You are on page 1of 36

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

Disusun Oleh

NUR ILMI, S.Kep


NIM. 70900116067

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...) (.....)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017

1
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian
Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2003), tuberkulosis adalah infeksi
penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu
basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Menurut
(Imran Somantri, 2007) tuberkulosis paru paru merupakan penyakit infeksi
yang menyerang parenkim paru paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus linfe.
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan contoh
lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu
lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus, kuman juga
dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar
yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi
granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis
(tipe manusia), suatu basil tahan asam (BTA). Jenis lainnya meliputi M. Bovis
(sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M. Avium intracellulare dan M.
Kansasii.
Menurut (Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah penyakit
yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi.

2. Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
Tuberkulosis Paru BTA positif.
Tuberkulosis Paru BTA negative

2
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.
Tuberkulosis non aktif .
Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non
kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
satu pertiga bagian satu paru.

For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang


melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan
kasus baru dengan batuk TB berat.
Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.
Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
3. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1 4 mm dengan tebal 0,3 0,6 mm. Sebagian besar

3
komponen M. Tuberkulosis adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di daerah
apeks paru paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka
dari itu; disaring, dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang
kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan
silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke
superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari
sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar. Air untuk
kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay
ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan
pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa
sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati
suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring
menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang
rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara
pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea
dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi
fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan,
gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus
laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan
makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing

4
masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang mempunyai fungsi
batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran
pernapasan bagian bawah. Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang
berbentu seperti sepatu 5 inchi. Struktur kuda yang panjangnya trachea dan
bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan
pohon tracheal bronchial. Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama
bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena
banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan
batuk, kalau saraf-saraf terangsang. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan
lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal. Baliknya bronchus kiri lebih
panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut
yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau
udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka
tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang
terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang
saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.Semua saluran udara di
bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar udara ke
tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus
terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris
yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai
satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan
dengan tebal garis tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat
sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis. Tetapi
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap

5
pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu
ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di
dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru.
Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu
sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru.
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu
1.) Arteri bronkhialis.
2.) Arteri pulmonalis.
(Corwin, Elizabeth J. 2009).

4. Manifestasi Klinis
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis.
Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala
tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut.
Bagaimanapun gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil
proses destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit
menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau
agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan
penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah

6
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah
sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.
Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan
bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi
gesekan pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan
pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu
reaksi umum dari proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

i. Rasa lelah dan lemah


Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari

Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit


Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses
telah lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.

7
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise.

5. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagaian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limposit spesifik

8
tuborkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dua sampai
sepuluh minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati di kelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif granulomas diubah menjadi
masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa fibrosa ini di sebut tuberkel
ghon. Bahan (bakteri dan makropag) menjadi nekrotik, membentuk masa
seperti keju. Masa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk sekar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh tuberkel yang memecah, membentuk jaringan
parut. Paru paru yang terinfeksi lebih membengkak mengakibatkan
terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama
ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas
yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 % individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif (Corwin, Elizabeth J. 2009).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

9
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berani
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk
Mycobacterium tuberculosis.
Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya
retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan
rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru
atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
(Corwin, Elizabeth J. 2009).

7. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TBC adalah harus kombinasi, tidak boleh terputus-
putus dan jangka waktu yang lama. Di samping itu maka perkembangan
ekonomi tersebut dikenal 2 (dua) macam alternatif pengobatan.
Paduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 24 bulan,
obat relatif murah.
Pengobatan intensif : setiap hari 1 3 bulan INH +, Rifampicin +
Streptomicyn dan diteruskan dengan.

10
Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun : INH +
Rifampicin atau Ethambutol.
Paduan obat jangka pendek dengan lama pengobatan 6 9 bulan obat
relatif murah.
Pengobtan intensif: tiap hari selama 1 2 bulan INH + Rifampicin +
Streptomicyn atau Pirazinamid, dan diteruskan dengan
Pengobatan intermitten 2 3 kali seminggu selama 4 7 bulan : INH
+ Rifampicin atau Ethambutol atau Streptomycin.

8. Komplikasi TB Paru

Adapun yang menjadi komplikasi TB Paru adalah:


a. Atelektasis
b. Hemoptisis
c. Fibrosis
d. Bronkiektasis
e. Pneumotoraks
f. Gagal nafas

Sedangkan yang menjadi komplikasi ekstra paru adalah:


a. Pleuritis
b. Efusi pleura
c. Perikarditis
d. Peritonitis
e. TB kelenjar limfe
f. Kor pulmonale
g. TB milier
h. Meningitis TB dan Tuberkoloma
(Zulkifli Amin,2006).
9. Prognosis TB Paru
Prognosis penyakit TB Paru didasarkan atas dua hal, yaitu :
1. Jika berobat teratur sembuh total (95%)

2. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1% yang


mungkin relaps
(Zulkifli Amin,2006).

11
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar,
2009)
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al,
2006)
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
a) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
b) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
c) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien

12
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
d) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan penyebab,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit
tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh mana yang terkena.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab lain yang
mendasari.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya gagal jantung, seperti
diabetes, yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
hipertensi yang cenderung diturunkan secara genetik
5) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
c. Riwayat Psikologis
1) Pola konsep diri
2) Pola kognitif
3) Pola koping
4) Pola interaksi
5) Pemeriksaan Fisik
d. Riwayat spiritual
1) Ketaatan klien beribadah
2) Dukungan keluarga
3) Ritual yang biasa dijalankan klien

e. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pengkajian meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,

13
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
3) Pola Eliminasi
Perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola
ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien dengan rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur .
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
6) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
7) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
eksudat di alveoli.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
perfusi-ventilasi, perubahan membran kapiler alveoli karena adanya
penumpukan cairan di rongga paru
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera (misalnya
biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi mycobacterium
tuberculosis

14
5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
6. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan
imobilitas
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
misalnya nyeri, stress, ansietas
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, stress,
kebutuhan yang tidak dipenuhi
9. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
salah interpretasi informasi, kurang pajanan, kurang dapat mengingat

C. Perencanaan Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
eksudat di alveoli.
NOC :
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil:
a. Bernapas dengan mudah dan tanpa dispnea
b. Menunjukkan kapasitas ventilasi yang membaik
c. Melakukan aktivitas sesuai kemampuan
Intervensi NIC
1 Instruksikan dan/ atau awasi latihan meningkatkan pernapasan
pernapasan dan pernapasan terkontrol disfragmatik yang tepat, ekspansi
sisi, dan perbaikan mobilitas
dinding dada.
2 Instruksikan pasien pada metode yang Batuk yang tidak terkontrol
tepat dalam mengontrol batuk melelehkan dan in efektif dapat
menimbulkan frustasi
3 Observasi TTV Mengetahui keadaan umum pasien

15
4 Dorong postur tubuh yang baik untuk Posisi tubuh yang tepat dapat
ekspansi paru maksimum. membantu ekspansi paru
5 Bantu klien dalam memilih aktivitas maksimum
yang tepat sesuai kemampuan. Aktivitas yang dapat ditoleransi
agar tidak memperberat kondisi
klien

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan


perfusi-ventilasi, perubahan membran kapiler alveoli karena adanya
penumpukan cairan di rongga paru
Tujuan mempertahankan ventilasi yang adekuat
Kriteria Hasil :
a. Terlihat adekuatnya ventilasi dan oksigenasi dari jaringan dimana
dalam batas-batas normal dan bebas dari gejala respiratory distress
b. Berpartisipasi dalam pengobatan

Intervensi NIC
1 Auskultasi suara pernafasan, catat Menandakan adanya kongestif
adanya wheezing paru/pengumpulan sekresi
2 Ajarkan klien untuk batuk secara efektif Membersihkan jalan nafas dan
dan bernafas dalam memudahkan pertukaran oksigen
3 Support klien untuk merubah posisi Membantu mencegah atelektasis
dan pneumonia
4 Atur posisi tidur dengan bagian kepala Mengurangi kebutuhan oksigen
ditinggikan 200 - 300, semi fowler, beri danmeningkatkan pengembangan
bantal pada siku paru secara maksimal
Kolaborasi pemberian oksigen sesuai
5 Meningkatkan konsentrasi oksigen
dengan kebutuhan
alveoli dimana dapat mengurangi
hipoksemia jaringan

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera (misalnya


biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC

16
a. Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu)

1) Mengenali awitan nyeri

2) Menggunakan tindakan pencegahan

3) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

b. Melaporkan Tingkat Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai


berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada):

1) Ekspresi nyeri pada wajah

2) Gelisah atau ketegangan otot

3) Durasi episode nyeri

4) Merintih dan menangis


5) Gelisah

Intervensi NIC
N Intervensi Rasional
o
1 Lakukan pengkajian nyeri secara Pengetahuan mengenai nyeri secara
komprehensif yang meliputi lokasi, komprehensif membantu penentuan
karakteristik, durasi, fekuensi, kualitas, intervensi secara tepat
intensitas dan faktor penyebab
Observasi adanya petunjuk nonverbal
2 Ketidaknyamanan yang nampak
mengenai ketidaknyamanan
pada pasien menentukan tingkat
Berikan informasi mengenai nyeri, nyeri yang dirasakan
3 seperti penyebab, lama nyeri, dan Meningkatkan pengetahuan dan
antisipasi dari ketidaknyamanan akibat pemahaman pasien mengenai gejala

17
prosedur yang dirasakan
Ajarkan penggunaan teknik non-
farmakologi (seperti blockedback,
4 Membantu peredaan nyeri yang
hypnosis, relaksasi, terapi musik,
dirasakan
aplikasi panas/ dingin dan pijatan)
Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
5 Lingkungan yang tenang
terhadap ketidaknyaman (misalnya suhu
mempengaruhi persepsi nyeri yang
ruangan, pencahayaan, bising)
Gunakan pendekatan multidisiplin dirasakan pasien
untuk manajemen nyeri jika sesuai
6 Membantu peredaan nyeri yang
tidak dapat ditangani melalui teknik
nonfarmakologi

4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi mycobacterium

tuberculosis.

Tujuan dan Kriteria Evaluasi NOC:

Termoregulasi : Keseimbangan antara produksi panas , peningkatan panas

dan kehilangan panas

- Penurunan suhu kulit

- Sakit kepala berkurang

- Tidak menggigil saat dingin

Intervensi NIC:
N Intervensi Rasional
o
1 Monitor tanda-tanda vital Perubahan tanda-tanda vital
menunjukkan perubahan kondisi
Monitor suhu dan warna kulit tubuh
2 Peningkatan suhu tubuh yang
Longgarkan atau lepaskan pakaian ekstrem membantu penegakan
Berikan metode pendinginan eksternal
diagnosa secara tepat
(misalnya kompres dingin pada leher,
3 Meningkatkan kenyamanan klien

18
4 abdomen, kepala) Kompres dingin untuk mengurangi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
produksi panas yang berlebihan
yang adekuat
Pasang akses IV, dan berikan cairan IV
5 Intake cairan dan nutrisi yang
adekuat meningkatkan imunitas
Sesuaikan suhu lingkungan untuk
6 Meningkatkan intake cairan dan
kebutuhan pasien
Kolaborasi pemberian obat, sesuai mempertahankan keseimbangan
kebutuhan elektrolit tubuh
7 Meningkatkan kenyamanan klien

8 Menurunkan suhu tubuh

5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC :
Status Nutrisi : Asupan Nutrisi : Keadekuatan pola asupan gizi yang
biasanya
a. Asupan gizi terpenuhi
b. Melaporkan energi meningkat
c. Asupan makanan per oral yang adekuat

Intervensi NIC
1 Identifikasi perubahan nafsu makan Melalui tanda dan gejala yang
nampak, membantu penentuan
Monitor adanya mual dan muntah intervensi secara tepat
2 Mual dan muntah mempengaruhi
Tentukan faktor-faktor penyebab yang
status nutrisi
mempengaruhi asupan nutrisi
3 Tawarkan makanan ringan yang padat Mengatasi penyebab adalah
gizi langkah awal penanganan
Pastikan diet mencakup makanan tinggi
4 Memenuhi kebutuhan nutrisi tetap
kandungan serat
seimbang
Ciptakan lingkungan yang optimal pada
5 Menangani komplikasi terjadinya
saat mengkonsumsi makan
Identifikasi alergi atau intoleransi diare atau BAB yang encer
6 makanan yang dimiliki pasien Meningkatkan kenyamanan klien

19
7 Pengaturan diet makanan pasien

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum


Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan
1. Kemudahan bernapas ketika beraktivitas
2. Kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup haria
Intervensi NIC
1 Bantu klien mengidentifikasi aktivitas Meningkatkan pengetahuan
yang diinginkan perawat mengenai kebutuhan klien
Bantu klien dan keluarga untuk
2 Mengidentifikasi masalah aktual
mengidentifikasi kelemahan dalam level
pada pasien dan kebutuhan yang
aktivitas tertentu
tidak terpenuhi
Monitor intake/ asupan nutrisi yang
3 Intake nutrisi yang adekuat menjadi
adekuat untuk mengetahui sumber
sumber energi utama membantu
energi yang adekuat
Batasi stimuli lingkungan yang klien beraktivitas
4 mengganggu Pada periode istirahat, agar klien
Lakukan ROM aktif atau pasif untuk
menjadi lebih rileks
mengatasi ketegangan otot
5 Menghindari ketegangan otot
Anjurkan aktivitas sesuai dengan
selama klien tidak beraktivitas
kemampuan pasien
6 Evaluasi secara bertahap kenaikan level Membantu meningkatkan
aktivitas pasien kemandirian klien beraktivitas
7 Kenaikan level aktivitas
menunjukkan pemulihan kondisi
pasien

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik misalnya


nyeri, stress, ansietas
Tujuan dan Kriteria Evaluasi NOC
a. Pasien memperlihatkan tidur yang dibuktikan oleh indikator ( sebutkan
1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
gangguan):

20
Jumlah jam tidur (sedikitnya 5 jam per 24 jam untuk orang
dewasa)
Pola, kualitas, dan rutinitas tidur
Intervensi NIC
N Intervensi Rasional
o
1 Tentukan pola tidur/ aktivitas pasien Memberikan pengetahuan kepada
perawat mengenai pola tidur/
Monitor pola tidur pasien dan catat aktivitas pasien
2 kondisi fisik (misalnya nyeri/ Mengetahui keadaan yang
ketidaknyamanan, dan frekuensi BAK) menyertai perubahan pola tidur dan
atau psikologis, keadaan yang membantu penentuan intervensi
mengganggu tidur selanjutnya secara tepat
Mulai/ terapkan langkah-lengkah
kenyamanan seperti pijat, pemberian
3 Meningkatkan kenyamanan yang
posisi dan sentuhan afektif
dirasakan pasien
Anjurkan untuk tidur di siang hari, jika
diindikasikan untuk memenuhi
4 Kebutuhan tidur yang cukup dapat
kebutuhan tidur
Sesuaikan lingkungan (misalnya memperbaiki kondisi fisik pasien
cahaya, kebisingan, kasur dan tempat
5 tidur) untuk meningkatkan tidur Lingkungan yang kondusif
mendukung untuk pemenuhan
kebutuhan tidur/istirahat

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, stress, kebutuhan


yang tidak dipenuhi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Ansietas berkurang
b. Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu
c. Memiliki TTV dalam batas normal
d. Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami
kecemasan
Intervensi NIC

21
N Intervensi Rasional
o
1 Kaji tanda verbal dan nonverbal Meningkatkan pengetahuan
kecemasan perawat mengenai kondisi pasien
Identifikasi saat terjadi perubahan
2 Perubahan tingkat kecemasan
tingkat kecemasan
mempengaruhi penegakan diagnosa
Dorong verbalisasi perasaan, persepsi,
3 Pengungkapan perasaan dari pasien
dan ketakutan
membantu penentuan intervensi
Berikan informasi faktual terkait
selanjutnya
diagnosis, perawatan dan prognosis
4 Meningkatkan pengetahuan pasien
mengenai kondisi yang dialami dan
Jelaskan semua prosedur termasuk
membantu pasien beradaptasi
sensasi yang akan dirasakan selama
terhadap kondisinya
prosedur dilakukan.
5 Pengetahuan mengenai
Instruksikan klien untuk menggunakan
penatalaksanaan dapat menurunkan
teknik relaksasi
Dorong penggunaan mekanisme koping tingkat kecemasan yang dirasakan
6 yang sesuai Meningkatkan kenyamanan dan
Atur penggunaan obat-obatan untuk
mengontrol kecemasan
mengurangi kecemasan secara tepat
7 Mekanisme koping yang sesuai
mempengaruhi tingkat kecemasan
Membantu penurunan kecemasan
8 jika tindakan nonfarmakologi tidak
berhasil

4. Defisiensi pengetahuan : proses penyakit berhubungan dengan keterbatasan


kognitif, salah interpretasi informasi, kurang pajanan, kurang dapat
mengingat
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Menunjukkan pemahaman tentang proses penyakit dan komplikasinya
b. Mengetahui tanda dan gejala penyakit
c. Mengetahui strategi untuk meminimalkan perkembangan penyakit
Intervensi NIC
N Intervensi Rasional

22
o
1 Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait Mengetahui sejauh mana
dengan proses penyakit yang spesifik pengetahuan pasien
Jelaskan tanda dan gejala umum dari
2 Meningkatkan pengetahuan pasien
penyakit, sesuai kebutuhan
mengenai tanda dan gejala yang
Jelaskan proses penyakit, sesuai dirasakan
3 kebutuhan Meningkatkan pengetahuan pasien
mengenai perkembangan proses
Berikan informasi kepada pasien
penyakit
mengenai kondisinya, sesuai kebutuhan
4 Diskusikan pilihan terapi/ penanganan Meningkatkan pengetahuan pasien
mengenai kondisi/keadaanya
5 Jelaskan komplikasi kronik yang Membantu pasien menentukan
mungkin ada, sesuai kebutuhan pilihan terhadap penanganan yang
akan dilakukan
6 Pengetahuan mengenai komplikasi
Diskusikan perubahan gaya hidup yang
dapat mencegah kecemasan dan
mungkin diperlukan untuk mencegah
membantu pasien beradaptasi
komplikasi di masa yang akan datang
terhadap penyakitnya
dan/ atau mengontrol proses penyakit
Perubahan gaya hidup penting
untuk mencegah komplikasi atau
7 mengontol proses penyakit

D. Implementasi

Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan,


selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses
keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat
yang bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara
didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus
menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka
validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya.
(Basford. 2006)

23
E. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur


keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus
berusaha untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau
kembali rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan
masalah yang ada. (Basford. 2006).

24
DAFTAR PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU

10. Pengertian
Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2003), tuberkulosis adalah infeksi
penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu
basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Menurut
(Imran Somantri, 2007) tuberkulosis paru paru merupakan penyakit infeksi
yang menyerang parenkim paru paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus linfe.
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan contoh
lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu
lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus, kuman juga
dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar
yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi
granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis
(tipe manusia), suatu basil tahan asam (BTA). Jenis lainnya meliputi M.
Bovis (sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M. Avium intracellulare dan
M. Kansasii.
Menurut (Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah penyakit
yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi.

11. Klasifikasi
g. Pembagian secara patologis :
Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

25
h. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
Tuberkulosis Paru BTA positif.
Tuberkulosis Paru BTA negative
i. Pembagian secara aktifitas radiologis :
Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.
Tuberkulosis non aktif .
Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
j. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non
kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
satu pertiga bagian satu paru.

For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang


melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
k. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
l. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan
kasus baru dengan batuk TB berat.
Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.
Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

26
12. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1 4 mm dengan tebal 0,3 0,6 mm. Sebagian besar
komponen M. Tuberkulosis adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di daerah
apeks paru paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka
dari itu; disaring, dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang
kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan
silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke
superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari
sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar. Air untuk
kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay
ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan
pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa
sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati
suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring
menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang
rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara
pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea
dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.

27
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi
fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan,
gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus
laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan
makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing
masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang mempunyai fungsi
batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran
pernapasan bagian bawah. Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang
berbentu seperti sepatu 5 inchi. Struktur kuda yang panjangnya trachea dan
bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan
pohon tracheal bronchial. Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama
bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena
banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan
batuk, kalau saraf-saraf terangsang. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan
lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal. Baliknya bronchus kiri lebih
panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut
yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau
udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka
tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang
terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang
saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.Semua saluran udara di
bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar udara ke
tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus
terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris
yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai
satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan

28
dengan tebal garis tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat
sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis. Tetapi
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu
ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di
dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru.
Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu
sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru.
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu
3.) Arteri bronkhialis.
4.) Arteri pulmonalis.
(Corwin, Elizabeth J. 2009).

13. Manifestasi Klinis


Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis.
Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala
tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut.
Bagaimanapun gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil
proses destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit
menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau
agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan
penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
k. Dahak (sputum)

29
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
l. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah
sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.
Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan
bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
m. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
n. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi
gesekan pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan
pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
o. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
p. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu
reaksi umum dari proses infeksi.
q. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

r. Rasa lelah dan lemah


Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
s. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari

Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit


Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses
telah lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
3. Gejala respiratorik, meliputi :
e. Batuk

30
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
f. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah.
g. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
h. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
4. Gejala Sistemik, meliputi :
c. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
d. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise.

14. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga

31
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagaian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limposit spesifik
tuborkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dua sampai
sepuluh minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati di kelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif granulomas diubah menjadi
masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa fibrosa ini di sebut tuberkel
ghon. Bahan (bakteri dan makropag) menjadi nekrotik, membentuk masa
seperti keju. Masa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk sekar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh tuberkel yang memecah, membentuk jaringan
parut. Paru paru yang terinfeksi lebih membengkak mengakibatkan
terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama
ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas
yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 % individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif (Corwin, Elizabeth J. 2009).

15. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium

32
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berani
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk
Mycobacterium tuberculosis.
Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya
retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan
rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru
atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
(Corwin, Elizabeth J. 2009).

16. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TBC adalah harus kombinasi, tidak boleh terputus-
putus dan jangka waktu yang lama. Di samping itu maka perkembangan
ekonomi tersebut dikenal 2 (dua) macam alternatif pengobatan.

33
Paduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 24 bulan,
obat relatif murah.
Pengobatan intensif : setiap hari 1 3 bulan INH +, Rifampicin +
Streptomicyn dan diteruskan dengan.
Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun : INH +
Rifampicin atau Ethambutol.
Paduan obat jangka pendek dengan lama pengobatan 6 9 bulan obat
relatif murah.
Pengobtan intensif: tiap hari selama 1 2 bulan INH + Rifampicin +
Streptomicyn atau Pirazinamid, dan diteruskan dengan
Pengobatan intermitten 2 3 kali seminggu selama 4 7 bulan : INH
+ Rifampicin atau Ethambutol atau Streptomycin.

17. Komplikasi TB Paru

Adapun yang menjadi komplikasi TB Paru adalah:


g. Atelektasis
h. Hemoptisis
i. Fibrosis
j. Bronkiektasis
k. Pneumotoraks
l. Gagal nafas

Sedangkan yang menjadi komplikasi ekstra paru adalah:


i. Pleuritis
j. Efusi pleura
k. Perikarditis
l. Peritonitis
m. TB kelenjar limfe
n. Kor pulmonale
o. TB milier
p. Meningitis TB dan Tuberkoloma
(Zulkifli Amin,2006).
18. Prognosis TB Paru
Prognosis penyakit TB Paru didasarkan atas dua hal, yaitu :
3. Jika berobat teratur sembuh total (95%)

4. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1% yang


mungkin relaps
(Zulkifli Amin,2006).

34
35
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari
Brunner dan Suddart. Jakarta : EGC
Brooker Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Volume 1 & 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC
Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Widya Medika :
Jakarta.
Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta :
FKUI.
Price, S., & Wilson. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit,
Edisi.2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Zulkifli Amin dan Asril Bahar, 2006, Tuberculosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta,
Hal :988-994.

36

You might also like