Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tandatanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein.1
Pada penderita DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua
tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot
jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM
dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan
pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan
berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis
paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes.
Diabetes mellitus adalah sebagai penyebab utama amputasi ekstremitas bawah non traumatik
di Amerika Serikat. Amputasi kaki karena diabetes merupakan 50 % total amputasi di
Amerika Serikat.
Pada laporan kasus ini akan membahas tentang kaki diabetes yang merupakan salah
satu jenis komplikasi DM yang dicetuskan oleh keadaan hiperglikemi. Kondisi ini merupakan
akumulasi efek hiperglikemia dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler, imunologis, protein
jaringan, trauma serta mikroorganisma saling berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi
kaki.
BAB II
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih
lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang
menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. 1,2
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik
diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan
tanda sebagai berikut :
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
3.2 Patogenesis
Kaki diabetes merupakan kombinasi antara arteriosklerosis ke-2 tersering setelah
arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Disease). Ada 3 faktor
yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati,
PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi seringkali merupakan
komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi praktis maka kaki diabetic dapat dipandang
sebagai kaki iskemia ataupun kaki neuropatik.3
Pada kaki neuropatik, somatic dan otonom rusak, namun sirkulasi masih intak sehingga
nadi teraba jelas, secara klinis kaki teraba hangat, sensasi terhadap rabaan berkurang, dan
kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam : ulkus neuropatik, sendi neuropatik
(sendi Charcot) dan edema neuropatik.
3.2.1 Patogenesis Neuropati
Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara patogenetik,
ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai sebab
terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik, dan
lingkungan (misalnya alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis.
Faktor metabolik : kenaikan poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh
enzim yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM), fruktosa, kurangnya kontrol
gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP menyebabkan demielinasi artrofi
akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan
vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial yang
selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain seperti kelainan
agregasi trombosit, kelainan etiologi sel darah merah dan hematologic, proses AGEs serta
adanya kompleks imum di sirkulasi berpengaruh terhadap neuropati ini. 4,6
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki. Pada
ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram
positif, negatif dan anaerob.
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi menjadi
3 kelompok yaitu:
1. Abses pada deep plantar space
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
a. Umur 60 tahun.
Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus
diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia 60 tahun. Penelitian kasus kontrol di
Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus diabetika pada usia tua 60
tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahun. Umur 60 tahun berkaitan dengan
terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun
karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan
fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di
Amerika Serikat dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada
lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar
glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami
gangguan pada aterosklerosis, makroangiopati, yang faktor - faktor tersebut akan
mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di
tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus diabetika.
b. Lama DM 10 tahun.
Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil
bahwa lama menderita DM 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika
dengan RR-nya sebesar 3 (95 % CI : 1,2 6,9).
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10
tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-
mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang
sering tidak dirasakan.
3.4. Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-gejala
neuropati diabetik yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di telapak kaki, kram,
badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau
menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit
atau tidak merasakan nyeri sehingga mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada
jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten).
Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki di waktu malam, denyut arteri
hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan.. Adanya angiopati ini menyebabkan penurunan
suplai nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan luka yang sukar sembuh.
Ketika melakukan skrining untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko kaki diabetes,
ada tiga pertanyaan yang dapat membantu mengidentifikasi resiko terjadinya ulkus.2
1. Apakah pasien mempunyai riwayat amputasi kaki, ulkus, atau artropati Charcot?
2. Apakah terjadi hilangnya sensasi perlindungan?
3. Apakah ada deformitas atau mobilitas sendi yang terbatas?
Seorang klinisi harus menanyakan faktor-faktor yang diketahui berhubungan dengan
ulkus kaki seperti riwayat terjadinya ulkus kaki sebelumnya, riwayat amputasi ekstremitas
bawah, atau adanya fraktur neuropatik. Segmen populasi ini telah menunjukkan bahwa
mereka mempunyai resiko tertinggi mengalami ulkus kaki berikutnya. Mereka adalah
kelompok resiko yang paling mudah untuk diidentifikasi, dan kelompok yang paling
membutuhkan penilaian kaki yang rutin, edukasi yang intensif, sepatu terapeutik, bantalan
stocking, dan kontrol glukosa darah yang tepat. Ulkus yang baru saja didapat, riwayat
memiliki ulkus, atau amputasi meningkatkan resiko terjadinya ulkus yang lebih lanjut,
infeksi, dan amputasi.3,4
Secara umum, hal ini bisa menjadi tambahan bagi tiga faktor kunci. Pertama, ulkus
yang terjadi berikutnya, kulit plantar pada daerah tersebut bisa jadi kurang kenyal dan kuat
untuk menerima tekanan yang berulang dan selanjutnya lebih cenderung untuk mengalami
kerusakan berikutnya. Yang kedua, orang-orang dengan amputasi kaki parsial sering
berkembang menjadi deformitas sekunder lokal pada kaki sampai ketidakseimbangan
biomekanikal yang dapat mengembangkan pusat tekanan lebih lanjut. Tentu saja orang-orang
dengan amputasi tingkat tinggi seperti di bawah atau atas lutut cenderung untuk lebih
bergantung pada tungkai yang tersisa untuk bergerak atau berjalan dan kemudian
meningkatkan resiko kerusakan jaringan. Yang terakhir, dan mungkin yang paling penting,
orang-orang dengan riwayat ulkus atau amputasi, secara umum mempunyai semua faktor
resiko untuk terjadinya ulkus berulang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya fakta bahwa
6-10 orang dengan riwayat ulkus akan membentuk ulkus yang lain dalam kurun waktu 1
tahun pada saat penyembuhan luka.5,6
Neuropati adalah komponen mayor untuk hamper seluruh ulkus diabetes.7 Tanpa
kehilangan sensasi protektif, pasien tidak akan mengalami ulkus. Hal ini dijelaskan sebagai
sebuah tingkatan dimana kehilangan sensorik membiarkan pasien untuk melukai diri mereka
sendiri tanpa menyadari adanya luka. Kerentanan terhadap trauma fisik dan termal
meningkatkan resiko terjadinya ulkus kaki tujuh kali lipat.8 Pencegahan terhadap ulkus kaki
diabetes diawali dengan skrining terhadap hilangnya sensasi protektif dan adanya bukti-bukti
yang kuat dapat menyaring semua pasien diabetes untuk menemukan orang-orang yang
beresiko terjadinya ulkus kaki. Hilangnya sensasi protektif dapat dinilai dengan
.
menggunakan tuning fork, nilon 5.07/10-g SemmesWeinstein monofilament (SWM),
Vibration Perception Threshold (VPT) meter yang telah disesuaikan, atau dengan
pemeriksaan fisik yang menyeluruh.9 Skrining untuk sensorik neuropati paling baik
ditentukan dengan pemeriksaan klinik dan [enggunaan beberapa alat skrining. Instrumen
seperti tuning fork, SWM, dan VPT bersifat noninvasive dan sangat cepat digunakan. Cara
termudah dan murah adalah dengan pemakaian SWM yaitu nilon monofilamen 10 gauge. Tes
positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada
kaki walau monofilamennya sampai bengkok. Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari
sepuluh tempat yang berbeda mempunyai spesifitas 97% serta sensitifitas 83%.
Gambar 3.3
Neuropati dan deformitas kaki, bila digabungkan dengan tekanan yang beulang atau
konstan, dapat menyebabkan kegagalan integumen protektif dan ulkus. Dalam sebuah studi
pada pasien-pasien dengan neuropati perifer, 28% pasien dengan tekanan plantar yang tinggi
dapat berkembang menjadi ulkus kaki dalam kurun waktu follow-up 2,5 tahun dibandingkan
dengan tidak sama sekali pada pasien dengan tekanan yang normal.10
B. Artropati Neuropatik
Kerusakan serabut motorik, sensorik dan autonom memudahkan terjadinya atropati
Charcot. Keadaan ini diduga akibat disfungsi saraf otonom yang berakibat terjadi perfusi
yang abnormal pada tulang-tulang kaki, sehingga terjadi fragmentasi tulang dan kolaps
arkus. Atropati Charcot atau dengan nama lain Rocker-bottom foot ini rentan terhadap
kerusakan jaringan dan ulserasi. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler
(aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan
terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus
juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.
Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes cenderung
mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang berhubungan dengan m enipis
dan menggesernya timbunan lemak bawah caput metatarsal pertama. Akibatnya daerah
ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki
Charcot. Sebab terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas,
tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular ini akan meningkatkan
aliran darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita diabetes
densitas tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih aktif
berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur, kolaps sendi, dan
deformitaskaki. Awalnya kaki Charcot ini akut: panas, merah, dengan nadi yang keras,
dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi
ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi
C. Edema Neuropatik
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema (pitting)
kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu
sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang
abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri.
2. Neuro-ischemic foot
Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang
dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten,
nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain
diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki yang tergantung. Untuk
membedakan dengan ulkus neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis,
dilingkari pinggiran eritemateus dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari,
tepi medial metatarsal I, atau tepilateral metatarsal V, serta tumit. Perlu
diperiksa pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan arteriografi.
Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,maka dibuat klasifikasi
derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner.
3.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kaki diabetes dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu pencegahan
terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan
pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan
sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetes yang sudah terjadi).5,8
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulcus/gangrene diabetic adalah :
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi
(benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non
invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetic
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus,
total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi
13. Debridement dan Pembalutan
Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka
lain,yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan
granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan
istilah preparasi bed luka. Debridement merupakan tahapan yang penting dalam
proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat
drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari
bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui
bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik
dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada
gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai
dengan sirkulasi yang buruk.
Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau
jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf,
pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi
kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis
debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzym ayic debridement; Mechanical
debridement; biological debridement; surgical debridement.
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil
eksperimen menunjukkan jumlah antara 105-106 organisme/gram di bed luka akan
mengganggu penyembuhan luka. Mengelola eksudat merupakan hal yang penting
dalam pengelolaan luka. Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada
luka kronik adalah dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan
secara direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly
absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan
irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk
mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan
adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin>3,5
g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada
ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang
optimal sampai nampak jaringan yang sehat dengan cara membuang semua jaringan
nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat
bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka
amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement.
Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang
buruk dengan kuman pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. Tradisionil masih
sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan infeksi sekunder.
Selainitu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita
bermaksud merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air panas.
Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat,
kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu dipertimbangkan
keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di
permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi
sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan
antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan
waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :
1) Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang
dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
2) Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-bakteri tertentu.
Antibiotik yang mempunyai potensi baik, memungkinkan pemberian dosis yang
kecil khususnya pada infeksi yang ringan - sedang.
3) Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya
penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob
gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob. Pada ulkus diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broad
spectrum dan diberikan secara injeksi.
Kriteria Terapi Pembedahan pada Kaki Diabetik
Kriteria terapi konservatif
Klinis : - Pulsasi arteri tungkai dan pedis teraba
- Nutirisi kulit cukup
- Tidak ada deformitas
- Nekrosis atau jaringan infeksi dapat dikendalikan
Radiologis : tidak ada tanda-tanda osteomielitis
DAFTAR PUSTAKA
6. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
2006.
7. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes:
estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004;27(5):1047
1053.
10. Goldner MG. The fate of the second leg in the diabetic amputee. Diabetes
1960;9:100103.
11. Helm PA, Walker SC, Pulliam GF. Recurrence of neuropathic ulcerations following
healing in a total contact cast. Arch Phys Med Rehabil 1991;72(12):967970.