You are on page 1of 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberian obat menjadi salah satu tugas seorang perawat yang paling penting.
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien.
Perawat bertanggung jawab pada obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat
tersebut benar. Obat yang diberikan kepada pasien, menjadi bagian integral dari
rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien
terhadap pengobatan.Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat
minum obat karena alasan tertentu. Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual
atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien tidak bisa mengkonsumsi obat juga
harus diperhatikan. Rencana tindakan keperawatanan harus mencangkup rencana
pemberian obat, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama
kerja obat dan program dari dokter.
Perawat bertanggungjawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Perawat
diharuskan untuk mengetahui segala komponen dari perintah pemberian obat serta
mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang
diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung
jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau
obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Sekali obat telah
diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi.
Buku-buku referensi obat seperti, Daftar Obat Indonesia (DOI), Physicians Desk
Reference (PDR), dan sumber daya manusia, seperti ahli farmasi, harus dimanfaatkan
perawat jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan,
kontraindikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi, atau reaksi yang
merugikan dari pengobatan. Sebelum sesuatu obat diberikan atau dikonsumsi

1
seseorang, obat telah melalui berbagai proses antara lain proses penyediaan,
pengolahan, pengijinan, perdagangan, pengorderan, pemblian dan pemakaian. Pada
aspek pemberian obat, perawat harus yakin tentang order pengobatan yang dibuat
oleh dokter sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan pelaksanaannya
(Rahmat, 2016).
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan
dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Pengobatan
atau medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik atau
menyembuhkan. Obat dapat diklasifikasikan melalui beberapa cara, antara lain
berdasarkan bahan kimia penyusunnya, efek yang ditimbulkan oleh tubuh
manusia.Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian
obat menjadi tugas perawat yang paling penting. Tidak semua pasien tahu tentang
obat dan cara kerja obat, ini disebabkan adanya beberapa factor diantaranya gangguan
visual, pendengaran, intelektual, atau motorik yang mungkin membuat pasien sukar
untuk minum obat. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab bahwa obat itu benar
diminum atau tidak. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon
pasien dalam terapi medis dan cara pemberian obat yang tepat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran perawat dalam pemberian obat?
2. Bagaimana asuhan keperawatan dalam pelaksanaan pemberian obat?
3. Bagaimana prinsip pemberian obat?
4. Apa saja implikasi keperawatan saat pemberian obat?
5. Apa yang dimaksud dengan kesalahan pengobatan?
6. Bagaimana pertimbangan khusus pemberian obat pada kelompok usia tertentu?
7. Apa saja jenis-jenis pemberian obat?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemberian obat

2
b. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dalam pemberian obat
c. Untuk mengetahui apa saja prinsip pemberian obat
d. Untuk mengetahui implikasi keperawatan saat pemberian obat
e. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesalahan pengbatan
f. Untuk mengetahui pertimbangan khusus dalam pemberian obat
berdasarkan usia tertentu
g. Untuk mengetahui jenis-jenis pemberian obat
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui peran kolaboratif perawat dalam pelaksanaan prinsip
farmakologi
b. Untuk mengetahui cara mencegah kesalahan pemberian obat

D. Manfaat
Adapun manfaat yang kami harapkan dan rasakan setelah mengerjakan
makalah ini adalah dapat menambah pengetahuan kami mengenai materi Tindakan
Kolaborasi dalam Pelaksanaan Prinsip Farmakologi dan Psikofarma mulai dari
peran perawat dalam pemberian obat, asuhan keperawatan dalam pemberian obat,
prinsip pemberian obat, implikasi keperawatan saat pemberian obat, kesalahan
pengobatan, pertimbangan khusus dalam pemberian obat berdasarkan usia tertentu,
serta jenis-jenis pemberian obat. Dengan demikian, kami lebih mengetahui lagi
akan materi ini. kami berharap makalah ini tak hanya meninggalkan manfaatnya bagi
kami tetapi bagi para pembaca sekalian. Makalah ini dapat dijadikan sebagai data
penunjang pembelajaran ataupun reftrensi pembuatan tugas lain yang terkait.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Perawat dalam Pemberian Obat


Menurut Setyawati (2015) keberhasilan terapi obat sangat dipengaruhi oleh
peran perawat secara kolaboratif dalam melaksanakan manajemen terapi obat.
Manajemen terapi obat dilaksanakan dengan cara melakukan proses keperawatan
secara maksimal. Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping
yang akan ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respons klien, dan
membantu klien menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
1. Peran perawat
Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seorang
sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial dari
profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran
perawat dalam pemberian obat adalah:
a. Independen
Pelaksanaan pemberian obat harus dilakukan dengan tepat oleh perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan. Prinsip 12 benar harus menjadi aturan
yang selalu diterapkan perawat untuk memberikan hasil terapi yang efektif
dan efisien.
b. Interdependen
Sebagai tim yang memberikan asuhan keperawatan medis kepada pasien,
perawat harus berkolaborasi denga sejawat maupun profesi lain seperti
dokter, apoteker, analisis maupun ahli gizi. Pemberian terapi pada pasien
akan saling terkait dan berkesinambungan untuk mencapai peningkatan
kesehatan pasien. Diperlukan kerja sama dan komunikasi yang harmonis
dalam memantau pemberian terapi maupun perkembangan kesehatan pasien.

4
c. Dependen
Perawat tidak berhak memberikan obat tanpa resep dokter atau instruksi dari
dokter penanggung jawab pasien. Segala kewenangan terkait dengan terapi
pengobatan berada pada dokter dan apoteker sebagai ahli di bidang
farmakologi.
d. Peneliti
Riset dan perkembangan obat adalah proses yang kompleks dan merupakan
salah satu daya tarik dan segi yang penting dari praktik keperawatan
profesional. Proses keperawatan semakin menguatkan intregasi dari pilihan-
pilihan riset obat.
2. Peran Kolaboratif Perawat dalam Pelaksanaan Prinsip Farmakologi
Menurut Priharjo (2005) adapun beberapa peran kolaboratif perawat dalam
pelaksanaa prinsip faarmakologi, yaitu:
a. Peran sebagai Pendidik Kesehatan
Secara moral perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan
pada pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan
mencakup informasi tentang penyakit kemajuan pasien, obat, cara merawat
pasien. Pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan peberian obat yaitu
informasi tentang obat efek samping cara minum obat waktu dan dosis.
b. Peran dalam Mendukung Keefektifitasan Obat
Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja dan efek
terapeutik obat, perawat harus mampu melakukan observasi untuk
mengevaluasi efek obat dan harus melakukan upaya untuk meningkatkan
keefektifitasan obat. Pemberian obat tidak boleh dipandang sebagai
pengganti perawatan, karena upaya kesehatan tidak dapat terlaksana dengan
pemberian obat saja. Pemberian obat harus dikaitkan dengan tindakan
perawatan. Ada berbagai pendekatan yang dapat dipakai dalam
mengevaluasi keefektifitasan obat yang diberikan kepada pasien. Namun,
laporan langsung yang disampaikan oleh pasien dapat digunakan pada

5
berbagai keadaan. Sehingga, perawat penting untuk bertanya langsung
kepada pasien tentang keefektifitasan obat yang diberikan.
c. Peran dalam Mengobservasi Efek Samping dan Alergi Obat
Perawat mempunyai peran yang penting dalam mengobservasi pasien
terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat.untuk melakukan hal
ini, perawat harus mengetahui obat yang diberikan pada pasien serta
kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Beberapa efek samping obat
khususnya yang menimbulkan keracunan memerlukan tindakan segera
misalnya dengan memberikan obat-obatan emergensi, menghentikan obat
yang diberikan dan secepatnya memberitahu dokter.
Perawat harus memberitahu pasien yang memakai/ minum obat di rumah
mengenai tanda-tanda atau gejala efek samping obat yang harus dilaporkan
pada dokter atau perawat. Setiap pasien mempunyai ketahanan yang berbeda
terhadap obat. Beberapa pasien dapat mengalami alergi terhadap obat-obat
tertentu. Perawat mempunyai peran penting untuk mencegah terjadinya
alergi pada pasien akibat pemberian obat. Data tentang alergi harus diperoleh
sewaktu perawat melakukan pengumpulan data riwayat kesehatan.
d. Peran Dalam Menyimpan, Menyiapkan dan Administrasi Obat
Cara menyimpan, menyiapkan, dan administrasi obat sangat berfariasi
antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain. Namun pada
prinsipnya perawat harus memberikan perhatian terhadap hal-hal ini.
Perawat harus tahu tata cara menyimpan obat yang benar karena
penyimpanan yang salah dapat merusak struktur kimia maupun efek pada
obat. Pada umumnya, obat tidak boleh terkena sinar matahri langsung,
terkena cahaya yang tajam, disimpan ditempat yang lembab, atau dsimpan
pada tempat yang bersuhu ekstrim (>40oC).
Dalam persiapan obat, perawat harus memeriksa tanda kadaluarsa obat, cara
penggunaan, dan pemberiannya. Perawat juga harus menguasai dasar-dasar

6
perhitungan obat misalnya dalam menyiapkan pemberian dosis insulin,
injeksi, pembuatan larutan, dan lain-lain.
Sistem administrasi obat dirumah sakit dipengaruhi oleh banyak hal. Rumah
sakit suasta mempunyai sistem administrasi obat yang berbeda dengan
rumahsakit negeri baik dalam penetalaksanaan, permintaan, pemberian,
maupun pencatatan dan pelaporan. Sistem administrasi obat dipengaruhi
pula oleh jenis rumah sakit. Misalnya dalam penatalaksanaan obat-obat
emergensi. Beberapa rumah salit tipe A maupun B melengkapi oabat
emergensi hampir pada setiap unit keperawatan sedangkan dirumah sakit
tipe C penyediaan obat emergensi biasanya dipusatkan di unit gawat darurat
atau emergensi. Sistem administrasi di puskesmas pada prinsipnya telah
diaur oleh Departemen Kesehatan. Tujuan administrasi obat ini menyangkut
aspek pertanggungjawaban penggunaan obat.

B. Asuhan Keperawatan
Menurut Setyawati (2015) asuhan keperawatan adalah suatu proses atau
serangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan kepada klien dengan
menggunakan proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi
etika dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
Tugas perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat
melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap
pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek
samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan
dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Denagn
demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut
bertaggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga
kesehatan lainnya.

7
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien
sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap
menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternatif,
diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga
kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan
sesuai dengan kebutuha klien.
1. Pengkajian
a. Riwayat medis
Riwayat medis memberi indikasi atau kontraindikasi teradap terapi obat,
penyakit atau gangguan membuat klien berisiko terkena efek samping yang
merugikan. Contoh, jika seseorang klien mengalami ulkus lambung atau
cenderung mengalami pendarahan maka senyawa yang mengandung aspirin
atau antikoagulasi akan meningkatkan kemungkinan pendarahan. Masalah
kesehatan jangka panjang, misalnya diabetes melitus atau arthristis, yang
membutuhkan pengobatan, member perawat informasi tentang tipe obat
yang sedang klien gunakan. Riwayat pembedahan klien dapat mengindikasi
obat yang digunaka, contoh: setelah tiroidektomi seorang klien mungkin
membutuhkan penggantian hormon. Dari riwayat ini, perawat dapat meminta
supaya klien diresepkan obat yang rutin digunakan (contoh, synthroid dan
obat antihipertensi), jika obat-obat tersebut belum diresepkan saat klien
datang.
b. Riwayat Alergi
Apabila klien memiliki riwayat alergi terhadap obat, perawat harus memberi
informasi kepada tim medis lainnya dan anggota keluarga pasien. Alergi
terhadap makanan juga harus didokumentasikan dengan cermat karena
banyak obat mengandung unsur yang terkandung dalam sumber makanan,
salah satunya seperti kerang. Apabila klien yang alergi terhadap kerang
maka klien akan sensitif terhadap produk yang mengandung yodium.
Disebuah rumah sakit, klien mengenakan pita identifikasi yang memuat

8
daftar alergi obat. Semua alergi harus dicatat pada catatan penerimaan klien,
catatan medis, dan riwayat medis.
c. Data Obat
Perawat mengkaji informasi tentang setiap obat, termasuk kerja, tujuan,
dosis normal, rute pemberian, efek samping, dan implikasi keperawatan
dalam pemberian dan pengawasan obat. Pertanyaan umum yang perlu
dipikirkan antara lain: apakah ini dosis terkecil yang mungkin
diprogamkan (pertanyaan yang berkaitan dengan lansia). dapatkah obat
tertentu berinteraksi dengan obat lain yang sedang digunakan, dan adakah
instruksi khusus tentang pemberian obat?.
Beberapa sumber seringkali harus dikonsultasikan untuk memperoleh
keterangan yang dibutuhkan. Buku farmakologi, jurnal keperawatan,
Physicians Desk reference, lembar sisipan obat, dan ahli farmasi merupakan
sumber yang berharga. Perawat bertanggung jawab untuk mengetahui
sebanyak mungkin informasi tentang obat yang diberikan. Banyak
mahasiswa keperawatan menyiapkan atau membeli kartu dan/atau buku yang
memuat keterangan obat untuk mereka gunakan sebagai rujukan cepat.
d. Riwayat Diet
Riwayat diet memberikan keterangan tentang pola makan dan pilihan
makanan klien. Perawat kemudian dapat merencanakan penjadwalan dosis
obat yang lebih efektif dan menganjurkan klien menghindari makanan yang
dapat berinteraksi dengan obat.
e. Kondisi klien terkini (pemeriksaan fisik)
Status fisik dan mental klien yang berkesinambungan dapat menentukan
apakah obat sebaiknya diberikan dan cara pemberian obat. Contoh, perawat
memeriksa tekanan darah sebelum memberi sebuah obat antihipertensi.
Apabila klien mual, kemungkinan ia tidak dapat menelan tablet. Temuan
pengkajian dapat juga memberi data dasar dalam mengevaluasi efek terapi
obat.

9
Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi
mengenai status kesehatan pasien. Tujuan khusus pemeriksaan fisik adalah:
1) Mengidentifikasi status normal dan kemudian mengetahui adanya
variasi dari keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-
keluhan dan gejala-gejala pasien,
2) Penampisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan
3) Pemantauan masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini. Infomasi ini
menjadi bagian dari catatan/rekam medis (medical record) pasien,
menjadi dasar data awal dari temuan-temuan khusus yang kemudian
selalu diperbaharui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu.
f. Persepsi klien atau masalah koordinasi
Klien yang fungsi persepsi dan koordinasinya terbatas kemungkinan sulit
menggunakan obat secara mandiri. Perawat harus mengkaji kemampuan
klien dalam mempersiapkan dosis dan menggunakan obat dengan benar.
Apabila klien tidak mampu menggunakan obat dengan mandiri, perawat
dapat mempelajari apakah ada anggota keluarga atau teman yang dapat
membantu.
g. Sikap klien terhadap penggunaan obat
Sikap klien terhadap obat menunjukkan tingkat ketergantungannya pada
obat. Klien seringkali enggan mengungkapkan perasaannya tentang obat,
khususya jika ia mengalami ketergantungan obat. Untuk mngkaji sikap klien,
perawat perlu mengobservasi perilaku klien yang mendukung buku
ketergantungan obat.

h. Pengetahuan klien dan pemahaman tentang terapi obat


Pengetahuan klien dan pemahaman tentang terapi obat mempengaruhi
keinginan atau kemampuannya dalam mengikuti suatu progam pengobatan.
Apabila klien tidak memahami tujuan obat, penjadwalan dosis yang teratur,

10
metode pemberian yang tepat, efek samping yang mungkin timbul
memungkinkan klien tidak mematuhi progam pengobatan.
Ketika mengkaji pengetahuan klien tentang sebuah obat, perawat perlu
mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien:
1) Apakah guna obat tersebut?
2) Bagaimana dan kapan anda menggunakannya?
3) Apa efek samping yang pernah timbul?
4) Pernahkan anda menghentikan penggunaan obat?
5) Apakah ada hal lain yang tidak anda pahami dan ingin anda ketahui
tentang obat btersebut?
Apabila riwayat tingkat kepatuhan klien rendah, perawat sebaiknya juga
memeriksa sumber yang dapat klien manfaatkan untuk membeli obat.
i. Kebutuhan pembelajaran klien
Dengan mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang sebuah obat, perawat
menetapkan instruksi yang klien perlukan. Perawat mungkin perlu
menjelaskan kerja dan tujuan obat, efek samping obat yang akan timbul,
teknik pemberian obat yang benar, dan cara mengingat jadwal obat. Apabila
seorang klien diresepkan suatu obat baru, instruksi tertentu harus diberikan.
Teman atau anggota keluarga mungkin perlu dilibatkan. Secara singkat
pengkajian dapat meliputi :
1) Data Subjektif
a) Riwayat kesehatan klien sekarang
b) Pengobatan sekarang
c) Riwayat kesehatan dahulu
d) Lingkungan klien
e) Tanyakan obat-obat yang diresepkan, pemakaian vitamin, pil KB,
aspirin/asetaminofen, antihistamin/dekongestan, kafein & nikotin.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan laboratorium

11
b) Pemeriksaan diagnostik
c) Pemeriksaan fisik
(1) Merupakan data dasar untuk perbandingan yang akan datang.
(2) Pusatkan perhatian pada gejala-gejala dan organ-organ yang
kemungkinan besar terpengaruhi oleh terapi obat.
2. Diagnosa
Pengkajian memberi data tentang kondisi klien, kemampuannya dalam
menggunakan obat secara mandiri, dan pola penggunaan obat. Semua ini dapat
digunakan untuk menentukan masalah aktual atau potensial pada terapi obat.
Perawat mengelompokkan batasan karakteristik untuk menegakkan diagnosa
keperawatan yang akurat.
Untuk mencegah dan mengatasi ketidakpatuhan, perawat harus berfikir kritis
dalam menginterpretasi data pengkajian agar dapat menegakkan diagnosa yang
benar. Diagnosa keperawatan yang sering berkaitan dengan terapi obat antara lain
(berdasarkan Nanda International: Diagnosa Keperawatan 2009-2011):
Domain 1: Promosi Kesehatan
Kelas 2: Manajemen Kesehatan
a. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Kegagalan untuk mencakupkan a) Kompleksitas regimen terapeutik
kebiasaan pengobatan ke dalam b) Kesulitan ekonomi
kehidupan sehari-hari c) Pola perawatan kesehatan keluarga
Kegagalan untuk melakukan d) Kurang pengetahuan
tindakan untuk mengurangi faktor e) Kurang dukungan sosial
risiko
Mengungkapkan kesulitan dalam
regimen yang ditetapkan
Mengungkapkan keinginan untuk

12
mengatasi penyakit
Membuat pilihan dalam
ketidakefektifan hidup sehari-hari
untuk memenuhi tujuan kesehatan

b. Ketidakefektifan manajemen regimen tarapeutik keluarga


Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Akselerasi gejala penyakit dari a) Kerumitan regimen terapeutik
anggota keluarga b) Konflik keputusan
Ketidaktepatan aktivitas keluarga c) Kesulitan ekonomi
untuk memenuhi tujuan kesehatan d) Banyak tuntutan
Kegagalan untuk melakukan e) Konflik keluarga
tindakan untuk mengurangi faktor f) Kerumitan sistem pelayanan
risiko kesehatan

Kurang perhatian pada penyakit


Mengungkapkan keinginan untuk
menangani penyakit
Mengungkapkan kesulitan dengan
regimen yang ditetapkan

Domain 2: Nutrisi
Kelas 4: Metabolisme
a. Risiko gangguan fungsi hati
Faktor risiko: Medikasi hepatotoksik (mis.,
asetaminofen, statin)
Penyalahgunaan zat (mis., alkohol,
kokain)

13
Kelas 5: Hidrasi
b. Risiko kekurangan volume cairan
Faktor risiko: medikasi (mis., diuretik)
Domain 3: Eliminasi dan Pertukaran
Kelas 1: Fungsi urinarius
a. Inkontinensia urinarius aliran berlebih
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Distensi kandung kemih a) Efek samping obat kolinergik
Volume residu pascaberkemih b) Efek samping penyekat saluran
tinggi kalsium
Nokturia c) Efek samping obat dekongestan

Terlihat rembesan involunter


sedikit volume urin
Melaporkan rembesan involunter
sedikit volume urin
b. Inkontinensia urinarius
dorongan
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Terlihat tidak mampu mencapai a) Asupan alkohol
toilet pada waktunya untuk b) Asupan kafein
menghindari keluarnya urin c) Penggunaan diuretik
Melaporkan dorongan berkemih
Melaporkan keluarnya urin
involunter dengan kontraksi
kandung kemih
Melaporkan keluarnya urin
involunter dengan spasme kandung
kemih

14
Melaporkan ketidakmampuan
mencapai toilet pada waktunya
untuk mengeluarkan urin
Kelas 2: Fungsi gastrointestinal
a. Konstipasi
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Anoreksia Farmakologis
Perubahan pola defekasi a) Antasida mengandung aluminium
Penurunan frekuensi b) Antikolinergik

Penurunan volume feses c) Antikonvulsan

Distensi abdomen d) Antidepresan

Feses keras dan berbentuk e) Agens antilipemik


f) Garam bismuth
Sakit kepala
g) Kalsium karbonat
Mual
h) Penyekat saluran kalsium
Mengejan pada saat defekasi
i) Diuretik
Tidak dapat mengeluarkan feses
j) Garam besi
k) Kelebihan dosis laksatif
l) Agen antiinflamasi nonsteroid
m) Opiate
n) Fenotiazid
o) Sedatif
p) Simpatomimetik
b. Diare
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Nyeri abdomen Situasional
Sedikitnya 3 kali buang air besar a) Efek samping medikasi
cair per hari b) Penyalahgunaan laksatif

15
Kram c) Penyalahgunaan alkohol
Bising usus hiperaktif d) Radiasi
Ada dorongan
c. Disfungsi motilitas gastrointestinal
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Tidak ada flatus Agen farmaseutikal (mis.,
Kram abdomen narkotik/opiat, laksatif, antibiotik,
Distensi abdomen anestesi)

Nyeri abdomen
Perubahan bising usus (mis., tidak
ada, hipoaktif, hiperaktif)
Diare
Mual
Muntah

Domain 4: Aktivitas /Istirahat


Kelas 1: Tidur/istirahat
a. Insomnia
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Afek tampak berubah a) Konsumsi alkohol
Tampak kurang bergairah b) Efek obat/efek samping obat
Pasien menyatakan sulit tidur
Pasien menyatakan sulit tidur
nyenyak
Pasien menyatakan kurang puas
tidur (saat ini)
Pasien menyatakan kurang

16
bergairah
Pasien menayatakan sulit tidur
kembali setelah terbangun
Pasien menyatakan gangguan tidur
yang berdampak pada keesokan hari
Pasien menyatakan bangun terlalu
pagi

Kelas 2: Aktivitas/Latihan
b. Hambatan mobilitas fisik
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Penurunan waktu reaksi Obat
Kesulitan membolak-balik posisi
Dispnea setelah beraktivitas
Pergerakan gemetar
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi

Kelas 4: Respon kardiovaskuler/pulmonal


c. Risiko perdarahan
Faktor risiko: Efek samping terkait terapi (mis.,
pembedahan, pemberian obat,
pemberian produk darah,
kemoterapi)
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Faktor risiko: Efek samping terkait terapi (obat)
e. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal

17
Faktor risiko: Efek samping terkait terapi
(medikasi, anestesia)
f. Risiko ketidakefektifan perfusi ginjal
Faktor risiko: Efek samping terkait terapi (obat)

Domain 5: Persepsi/Kognisi
Kelas 4: Kognisi
a. Risiko konfusi akut
Faktor risiko: Demensia
Medikasi/obat: Anestesia,
Antikolinergik, Difenhidramin.
Medikasi multipel, Opioid,
Psikoaktif
Usia di atas 60 tahun
Penyalahgunaan zat
b. Defisiensi pengetahuan
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Perilaku hiperbola a) Keterbatasan kognitif
Ketidakakuratan mengikuti perintah b) Salah interpretasi informasi
Ketidakakuratan performa uji c) Kurang pajanan

Perilaku tidak tepat (mis., histeria, d) Kurang minat dalam belajar


bermusuhan, agitasi, apatis) e) Kurang dapat mengingat

Pengungkapan masalah f) Tidak familier dengan sumber


informasi
c. Kurasakan memori
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Mengalami lupa Gangguan neurologis
Lupa melakukan perilaku pada

18
waktu yang telah dijadwalkan
Ketidakmampuan menentukan
apakah perilaku tertentu telah
dilakukan
Ketidakmampuan mempelajari
informasi baru
Kelas 5: Komunikasi
d. Hambatan komunikasi verbal
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Tidak ada kontak mata Efek samping obat
Tidak bicara
Dispnea
Ketidaktepatan verbalisasi
Pelo
Kesulitan memahami pola
komunikasi yang biasa, dll

Domain 10: Prinsip-prinsip hidup


Kelas 3: Nilai/Keyakinan/Keselarasan atau kesesuaian tindakan
a. Kepatuhan
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Perilaku menunjukkan individual a) Dorongan motivasi
gagal mematuhi ketetapan b) Keyakinan kesehatan
Terjadi perkembangan komplikasi c) Pengaruh kebudayaan
Terdapat perburukan gejala d) Keterampilan penyuluhan dari

Gagal mengalami perkembangan penyedia layanan kesehatan

kesehatan e) Biaya
f) Durasi

19
g) Keterlibatan anggota dalam rencana
kesehatan

Domain 11: Keamanan/Perlindungan


Kelas 1: Infeksi
a. Risiko Infeksi
Faktor risiko: Prosedur invasif
Agen farmasis/obat (mis.,
imunosupresan)
Kelas 2: Cedera fisik
b. Risiko aspirasi
Faktor risiko: Pemberian medikasi
c. Risiko jatuh
Faktor risiko: Medikasi Inhibitor angiotensinconverting
enzyme (ACE)
Penggunaan alkohol
Agen antiansietas
Agen antihipertensi
Diuretik
Hipnotik
Narkotik/opiat
Obat penenang
Antidepresan trisiklik
d. Risiko cedera
Faktor risiko: Eksternal: Zat kimia (mis., racun,
polutan, obat, agen farmasis, alkohol,
nikotin, pengawet, kosmetik)

20
Internal: Disfungsi imun-autoimun

e. Kerusakan membran mukosa oral


Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Lidah berwarna putih a) Kemoterapi
Deskuamasi b) Iritan kimia (mis., alkohol, obat,
Kesulitan bicara penggunaan inhaler atau agen

Kesulitan makan berbahaya lain secara teratur)

Kesulitan menelan c) Efek samping obat

Rasa tidak nyaman pada mulut


Lesi ada mulut
Nyeri mulut
Ulkus pada mulut
Melaporkan sensasi yang tidak
enak di dalam mulut
Stomatitis
Berck putih
f. Ketidakefektifan perlindungan
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Gangguan koagulasi a) Penyalahgunaan alkohol
Anoreksia b) Terapi obat (mis., antineoplastik,
Menggigil kortikosteroid, imun, antikoagulan,

Batuk trombolitik)

Penurunan imunitas c) Terapi (radiasi)

Disorientasi
Dispnea
Letih

21
Imobilitas
Gangguan penyembuhan
Insomnia
Gatal
Respons stres maladaptif
Gangguan neurosensorik
Berkeringat
Ulkus dekubitus
Gelisah
Lemah
g. Kerusakan integritas kulit
Batasan karakteristik: Faktor yang berhubungan:
Kerusakan lapisan kulit Eksternal
Gangguan permukaan kulit a) Zat kimia
Invasi struktur tubuh b) Medikasi
c) Radiasi
h. Risiko trauma vaskuler
Faktor risiko: Kecepatan infus
Tempat pemasangan
Lama waktu pemasangan
Sifat larutan (mis., konsentrasi,
iritan kimia, suhu, pH)

3. Perencanaan
Tahap perencanaan dari proseskeperawatan ditandai dengan penetapan
tujuan atau hasil yang diharapkan. Kriteria tujuan perencanaan yang efektif yaitu:
a. Spesifik : berpusat pada klien dan jelas menunjukkan perubahan yang
diharapkan

22
b. Measurable: dapat diukur (memungkinkan perawat untuk secara objektif
mengukur perubahan dalam status klien
c. Realistik : memperhtikan sumber yang tersedia untuk mencapai hasil yang
diperkirakan
d. Achievable: menentukan kemajuan dengan kecepatan jelas
e. Time: menunjukkan kapan respons yang diharapkan harus terjadi
Perawat harus merencanakan aktivitas perawatan dengan baik agar dapat
dipastikan bahwa teknik dan hasil pemberian obat aman serta efektif. Perawat juga
harus merencanakan untuk menggunakan waktu yang efisien selama memberikan
obat dan mengajarkan klien tentang obat yang digunakannya. Perawat dapat
merencanakan penggunaaan obat secara mandiri untuk klien, keluarga dan
masyarakat, jika klien telah direncanakan untuk pulang.
Kriteria hasil yang harus dicapai oleh perawat maupun pasien dalam proses
pengobatan antara lain :
a. Tidak ada komplikasi yang timbul akibat rute pemberrian obat yang
digunakan,
b. Efek terapeutik obat yang di programkan dicapai dengan aman sementara
kenyamanan klien tetap dipertahankan,
c. Klien dan keluarga memahami terapi obat,
d. Pemberian obat secara mandiri dilakukan dengan aman,
e. Tidak terjadi reaksi efek samping obat yang dapat merugikan dan
membahayakan pasien.
4. Implementasi
Fase penerapan meliputi tindakan keperawatan yang perlu untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi farmakologi dalam keperawatan dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Pemberian obat dan pengkajian efek obat terhaao klien. Intervensi
keperawatan berfokus pada pemberian obat yang aman dan efektif.
Intervensi dilakukan dengan menyiapkan obat secara cermat dan

23
memberikannya dengan benar (lihat 12 benar). Perawat harus
mendokumentasi obat yang diberikan, agar tidak terjadi pemberian obat
ganda.
b. Penyuluhan dan pengajaran kepada klien. Meningkatkan kepatuhan klien
terhadap aturan terapi obat adalah komponen yang penting dalam pendidikan
kesehatan. Informasi yang salah tentang pemberian obat akan berakibat fatal
terhadap klien. Informasi yang diberikan perawat adalah tentang tujuan
pengobatan, kerja obat dan efeknya.
1) Pendidikan kesehatan
a) Prinsip: merupakan proses yang terus menerus.
b) Persiapan :
(1) Kaji kebutuhan klien akan pengajaran.
(2) Kaji motivasi dan minat klien terhadap pengajaran.
c) Jadilah pendengar dan pengamat yang aktif untuk klien.
2) Pengajaran efektif
a) Lingkungan tenang dan bebas dari hal-hal yang dapat menggangu
perhatian.
b) Informasi menarik, sesuai menat dan sesuai dengan pengertian klien.
c) Mengikutsertakan anggota keluarga atau teman dalam rencana
pengajaran.
d) Menggunakan media yang melibatkan perangsanagn beberapa indera
dan partisipasi aktif klien.
e) Meminta klien dan keluarga untuk mendemonstrasikan kemballi yang
telah diajarkan.
3) Klien harus mempelajari pedoman dasar berikut supaya dapat
menggunakan obat dengan aman di rumah :
a) Simpan setiap obat di dalam wadah aslinya yang berlabel.
b) Pastikan label dapat dibaca.
c) Buang obat yang sudah kadaluarsa.

24
d) Selalu habiskan obat yang diresepkan.
e) Buang obat ke dalam bak cuci piring atau ke toilet.
f) Jangan beriakn obat yang diresepkan kepada anggota keluarga atau
teman.
g) Simpan obat yang perlu didinginkan di lemari pendingin.
4) Mengapa pasien tidak patuh dalam meminum obatnya ?
a) Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan itu.
b) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya.
c) Sukarnya memperoleh obat tersebut di luar rumah sakit.
d) Mahalnya harga obat.
e) Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin
bertanggung jawab atas pemberian obat iu kepada pasien.
5) Faktor-faktor yang sering ditemukan dalam ketidakpatuhan:
a) Lupa
b) Kurang pengetahuan
c) Efek samping
d) Rendah hati
e) Depresi
f) Kurangnya kepercayaan terhadap sistem asuhan keperawatan
g) Persoalan keluarga
h) Hambatan bahasa
i) Tingginya biaya pengobatan
j) Ansietas
k) Kurang motivasi
5. Evaluasi
a. Kaji ulang bersama klien dan keluarga mengenai kebutuhan untuk perawatan
tindak lanjut, jika dibutuhkan.

25
b. Dorong untuk menentukan pilihan-pilihan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari.
c. Rujuk klien kepada SDM, sesuai dengan kebutuhan.
d. Efektivitas pendidikan kesehatan mengenai terapi obta dan pencapaian
tujuan dinyatakan pada tahap evaluasi dari proses keperawatan.
e. Evaluasi yang dilakukan akan tercapai tergantung dari waktu spesifik yang
ditentukan pada pernyataan tujuan
f. Jika tujuan tidak terpenuhi, perawat perlu menentukan penyebabnya dan
mengkaji ulang sesuai dengan sebabnya
g. Diperlukan adanya penambahan data untuk pengkajian dan lingkup tujuan
baru. Jika tujuan terpenuhi, maka rencana keperawatan telah selesai.

C. Prinsip Pemberian Obat


Menurut Setyawati (2015) prinsip pemberian obat yaitu dengan prinsip 12 benar:
1. Benar klien
a. Memeriksa gelang identifikasi
b. Memeriksa papan nama tempat tidur klien
c. Meminta klien menyebutkan namanya
d. Memeriksa rekam medis, kartu obat/kardeks klien
2. Benar obat
a. Periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah
Komponen perintah pengobatan :
1) Tanggal dan waktu perintah ditulis
2) Nama obat
3) Dosis obat
4) Rute/cara pemberian
5) Frekuensi pemberian
6) Tanda tangan dokter/ pemberi asuhan kesehatan
b. Ketahui alas an mengapa klien menerima obat tersebut

26
c. Periksa label sebanyak 3 kali sebelum memberikan obat-obatan :nama obat,
tanggal kadaluarsa
d. Untuk menghindari kesalahan, label obat harus dibaca 3 kali yaitu :
1) Pada saat melihat botol/ kemasan obat
2) Sebelum menuang obat/ menyiapkan obat
3) Setelah menuang obat/ menyiapkan obat
e. Hati-hati terhadap obat-obat yang bunyinya/ ejaannya mirip, eg: digoksin
dan digitoksin; quinidine dan quinine; Keflex dan kantrex; Demerol dan
dikumarol; Percocet dan Percodan.
f. Terdapat 4 kategori perintah pemberian obat yaitu :
1) Perintah tetap (standing order)
2) Perintah satu kali (single order)
3) Perintah PRN (jika perlu)
4) Perintah STAT (segera)
3. Benar dosis
a. Dosis harus sesuai dengan yang diresepkan pada klien tertentu
b. Hitunglah dosis dengan benar. Jika ragu, dosis obat harus dihitung kembali
dan diperiksa oleh perawat lain
c. Pertimbangan variable perhitungan dosis :
1) Tersedianya obat dan dosis yang diresepkan
2) BB klien
3) Rasio dan proporsi
4) Luas permukaan tubuh
d. Ketika mengukur obat cair, gunakan wadah pengukur yang standar.
4. Benar waktu
a. Saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan
b. Contoh dosis harian :
1) b.i.d = 2 kali sehari
2) t.i.d = 3 kali sehari

27
3) q.i.d = 4 kali sehari
4) q6h = setiap enam jam
c. Berikan obat pada saat yang khusus. jam sebelum/setelah waktu yang
tertulis diresep
d. Berikan obat-obat seperti kalium dan aspirin, yang dapat mengiritasi perut(
mokusa lambung ) bersama-sama dengan makanan.
e. Tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan
untuk pemeriksaan diagnostic, seperti endoskopy, tes darah. Puasa yang
mana merupakan kontraindikasi pemberian obat
f. periksa tanggal kadaluarsa obat.
5. Benar rute/cara
a. Rute yang sering digunakan dalam pemberian obat :
1) Oral (melalui mulut): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul
2) Sublingual (di bawah lidah untuk absorpsi vena)
3) Bukal (diantara gusi dan pipi)
4) Topikal (permukaan kulit)
5) Inhalasi (semprot aerosol)
6) Instilasi (pada mata, hidung, telinga, rektum atau vagina)
7) Parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan intravena.
b. Pilihan rute pemberian obat bergantung pada kandungan obat dan efek yang
diinginkan juga kondisi fisik dan mental klien
c. Perawat sering terlibat dalam menentukan rute pemberian obat yang terbaik
dengan berkolaborasi dengan dokter.
6. Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien
Pedoman keterangan informasi edukasi (KIE) perawat kepada pasien atau
keluarga:
a. Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya
di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah
pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu

28
dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting untuk penyakit-
penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes
melitus, dan lain-lain
b. Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien
mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum
pasien pulang ke rumah, perawat perlu memberikan KIE kepada pasien
maupunkeluargatentang:
1) Nama obatnya.
2) Kegunaan obat itu.
3) Jumlah obat untuk dosis tunggal.
4) Jumlah total kali minum obat.
5) Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik
tidak diminum bersama susu)
6) Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
7) Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
8) Rute pemberian obat.
9) Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
10) Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan
bermotor pada terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin.
11) Cara penyimpanan obat, perlu lemari es atau tidak
12) Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau tidak
7. Benar reaksi dengan obat lain
Pemberian obat harus bebas dari interaksi obat yang merugikan. Missal,
pada penggunaan obat seperti chloramphenicol berikan dengan omeprazole pada
penggunaan kronis.
8. Benar reaksi terhadap makanan
Obat memiliki sensitivitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika obat itu
harus diminum sebelum makan (antecimun atau a.c ) untuk memperoleh kadar

29
yang diperlukan harus diberikan satu jam sebelum makan, misalnya tetrasiklin.
Sebaliknya ada obat yang harus diminum setelah makan, misalnya indometasin.
9. Benar pengkajian
a. Memeriksa ttv dan keluhan klien sebelum obat diberikan
b. Tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan
untuk pemeriksaan diagnostic, seperti tes darah puasa yang merupakan
kontraindikasi pemeriksaan obat.
10. Benar evaluasi
a. Perawat memantau respon klien terhadap obat secara berkesinambungan
b. Perawat harus mengetahui kerja terapeutik dan efek samping yang umum
muncul dari setiap obat
c. Perubahan kondisi klien dapat secara fisiologis berhubungan dengan status
kesehatan
d. Perawat harus mewaspadai reaksi yang akantimbul ketika klien
mengkonsumsi beberapa obat
e. Tujuan pemberian obat yang aman dan efektif dicapai memalui evaluasi
cermat teknik dan respon klien terhadap terapi dan kemampuan klien
mengemban tanggung jawab merawat diri sendiri
f. Lihat efek kerja/terapeutik dari obat yang diberikan dan lihat efek samping
yang diharapkan maupun tidak diharapkan
Langkah evaluasi untuk menentukan apakah terapeutik obat yang di
programkan telah dicapai dengan aman :
1) Menanyakan klien apakah ia mengalami respons yang bias timbul akibat
penggunaan obat
2) Memantau respon klien terhadap obat (contoh, obat hipertensi/penurunan
tekanan darah)
g. Evaluasi ada atau tidaknya untuk menentukan bahwa ada komplikasiyang
terkait dengan rute pemberian obat :

30
1) Mengobservasi adanya memar, implamasi, nyeri setempat,
atau perdarahan di tempat injeksi
2) Menanyakan klien tentang adanya rasa baal atau rasa kesemutan di
tempatinjeksi.
3) Mengkaji adanya gangguan saluran cerna, termasuk mual, muntah,
dandiare pada klien
4) Menginspeksi tempat IV untuk mengetahui adanya fleblitis,
termasuk demam, pembengkakkan dan nyeri tekan setempat.
h. Evaluasi tingkat keamanan dan kenyamanan klie :
1) Memantau efek samping atau toksik yang potensial, reaksi alergi,
atauinteraksi obat
2) Mengevaluasi klien selama 30 menit setelah diberi obat untuk
mengetahuiadanya gejala ketidaknyamanan.
i. Evaluasi pemahaman klien tentang terapi pengobatan:
1) Meminta klien menjelaskan tujuan, kerja, dosis, jadwal pemberian obat,
danefek samping yang munkin
2) Meminta klien menjelaskan waktu setiap obat digunakan selama sehari.
j. Evaluasi kemampuan klien menggunakan obat secara mandiri dan aman.
Langkah evaluasi untuk menentukan kemampuan klien menggunakan obat
secara mandiri dan aman:
1) Mengobservasi klien saat mempersiapkan dosis obat yang diprogramkan
2) Mengobservasi kllien yang memberi dosis obat yang diprogramkan
11. Benar dokumentasi
a. Catat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan
b. Catat respon klien terhadap pengobatan
c. Apabila obat tidak diberikan karena misalnya, klien menolak atau ada
kontraindikasi terhadap obat tersebut, maka informasi ini di masukkan ke
dalam catatan pengobatan

31
d. Apabila klien menolak sebuah obat atau sedang menjalani pemeriksaan atau
prosedur yang membuat sebuah dosis obat terlewat, dalam catatan perawat,
perawat menuliskan alasan obat tersebut tidak diberikan
e. Beri tanda (lingkari) dan tandatangani (inisial) waktu pemberian obat yang
diprogramkan pada catatan obat, ketika suatu dosis terlewat
f. Komponen dokumentasi
1) Catat informasi segera sesuai tindakan pemberian obat yang telah
dilakukan. Melputi: nama obat, dosis, rute, waktu dan tanggal, inisial dan
tanda tangan perawat, respon klien terhadap pengobatan.
12. Hak-Hak Klien Dalam Pemberian Obat
Karena adanya resiko potensial yang berhubungan dengan pemberian obat,
seorang klien memiliki hak untuk:
a. Mengetahui nama, tujuan, kerja obat, dan efek potensial yang tidak
diinginkan.
b. Menolak sebuah obat tanpa memperhatikan konsekuensinya.
c. Meminta perawat atau dokter berkualitas untuk mengkaji riwawat obat,
temasuk alergi.
d. Mendapatkan nasihat yang benar berkenaan dengan sifat suatu terapi obat
yang pernah muncul dan memberi persetujuan untuk penggunaannya,
e. Menerima obat yang dilabel dengan aman tanpa merasa tanpa merasa tidak
nyaman sesuai dengan 12 benar pemberian obat
f. Menerima terapi pendukung yang diperlukan terkait dengan terapi obat yang
dijalani.
g. Tidak menerima obat yang tidak perlu.

D. Implikasi Keperawatan
Menurut Setyawati (2015) ada beberapa implikasi keperawatan, yaitu:
1. Jelaskan apa yang anda ingin kerjakan. Usahakan mendapatkan kerjasama dari
klien. Berikan waktu bagi klien untuk bekerjasama.

32
2. Tunjukan empati dan perhatian bagi tiap klien, demikian pula teknik yang
tepat.
3. Hilangkan kecemasan. Dorong klien untuk menyatakan perasaannya.
4. Letakkan klien dalam posisi yang diperlukan.
5. Pergunakan jarum dan tabung suntik dengan ukuran yang sesuai untuk klien.
Berikan obat hanya melalui rute yang diperintahkan.
6. Periksa kulit sebelum memberikan setiap suntikan.
7. Pergunakan teknik aseptik sewatu memberikan obat. Teknik steril digunakan
dalam rute parental.
8. Jangan memberikan suntikan subkutan atau intramuskular pada daerah yang
mengalami peradangan, edema, ataumempunyai lesi (tahi lalat, tanda lahir,
parut).
9. Ganti tempat suntikan untuk menghilangkan absorpsi obat. Catat tempat
suntikan.
10. Jangan berikan suntikan IM pada tempat dorsogluteal pada anak-anak. Lebih
baik memilih vastus lateralis.
11. Isi kolom cairan dengan jumlah cairan yang dipakai bersama obat jika klien
diawasi asupan dan keluarannya. Berikan hanya cairan yang diperbolehkan
dalam diet.
12. Amati klien terhadap reaksi yang tidak diinginkan, dan laporkan tanda
pertama dengan segera.
13. Nilai kemampuan klien untuk menelan sebelum memberikan obat-obat
peroral.
14. Tetaplah bersama klien sampai obat-obat oral telah ditelan.
15. Berikan obat-obat pada tempat yang sesuai.

E. Kesalahan Pengobatan
Menurut Setyawati (2015) kesalahan pengobatan adalah suatu kejadian yang
dapat membuat klien menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi obat yang

33
tepat. Kesalah pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam
pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, dan pemberian obat. Sistem
penyaluran obat di rumah sakit harus diirancang seefektif dan seefesien mungkinagar
ada sebuah sistem pemeriksaan dan keseimbangan, hal ini akan membantu
mengurangi kesalahan pengobatan.
Sebagai profesi yang mempunyai peran sebagai advokat, perawat baiknya tidak
menyembunyikan kesalahan pengobatan. Pada catatan kasus klien bila terjadi
kesalahan pengobatan harus dicatat obat apa yang telah diberikan kepada klien,
pemberitahuan kepada dokter, efek samping yang klien alamisebagai respon terhadap
keaslahan pengobatan, dan upaya upaya yang dilakukan untuk menetralkan obat.
Perawat bertanggung jawab melengkapi laporan yang menjelaskan sifat insiden
tersebut.
Laporan insiden bukan merupakan pengakuan tentang suatu kesalahan atau
menjadi dasar untuk memberikan hukuman dan bukan merupakan bagian catatan
medis klien yang sah. Laporan ini merupakan analisis objektif tentang apa yang
terjadi dan merupakan penatalaksanaan risiko yang dilakukan institusi untuk
memantau kejadian semacam ini. Laporan kejadian membantukomite interdisiplin
meng-identifikasi kesalahan dan menyelesaikan masalah sistem di rumah sakit yang
mengakibatkan terjadinya kesalahan.

Tabel 5. Cara mencegah kesalahan pemberian obat

Kewaspadaan Rasional
Baca label obat dengan teliti Banyak produk obat tersedia dalam
kotak, warna dan bentuk yang sama.
Pertanyaan pemberian banyak tablet Kebanyakan dosis terdiri dari satu atau
atau vial dalam dosis tunggal. dua tablet atau kapsul atau satu vial dosis
tunggal. Interpretasi yang salah terhadap
program pengobatan dapat

34
mengakibatkan pemberian dosis tinggi
yang berlebihan.
Waspada obat-obatan bernama sama. Banyak nama obat terdengar sama
(misalanya: digoksin dan digitoksin).
Cermati angka di belakang koma. Beberapa obat tersedia dalam jumlah
yang merupakan per-kalian satu sama
lain (contoh: tablet Coumadin dalam
tablet 2,5 mg dan 25 mg).
Pertanyaan peningkatan dosis yang Kebanyakan dosis diprogramkan secara
tiba-tiba dan berlebihan. bertahap agar dokter dapat memantau
efek terapeutik dan responnya.
Ketika suatu obat baru atau obat yang Jika dokter menggunakan nama pendek
tidak lazim diprogramkan, atau singkatan tidak resmi untuk obat
konsultasikan kepada sumbernya. yang sering diprogramkan. Apabila
perawat atau ahli farmasi tidak mengenal
singkatan tersebut, obat yang diberikan
atau dikeluarkan dapat salah.
Jangan berupaya menguraikan dan Apabila ragu, tanyakan kepada dokter.
mengartikan tulisan yang tidak dapat Kesempatan terjadinya kesalahan
dibaca. interpre-tasi besar, kecuali perawat
mrmpertanyakan program obat yang sulit
terbaca.
Kenali klien yang memiliki nama akhir Sering kali satu atau dua klien memiliki
sama. Juga minta klien menyebutkan nama akhir yang sama atau mirip. Label
nama lengkapnya. Cermati nama yang khusus pada kardeks atau buku dapat
tertera pada nama terkenal. memberi peringatan tentang masalah
yang potensial.
Cermati ekuivalen Saat terburu-buru, salah mebaca

35
ekuivalen dapat terjadi (contoh: mL =
milliliter dibaca mimligram).

F. Pertimbangan Khusus Pemberian Obat pada Kelompok Usia Tertentu

Menurut Setyawati (2015) tingkat perkembangan klien adalah faktor yang


menentukan cara perawat memberikan obat. Pengetahuan tentang perkembangan
klien membantu perawat mengantisipasi respons klien terhadap terapi obat.

1. Bayi dan Anak


a. Usia, berat badan, area permukaan tubuh dan kemampuan mengabsorbsi dan
mengekresi obat pada anak berbeda-beda.
b. Dosis untuk anak lebih rendah daripada dosis pada dewasa, sehingga
perhatian khusus perlu diberikan dalam menyiapkan obat untuk anak. Obat
biasanya tidak disiapkan dan dikemas dalam rentang dosis yang
distandarisasi untuk anak.
c. Orang tua adalah sumber yang berharga dalam mempelajari cara terbaik
pemberian obat pada anak. Semua anak memerlukan persiapan psikologis
khusus sebelum menerima obat. Agar anak kooperatif perlu dilakukan
prosedur kepada anak, menggunakan kata-kata pendek dan bahasa
sederhana, yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Anak kecil yang
menolak bekerja sama dan terus menolak, walaupun telah dijelaskan dan
didorong mungkin perlu dipaksa secara fisik, apabila hal ini terjadi, lakukan
dengan cepat dan hati-hati. Jika anak dan orang tuanya dapat dilibatkan,
perawat kemungkinan akan lebih berhasil dalam memberikan obat.
d. Ijinkan anak menetapkan pilihan. Jangan pernah memberikan anak pilihan
untuk tidak meminum obatnya. Setelah obat diberikan, perawat dapat
memeberi pujian kepada anak atau menawarkan hadiah kecil.

36
e. Tips pemberian obat kepada anak:
1) Obat oral
a) Bentuk cair lebih aman ditelan untuk mencegah aspirasi.
b) Jus, minuman ringan atau jus yang dibekukan dapat ditawarkan setelah
sebuah obat ditelan.
c) Minuman berkarbonasi yang dituang ke atas serutan es halus
mengurangi mual.
d) Apabila mencampur obat dengan perencah (rasa), misalnya sirup atau
madu, gunakan dalam jumlah kecil.
e) Spuit plastic sekali pakai adalah alat yang paling akurat untuk
menyiapkan dosis cairan, khususnya spuit berukuran kurang dari 10
ml.
f) Pada saat memberikan obat cair, sendok, cangkir plastic dan spuit oral
O (otanpa jarum) akan bermanfaat.
2) Injeksi
a) Perawata bersikap sangat hati-hati saat menyeleksi tempat injeksi IM.
Otot pada bayi dan anak kecil belum berkembang.
b) Anak dapat menjadi tidak kooperatif dan tidak bisa diprediksi. Harus
ada seseorang untuk merestrein anak, jika diperlukan.
c) Bila anak sedang tidur, perawat harus membangunkan anak terlebih
dahulu sebelum menginjeksinya.
d) Mengalihkan perhatian anak dengan bercakap-cakap dan
menggunakan mainan dapat menurunkan persepsi nyeri.
e) Perawat memberikan injeksi dengan cepat dan tidak bertengkar dengan
anak.

37
Tabel 6. Kemampuan Organ Tubuh Bayi dan Anak dari Tinjauan
Farmakokinetika Obat
Tahap Kepampuan reseptor dan kondisi biologis
Farmakokinatika
Absorbsi pH lambung lebih tinggi dari dewasa, akibatnya golongan
obat penisilin akan lebih banyak penyerapannya, sehingga
dpsisinya perlu diturunkan; Waktu pengosongan lambung
yang lebih lambat sehingga obat lebih lama untuk
mencapai kadar puncak; Kulit bayi yang tipis membuat
pemberian obat topical harus hati-hati.
Distribusi Karena bayi mempunyai pengikatan pada protein plasma
yang lebih sedikit, maka terdapat obat bebas lebih,
sehingga toksisitas obat mudah dicapai. Dosis antibiotic
harus diturunkan.
Metabolism atau Aktivitas enzim hati yang masih rendah, sehingga waktu
Biotransformasi paruh lebih panjang. Pertimbangkan kemungkinan
akumulasi obat. Sementara rasa enak yang lebih besar
dengan meningkatnya laju metabolism, membuat waktu
paruh lebih singkat, sehingga dosis perlu dinaikkan.
Ekskresi Eliminasi obat melalui ginjal menurun sampai usia satu
tahun. Penurunan dalam ekskresi obat menyebabkan waktu
paruh yang lebih panjang dan ada kemungkinan terjadi
toksisitas obat.

2. Lansia
a. Pemberian obat pada lansia juga membutukan pertimbangan khusus.
Perubahan fisiologis penuaan, faktor tingkah laku dan ekonomi juga
mempengaruhi penggunaan obat pada lansia.

38
b. Individu berusia lebih dari 65 tahun merupakan pengguna obat terbanyak.
Perawat yang memberikan obat kepada alnsia harus mencermati lima pola
pengguanaan obat klien lansia sebagaimana diidentifikasi sebagai berikut:
1) Polifarmasi artinya klien menggunakan banyak obat, yang diprogramkan
atau tidak, sebagai upaya mengatasi beberapa gangguan secara
bersamaan. Apabila ini terjadi, ada resiko interaksi obat dengan obat yang
lain dan makanan. Klien juga memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami reaksi yang merugikan terhadap pengobatan.
2) Meresekpak obat sendiri (self-prescribing of medication). Berbagai gejala
dapat dialami oleh klien lansia, misalnya nyeri, konstipasi, insomnia, dan
ketidakmapuan mencerna. Semua gejala ini ditemukan pada penggunaan
obat pada yang dijual bebas. Lansia sering kali berupaya mencari pereda
gangguan yang mereka alami dengan meggunakan preparat yang dijual
bebas, obat-obatan rakyat dan jamu-jamuan.
3) Obat yang dijual bebas. Obat yang dijual bebas digunakan oleh 75%
lansia meredakan gejala.banyak preparat yang dijual bebeas mengandung
bahan-bahan yang jika tidak digunakan dengan tepat, dapat menimbulkan
efek samping yang tidak diinginkan, efek yang merugikan atau
dikontraindikasikan untuk kondisi klien.
4) Penggunaan obabt yang salah (misuse). Bentuk-bentuk penggunaan obat
yang salah oleh lansia antara lain: penggunaan berlebihan (everuse),
penggunaan yang kurang (underuse), penggunaan yang tidak
teraturv(erratic use) dan penggunaan yang dikontraindikasikan.
5) Ketidakpatuhan (noncompliance). Ketidakpatuhan didefinisikan sebagai
penggunaan obat yang salah secara sengaja. Dari semua populasi lansia
75% dintaranya tidak mematuhi program pengobatan secara sengaja
dengan mengubah dosis obat karena obbta dirasakan tidak efektif atau
efek samping obat membuat lansia tidak nyaman.

39
c. Prinsip gerontologist untuk pemberian obta sebagai berikut:
1) Kaji riwayat pengobatan lengkap, meliputi: obat-obatan yang lau, pbat-
obatan saat ini, alergi terhadap apapun dan pemahaman klien tentang obat
yang digunakan.
2) Atur jarak pemberian obat oral. Anjurkan klien minum sedikit cairan
sebelum minum obat oral. Dorong klien paling sedikit 150 sampai 180 cc
cairan setelah minum obatnya.
3) Jangan secara rutin memberikan analgesic setiap empat jam.
4) Apabila klien mengalami kesulitan menelan kapsul atau tablet berukuran
besar, minta dokter menggantinya dengan obat cair.
5) Ajarkan alternative pengobatan, misalnya diet yang sesiuai, latihan fisik,
kudapan menjelang tidur dan menurunkan berat badan.

Tabel 7. Pengaruh Kerja Obat pada Lansia


Perubahan Fisiologis Kerja Obat/Respon Intervensi Keperawatan

Rongga Mulut
Elastisitas hilang pada Sulit menelan tablet sering kumur dengan air
rongga mulut, atau kapsul, sensitive hangat jernih. Bersihkan
sehingga menjadi terhadap obat yang gigi dengan dental floss
kering dan pecah- membuat mulut setiap hari. Sikat gigi dan
pecah. kering, rentan terhadap gusi dengan sikat dan cara
S penyakit pada gusi dan yang lembut.
a gigi berlubang.
l Esofagus
u Bersihan esophagus Sulit untuk menelan Posisikan klien tegak.
r lambat karena kampul atau tablet Hancurkan (gerus) obat dan
a kontraksi melemah yang besar. Terjadi berikan bersama makanan,
n dan sfingter pengikisan jaringan dan berikan segelan penuh

40
esophagus bawah oleh obat. cairan bersama obat.
c tidak bisa relaksasi.
e Lambung
r Penurunan peristaltic Meningkatkan efek Anjurkan klien untuk
n dan keasaman iritasi oleh obat yang minum segelas penuh air
a lambung. bersifat asam. dan meminum obat dengan
Perubahan cemilan/makanan tidak
kemampuan kelarutan berlemak untuk mengurangi
obat tertentu. gangguan lambung.
Usus Besar
Tonus otot kolon Ekskresi obat Beri asupan cairan dalam
menurun, reflek melambat, klien jumlah normal, hindari
defekasi hilang, alliran menggunakan laksatif memberikan obat yang
darah di usus secara berlebihan dan menyebabkan konstipasi.
menurun. menyalahgunakannya,
absorpsi obat
melambat.
Pembuluh Darah
Penurunan ketebalan Pembuluh darah rapuh, Hindari penggunaan vena
lipatan kulit klien rentan terhadap perifer sebagai lokasi
(subkutan) pada pendarahan setelah invasif (injeksi IV). Tekan
ekstremitas (lemak prosedur invasif. lokasi injeksi setelah
tubuh sedikit). menyuntikka obat.
Elastisitas kulit dan Observasi adanya
K system vascular perdarahan pada lokasi
u menurun. injeksi.
l Hati
i Penurunan ukuran hati Waktu biotransformasi Pantau tanda kerusakan hati

41
t dan menurunnya lebih panjang. Durasi (ikterus, pruritus, urin
aliran darh hati. kerja obat lebih lama, gelap). Tanyakan dosis
& resiko sesitivitas dan untuk klien yang menderita
toksisitas obat lebih penyakit/ gangguan hati.
S besar.
i Ginjal
s Filtrasi glomerulus Resiko akumulasi obat Cegah retensi urin,
t menurun, fungsi dan toksisitas pertahankan kateter
e tubulus dan aliran meningkat. mengalir tanpa hambatan
m darh ginjal menurun. dan observasi haluaran urin
dengan sering. Pantau tanda
kerusakan ginjal. Tanyakan
dosis untuk klien yang
menderita gangguan/
penyakit ginjal.

G. Pemberian Obat
Pemberian obat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Pemberian Obat Oral
Menurut Setyawati (2015), pemberian obat secara oral ialah sebagai berikut:
a. Cara memberikan obat yang paling aman, paling mudah diberikan, kecuali
klien ada gangguan fungsi cerna dan tidak mampu menelan.
b. Kebanyakan kapsul dan tablt harus diberikan bersama cairan dalam jumlah
yang adekuat. Untuk pasien yang dipasang selang nasogastrik, obat-obatan
cair lebih dipilih. Jika diresepkan tablet atau kapsul, harus dibuka terlebih
dahulu dan dicampur dengan air.

42
c. Pada saat pemberian obat oral, perawat harus melindungi klien dari
kemungkinan aspirasi. Posisi duduk atau berbaring miring akan mencegah
akumulasi obat cair atau padar di belahan tenggorok.
d. Klien yang menelan dengan lambat sebaiknya tidak dipaksa untuk minum
banyak cairan setiap kali menelan.
e. Apabila klien mulai batuk ketika minum obat, perawat harus menunda
pemberian sisa obat sampai klien dapat bernapas dengan mudah.
f. Apabila klien sulit menelan tablet, bentuk obat laindapat dipertimbangkan,
misalnya supositoria.
2. Pemberian Bukal
Menurut Robert (2005) pemberian obat secara bukal ialah sebagai berikut:
Dalam pemberian obat secara bukal, obat diletakkan antara gigi dengan selaput
lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual, pasien
dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam
hingga obat hancur dan diabsorpsi. Kerjasama pasien sangat penting dalam
pemberian obat cara ini karena biasanya pasien akan menelan yang akan
menyebabkan obat menjadi tidak efektf. Cara pemberian ini jarang diberikan
dan pada saat ini hanya jenis preparat hormon dan enzim yang menggunakan
metode ini misalnya hormon polipeptida oksitosin pada kasus obstetrik.
3. Pemberian obat secara sublingual
Menurut Bahtiar (2015) pemberian obat secara sublingual yaitu memasukkan
obat dengan meletakkannya pada bawah lidah pasien. Biasanya obat seperti ini
dilakukan pada pasien yang mengalami penyakit jantung, diletakkan dibawah
lidah dengan maksud agar obat cepat terabsorbsi didalam darah sebab dibah
lidah merupakan tempat yang memiliki banyak kapiler kepiler darah.
4. Pemberian obat secara topikal
Menurut Fardi (2016) pemberian obat secara tropikal ialah sebagai berikut:
Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit
atau pada membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan

43
rectum.tujuan dari pemberian obat topikal secara umum adalah untuk
memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut. Macam macam pemberian obat
topical:
a. Pemberian obat topikal pada kulit: pemberian obat secara topikal adalah
memberikan obat secara lokal pada kulit.tujuan dari pemberian obat secara
topikal pada kulit adalah untuk memperoleh reaksi lokal dari obat
tersebut.
b. Pemberian obat topikal pada mata: pemberian obat melalui mata adalah
memberi obat kedalam mata berupa cairan dan salep.
c. Memberikan obat pada telinga melalui kanal eksternal, dalam bentuk cair.
d. Pemberian obat melalui hidung: pemberian obat yang dilakukan dengan
meneteskan obat pada hidung. Pada umumnya dilakukan pada seseorang
yang mengalami keradangan hidung (rhinitis) atau naso pharing.
5. Pemberian Injeksi
Menurut Setyawati (2015), pemberian obat secara injeksi ialah sebagai berikut:
a. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan
menggunakan teknik steril. Hal ini dikarenakan setelah jarum menembus
kulit, akan ada perlukaan yang dapat menimbulkan terjadinya infeksi.
b. Rute yang digunakan untuk injeksi adalah rute subkutan (SC), intradermal
(ID), intramuskular (IM), dan intravena (IV).
c. Setiap tipe injeksi membutuhkan keterampilan tertentu untuk menjamin obat
mencapai lokasi yang tepat.
d. Efek obat yang diberikan secara parental dapat berkembang dengan cepat,
bergantung pada kecepatan absorpsi obat.
e. Perawat harus melakukan observasi terhadap respons klien secara ketat.
1) Peralatan
a) Spuit

44
(1)Spuit terdiri dari tabung berbentuk silinder dengan bagian ujung
didesain tepat berpasangan dengan jarum hiposermis dan alat
pengisap yang tepat menempati rongga spuit.
(2)Secara umum diklasifikasikan sebagai Luer-lok atau non Luer-lok.
a)) Spuit Luer-lok memerlukan jarum khusus, yang melilit naik ke
ujung spuit dan terkunci aman di tempat, desain ini mencegah
jarum terlepas karena kurang hati-hati.
b))Spuit Luer-lok memerlukan jarum yang dapat langsung
terpasang ke ujung spuit.
(3)Kebanyakan institusi pelayanan kesehatan menggunakan spuit
plastik, sekali pakai yang tidak mahal dan mudah dimanipulasi.
(4)Spuit dibungkus terpisah, dengan atau tanpa jarum steril dalam
sebuah bungkus kertas atau wadah plastik yang kaku.
(5)Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik
pengisap keluar sementara ujung jarum tetap terendam dalam
larutan yang disterilkan. Perawat dapat memegang bagian luar
badan spuit dan pegangan pengisap.
(6)Spuit terdiri dari berbagai ukuran dari 0,5 sampai 60 ml.
(7)Untuk injeksi IM atau IV tidak lazim dipakai spuit yang berukuran
lebih dari 5mi.
(8)Spuit hipermik memiliki dua skala pada bagian spuit. Satu skala
dibagi menjadi ukuran-ukuran kecil dan skala lain menjadi
sepersepuluh milimeter.
(9)Spuit tuberkulin memiliki badan yang panjang dan tipis dengan
jarum tipis yang sebelumnya telah dipasang, spuit tuberkulin
digunakan untuk menyiapkan dosis yang kecil dan tepat untuk bayi
dan anak kecil.
b) Jarum

45
(1)Kebanyakan jarum terbuat dari stainless steel dan hanya digunakan
satu kali.
(2)Jarum memiliki tiga bagian:
a)) Hubungan yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit;
b))Batang jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat;
c)) Dan bevel yakni bagian ujung yang miring
(3) Setiap jarum memiliki tiga karakteristik utama:
a)) Kemiringan bovel
b))Panjang batang jarum
c)) Ukuran atau diameter jarum
(4) Bavel yang panjang lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa tidak
nyaman akibat injeksi SC dan IM.
(5) Panjang jarum bervariasi dari sampai 5 inci. Panjang jarum yang
dipilih berdasarkan ukuran dan berat klien serta tipe jaringan tubuh
yang akan diinjeksi. Seorang anak atau dewasa yang kurus
umumnya memerlukan jarum yang lebih pendek (biasanya 1 sampai
1 12 inci), untuk injeksi IM dan jarum yang lebih pendek (biasanya
3/8 sampai 5/8 inci) untuk injeksi SC.
(6) Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya.
Seleksi ukuran jarum bergantung pada viskositas cairan yang akan
disuntikkan atau diinfuskan.
(7) Injeksi IM biasanya memerlukan jarum berukuran 19 sampai 23,
bergantung pada viskositas obat. Injeksi SC membutuhkan jarum
yang diameternya lebih kecil, misal jarum berukuran 25. Sedangkan
untuk injeksi ID membutuhkan jarum berukuran 26.
2) Langkah-Langkah Mencegah Infeksi Selama Injeksi
a) Untuk mencegah kontaminasi larutan, isap obat dari ampul dengan
cepat, jangan biarkan ampul dalam keadaan terbuka.

46
b) Untuk mencegah kontaminasi jarum, cegah jarum menyentuh daerah
yang terkontaminasi (mis. Sisi luar ampul atau vial, permukaan luar
tutup jarum, dll).
c) Untuk mencegah kontaminasi spuit, jangan sentuh badan pengisap atau
bagian dalam karet, juga ujung spuit tetap tertutup penutup atau jarum.
d) Untuk menyiapkan kulit, cuci kulit yang kotor karena kotoran,
drainase atau feses dengan sabun dan air lalu keringkan.
e) Lakukan gerakan mengusapdan melingkar ketika membersihkan luka
menggunakan swab antiseptik. Usap dari tengah dan bergerak keluar
dalam jarak dua inci.
3) Langkah-Langkah Mempersiapkan Sediaan Injeksi
a) Unit Injeksi Sekali Pakai
(1)Sepuit sekali pakai, dosis tunggal yang telah diisi tersedia untuk
banyak obat.
(2)Perawat harus berhati-hati mengecek obat dan konsentrasinya
karena semua spuit yang diisi tampak miring.
(3)Sistem injeksi Tubex dan Carpuject memanfaatkan mekanisme
plastik yang dapat dipakai kembali, yang memiliki unit jarum
peluru steril, sekali pakai dan sebelumnya sudah diisi.
(4)Perawat memasukkan peluru keadaan sistem tersebut,
mengamankannya (sesuai petunjuk kemasan) dan memeriksa
adanya gelombang pada spuit.
(5)Perawat mendorong pengisap untuk mengeluarkan obat seperti pada
spuit reguler.
(6)Sistem ini didesain untuk menurunkan peluang terjadinya cedera
tertusuk jarum, dika digunakan sesuai dengan anjuran pabrik.
b) Menyiapkan Injeksi dari Sebuah Ampul
(1)Ampul berisi obat dosis tunggal dalam bentuk cairan dan tersedia
dalam beberapa ukuran dari 1 ml dampai 10 ml atau lebih.

47
(2) Ampul tersebuh dari bahan gelas dengan bagian leher mengecil
yang harus dipatahkan agar memungkinkan akses ke obat.
(3) Sebuah lingkungan berwarna di sekeliling leher ampul
mengindikasikan tempat ampul dapat pecah dengan mudah.
(4) Untuk mengaspirasi obat ke dalam spuit, perawat perlu
menggunakan jarum penyaring.
c) Menyiapkan Injeksi dari Vial
(1)Vial merupakan wadah gelas berisi obat dosis tunggal atau
multidosis yang memiliki penyakit karet di bagian atasnya.
(2)Tutup logam atau plastik melindungi penyakit sampai vial siap
digunakan.
(3)Vial berisi larutan dan atau bentuk obat yang kering.
(4)Obat yang tidak stabil dalam larutan dikemas dalam bentuk kering.
(5)Lebel vial menerangkan larutan (pelarut) yang digunakan untuk
melarutkan obat dan jumlah pelarut yang diperlukan untuk
menyiapkan konsentrasi obat yang diinginkan.
(6)Salin normal dan aquades steril adalah larutan yang biasa digunakan
untuk melarutkan obat.
(7)Vial merupakan sebuah sistem tertutup, dan udara harus diinjeksi ke
dalam vial supaya larutan mudah diisap.
(8)Jika didalam vial terdapat ruang hampa udara, maka akan
mempersulit pengisian larutan.
(9)Supaya obat bubuk larut, vial dikocok atau dibulir perlahan di
antara tangan.
(10) Jarum kembali diinsersi untuk mengisap obat yang larut.
4) Mencampur Obat
a) Mencampur obat dari dua vial
(1)Hanya satu spuit dibutuhkan untuk mencampur obat dari dua vial.

48
(2)Perawat mengambil sebuah spuit dan mengaspirasi volume udara
yang ekuivalen dengan dosis obat pertama (vial A).
(3)Perawat menginjeksi udara ke dalam vial A sambil memastikan
jarum tidak menyentuh larutan.
(4)Perawat menarik jarum, mengisap udara yang ekuivalen dengan
dosis obat kedua (vial B), kemudian menginjeksi volume udara ke
dalam vial B.
(5)Perawat segera mengisap obat yang dibutuhkan dari vial B ke
dalam spuit, pada saat ini obat dari vial A belum mengontaminasi
vial B.
(6)Perawat memasang jarum baru yang steril pada spuit dan
menginsersinya ke dalam vial A, berhati-hati supaya tidak
mendorong pengisap spuit dan mengeluarkan obat di dalam spuit ke
dalam vial.
(7)Perawat kemudian mengisap jumlah obat yang diinginkan dari vial
A ke dalam spuit.
Beberapa prinsip ketika mencampur obat dari dua vial:
(1)Jangan mengontaminasi satu obat dengan obat lain.
(2)Pastikan bahwa dosis yang terakhir akurat.
(3)Pertahankan teknik aseptic.
b) Mencampur obat dari satu vial dan satu ampul
(1)Mencampur obat dari sebuah ampul dan sebuah vial merupakan hal
yang sederhana karena tidak perlu menambahkan udara untuk
mengisap obat dari sebuah ampul.
(2)Perawat mula-mula menyiapkan obat dari vial dan kemudian,
dengan menggunakan spuit dan jarum yang sama, isap obat dari
ampul, teknik ini mencegah kontaminasi larutan dari jarum.

49
(3)Menyiapkan Insulin
Insulin adalah hormone yang digunakan untuk mengatasi
peningkatan kadar glukosa dalam darah yang berlebihan (diabetes
mellitus). Obat harus diberikan melalui injeksi karena obat tersebut
merupakan protein dan dengan demikian akan dicerna dan dihancurkan
dalam saluran cerna. Kebanyakan klien penderita diabetes perlu belajar
untuk menginjeksi insulinnya secara mandiri.
Insulin diklasifikasi berdasarkan kecepatan kerjanya yang terdiri
dari kerja cepat, sedang dan lama. Setiap tipe memiliki awitan, puncak
dan durasi kerja yang berbeda-beda. Seorang klien penderita diabetes
memerlukan lebih dari satu tipe insulin. Kadar glukosa darah seorang
klien dikontrol secara berkesinambungan selama periode 24 jam.
Insulin regular yang tidak dimodifikasi merupakan larutan jernih
yang dapat diberikan secara subcutan atau intravena. Tipe lain insulin
merupakan larutan keruh akibat adanya tambahan protein yang
memperlambat absorbsi. Kerja tipe insulin modifikasi yang lebih lambat
ini hanya dapat diberikan persubcutan.
Langkah-langkah menyiapkan insulin adalah sebagai berikut:
(1)Insulin dapat disimpan dengan aman selama sekitar satu bulan pada
temperatur ruangan, tetapi perlu didinginkan selama jangka waktu
yang lebih lama.
(2)Obat tidak boleh langsung diberikan, harus dibiarkan sampai
suhunya sama dengan suhu ruangan.
(3)Sebelum mencampur tipe insulin yang berbeda, setiap vial harus
digulir di antara kedua tangan selama sekurang-kurangnya satu
menit. Hal ini akan menangguhkan kembali pemberian insulin
modifikasi dan membantu menghangatkan obat. Vial insulin tidak
boleh dikocok. Bila dikocok, akan terbentuk busa dan gelembung

50
udara yang membuat partikel insulin terperangkap dan mengubah
dosis.
(4)Insulin diprogramkan dalam dosis tertentu pada waktu yang telah
ditetapkan atau berdasarkan sliding scale (skala perhitungan dimana
angka dapat digeser sesuai keadaan). Hanya insulin reguler yang
digunakan untuk sliding scale. Dengan program sliding scale,
dokter memprogramkan dosis insulin yang berbeda berdasarkan
kadar glukosa darah klien.
Contoh program insulin Sliding Scale sebagai berikut:
Berikan insulin reguler per SC:
a)) 2 U untuk nilai glukosa 200-240 g/dL
b)) 4 U untuk nilai glukosa 241-250 g/dL
c)) 6 U untuk nilai glukosa 251-300 g/dL
d)) Untuk glukosa 300 g/dL hubungi dokter.
Dosis yang berbeda-beda tersebut dapat diberikan dalam satu hari.
(5)Beberapa langkah menyiapkan insulin dari dua vial:
a)) Dengan sebuah spuit dan jarum, injeksi udara yang setara
dengan dosis insulin yang akan diisap ke dalam vial yang berisi
insulin modifikasi (NPH) atau vial yang keruh, jangan
menyentuhkan ujung jarum ke dalam larutan.
b)) Pindahkan spuit dari vial berisi insulin modifikasi.
c)) Dengan spuit yang sama, injeksi udara yang setara dengan
dosis insulin yang akan diisap ke dalam vial berisi insulin
bukan modifikasi (insulin reguler/vial jernih), kemudian isap
dosis yang benar.
d)) Pindahkan spuit dari insulin yang reguler, buang gelembung
udara dari spuit dengan hati-hati.
e)) Kembali ke vial berisi insulin modifikasi (NPH) kemudian isap
dosis yang benar.

51
f)) Berikan campuran insulin dalam lima menit setelah disiapkan.
Insulin reguler berikatan dengan yang modifikasi (NPH) dan
kerja insulin reguler menurun.
g)) Usahakan untuk selalu menyiapkan insulin bukan modifikasi
(reguler) lebih dahulu, hal ini mencegah penambahan insulin
modifikasi ke vial insulin reguler.
5) Prinsip dalam Memberikan Injeksi
a) Karakteristik jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan awitan kerja
obat.
b) Sebelum menyuntikkan sebuah obat, volume obat yang akan diberikan
harus diketahui terlebih dahulu.
c) Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi diberikan tidak
tepat.
d) Kegagalan dalam memilih tempat injeksi yang tepat, dapat
menyebabkan kerusakan saraf atau tulang selama insersi jarum.
e) Menginjeksi obat dalam volume yang terlalu besar di tempat yang
dipilih dapat menimbulkan nyeri hebat dan dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan setempat.
f) Beberapa upaya untuk meminimalkan rasa tidak nyaman pada waktu
penyuntikkan:
(1)Gunakan jarum yang tajam dan memiliki bevel dan panjang serta
ukurannya paling kecil, tetapi sesuai.
(2)Atur posisi senyaman mungkin untuk mengurangi ketegangan otot.
(3)Pilih tempat injeksi yang tepat dengan menggunakan penanda
anatomis tubuh.
(4)Kompres tempat injeksi dengan es untuk menciptakan anastesi
lokal, sebelum jarum diinsersi.
(5)Alihkan perhatian klien.

52
(6)Insersi jarum dengan perlahan dan cepat untuk meminimalkan
menarik jaringan.
(7)Pegang spuit dengan mantap selama jarum berada dalam jaringan.
(8)Pijat-pijat tempat injeksi dengan lembut selama beberapa detik,
kecuali dikontraindikasikan.

53
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Perawat dalam pelaksanaan prinsip farmakologi memiliki peran kolaboratif


yaitu peran sebagai pendidik kesehatan, peran dalam mendukung keefektifitasan obat,
peran dalam mengobservasi efek samping dan alergi obat. Dalam melaksanakan
tugasnya perawat berdasarkan pada asuhan keperawatan yang merupakan suatu
rangkaian kegiatan praktek keperawatan kepada klien dengan menggunakan proses
keperawatan yang berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.

Perawat dalam pemberian obat harus memperhatikan prinsip 12 benar yaitu


benar klien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute/cara, benar pendidikan
kesehatan perihal medikasi klien, benar reaksi dengan obat lain, benar reaksi terhadap
makanan, benar pengkajian, benar evaluasi, benar dokumentasi, dan benar hak-hak
klien yangmana hal-hal tersebut dilakukan agar dalam pemberian, obat dapat
berfungsi sesuai tujuan sehingga meminimalisir kesalahan pengobatan oleh perawat.
Kesalahan pengobatan adalah kesalahan yang disebabkan oleh individu yang terlibat
dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, maupun pemberian obat
yang berupa kejadian yang dapat membuat klien menerima obat yang salah atau tidak
mendapat terapi obat yang tepat.

Adapun Cara mencegah kesalahan pemberian obat yaitu dengan membaca


label obat dengan teliti, pertanyaan pemberian banyak tablet atau vial dalam dosis
tunggal, waspada obat-obatan bernama sama, cermati angka di belakang koma,
pertanyaan peningkatan dosis yang tiba-tiba dan berlebihan, ketika suatu obat baru
atau obat yang tidak lazim diprogramkan, konsultasikan kepada sumbernya, jangan

54
berupaya menguraikan dan mengartikan tulisan yang tidak dapat dibaca, kenali klien
yang memiliki nama akhir sama(minta klien menyebutkan nama lengkapnya, cermati
nama yang tertera pada nama terkenal), cermati ekuivalen.

B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat yang dapat penulis sampaikan melaui makalah
ini ialah sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa: agar lebih mendalami materi ini dengan refrensi lain, jangan
berhenti hanya dengan satu refrensi. Sempurnakan makalah ini dengan materi
tambahan yang kamu dapatkan.
2. Bagi pembaca umum: jangan lupa untuk mengkaji lebih dalam pula untuk
menyempurnakan materi ini, tidak lupa kami harapkan kritik dan saran guna
pengembangan makalah ini.

55
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Akmal. 2015. Bentuk dan Rute Pemberian Obat. [online] dikutip dari
http://www.akmalbahtiar.com/2015/10/bentuk-dan-rute-pemberian-obat.html.
(Diakses pada: 1 April 2017)
Fardi, Imam. 2016. Pemberian Obat Secara Topikal. [online] dikutip dari
http://www.univerinfo.biz.id/2016/05/sop-pemberian-obat-secara-topikal.html.
(Diakses pada: 1 April 2017)
Priharjo, Robert. 2005. Teknik Dasar Pemberian Obat bagi Perawat. Jakarta. EGC
Rahmat, Ishan. 2016. Peran Perawat dalam Pemberian Obat. [online] dikutip dari
www.academia.edu. (Diakses pada: 1 April 2017)
Setyawati, Nur Falah. 2015. Dasar-Dasar Farmakologi Keperawatan. Yogyakarta:
Binafsi Publisher

56

You might also like