You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT MENCAPAI DERAJAT PPDS I


RADIOLOGI

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI PADA PASIEN ABSES


HEPAR

OLEH :

dr. Huda El Adha


NIM :10/310822/PKU/12181

PEMBIMBING :

dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM / RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
2013

1
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI PADA PASIEN ABSES


HEPAR
Telah dipresentasikan pada tanggal
Oleh :

dr. Huda El Adha


NIM :10/310822/PKU/12181

Telah diperiksa dan disetujui oleh :


Pembimbing

dr. Pande Putu Yuli Anandasari, Sp.Rad

Mengetahui :

Kepala Bagian Radiologi KPS PPDS I Radiologi

DR.dr. Lina Choridah, Sp.Rad (K) dr. Bambang Purwanto Utomo, Sp.
Rad

2
DAFTAR ISI

Halaman

HalamanJudul ..... i

HalamanPengesahan... ii

Daftar Isi .. iii

I.PENDAHULUAN 1

II. TINJAUAN PUSTAKA . 4

A. ANATOMI HEPAR............................................. 3

B. ABSES HEPAR .......................... 5

C. DIAGNOSIS BANDING. .................... 13

III. LAPORAN KASUS................................................ 15

IV. PEMBAHASAN . 17

V. KESIMPULAN ....................... 21

DAFTAR PUSTAKA ...22

LAMPIRAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

Abses hepar adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga

patologi yang dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan hepar.1 Penyakit

ini telah ditemukan sejak jaman Hipocrates.2Abses hepar merupakan penyakit

serius yang membutuhkan diagnosis dan tata laksana cepat yang umumnya

dikelompokkan berdasarkan etiologi, yaitu abses hepar piogenik dan abses hepar

amoeba.3 Kedua kelompok tersebut memberikan gambaran klinis yang hampir

sama sehingga selama 40 tahun terakhir, telah banyak perkembangan dalam

menegakkan diagnosis dan pengobatan abses hepar.4

Abses hepar banyak ditemukan di negara berkembang, terutama yang

tinggal di daerah tropis dan subtropis.5 Angka mortalitas abses hepar masih tinggi

yaitu berkisar antara 10-40%.6 Insiden abses hepar jarang, berkisar antara 15-20

kasus per 100.000 populasi dan tiga per empat kasus abses hepardi negara maju

adalah abses hepar piogenik, sedangkan di negara yang sedang berkembang lebih

banyak ditemukan abses hepar amoeba.3

Untuk menegakkan diagnosis abses hepar ini selain pemeriksaan fisik dan

gejala klinik dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan

pemeriksaan radiologi. Modalitas radiologi yang dilakukan pada laporan kasus ini

adalah ultrasonografi. Ultrasonografi mempunyai tingkat keakuratan sebesar 79 %

untuk menegakkan diagnosis abses hepar.7Meskipun mempunyai tingkat

keakuratan yang lumayan tinggi tetapi sangat sulit untuk membedakan antara

4
abses hepar piogenik dengan amoebik, hal tersebut tidak mengurangi manfaat

ultrasonografi pada kasus abses hepar tertutama untuk negara berkembang seperti

Indonesia karena harga pemeriksaan masih relatif terjangkau. Diharapkan dengan

laporan kasus pemeriksaan ultrasonografi pada pasien abses heparbisa

memberikan gambaran tentang abses hepar piogenik dan amoebik sehingga dapat

membantu klinisi dalam penegakan diagnosis.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI HEPAR

Hepar merupakan organ intra abdomen terbesar. Organ ini

dibungkus oleh jaringan ikat, dan terletak pada kuadran kanan atas, yaitu

didaerah hipokondriaka kanan sampai epigastrium. Permukaan atas hepar

yang cembung melengkung pada permukaan bawah kubah diafragma.

(Gambar 1) Permukaan postero-inferior atau permukaan visera

membentuk cetakan visera yang berdekatan dan oleh karena itu bentuknya

tidak teratur, permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis

esophagus, lambung, duodenum, fleksura colli dekstra, ginjal kanan,

kelenjar suprarenalis dan kandung empedu.8,9,10

Hepar terdiri dari tiga lobus yaitu lobus kanan,lobus kiri dan lobus

kaudatus. Lobus kanan dengan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media.

Lobus kanan terdiri dari segmen anterior dan posterior yang dipisahkan

oleh vena hepatika kanan. Lobus kiri terletak di epigastrium dan

hipokondrium kiri, dan terdiri dari segmen medial dan lateral yang

dipisahkan oleh vena hepatika kiri, ligamentum teres dan fusiform. Lobus

kaudatus merupakan lobus terkecil, terletak di permukaan posterosuperior

dan lobus kanan, dipisahkan dari lobus kiri oleh ligamentum venosum.9,10

Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua sistem anatomi

segmental yang diperkenalkan oleh Bismuth-Couinaud pada tahun 1954,

6
yang membagi hepar menjadi 8 segmen, berdasarkan vena porta dan vena

hepatika (Gambar 2). Tiga cabang utama dari vena hepatika membagi

hepar secara vertikal dan oblik serta garis yang melewati percabangan

vena porta kanan dan kiri membagi hepar secara transversal.Segmen 1,

menunjukkan lobus kaudatus, karena vaskularisasi segmen ini pada posisi

yang unik dan mendapatkan perdarahan dari cabang utama dari vena porta

dan dari cabang kanan dan kiri. Terlebih lagi, drainase pada segmen 1

tidak masuk ke dalam vena hepatika melainkan ke vena kava

inferior.Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media dan

vesika felea. Segmen posterior lobus kanan (6 dan 7 ) mendapat suplai

darah dari cabang posterior vena porta kanan. Segmen anterior (5 dan 8)

mendapat suplai darah dari cabang anterior vena porta kanan. Bidang

transversal membagi heparpada tingkat bifurkasio vena porta menjadi

cabang kanan kiri.Lobus kiri terbentuk mulai segmen 2 sampai 4. Vena

hepatika terletak di antara segmen. Vena hepatika sinistra membagi lobus

kiri hepar menjadi segmen lateral ( 2 dan 3 ) dan medial (4). Vena

hepatika dekstra membagi lobus kanan hepar menjadi segmen anterior dan

posterior.9,10

Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua aliran darah,

dimana 30 % nya disuplai oleh arteri hepatika dan 70 % dari vena porta.

Arteri hepatika membawa darah teroksigenasi ke hepar sedangkan vena

porta membawa darah venosa yang kaya akan hasil pencernaan yang telah

diabsorbsi dari saluran cerna. Arteri hepatika dan vena porta bercabang-

7
cabang paralel satu sama lain. Tumor- tumor hepar pada umumnya

mendapat vaskularisasi dari arteri hepatika. Darah arteri dan vena vena

masuk ke vena centralis dari setiap lobulus hepar melalui sinusoid hepar.

Vena centralis mengalirkan darah ke vena hepatika kanan kiri, dan vena

ini meninggalkan permukaan posterior hepar dan bermuara langsung ke

dalam vena cava inferior.11,12

B. ABSES HEPAR

Abses hepar adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu

rongga patologi yang dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan

hepar.1 Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit,

maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai

dengan adanya proses supurasi di dalam parenkim hepar. Penyakit ini

sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran

empedu.13,14 Secara umum terdapat dua jenis abses hepar berdasarkan

jenis penyebabnya, yaitu: Abses hepar piogenik dan abses hepar amoeba.

1. Abses Hepar Piogenik

Abses hepar piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri

aerob gram negatif dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang

berasal dari flora normal usus seperti Escherichia coli, Klebsiella

pneumonia,Bacteriodes, enterokokus, streptokokus anaerob, dan

streptokokus mikroaerofilik.15

8
Insiden abses hepar piogenik berkisar antara 0,006% - 2,2%

dan jarang ditemukan pada anak, hanya 3 kasus dari 100.000 pasien

rawat inap.16Secara epidemiologis, abses hepar piogenik paling sering

ditemukan pada pasien berusia 50-70 tahun.4

Mikroorganisme dapat masuk ke dalam hepar melalui sirkulasi

portal, sirkulasi sistemik dan stasis empedu akibat obstruksi duktus

bilier. Sumber tersering penyebab terjadinya abses hepar piogenik

adalah penyakit pada sistem saluran bilier yaitu sebanyak 42,8%.

Kolangitis akibat batu atau striktur merupakan penyebab yang paling

sering, diikuti oleh divertikulitis atau apendisitis.16 Penurunan daya

tahan tubuh memegang peran penting terjadinya abses hepar. Kejadian

yang paling sering adalah bakteremia vena portal dari proses infeksi

intra abdomen seperti abses apendiks dan abses akibattertelan benda

asing. Pada 15-50% kasus abses piogenik tidak ditemukan fokus

infeksi yang jelas yang disebut dengan abses kriptogenik. Abses pada

lobus kanan hepar lebih sering bersifat kriptogenik, sedangkan abses

pada lobus kiri hepar lebih sering berhubungan dengan hepatolitiasis.16

Pada awal perjalanan penyakit, gejala klinis seringkali tidak

spesifik. Gambaran klasik abses hati piogenik adalah nyeri perut

terutama kuadran kanan atas (92%), demam yang naik turun disertai

menggigil (69%), penurunan berat badan (42%), muntah (43%),

ikterus (21%) dan nyeri dada saat batuk (51%).17 Pada 63% kasus,

gejala klinis muncul selama kurang dari dua minggu. Awitan abses

9
soliter cenderung bertahap dan seringkali kriptogenik. Abses multipel

berhubungan dengan gambaran sistemik akut dan penyebabnya lebih

bisa diidentifikasi. Hepar teraba membesar dan nyeri bila ditekan pada

24% kasus.17 Adanya hepatomegali disertai nyeri pada palpasi

merupakan tanda klinis yang paling dapat dipercaya. Beberapa pasien

tidak mengeluh nyeri perut kanan atas atau hepatomegali dan hanya

terdapat demam tanpa diketahui sebabnya. Ikterus hanya terjadi pada

stadium akhir kecuali jika terdapat kolangitis supuratif.16

Pada pemeriksaan penunjang , leukositosis ditemukan pada

66% pasien, sering disertai dengan anemia akibat infeksi kronis dan

peningkatan laju endap darah. Kadar alkali fosfatase biasanya

meningkat, hipoalbuminemia dan kadar enzim transaminase yang

sedikit meningkat.16 Foto polos dada dan abdomen memperlihatkan

pembesaran hati, kadangkala tampak air fluid level di dalam rongga

abses dan diafragma kanan biasanya terangkat. Hampir semua kasus

abses hati dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ultrasonografi dan

CT scan. Kedua teknik pencitraan ini dapat menentukanlokasi abses

yang berukuran minimal 1 cm di parenkim hepar.Ultrasonografi adalah

metode pencitraan yang direkomendasikan karena cepat, noninvasif,

cost effective, dan dapat juga digunakan sebagai pemandu aspirasi

abses untuk diagnostik dan terapi. Ultrasonografi dan CT scanjuga

dapat digunakan untuk memantau keberhasilan terapi. Pemantauan

abses secara serial dengan ultrasonografi atau CT scan hanya

10
dilakukan jika pasien tidak memberi respons yang baik secara klinis.

Pada pemeriksaan USG tampak gambaran lesi dengan ukuran yang

bervariasi , dapat multiple maupun solitair. (Gambar 3) Biasanya

bentuk bulat atau oval, tepi regular kadang irregular, dinding tipis /

tebal. Ekogenesitas abses piogenik dapat pula bervariasi , berupa lesi

anekoik (50 %), hiperekoik (25%), hipoekoik (25 %) , dapat dijumpai

adanya fluid level atau debris, internal septa dan posterior acoustic

enhancement.18,19,20 Terbentuknya gas pada lesi memberikan gambaran

berupa lesi hiperekoik dengan posterior artefak. Pada pemeriksaan

color Doppler tampak peningkatan vaskuler terutama pada dinding

abses . Parenkim hepar yang berbatasan dengan abses, dijumpai

peningkatan vaskularisasi karena adanya proses inflamasi.19,20

Pemeriksaan biakan abses dapat menemukan bakteri patogen

pada 86% kasus, hasil biakan steril ditemukan pada 14% kasus.

Bakteri aerob gram negatif ditemukan tumbuh pada 70% kasus dan

yang paling sering adalah Escherichia coli. Pemeriksaan biakan darah

memberikan hasil positif pada 57% kasus.21

Abses hepar piogenik memerlukan terapi antibiotik dan

drainase abses. Antibiotik parenteral spektrum luas yang secara

empiris mampu mematikan bakteri gram negatif, bakteri anaerob dan

Streptococcus, harus segera diberikan setelah diagnosis abses

ditegakkan. Antibiotik yang diberikan terdiri dari golongan penisilin,

aminoglikosid dan metronidazol yang efektif melawan E. coli, K.

11
pneumonia, bakteriodes, enterokokus, dan streptokokus anaerob. Pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal, lebih baik diberikan golongan

sefalosporin daripada aminoglikosida. Terapi empiris ini diberikan

sambil menunggu hasil biakan bakteri, yang kemudian dapat diganti

sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi. Terapi antibiotik

diberikan selama 2-4 minggu tergantung dari jumlah abses, respons

klinis dan toksisitas antibiotik yang dipilih. Pada beberapa pasien,

pemberian antibiotik saja efektif untuk pengobatan abses yang

berukuran kurang dari 2 cm (mikroabses). Pada hampir semua pasien

dengan abses hati lebih dari 3-4 cm memerlukan aspirasi perkutan atau

drainase dengan kateter yang dipandu dengan USG atau CT scan.

Drainase perkutan merupakan tata laksana utama pada abses hati

piogenik, baik soliter maupun multipel. Tindakan ini lebih aman dan

sama efektifnya denganoperasi besar (drainase operatif ). Operasi besar

hanya dilakukan jika drainase abses perkutan tidak berhasil atau ada

indikasi lain yang membutuhkan operasi seperti penyakit saluran bilier.

Keberhasilan drainase perkutan tampak pada 80-90% kasus.13

2. Abses Hepar Amuba

Infeksi amuba atau amubiasis disebabkan oleh Entamoeba

histolytica, mencakup 10% dari populasi seluruh dunia dan 95% di

antaranya adalah karier yang asimptomatis. Dari 5% pasien yang

simptomatis, sepuluh persen menjadi abses hepar. Insiden abses hepar

12
amuba dipengaruhi oleh keadaan nutrisi, higieneindividu yang buruk,

dan kepadatan penduduk.16,22

Parasit ditularkan melalui jalur fekal-oral dengan menelan

minuman atau makan yang mengandung kista Entamoeba histolytica.

Bentuk kista yang patogen dapat melewati lambung dan berdisintegrasi

di dalam usus halus, melepaskan trofozoit dan bermigrasi ke kolon.

Selanjutnya trofozoit beragregasi di lapisan musin usus dan

membentuk kista baru. Lisis dari epitel kolon dipermudah oleh

galaktosa dan N-asetil-D-galaktosamin (Gal/GalNAc)-lektin spesifik

yang dimiliki trofozoit, sehingga menyebabkan neutrofil berkumpul di

tempat infasi tersebut. Ulkus pada epitel kolon merupakan jalur amuba

masuk ke dalam sistem vena portal dan menyebabkan penyebaran

ekstraintestinal keperitoneum, hati dan jaringan lain.16

Organ hati merupakan lokasi penyebaran ekstraintestinal yang

paling sering. Amuba bermultiplikasi dan menutup cabang-cabang

kecil vena portal intrahepatik menyebabkan nekrosis dan lisis jaringan

hati. Diameter daerah nekrotik bervariasi dari beberapa milimeter

sampai 10 cm. Abses hepar amuba biasanya soliter dan 80% kasus

terletak di lobus kanan. Abses mengandung pus steril dan jaringan

nekrotik hepar yang encer berwarna coklat kemerahan (anchovy paste).

Amuba pada umumnya terdapat pada daerah perifer abses.23

Pasien dapat merasakan gejala sejak beberapa hari hingga

beberapa minggu sebelumnya. Nyeri perut kanan atas merupakan

13
keluhan yang menonjol, pasien tampak sakit berat, dan demam. Seeto

dkk24 melaporkan bahwa gejala abses hepar amuba secara umum

bersifat nonspesifik, 72% pasien mengeluh demam dan nyeri di perut

kanan atas. Selain itu anoreksia ditemukan pada 39% kasus dan

penurunan berat badan pada 29% kasus. Pada pemeriksaan fisik, 83%

kasus dilaporkan demam dan 69% dengan hepatomegali yang disertai

nyeri tekan. Ikterik jarang terjadi.24

Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan jumlah

sel polimorfonuklear sekitar 70-80%, peningkatan laju endah darah,

anemia ringan, peningkatan alkali fosfatase dan kadar bilirubin. Uji

fungsi hati pada umumnya normal. Feses dapat mengandung kista,

pada disentri ditemukan trofozoit hematofagus. Kista positif pada feses

hanya ditemukan pada 10-40% kasus.16

Foto dada menunjukkan hemidiafragma kanan terangkat

dengan atelektasis atau pleural efusi. Pada pemeriksaan USG, biasanya

dijumpai lesi soliter,hipoekoik homogen dengan fine internal

echo,bentuk bulat atau oval, batas tegas, dengan lokasi lebih sering di

perifer (subcapsuler) (Gambar 4). Tak tampak adanya pembentukan

gas. Kadang ditemukan adanya septa, tetapi tak tampak adanya

peningkatan vaskularisasi baik pada dinding ataupun septa.Dapat pula

ditemukan gambaran hallo yang hipoekoik maupun posterior

enhancement yang mild.19

14
Uji serologis dapat membantu menegakkan diagnosis abses hati

amuba, antara lain IHA (indirect hemagglutination antibody), EIA

(enzyme immunoassay),IFA (indirect immunolfuoresent antibotic), LA

(latex agglutination), AGD (agar gel diffusion), dan CIE (counter

immunoelectrophoresis). Antibodi hemaglutinasi indirek terhadap

Entamoeba histolytica telah banyak digunakan dan meningkat pada

90% pasien. Sensitivitas IHA pada keadaan akut 70-80%, sedangkan

pada masa konvalesen > 90%. Kekurangan IHA selain hasil tes

diperoleh terlalu lama, hasilnya juga tetap positif selama 20 tahun

sehingga dapat memberi gambaran penyakit infeksi sebelumnya dan

bukan infeksi yang akut. Saat ini IHA telah digantikan oleh EIA yang

dapat mendeteksiantibodi E.histolytica baik IgG maupun

imunoglobulin total. Uji serologis ini relatif lebihsederhana, mudah

dilakukan, cepat, stabil dan murah harganya serta memiliki sensitivitas

99% dan spesifisitas > 90%. Titer positif dapat bertahan beberapa

bulan hingga tahunan setelah sembuh sehingga di daerah endemik nilai

diagnostiknya berkurang.16

Metronidazol atau tinidazol merupakan terapi pilihan. Sembilan

puluh lima persen abses amuba tanpa komplikasi membaik dengan

pemberian metronidazol saja. Gejala klinis biasanya membaik dalam

waktu 24 jam. Terapi metronidazol yang adekuat menyembuhkan 90%

kasus. Dosis perlu diperhatikan, karena metronidazol yang lebih

rendah memudahkan terjadinya relaps. Aspirasi jarum atau drainase

15
perkutan yang dipandu dengan alat pencitraan telah menggantikan

posisi intervensi bedah sebagai pilihan utama untuk mengurangi

ukuran abses. Salah satu dari tindakantersebut dilakukan jika hasil

serologis negatif pada abses berukuran besar (> 3-4 cm), tidak

memberi respons terhadap terapi antiamuba setelah 4-5 hari atau

jikaterdapat ruptur ke peritoneum, pleura atau perikardium. Tindakan

drainase operatif hanya diperlukan jika abses telah ruptur sehingga

menyebabkan peritonitis amuba atau jika pasien tidak berrespons

terhadap obat walaupun sudah dilakukan aspirasi dandrainase dengan

kateter.13

C. DIAGNOSIS BANDING

1. Kista Hepar

Ditemukan pada hepar yang sehat dengan angka prevalensi

sekitar 2- 7 %. Sering ditemukan pada wanita kira kira 40 % kasus

dapat dijumpai pada pasien dengan autosomal dominant polycystic

disease disertai multiple kista hepar .Patognomonik pada kista hepar

lesi yang terlokalisir atau multipel kavitas disertai fluid level

didalamnya dengan ukuran yang bervariasi yang berbatas tegas

dengan parenkim. Pada pemeriksaan USG tampak gambaran anekoik,

bentuk bulat yang ditandai dengan peningkatan acoustic enhancement

(Gambar 5).25

2. Metastasis Hepar

16
Kebanyakan tumor hepar berasal dari hematogen. Tumor

gastrointestinalbermetastasis ke hepar melalui vena porta dan tumor

dari tempat lain melalui arteri hepatika.Pada pemeriksaan USG dapat

ditemukan lesi dengan berbagai tipe dapat berupa lesi dengan

gambaran hiperekoik, hipoechoik dan isoechoik Metastasis pada hepar

cenderung solid, batas tidak tegas.(Gambar 6) Kadang dapat dijumpai

lesi besar dengan nekrotik area didalamnya disertai cairan. Dapat pula

ditemukan adanya kalsifikasi didalamnya, biasanya pada kasus- kasus

metastasis setelah terapi kemoraterapi.25

3. Kista Echinococcus

Kista Echinococcus (Hydatid disease) disebabkan oleh parasite,

Echinococcus ,yang sering ditemukan pada daerah endemik seperti

Timur Tengah. Cacing hidup di saluran cerna anjing yang terinfeksi

yang mengeluarkan telur cacing . Selain anjing, sapi atau domba

dapat terinfeksi oleh cacing ini , dan kemudian siklus ini sampai ke

manusia parasite menyebar melalui aliran darah menuju ke hepar yang

menyebabkan reaksi peradangan. Kista tumbuh biasanya sangat lambat

dan asimptomatik . Pada USG, kista ini biasanya memiliki dua lapisan

dinding berupa kapsul dengan dinding yang tebal, yang mungkin

terpisah.(Gambar 7) Adanya gambaran Daughter cysts yang berasal

dari kapsul bagian dalam atau membentuk gambaran honey comb

atau cartwheel appearance. Dapat ditemukan kalsifikasi pada dinding

kista, yang menunjukkan bahwa kista tersebut sudah tidak aktif.25

17
BAB III

LAPORAN KASUS

Dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 47 tahun. Kurang lebih tiga

bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai mengeluh nyeri di perut kanan

atas sampai dada samping kanandisertai mual, muntah, nafsu makan menurun,

batuk dan demam. Pasien memeriksakan diri ke dokter dan diberi obat , keluhan

menetap (sering kambuh-kambuhan) selama dua bulan kemudian.

Satu bulan sebelum masuk rumah sakit keluhan nyeri perut kanan atas

memberat disertai dengan demam. Pasien memeriksakan diri ke RS dan dilakukan

pemeriksaan USG dengan hasil suspek abses hepar. Keluhan berkurang tetapi

masih dirasakan nyeri di perut kanan atas sampai dada samping kanan, kemudian

pasien dirujuk ke RSS pada tanggal 12 September 2013. Pasien mempunyai

riwayat sering minum-minuman ber-alkohol sejak tahun 2004.

Pada pemeriksaan fisik , didapatkan keadaan umum baik dengan status

gisi yang cukup. Tekanan darah terukur 100/80 mmHg, nadi terukur 90 x/menit,

pernafasan 25 x/menit, dan suhu 37,8 C. Pemeriksaan kepala, leher, dada, dan

ekstremitas tidak didapatkan suatu kelainan, sedangkan pada pemeriksaan

abdomen didapatkan pembesaran hepar dengan nyeri tekan pada kuadran kanan

atas.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8 g/dl; AL 11,56 x 103/ul ; HT

27,2 % ; AT 389 x 103/ul ; SGOT 13 U/I ; SGPT 12 U/I ; Alb 2,26 g/L ; D bil

18
0,23 mg/dL ; T bil 0,41 mg/dL; Hbs Ag (-) ; AFP 1,52 ng/ml ; PTT 13 (14) ;

APTT 32,5 (32,4) ; INR 0,93 . Pemeriksaan tinja didapatkan hasil amoeba (-).

Hasil pemeriksaan diatas mengarah pada suatu diagnosis anemia,

observasi hepatomegali dengan suspek abses hepar dan pasien diberikan terapi

transfusi darah, metronidazole dan urdafalk. Selanjutnya pada tanggal 16

September 2013 dilakukan pemeriksaan penunjang USG abdomen dengan hasil

didapatkan kelainan berupa pembesaran hepar (terukur 15,92 cm) dengan lesi

anechoic di lobus kanan hepar, batas tegas , bentuk bulat, dinding licin, internal

echo (+), ukuran 10,04 cm x 12,53 cm x 9,85 cm (volume 639,88 ml), posterior

enhancement (+), pada CFM tampak sedikit vaskularisasi pada perilesi. Sistema

bilier dan vakuler intra hepatal tak prominent. Pemeriksaan USG tersebut

dikesankan sebagai suatu gambaran abses hepar.(Gambar 8)

Tanggal 27 September 2013 dilakukan pungsi sebanyak 140 cc berupa pus

, karena pasien kesakitan hebat maka pungsi tidak dilanjutkan pada hari tersebut.

Hasil pungsi tersebut dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan hasil Gram

negatif basil (+) , epitel (+) dan Leukosit (+), sehingga pasien tegak didiagnosis

sebagai abses hepar. Pungsi ulang dilakukan pada tanggal 30 September 2013

yang berhasil mengeluarkan 530 cc pus.

Terapi yang sama tetap diberikan dan satu minggu setelah pungsi kedua

keluhan pasien sangat berkurang dan kemudian pasien dipulangkan.

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Abses hati merupakan penyakit yang mempunyai angka kematian relatif

tinggi sebesar 10% - 40 %,6 meskipun begitu keterlambatan dalam penegakan

diagnosis dapat menyebabkan klinisi mengalami kesulitan dalam pengobatannya.

Keterlambatan penegakan diagnosis tersebut dapat meyebabkan suatu abses hepar

mengalami ruptur baik itu ke peritoneum maupun ke pericardiaum. Abses hepar

yang ruptur , terutama ke pericardium dapat menyebabkan kematian.16

Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien memegang peranan penting

untuk mengarahkan suatu diagnosis.(Tabel 1)Pasien laki-laki dengan usia

mendekati 50 tahun dengan gejala klinis pada pasien sangatlah khas mengarah

pada suatu abses hepar, dimana terdapat keluhan nyeri perut regio kuadran kanan

atas, demam, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, batuk, nyeri dada

pleuritik. Hampir semua keluhan pada abses hepar pyogenik terdapat pada abses

hepar amoebik, kecuali keluhan nyeri dada dan batuk.19,21

Pemeriksaan fisik pada pasien abses hepar baik pyogenik maupun

amoebik didapatkan pembesaran hati, hal ini juga terdapat pada pasien ini. Tanda

ikterik kadang juga didapatkan, tetapi biasanya pada fase lanjut, pada pasien ini

tidak didaptkan tanda-tanda ikterik. Ikterik pada abses hepar pyogenik terjadi jika

terdapat kolangitis supuratif, sedangkan pada abses hepar amoebik jarang

terjadi.16,21

20
Pemeriksaan darah pada pasien ini didaparkan Hb dan albumin yang

menurun, serta lekosit yang meningkat, tetapi tidak didapatkan kelainan pada

fungsi hati maupun bilirubin. Pemeriksaan faeces tidak didapatkan amoeba. Hasil

laboratorium darah pada pasien ini mempunyai kesesuaian yang mengarah pada

suatu abses hepar piogenik.16,21

Ultrasonografi berperan penting dalam penegakan suatu abses hepar,

disebutkan bahwa ultrasonografi mempunyai angka sensitifitas 79 % untuk

penegakan abses hepar.7 Meskipun demikian ultrasonografi masih mengalami

hambatan dalam membedakan abses hepar pyogenik dengan amoebik, hal ini

dikarenakan gambaran pada kedua jenis abses tersebut relatif sama. Hal yang

sama juga terjadi pada hasil pemeriksaan ultrasonografi pada pasien ini, meskipun

demikian setelah kita telaah lebih jauh ternyata masih terdapat sedikit perbedaan

untuk mengarahkan diagnosis kepada abses hepar pyogenik (Tabel 2). Hasil

pemeriksaan pada pasien ini yaitu di dapatkan pembesaran hepar dengan lesi

anechoic di lobus kanan hepar segmen batas tegas , bentuk bulat, dinding licin,

internal echo (+), posterior enhancement (+), pada CFM tampak sedikit

vaskularisasi pada perilesi. Sistema bilier dan vakuler intra hepatal tak prominent.

Hasil tersebut menunjukkan terdapat kekurangan pada analisa, yaitu belum

dicantumkannya letak, gambaran internal echo dan posterior enhancement yang

lebih spesifik, reverberation artefak, internal septa, dan halo hipoechoic.

Lesi yang terdapat pada pasien ini mulai terjadi nekrosis dan liquefaksi

abses yang menyebakan gambaran intralesi yang mulai inhomogen sehingga

terlihat suatu echogenic debris di dalam lesi, kadang bisa didapatkan gambaran

21
septa pada beberapa penelitian.19 Kejadian ini berbeda dengan abses hepar

amoebic dimana internal echo di dalamnya cenderung lebih homogen sehingga

kadang bisa membentuk gambaran halohipoechoic selain itu karena internal

echonya lebih homogen maka gambaran posterior enhancementnya juga tidak

sekuat pyogenic abses.19 Letak lesi pada abses hepar juga dapat sebagai penentu

perbedaan diantara kedua jenis abses, dari gambaran ultrasonografi pasien ini bisa

kita lihat bahwa letak abses tidak tepat berada di sub capsuler , tetapi masih

berada di parenkim hepar yang merupakan salah satu ciri dari abses hepar

pyogenik. Proses inflamasi yang hebat pada abses hepar pyogenik menyebabkan

gambaran CFM tampak pada dinding lesi, sedangkan pada intralesi tidak

didapatkan gambaran vaskularisasi seperti yang tampak pada gambaran

ultrasonografi pasien ini. Jumlah lesi, batas/tepi dan ukuran sulit dijadikan

pembedan antara kedua abses tersebut, meskipun pada abses pyogenic cenderung

multiple dengan batas yang lebih tegas. Bentuk lesi yang cenderung bulat pada

hasil pemeriksaan ultrasonografi merupakan salah satu ciri pada amoebic abses,

meskipun begitu pada beberapa literatur pyogenik abses dapat mempunyai bentuk

yang bulat. Akhirnya dari data-data ultrasonografi yang telah dilakukan dapat kita

tarik kesimpulan bahwa dari gambaran ultrasonografi mengarah pada abses hepar

pyogenik.

Kesimpulan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium darah dan

faeces, serta pemeriksaan ultrasonografi semuanya mengarah pada gambaran

pyogenik abses, untuk mempertegas hal tersebut maka klinisi melakukan

pemeriksaan kultur dari aspirasi abses berupa cairan yang purulen. Hasil kultur

22
menunjukkan didapatkan gram negatif yang (+), yang pada penelitian

mempunyai sensitifitas sebesar 77 % untuk abses hepar piogenik.22

23
BAB V

KESIMPULAN

Gambaran pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanyapembesaran

hepar dengan lesi anechoic di lobus kanan hepar dengan letak tidak di sub

capsuler, batas tegas , bentuk bulat, dinding licin, internal echo inhomogen,

posterior enhancement kuat, pada CFM tampak sedikit vaskularisasi pada perilesi,

tak tampak gambaran halo hipoechoic, reverberation maupun internal septa.

Gambaran tersebut seperti yang dilaporkan dalam kepustakaan mempunyai

kecenderungan sebagai abses hepar piogenik.

Anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan semuanya mengarah pada suatu abses hepar pyogenik yang mendukung

gambaran pada pemeriksaan ultrasonografi, sehingga terdapat kesesuaian dengan

literatur.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Dull JS, Topa L, Balgha V, Pap A. Non-surgical Treatment of Biliary


Liver Abscesses : Efficacy of Endoscopic Drainage and Local Antibiotic
Lavage with Nasobiliary Catheter. Gastrointest Endosc. 1999 ; 51:55-9
2. Chu KM, Fan ST, Lai ECS, Lo CM, Wong J. Pyogenic Liver Abscess.
Arch Surg. 1996; 131 : 148-52
3. Ong E, Espat NJ, Helton WS. Hepatic Abscess. Curr Treatment Opt Infect
Dis. 2003 ; 5:393-406
4. Ahsan T, Jehngir MU, Mahmood T, Ahmed N, Saleem M, Shahid M.
Amoebic Versus Pyogenic Liver Abscess. JPMA. 2002; 52:497-501
5. Mishra K, Basu S, Roychoudhury S, Kumar P. Liver Abscess in Children:
an Overview. World J Pediatr. 2010;6(3):210-6
6. Stain SC, Yellin AE, Donovan AJ, Brien HW. Pyogenic Liver Abscess
Modern Treatment. Arch Surg. 1991;126:991-6
7. Halvorsen RA, Foster WL, Wilkinson RH, Silverman PM, Thompson
WM. Hepatic Abcess : Sensitivity of Imaging Test and Clinical Findings.
Gastrointest Radiol. 1988;13(2):135-41
nd
8. Wagener O.Whole Body Computed Tomography. 2 edition. Hamburg.
Germany.July 1992.244-75.
9. Grainger RG,Alison DJ, adam.A, Dixon AK..Diagnostic Radiology A
th
Texbook of Medical Imaging. 4 edition . Churchill Livingstone .2003 :
123772
10. Sutton D.Texbook of Radiology and Imaging Vol.2.Churchill Livingstone.
2003 : 737-86
11. Haaga JR,Lanzieri G, Gilkeson RC. CT and MRI of the Whole Body.
Volume 2. 4 th edition. Missouri Mosby, 2003:1318 37
12. Knollmann F, Coakley FV.Multislice CT : Principles and
Protocols.Saunders Elsever.Philadelphia. 2006 : 123 47

25
13. Sudoyo, Aru. W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006
14. Sjamsuhidayat, R., Jong, Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta
: EGC. 2005
15. Brook I, Fraizer EH. Role of Anaerobic Bacteria Inliver Abscess in
Children. Pediatr Infect Dis J 1993;12:743-6
16. Prianti Y, Bisanto J, Firman K. Abses Hati Pada Anak. Sari Pediatri, vol 7
No 1. Juni 2005 ; 50-6
17. Kelly DA,. Diseases of The Liver and Biliary System in Children. London:
Blackwell Science, 1999 ; 65-76
18. Perez JAP, Gonzalez JJ, Baldonedo RF, Sanz L, Carreiio G, Junco A, et al.
Clinical course, treatment, and multivariate analysis of risk factors for
pyogenic liver abscess. Am J Surg 2001;181:177-86
19. Allan P, Baxter G, Weston M. Clinical Ultrasound. Third Edition.
Churchill Livingstone Elsevier. 2011; 120-66
20. Walls P, Barnes P, Radin D R, Colleti P, Halls J. Sonographic Features of
Amebic and Pyogenic Liver Abcesses : A Blinded Comparison. AJR. 1987
; 149 : 499-501
21. Bugti Q, Baloch M, Wadood A, Mulghani A, Azem B, Ahmed J. Pyogenic
Liver Abscess : Demographic, Clinical, Radiological and Bacteriological
Characteristics and Management Strategies. Gomal Journal of Medical
Sciences vol 3 no 1. 2005 ; 10-4
22. Cosme A, Ojeda E, Zamarreno I, Bujanda L, Garmendia G, Benavente J,
et al. Pyogenic versus Amoebic liver abscesses. A comparative clinical
study in a series of 58 patients. Rev Esp Enfem Dig vol 102. 2010 ; 90-9
23. Mc Kaigney C. Hepatic Abscess : Case Report and Review. Western
Journal of Emergency Medicine. Volume XIV no 2 . 2013 ; 154-7
24. Gupta M, Kesarwala H, Gaur S. Amebic liver abscess in a child. Clin
Pediatr 1996; 3:155-6
nd
25. Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 edition,
Churchill Livingstones.2004

26
LAMPIRAN

Gambar 1. Anatomi Hepar


(Diambil dari http : //media-2.web.britannica.com/eb- media/13/74313-004-
31BFAEEC.jpg)

Gambar 2. Segmen Hepar


(Dimbil dari http// www.radiologyassistant.nl/en/448eef3083354)

27
A B

Gambar 3.(A). Pada abses hepar piogenik, tampak lesi hiperekoik, uniform
dengan internal debris disertai dengan posterior acoustic enhancement. (B)
Tampak adanya gas di dalam abses pada lobus kanan hepar yang menggaburkan
batas lesi.
(Diambil dari Ahuja .T.Anil.Piogenic Hepatic Abscess. Diagnostic Imaging
Ultrasound : 1.42-1.45)

A B

Gambar 4. (A) Tampak gambaran abses amoeba dengan internal echo disertai
gambaran hallo hipoekoik. (B). Tampak gambaran abses hepar amoeba dengan
posterior acoustic enhancement .
( Diambil dari Ahuja .T.Anil.Piogenic Hepatic Abscess. Diagnostic Imaging
Ultrasound : 1.42-1.45)

28
Gambar 5.Pada pemeriksaan USG tampak lesi anechoic , batas tegas, tepi regular
dengan Posterior acoustic enhancement enhancement
( Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 nd
edition, Churchill.Livingstones 2004 : 80)

Gambar 6. (A). Tampak lesi anechoic, lobulated, batas tegas pada lobus kanan
hepar yang merupakan lesi sekunder karena penyebaran peritoneal karsinoma
ovarium.(B) Tampak lesi anekoik, tepi irregular di daerah sekitar vena porta, pada
penderita dengan carcinoma colon .
(Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 nd
edition, Churchill Livingstones.2004: 84 )

29
Gambar 7. Pada pemeriksaan USG tampak multipel lesi anechoic, bersepta-septa
yang memberikan gambaran daughter cysts.
(Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 nd
edition, Churchill Livingstones.2004 : 82 )

30
A B

Gambar 8. pembesaran hepar (terukur 15,92 cm) dengan lesi anechoic di lobus
kanan hepar, batas tegas , bentuk bulat, dinding licin, internal echo (+), ukuran
10,04 cm x 12,53 cm x 9,85 cm (volume 639,88 ml), posterior enhancement (+),
pada CFM tampak sedikit vaskularisasi pada perilesi, tak tampak gambaran halo
hipoechoic, reverberation maupun internal septa.

31
Tabel 1. Perbedaan Klinis Abses Hepar Piogenik dengan Abses Hepar Amoebik

Abses hati piogenik Abses hati amoebik


Demografi Usia: 50-70 tahun Usia: 20-40 tahun
Jenis kelamin: laki=perempuan Jenis kelamin: laki>
perempuan (>10:1)
Faktor risiko Infeksi bakteri akut, khususnya Bepergian atau menetap di
mayor intra abdominal daerah endemic ( pernah
Obstruksi bilier/manipulasi menetap)
Diabetes melitus
Gejala klinis Nyeri perut regio kuadran Akut: demam tinggi,menggigil,
kanan atas, demam, menggigil, nyeri abdomen, sepsis
rigor, lemah, malaise, Sub akut: Penurunan berat
anoreksia, penurunan berat badan; demam dan nyeri
badan, diare, batuk, nyeri dada abdomen relatif jarang
pleuritik Khas:
Tak ada gejala kolonisasi usus
dan kolitis
Tanda klinis Hepatomegali disertai nyeri Nyeri tekan perut regio kanan
tekan, massa abdomen, ikterus atas bervariasi
Laboratorium Lekositosis, anemia, Serologi amuba positif (70%-
peningkatan enzim-enzim hati 95%)
(alkali fosfatase melebihi
aminotransferase), peningkatan
bilirubin, hipoalbuminemia
Lekositosis bervariasi dan
Kultur darah positif (50%- anemia
60%) Tidak ditemukan eosinofilia
Alkali fosfatase meningkat,
namun aminotransferase
biasanya normal
Cairan purulen Konsistensi dan warna
aspirasi bervariasi
Tampak kuman pada Steril
pewarnaan gram
Kultur positif (80%) Tropozoit jarang ditemukan

32
Tabel 2. Perbedaan Gambaran Ultrasonografi Abses Hepar Piogenik dengan
Abses Hepar Amoebik

PIOGENIK AMOEBIK
Hepatomegaly + +
Letak Middle + -
Sub Capsuler - +
Jumlah Solitair + ++
Multiple ++ +
Batas Tegas ++ +
Kurang tegas + ++
Tepi Ireguler
Licin
Bentuk Round/Oval +
Ukuran Small
Large
Internal Echo Homogen - +
Inhomogen + -
Gas + -
Post. Enhance. Strong + -
Mild - +
Septa
CFM Tepi + -
Dalam - -
Halo Hipoechoic - +

33

You might also like