Professional Documents
Culture Documents
WOUND HEALING
Pembimbing:
Penyusun:
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Referat Ilmu Bedah
Wound Healing
2
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian
3
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
4
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil,
tetapi pada bagian ujung luka biasanya akan melebar (Samper ,2007;
libby, 2011).
g. Luka gigitan (Vulnus Marsom), yaitu luka yang ditimbulkan akibat
gigitan binatang seperti anjing, kucing, monyet, ular, serangga.
h. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,
listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah
kulit (Julia, 2000; Sudjatmiko, 2010).
5
II.3 Penutupan luka
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit
sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan fungsi
(Monaco and Lawrence, 2003). Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3
kategori, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan
pada luka (David, 2004).
6
parut yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar (Mallefet and Dweck,
2008).
Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan
kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan
tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas
dibandingkan dengan penyembuhan primer (Diegelmann and Evans, 2004).
7
Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka
8
luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan
luka terdiri dari:
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Schwartz and Neumeister, 2006)
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler
yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing,
sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya
platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka
(clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan
pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan
endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10
menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf
sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi
vasodilator: histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal
lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit
(terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan
fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian
akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding
dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping
fagositosis adalah (MacKay and Miller, 2003):
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta
terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai
pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat
9
pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-
4.
10
beberapa substansi (kolagen, elastin, asam hyaluronat, fibronectin dan
proteoglikans) yang berperan dalam membangun jaringan baru (Mallefet and
Dweck, 2008).
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan
baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh
fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga
fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel
dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut
sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas
sintetiknya disebut fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses
fibroplasia adalah (MacKay and Miller, 2003):
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,
mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka.
Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat
(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya
ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka
merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di
daerah luka, karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan
turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan
proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet
dan makrofag (growth factors).
11
mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan
baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi
myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal (David, 2004; Monaco and Lawrence, 2003).
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
berkualitas. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna
kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan
serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10
setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan
dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi
pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen)
yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih
matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
12
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan
terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan
kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome
atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing
individu, lokasi, serta luasnya luka (David, 2004; Mallefet and Dweck, 2008;
Schwartz and Neumeister, 2006).
13
Gambar 5. Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan
berlangsung secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1)
fase inflamasi, (2) fase proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat
mempengaruhi perkembangan melalui tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh
dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini berfokus pada peran interaktif
glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1, IL-1, IL-6, TNF-, dan IL-10).
Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang penting untuk
penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1), kemokin CC ligan 2
(CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), protein
chemotactic monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP -l),
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-
(TNF-), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-
derived (PDGF), dan faktor pertumbuhan fibroblas dasar (bFGF)
14
2.5.1 Kulit
Fase penyembuhan luka dapat diibagi 3 tahap yang saling terkait dan
overlap: inflamasi, formasi jaringan baru dan remodelling. Hal pertama yang
terjadi setelah cedera pada jaringan adalah inflamasi melalui peran sel-sel
inflamasi. Sel inflamasi pertama yang direkrut adalah neutrofil. Sel-sel inflamasi
akan secara masiv menginfiltrasi luka pada 24 jam pertama setelah cedera.
Neutrofil akan memasuki tahap apoptosis segera setelah menginfiltrasi luka dan
kemudian mengeluarkan sitokin selama proses apoptosis itu, dimana sitokin-
sitokin tersebut berperan dalam rekruitmen sel makrofag. Makrofag akan menuju
jaringan luka 2 hari setelah cedera dan melakukan aktifitas fagositosis.
Proses selanjutnya adalah pembentukan formasi jaringan baru. Proses
reepitelisasi ini dimulai beberapa jam setelah formasi luka terbentuk. Keratinosit
dari tepi luka akan bermigrasi melintasi wound bed pada permukaan antara dermis
luka dan bekuan fibrin. Migrasi ini difasilitasi oleh produksi protease spesifik
seperti kolagenase dari sel epidermal untuk mendegradasi matrix ekstraseluler.
Angiogenesis masiv akan terjadi seiring kebutuhan akan suplai oksigen dan
nutrien jaringan untuk penyembuhan luka. Kemudian beberapa dari fibroblast
akan berdiferensiasi menjadi miofibroblas. Sel kontraktile ini akan membantu
menyambung jarak antar tepi luka. Disaat bersamaan growth factors yang
diproduksi jaringan granulasi akan memudahkan proliferasi dan diferensiasi sel
epitelial memperbaiki integritas barier epitel.
Fase terakhir adalah remodeling yang terdiri atas apoptosis miofibroblas,
sel endotelial dan makrofag. Pada fase ini akan terjadi involusi bertahap dari
jaringan granulasi dan terjadi regenerasi kulit (Modero and Khosrotehrani, 2010).
15
sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat penyembuhan
luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan
sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka,
kematian jaringan dan kontaminasi.
Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan
mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
Pemberian sitostatik, obat penekan imun misalnya setelah transplantasi organ, dan
kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh setempat
seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati seperti sekuester dan
nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka (Sjamsuhidajat and Jong, 1997).
16
dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan
sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga
normal dan tepi luka menyatu.
Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain (Dudley, 2000; Julia, 2000):
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
17
atau pembersihan secara bedah, abortus dengan septis, melahirkan dengan
pertolongan persalinan yang tidak adekuat, pemotongan dan perawatan tali pusat
tidak adekuat, gigitan binatang dengan banyak jaringan nekrotik, ulserasi kulit
dengan jaringan nekrotik, segala macam tipe gangrena, operasi bedah pada
saluran cerna mulai dari mulut sampai anus, otitis media puralenta. Masa
inkubasi penyakit tetanus tidak selalu sama tapi pada umumnya 8 12 hari, akan
tetapi dapat juga 2 hari atau beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Bertambah
pendek masa inkubasi bertambah berat penyakit yang ditimbulkannya.
Penyakit tetanus tidak menimbulkan kekebalan pada orang yang telah
diserangnya. Angka kematian penderita tetanus sangat tinggi sekitar 50 %, angka
itu akan bertambah besar pada rumah sakit yang belum lengkap peralatan
perawatan intensifnya, mungkin lebih rendah pada rumah sakit dengan perawatan
intensif yang sudah lengkap.
Oleh sebab itu pencegahan penyakit ini sangat penting dan perlu mendapat
perhatian yang utama. Usaha yang ditempuh mengatasi penyakit ini adalah :
a. Memberikan kekebalan aktif kepada semua orang
b. Melakukan tindakan profilaksis tetanus terhadap orang yang luka secara
benar dan tepat.
c. Mengobati penderita tetanus dengan perawatan intensif secara
multidisipliner.
18
hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu
tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi
merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang
bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral
wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan
penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep
madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid,
sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan
dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka
(Sjamsuhidajat and Jong, 1997).
19
BAB III
KESIMPULAN
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan waktu penyembuhan luka, proses terjadinya,
dan derajat kontaminasi. Sementara itu proses penutupan pada luka terbagi
menjadi 3 kategori, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta
perlakuan pada luka, yaitu primer, sekunder, dan tersier
20
2009) Luka kronik dapat disebabkan oleh pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik
serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik pasien sehat maupun mereka
yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka kronik antara lain: ulkus
dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi lama, ulkus stasis vena,
ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka operasi lama.
21
DAFTAR PUSTAKA
2.Dudley HAF, Eckersley JRT, et al. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah.
Jakarta : EGC
3.David LD. 2004. Ethicon: Wound Closure Manual. Minnesota: Ethicon inc. pp: 6-8.
4.Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic
and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.
5.Harding, KG; Morris, G K patel. 2002. Science, medicine, and the future Healing
chronic wounds. BMJ Vol 324
6.Julia S. Garner. 2000. Guideline For Prevention of Surgical Wound Infections Hospital
Infections Program Centers for Infectious Diseases Center for Disease Control.
http://wonder.cdc.gov/wonder/prevguid/p0000420/p0000420.asp#head004000000
000000 ( diakses 05 April 2013)
8.MacKay D and Miller AL. 2003. Nutritional support for wound healing. Alt med rev.
8(4): 360-1.
9.Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound healing. Biomed
Scient. 609-15.
10.Mangram AJ, Horan TC, et al. 1999. Guideline for prevention of surgical site
infection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-80.
www.medscape.com/viewarticle/414393_4 ( diakses 05 April 2013)
22
11.Metcalfe, Anthony D and Ferguson, Mark W.J. Tissue engineering of replacement
skin: the crossroads of biomaterials, wound healing, embryonic development,
stemcells and regeneration. J. R. Soc. Interface 2007 4, 413-437
12.Monaco JL and Lawrence WT. 2003. Acute wound healing: an overview. Clin Plastic
Surg. 30: 1-12.
13.Samper Gimenez. 2007. Orbital Penetrating Wound By A Bull Horn, Arch Soc ESP
Oftamol 2007; 82: 645-648.
www.oftalmo.com/seo/archivos/maquetas/1/...D8FA.../articulo.pdf. (diakses 05
April 2013)
15.Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta :
EGC. 3: 72-81.
16.Sudjatmiko, Gentur. 2010. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta :
Yayasan Khasanah Kebajikan.
23