You are on page 1of 9

Halmn 52

8 Elemen Perancangan Kota (Hamid Shirvani)

Setiap perancangan kota harus memperhatikan elemen-elemen perancangan yang ada sehingga
nantinya kota tersebut akan mempunyai karakteristik yang jelas. Menurut Hamid Shirvani dalam
bukunya Urban Design Process, terdapat delapan macam elemen yang membentuk sebuah kota
(terutama pusat kota), yakni Tata Guna Lahan (Land Use), Bentuk dan Kelompok Bangunan (Building
and Mass Building), Ruang Terbuka (Open Space), Parkir dan Sirkulasi (Parking and Circulation),
Tanda-tanda (Signages), Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways), Pendukung Kegiatan (Activity Support),
dan Preservasi (Preservation).

TATA GUNA LAHAN (LAND USE)


Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota.
Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan
tersebut. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan terdapat berbagai macam bangunan
industri atau di dalam kawasan perekonomian akan terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di
dalam kawasan pemerintahan akan memiliki bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata
guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan
individual.

Tata guna lahan aun-alun Kota Magelang


Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota, termasuk di
dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk
penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah
pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi
tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu
kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

BENTUK DAN MASSA BANGUNAN (BUILDING FORM AND MASSING)


Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang
ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada.
Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-
bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang
terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari
adanya lost space (ruang tidak terpakai).
Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan,
yaitu :
a. Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia, baik yang berada dalam bangunan
maupun yang berada pada jalur pejalan kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu kawasan
membentuk sebuah garis horizon (skyline). Ketinggian bangunan di tiap fungsi ruang perkotaan akan
berbeda, tergantung dari tata guna lahan. Sebagai contoh, bangunan di sekitar bandara akan memiliki
ketinggian lebih rendah dibanding bangunan di kawasan perekonomian.
b. Kepejalan Bangunan
Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam konteks kota. Kepejalan suatu gedung
ditentukan oleh perbandingan tinggi : luas : lebar : panjang, olahan massa (desain bentuk), dan variasi
penggunaan material.
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan berbanding luas tapak (jika
KLB=200%, maka di tapak seluas 100m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200m2 - lantai
banyak). Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung tanah, daya dukung lingkungan,
nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan atau kepercayaan daerah
setempat.
d. Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)
Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisien Dasar
Bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar tidak
keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar daur lingkungan tidak terhambat
terhambat, terutama penyerapan air ke dalam tanah.
e. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan. Garis ini sangat penting
dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi jalan kota. Selain itu juga berfungsi sebagai jarak
keselamatan pengguna jalan, terutama jika terjadi kecelakaan.
f. Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur,
kesatuan dan ekspresi digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini
dalam skala urban jika direncanakan dengan baik dapat menjadi guide line yang dapat menyatukan
fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di kota.
g. Skala
Rasa akan skala dan perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat memainkan
peranan dalam menciptakan kontras visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan kedinamisan.
h. Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan. Komposisi yang dimaksud
diwujudkan oleh hubungan antar elemen visual.
i. Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka
elemen yang lebih besar dapat menimbulkan efek-efek tekstur.
j. Warna
Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna), dapat memperluas kemungkinan ragam
komposisi yang dihasilkan.
Bentuk dan massa bangunan di Alun-alun Kota Magelang
Menurut Spreegen (1965), prinsip dasar perancangan kota mensintesa berbagai hal penting berkaitan
bentuk dan massa bangunan, meliputi berbagai hal sebagai berikut :
a. Skala, dalam hubungannya dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, bangunan disekitarnya dan
ukuran kawasan.
a. Ruang kota, yang merupakan elemen dasar dalam perencanaan kota yang harus memperhatikan
bentuk (urban form), skala, sense of enclosure dan tipe urban space.
b. Massa kota (urban mass), yang di dalamnya meliputi bangunan, permukaan tanah, objek-objek yang
membentuk ruang kota dan pola aktivitas.
aspek pengendalian bentuk dan massa bangunan
Pada manusia, secara psikologis, masa dan bentuk bangunan dipengaruhi oleh
elemen-elemen fisik antara lain: ketinggian, kepejalan, KLB, coverage, garis
sempadan, skala, langgam/gaya, material, tekstur dan warna.
Kesan psikologis ini ditimbulkan terutama oleh stimulus visual yang
diterima pengamat.
Peraturan setempat mengenai zoning berhubungan dengan aspek bentuk fisik
melalui spesifik setting yang terdiri dari ketinggian, garis sempadan
(setback) dan penutupan (coverage). Masalah mengenai kenampakan
(apperance), seperti hal-hal yang menyangkut bagaimana sebuah bangunan
terlihat bagus dengan ketinggian dan kepejalannya, langgam/gaya, warna,
material, tekstur dan bentuk fasade tidak dibahas lebih lanjut.
A. Ketinggian

Dalam konteks konfigurasi 3D kawasan, ketinggian bangunan dan orientasi


bangunan berkaitan dengan pembayangan baik pada fasade maupun site.
Utamanya pembayangan site, sudut jatuh matahari yang menimpa bangunan
sesuai dengan ketinggiannya berhubungan erat dengan pengeringan dan
pencahayaan di sekitar bangunan.
B. Kepejalan

Kontrol kepejalan memberikan peningkatan kondisi angin dan pengontrolan


terhadap cahaya matahari pada jalan-jalan dan ruang-ruang terbuka di bawahnya.
Hasil kontrol kepejalan berupa bentuk artikulasi dan bertingkat permukaan dan
bentuk bangunan, dapat menurunkan masalah angin.
Pengontrolan cahaya matahari dan angin akan memberikan pengaruh pada batas
ketinggian, set back, ketinggian kondisional, sudut matahari, sudut
pandang, serta ruang antar menara. Sistem Pencahayaan Alami pada Bentuk dan Tata Ruang
Kota Lama Semarang Kaitannya dengan Jarak dan Tinggi Bangunan Studi Literatur III- 51
C. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Menggambarkan tentang jumlah lantai maksimum, peruntukan yang


diperbolehkan, dan intensitas membangun (jumlah lantai maksimum, KLB
maksimum, KLB dasar, kepadatan penduduk )
D. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Luas lantai dasar (BC) adalah luas lahan tapak yang tertutup dibanding
dengan luas lahan keseluruhan. KDB dimaksudkan untuk menyediakan lahan
terbuka yang cukup di suatu wilayah kota. Disamping itu juga berperan dalam
persyaratan atau ketentuan mengenai muka bangunan dan pemunduran, serta
konsep amplop bangunan.
E. Garis Sempada Bangunan (GSB)

Ialah jarak bangunan terhadap as jalan. GSB bermanfaat untuk mengendalikan


tata letak bangunan terhadap jalan, sehingga mencipta keteraturan, dan
memberikan pandangan yang lebih luas terhadap pemakai jalan.
F. Skala

Skala perkotaan merupakan skala ruang yang dikait-kan dengan kota serta lingkungan
manusianya, urban space merupakan ruang formal kota sebagai hasil penjajaran
bangunan bangunan. Urban space dapat berdiri sendiri atau memiliki hubungan timbal
balik antara satu dengan lainnya. Sehingga bentuk dan tata bangunan secara fisik
tidak bias dipisahkan dari kenya-manan visual manusia sebagai pengguna.
Elemen-elemen yang berpe-ngaruh pada penciptaan skala antara lain: sudut pandang
manusia, jarak pandang dari pengamat ke obyek. Secara psikologis, skala
sangat berpengaruh pada personal space. Guideline mengenai skala
diperlukan untuk mencapai kenyamanan visual.

Menurut Paul D. Spreiregen, 1965, bila seseorang berdiri di tengah ruangan


dengan sudut pandang tertentu akan menghasilkan:Sistem Pencahayaan Alami pada Bentuk
dan Tata Ruang Kota Lama Semarang Kaitannya dengan Jarak dan Tinggi Bangunan Studi Literatur III- 52
ibukota provinsi di Indonesia ini seolah telah kehilangan
identitas, kehilangan jati dirinya sebagai sebuah kota
yang berkarakter.
Jati diri atau identitas sebuah kota terlihat dari karakter
elemen-elemen yang terdapat didalamnya. Hamid
L = T Shirvani, seorang pakar arsitektur kota telah
(45) dimana kesan ruang mencetuskan teori tentang delapan elemen
sangat terasa perancangan kota sebagai pedoman dalam merancang
Gb. 27 sebuah kota yaitu: Land Use, Building Form & Massing,
Rasio jarak dan ketinggian bangunan
yang terbentuk dari sudut pandang Circulation & Parking, Open space, Pedestrian Ways,
visual
Activity Support, Signage, Preservation.
L = 2T (30) dimana kesan
ruang muncul Apabila dilihat kenyataannya di kota Semarang,
L = 3T (18) merupakan problematik yang terjadi pada kedelapan elemen
batas minimum untuk perancangan kota tersebut yaitu :
membentuk kesan ruang
L = 4T (14) dimana kesan
ruang mulai hilang
1. Land Use (tata guna lahan)

MATINYA ARSITEKTUR KOTA Banyak pembangunan di Semarang yang menyalahi


DI SEMARANG peraturan tata guna lahan.
Contohnya :
Tata guna lahan kota Semarang yang pada beberapa
tempat diperuntukkan sebagai lahan hijau untuk area
Menarik bila mengamati
resapan air, kini berubah fungsi menjadi perumahan real
perkembangan kota Semarang
estat dan padang golf untuk kalangan elit.
akhir-akhir ini. Semarang telah
berubah menjadi kota yang tidak
jelas arsitektur kotanya. Meskipun
2. Building Form & Massing (bentuk dan massa
Semarang mempunyai banyak
bangunan)
pakar arsitektur kota namun
Bangunan yang berdiri di kota Semarang semakin tinggi,
semuanya seolah mati suri,
padat dan tidak manusiawi.
mengalami tidur siang yang
Contohnya :
panjang dan terbuai dalam
Semakin banyak privatisasi bangunan komersial, mall
kesibukannya masing-masing.
dan hotel-hotel yang dibangun di kota Semarang dan
Sangat disayangkan karena kota
menomorduakan area publik.
Semarang sebagai salah satu
Menurut Hamid Shirvani terdapat 8 elemen fisik perancangan kota
Menurut Hamid Shirvani terdapat 8 elemen fisik perancangan kota, yaitu:

Tata Guna Lahan (Land Use)

Prinsip Land Use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang
terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga kawasan tersebut berfungsi dengan
seharusnya.
(Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain)
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah
kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan
fungsi bangunan tersebut. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan terdapat
berbagai macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan terdapat
berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan pemerintahan akan memiliki
bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan
antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.
Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota, termasuk
di dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan
untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna
lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam
mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan
bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
(Sumber: Tugas Perancangan Kota, Universitas Diponegoro)

Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)


Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh tinggi dan besarnya bangunan, KDB, KLB,
sempadan, skala, material, warna, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design yang berkaitan dengan bentuk dan massa bangunan
meliputi:
- Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, dan dimensi bangunan sekitar.
- Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota, batas, dan tipe-tipe ruang.
- Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek dalam ruang yang dapat
tersusun untuk membentuk urban space dan pola aktifitas dalam skala besar dan kecil.
(Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain)
Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa
bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa
(banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa
seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan
sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai
garis langit horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang
tidak terpakai).
Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan
bangunan, yaitu : ketinggian bangunan, kepejalan bangunan, KLB, KDB, garis sempadan
bangunan, langgam, skala, material, tekstur, warna.
(Sumber: Tugas Perancangan Kota, Universitas Diponegoro)

Setiap perancangan kota harus memperhatikan elemen-elemen perancangan yang ada


sehingga nantinya kota tersebut akan mempunyai karakteristik yang jelas. Menurut Hamid
Shirvani dalam bukunya Urban Design Process, terdapat delapan macam elemen yang
membentuk sebuah kota (terutama pusat kota), yakni Tata Guna Lahan (Land Use), Bentuk
dan Kelompok Bangunan (Building and Mass Building), Ruang Terbuka (Open Space),
Parkir dan Sirkulasi (Parking and Circulation), Tanda-tanda (Signages), Jalur Pejalan Kaki
(Pedestrian Ways), Pendukung Kegiatan (Activity Support), dan Preservasi (Preservation).

1. TATA GUNA LAHAN (LAND USE)


Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan
sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai
dengan fungsi bangunan tersebut. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan
terdapat berbagai macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan
terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan pemerintahan akan memiliki
bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan
antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.
Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota,
termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan
kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use
(tata guna lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang
terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran
keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

2. BENTUK DAN MASSA BANGUNAN (BUILDING FORM AND MASSING)


Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa
bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa
(banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa
seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan
sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai
garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak
terpakai).
Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan
bangunan, yaitu :
a. Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia, baik yang berada dalam
bangunan maupun yang berada pada jalur pejalan kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan
pada suatu kawasan membentuk sebuah garis horizon (skyline). Ketinggian bangunan di tiap
fungsi ruang perkotaan akan berbeda, tergantung dari tata guna lahan. Sebagai contoh,
bangunan di sekitar bandara akan memiliki ketinggian lebih rendah dibanding bangunan di
kawasan perekonomian.
b. Kepejalan Bangunan
Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam konteks kota. Kepejalan suatu
gedung ditentukan oleh perbandingan tinggi : luas : lebar : panjang, olahan massa (desain
bentuk), dan variasi penggunaan material.
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan berbanding luas tapak (jika
KLB=200%, maka di tapak seluas 100m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai
200m2 - lantai banyak). Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung tanah,
daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan
peraturan atau kepercayaan daerah setempat.
d. Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)
Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisien
Dasar Bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka yang cukup di kawasan
perkotaan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar
daur lingkungan tidak terhambat terhambat, terutama penyerapan air ke dalam tanah.
e. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan. Garis ini sangat
penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi jalan kota. Selain itu juga berfungsi
sebagai jarak keselamatan pengguna jalan, terutama jika terjadi kecelakaan.
f. Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana
struktur, kesatuan dan ekspresi digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu.
Peran dari langgam ini dalam skala urban jika direncanakan dengan baik dapat menjadi guide
line yang dapat menyatukan fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di kota.
g. Skala
Rasa akan skala dan perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat
memainkan peranan dalam menciptakan kontras visual yang dapat membangkitkan daya
hidup dan kedinamisan.
h. Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan. Komposisi yang
dimaksud diwujudkan oleh hubungan antar elemen visual.
i. Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak
tertentu maka elemen yang lebih besar dapat menimbulkan efek-efek tekstur.

j. Warna
Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna), dapat memperluas kemungkinan
ragam komposisi yang dihasilkan.
Menurut Spreegen (1965), prinsip dasar perancangan kota mensintesa berbagai hal
penting berkaitan bentuk dan massa bangunan, meliputi berbagai hal sebagai berikut :
a. Skala, dalam hubungannya dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, bangunan disekitarnya
dan ukuran kawasan.
b. Ruang kota, yang merupakan elemen dasar dalam perencanaan kota yang harus
memperhatikan bentuk (urban form), skala, sense of enclosure dan tipe urban space.
c. Massa kota (urban mass), yang di dalamnya meliputi bangunan, permukaan tanah, objek-
objek yang membentuk ruang kota dan pola aktivitas.

You might also like