Professional Documents
Culture Documents
Muskuloskeletal
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
3. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi
pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan
permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh
darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada
otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga
aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi
pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih
mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-
jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi
pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah
dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah
ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri..
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
4. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda
atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau
mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih.
5. Penatalaksaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus
lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian primer
Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi
pada jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak
teratur, kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru,
pengembangan dada.
Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output
serta perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna
kulit, nadi, dan adanya perdarahan.
Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan
reaksi pupil.
Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh
pakaiannya.
2) Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe)
termasuk reevaluasi pemeriksaan TTV.
Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai
riwayat perlukaan. Riwayat AMPLE (alergi, medikasi, past illness,
last meal, event/environment) perlu diingat.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka,
kontusio atau fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis,
thoraks, abdomen, perineum, muskuloskeletal dan pemeriksaan
neurologis juga harus dilakukan dalam secondary survey.
Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
Tambahan pada secondary survev
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang
belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan
prosedur diagnostik lain.
3. Mekanisme Cedera
Trauma kepala disebabkan karena adanya daya/kekuatan yang mendadak
dikepala. Ada 3 mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala yaitu akselerasi,
deselerasi, dan deformitas.
Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya
pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu.
Deselerasi yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam misalnya
pada saat kepala terbentur.
Deformitas yaitu perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi
akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau
pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat
menambah kerusakan. Mekanisme cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan
pada daerah dekat benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan
dengan benturan (kontra kup).
4. Patofisiologi
Adanya trauma kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan struktur
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosine tripospat dalam
mitokondria, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi trauma kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera
kepala otak primer dan cedera kepala otak sekunder. Cedera kepala otak primer
merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala
terbentur dan berdampak cedera jaringan otak. Cedera kepala sekunder terjadi akibat
cedera primer misalnya adanya hipoksia, iskemia, dan perdarahan.
Perdarah serebral menimbulkan hematoma, misalnya pada epidural hematoma,
yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan dura meter,
subdural hematoma diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara dura meter
dengan subarahnoid dan intracerebral hematoma adalah berkumpunya darahpada
jaringan serebral.
Kematian pada trauma kepala banyak disebabkan karena hipotensi karena
gangguan pada autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan menimbulkan
hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. Karena otak
sangat sensitive terhadap oksigen dan glukosa.
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien tergantung dari berat ringannya cedera kepala, ada atau
tidaknya amnesia retrograt, mual dan muntah.
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada cedera kepala diantaranya :
Defisitnya neurologi fokal
Kejang
Pneumonia
Perdarahan gastrointestinal
Disritmia jantung
Hidrosefalus
Kerusakan kontrol respirasi
Inkontinensia bladder atau bowel
8. Test Diagnostik
Foto tengkorak : mengetahui adanya fraktur tengkorak (simpel, depresi,
kommunit), fragmen tulang
Foto servikal : mengetahui adanya fraktur servikal
CT Scan : kemungkinan adanya subdural hematoma, intraserebral hematoma,
keadaan ventrikel.
MRI : sama dengan CT Scan
Serum alkohol :mendeteksi penggunaan alkohol sebelum cedera kepala,
dilakukan terutama pada cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas.
Serum obat : mengetahui penyalahgunaan obat sebelum cedera kepala.
Pemeriksaan obat dalam urine : mengetahui pemakaian obat sebelum
kejadian
Serum human chorionic gonadotropin : mendeteksi kehamilan
9. Penatalaksanaan Medik
a) Penatalaksanaan Umum
Monitor respirasi : bebaskan jalan napas, monitor keadaan ventilasi,
periksa AGD, berikan oksigen jika perlu.
Monitor tekanan intrakranial (TIK)
Atasi syok bila ada
Kontrol tanda vital
Keseimbangan cairan dan elektrolit
b) Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen luka,
kranioplasti, prosedur shunting pada hidrocepalus, kraniotomi.
c) Pengobatan
Diuretik : untuk mengurangi edema serebral misalnya manitol 20%,
furosemid (lasic).
Antikonvulsan : untuk menghentikan kejang misalnya dengan dilantin,
tegretol, valium
Kortokosteroid : untuk menghambat pembentukan edema misalnya
dengan dexametason.
Antagonis histamin : mencegah terjadinya iritasi lambung karena
hipersekresi akibat efek trauma kepala misalnya dengan cemetidin,
ranitidin.
Antibiotik jika terjadi luka yang besar.
2) Pengkajian Sekunder
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan
cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital
(Marilyn, E Doengoes. 2000)
Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :
Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik
Sirkulasi
Gejala :
Perubahan darah atau normal (hipertensi)
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi bradikardia disritmia).
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung
depresi dan impulsif.
Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami
gngguan fungsi.
Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan (batuk,
air liur keluar, disfagia).
Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking,
baal pada ekstremitas.
Tanda :
Perubahan kesadaran bisa sampai koma
Perubahan status mental
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
Wajah tidak simetri
Genggaman lemah, tidak seimbang
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
biasanya koma.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
Pernapasan
Tanda :
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Nafas berbunyi stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara
umum mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun structural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla
spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah
atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
6. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara , cedera olahraga kontak, jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan
leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami cedera medula spinalis sampai
bukti cedera ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal(
punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
cedera komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan
fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk kecedera spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi
perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah cedera.
Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan
radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien
ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal . Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir
atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain
ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan cedera medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar.
Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus
ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Cedera Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.
c. Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medulla.
d. Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk
pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
Breathing
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika
penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang
adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakheal1,3,5,6,7,8.
Circulation
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat
kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah
mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta
temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang
teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang
relatif normovolemik.
Dissability
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran
pasien.
Exposure
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar
(GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
o Dilakukan rawat luka
o Pemeriksaan radiology
o Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila
terjadi penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
2) Pengkajian Sekunder
Aktivitas/Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
Integritas Ego
Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
Makanan/cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan
pada syok spinal).
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok
spinal sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris
termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat
bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
Nyeri/kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas,
ronki, pucat, sianosis.
Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
2. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
3. Patofisiologi
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
a. Fase hematum
1) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
2) Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
b. Fase granulasi jaringan
1) Terjadi 1 5 hari setelah injury
2) Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
3) Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah
baru fogoblast dan osteoblast.
c. Fase formasi callus
1) Terjadi 6 10 harisetelah injuri
2) Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
d. Fase ossificasi
1) Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
2) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam
kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic
b. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun
( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple
atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
6. Penatalaksanaan
a. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali
secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi
pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan
kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur
tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
b. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
c. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2) Pengkajian Sekunder
Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
Keterbatasan mobilitas
Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Cailary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
Kesemutan
Deformitas, krepitasi, pemendekan
Kelemahan
Kenyamanan
nyeri tiba-tiba saat cidera
spasme/ kram otot
Keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna
pembengkakan local
2. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya :
a. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
b. Trauma akibat kecelakaan
c. Trauma akibat pembedahan ortopedi
d. Terjadi infeksi di sekitar sendi
3. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi.
Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan
panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi
kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan
cara dibidai.
4. Klasifikasi
a. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan)
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
b. Perubahan kontur sendi
c. Perubahan panjang ekstremitas
d. Kehilangan mobilitas normal
e. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
f. Deformitas
g. Kekakuan
6. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi
b. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
c. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
d. Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi
7. Pemeriksaan diagnostic
a. foto X-ray
untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
b. foto rontgen
Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
c. Pemeriksaan radiologi
Tampak tulang lepas dari sendi
d. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan
leukosit
8. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b. Pengkajian sekunder
Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
Keterbatasan mobilitas
Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Capilary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
Kesemutan
Kelemahan
Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan /
hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
Kenyamanan
Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan
imobilisasi) tak ada nyeri akibat keruisakan syaraf.
Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
Keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna
pembengkakan local