You are on page 1of 34

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT

HIDROKSIAPATIT (HA) SEBAGAI GRAFT TULANG


SINTETIK

Oleh:
Inas Fatimah NIM.081211733012

PROGRAM STUDI TEKNOBIOMEDIK


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi semakin

mendorong lahirnya inovasi-inovasi baru dalam bidang medis pada umumnya

dan khususnya pada dunia medis yang berhubungan dengan tulang dan gigi

yaitu mengenai kebutuhan bahan rehabilitasi cukup besar. Sehingga dilakukan

upaya untuk mencari alternatif bahan rehabilitasi yang baik, terjangkau

masyarakat serta dapat menggantikan struktur jaringan yang hilang tanpa

menimbulkan efek yang negatif kerusakan jaringan tubuh yang berupa

kecacatan struktur tulang banyak terjadi di Indonesia.


Oleh karena itu perlu suatu alternatif untuk mengganti graft tulang

dengan bahan sintetik yang mempunyai sifat menyerupai tulang asli.

Hidroksiapatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 adalah salah satu

senyawa inorganik penyusun jaringan keras (hard tissue) tubuh manusia.

Hidroksiapatit merupakan suatu kalsium fosfat yang banyak digunakan

sebagai material pengganti tulang karena kemiripan struktur kimianya dengan

struktur kimia tulang serta jaringan keras pada mamalia. Material ini dapat

mendorong pertumbuhan tulang baru, serta mempercepat proses penyatuan

tulang. Sifat bioaktif hidroksiapatit mampu merangsang pertumbuhan tulang

baru di sekitar implan tulang. Selain itu hidroksiapatit juga bersifat

biokompatibel, artinya mampu bertahan terhadap korosi dan tidak

menimbulkan penolakan oleh jaringan tubuh [Tazaki et al. 2009].


1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana proses sintesis komposit hidroksiapatit sebagai graft

tulang sintetik?
1.2.2 Bagaimana karakterisasi hidroksiapatit pada uji FTIR dan uji XRD

sebagai graft tulang sintetik yang dihasilkan meninjau beberapa

parameter yang dievaluasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui proses sintesis komposit hidroksiapatit sebagai

graft tulang sintetik.


1.3.2 Untuk mengetahui karakterisasi hidroksiapatit diiha dari uji FTIR dan

uji XRD sebagai graft tulang sintetik yang dihasilkan meninjau

beberapa parameter yang dievaluasi.

1.4 Manfaat
Mendorong peneliti untuk melakukan sintesis hidroksiapatit dengan metode-

metode yang baru. Mengetahui tentang parameter apa saja yang harus

diperhatikan untuk mengevaluasi hidroksiapatit hasil sintesis dengan

menggunakan karakterisasi tertentu agar memenuhi standar kandidat graft

tulang sintetik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Gipsum Teknis (CaSO4.2H2O)


Gipsum merupakan batu putih yang terbentuk karena pengendapan air
laut. Gipsum merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen dan lunak bila
murni. Merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam
perdagangan biasanya gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O (Habson, 1987).

Gambar 4.1 Serbuk gipsum (CaSO4.2H2O)


Gipsum adalah mineral hidrous kalsium sulfat yang terjadi di alam. Pada
umumnya endapan gipsum berbentuk endapan sedimen mendatar, terletak dekat
permukaan bumi dengan penyebaran yang luas, serta sering ditemukan dalam
keadaan menyatu dengan batu kapur, serpih, batu pasir, marmer, dan lempung.
Gipsum merupakan mineral yang tidak larut dalam air dalam waktu yang lama,
sehingga gipsum alami jarang ditemukan dalam bentuk butiran atau pasir. Gipsum
yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat dengan rumus
kimia CaSO4.2H2O. Gipsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan
ketebalan yang bervariasi. Gipsum merupakan garam yang pertama kali
mengendap akibat proses evaporasi air laut diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika
salinitasnya semakin bertambah.
Sebagian endapan gipsum terbentuk dari air laut dan hanya sebagian
kecil berasal dari endapan danau yang mengandung air garam. Gipsum juga
terjadi sebagai hasil kegiatan vulkanik, tempat gas H 2 dan fumarol bereaksi
dengan kapur serta hasil pelapukan batuan-batuan. Endapan gipsum dapat
ditemukan dalam lima wujud, yaitu :
1. Batuan gipsum yang berbentuk granular dan buram, mengandung
sedikit dolomit, batu kapur, dari kadar CaSO4 76%.
2. Gipsit, bersifat lunak dan kurang murni.
3. Alabaster, berbentuk padat, berbutir halus, bagus berwarna putih dan
agak bening.
4. Satinspar, berbentuk serat dan berkilap.

5. Selenit, berbentuk kristal dan transparan (Sentano, 1992).


Gipsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik
dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran
udara, murah, tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap
zat kimia (Purwadi, 1993). Salah satu kelebihan dari material gipsum yaitu
memiliki sifat yang cepat mengeras, sekitar 10 menit.

4.2 Hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2]


Senyawa hidroksiapatit dinyatakan sebagai salah satu anggota dari
kelompok mineral apatit atau mineral fosfat. Namun, ketersediaannya di alam
jarang bisa kita jumpai dalam keadaan murni. Biasanya mineral ini bercampur
dengan mineral apatit fluor yang disebut fluorapatit.

Gambar 4.2 Struktur molekul HA


Pada hidroksiapatit dimungkinkan terjadinya berbagai substitusi, namun
struktur kristalografinya tidak mengalami perubahan (Legeros, 1980; Young,
1975). Di dalam struktur hidroksiapatit, ion OH- dan atau ion PO43- dapat
disubstitusi, yaitu oleh ion CO 32- (karbonat). Substituti OH- oleh ion CO32-
menghasilkan hidroksiapatit karbonasi tipe A, sedangkan substitusi ion PO 43-
menghasilkan hidroksiapatit karbonasi tipe B (de Campos DDP, Bertran CA,
2009; Doi et al.,1982). Kedua tipe substitusi dapat juga terjadi bersamaan,
menghasilkan hidroksiapatit karbonasi tipe A/B (Lafon P, Champione E, Bernache
Assollant, 2008). Hidroksiapatit memperlihatkan kristalografi yang paling
menyerupai kristalografi tulang (Meneghini C, et al., 2003).
Gambar 4.3 (a) Hidroksiapatit berpori Gambar 4.3 (b) Hidroksiapatit serbuk

Hidroksiapatit memiliki sifat biokompatibilitas dan bioaktifitas yang


baik. Selain itu, secara kristalografi dan sifat kimia dari hidroksiapatit mendekati
struktur yang dimiliki oleh tulang dan gigi. Hidroksiapatit dapat terikat secara
langsung dengan jaringan dan dapat merangsang tumbuhnya jaringan. Hal ini
menyebabkan hidroksiapatit dapat diaplikasikan dalam bidang biomedis, terutama
untuk aplikasi tulang dan gigi. Hidroksiapatit termasuk ke dalam jenis
biokeramik.
Di dalam dunia medis, bahan keramik dibagi menjadi dua golongan yaitu
keramik bioinert dan keramik bioaktif. Keramik bioinert merupakan keramik yang
tidak berpengaruh dan berinteraksi dengan jaringan tubuh, contohnya alumina.
Sedangkan keramik bioaktif merupakan keramik yang dapat berikatan dengan
jaringan tulang yang hidup seperti hidroksiapatit dan kalsium fosfat.
Berbagai penelitian pada material biokeramik berbasis kalsium fosfat
menunjukkan bahwa kelarutan material dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain kristalinitas, porositas, ataupun komposisi kimiawi. Oleh karena itu,
studi telah ditujukan pada berbagai usaha untuk meningkatkan degradabilitas
dengan mengatur faktor-faktor tersebut.
Hidroksiapatit bisa didapatkan dari sumber alami maupun sintesis. Para
peneliti dan para ahli sendiri sudah banyak melakukan penelitian untuk dapat
menghasilkan hidroksiapatit dari sumber alam yang lebih murah diantaranya
tulang sapi, tulang ikan, gipsum, kalsit, cangkang kerang dan cangkang telur.
Oleh karena kebutuhan biomaterial yang terus meningkat, memicu
berbagai upaya untuk mencari alternatif biomaterial yang dapat menggantikan
struktur jaringan yang hilang tanpa menimbulkan efek yang negatif serta
terjangkau oleh masyarakat. Peningkatan kebutuhan masyarakat dalam
penggunaan biomaterial dalam bidang kedokteran terutama bagian tulang dan gigi
disebabkan oleh meningkatnya kasus patah tulang dan kerusakan gigi.
Setiap tahun terdapat lebih dari satu juta pasien dirawat di seluruh dunia
karena adanya masalah pada tulang. Baik dalam bidang bedah ortopedi, bedah
plastik, bedah mulut maupun bedah saraf. Jaringan tulang merupakan salah satu
jaringan yang paling sering digunakan untuk transplantasi / implan.
Implan merupakan benda asing bagi tubuh. Keberadaan benda asing
dalam tubuh dapat menimbulkan reaksi penolakan. Respon awal tubuh terhadap
suatu material implan tidak dapat dibedakan dengan respon inflamasi normal pada
kerusakan jaringan akibat tindakan implantasi. Pada tahapan ini, terjadi infiltrasi
sel-sel inflamasi seperti monosit, limfosit, sel polimorfonuklear, fibroblas, serta
makrofag (Kalfas, 2000).
Biomaterial berbasis hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] semakin banyak
digunakan sebagai pengganti tulang pada gigi dan rekonstruksi dalam aplikasi
ortopedi karena sifat biokompatibilitasnya yang baik. Hidroksiapatit murni
memiliki komposisi kimia, biologi dan kristalografi yang mirip dengan tulang dan
gigi. Beberapa metode telah digunakan untuk persiapan bubuk hidroksiapatit,
seperti diulas dalam beberapa karya. Dua metode utama untuk persiapan bubuk
hidroksiapatit menggunakan metode basah dan reaksi padatan. Hidroksiapatit
telah disintesis dari berbagai mineral, termasuk karang, gipsum (CaSO4.2H2O) dan
kalsit. Dalam penelitian yang telah kami lakukan, kami mensintesa hidroksiapatit
dari serbuk gipsum teknis (CaSO 4.2H2O) yang direaksikan dengan diamonium
hidrogen fosfat [(NH4)2HPO4] dengan metode basah.

4.3 Diamonium Hidrogen Fosfat (DAP)

Diamonium hidrogen fosfat (DAP) merupakan salah satu tipe dari


senyawa amonium fosfat. Diamonium hidrogen fasfat (DAP) dengan rumus kimia
(NH4)2HPO4 adalah salah satu bagian dari amonium fosfat yang larut dalam air
yang diproduksi ketika amonia bereaksi dengan asam fosfat.
(NH4)2HPO4(s) NH3(g) + NH4H2PO4(s)
Senyawa ini memiliki sinonim yaitu monobasic ammonium phosphate,
monoammonium phosphate, asam amonium fosfat dan amonium fosfat primer.
Wujud dari diamonium hidrogen fasfat (DAP) ini yaitu tidak berwarna, berbentuk
kristalin atau butiran. Senyawa ini digunakan sebagai zat penyangga, adonan
kondisioner dan zat ragi. Senyawa ini bersifat mudah larut dalam air.
Berikut data senyawa diamonium hidrogen fasfat (DAP) :
Massa molekul : 115.03 g/mol
Nilai pH : 7.8 - 8.2 5 g/L (20 C)
Titik leleh : 190C
Densitas : 1,8 g/cm3
Kelarutan : larut dalam air (370 g/L)
Pengujian kadar logam : tidak kurang dari 96% dan tidak lebih dari 102%

Gambar 4.4 DAP


Menurut Material Safety Data Sheet yang dirilis oleh Part of Thermo
Fisher Scientific (Fisher Scientific) diamonium hidrogen fasfat (DAP) merupakan
senyawa berbahaya yang mampu menyebabkan iritasi mata dan gangguan sistem
pernafasan. Bila terkena mata, maka segera dibilas dengan air bersih dan mencari
bantuan medis. Oleh sebab itu, disarankan untuk menggunakan sarung tangan dan
pelindung mata atau wajah ketika mereaksikan diamonium hidrogen fasfat (DAP).
4.4 Amonium Hidroksida (NH4OH)

Gambar 4.5 NH4OH


Amonium hidroksida termasuk dalam golongan larutan elektrolit lemah,
yaitu larutan elektrolit yang mengalami sedikit ionisasi atau terion tidak
sempurna. Larutan elektrolit lemah memiliki karakteristik jumlah ion dalam
larutan sedikit, menunjukkan daya hantar listrik yang lemah, derajat ionisasi
kurang dari 1 ( < 1), zat terlarut sebagian besar berbentuk molekul netral dan
hanya sedikit yang berbentuk ion serta memiliki daya hantar kecil.

3.1 Bahan dan Prosedur Kerja


3.3.1 Alat dan Bahan
1) Alat
Gambar 3.1 (a) Gambar 3.1 (b) Gambar 3.1 (c)
Neraca analitik Cawan petri Beaker glass 50 ml

Gambar 3.1 (d) Gambar 3.1 (e) Gambar 3.1 (f)


Beaker glass 100 ml Beaker glass 500 ml Beaker glass 1000 ml

Gambar 3.1 (h)


Gambar 3.1 (g) Gambar 3.1 (i)
Cimarec stirring
Piring porselen hot plate Labu ukur 1 L
Gambar 3.1 (j) Gambar 3.1 (k) Gambar 3.1 (l)
Sudip Termometer 100C Klem statis

Gambar 3.1 (m)


Gambar 3.1 (n) Gambar 3.1 (o)
Kertas saring
Labu erlenmeyer Corong kaca

Gambar 3.1 (p) Gambar 3.1 (q) Gambar 3.1 (r)


Desikator Oven pH meter
Gambar 3.1 (s) Gambar 3.1 (t) Gambar 3.1 (u)
Ruang asam Pompa Buchner Sarung tangan

Gambar 3.1 (w)


Gambar 3.1 (v)
XRD (X-Ray Diffraction)
FTIR
PANanalytical tipe
lelyweg 17602 EA
ALMELO
2) Bahan

Gambar 3.2 (a) Gambar 3.2 (b) Gambar 3.2 (c)


Diamonium hidrogen Akuades Serbuk gipsum teknis
fosfat

Gambar 3.2 (d) Gambar 3.2 (e) Gambar 3.2 (f)


NH4OH 32% Etanol 96% teknis Bongros-HA porous HA
bonegraft extender
3.3.2 Prosedur Kerja
Secara garis besar kegiatan PKL dijelaskan dalam diagram alir
(flowchart) sebagai berikut :
1) Pengaruh pH

Pembuatan DAP 0,5 M

Stirring dan pemanasan


larutan DAP 0,5 M
sampai 90C Tidak

Yaa
Penambahan
NH4OH

NH4OH 10 ml NH4OH 25 ml

Penambahan serbuk gipsum teknis 5 g

Stirring dan pemanasan


selama 2 jam (set suhu 90C)

Penyaringan

Pengeringan dengan oven


(set suhu 85C)

Uji FTIR dan XRD

Analisis Data
2) Pengaruh Lama Waktu Stirring

Pembuatan DAP 0,5 M

Stirring dan pemanasan


larutan DAP 0,5 M
sampai 90C

Penambahan serbuk gipsum teknis 5 g

Stirring dan Stirring dan


pemanasan selama pemanasan selama
3 jam (set suhu 1 jam (set suhu
90C) 90C)

Penyaringan

Pengeringan dengan oven


(set suhu 85C)

Uji FTIR dan XRD

Analisis Data
1) Pengkodean Sampel

No Kode Keterangan
.
1 G1 Bahan baku gipsum teknis
2 FI01 Sampel hidroksiapatit dengan variasi tanpa
penambahan NH4OH (pH 9,64)
3 FI02 Sampel hidroksiapatit dengan variasi
penambahan 10 mL NH4OH (pH 11)
4 FI03 Sampel hidroksiapatit dengan variasi
penambahan 25 mL NH4OH pH (12)
5 FI04 Sampel hidroksiapatit dengan variasi lama
waktu stirring 3 jam
6 FI05 Sampel hidroksiapatit dengan variasi lama
waktu stirring 1 jam
Tabel 3.3 Pengkodean Sample

2) Pengujian FTIR Gipsum Teknis


Pada awal penelitian, sebelum kami mensintesis hidroksiapatit
bahan gipsum teknis maka kami perlu mengetahui kandungan apa yang
berada dalam bahan tersebut itu terlebih dahulu. Maka kami melakukan
uji FTIR terhadap sampel gipsum teknis tersebut yang selanjutnya
disebut dengan G1.

Gambar 3.3.1 Proses karakterisasi serbuk gipsum teknis menggunakan


uji FTIR

3) Proses Sintesis Hidroksiapatit dari Gipsum


Preparasi bahan
Dalam melakukan penelitian, pada awalnya kami melakukan
persiapan bahan apa saja yang dibutuhkan. Dalam hal ini kami
menghitung dan menimbang berat masing-masing bahan yang
dibutuhkan. Dalam kegiatan preparasi bahan ini dilakukan penimbangan
bahan utama yang akan digunakan yaitu serbuk gipsum teknis
(Ca2SO4.2H2O) sebanyak 5 gram. Selain itu dilakukan penimbangan
diamonium hidrogen fosfat (DAP) sebanyak 26,3973 gram yang nantinya
akan dilarutkan dengan akuades untuk membuat larutan diamonium
hidrogen fosfat (DAP) 0,5 M.

Gambar 3.3.2
Proses penimbangan diamonium hidrogen fosfat (DAP) dan serbuk
gipsum teknis untuk sintesis FI01 (kiri), FI02 (tengah), FI03 (kanan)

Pembuatan larutan diamonium hidrogen fosfat (DAP) 0,5 M


Larutan DAP 0,5 disiapkan dengan melarutkan DAP sebanyak
26,3973 g ke dalam 1 L akuades. Pertama-tama diamonium hidrogen
fosfat (DAP) sebanyak 26,3973 gram diletakkan di dalam beaker glass
100 ml kemudian ditambahkan dengan akuades sampai mencapai 100 ml
dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan stir
level 7 untuk mempercepat pelarutan diamonium hidrogen fosfat (DAP)
dalam akuades. Setelah itu, larutan diamonium hidrogen fosfat (DAP)
100 ml tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L lalu ditambahkan
akuades sampai 1 L dan diaduk dengan kecepatan stir level 7 agar
homogen. Karena untuk setiap satu sampel hanya dibutuhkan 400 ml
larutan diamonium hidrogen fosfat (DAP) saja maka 400 ml larutan
diamonium hidrogen fosfat (DAP) dituangkan ke dalam beaker glass lalu
dihitung nilai pHnya menggunakan pH meter. Untuk 600 ml sisanya
disimpan dalam labu ukur yang telah ditutupi plastic wrap agar tidak
terkontaminasi, sebab akan digunakan untuk sintesis sampel selanjutnya.
Proses diatas diulang manakala stok larutan DAP tidak mencukupi
(habis). Setelah itu, dipasang termometer pada klem statis untuk menjaga
suhu larutan agar tetap pada suhu 90C. Stirring dan pemanasan
menggunakan magnetic stirrer dengan set kecepatan stir pada level 7.
Untuk mempercepat pemanasan maka digunakan aluminium foil untuk
menutup permukaan beaker glass.

Gambar 3.3.3
Proses stirring dan pemanasan 400 ml larutan diamonium hidrogen fosfat
(DAP) dengan set suhu larutan 90C sampel FI01 (kiri) dan FI03 (kanan)

Penambahan serbuk gipsum


Setelah suhu larutan DAP mencapai 90C, dilakukan penambahan
serbuk gipsum 5 gram dilakukan sedikit demi sedikit yaitu sudip per
menit. Hal ini dilakukan agar kesempatan ion kalsium dari gipsum dan
ion fosfat dari diamonium hidrogen fosfat (DAP) lebih mudah bereaksi
dengan sempurna. Kemudian stirring dan pemanasan larutan yang telah
ditambahkan gipsum dilakukan selama 2 jam dengan menjaga suhu
larutan tetap berada di kisaran 90C. Setelah itu, larutan didiamkan
selama 15 menit sampai dingin. Jumlah pereaksi serta proses tiap
variasi disajikan pada Tabel 3.3

Sample Gipsum (g) DAP 0,5 M NH4OH


FI01 5,0031 400 mL 0 mL
FI02 5,0029 400 mL 10 mL
FI03 5,2881 400 mL 25 mL
Tabel 3.4 Pereaksi Sample
Gambar 3.3.4
Proses penambahan serbuk gipsum teknis sudip per menit untuk
sampel FI01 (kiri), FI02 (tengah), dan FI03 (kanan)

Gambar 3.3.5
Proses stirring dan pemanasan (90C) selama 2 jam

Penyaringan dan pengeringan larutan gipsum


Pertama, kertas saring diletakkan di atas corong buchner kemudian
kertas saring dibasahi dengan akuades, lalu larutan gipsum yang sudah
dingin dituangkan ke dalamnya sedikit demi sedikit untuk disaring.
Kedua, serbuk hasil saringan pertama dicuci dengan menggunakan 500
ml akuades sebanyak dua kali. Ketiga, serbuk hasil saringan kedua dicuci
menggunakan 100 ml etanol 96% teknis. Hal ini bertujuan untuk
membantu proses pengeringan serbuk hasil saringan akhir. Serbuk hasil
saringan akhir yang masih berada di atas kertas saring dimasukkan ke
dalam wadah kedap udara selama 24 jam untuk membantu
menghilangkan kandungan air di dalam serbuk hasil saringan akhir.
Gambar 3.3.6
Proses penyaringan larutan gipsum untuk sampel FI01 (kiri atas), FI02
(kanan atas), dan FI03 (bawah)
Selanjutnya proses pengeringan dilakukan menggunakan oven.
Oven dihidupkan dengan memutar knop power dari 0 menjadi I, knop
suhu diputar dan diatur pada skala suhu 85C serta pengatur fresh air
digeser ke angka 0 yang berarti menghilangkan kadar air yang
terkandung pada sampel yang dikeringkan. Pengeringan dilakukan
selama 6 jam, kemudian hasil serbuk yang telah dikeringkan tersebut
ditimbang beratnya lalu dicatat dan dimasukkan ke dalam plastik klip.
Gambar 3.3.7
Proses pengeringan serbuk hasil penyaringan menggunakan oven selama
6 jam untuk sampel FI01 & FI02 (kiri) dan FI03 (kanan)

Pengujian serbuk HAp


Setelah serbuk hasil penyaringan dan pencucian dikeringkan,
selanjutnya serbuk tersebut diuji dengan FTIR (Fourier Transform Infra-
Red) untuk mengetahui kandungan gugus fungsinya serta uji XRD (X-
Ray Diffraction) untuk mengetahui sifat kristalinitas bahan. Uji FTIR
dilakukan di laboratorium karakterisasi thermal Pusat Teknologi Material
BPPT Serpong. Sedangkan uji XRD dilakukan di Gedung 71 BATAN
Serpong.

Gambar 3.3.8 (a) Gambar 3.3.8 (b)


Proses karakterisasi sampel HAp menggunakan uji (a) FTIR dan (b) XRD

Sintesis hidroksiapatit dari serbuk gipsum teknis ini dilakukan dengan


dua variabel yaitu pengaruh pH dan lama waktu stirring. Pengaruh pH dikontrol
dengan adanya penambahan NH4OH pada masing-masing sample dengan rincian
yang telah disampaikan sebelumnya pada Bab III yaitu sample FI01, sample FI02
dan sample FI03. Sintesis hidroksiapatit dilakukan menggunakan metode basah
dengan material penyusun yaitu serbuk gipsum teknis, DAP, NH4OH dan akuades.
Hidroksiapatit dapat terbentuk karena gugus hidroksi (OH) menggantikan
ion fluor (F) pada fluorapatit. Ketika berada di dalam air, gipsum akan terurai atau
terionisasi menjadi Ca2+ dan SO4(2-) begitu pula diamonium hidrogen fosfat (DAP)
yg membentuk PO4(3-). Ion-ion inilah yg berkemungkinan akan bereaksi
membentuk hidroksiapatit. Sumber OH berasal dari air sebab air terdiri dari ion-
ion H+ dan OH-. Tetapi di dalam prakteknya, gugus OH dan PO 4(3-) dapat disusupi
oleh ion karbonat CO3(2-) sehingga besar kemungkinan akan terbentuk carbonated
hidroksiapatit.
4.5 Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Spectroscopy
Teknik spektroskopi infra merah digunakan untuk mengetahui gugus
fungsional mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui
kemurnian dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Senyawa yang dianalisa
berupa senyawa organik maupun anorganik. Hampir semua senyawa dapat
menyerap radiasi inframerah (Mudzakir, 2008).
Metode ini merupakan metode untuk mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik. Prinsip kerja dari spektroskopi inframerah ini
sendiri adalah ketika adanya interaksi energi antara molekul senyawa kompleks
yang ditembakkan dengan energi sehingga molekul mengalami vibrasi.
Setelah dilakukan sintesis hidroksiapatit dari serbuk gipsum maka
diperoleh HAp. Untuk mengetahui apakah benar sintesis yang telah dilakukan
mampu memperoleh sample yang memiliki kandungan hidroksiapatit atau tidak.
Uji karakteristik sample material menggunakan FTIR dilakukan dengan
menyalakan alat penguji FTIR yang telah disambungkan dengan komputer yang
nantinya akan diolah oleh sebuah software yang digunakan untuk menganalisa.
Kemudian sample yang akan diuji diletakkan pada sample holder dan
menempatkannya pada lintasan sinar alat FTIR.
Selanjutnya melakukan pengukuran dengan alat FTIR sehingga
dihasilkan spektrum FTIR dari sample tertampil pada layar komputer sebagai
berikut :

a. Sample FI01 (Tanpa NH4OH, pH = 9,64)

Gambar 5.1 Hasil FTIR Sample FI01


Keterangan gambar :
1) a. Wavenumber cm-1 : 868,79
b. Height : 78,92
c. Gugus :
Sodium sianida (wavenumber 865)
Potasium karbonat (wavenumber 865)
2) a. Wavenumber cm-1 : 961,84
b. Height : 64,25
c. Gugus :
Kalsium fosfat (wavenumber 962)
3) a. Wavenumber cm-1 : 1020,18
b. Height : 19,12
c. Gugus :
Magnesium fosfat (wavenumber 1020)

b. Sample FI02 (NH4OH 10 ml, pH = 11)


Gambar 5.2 Hasil FTIR Sample FI02

Keterangan gambar :
1) a. Wavenumber cm-1 : 869,27
b. Height : 78,44
c. Gugus :
Sodium sianida (wavenumber 865)
Potasium karbonat (wavenumber 865)
2) a. Wavenumber cm-1 : 961,84
b. Height : 61,57
c. Gugus :
Kalsium fosfat (wavenumber 962)
3) a. Wavenumber cm-1 : 1020,18
b. Height : 16,11
c. Gugus :
Magnesium fosfat (wavenumber 1020)

c. Sample FI03 (NH4OH 25 ml, pH = 12,12)


Gambar 5.3 Hasil FTIR Sample FI03

Keterangan gambar :
1) a. Wavenumber cm-1 : 1018,48
b. Gugus :
Magnesium fosfat dibasic (wavenumber 1020)
2) a. Wavenumber cm-1 : 962,09
b. Gugus :
Kalsium fosfat (wavenumber 962)
3) a. Wavenumber cm-1 : 598,83
b. Gugus :
Ferous sulfat (wavenumber 611)
d. Sample FI04 (waktu stirring 3 jam)

Gambar 5.4 Hasil FTIR Sample FI04


Keterangan gambar :
1) a. Wavenumber cm-1 : 866,78
b. Gugus :
Sodium sianida (wavenumber 865)
Potasium karbonat (wavenumber 865)
2) a. Wavenumber cm-1 : 962,96
b. Gugus :
Kalsium fosfat (wavenumber 962)
3) a. Wavenumber cm-1 : 1020,20
b. Gugus :
Magnesium fosfat (wavenumber 1020)
e. Sample FI05 (waktu stirring 1 jam)

Gambar 5.5 Hasil FTIR Sample FI05


Keterangan gambar :

1) a. Wavenumber cm-1 : 868,36


b. Gugus :
Sodium sianida (wavenumber 865)
Potasium karbonat (wavenumber 865)
2) a. Wavenumber cm-1 : 961,90
b. Gugus :
Kalsium fosfat (wavenumber 962)
3) a. Wavenumber cm-1 : 1020,0
b. Gugus :
Magnesium fosfat (wavenumber 1020)
Berdasarkan hasil FTIR dari ketiga sample, dapat terlihat bahwa terdapat
kemiripan gugus fungsi yang dimiliki.

Gambar 5.6 Hasil Uji FTIR (Penggabungan Seluruh Sample)

Pada Gambar 5.6 menunjukkan hasil uji FTIR gabungan dari semua
sample. G1 merupakan hasil spektrum FTIR untuk gipsum teknis. Selanjutnya
untuk ketiga spektrum di bawahnya merupakan FI02, FI01 dan FI03. Sedangkan
HA sigma merupakan hidroksiapatit sintetik yang digunakan sebagai pembanding.
Dapat dilihat bahwa masingmasing memiliki kemiripan bentuk, grafik terakhir
menunjukkan bahwa di dalam kandungan serbuk terdapat senyawa yang sama
yaitu ikatan pospat (PO4) yang terdapat pada bilangan interval gelombang 1000-
1100 serta potasium karbonat. Hanya saja antara masingmasing sample terdapat
sedikit selisih pada nilai wavenumbernya. Dari keadaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa di dalam serbuk HAp hasil sintesis terdapat gugus fungsi yang
dibutuhkan untuk membentuk senyawa hidroksiapatit dengan rumus
Ca10(PO4)6(OH)2.
Berdasarkan hasil uji FTIR yang tersaji pada gambar-gambar
menunjukkan adanya gugus-gugus fungsi sebagai berikut :
1. Potasium karbonat. Gugus ini memiliki daerah absorbansi sinar inframerah
pada gelombang 1205-885 cm-1. Pada grafik di atas puncak absorbansi
gugus OH- adsorbsi terlihat di sekitar bilangan gelombang 865 cm-1 pada
kelima sample HA.
2. Kalsium fosfat. Gugus ini memiliki daerah absorbansi sinar inframerah
pada gelombang 965-960 cm-1. Pada grafik di atas puncak absobansi gugus
OH- terletak pada wavenumber 962.
3. Fosfat (PO43-). Gugus ini pada grafik vibrasi P=O dari gugus PO43- tampak
di sekitar 1020 cm-1.
4.6 Analisa Fasa dengan XRD (X-Ray Diffraction)
Difraksi sinar X (X-ray Difraktometer) atau yang sering dikenal dengan
XRD merupakan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi material
kristalin maupun non-kristalin. Sebagai contoh identifikasi struktur kristalin
(kualitatif) dan fasa (kuantitatif) dalam suatu bahan dengan memanfaatkan radiasi
gelombang elektromagnetik sinar X. Dengan kata lain, teknik ini digunakan untuk
mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter
struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.
Berikut hasil spektrum yang diperoleh untuk masing-masing sample
sehingga dapat dilakukan analisis fasa :
a. Sample FI01 (Tanpa NH4OH, pH= 9,64)

Gambar 5.7 Hasil Uji XRD Sample FI01


Keterangan :
Hidroksiapatit
Magnetit
Quartz
Berdasarkan hasil spektrum yang diperoleh ditemukan senyawa
yang terkandung dalam sample yang telah diuji karakterisasi yaitu
hidroksiapatit. Pola grafik tersebut menunjukkan intensitas puncak-
puncak hidroksiapatit yang ditunjukkan dengan tanda merah memiliki
kemiripan dengan karakteristik hidroksiapatit (JCPDS 99-100-2278).
Namun terdapat fasa lain dengan intensitas cukup tinggi. Berdasarkan
database diketahui fasa lain dengan intensitas yang sangat tinggi tersebut
milik quartz (SiO2) (JCPDS 99-100-5725). Selain itu, juga terdapat
pengotor lain yaitu magnetit (Fe3O4) (JCPDS 99-100-2409) namun
dengan intensitasnya yang lebih rendah. Terbentuknya quartz daan
magnetit ini dikarenakan belum sempurnanya proses pembentukan
hidroksiapatit saat proses sintesis.

Dengan mengambil 10 puncak tertinggi dalam spektrum hasil


maka diperoleh data sebagai berikut :
No 2 (0) I/I0 FWHM d (A)
1 10,63 87,03 0,1000 8,3239
2 25,82 525,59 0,1000 3,4512
3 31,60 597,22 0,1000 2,8313
4 32,14 532,75 0,1000 2,7848
5 32,75 342,31 0,1000 2,7349
6 34,01 197,18 0,1000 2,6359
7 39,74 98,30 0,1000 2,2684
8 16,55 171,00 0,1000 1,9511
9 49,38 227,48 0,1000 1,8456
10 53,18 159,25 0,1000 1,7225
Tabel 5.1 Lebar puncak, intensitas puncak dan FWHM
Sample FI01
b. Sample FI02 (NH4OH 10 ml, pH = 11)

Gambar 5.8 Hasil Uji XRD Sample FI02


Keterangan :
Hidroksiapatit
Magnetit
Quartz
Berdasarkan hasil spektrum yang diperoleh ditemukan senyawa
yang terkandung dalam sample yang telah diuji karakterisasi yaitu
hidroksiapatit. Pola grafik tersebut menunjukkan intensitas puncak-
puncak hidroksiapatit yang ditunjukkan dengan tanda merah memiliki
kemiripan dengan karakteristik hidroksiapatit (JCPDS 99-100-2278).
Sama halnya dengan sample FI01 pada sample FI02 terdapat fasa lain
dengan intensitas paling tinggi yang berdasarkan database diketahui fasa
lain tersebut milik quartz (SiO2) (JCPDS 99-100-5725) magnetit (Fe3O4)
(JCPDS 99-100-2409) dengan intensitas yang lebih rendah. Terbentuknya
quartz dan magnetit ini dikarenakan belum sempurnanya proses
pembentukan hidroksiapatit saat proses sintesis untuk mendapatkan
hidroksiapatit murni.
Dengan mengambil 10 puncak tertinggi dalam spektrum hasil
maka diperoleh data sebagai berikut :
No 2 (0) I/I0 FWHM d (A)
1 10,75 87,28 0,1000 8,2309
2 25,82 518,69 0,1000 3,4512
3 28,05 88,05 0,1000 3,1817
4 28,83 92,48 0,1000 3,0969
5 31,60 722,59 0,1000 2,8313
6 32,08 577,46 0,1000 2,7898
7 32,75 423,39 0,1000 2,7349
8 33,95 215,42 0,1000 2,6405
9 39,56 126,35 0,1000 2,2783
10 46,55 209,64 0,1000 1,9511
Tabel 5.2 Lebar puncak, intensitas puncak dan FWHM
Sample FI02

c. Sample FI03 (NH4OH 25 ml, pH = 12,12)

Gambar 5.9 Hasil Uji XRD Sample FI03


Keterangan :
Hidroksiapatit
Magnetit
Quartz
Berdasarkan hasil spektrum yang diperoleh ditemukan senyawa
yang terkandung dalam sample yang telah diuji karakterisasi yaitu
hidroksiapatit (JCPDS 99-100-2278). Pola grafik tersebut menunjukkan
intensitas puncak-puncak hidroksiapatit yang ditunjukkan dengan tanda
merah memiliki kemiripan dengan karakteristik hidroksiapatit. Namun
terdapat fasa lain dengan intensitas tinggi yang cukup dominan.
Berdasarkan database diketahui fasa lain dengan intensitas yang sangat
tinggi tersebut milik magnetit (Fe3O4) (JCPDS 99-100-2409).
Terbentuknya magnetit ini dikarenakan belum sempurnanya proses
pembentukan hidroksiapatit saat proses sintesis untuk menghilangkan
kandungan magnetit pada sample. Selain magnetit (Fe3O4) juga terdapat
pengotor lain yaitu quartz (SiO2) (JCPDS 99-100-8020). Sample FI03
memiliki pola grafik yang sempit dan tajam yang berarti sifat
kristalinitasnya tinggi.

Dengan mengambil 10 puncak tertinggi dalam spektrum hasil


maka diperoleh data sebagai berikut :
No 2 (0) I/I0 FWHM d (A)
1 10,69 152,68 0,1000 8,2771
2 25,88 518,13 0,1000 3,443
3 31,66 947,57 0,1000 2,8261
4 32,02 560,86 0,1000 2,7950
5 32,75 563,12 0,1000 2,7349
6 34,01 287,41 0,1000 2,6359
7 39,68 184,15 0,1000 2,2717
8 46,61 266,79 0,1000 1,9487
9 49,32 247,61 0,1000 1,8478
10 53,12 149,77 0,1000 1,7243
Tabel 5.3 Lebar puncak, intensitas puncak dan FWHM
Sample FI03

Telah dilakukan sintesis serbuk HAp dengan variasi lama waktu stirring
yaitu menghasilkan sample FI04 dan sample FI05. Namun tidak ada untuk hasil
uji XRD sample FI04 dan FI05 karena keterbatasan waktu dan banyaknya sample-
sample lain yang juga harus diuji oleh pihak BATAN selaku tempat pengujian
XRD sample.

5.4.1 Kristalinitas Bahan


Kristalinitas dan pengembangan struktural hidroksiapatit dapat
dipengaruhi dengan memvariasikan pH. Selain ukuran kristal pada
karaktersasi uji XRD juga dapat ditentukan nilai derajat kristalinitas,
menggunakan rumus :
fraksi luas kristalin
kristalinitas= x 100
fraksi luas kristalin+ fraksi luas amorf

Dimana nilai-nilai tersebut diperoleh dari informasi adalah lebar


puncak setengah maksimum (radian), yang merupakan sudut difraksi
() serta nilai intensitas fase kristalin dan fase amorf.
Dapat diamati berdasarkan perhitungan yang terlampir, bahwa nilai
derajat kristalinitas hasil yang terbaik terletak pada sample FI03, yaitu
sebesar 92,292%. Sedangkan sample FI02 memiliki kristalinitas
sebesar 89,519% dan sample FI01 memiliki kristalinitas sebesar
90,600%. Dengan meningkatkan waktu stirring, presipitasi HA
mengalami kristalisasi. Sebagai hasil dari pengotor yang menyumbat
dihilangkan, regangan kristal berkurang sebagai energi bebas,
sedangkan struktur kristal disempurnakan dan pada daerah kristal
yang terbuka (celah) jumlahnya menurun.

BAB III

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan sintesis dan karakterisasi yang telah dilakukan selama
penelitian dan telah dibahas pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji FTIR Hidroksiapatit terbukti telah terbentuk pada semua


sample yang kami hasilkan, hal ini karena adanya ion-ion yang saling
berinteraksi antara Ca2+ dan SO4(2-) pada bahan gipsum dan PO4(3-) dari
diamonium hidrogen fosfat (DAP) yang dapat dijelaskan pada reaksi berikut :

10CaSO4.2H2O+6(NH4)2HPO4
Ca10(PO4)6(OH)2+6(NH4)2SO4+ 4H2SO4+18H2O
2. Variasi pH dengan penambahan NH4OH 10 ml yaitu pada sample FI02
diketahui memiliki ukuran kristal terbaik, yaitu sebesar 14,37 nm. Sedangkan
derajat kristalinitas bahan terbaik ada pada sample FI03 yaitu sebesar 92,292
%.
3. Setelah dibandingkan dengan data JCPDS hidroksiapatit standar GCPDS-00-
001-1008 terdapat kemiripan dengan sample yang telah disintesis.

6.2 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa


saran-saran sebagai berikut :
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan variabel lain seperti
perbandingan konsentrasi serbuk gipsum dan DAP, sebab dalam penelitian ini
sample akhir yang dihasilkan masih bisa dibilang berada dalam skala kecil.

You might also like