir 1,5 kali
dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di
seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di
Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali lipat dari kasus pada perempuan.
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada
kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44
tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39%.
Proporsi kasus baru BTA+ menurut kelompok umur dapat dilihat pada Gambar 2.7
berikut ini.
Gambar 2.7 Proporsi Kasus Baru BTA+ Menurut Kelompok Umur Tahun
2013
Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014
Kasus baru BTA+ pada kelompok umur 0-14 tahun merupakan proporsi yang paling
rendah. Dari Gambar 2.7 terlihat bahwa kasus tuberkulosis rata-rata terjadi pada
orang dewasa.
b. Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus TB
Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus TB menggambarkan
prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien TB paru yang
diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%. Apabila proporsi pasien
Makalah Tuberkulosis 18
baru BTA+ di bawah 65% maka hal itu menunjukkan mutu diagnosis yang rendah
dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien
BTA+).
Gambar 2.8 memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2013 proporsi pasien
baru BTA+ diantara seluruh kasus belum mencapai target yang diharapkan
meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target minimal yang sebesar 65%. Hal
itu mengindikasikan kurangnya prioritas menemukan kasus BTA+. Namun,
sebanyak 18 provinsi (54,55%) provinsi telah mencapai target tersebut. Papua Barat,
DKI Jakarta, dan Papua merupakan provinsi dengan proporsi pasien baru BTA+ di
antara seluruh kasus yang terendah yaitu masih di bawah 40%. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 2.9 di bawah ini.
Makalah Tuberkulosis 19
Gambar 2.9 Proporsi BTA+ Diantara Seluruh Kasus TB Paru Menurut Provinsi
Tahun 2013
Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.10 Angka Notifikasi Kasus BTA+ Dan Seluruh Kasus Per 100.000
Penduduk Tahun 2008-2013
Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014
\
Makalah Tuberkulosis 20
Gambar 2.11 Angka Notifikasi Kasus TB Paru BTA+ Per 100.000 Penduduk
Menurut Provinsi Tahun 2013
Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014
Makalah Tuberkulosis 21
Prevalensi TB tertinggi berdasarkan jenis pekerjaan ditemukan pada kelompok
pekerjaan petani, nelayan dan buruh sebesar 0,9 persen dan terendah pada kelompok
sekolah dan POLRI/TNI/Pegawai sebesar 0,4 persen. Berdasarkan tingkat
pengeluaran perkapita prevalensi TB yang berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan
didapati prevalensi terendah pada kuintil 5 (0,6%) dan tertinggi pada kuintil 3 dan 4
(0,8%). Sedangkan angka prevalensi TB berdasarkan diagnosa dan gejala (DG)
didapati prevalensi tertinggi pada kuintil 1(3,5%) dan terendah pada kuintil 5 (2,9%)
(Gambar 2.12).
Makalah Tuberkulosis 22
berbeda. Menjadi catatan bahwa dengan ruang lingkup pertanyaan yang lebih rinci
pada Riskesdas 2010 angka Prevalensi Nasional TB menunjukkan peningkatan yang
cukup signifikan.
Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi TB berdasarkan diagnosis sebesar
0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus TB oleh tenaga kesehatan.
Penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu 1 tahun
berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan
dahak, foto toraks atau keduanya. Hasil Riskesdas 2013 tersebut tidak berbeda
dengan Riskesdas 2007 yang menghasilkan angka prevalensi TB paru 0,4%.
Prevalensi TB paru berdasarkan gejala batuk 2 minggu secara nasional sebesar
3,9% dan prevalensi TB paru berdasarkan gejala batuk darah sebesar 2,8%. Provinsi
dengan prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar
0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%. Sedangkan Provinsi
Riau, Lampung, dan Bali merupakan provinsi dengan prevalensi TB paru
berdasarkan diagnosis terendah yaitu masing-masing sebesar 0,1%.
Berdasarkan karakteristik, semakin tinggi kelompok umur semakin tinggi pula
prevalensi TB paru (diagnosis), kecuali untuk kelompok umur 1-4 tahun dengan
prevalensi yang cukup tinggi (0,4%). Sebaliknya berdasarkan tingkat pendidikan,
semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah prevalensi TB paru
(diagnosis). Gambar berikut ini memperlihatkan angka prevalensi TB paru
berdasarkan diagnosis dan gejala menurut karakteristik umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan tempat tinggal.
Makalah Tuberkulosis 23
Gambar 2.13 Prevalensi TB Paru Berdasarkan Diagnosis Dan Gejala TB Paru
Menurut Karakteristik
Sumber : Riskesdas, 2013
Makalah Tuberkulosis 24
Gambar 2.14 Grafik Prevalensi TB Berdasarkan Provinsi
Sumber : Riskesdas, 2010
Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub
Direktorat Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2&PL tahun 2010 menyebutkan
estimasi kasus baru TB di Indonesia tahun 2006 adalah 275 kasus/100.000
penduduk/tahun (0,275%) dan pada tahun 2010 turun menjadi 244 kasus/100.000
penduduk/tahun (0,244%). Data ini diperoleh berdasarkan hasil laporan dari fasilitas
kesehatan yang tergabung dalam program Directly Observed Treatment, Short-
course (DOTS) di seluruh Indonesia. Data prevalensi sebelumnya yang
menggunakan uji konfirmasi laboratorium adalah data Prevalensi Nasional hasil
Survey Prevalensi TB pada tahun 2004 yang memberikan angka prevalensi Nasional
TB berdasarkan pemeriksaan mikroskopis BTA terhadap suspek adalah sebesar 104
kasus/100.000 penduduk (0,104%). Kecendrungan meningkatnya angka Prevalensi
Nasional TB bila dibandingkan antara hasil Survei Prevalensi TB 2004 (0,1%
terhadap suspek) dan hasil Riskesdas 2010 (0,7% pada populasi) dapat hendaknya
menjadi perhatian yang serius bagi Program TB di Indonesia. Meskipun terjadi
peningkatan Case Detection Rate dan Cure Rate yang tinggi setiap tahunnya tetapi
percepatan penyebaran penyakit di masyarakat masih lebih tinggi. Metode active
case finding terhadap populasi usia 15 tahun ke atas yang diterapkan pada Riskesdas
2010 memberikan kenyataan tentang hal ini dimana kasus TBC di masyarakat masih
sangat tinggi.
Makalah Tuberkulosis 25
Gambar 2.15 Prevalensi TB Berdasarkan Provinsi Pada Riskesdas 2007 dan
2010
Berdasarkan Gambar 2.15, diketahui bahwa provinsi dengan angka
prevalensi TB paru tertinggi untuk tahun 2007 melalui diagnosis nakes (D) adalah
Provinsi Papua dengan angka 1,89, sedangkan provinsi dengan angka prevalensi
TB paru terendah untuk tahun 2007 melalui diagnosis nakes (D) adalah Provinsi
Lampung dengan angka 0,11. Provinsi dengan angka prevalensi TB paru tertinggi
untuk tahun 2007 melalui diagnosis nakes dan gejala (DG) adalah Provinsi Papua
Barat dengan angka 2,55, sedangkan provinsi dengan angka prevalensi TB paru
terendah untuk tahun 2007 melalui diagnosis nakes dan gejala (DG) adalah
Provinsi Lampung dengan 0,31. Secara keseluruhan, angka prevalensi penyakit
tuberkulosis pada tahun 2007 di Indonesia melalui diagnosis nakes adalah sebesar
0,4, sedangkan melalui diagnosis nakes dan gejala adalah sebesar 0,99. Untuk
tahun 2010, provinsi dengan angka prevalensi penyakit tuberkulosis tertinggi
melalui diagnosis nakes adalah Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung,
Makalah Tuberkulosis 26
Provinsi DI. Yogyakarta dan Provinsi Bali dengan angka 0,3 sedangkan provinsi
dengan angka prevalensi penyakit tuberkulosis tertinggi melalui diagnosis nakes
adalah Provinsi Papua dengan angka 1,5. Provinsi dengan angka prevalensi
penyakit tuberkulosis terendah melalui diagnosis nakes dan gejala tahun 201
adalah Provinsi Bali dengan angka 1,6, sedangkan provinsi dengan angka
prevalensi penyakit tuberkulosis tertinggi melalui diagnosis nakes dan gejala
tahun 2010 adalah Provinsi Papua Barat dengan angka 7,9. Secara keseluruhan,
angka prevalensi penyakit tuberkulosis pada tahun 2010 di Indonesia melalui
diagnosis nakes adalah sebesar 0,7, sedangkan melalui diagnosis nakes dan gejala
adalah sebesar 3,3.
Makalah Tuberkulosis 27
Gambar 2.17 Jumlah Penderita TB Paru Per Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan Tahun 2014
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Prov.Sulsel Tahun 2014
a. Berdasarkan host
1. Umur
Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari
Afrika dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi
meningkat seiring dengan peningkatan usia (Christian, 2012). Di Indonesia,
dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar masyarakat pada usia
Makalah Tuberkulosis 28
produktif telah tertular (Heriyani, 2013). Penelitian dengan pendekatan
prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan
bahwa usia produktif (55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada
usia yang non produktif pada penderita TB Paru (Herper, 2010).
2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita
TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan
mengkonsumsi alkohol dan rokok (Depkes RI, 2007). Penelitian dengan
pendekatan prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005
melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita
pada penderita TB Paru (Permatasari, 2005).
3. Status Gizi
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan
timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat
memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah
terkena penyakit infeksi (Supariasa, 2012). Hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang
rendah (Supariasa, 2012). Penelitian Kartasasmita (2009) dengan desain
prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2008 melaporkan
bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi
baik pada penderita TB Paru.
4. Status Imunisasi BCG
Salah satu upaya pengendalian infeksi Mycobacterium Tuberculosis
adalah dengan imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG). Imunisasi BCG
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi bakteri. Imunitas yang
terbentuk dengan imunisasi BCG untuk mencegah penyebaran TB secara
hematogen bukan mencegah penyebaran secara perkontinuitatum dan limfogen
(Cissy, 2009)
5. Sosial ekonomi
Banyaknya penderita tuberkulosis paru terjadi pada masyarakat kelas
ekonomi rendah dengan tingkat pendidikan rendah dan pekerjaan yang tidak
tetap sehingga pengetahuan tentang penyakit menular juga rendah. WHO
Makalah Tuberkulosis 29
(2010) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang
pada kelompok dengan sosial ekonomi yang lemah atau miskin (Cissy, 2009).
3. Faktor Penyebab (Determinan) Penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut teori Gordon dalam Helper (2010), mengemukakan bahwa timbulnya
suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent),
penjamu (host), dan lingkungan (environment). Ketiga faktor penting ini disebut segi
tiga epidemiologi (epidemiologi triangle), hubungan ketiga faktor tersebut
digambarkan secara sederhana sebagai timbangan yaitu agent penyebab penyakit
pada satu sisi dan penjamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai
penumpunya.
Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan seimbang,
maka seseorang berada dalam keadaan sehat, perubahan keseimbangan akan
menyebabkan seseorang sehat atau sakit, penurunan daya tahan tubuh akan
menyebabkan bobot agent penyebab menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi
sakit, demikian pula bila agent penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan
faktor penjamu tetap, maka bobot agent penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya
bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat
(Kartasasmita, 2009).
Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agent
penyebab penyakit, maka orang akan sakit, pada prakteknya seseorang menjadi sakit
akibat pengaruh berbagai faktor berikut :
a. Agent
Mycobacterium Tuberculosis adalah suatu anggota dari famili
Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium
tuberculosis menyebabkan penyakit pada manusia dan sering menyebabkan
infeksi. Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya
Mycobacterium Leprae, Mycobacterium paratuberkulosis paru dan
Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau
tidak dapat terklasifikasikan (Depkes, RI. 2007).
Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul
atau manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient untuk memenuhi syarat untuk
menimbulkan penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar
penyakit dapat manifest. Agent yang mempengaruhi penularan penyakit
Makalah Tuberkulosis 30
tuberkulosis paru adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Agent ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan
virulensi (Kartasasmita, 2009). Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme
untuk menimbulkan penyakit pada host. Pathogenitas agent dapat berubah dan
tidak sama derajatnya bagi berbagai host. Berdasarkan sumber yang sama
pathogenitas bakteri tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah (Depkes, RI.
2007).
Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host
dan berkembang biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas
bakteri tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah
keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi
bakteri tuberkulosis paru termasuk tingkat tinggi, jadi bakteri ini tidak dapat
dianggap remeh begitu saja (Helper, 2010).
b. Host
Manusia merupakan reservoar untuk penularan bakteri Mycobacterium
Tuberculosis, bakteri tuberkulosis paru menular melalui droplet nuclei. Seorang
penderita tuberkulosis paru dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI,
2007). Menurut Kemenkes (2011), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis
paru di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita
rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah
dengan ventilasi baik, bakteri ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik
lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa
menangkap bakteri penyebab tuberkulosis. Faktor risiko terjadinya penyakit
tuberkulosis paru secara umum terkait dengan faktor bakteri penyebab penyakit
(agent), yang telah diuraikan sebelumnya. Faktor lainnya adalah yang terdapat
pada individu (host) yang dalam penelitian ini di ukur dari kebersihan diri,
sedangkan faktor lingkungan (environment) di ukur dari sanitasi (Depkes, RI.
2007).
Makalah Tuberkulosis 31
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far
advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
O. Penatalaksanaan Tuberkulosis
Menurut Muttaqin (2008) pentalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita (active casefinding).
1. Pencegahan Tuberkulosis
a. Pemeriksaan kontrak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif.
Pemeriksaan meliputi testuberkulin, klinis dan radiologi. Bila testuberkulin
postif, maka pemeriksaan radiologis foto toraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan Bacillus Calmette dan Guerin (BCG)
vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan
diberikan kemoprofilaksi.
b. Masschest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu..
c. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmettedan Guerin).
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH (Isoniazid) 5% mg/kg BB selama
6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi
menyusui pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder
diperlukan bagi kelompok berikut:
1) Bayi di bawah 5 tahun dengan basil tes tuberkulin positif karena risiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB.
2) Anak remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang bergaul
erat dengan penderita TB yang menular.
Makalah Tuberkulosis 32
3) Individu yang menunjukkan konversi hasil testuberkulin dari negatif menjadi
positif.
4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif
jangka panjang.
5) Penderita diabetes melitus.
e. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI).
f. Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB bovinum dengan
cara menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulinnya positif. Susu dipasteurisasi
sebelum dikonsumsi.
2. Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan TB paru yaitu untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung Directly Observed Treatment (DOT) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
Makalah Tuberkulosis 33
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Program nasional pemberantasan tuberkulosis paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada
urutan kebutuhan pengobatan, sehingga penderita dibagi dalam empat kategori
antara lain, sebagai berikut :
a. Kategori I
Kategori I untuk kasus dengan sputum positif dan penderita dengan
sputum negatif. Dimulai dengan fase 2HRZS (E) obat diberikan setiap hari
selama dua bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi negatif dilanjutkan
dengan fase lanjutan, bila setelah 2 bulan masih tetap positif maka fase
intensif diperpanjang 2-4 minggu, kemudian dilanjutkan tanpa melihat sputum
positif atau negtaif. Fase selanjutannya adalah 4HR atau 4H3R3 diberikan
selama 6-7 bulan sehingga total penyembuhan 8-9 bulan.
b. Kategori II
Kategori II untuk kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
Fase intensif dalam bentuk 2HRZES-1HRZE, bila setelah fase itensif sputum
negatif dilanjutkan fase lanjutan. Bila dalam 3 bulan sputum masih positif
maka fase intensif diperpanjang 1 bulan dengan HRZE (Obat sisipan). Setelah
4 bulan sputum masih positif maka pengobtan dihentikan 2-3 hari. Kemudian
periksa biakan dan uji resisten lalu diteruskan pengobatan fase lanjutan.
c. Kategori III
Kategori III untuk kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya
tidak luas dan kasus tuberkulosis luar paru selain yang disebut dalam
kategori I, pengobatan yang diberikan adalah 2HRZ/6 HE, 2HRZ/4 HR,
2HRZ/4 H3R3.
d. Kategori IV
Kategori ini untuk tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena
kemungkinan pengobatan kecil sekali. Negara kurang mampu dari segi
kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup, sedangkan
negara maju pengobatan secara individu dapat dicoba pemberian obat lapis 2
Makalah Tuberkulosis 34
seperti Quinolon, Ethioamide, Sikloserin, Amikasin, Kanamisin dan
sebagainya.
Makalah Tuberkulosis 35
5. Pasien TB dengan Kelainan Hati Kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT
tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau
peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan
dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak
boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
6. Pasien TB dengan Gagal Ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis
ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan
ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu
hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas
pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan
dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien
dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
7. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes
(sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat
digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB,
dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien diabetes mellitus sering terjadi
komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian
etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.
8. Pasien TB yang perlu Mendapat Tambahan Kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa pasien seperti:Meningitis TB, TB milier dengan atau tanpa meningitis, TB
dengan Pleuritis eksudativa dan TB dengan Perikarditis konstriktiva.
9. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
Makalah Tuberkulosis 36
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
Pasien TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang
disertai kelainan neurologik.
Makalah Tuberkulosis 37
a. Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Makalah Tuberkulosis 38
c. Skintest (PPD, mantoux, tine, andvollmer,patch)
d. ChestX-ray
e. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis
f. Needle biopsio flung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel- sel besar yang
mengindikasikan nekrosis
g. Elektrolit
h. Bronkografi
i. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru-paru, tetapi tidak
Makalah Tuberkulosis 39
menutup kemungkinan juga dapat ditularkan ke organ lain seperti otak, ginjal,
tulang dan lainya.
2. Jenis-jenis TBC ada 7 TBC paru-paru, TBC kalenjar getah bening, TBC mata,
TBC perut, TBC tulang dan sendi, TBC ginjal dan TBC kulit.
3. Di Indonesia penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di
masyarakat. Bedasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1993,
di Indonesia penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi penyebab
kematian ketiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan lainnya,dengan
angka insiden sebesar 107 per100 ribu penduduk.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis adalah umur, jenis kelamin,
status gizi dan faktor sosial ekonomi.
5. Penularan penyakit tuberkulosis dapat melalui percikan dahak dari penderita
tuberkulosis yang terkontaminasi dengan bakteri Mycobacterium Tuberkulosis
yang menyebar ke udara ketika penderita tersebut bersin atau batuk.
6. Hasil Riskesdas 2013 tidak berbeda dengan Riskesdas 2007 yang menghasilkan
angka prevalensi TB paru 0,4%. Prevalensi TB paru berdasarkan gejala batuk 2
minggu secara nasional sebesar 3,9% dan prevalensi TB paru berdasarkan gejala
batuk darah sebesar 2,8%. Provinsi dengan prevalensi TB paru berdasarkan
diagnosis tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-
masing sebesar 0,6%. Sedangkan Provinsi Riau, Lampung, dan Bali merupakan
provinsi dengan prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis terendah yaitu masing-
masing sebesar 0,1%.
7. Penatalaksanaan tuberkulosis paru terdiri atas tiga bagian, yaitu pencegahan,
pengobatan dan penemuan penderita (active casefinding).
3.2 Saran
Penyakit tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang sangat
berbahaya. Namun, dibalik sifatnya yang mematikan, sebenarnya penyakit ini dapat
ditekan di dalam menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang fatal di dalam
masyarakat. Upaya bersama yang harus senantiasa digalakkan oleh pemerintah dan
Makalah Tuberkulosis 40
para praktisi kesehatan adalah dengan memberikan pemahaman tentang urgensinya
pencegahan primer kepada masyarakat terhadap kejadian penyakit tuberkulosis yakni
dengan pemberian vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG) dan perbaikan higine
personal serta penciptaan sanitasi lingkungan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A.F., 2010 . Analisis Spasial Penyakit Tuberkulosis Paru BTA Positif di Kota
Administrasi Jakarta Selatan tahun 2007-2009. Tesis. FKM UI.
Makalah Tuberkulosis 41
Anies, 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan; Solusi Mencegah dan Menanggulangi
Penyakit Menular. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2010. Laporan
Nasional Riset Kesehatan Dasar 2010.
Christian, 2012. Faktor Resiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karateristik Wilayah sebagai
Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani
Kabupaten Jayapura Propinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11
No 1 April 2012.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan.
Ginanjar, G.W., 2008. TBC Pada Anak, Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Heriyani, F., 2013. Risk Factors of the Incidence of Pulmonary Tuberculosis in Banjarmasin city,
Kalimantan, Indonesia, International Journal of Public Health Science (IJPHS).Vol. 2, No.
1, Maret 2013.
Hiswani, 2009. Tuberkulosis merupakan penyakit Infeksi yang Masih menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat, http://library.usu.ac.id/dowload/fkm:hiswani6.pdf2009,
Diakses pada tanggal 15 April 2017. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Kartasasmita, CB, 2009. Epidemiologi Tuberkulosi Sari Pediatri, Vol. 11, No 2, Agustus 2009.
Makalah Tuberkulosis 42
Muttaqin, Arif 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan ,
Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Supariasa, I Dewa Nyoman. Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2012. Penilaian Status gizi. Buku
Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sylvia, Price dan M. Lorainne Wilson 2012, Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi ke 6, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : EGC.
Makalah Tuberkulosis 43