You are on page 1of 198

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Haji secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu: al-hajju yang berarti:

al-qashdu yaitu menyengaja atau menuju, bermaksud, berniat pergi atau berniat

untuk mendatangi seseorang yang dipandang mulia, yang dimaksud dengan berniat

dalam pengertian ini ialah berniat untuk melakukan sesuatu yang baik ditempat

tertentu, karena tempat itu dipandang mulia atau terhormat. Karena itu, termasuk

dalam pengertian umum haji adalah apabila seseorang mengunjungi orang lain

yang dipandang mulia atau terhormat. Dalam istilah syara, al-hajju berarti sengaja

mengunjungi Kabah untuk melakukan ibadah tertentu, pada waktu tertentu dengan

melakukan suatu pekerjaan tertentu. Kata haji juga sering diartikan dengan naik

haji. Kemudian dalam pengertian terminologis, haji mempunyai arti orang yang

berziarah ke Makkah untuk menunaikan rukun islam yang kelima. 1

Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukun Islam. Ibadah haji juga

mengintegrasikan seluruh tataran syariah di dalamnya. Bahkan ibadah haji

merupakan investasi syiar dan kekuatan Islam yang dahsyat. Hal ini terefleksi dalam

prosesi wukuf, thawaf, sai dan jamarat. Negara/Pemerintah bertanggungjawab atas

1
Suyadi, Kajian Yuridis Terhadap Jamaah Haji Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan
Penyelenggaraan Ibadah Umroh Dan Haji Plus Berdasarkan Uu Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Artikel Jurnal, SAINTEKS, (Purwokerto: UMP, Vol 7, No 2, 2011), hal. 47-
48.

1
penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan amanah UUD 1945. Di samping karena

ibadah haji dilaksanakan di Saudi Arabia (negara lain).2

Dasar dan payung hukum pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji

berdasarkan pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji. Eksistensi undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 ini belum menjawab

tuntutan dan harapan masyarakat. Karena substansi dan cakupannya belum

sepenuhnya dapat mempresentasikanterselenggaranya ibadah haji secara paripurna

(professional).

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 dalam prakteknya akan selalu

memunculkan masalah, yaitu antara lain karena: regulasi dan operasi terpusat dalam

satu institusi, satuan kerja yang bersifat ad hoc, subsidi APBN / APBD, penetapan

BPIH, pelayanan (akomodasi, transportasi, katering, serta kesehatan), koordinasi

lintas instansi dan Stake Holders.

Kendati penyelenggaraan ibadat haji di Indonesia merupakan kegiatan rutin

setiap tahun, namun tidak pernah sepi dari masalah, seperti jauhnya pemondokan

jamaah dari Masjid al-haram, daya tampung dan fasilitas pemondokan yang tidak

memadai, transportasi antarjemput jamaah yang kacau, adanya pungutan yang tidak

bertanggung jawab, distribusi catering yang kacau, penelantaran calon jamaah oleh

KBIH atau penyelenggara haji khusus, dan lain sebagainya. Adanya berbagai

masalah tersebut sudah barang tentu memberikan dampak tidak baik bagi

2
Arief Rahman, Problematika Penyelenggaraan Ibadah Hajidalam sangpencerah.com, Diakses 25
September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadah-
haji.html

2
pemerintah dan jamaah. Pemerintah dianggap tidak pernah serius mempersiapkan

dan menyelenggarakan prosesi ibadat haji. Hal tersebut tentu lama-kelamaan bisa

menghilangkan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pemerintah.

Mengemukanya discourse tentang perlunya swastanisasi haji sesungguhnya bermula

dari kenyataan tersebut. Banyak kalangan percaya bahwa hanya melalui swatanisasi

haji, penyelenggaraan haji di Indonesia akan bejalan lebih baik. Namun demikian,

tidak sedikit pula kalangan yang meragukannya, sebab pengalaman pada masa lalu

tidak membuktikan hal tersebut.

Sampai saat ini, masih ada sejumlah isu aktual yang masih mewarnai

penyelenggaraan haji, antara lain: bunga tabungan, dana talangan, dana abadi umat,

daftar tunggu, dan sertifikat manasik.3Pertama,berkaitan dengan isu bunga

tabungandilatarbelakangi oleh fakta bahwa tabungan haji dari setoran awal jamaah

calon haji yang kini mencapai sekitar Rp. 40 Trilyun dengan bunga rata-rata Rp. 1,5

2 Trilyun pada setiap tahunnya dikuasai oleh Kementerian Agama dan

dipergunakan untuk mensubsidi jamaah yang berangkat (jamaah) yang masih

menunggu mensubsidi jamaah yang berangkat). Hal memunculkan persoalan,

apakah hukum dan keabsahan bunga tabungan yang dimanfaatkan tanpa izin dari

jamaah calon haji. Selain itu, jumlah bunga yang besar itu berpotensi rawan

3
Nurulhidayati, Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Penyelenggaraan Haji Di Indonesia, dalam
Nurulhidayati25.wordpress.com, Dipublikasikan 23 Juni 2014, https://nurulhidayati25. wordpress.
com/2014/06/23/penerapan-fungsi-manajemen-dalam-penyelenggaraan-haji-di-indonesia/

3
penyimpangan dan penyelewengan, sebagaimana ditelisik oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK).4

Kedua, berkaitan dengan danatalanganhajiyang dilakukan oleh berbagai

lembaga keuangan dan kini menjadi tren di masyarakat pada hakekatnya telah

mendistorsi syarat istithaah haji. Meski dengan dalih sebagai akad qardh (piutang)

dan ijarah (sewa menyewa jasa) tetapi secara syari, penggabungan antara piutang

dan jual beli itu dilarang. Di samping dana talangan itu menimbulkan praktik

rentenir dan sangat memberatkan masyarakat. Selama masa penantian banyak dari

mereka yang harus tersiksa dengan cicilan piutang. Bahkan sepulang menunaikan

ibadah haji pun, seringkali masih menanggung beban cicilan biaya perjalanan

hajinya.

Ketiga, berkaitan dengan dana Abadi Umat yaitusejumlah dana yang diperoleh

dari hasil pengembangan Dana Abadi Umat dan/atau sisa biaya operasional

Penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat. Kini,

jumlah dana tersebut konon telah mencapai sekitar Rp. 2,5 Trilyun. Dana itu tidak

dapat dimanfaatkan sejak dibekukan pada tahun 2005. Semestinya sesuai dengan

ketentuan perundangan-undangan, peruntukan DAU harus ditujukan kepada

kemaslahatan umat yang meliputi kegiatan pelayanan ibadah haji, pendidikan dan

dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi, serta pembangunan sarana dan

prasarana ibadah.

4
Ibid.

4
Keempat, berkaitan dengan daftartunggu. Secara nasional daftar tunggu calon

jamaah haji hingga kini sudah mencapai sekitar 1,9 juta orang, sementara kuota haji

Indonesia setiap tahunnya hanya 211.000 orang, sehingga semakin hari semakin

panjang daftar tunggu (waitinglist) untuk keberangkatan haji. Meski Pemerintah

telah mengajukan permohonan agar diberikan kuota tambahan sebanyak 30.000

orang kepada Pemerintah Arab Saudi, tetapi itu bukan solusi. Hal ini perlu kebijakan

yang tepat, tegas dan cerdas untuk mengatasinya.

Kelima, berkaitan dengan sertifikatmanasik. Sebagaimana diketahui, manasik

haji yang lazim dilakukan sebelum calon jamaah haji berangkat menunaikan ibadah

haji saat ini terasa kurang intensif dan bahkan terkesan hanya formalitas belaka,

sehingga kurang berdampak pada kemampuan dan penguasaan seseorang terhadap

substansi manasik apalagi manafi haji. Padahal kemampuan dan penguasaan

terhadap Manasik Haji akan menentukan kualitas haji. Untuk itu, syarat istithaah

semestinya juga mencakup penguasaan aspek ilmu dan pengetahuan agama. Dalam

proses manasik haji, perlu ada uji membaca Al Quran, dan pengetahuan agama

lainnya. Bagi yang dinyatakan lulus diberikan sertifikat manasik dan diperkenankan

berangkat melakukan ibadah haji.

Jika dicermati, sejujurnya masih ditemuai sejumlah permasalahan yang

mewarnai penyelenggaran Ibadah Haji yang perlu dicermati.Pertama, muncul

penilaian dari eksternal bahwa manajemen penyelengaraan ibadah haji bahwa

selama ini aspek kelembagaaan, pengelolaaan keuangan, peningkatan sarana dan

prasarana dalam memberikan pelayanan kepada jamaah haji masih belum efektif.

5
Undang Undang tentang Penyelengaraan Ibadah Haji belum tegas memisahkan

antara fungsi regulator, operator dan evaluator, selama ini tiga fumgsi tersbut masih

dimonopoli oleh Kementrian Agama sehingga ketika fungsi fungsi tersebut

terpusat di satu titik maka peluang abuse of power menjadi lebih besar bahkan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklasifikasi terdapat 48 titik lemah

penyelengaraan ibadah haji antara lain regulasi, kelembagaan, tata laksana dan

manajemen sumber daya manusia sehingga menempatkan Kementrian Agama

sebagai salah satu kementerian dengan indeks integrasi terendah (versi KPK tahun

2011) oleh karena itu munculna gagasan untuk pemisahan antara regulator, operator,

dan evaluator dalam revisi Undang Undang tentang Penyelengaraan Ibadah

Haji, merupakan respons positif dan rasional bagi upaya perbaikan sistem

penyelenggaraan haji yang lebih baik, professional dan akuntabel. 5

Kedua, sistem pendaftaran calon jamaah haji yang dianggap masih

menyisakan permasalahan. Besarnya kuota jamaah haji yang diberikan oleh

Kerajaan Saudi Arabia kepada Indonesia ternyata tidak mampu mengakomodir

jumlah calon jamaah haji yang ingin berangkat ke tanah suci. Hal ini berimbas

terhadap semakin membengkaknya daftar tunggu (waiting list) calon jamaah haji

Indonesia yang kini mencapai sekitar 1,9 juta orang sementara kuota haji Indonesia

setiap tahunnya hanya berkisar 210.000 orang. Animo tinggi ummat Islam untuk

menunaikan ibadah haji Kementerian Agama disinyalir dipicu oleh merebaknya

5
Arief Rahman, Problematika Penyelenggaraan Ibadah Hajidalam sangpencerah.com, Diakses 25
September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadah-
haji.html

6
praktek Dana Talangan Haji yang diberikan oleh pihak perbankan baik itu Bank

Konvensional maupun Bank Syariah. Hal ini mengakibatkan panjangnya daftar

antrean tunggu calon jamaah haji. Rasionalitasnya adalah dana Talangan Haji yang

diberikan oleh Bank maka memperlonggar seseorang untuk dapat mendaftar, diikuti

untuk mendapatkan nomor porsi atau seat calon jamaah haji melalui bantuan

pinjaman dana dari Bank yang kemudian diangsur dalam kurun waktu tertentu.

Berangkat dari sini maka muncul anggapan dana talangan haji telah mereduksi

syarat istithoah (kemampuan) untuk melaksanakan haji.

Ketiga, sistem pengelolaan keuangan Haji, setiap tahun Pemerintah

menentukan Biaya Penyelengaraan Ibadah Haji (BPIH) yang meliputi biaya

penerbangan, biaya pemondokan di Makkah dan Madinah serta living cost jamaah

haji, sebelumnya setiap calon jamaah haji harus menyetor awal dana tabungan haji

ke Bank untuk mendapatkan porsi atau seat kemudian melunasi sesuai besaran BPIH

ketika jamaah haji tersebut berangkat. Tabungan Haji dari setoran awal calon

jamaah haji ini yang kini mencapai 40 triliun rupiah dengan bunga rata rata 1

triliun rupiah yang dikelola oleh Kementrian Agama dipergunakan untuk

mensubsidi kebutuhan jamaah haji yang berangkat lebih dahulu namun praktek ini

minim sandaran hukumnya karena penggunaan bunga dari tabungan jamaah haji

juga tanpa persetujuan calon jamaah haji yang belum berangkat serta besarnya

bunga tabungan haji berpotensi rawan penyimpangan dan penyelewengan seperti

yang disinyalir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain bunga tabungan haji hal

yang paling disoroti adalah tentang pengelolaan Dana Abadi Ummat (DAU) yaitu

7
sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Ummat

dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber halal

yang tidak mengikat. Ide ini digagas ketika Menteri Agama dijabat oleh Tarmizi

Taher dan saat ini diperkirakan Dana Abadi Ummat tersebut mencapai 2,5 triliun

rupiah, sesuai amanat pasal 47 ayat 1 UU no 13 Tahun 2008 Dana Abadi Ummat

haruslah dikelola dan dikembangkan untuk kemaslahatan ummat namun

prakteknnya pemerintah lebih memilih menempatkan DAU ini dalam bentuk sukuk

(Surat Berharga Syariah Negara/SBSN) berupa Suku Dana Haji (SHDI) hal ini

diperburuk dengan pencatatan dan pelaporan DAU yang belum transparan dan

akuntabel apalagi Badan Pengelola Dana Abadi Ummat secara ex officio masih

dijabat oleh pejabat Kementrian Agama yang seharusnya sesuai dengan amanah

Undang Undang disyaratkan melibatkan unsur masyarakat didalam pengelolaan

DAU.6

Penyelenggaraan Ibadah Haji sesungguhnya sangat multidimensi banyak

pihak yang terlibat dan banyak hal yang terkait didalamnya, untuk itu

profesionalisme pelayanan ibadah haji menjadi sebuah keniscayaan bagi pemerintah

sebagai otoritas tunggal penyelenggara ibadah haji, kita semua berharap carut marut

penyelengaraan ibdah haji dan kisah pilu calon jamaah haji yang gagal berangkat

tidak menjadi sebuah ritual dan lagu wajib yang kita dengar setiap bulan haji tiba

Diduga, faktor-faktor penyebab munculnya masalah-masalah tersebut

dikarenakan tiga hal, yaitu: (1) ketidaksesuaian antara idealitas dan realitas, (2)

6
Arief Rahman, Problematika Penyelenggaraan Ibadah Haji.... Ibid.

8
Ketidaksepadanan antara terbatasnya otoritas dan wewenang dengan besarnya tugas

dan tanggung jawab, (3) Pengorganisasian yang bersifat ad hoc.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap sisi-sisi

lebih mendalam dari pernak-pernik manajemen penyelenggaraan haji melalui skema

penelitian ini.

B. Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan realitas tersebut, dapat diidentifikasi bahwa setiap tahun

pelaksanaan haji selalu muncul masalah dengan besarandan spektrumyang silih

berganti, menyangkut bidang pendaftaran, pembinaan, pelayanan, dan

perlindungan/keamanan. Masalah utama yang selalu dihadapi jamaah haji Indonesia,

yakni pemondokan, transportasi, dan katering. Meski persoalan itu terjadi dari tahun

ke tahun, tetapi tak kunjung ada solusi yang bersifat komprehensif.

Penyelenggaraan ibadah haji hendaknya tidak hanya terpaku pada penyediaan

fasilitas dan sarana fisik semata. Penyelenggaraan ibadah haji juga harus

memperhatikan syarat istithaah, serta manasik dan manafi haji untuk menjamin

kemabruran haji.

Keuangan haji yang sangat besar belum dikelola secara professional,

transparan dan akuntabel, serta belum dikembangkan secara produktif berdasarkan

prinsip syariah untuk kemaslahatan jamaah haji dan umat Islam di Indonesia.

Revisi atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji merupakan keniscayaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibadah

haji. Apalagi revisi UU ini sudah masuk Program Legislasi Nasional 2011. Hal ini

9
sesuai pula dengan usulan Panitia Angket Haji DPR-RI yang disampaikan dalam

Rapat Paripurna DPR-RI, 29 September 2009.

C. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada bagaimana

organisasi pelaksana dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi

aspek perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan

pengawasan yang terkait dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan

pelaksanaan ibadah haji. Berdasarkan permasalahan umum ini dapat dirinci menjadi

empat permasalahan khusus sebagai berikur:

(1) Bagaimana perencanaan pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di Kemenag

Provinsi Bengkulu?

(2) Bagaimana pengorganisasian pelayanan haji yang berkaitan dengan

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di

Kemenag Provinsi Bengkulu?

(3) Bagaimana pengarahan pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di Kemenag

Provinsi Bengkulu?

(4) Bagaimana pengawasanpelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji. di Kemenag

Provinsi Bengkulu?

10
D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah:

(1) Mendeskripsikan perencanaan pelayanan haji yang berkaitan dengan

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag

Provinsi Bengkulu.

(2) Menggambarkan pengorganisasian pelayanan haji yang berkaitan dengan

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag

Provinsi Bengkulu.

(3) Mengungkap pengarahan pelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag Provinsi

Bengkulu.

(4) Membahas pengawasanpelayanan haji yang berkaitan dengan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di Kemenag Provinsi

Bengkulu.

E. Manfaat Penelitian

Secara umum manfaat penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu secara akademis

dan secara praktis.

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya

manajemen pelayanan haji khususnya yang berkaitan dengan langkah-langkah

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji, dengan

11
harapan dapat dijadikan salah satu perbandingan oleh peneliti lainnya. Secara

akademis, peneltian akan menambah referensi dan pengetahuan tentang

manajemen pelayanan haji di Indonesia serta kepada mereka yang

berkepentingan terhadap permasalahan ini.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan secara praktis bermanfaat pada tiga hal:

(1) Menjadi bahan pertimbangan dan masukan terhadap kebijakan yang akan

diambil Kemenag dalam upaya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan

pelaksanaan ibadah haji. Secara khusus penelitian ini diharapkan memberikan

masukan bagi Dirjen Penyelenggaraanan Haji dan Umrah dalam rangka

perbaikan dan pengembangan manajemen pelayanan haji di Indonesia; (2)

Memberikan pelayanan kepada calon jamaah haji yang lebih baik, profesional

dan memuaskan calon jamaah dalam bentuk rekomendasi kepada Menteri Agama

RI; dan (3) Menambah referensi dan pengetahuan tentang manajemen pelayanan

haji di Indonesia serta kepada mereka yang berkepentingan terhadap

permasalahan ini.

F. Kerangka Teoritis

Manajemen dalam bahasa Indonesia mempunyai arti pengelolaan. Hersey dan

Blanchord mengatakan, manajemen secara umum dapat didefinisikan sebagai the

process of working with and through others to efficiently accomplish organizational

12
goals.7 Oleh karena itu dalam proses tersebut memerlukan pengaturan berbagai

sumber daya (personal maupun material). Dengan kata lain, dalam proses itu

terdapat kegiatan dengan orang-orang dan fasilitas (material) agar tujuan pelayanan

dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Hamiseno mengemukakan bahwa manajemen berarti suatu tindakan yang

dimulai dari penyusunan data, merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan

sampai pengawasan dan penilaian. Dari hasil pengelolaan itu menghasilkan sesuatu

yang dapat dijadikan sumber penyempurnaan dan peningkatan manajemen

berikutnya. Pendapat ini didukung Stoner dan Winkel (1987) yang mengatakan,

manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengendalian kegiatan-kegiatan anggota-anggota organisasi dan penggunaan seluruh

sumber organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bila kegiatan

diorganisir dengan manajemen yang baik akan berkorelasi positif terhadap

pengefektifan dan efisiensi kegiatan secara teknis, begitu juga dalam pelayanan.

Dalam pelaksanaan, manajemen memiliki fungsi-fungsi dan unsur-unsur

manajemen, yang apabila fungsi dan unsur-unsur manajemen tersebut dijalankan

dengan baik maka akan menghasilkan output dan outcome yang baik pula. Fungsi

manajemen tersebut antara lain, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pengawasan atau pengendalian. Sedangkan unsur-unsur manajemen terdiri dari

manusia pelaksananya, anggaran yang tersedia, alat yang menunjang kegiatan dan

7
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia (Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Beragama Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009), hal. 10.

13
metode yang tepat. Berkaitan dengan manajemen pelayanan haji, maka yang harus

diperhatikan adalah, bagaimana perencanaan yang dibuat oleh masing-masing aparat

Kemenag dari tingkat pusat sampai kecamatan, bagaimana organisasi yang

menunjang pelaksanaan pelayanan terhadap jamaah, bagaimana pelaksanaan

perencanaan tersebut dalam tindakan nyata, serta pengawasan dari atasan terhadap

perencanaan yang telah dibuat tersebut. Untuk menunjang fungsi-fungsi manajemen

tersebut, perlu pula dilihat tenaga yang tersedia baik dari segi jumlah maupun

kualitasnya, anggaran yang disediakan oleh pemerintah, peralatan yang memadai,

dan metode pelaksanaan yang tepat dan cepat.

Pelayanan merupakan kegiatan/keuntungan yang ditawarkan oleh organisasi

atau perorangan kepada konsumen/customer yang bersifat tidak berwujud dan tidak

dapat dimiliki. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan pelayanan kepada

masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat inilah yang biasa disebut dengan

pelayanan publik atau pelayanan umum Dalam memberikan pelayanan pemerintah

harus memperhatikan keinginan masyarakat sebagai pelanggan (customer), karena

pelanggan itu seyogyanya didudukkan di kursi pengemudi. Dengan demikian,

baiknya pelayanan kepada masyarakat karena sesuai dengan keinginan masyarakat.

Dalam melayani jamaah haji pemerintah memberikan pelayanan dalam hal

pelayanan umum, administrasi, ibadah, dan kesehatan. Pelayanan umum antara lain

mengenai pengasramaan jamaah haji, transportasi, pelayanan ibadah antara lain

bimbingan manasik haji, hal-hal yang berkaitan dengan ibadah (shalat di pesawat,

tayammum di pesawat, shalat jama dan qashar), pelayanan administrasi

14
menyangkut pendaftaran, paspor, panggilan masuk asrama dan pelayanan kesehatan

meliputi pemeriksaan kesehatan, biaya pemeriksaan kesehatan dan penyerahan kartu

kesehatan.8

Pelayanan haji diasumsikan akan baik jika dimanajemen dengan baik.

Beberapa aspek yang harus dipenuhi dalam manajemen pelayanan, seperti

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi dicoba dilakukan sesuai

petunjuk Kementerian Agama Pusat. Faktor pendukung yang mengakibatkan

ketidak sempurnaan pelayanan haji itu antara lain adanya hambatan dan

ketidakmampuan menjalankan fungsi secara efektif (inmobilisminabilityto function)

seperti fungsi transparansi dan koordinasi para pejabat. Ini akibat system birokrasi

yang masih cenderung mementingkan struktur, hirarki, dan sentralistik. Sepertinya,

ada keraguan pejabat ditingkat atas terhadap kemampuan para pelaksana ditingkat

bawah (KUA), sehingga merasa perlu untuk tidak menyalurkan biaya bimbingan

manasik haji secara langsung kepaada mereka. Bila model birokrasi semacam ini

diteruskan, dalam jangka panjang bisa menimbulkan resitensi dari para pelaksana

tingkat bawah. Resistensi itu bisa berbentuk ketidak acuhan mereka terhadap

program-program pelayanan hajidi mana dampaknya tentu buruk bagi jamaah.

Sistem penyelenggaraan haji yang terdiri atas aspek kelembagaan, manajemen,

pengelolaan keuangan, peningkatan SDM, serta dukungan sarana dan prasarana

8
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji ....Ibid.

15
belum efektif dalam meningkatkan pelayanan kepada jamaah calon haji. Paling tidak

ada 9 masalah yang teridentifikasi:9

(1) Pendaftaran (kuota dan non kuota)

(2) Biaya (besaran dan subsidi)

(3) Bimbingan (Kemenag, Organisasi IPHI, KBIH dan Travel khusus)

(4) Pengorganisasian (ad hoc)

(5) Pelayanan (berganti-ganti pejabat dan menganggap sebagai tugas dan

kerja rutin)

(6) Perlindungan (keamanan dan kenyamanan, perawatan kesehatan)

(7) Profesionalitas (Kemenag, Temus)

(8) Pengelolaan Dana

(9) Transparansi (setoran awal, DAU)

Sudah saatnya sistem pengelolaan haji menerapkan tata kelola modern yang

lebih baik dengan memisahkan antara fungsi regulator, operator, dan evaluator.

Selama ini tiga fungsi pengelolaan ibadah haji masih dimonopoli oleh Kementerian

Agama.

Pandangan, pendapat dan dukungan para ahli, pimpinan lembaga Negara,

masyarakat dan organisasi Islam terhadap pemisahan antara regulator, operator,

dan evaluator, serta keberadaan badan khusus haji merupakan respons positif dan

rasional bagi upaya perbaikan sistem penyelenggaraan haji yang lebih baik,

professional dan amanah.

9
Nurulhidayati, Penerapan Fungsi Manajemen Dalam Penyelenggaraan Haji ....Op. cit.

16
G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan menggali

atau membangun suatu preposisi, melakukan pencanderaan dan pemaknaan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi suatu

daerah tertentu. Langkah peneliti sesuai pendekatan kualitatif adalah mengamati

subyek penelitian dalam lingkungannya secara holistik, berinteraksi dengan mereka

dan berusaha memahami bagaimana organisasi pelaksana dalam melaksanakan

manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan yang terkait dengan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji.10

Dengan pendekatan kualitatif maka akan dihasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.11Fokus perhatian dalam penelitian ini bagaimana organisasi pelaksana

dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan yang terkait

dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji di

lingkungan Kemenag Provinsi Bengkulu.

Penetapan fokus penelitian ini mengandung dua maksud. Pertama, dapat

membatasi studi. Kedua, untuk memenuhi kriteria inklusif atau eklusif suatu teori

10
Lexy Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 1995), hal. 8.
11
Robert Bogdan & Stevan J. Taylor, Introduction To Qualitative Methodes Research, A
Phenomenological Approach To Social Sciences (New York: John Willey & Son, 1975), hal. 5.

17
informasi yang baru diperoleh di lapangan yang biasa disebut inclusion-exclusion

criteria (Lexy Moleong, 1995: 63). Kedua maksud tersebut secara fungsional saling

melengkapi dalam upaya menghindari masuknya data-data informatif yang tidak

relevan kendatipun sangat menarik perhatian.

Dengan berdasarkan fokus perhatian ini maka kawasan studi mencakup:

organisasi pelaksana dalam melaksanakan manajemen pelayanan haji yang meliputi

aspek perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan

pengawasan yang terkait dengan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan

pelaksanaan ibadah haji.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah keseluruhan sumber

informasi berupa orang-orang yang dapat memperkaya dan memperpadat informasi

tentang persoalan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian. Dengan kata lain,

yang diteliti bukan orang namun sumber informasi yang dikenal dengan informan.

Dalam hal ini, diambil beberapa orang yang dianggap mengetahui permasalahan

yang ada di wilayah penelitian, terutama mereka yang berkompenten dan terlihat

aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dimaksud dalam tema penelitian. Hal ini relevan

dengan pendapat Singarimbun bahwa informan haruslah orang yang memiliki

pengetahuan dan sikap yang relevan dengan tujuan penelitian. 12

Para informan yang ditetapkan sebagai subyek dalam penelitain ini adalah

para penggagas/konseptor, aktor pelaksana dan pihak-pihak yang terlibat dalam

12
Masri Singarimbun, Metode Penelitian, (Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 145.

18
orang-orang yang terlibat dalam pengorganisasian pelaksana dalam melaksanakan

manajemen pelayanan haji yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan yang terkait dengan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer, yaitu data

yang diperoleh langsung dari wawancara dengan responden dan data sekunder, yaitu

data yang diperoleh sudah dikumpulkan dan sudah diolah dan dikumpulkan oleh

pihak lain namun diambil referensinya dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan

data yang dipergunakan dalam penelitan ini adalah interview (wawancara),

observasi dan dokumentasi. Pertama, wawancara yaitu suatu proses memperoleh

keterangan atau tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara penanya dengan responden dengan menggunakan alat interview guide

(panduan wawancara). Kedua,observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis

tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan

pencatatan. Observasi ini dilakukan secara non partisipatif, dimana observer tidak

ikut berpartisipasi dalam kegiatan para subyek dan berstruktur dengan menggunakan

panduan yang telah disiapkan. Ketiga, dokumentasiyaitu pengumpulan data dengan

cara mencatat dan memanfaatkan data yang ada di institusi terkait berupa arsip, peta

maupun data sekunder yang relevan.

Data yang sudah terkumpul selanjutnya diuji keabsahannya dengan teknik

triangulasi data yaitu sebuah cara mencari data yang mendukung dengan tujuan

penelitian yang telah dirumuskan. Metode yang dipakai dalam triangulasi data

antara lain dengan membandingkan antara hasil wawancara dengan hasil observasi,

19
antara ucapan sumber data di depan umum dengan ucapannya di kala sendiri, antara

hasil wawancara dengan dokumen, antara kata orang dengan kata yang

bersangkutan, antara keadaan dengan prospektif. Sedangkan untuk validitas data

dilakukan diskusi dengan yang bersangkutan. 13

Catatan lapangan yang begitu banyak kemudian diringkas, ditelusuri tema

sentralnya, dikelompokkan ke dalam gugus-gugus atau dikoding. Langkah

berikutnya adalah analisis data yaitu sebuah proses pelacakan dan pengaturan secara

sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain

yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut

agar dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain.

13
Lexy Moleong, 1995: 53).

20
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Haji dalam Perspektif Fiqh

Secara etimologi (lughah) kata haji terambil dari Bahasa Arab yaitu Haji

yang merupakan bentuk masdar dan berasal dari kata kerja (fiil) yakni, maknanya

adalah al-Qashdu yang berarti bermaksud, berniat dan menyengaja. Dari sini dapat

dipahami makna haji menurut bahasa berniat mengujungi Mekkah dengan

melaksanakan serentetan ibadah tertentu menurut ajaran Islam.14

Pengertian haji menurut bahasa ialah berniat kepada sesuatu yang

dimuliakan. Pengertian haji secara istilah yaitu pekerjaan yang khusus yang

dikerjakan pada waktu yang tertentu, dan tempat yang tertentu untuk tujuan yang

tertentu.15Dalam kitab Fiqh al-Hajj disebutkan pengertian haji secara Bahasa

yaitu al-qasd artinya berhajat atau berkehendak. Dan menurut syara artinya

berhajat mengunjungi Baitullah al-Haram untuk mengerjakan ibadah sebagai

kewajiban terhadap perintah Allah.16

Imam al-Syarbini dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj memberikan definisi

haji menurut bahasa ialah al-qasd atau berkehendak. Menurut istilah haji berarti

menyengaja mengunjungi Kabah untuk beribadah. 17 Imam Ibn Qudamah

memberikan definisi, haji adalah pergi menuju Baitullah, rumah Allah untuk
14
Sissah & Fuad Rahman, Problematika Ritual Ibadah Haji: Telaah Perilaku Sosial Keagamaan
Hujjaj di Kota Jambi, Artikel dalam Media Akademika, (Jambi: IAIN Jambi, Vol. 27, No. 3, Juli 2012),
hal. 332.
15
Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala al-Madhahib al-Arbaah (t.tp.: Dar al- Irshad, t.t.),
jilid 1, h.559
16
Ibn Taimiyyah, Fiqh al-Hajj, ed. Dr. Sayyid al-Jamili (cet. ke-1, Beirut: Dar al-Fikral-Arabi,
1989), h.7
17
Syams al-Din Muhammad bin Ahmad al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj ila MarifahMaani Alfaz
al-Minhaj (Kaherah: Dar al-Hadits, t.t.), jilid 2, h. 257

21
menunaikan rangkaian ritual yang sesuai dengan ketentuan syariat yang ditetapkan.

Haji atau nusuk itu wajib dilaksanakan setiap orang Islam sesuai dengan rukun

Islam.18

Menurut jumhur ulama, pengertian haji menurut bahasa ialah berkehendak

untuk melakukan sesuatu yang dimuliakan. Adapun menurut syara ialah niat

mengunjungi tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan segala

amalan yang tertentu yaitu wuquf di Arafah, tawaf, sai dengan syarat tertentu. 19

Dalam Mugni al-Muhtaj: Haji adalah mengumpulkan makna ibadah secara

keseluruhan, maka barang siapa yang menunaikan haji seolah-olah ia telah

melaksanakan puasa, shalat, iktikaf, zakat, perang fi sabilillah.20

Adapun hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi setiap orang lelaki

dan perempuan sekali seumur hidup dengan syarat-syarat tertentu. Haji adalah

suatu kemestian di dalam agama, barang siapa yang mengingkarinya boleh jatuh

kepada hukum kafir menurut kesepakatan ulama. Haji adalah sebaik-baiknya amal

yang dapat membersihkan diri dari kejahatan nafsu dan kecintaan kepada syahwat,

dan mendekatkan dirinya kepada Allah, meningkatkan kerohaniannya,

meninggikan mahabbahnya, dan dengan haji Allah akan menjauhkannya dari

perbuatan yang tercela, dan menjauhkannya daripada dosa. 21

18
Syams al-Din Abi al-Farj Abd al-Rahman bin Abi Umar Muhammad bin AhmadIbn Qudamah
al-Muqaddasi, al-Sharh al-Kabir ala Matn al-Mughni (Dar al-Kitab al-Arabi, t.t.), 3, h.359, Ahmad bin
Yahya al-Murtado, Taj al-Madhhab li Ahkam al-Madhhab (t.tp.: Dar al-Kitab al-Islami, t.t.), h. 462.
19
Al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj, 2, h.257.
20
Al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj, 2, h.257.
21
Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala al-Madhahib al-Arbaah, h.559, IbnTaimiyyah,
Fiqh al-Hajj, h. 7-8

22
Dasar kefarduan haji dalam Islam ditetapkan oleh Alquran, Hadis danIjma.

Adapun dasarnya dalam Alquran sebagaimana firman Allah SWT: DanAllah

mewajibkan manusia mengerjakan ibadah haji dengan mengunjungiBaitullah yaitu

siapa saja yang mampu sampai kepada-Nya dan siapa saja yangkufur (ingkar akan

kewajiban ibadah haji itu), maka sesungguhnya Allah MahaKaya dari sekalian

makhluk. (QS. Ali Imran[3]: 97)

Berpijak pada literatur sejarah Islam dikemukakan terungkap bahwa perintah

mengerjakan haji telah ada jauh sebelum kedatangan Islam tepatnya pada masa

Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS., sebagaimana digambarkan Allah SWT

dalam surat al-Hajj ayat 26. Kegiatan inti ritual ibadah haji dimulai pada tanggal 8

Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang

Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar

jumrah(melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah.22

Kegiatan haji sendiri dilakukan dari tanggal 8 s/d 12 Dzulhijjah, bulan ke-12

dari kalender Islam. Ritual ibadah haji itu sendiri telah dikumandangkan oleh Nabi

Ibrahim AS. sekitar 3600 tahun lalu. Sesudah masa beliau, praktek-prakteknya

sedikit atau banyak tentunya mengalami perubahan, namun kemudian diluruskan

kembali oleh Nabi Muhammad SAW.

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji yang dimaksud dengan ibadah haji adalah: "Ibadah

22
Ibid.

23
haji adalah rukun islam yang kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur

hidup bagi setiap orang islam yang mampu menunaikannya.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan jamaah haji adalah: "Warga Negara Indonesia yang beragama

Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan. Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menyebutkan bahwa ibadah

haji khusus adalah pihak yang menyelenggarakan ibadah haji yang pengelolaan,

pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus. Ibadah haji bagi umat islam

merupakan kewajiban utama kelima dari rukun Islam. Haji wajib dikerjakan sekali

seumur hidup bagi setiap muslim yang termasuk dalam kategori mukallaf, artinya

dewasa dan berakal, dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya. Hanya

saja, karena biaya yang relatif cukup mahal, maka Allah SWT memberikan

keringanan yaitu ibadah haji diwajibkan hanya untuk orang yang mampu, baik

mampu secara rohani maupun jasmani serta tentu mampu dalam hal ekonomi.

Perintah ibadah haji secara dogmatis merupakan perintah yang bersifat

mutlak dari Allah SWT yang ditentukan dalam Al-Quran. Surat Ali Imran, ayat

97. Syarat kemampuan tersebut berkaitan dengan sifat khusus ibadah haji itu

sendiri, yaitu hanya dapat dilaksanakan dalam waktu dan tempat yang telah

ditentukan. Waktu pelaksanaan ibadah haji adalah setiap Bulan Dzulhijjah (bulan

ke sebelas tahun hijriyah), dengan melaksanakan wukuf di Arafah, suatu tempat

24
berupa padang pasir yang terletak lebih kurang 21 km dari kota Makkah dan Arab

Saudi.

Dasar ibadah haji menurut Sunnah Rasulullah yaitu hadits dari Umar bin

Khattab (r.a.) mengenai kisah seorang penanya (Malaikat Jibril) yang bertanya

kepada Rasulullah Saw.: Hadits dari Umar bin Khattab (r.a.) mengenai kisah

seorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw., kemudian Nabi Saw. berkata

kepadanya, Engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah

dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Engkau mendirikan

shalat, membayar zakat, berhaji ke Baitullah dan berumrah. Engkau mandi

janabat, engkau menyempurnakan wudu dan puasa Ramadhan. Si penanya

berkata, Jadi, jika saya mengamalkan semua itu, berarti saya seorang Muslim?

Rasulullah menjawab, Ya, tentu Si penanya berkata lagi, Kamu benar. 23

Dasar ibadah haji dalam Islam selain berdasarkan Alquran dan al-Hadis,

juga telah menjadi kesepakatan umat atas wajibnya, maka barangsiapa yang

mengingkarinya, maka ia kufur. Diriwayatkan dari Abi Hurairah Rasul SAW

bersabda: Barangsiapa yang menunaikan haji dan ia tidak melakukan perbuatan

kotor (dosa) dan tidak melakukan kefasikan maka laksana bayi yang lahir dari

perut ibunya tanpa dosa.24

23
H.R. Imam al-Bayhaqi dan Imam al-Daraqutni, dalam: Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,
Jilid. 1, Kitab al-Iman wa al-Islam, Bab fi Haqiqatihima (Al-Iman wa al-Islam), Fasl fi Haqiqah al-
Imam, No. 1358
24
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikri, 1981), Jilid II, hlm. 98. Dalam hadits lain
ditegaskan bahwa Islam menganulir dosa sebelum masuk Islam sama halnya dengan haji dapat
menganulir dosa sebelumnya. Lihat: Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Dar al-Fath li al-Ilamal-
Araby, 1997), hlm. 443.

25
Ibadah haji telah diwajibkan maka tunaikanlah. Begitu istimewanya ibadah

haji namun rasulullah khawatir umat tidak mampu melakukannya lebih dari sekali

sehingga rasulullah tidak menyuruh kita melakukannya setiap tahun. apa saja

keistimewaan ibadah haji dan umroh? Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu,

bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya, dan haji
yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga. [1] Dari Ibnu
Masud Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda.25

Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa
dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran (karat)
besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur melainkan
Surga.26Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Aku
mendengar Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah Azza wa Jalla tanpa


berbuat keji dan kefasiqan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana waktu
ia dilahirkan oleh ibunya. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, dari
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:
. .

25
UMH, Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 29
September 2015, http://umrohhajimabrur.com/keutamaan-ibadah-umroh-haji.html
26
UMH, Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji....., Ibid.

26
Orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang menunaikan haji dan
umrah, adalah delegasi Allah. (ketika) Allah menyeru mereka, maka mereka
memenuhi panggilan-Nya. Dan (ketika) mereka meminta kepada-Nya, maka
Allah mengabulkan (pemintaan mereka). 27Haji beserta umrah adalah
kewajiban yang dilakukan sekali dalam seumur hidup, bagi setiap muslim,
baligh, berakal, merdeka serta mampu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu

alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda:

:
: .
:

.

Artinya: Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka tunaikanlah (ibadah
haji tersebut). Lalu ada seorang berkata, Apakah setiap tahun,
wahai Rasulullah? Lalu beliau diam sampai orang tersebut
mengatakannya tiga kali, kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, Andaikata aku menjawab ya, niscaya akan
menjadi suatu kewajiban dan niscaya kalian tidak akan mampu
(melaksanakannya). Kemudian beliau bersabda, Biarkanlah aku
sebagaimana aku membiarkan kalian. Sesungguhnya yang
membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah banyak bertanya
dan banyak berselisih dengan Nabi mereka. Apabila aku
memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka laksanakanlah
semampu kalian. Dan apabila aku melarang sesuatu, maka
tinggalkanlah. 28

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu

alaihi wa sallam bersabda:

27
UMH, Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji....., Ibid.
28
Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 639)], Shahiih Muslim (II/970, no. 1337), Sunan an-
Nasa-i (5/110)

27



Artinya: Islam dibangun atas lima pilar: (1) Persaksian bahwa tidak ada ilah
yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3)
menunaikan zakat, (4) haji ke Baitullah, dan (5) berpuasa
Ramadhan. 29

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu

alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: Ini adalah ibadah umrah yang kita bersenang-senang dengannya.


Barangsiapa yang tidak memiliki hadyu (binatang kurban), maka
hendaknya ia bertahallul secara keseluruhan, karena ibadah umrah telah
masuk kepada ibadah haji sampai hari Kiamat. 30

Dari Shabi bin Mabad, ia berkata, Aku pergi menemui Umar, lalu aku

berkata kepadanya:

.
:

Artinya: Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku telah masuk Islam, dan aku
yakin bahwa diriku telah wajib menunaikan ibadah haji dan umrah, lalu aku
mulai mengerjakan kedua ibadah tersebut. Lalu beliau berkata, Engkau telah
mendapatkan petunjuk untuk melaksanakan Sunnah Nabimu. 31

29
Takhrijnya telah berlalu pada Kitab Thaharah.
30
Shahih: Irwaa-ul Ghaliil 982, Shahiih Muslim (II/911, no. 1241).
31
Shahih: Irwaa-ul Ghaliil 983, Sunan an-Nasa-i (V/142), Sunan Abi Dawud (V/230, no. 1722),
Sunan Ibni Majah (II/989, no. 2970)

28
Bagi umat Islam, mengunjungi kabah disyariatkan menurut kesanggupan

(istithoah) dan tidak ada unsur paksaan (ikrah). Dari sinilah haji merupakan suatu

kewajiban bagi orang Islam, yang melaksanakannya dengan tujuan memperoleh

haji mabrur yakni yang tidak dinodai dosa. Dalam artian implikasi dari

pelaksanaan ibadah haji dapat menghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan pada

masa lalu.

Para ulama berbeda pendapat dalam mentafsirkan makna al-

Istitaah.Menurut pendapat al-Hanafiyyah, al-Istitaah yaitu kemampuan dari

segiperbekalan dan perjalanan, dari segi perbekalannya hendaklah lebih

darikeperluannya yang asas, yaitu dari segi agama, tempat tinggal,

pakaian,kendaraan yang ditunggangi, alat-alat tajam, pedang dan lain-lain.

Demikianjuga dengan nafkah untuk keluarganya yang mesti ditunaikan dalam

jangkamasa ketiadaannya hingga ia kembali.Dari segi perjalanannya sesuai dengan

adat dan kebiasaan seseorang,dan hal yang demikian tentunya berbeda bagi setiap

orang, ada yang naikkendaraan yang mewah dan ada yang sederhana. Syarat

berikutnya ialahmemahami ilmu mengenai masalah haji dan kefarduannya, dan

terakhir sekaliHanafiyyah menetapkan syarat al-ada yaitu keselamatan badan,

aman dalamperjalanan, ada mahram bagi perempuan, dan bukan masa iddah bagi

seorangwanita.

Adapun pendapat al-Malikiyyah, al-Istitaah yaitu sesuatu

yangmemungkinkan untuk sampai ke Makkah dan tempat-tempat ibadah,

baikdengan berjalan kaki ataupun dengan kendaraan, baik kendaraan sendiri

29
atauyang disewa, dan disyaratkan tidak ada kesulitan yang besar selama

dalamperjalanan, aman pada diri dan hartanya, dan ada mahram bagi wanita.

Al-Istitaah menurut pendapat al-Hanabilah yaitu, kemampuan darisegi

perbekalan dan perjalanan. Dari segi perbekalan disyaratkan ada kelebihandari segi

ilmu, tempat tinggal, pembantu, nafkah bagi keluarganya selamadalam

kepergiannya secara berterusan. Dari segi perjalanannya disyaratkanaman dalam

perjalanan, bagi perempuan hendaklah ada mahram, bagi yangbuta hendaklah ada

yang penuntunnya yang melihat.

Adapun al-Istitaah menurut pendapat al-Shafiiyyah yaitu, terbagi kepada

dua: Istitaah bi al-Nafs dan Istitaah bi al-Ghayr. Maksud dari yang pertama

ialah, kemampuan dari segi perbekalan, ada tunggangan dalam perjalanan, aman

dalam perjalanan, ada air dan perbekalan, ada mahram bagi wanita dan ada

penuntun bagi yang buta, ditetapkan tidak ada kesulitan yang besar bagi

tunggangan selama dalam perjalanan, masih dalam waktu haji, dan dimaksudkan

berkemampuan yaitu dari mulai awal bulan Syawal sehingga 10 Zulhijah.32

B. Ibadah Haji Masa Nabi Ibrahim

Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji yang

mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-

sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i,

wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai

lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-

32
Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala al-Madhahib al-Arbaah, h. 560-564

30
segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk

syariat, sebagaimana yang diatur dalam Alquran dan sunnah rasul.

Sejarah ibadah haji tidak terlepas dari pribadi agung yang pertama kali

mengajarkannya, yaitu Nabi Ibrahim, nenek moyang bangsa Arab dan Ibrani, serta

bapak dari tiga agama monoteis: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Kenyataan

menunjukkan bahwa dari tiga komunitas agama tersebut, hanya umat Islam yang

setiap hari menyebut nama Ibrahim dengan penuh khidmat, pada bagian akhir shalat

mereka.Dalam Alquran, nama Nabi Ibrahim, disebutkan 69 kali yang tersebar dalam

25 Surat dan merupakan peringkat kedua terbanyak disebutkan sesudah Nabi Musa.

Beliau lahir di tanah Caldea33(Irak) daerah muara Sungai Efrat. Meskipun hidup di

lingkungan masyarakat Mesopotamia yang menyembah benda-benda langit, Ibrahim

sejak muda remaja telah memiliki sifat hanif, yaitu cenderung kepada kebenaran

adanya Satu Tuhan.

Allah mempunyai rencana besar untuk Ibrahim dan Ismail. Allah

memerintahkan Ibrahim untuk membawa Hajar dan anak mereka yang masih kecil

meninggalkan Kana'an ke arah selatan34, menuju sebuah lembah yang bernama Baka

atau Bakkah. Nama Bakkah lama-kelamaan berubah menjadi Makkah. Dalam

bahasa Arab dan Ibrani, kata baka mempunyai dua arti: "berderai air mata" dan

"pohon balsam".

33
M u h a m m a d H u s a i n H a e k a l ,Sejarah Nabi Muhammad Saw Dari Perioda Pra-Islam
Sampai Dengan Wafatnya Nabi,Pustaka Online Mediaisnet
34
Kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar beserta perjalanannya ditulis oleh al-Thabari dalam kitab
tarikhnya. Muhammad Ibn Jarir Al-Thabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, (Mesir: Dar al-Ma'arif,tt),
Jilid 1, h. 275-283

31
Allah menjelaskannya dalam Q.S Ali Imran 96:

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat)


manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia

Lembah Bakkah atau Makkah merupakan lokasi Rumah Allah yang

didirikan oleh generasi pertama umat manusia dari zaman Nabi Adam. Pada masa

Nabi Ibrahim lembah itu sudah ditelantarkan, tiada manusia yang menghuni, dan

Rumah Allah yang pertama itu hanya tinggal fondasinya saja yang berupa lempung

merah.

Kemudian perintah Allah turun kepada Ibrahim dan Ismail untuk

membangun atau merenovasi Rumah Allah (Baitullah) dengan meninggikan fondasi

yang memang sudah ada. Q.S Al-Baqarah:127memberikan informasi:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah


bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui"

Oleh karena bangunan Rumah Allah yang didirikan Ibrahim dan Ismail itu

berbentuk kubus (ka'bah), akhirnya Rumah Allah yang berukuran 12 x 10,5 x 15

meter itu dikenal dengan sebutan Ka'bah. Setelah Ka'bah selesai dibangun, turunlah

perintah Allah kepada Nabi Ibrahim agar menyeru manusia untuk menunaikan

ibadah haji. Dalam Q.S Al-Hajj: 27, Allah berfirman:

32
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh

Dan Allah mengajarkan bagaimana cara berhajji, sebagaimana permohonan

Nabi Ibrahim kepada Allah yang tercantum dalam Q.S Al-Baqarah: 128;

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau
dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji
kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang

Akan tetapi seiring berjalan waktu Setelah beberapa abad, Manasik atau

tatacara haji dicampurbaurkan dengan upacara pemujaan berhala. Keadaan seperti

ini berlangsung berabad-abad. Dan akhirnya tibalah saatnya doa Nabi Ibrahim

dikabulkan, yaitu doa yang beliau sampaikan kepada Allah ketika mendirikan

Ka'bah, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S Al-Baqarah:129:

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka,
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana

Sebagai jawaban atas doa Nabi Ibrahim tersebut, Allah mengutus seorang

manusia dari kalangan suku Quraisy yang bernama Muhammad sebagai Nabi dan

Rasul Terakhir yang meneruskan dan menyempurnakan ajaran seluruh Nabi dan

Rasul terdahulu.

33
C. Penyelenggaraan Ibadah Haji di Masa Rasulullah

Ibadah haji sebagai Rukun Islam yang kelima mulai diwajibkan Allah SWT

kepada umat Islam pada tahun 4 Hijri (625 M).35 Allah menetapkan bahwa syari`at

haji dari Nabi Ibrahim wajib dilaksanakan umat Islam dengan turunnya Q.S Ali

Imran 97:

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;


barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam.

Ayat ini menegaskan bahwa ibadah haji diwajibkan bagi mereka yang

mampu melakukan perjalanan ke sana, yaitu mampu dalam hal fisik, finansial, dan

keamanan tanpa gangguan. Ketika perintah haji itu diwahyukan Allah, Makkah

sedang dikuasai kaum musyrikin yang memusuhi kaum Muslimin di Madinah.

Kondisi itu tidak memungkinkan bagi Nabi Muhammad s.a.w. beserta para shahabat

untuk segera menunaikan ibadah haji.Akan tetapi Rasulullah s.a.w. memerintahkan

para shahabat yang mampu, terutama kaum Anshar yang tidak dikenali oleh orang-

orang Makkah, untuk menunaikan ibadah haji yang sesuai dengan manasik Nabi

35
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji Rasulullah S.A.W.Http://Irfanan shory.
Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29 September 2015

34
Ibrahim dan tidak mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan penyembahan

berhala.36

Ketika kembali dari berhaji, orang-orang Anshar ini melapor kepada

Rasulullah s.a.w. bahwa mereka mengerjakan sa`i dengan keraguan, sebab di tengah

mas`a antara Safa dan Marwah terdapat dua berhala besar Asaf dan Nailah. Maka

turunlah wahyu Allah, yaitu Q.S Al-Baqarah 158:

Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syiar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah
Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.

Pada bulan Dzulqa`dah 6 Hijri (April 628), Nabi Muhammad s.a.w.

bermimpi menunaikan umrah ke Makkah, lalu mengajak para shahabat untuk

merealisasikan mimpi tersebut. Maka Rasulullah s.a.w. beserta sekitar 1500

shahabat berangkat menuju Makkah, mengenakan pakaian ihram dan membawa

hewan-hewan qurban. Kaum musyrikin Quraisy mengerahkan pasukan untuk

menghalang-halangi, sehingga rombongan dari Madinah tertahan di Hudaibiyah, 20

km di sebelah barat laut Makkah. Kaum Quraisy mengutus Suhail ibn Amr untuk

berunding dengan Rasulullah s.a.w. Suhail mengusulkan kesepakatan genjatan

senjata antara Makkah dan Madinah, serta kaum Muslimin harus menunda umrah

36
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji Rasulullah
S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29
Septemer 2015

35
tetapi tahun depan diberikan kebebasan melakukan umrah dan tinggal selama tiga

hari di Makkah. Di luar dugaan para shahabat, ternyata Rasulullah s.a.w. menyetujui

usul Suhail, Sepintas lalu isi perjanjian kelihatannya merugikan kaum Muslimin,

tetapi secara politis sangat menguntungkan. Perjanjian Hudaibiyah merupakan

salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam, sebab untuk pertama kalinya kaum

Quraisy di Makkah mengakui kedaulatan kaum Muslimin di Madinah.37

Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiyah, tahun berikutnya (Dzulqa`dah 7 Hijri

atau Maret 629) Rasulullah s.a.w. beserta para shahabat untuk pertama kalinya

melakukan umrah ke Baitullah. Ketika rombongan Nabi yang berjumlah sekitar

2000 orang memasuki pelataran Ka`bah untuk melakukan thawaf, orang-orang

Makkah berkumpul menonton di bukit Qubais dengan berteriak-teriak bahwa kaum

Muslimin kelihatan letih dan pasti tidak kuat berkeliling tujuh putaran. Mendengar

ejekan ini, Rasulullah s.a.w. bersabda kepada jemaah beliau, Marilah kita

tunjukkan kepada mereka bahwa kita kuat. Bahu kanan kita terbuka dari kain ihram,

dan kita lakukan thawaf dengan berlari. 38

Sesudah mencium Hajar Aswad, Rasulullah s.a.w. dan para shahabat

memulai thawaf dengan berlari-lari mengelilingi Ka`bah, sehingga para pengejek

akhirnya bubar. Pada putaran keempat, setelah orang-orang usil di atas bukit Qubais

pergi, Rasulullah s.a.w. mengajak para shahabat berhenti berlari dan berjalan seperti

biasa. Inilah latar belakang beberapa sunnah thawaf di kemudian hari; bahu kanan

37
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji Rasulullah
S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29
Septemer 2015
38
Ibid.

36
yang terbuka, serta berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama khusus pada thawaf

yang pertama. Selesai tujuh putaran, Rasulullah s.a.w. shalat dua rakaat di Maqam

Ibrahim, kemudian minum air Zamzam. Sesudah itu Rasulullah melakukan sa`i

antara Safa dan Marwah, dan akhirnya melakukan tahallul dengan mencukur

rambut.

Ketika masuk waktu zuhur, Rasulullah s.a.w. menyuruh Bilal ibn Rabah naik

ke atap Ka`bah untuk mengumandangkan azan. Suara azan Bilal menggema ke

segenap penjuru, sehingga orang-orang Makkah berkumpul ke arah sumber suara

yang baru pertama kali mereka dengar. Kaum musyrikin menyaksikan betapa

rapinya saf-saf kaum Muslimin yang sedang shalat berjamaah. Hari itu, 17

Dzulqa`dah 7 Hijri (17 Maret 629), untuk pertama kalinya azan berkumandang di

Makkah dan Nabi Muhammad s.a.w. menjadi imam shalat di depan Ka`bah.

Pada tahun 8 Hijri Rasulullah melakukan umrah dua kali, yaitu ketika

menaklukkan Makkah serta ketika beliau pulang dari Perang Hunain. Ditambah

dengan umrah tahun sebelumnya, Rasulullah sempat melakukan umrah tiga kali,

sebelum beliau mengerjakan ibadah haji tahun 10 Hijri.39

Pada bulan Dzulhijjah 9 Hijri (Maret 631), Rasulullah s.a.w. mengutus

shahabat Abu Bakar Shiddiq untuk memimpin ibadah haji. Rasulullah sendiri tidak

ikut lantaran sedang menghadapi Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Abu

Bakar Shiddiq mendapat perintah untuk mengumumkan Dekrit Rasulullah,

39
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji Rasulullah
S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29
Septemer 2015

37
berdasarkan firman Allah dalam At-Taubah 28 yang baru diterima Nabi, bahwa

mulai tahun depan kaum musyrikin dilarang mendekati Masjid al-Haram dan

menunaikan ibadah haji, karena sesungguhnya mereka bukanlah penganut ajaran

tauhid dari Nabi Ibrahim a.s.

Pada tahun 10 Hijri (631/632 Masehi) Semenanjung Arabia telah

dipersatukan di bawah kekuasaan Nabi Muhammad s.a.w. yang berpusat di

Madinah, dan seluruh penduduk telah memeluk agama Islam. Maka pada bulan

Syawwal 10 Hijri (awal tahun 632) Rasulullah s.a.w. mengumumkan bahwa beliau

sendiri akan memimpin ibadah haji tahun itu. Berita ini disambut hangat oleh

seluruh umat dari segala penjuru, sebab mereka berkesempatan mendampingi

Rasulullah s.a.w. dan menyaksikan setiap langkah beliau dalam melakukan manasik

haji.40

Rasulullah s.a.w. berangkat dari Madinah sesudah shalat Jum`at tanggal 25

Dzulqa`dah 10 Hijri (21 Februari 632), mengendarai unta beliau Al-Qashwa,dengan

diikuti sekitar 30.000 jemaah. Seluruh istri beliau ikut serta, dan juga putri beliau

Fatimah. Sesampai di Dzulhulaifah yang hanya belasan kilometer dari Madinah,

rombongan singgah untuk istirahat dan mempersiapkan ihram. Di sini istri Abu

Bakar Shiddiq, Asma, melahirkan putra yang diberi nama Muhammad. Abu Bakar

berniat mengembalikannya ke Madinah, tetapi Rasulullah s.a.w. mengatakan bahwa

40
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabiy, 1977), h. 642

38
Asma cukup mandi bersuci, lalu memakai pembalut yang rapi, dan dapat

melakukan seluruh manasik haji.41

Keesokan harinya, Sabtu 26 Dzulqa`dah (22 Februari), setelah semuanya

siap untuk berihram, Rasulullah s.a.w. menaiki unta kembali, lalu bersama seluruh

jemaah mengucapkan: Labbaik Allahumma Hajjan. Tidak ada yang berniat umrah,

sebab menurut tradisi saat itu umrah hanya boleh di luar musim haji. Tiga cara haji

(Tamattu`, Ifrad, Qiran) yang kita kenal sekarang baru diajarkan Rasulullah s.a.w.

di Makkah delapan hari berikutnya. Rombongan menuju Makkah dengan tiada henti

mengucapkan talbiyah. Pada Sabtu 3 Dzulhijjah (29 Februari), mereka tiba di Sarif,

15 km di utara Makkah, kemudian beristirahat.

Pada Ahad 4 Dzulhijjah (1 Maret) pagi, Rasulullah s.a.w. dan rombongan

memasuki Makkah. Di sana sudah menunggu puluhan ribu umat yang datang dari

berbagai penjuru, dan total jemaah haji mencapai lebih dari 100.000 orang.

Rasulullah s.a.w. memasuki Masjid al-Haram melalui gerbang Banu Syaibah atau

Bab as-Salam (Pintu Kedamaian) di samping telaga Zamzam di belakang Maqam

Ibrahim. Masjid al-Haram saat itu adalah lapangan tempat shalat dan thawaf,

sedangkan bangunan masjid baru dirintis oleh Khalifah Umar ibn Khattab (634-

644), lalu mengalami perluasan dari masa ke masa sehingga akhirnya megah seperti

sekarang.

Pada awal setiap putaran thawaf, jemaah haji disunnahkan untuk

memberikan penghormatan (istilam) kepada Hajar Aswad di pojok tenggara Ka`bah.

41
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah.., h. 642

39
Rasulullah s.a.w. memberikan empat caraistilam tersebut. Ketika umrah pertama

kali tahun 7 Hijri, beliau mengecup Hajar Aswad. Ketika penaklukan Makkah tahun

8 Hijri, beliau menyentuhkan ujung tongkat ke Hajar Aswad dari atas unta. Ketika

umrah saat pulang dari Hunain, Hajar Aswad beliau usap dengan tangan kanan.

Ketika beliau haji tahun 10 Hijri, beliau hanya melambaikan tangan dari jauh ke

arah Hajar Aswad.

Rasulullah s.a.w. melakukan thawaf tujuh putaran. Ummu Salamah, salah

satu istri beliau, berthawaf dengan ditandu sebab sedang sakit. Setiap melewati

Rukun Yamani Rasulullah s.a.w. cuma mengusapnya dengan tangan. Antara Rukun

Yamani dan Hajar Aswad beliau mengucapkan doa paling populer: Rabbana atina fi

al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah wa qina `adzaba al-nar. Setelah selesai

tujuh putaran, beliau shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian pergi

ke telaga Zamzam. Beliau minum air Zamzam dan membasahi kepala.

Kemudian Rasulullah s.a.w. menuju bukit Safa untuk memulai sa`i. Beliau

naik ke bukit, lalu menghadap Ka`bah, bertakbir tiga kali dan berdoa. Kemudian

beliau turun ke lembah menuju Marwah, dan sesampai di Marwah Rasulullah s.a.w.

melakukan apa yang beliau kerjakan di Safa.42 Demikianlah bolak-balik sebanyak

tujuh kali.

Setelah selesai sa`i, Rasulullah s.a.w. di Marwah menginstruksikan sesuatu

yang mengejutkan para shahabat karena belum pernah terjadi sebelumnya: beliau

memerintahkan seluruh shahabat yang tidak membawa hadyu atau hewan qurban

42
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah..,h.643

40
agar mengubah niat haji menjadi umrah, padahal selama ini umrah hanya dilakukan

di luar musim haji. Dengan mengubah niat menjadi umrah, sebagian besar jemaah

haji yang tidak membawa hadyu dapat bertahallul dan baru berihram lagi untuk haji

tanggal 8 Dzulhijjah. Oleh karena mereka tidak membawa hadyu dari rumah, tentu

pada Hari Nahar (10 Dzulhijjah) atau Hari-Hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah) mereka

harus menyediakan hewan untuk dijadikan hadyu. Dan ini yang kemudian dikenal

sebagai Haji Tamattu'.

Kemudian Rasulullah s.a.w. mengeluarkan dekrit: Dakhalat al-umratu ila al-

hajji abadan abadan (Telah masuk umrah ke dalam haji untuk selama-

lamanya).43Artinya, sejak saat itu umrah dapat dikerjakan di musim haji, bahkan

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah haji. Mendengar penegasan

Rasulullah s.a.w., para shahabat yang sebagian besar tidak membawa hadyu

mengubah niat haji menjadi umrah, lalu bertahallul secara massal. Hanya Rasulullah

s.a.w. dan sebagian kecil sahabat yang terus berihram sebab mereka membawa

hadyu.44

Sejak hari itu, 4 Dzulhijjah 10 Hijri, mulailah diperkenalkan tiga cara ibadah

haji. Pertama, Haji Tamattu` atau bersenang-senang (umrah dulu, baru haji) bagi

mereka yang tidak membawa hadyu. Kedua, Haji Ifrad atau mandiri (haji dulu,

baru umrah) bagi penduduk Makkah yang membawa hadyu. Ketiga, Haji Qiran atau

gabungan (haji dan umrah langsung digabungkan) 45 bagi yang bukan penduduk

43
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah.., h. 644
44
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah.., h. 644
45
Dr. Wahah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu (Dimasq: Dar al-Fikr,tt), Juz 3, h.2193

41
Makkah yang membawa hadyu. Cara terakhir inilah, yaitu Haji Qiran, yang

dikerjakan Rasulullah s.a.w. Sesudah mengerjakan haji, Rasulullah s.a.w. tidak lagi

melakukan umrah secara terpisah dan langsung kembali ke Madinah tanggal 14

Dzulhijjah.

Perlu diketahui bahwa cara Haji Tamattu` memang diperintahkan Allah

sebagai keringanan bagi umat-Nya, melalui wahyu yang turun ketika Rasulullah

s.a.w. dan rombongan tertahan di Hudaibiyah tahun 6 Hijri, tetapi baru pada tahun

10 Hijri Rasulullah s.a.w. berkesempatan menunaikan haji dan menerapkan

pelaksanaannya. Ayat perintah tamattu` itu kini tercantum dalam Q.S Al-Baqarah

196:

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang
mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di
tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa
atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi
siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji),
(wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak
menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari
dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah
sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi
orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-
orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

Dengan demikian jemaah haji Indonesia yang sudah tentu bukan pribumi

Makkah dan boleh dipastikan tidak membawa hadyu dari rumah, tidak ada pilihan

42
lain kecuali melaksanakan perintah Rasulullah s.a.w. untuk mengambil cara Haji

Tamattu`. Hal ini berlaku baik bagi jemaah Gelombang Pertama (yang ke Madinah

dahulu) maupun bagi jemaah Gelombang Kedua (yang langsung ke Makkah).

Pada hari Kamis 8 Dzulhijjah (5 Maret), Rasulullah s.a.w. memerintahkan

umat beliau yang memakai cara Tamattu` kembali mengenakan pakaian ihram dan

menjauhi larangan-larangan ihram untuk memulai ibadah haji. Mereka yang

memakai cara Ifrad atau Qiran, termasuk beliau sendiri, memang sudah dalam

keadaan berihram sebab sesudah thawaf dan sa`i tanggal 1 Maret mereka tidak

bertahallul. Manasik haji yang beliau terapkan di Arafah, Muzdalifah dan Mina

sangat perlu kita cermati, sebab manasik ini merupakan sistem baru yang berbeda

dengan sistem lama, berdasarkan aturan Ilahi dalam Al-Baqarah 196-203 yang

diwahyukan tahun 6 Hijri dan baru sempat diterapkan pada ibadah haji Rasulullah

s.a.w. tahun 10 Hijriah.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah pagi, Rasulullah s.a.w. beserta jemaah haji pergi

menuju Mina (6 km dari Makkah) untuk mempersiapkan air, sebab mulai tanggal 10

Dzulhijjah sesudah pulang dari Arafah mereka akan tinggal di Mina selama

beberapa hari. Itulah sebabnya tanggal 8 Dzulhijjah disebut Hari Tarwiyah atau

mempersiapkan air.

Pada hari Jum`at 9 Dzulhijjah (6 Maret) sesudah matahari terbit, Rasulullah

s.a.w. dan seluruh jemaah haji berangkat menuju Arafah, 19 km dari Mina ke arah

timur. Ketika melewati Muzdalifah, kaum Quraisy berharap agar Rasulullah s.a.w.

berhenti, sebab selama ini kaum Quraisy selalu berwuquf di Muzdalifah sedangkan

43
yang berwuquf di Arafah adalah mereka yang bukan suku Quraisy. Maka Rasulullah

s.a.w. memerintahkan agar seluruh jemaah haji tanpa kecuali kembali kepada

syari`at asli Nabi Ibrahim a.s. untuk berwuquf di Arafah, sesuai dengan firman Allah

dalam Al-Baqarah 199.

Rasulullah s.a.w. memerintahkan umatnya untuk tidak menyia-nyiakan

waktu wuquf. Haji itu di Arafah, sabda beliau. Allah mengutus para malaikat ke

langit dunia untuk merekam segala permohonan anak cucu Adam yang wuquf di

Arafah. Sambil menghadap kiblat, Rasulullah s.a.w. dan para shahabat memuji dan

mengagungkan Allah, berzikir dan berdoa, memohon ampun atas segala dosa,

membaca ayat-ayat Quran dan memperbanyak talbiyah.

Setelah matahari terbenam, Rasulullah s.a.w. mengajak para jemaah haji

untuk berangkat menuju masy'aril haram (Muzdalifah), sesuai dengan firman Allah

dalam Al-Baqarah 198:



Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berdzikirlah kepada
Allah di Masyarilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah
sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat

Sesampai di Muzdalifah, yang berjarak 14 km dari Arafah, Rasulullah s.a.w.

dan rombongan menunaikan shalat maghrib dan isya secara jama` dan

qasar.46Rasulullah s.a.w. dan sebagian besar jemaah haji bermalam di Muzdalifah,

46
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, h.646

44
tetapi beliau mengizinkan orang-orang yang lemah, wanita dan anak-anak berangkat

ke Mina (5 km dari Muzdalifah) sesudah tengah malam, supaya dapat melontar

jumrah sebelum masa membanjir datang.

Pada hari Sabtu 10 Dzulhijjah (7 Maret) pagi hari Rasulullah s.a.w. dan

rombongan sampai di Mina. Beliau tidak mampir di Jumrah Ula dan Jumrah

Wustha, melainkan langsung menuju Jumrah Aqabah. Berbeda dengan Jumrah Ula

dan Jumrah Wustha yang berada di lapangan terbuka, Jumrah Aqabah terletak di

kaki bukit. Itulah sebabnya penampung batu lontaran di Jumrah Ula dan Jumrah

Wustha berbentuk lingkaran, sedangkan di Jumrah Aqabah cuma setengah lingkaran

karena terhalang cadas bukit. Di kemudian hari, meskipun bukit Aqabah sudah

dipapas rata dengan tanah, Jumrah Aqabah selama berabad-abad dibiarkan tetap

dikelilingi setengah lingkaran. Baru pada tahun 2004, pemerintah Arab Saudi

mengubah penampung batu lontaran di Jumrah Aqabah menjadi lingkaran penuh

seperti dua jumrah yang lain.

Pada tanggal 10 Dzulhijjah itu Rasulullah s.a.w. melontar Jumrah Aqabah

dengan batu kerikil sebanyak tujuh kali, dan bertakbir pada setiap lontaran, sebagai

lambang usaha penolakan terhadap syaithan, meniru tindakan Nabi Ibrahim a.s.

yang digoda syaithan tatkala akan menyembelih putranya, Nabi Isma`il a.s. Sesudah

melontar Rasulullah s.a.w. berdoa: Allahuma j`alhu hajjan mabruran wa sa`yan

masykuran wa dzanban maghfuran (Ya Allah, jadikanlah hal ini sebagai haji yang

bermutu, usaha yang diterima, dan dosa yang terampuni).

45
Selanjutnya Rasulullah s.a.w. pergi ke Makkah untuk melakukan thawaf

mengelilingi Ka`bah. Setelah shalat zuhur beliau kembali ke Mina. Oleh karena

Rasulullah s.a.w. mengambil cara Haji Qiran (haji dan umrah digabungkan), tanggal

10 Dzulhijjah itu beliau tidak melakukan sa`i di antara Safa dan Marwah. Sa`i beliau

cukup satu kali pada saat masuk Makkah yang sudah mencakup sa`i haji dan umrah.

Tetapi sebagian besar para shahabat melakukan sa`i tanggal 10 Dzulhijjah atau

sesudahnya, karena mereka mengambil cara Haji Tamattu` sesuai perintah

Rasulullah s.a.w. Inilah sa`i haji bagi para shahabat yang Tamattu`, sebab sa`i

mereka pada hari pertama masuk Makkah adalah sa`i umrah saja dan belum sa`i

haji.

Apapun urutan manasik yang dipilih oleh para jemaah haji, Rasulullah s.a.w.

menginstruksikan para jemaah haji untuk menginap di Mina pada malam-malam

Hari Tasyriq, kecuali mereka yang karena kesibukannya tidak dapat menginap.

Rasulullah s.a.w. mengizinkan paman beliau, Abbas ibn Abdil-Muttalib, bermalam

di Makkah untuk mengelola siqayah (air Zamzam untuk jemaah haji). Demikian

pula para gembala yang harus menjaga ternak mereka di malam hari diberi izin oleh

Nabi s.a.w. untuk tidak menginap di Mina.47

Pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah, sesudah masuk waktu zuhur, Rasulullah

s.a.w. dan para jemaah haji melontar secara berturut-turut Jumrah Ula, Jumrah

Wustha, dan akhirnya Jumrah Aqabah, masing-masing tujuh lontaran. Beliau berdoa

47
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji Rasulullah
S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29
Septemer 2015

46
sesudah melontar Jumrah Ula dan Jumrah Wustha, tetapi segera pergi setelah

melontar Jumrah Aqabah. Rasulullah s.a.w. memberikan kelonggaran bagi yang

tidak sempat melontar pada siang hari untuk melakukannya di malam hari. Juga bagi

orang yang sakit, lanjut usia, lemah, anak kecil atau wanita hamil, pelontaran boleh

diwakilkan kepada orang lain.

Rasulullah s.a.w. juga menerapkan kebolehan dari Allah bagi jemaah haji

untuk memilih dua hari atau tiga hari dalam melontar tiga jumrah, sesuai dengan

firman Allah dalam Al-Baqarah 203:



Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang
berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua
hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan
(keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi
orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa
kamu akan dikumpulkan kepada-Nya

Jadi pada tanggal 12 Dzulhijjah sore hari jemaah haji boleh melakukan nafar

awwal (pulang duluan) meninggalkan Mina pulang ke Makkah. Mereka yang ingin

nafar awwal harus sudah berada di luar Mina sebelum maghrib. Jika saat maghrib

masih di Mina, mereka harus mengambil nafar tsani (pulang rombongan kedua),

yaitu harus bermalam lagi di Mina dan melontar lagi tiga jumrah tanggal 13

Dzulhijjah, baru pulang ke Makkah. Sebagian shahabat memilih nafar awwal dan

47
sebagian lagi memilih nafar tsani. Adapun Rasulullah s.a.w. melakukan nafar tsani,

pulang ke Makkah tanggal 13 Dzulhijjah.48

Sesudah shalat shubuh hari Rabu 14 Dzulhijjah (11 Maret), Rasulullah s.a.w.

dengan istri-istri beliau, kecuali Safiyah yang mengalami haid dua hari sebelumnya,

melakukan thawaf wada, lalu mereka kembali ke Madinah. Rasulullah s.a.w. tidak

dapat berada lama-lama di Makkah, sebab pekerjaan beliau selaku Kepala Negara

harus segera beliau rampungkan. Tiga bulan sesudah itu, pada hari Senin tanggal 12

Rabi`u l-Awwal 11 Hijri (8 Juni 632), Rasulullah s.a.w. berpulang ke Rahmatullah.

D. Penyelenggaraan Ibadah Haji Di Indonesia

Sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia mengalami masa yang panjang,

dimulai sejak masuknya agama Islam ke Indonesia, masa penjajahan, masa orde

lama, masa Orde Baru hingga sekarang. Sejarah perhajian di Indonesia memiliki

fasa yang cukup panjang danmemiliki liku-liku sejarah perjalanan yang cukup

menarik untuk dikaji, karenaia berlaku semasa pemerintahan Belanda yang tidak

mengenal arti kewajibanyang mesti ditunaikan oleh seorang Muslim.Dari abad ke

abad pelaksanaan perhajian di Indonesia mengalamiperubahan demi perubahan ke

arah yang lebih baik, dimulai dari pengangkutandengan kapal laut yang hanya

menumpang kapal Belanda atau kapal yangkebetulan singgah di kepulauan

Indonesia, hingga mempunyai kapal milikpribumi, milik salah seorang saudagar

kaya yang berasal dari Makassar yangmengangkut para jamaah haji yang saat itu

48
Irfan Anshory, Kisah Ibadah Haji Rasulullah
S.A.W.Http://Irfananshory.Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29
Septemer 2015

48
masih sangat sedikit, dengan kadarbayaran tertentu. Demikian pula setibanya di

negeri Hijaz dengan pelayananyang sangat minimum, baik dari segi pengangkutan,

penginapan, bimbingandan sebagainya semuanya serba sederhana. Oleh karena

susahnya mendapatkankemudahan terutama dari segi kepengurusan, akhirnya

banyak sekali parajamaah yang memutuskan untuk tinggal di kedua negeri suci

tersebut yaituMakkah dan Madinah. Ada yang sifatnya sementara untuk menuntut

ilmu,berniaga bahkan ada yang memutuskan untuk tinggal di sana yang

disebutsebagai mukimin.

Bagi umat Islam Indonesia, melaksanakan haji ini telah mendapatkan

perhatian khusus baik pada zaman kolonial maupun setelah kemerdekaan. Dan

bangsa Indonesia walaupun dalam keadaan dijajah oleh Belanda, umat Islam dengan

berbagai kesulitan, hambatan dan dieksploitasi, perjalanannya yang sangat jauh,

memerlukan waktu cukup lama, tidak mulus dan berbahaya yang selalu mengancam

nyawa karena sarana angkutan perahu atau kapal yang digunakan tidak memenuhi

standar dan sering berganti, medannya tidak pernah dilalui dan hambatan lainnya

tidak menjadi penghalang dan mengendorkan semangat mereka. Mereka siap

menerima apa saja yang terjadi sekalipun nyawa harus melayang asalkan ibadah haji

dapat dilaksanakan.Setelah abad ke-20 atau sejarah pra-pasca kemerdekaan

Indonesiamempunyai nuansa yang berbeda, kalau di zaman penjajah

mengandungnuansa politik yang sangat kental, karena dari satu segi untuk

mengambilsimpati kaum Muslimin Indonesia, dan di segi yang lain untuk

mengendalikanpara jamaah haji agar tidak merugikan kepentingan kolonial.

49
Sedangkan padazaman kemerdekaan pengaturan penyelenggaraan haji dimaksudkan

untukmemberi kemudahan dan perlindungan terhadap jamaah haji. Hanya saja

dariwaktu ke waktu penyelenggaraan haji tersebut tetap ada masalah. 49

(1) Penyelenggaraan Haji pada masa Pasca Kemerdekaan

Pada tahun 1945, Syekh Hasyim Asyhari dari Masyumi, mengeluarkan

fatwa kepada seluruh umat Islam Indonesia bahwa haram bagi umat Islam

meninggalkan tanah airnya dalam keadaan melakukan perang melawan agama;

tidak wajib pergi haji, dimana berlaku fardhu ain bagi umat Islam melakukan

perang melawan penjajah bangsa dan agama. Pada tahun 1948 pemerintah

Indonesia mengirimkan misi haji, yang terdiri dari K.R.H. Moh. Adnan, H.

Ismail Banda, H. Saleh Suady dan H. Samsir Sutan Ameh, ke Makkah

menghadap Raja Arab Saudi.50 Misi tersebut mendapat sambutan hangat dari

Baginda Raja Ibnu Saud dan pada tahun itu juga bendera Merah Putih pertama

kali dikibarkan di Arafah. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah

tersebut semakin mendorong ke arah penyelenggaraan haji yang lebih baik,

sehingga calon jamaah haji yang berangkat tahun 1949 cukup banyak. Pada

waktu itu jamaah haji yang berhasil diberangkatkan oleh Pemerintah mencapai

9.892 orang, sedangkan yang wafat sebanyak 320 orang atau 3,23%-nya,

sedangkan panitia yang dilibatkan guna membantu jamaah haji dalam bidang

49
Muhammad Nuri; Pragmatisme Penyelenggaraan Ibadah Haji, Salam; Jurnal Filsafat dan Budaya
Hukum, h. 148.
50
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, Evaluasi Kebijakan
Pemerintah Terkait Dengan Persaingan Usaha Dalam Rancangan Perubahan Undang-Undang no
17/1999 tentang penyeleggaraan haji, h.5

50
administrasi dan pengurusan di tanah suci sebanyak 27 orang, adapun tim

kesehatan yang juga ikut diberangkatkan sebanyak 14 orang.

Kemudian pada tahun 1950-an, kaum muslimin Indonesia yang mampu

melaksanakan ibadah haji sebanyak 10.000 orang, Di samping 10.000 orang

yang berangkat haji, pemerintah memiliki data lain yaitu jamaah haji yang

berangkat secara mandiri sebanyak 1.843 orang, wafat 42 orang atau 2,28%,

sedangkan petugas administrasi 6 orang, tim kesehatan 15 orang.

Pada awal kemerdekaan penyelenggaraan Ibadah Haji dilakukan oleh

Penyelenggara Haji Indonesia (PHI) yang berada pada setiap Keresidenan atau

Pemerintahan Daerah. Dalam perkembangan selanjutnya, Badan Kongres

Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus

menangani Ibadah Haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia

(PPHI)51 yang diketuai oleh K.H.M. Sudjak. Kedudukan PPHI semakin kuat

tatkala Menteri Agama mengeluarkan Surat Kementerian Agama RIS No. 3170

Tahun 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama RIS No. A. III/I/648 Tahun 1950

yang menunjuk PPHI sebagai lembaga yang sah di samping pemerintah untuk

mengurus dan menyelenggarakan Ibadah Haji di Indonesia. Pada masa itu salah

satu langkah penting pembenahan penyelenggaraan Ibadah Haji oleh

pemerintah dalam hal ini Departemen Agama adalah dialihkannya transportasi

laut ke transportasi udara yang lebih modern agar mengurangi penderitaan

51
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, evaluasi kebijakan
pemerintah terkait dengan persaingan usaha dalam rancangan perubahan undang-undang no 17/1999
tentang penyeleggaraan haji, h.5

51
jamaah haji apabila menaiki kapal laut yang penuh dengan bahaya. Pada masa

tahun 1950-an tersebut penanganan haji secara langsung tidak dilakukan oleh

Departemen Agama melainkan oleh Panitia Haji.

Hampir setiap tahun umat Islam yang berminat untuk menunaikan

ibadah haji tidak pernah surut, bahkan laju perkembangannya menunjukkan

grafik yang meningkat walaupun biaya yang ditetapkan oleh pemerintah selalu

menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya, yaitu sejak tahun

1949 sebesar Rp. 3.395,14 meningkat dua kali lipat pada tahun 1950 dan tahun

1951 sebesar Rp. 6.487,25 atau sekitar 52,3%. Biaya perjalanan ibadah haji

justru mengalami kenaikan hanya sekitar 10%, yaitu pada tahun 1951 sebesar

Rp. 6.487,25. Jumlah jamaah haji Indonesia mencapai puncaknya pada tahun

1951 sebanyak 9.502 orang, petugas haji Indonesia 20 orang, jamaah haji yang

wafat sebanyak 384 orang atau 4,04%

Membaiknya kehidupan perekonomian Negara dan kemajuan teknologi

yang melanda dunia berpengaruh pula terhadap pengelolaan perhajian di

Indonesia, sehingga mulai tahun 1952 transportasi jamaah haji pemerintah

menyediakan kesempatan kepada calon jamaah haji untuk mempergunakan

transportasi udara. Tentunya terdapat perbedaan tarif angkutan haji yang cukup

besar, hampir dua kali lipat, yaitu untuk tarif haji udara sebesar Rp. 16.691,

sedangkan haji laut sebesar Rp. 7.500.

Dengan adanya transportasi jamaah haji udara maka pada tahun 1952

jumlah jamaah haji meningkat sebanyak 14.324 orang, dengan perincian yang

52
menggunakan kapal laut sebanyak 14.031 orang, pesawat udara 293 orang,

jumlah jamaah haji yang wafat 278 orang atau 1,94%, sedangkan petugas haji

yang diberangkatkan sebanyak 32 orang, tim kesehatan haji sebanyak 28 orang.

Pada tahun 1964 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 122 tahun 1964 yang

berisi tentang upaya mengatasi pengangkutan jamaah haji (laut) dari Indonesia,

maka pada tanggal 1 Desember 1964 berdirilah PT. Arafat yang bergerak di

bidang pelayanan ibadah haji dengan kapal laut. Tujuan didirikannya PT. Arafat

adalah:

1. Menyelenggarakan pengangkutan para jamaah haji (laut)

2. Menjalankan segala upaya dalam rangka membantu usaha pemerintah

baik secara langsung maupun tidak langsung yang berkenaan dengan

bidang pelayanan.

Adapun armada kapal laut yang digunakan untuk pengangkutan jamaah

haji antara lain KM. Gunung Jati, KM. Tjut Nyak Dien, KM. Ambulombo, KM.

Pasific Abeto, KM. Belle Abetto, KM. Le Havre Abeto dan KM. La Grande

Abeto. Kapal laut untuk pengangkutan jamaah haji ini termasuk kapal laut yang

memiliki keunggulan teknologi pada saat itu dan dapat berlayar untuk jangka

waktu satu bulan. Di kapal ini seluruh calon jamaah haji Indonesia melakukan

kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan masalah manasik haji dan pengkajian

agama secara mendalam.

53
(2) Penyelenggaraan Haji pada Masa Orde Baru

Sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia mengalami masa yang panjang,

dimulai sejak masuknya agama Islam ke Indonesia, masa penjajahan, masa orde

lama, masa Orde Baru hingga sekarang. Dari masa ke masa penyelenggaraan

haji banyak mengalami dinamika yang bermuara pada persoalan pokok, yaitu

peraturan yang menyangkut hubungan bilateral antara dua Negara yang

memiliki perbedaan sosio-budaya, bentuk pemerintahan dan status kenegaraan,

Indonesia yang menganut sistem Republik dan Saudi Arabia yang berbentuk

Kerajaan.52

Tugas awal penguasa orde baru sebagai pucuk pimpinan Negara pada

tahun 1966 adalah membenahi dan menormalkan sistem kenegaraan yang

porak-poranda akibat G 30S PKI dan kekuasaan orde lama. Pembenahan sistem

pemerintahan ini berpengaruh pula terhadap penyelenngaraan haji dengan

dibentuknya Departemen Agama, selanjutnya mengubah struktur dan tata kerja

organisasi Menteri Usaha haji dan mengalihkan tugas penyelenggaraan ibadah

haji di bawah wewenang Direktur Jenderal Urusan Haji, termasuk besarnya

biaya, sistem manajerial dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam

keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun itu ditetapkan

pula biaya perjalanan ibadah haji dalam tiga kategori, yaitu haji dengan kapal

laut sebesar Rp. 27.000, haji berdikari sebesar Rp. 67.500, haji dengan pesawat

52
Abdul Hadi Ramadhan, Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde
Baru dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdul hadi
mulyaramadhan. blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html

54
udara sebesar Rp. 110.000. Jumlah jamaah haji yang diberangkatkan seluruhnya

mencapai 15.983 orang, yaitu dengan kapal laut sebanyak 15.610 orang, dengan

pesawat udara 373 orang, sedangkan jumlah haji kapal laut yang wafat 114

orang, dan 2 orang jamaah haji udara, atau 0,73%.53

Pemerintah ikut bertanggungjawab secara penuh dalam penyelenggaraan

ibadah haji, sejak penentuan biaya hingga pelaksanaan serta hubungan antara

dua Negara yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970.Dengan keputusan

tersebut, maka rakyat merasa diperhatikan langsung oleh pemerintah. Dalam

rangka mengefisienkan pelaksanaan penyelenggaraan haji, maka pada tahun

tersebut biaya perjalanan ibadah haji ditetapkan oleh Presiden berdasarkan

kriteria penggunaan transportasi melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun

1970, yaitu biaya perjalanan pesawat terbang sebesar Rp. 380.000, sedangkan

berdikari sebesar Rp. 336.000. Secara resmi pemerintah tidak menetapkan biaya

haji dengan kapal laut karena jumlah calon jamaah haji yang menggunakan

kapal laut mengalami penurunan yang signifikan.Sekalipun demikian,

pemerintah memberikan kebebasan kepada jamaah haji berdikari tetap

menggunakan kapal laut. Sesuai data tahun tersebut jamaah haji berdikari yang

menggunakan kapal laut sebanyak 12.845 orang, sedangkan yang menggunakan

pesawat terbang sebanyak 1.229 orang. Dalam tahun-tahun berikutnya, antara

53
Abdul Hadi Ramadhan, Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde
Baru dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdulhadi
mulyara ma dhan.blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html

55
tahun 1971-1973 penyelenggaraan ibadah haji tidak banyak mengalami

perubahan-perubahan kebijakan.

Pada tahun 1974, sebuah peristiwa besar menghentikan sanubari bangsa

Indonesia dan mengejutkan dunia ketika pesawat udara Martin Air yang

mengangkut jumlah haji mengalami kecelakaan di Colombo.Kecelakaan ini

menewaskan 1.126 orang dan merupakan peristiwa besar yang tak terlupakan

dalam sejarah perhajian Indonesia. Penyebab kecelakaan tersebut tidak

diketahui secara pasti, yang jelas pesawat tersebut menabrak gunung. Ada pula

kejadian yang berada di luar perhitungan pemerintah sebanyak 79 orang jamaah

melahirkan. Dengan kejadian tersebut pemerintah semakin selektif, alat

transportasi udara yang akan dipergunakan untuk menyelenggarakan haji, dan

diharapkan kejadian tersebut tidak terulang kembali. Pada tahun 1974,

Keputusan Presiden menetapkan biaya perjalanan ibadah haji berdikari sebesar

Rp. 556.000, dan pesawat terbang sebesar Rp. 560.000.Pada waktu itu jumlah

ibadah haji berdikari kapal laut sebanyak 15.396 orang dan pesawat udara

sebanyak 53.752 orang.

Banyaknya problema perjalanan haji dengan kapal laut yang tidak dapat

diselesaikan, termasuk pailitnya PT. Arafat, mulai tahun 1979 pemerintah

melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK-72/OT.001/Phb79,

memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jamaah haji dengan kapal laut

56
dan menetapkan bahwa penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan dengan

menggunakan pesawat udara.54

Pada awal penghapusan jamaah haji laut, bangsa Indonesia kembali

ditimpa kedukaan yang luar biasa akibat terjadinya kecelakaan pesawat udara

yang mengangkut jamaah haji untuk kedua kalinya.Kecelakaan ini juga terjadi

di Colombo yang disebabkan oleh kesalahan navigasi pesawat Loft

Leider.Jamaah haji yang wafat seluruhnya 960 orang, termasuk yang wafat

bukan karena kecelakaan ini.Dengan banyaknya pengalaman dalam

penyelenggaraan ibadah haji pada tahun-tahun sebelumnya, maka pemerintah,

dalam hal ini Menteri Agama, mengkaji ulang penyelenggaraan ibadah haji agar

lebih terjamin. Pada tahun 1979, bersama Menteri Kehakiman, Menteri Agama

mengeluarkan Keputusan tentang penyelenggaraan Haji dan Umroh, peraturan

ini merupakan cikal bakal dari peraturan penyelenggaraan ibadah haji.Pada saat

itu banyak di antara para jamaah haji yang mencari jalan pintas akibat gagal

melaksanakan ibadah haji, yakni melaksanakan ibadah umroh lebih dulu

kemudian tinggal sementara untuk menunggu waktu haji tiba.Hal ini banyak

menimbulkan persoalan bagi pemerintah Arab Saudi.Banyak di antara jamaah

haji yang kemudian tidak bisa kembali ke kampung halaman karena kehabisan

bekal (biaya).

54
Abdul Hadi Ramadhan, Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde
Baru dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdul
hadimulyaramadhan. blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html

57
Dasawarsa 1980-an terjadi perkembangan menarik dimana pemerintah

mulai memberi peluang (kembali) swasta dalam penyelenggaraan urusan haji,

khususnya untuk pelayanan eksklusif yang dikenal dengan nama program ONH

Plus. Pihak swasta sendiri menyebut kegiatan itu merupakan sub-sistem atau

bagian dari penyelenggaraan haji oleh pemerintah. Disebut subsistem karena

otoritas mengenai ketentuan perusahaan mana saja, kuota, dan harga paket ONH

Plus masih di tangan pemerintah hingga kini.Selain melibatkan perusahaan yang

bergerak di bidang ONH Plus, pemerintah juga memberi kesempatan kepada

berbagai yayasan, majelis talim, ormas, milik masyarakat mengorganisir

jamaah haji di lingkungannya. Kegiatan itu tidak lepas dari kontrol pemerintah

dan tetap tergabung dalam paket penyelenggaraan urusan haji yang dikelola

pemerintah.

Meningkatnya jamaah haji setiap tahunnya dapat dijadikan sebagai

parameter peningkatan pembangunan manusia seutuhnya dalam sendi-sendi

kehidupan bermasyarakat dan beragama. Besarnya jumlah jamaah haji ini

mengakibatkan makin berat pula beban pemerintah karena penyelanggaraan

ibadah haji merupakan kegiatan yang terus-menerus rutin, teknis dan

fungsional, apalagi meningkatnya taraf hidup dan daya kritis masyarakat akan

menimbulkan tuntutan yang makin tinggi terhadap kualitas pelayanan ibadah

haji.

Bertambahnya jumlah jamaah haji menimbulkan suatu permasalahan

tersendiri karena tempat atau wilayah peribadatan haji di Arab Saudi tetap, yaitu

58
Makkah, Mina, Arafah, Muzdalifah dan Madinah. Wilayah ini juga tidak

mungkin akan mampu menampung jumlah jamaah haji yang terus bertambah

dari Negara-negara lain. Hal ini jelas akan membebani masing-masing jamaah

haji secara fisik, seperti kelelahan, kebisingan, serta kemacetan, dan bahkan

kemungkinan besar dapat mengganggu kekhusyukan jamaah haji dalam

melaksanakan ibadah hajinya.55

Banyak keputusan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, yang

bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah

haji sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen modern. Lepas dari kenyataan

bahwa orde baru melakukan sentralisasi kebijakan dan monopoli dalam antara

lain transportasi haji, beberapa usaha perbaikan dalam penyelenggaraan haji

dilakukan.

Sebagai contoh, dapat dilihat pada evaluasi tahun 1993 yang mencoba

untuk mengadopsi sistem manajemen modern dan pengendapan koordinasi

antara lain:

(1) Penyempurnaan penyelenggaraan haji, baik didalam maupun diluar negeri,

dibawah koordinasi Departemen Agama.

(2) Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar instansi yang terkait dalam

pelayanan ibadah haji baik didalam maupun diluar.

55
Abdul Hadi Ramadhan, Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde
Baru dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015, http://abdulha
dimulyaramadhan.blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html

59
(3) Meningkatkan fungsi dan peran posko haji di Departemen Agama sebagai

pusat koordinasi dan pengendalian perhajian.

(4) Menyusun jaringan kerja penyelenggaraan haji.

(5) Menyempurnakan pengaturan yang baku pada semua bentuk dan jenis

pelayanan ibadah haji.

Upaya peningkatan pembinaan dan bimbingan jamaah haji antara lain

sebagai berikut :

(1) Menyempurnakan pola pembinaan dan bimbingan jamaah haji dengan

pengadaan pelatihan calon haji sesuai kebutuhan.

(2) Meningkatkan keikutsertaan ormas islam terutama Ikatan Persaudaraan

Haji Indonesia (IPHI) dalam pelaksanaan pembinaan dan bimbingan calon

jamaah haji.

(3) Penyempurnaan materi pembinaan dan bimbingan jamaah haji termasuk

pendalaman kondisi obyektif Arab Saudi pada musim haji.

(4) Mengusahakan adanya fatwa MUI tentang ibadah haji sekali seumur

hidup56 serta ibadah umroh di bulan Ramadhan.

Berbekal pengalaman tersebut, pemerintah melakukan kajian ulang pada

sistem penyelenggaraan haji secara keseluruhan, baik dari aspek perencanaan,

operasional, dan manajerial sumberdaya manusia dan perkembangan teknologi

informasi. Salah satu aspek dalam penempatan teknologi informasi adalah

sistem komputerisasi yang beroperasi secara on line, walaupun pada saat itu

56
Ibid.

60
belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya sumber daya

manusia yang memenuhi kualifikasi sebagai pengelola sebuah divisi sistem

informasi.57

(3) Penyelenggaraan Haji pada Masa Reformasi

Pada masa reformasi tepatnya pada tahun 1999 akhirnya dimulailah era

baru pada penyelenggaraan haji di Indonesia dengan keluarnya UU No. 17

Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dengan keluarnya Undang-

Undang ini diharapkan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia dapat

dilakukan dengan lebih berkualitas. Pasal 5 UU No. 17 Tahun 1999 mengatur

bahwa Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sistem dan

manajemen penyelenggaraan yang baik agar pelaksanaan ibadah haji dapat

berjalan dengan aman, tertib, lancar, dan nyaman sesuai dengan tuntunan agama

serta jemaah haji dapat melaksanakan ibadah secara mandiri sehingga diperoleh

haji mabrur. Inilah hal yang dituju dalam Undang-Undang tersebut dalam hal

penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu memberikan pembinaan, pelayanan, dan

perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen

penyelenggaraan yang baik.58

57
Abdul Hadi Ramadhan, Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde
Baru dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses 20 September 2015,
http://abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/2014/05/moderenisasi-manajemen-penyelenggaraan. html
58
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, evaluasi kebijakan
pemerintah terkait dengan persaingan usaha dalam rancangan perubahan undang-undang no 17/1999
tentang penyeleggaraan haji, h.8

61
Tetapi, apa yang dicanangkan dalam Undang-Undang ternyata tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Dari tahun ke tahun tidak ada gebrakan pembenahan sistem

dan manajemen penyelenggaraan Ibadah Haji yang lebih baik. Hal tersebut

diperparah oleh kejadian pada musim haji tahun 2006 Masehi/1427 Hijriyah dimana

terjadi kelaparan pada jamaah haji reguler disebabkan keterlambatan yang amat

sangat lama dalam menyediakan dan membawa makanan oleh pihak penyedia

katering makanan bagi jamaah haji reguler.

Dengan berbagai pertimbangan diatas UU nomor 17/1999 di revisi dengan UU

nomor 13/2008 yang menegaskan bahwa Pemerintah dalam hal ini Depag masih

menjadi Operator penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Hal itu tertuang jelas

dalam Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi Pemerintah sebagai penyelenggara Ibadah

Haji berkewajiban mengelola dan melaksanakan Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Untuk pencapaian kualitas dalam pelayanan penyelenggaraan operasional haji,

maka dibutuhkan karyawan/pegawai atau dengan kata lain sumber daya manusia

yang professional (mampu bersaing era globalisasi) dan berdedikasi (mempunyai

naluri inovasi, motivasi, pro aktif) yang tinggi, adanya sistem dan manajemen yang

tersusun rapih serta dibutuhkannya metode pengawasan terhadap institusi terkait

yang dilaksanakan secara efektif. Di samping itu, terciptanya hubungan kerja yang

baik di antara beberapa unit terkait dalam penyelenggaraan ibadah haji, yaitu

Departemen Agama Pusat, kantor Wilayah Departemen Agama, Kantor Departemen

Kabupaten/Kota, kemudian dengan instansi lain di luar Departemen Agama seperti

Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Luar Negeri, Departemen

62
Perhubungan, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen

Kesehatan, lembaga keuangan dan unsur-unsur pemerintahan daerah serta kedutaan

besar Kerajaan Arab Saudi dalam hal izin masuk (visa) ke Negara Arab Saudi dan

ketentuan tentang penyelenggaraan haji yang ditetapkan oleh Pemerintah Arab

Saudi.

Meskipun sistem penyelenggaraan haji telah berkali-kali mengalami

perubahan dan penyempurnaan namun hingga saat ini terus muncul ketidakpuasan.

Formula yang tepat dan memenuhi asas utama penyelenggaraan haji yang baik,

yaitu aman, nyaman, dan sempurna secara syariah masih terus dalam pencarian.

Pada tahun 2013 telah ditempuh sejumlah kebjakan dalam haji:

(1) Peluncuran Siskohat generasi kedua

(2) Pemotongan kuota haji Indonesia sebesar 20 persen dari kuota dasar sebagai

dampak proyek perluasan Masjidil Haram

(3) Migrasi Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dari Bank

Konvensional ke Bank Syariah/Unit Usaha Syariah.59

Pada tahun 2014 dilakukan sejumlah perbaikan regulasi dan tata kelola haji

antara lain:

(1) Penetapan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan

Keuangan Haji yang salah satu mandatnya adalah membentuk Badan

Pengelola Keuangan Haji (BPKH) paling lambat September 2015.

59
Unggul Tri Ratomo, Catatan penting penyelenggaraan haji Indonesia , dalam
antaranews.com/berita, Dipublikasikan 15 April 2015, http://www.antaranews.com/berita/
491465/catatan-penting-penyelenggaraan-haji-indonesia

63
(2) Penggunaan kuota jamaah haji dilakukan secara transparan dan akuntable

sesuai dengan urutan porsi,

(3) Pelayanan akomodasi setara hotel berbintang 3

(4) Upgrade bus shalawat yang beroperasion selama 24 jam untuk mengantar

jamaah dari pemondokan ke Masjidil Haram

(5) Penghematan biaya operasional penyelenggaraan haji dengan tidak

mengurangi layanan kepada jemaah hajiSerta revitalisasi asrama haji.

Pada tahun 2015 diterapkan sejumlah kebijakan yang diharapkan dapat

membenahi pengelolaan haji, antara lain:

(1) Implementasi total pelaksanaan pilot project e-hajj yang ditetapkan otoritas

Arab Saudi

(2) Pengendalian daftar tunggu jamaah haji dengan memprioritaskan calon jemaah

haji yang belum pernah melaksanakan ibadah haji dan mengimbau yang sudah

berhaji untuk memberikan kesempatan kepada yang belum pernah berhaji

karena haji wajib hanya sekali seumur hidup

(3) Reformasi penyelenggaraan umrah

(4) Transformasi Asrama Haji menjadi Unit Pelaksanaan Teknis

(5) Keterbukaan sistem sewa pemondokan, transportasi, katering dan pendukung

lainnya dengan tidak mengurangi layanan kepada jemaah haji.

(6) Selain itu, dilakukan penetapan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi

(WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).

64
(7) Pada tahun 2015 ini juga diterapkan rute baru keberangkatan dan pemulangan

jamaah haji, dengan rincian:

- Gelombang I : Tanah Air Madinah Makkah Jeddah Tanah Air,

- Gelombang II : Tanah Air Jeddah Makkah Madinah Tanah Air.

(4) Pada tahun 2015 juga diberlakukan penyediaan makan siang bagi jamaah haji

selama di Makkah dan pematangan gagasan mempermanenkan pemondokan

jamaah haji di Makkah.60

Untuk tahun 2015 pembenahan manajemen haji sudah diupayakan meskipun

hasilnya masih belum mampu menghilangkan problem haji. MenurutDirektur

Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Abdul

Djamil, lebih dari 98 persen kuota haji Indonesia pada 2015 ini diisi oleh orang-

orang yang belum pernah berhaji. Jumlah jemaah haji yang berangkat dan sampai

ke Saudi Arabia pada tahun ini sebanyak 154.454. Dari jumlah itu, 98.45 persen atau

152.054 orang berstatus belum berhaji. Sementara yang sudah berhaji tercatat hanya

1,55 persen atau 2.400 orang, kata Djamil dalam rilis yang diterima Tempo,

Minggu, 4 Oktober 2015.61

Data ini sekaligus untuk membantah tudingan yang menyebutkan bahwa kuota

haji tahun ini bocor karena sekitar 40 persen diisi oleh orang-orang yang sudah

60
Unggul Tri Ratomo, Catatan penting penyelenggaraan haji Indonesia , dalam
antaranews.com/berita, Dipublikasikan 15 April 2015, http://www.antaranews.com/ berita/ 491 465/
catatan-penting-penyelenggaraan-haji-indonesia
61
Tempo, Kuota Haji 2015, Mayoritas untuk Jemaah Belum Berhaji dalam http://nasional.tempo. co/read/news,
Diakses 10 Oktober 2015, http://nasional. tempo.co/read/news/ 2015/10/05/173 706363/kuota-haji-2015-mayoritas-untuk-
jemaah-belum-berhaji

65
berhaji. Menurut Dirjen PHU, data itu bisa dicek di Siskohat (Haji integrated

computerized systems) yang telah terjaga validitasnya.

66
BAB III. TINJAUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG

PENGELOLAAN HAJI (PUSAT DAN DAERAH)

A. Kebijakan tentang Regulator, Operator dan Evaluator

Pemerintah Indonesia mengadakan penyelenggaraan ibadah haji yang

merupakan rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan ibadah haji yang meliputi

pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah haji serta untuk mengawasi

penyelenggaraan ibadah haji.

Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan,

pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji sehingga

mereka dapat menunaikan ibadah haji yang sesuai dengan ajaran Islam. Dan untuk

itu juga, diadakan pembinaan ibadah haji (manasik haji) yang berisi serangkaian

kegiatan yang meliputi penyuluhan dan pembimbingan bagi jamaah haji.

Terdapat enam unsur pokok dalam penyelenggaraan ibadah haji yang harus

diperhatikan: (1) calon haji; (2) pembiayaan; (3) kelengkapan administratif; (4)

sarana transportasi; (5) hubungan bilateral antarnegara; dan (6) organisasi

pelaksana. Enam unsur tersebut saling berkelindan satu sama lain, di mana

keenamnya mempersyaratkan jaminan dalam penyelenggaraan ibadah haji yang

berkaitan dengan: pertama, jemaah haji yang telah terdaftar sah dan memenuhi

syarat dapat diberangkatkan ke Arab Saudi; kedua, seluruh jemaah haji yang telah

berada di tanah suci dapat memenuhi akomodasi, konsumsi dan transportasi;

ketiga, seluruh jemaah haji yang telah berada di tanah suci dapat menjalankan

67
ibadah wukuf di Arafah dan rukun haji lainnya; dan keempat, jemaah haji yang

telah menunaikan ibadah haji seluruhnya dapat dipulangkan ke daerah asal dengan

selamat.62

Berbagai bentuk regulasi yang mengatur penyelenggaraan ibadah haji yang

pernah dan sedang dijalankan sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut: 63

1. Ordonansi Haji

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda dikeluarkan regulasi berupa

peraturan tentang perhajian yang disebut Pelgrims Ordonnantie Staatsblaad

tahun 1922 Nomor 698 berikut perubahan dan tambahannya (Sb.1922 No. 698,

1923 No. 15 en 597, 1924 No. 529, 1925 No. 258, 1927 No. 286, 1932 No. 554,

1937 No. 507, 1939 No. 357, 1947 No. 50). Kemudian pada 1938 pemerintah

kolonial Belanda kembali mengeluarkan regulasi berupa peraturan Pelgrims

Verordening Staatsblaad tahun 1938 nomor 670 berikut perubahan dan

tambahannya (Sb.1938 No. 670, 1947 No. 50).

2. Peraturan Presiden

Pasca kemerdekaan sampai beberapa belas tahun berikutnya pelaksanaan

penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia masih mengacu pada peraturan yang

ada pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Baru pada tahun 1960

pemerintahan Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno

62
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia....Op. cit, 1.
63
Abdul Khaliq Ahmad, Regulasi Penyelenggaraan Haji di Indonesia, Opini dalam Buletin KPHI,
(Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014), hal. 13-14, http://kphi.go.id/buletin/48Buletin%20KPHI% 20edisi
%201.pdf

68
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1960 tentang

Penyelenggaraan Urusan Haji.

3. Keputusan Presiden64

Untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1960, kemudian

Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 112 tahun 1964

tentang Penyelenggaraan Urusan Haji Secara Interdepartemental. Peraturan ini

tetap berlaku hingga 1969, meskipun tampuk pemerintahan dan kepemimpinan

nasional telah berpindah dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dikeluarkan beberapa Keputusan

Presiden, yaitu: a. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969 tentang

Penyelenggaraan Urusan Haji Oleh Pemerintah; b. Keputusan Presiden Nomor

53 Tahun 1981 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji; c. Keputusan Presiden

Nomor 63 Tahun 1983 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah; d.

Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Urusan

Haji; dan e. Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1996 tentang

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.

4. Undang-Undang

Sejak gerakan Reformasi digulirkan yang ditandai oleh berhenti nya

Presiden Soeharto dan beralihnya kekuasaan pemerintahan ke Presiden Habibie

pada tahun 1999, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004-

2014, terdapat tiga UU yang mengatur Perhajian. Dua UU tentang

64
Abdul Khaliq Ahmad, Regulasi Penyelenggaraan....Ibid.

69
Penyelenggaraan Ibadah Haji yang kedua-duanya merupakan usul inisiatif DPR,

dan satu UU tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang berasal dari usul inisiatif

Pemerintah, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji UU ini lahir karena atas dasar kebutuhan

masyarakat akan perlunya aturan hukum yang kuat, jelas serta dapat mengatur

dan melindungi kepentingan masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji

agar dalam pelaksanaannya dapat berlangsung dengan mudah, aman, tertib, dan

nyaman. UU ini bermula dari Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji atas inisiatif DPR yang diajukan dan diputuskan

menjadi UU, dan disahkan oleh Presiden Habibie pada tanggal 3 Mei 1999

sebagai UU Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

UU Nomor 17 Tahun 1999 adalah salah satu produk era reformasi, dan

menjadi UU pertama yang dibentuk DPR bersama Presiden sejak Indonesia

merdeka sebagai hukum positif yang mengatur masalah penyelenggaraan ibadah

haji dan umrah. b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji Setelah berlaku selama 9 (sembilan) tahun, UU

No. 17 Tahun 1999 dinyatakan harus diganti karena sudah tidak sesuai lagi

perkembangan kebutuhan masyarakat karena berbagai sebab, antara lain masih

melekatnya tiga fungsi sekaligus pada Departemen Agama, yaitu sebagai fungsi

regulator, operator, dan pengawas.

Akhirnya UU No. 17 Tahun 1999 pun direvisi dan diganti dengan UU No.

13 Tahun 2008. Proses revisi UU No. 17 Tahun 1999, juga atas inisiatif DPR

70
setelah menerima banyak masukan dan desakan dari masyarakat untuk

meningkatkan penyelenggaraan ibadah haji menjadi lebih baik karena dirasakan

banyak kekurangan yang terdapat dalam UU No. 17 Tahun 1999 yang dibuat

pada era Presiden Habibie. Setelah melalui proses pembahasan, DPR

memutuskan RUU menjadi UU dan disahkan oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono pada 28 april 2008 sebagai UU No. 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah

Haji sudah dianggap baik karena antara lain sudah memisahkan fungsi

pengawasan penyelenggaraan ibadah haji kepada komisi khusus dengan

mencantumkan secara eksplisit dalam Pasal 12 hingga Pasal 20 mengenai

Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI). Namun demikian, masalah-masalah

teknis pemondokan, katering, transportasi, kesehatan yang dikeluhkan jamaah

haji terus berulang setiap musim haji, karena dilaksanakan oleh kepanitiaan

yang tidak profesional dan bersifat ad hoc. 65

Kemudian masih menyatunya fungsi regulator dan operator pada

penyelenggaraan haji. Hal-hal inilah yang mendorong perlunya revisi UU No.

13 Tahun 2008. Puncaknya adalah pada penyelenggaraan haji tahun 2011.

Setelah melakukan pengawasan intensif dan menemukan berbagai kekurangan

dalam penyelenggaraan haji, DPR menyatakan perlunya revisi UU Haji dan

65
Abdul Khaliq Ahmad, Regulasi Penyelenggaraan....Ibid.

71
munculnya wacana badan khusus penyelenggara ibadah haji. Revisi UU No. 13

Tahun 2008 pun masuk dalam daftar Prolegnas DPR 2012. Kemudian Komisi

VIII DPR yang membidangi haji mengundang kelompok masyarakat, termasuk

IPHI untuk memberikan pandangan dan pemikiran mengenai revisi UU Haji,

dan segera menindaklanjuti dengan menyusun RUU tentang Pengelolaan Ibadah

Haji dilengkapi dengan Naskah Akademisnya, serta meneruskannya ke Badan

Legislasi (Baleg) DPR.

Setelah RUU ini berada di tangan Baleg DPR hingga selesai masa jabatan

DPR 2009-2014, tidak jelas kelanjutan revisi UU Haji tersebut. Dalam

kesempatan RDPU dengan Komisi VIII DPR 2014-2019 pada 10 November

2014, IPHI mengingatkan kembali mengenai keberadaan dan kelanjutan

pembahasan RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji yang merupakan revisi

terhadap UU No. 13 Tahun 2008 dan telah masuk dalam daft ar Prolegnas DPR.

c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji

UU Pengelolaan Keuangan Haji lahir atas usul inisiatif Pemerintah dan diajukan

setelah DPR terlebih dahulu mengajukan usul inisiatif revisi UU No. 13 Tahun

2008. Namun dalam pembahasannya, RUU inisiatif Pemerintah itu yang

diprioritaskan dan diputuskan oleh DPR di akhir masa jabatannya, yakni tanggal

29 September 2014. Kemudian disahkan oleh Presiden SBY pada tanggal 17

Oktober 2014 sebagai UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan

Haji.

72
UU ini mengatur bahwa pengelolaan keuangan haji yang meliputi

penerimaan, pengeluaran, dan kekayaan dilakukan oleh lembaga yang bernama

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai badan hukum publik yang

bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri

Agama. 5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (Perppu) Pada

Desember 2008, Pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan mengenai

pemberlakuan paspor biasa (ordinarypassport) yang berlaku secara

internasional bagi setiap jamaah haji dari seluruh negara, termasuk Indonesia

mulai tahun 1430 Hijriyah. Hal ini memaksa pemerintah Indonesia harus

merubah UU No. 13 Tahun 2008, khususnya pasal yang mengatur paspor

khusus haji yang berwarna coklat. Karena untuk mengubah UU tersebut dengan

prosedur biasa memakan waktu yang lama, sementara kebutuhannya mendesak.

Untuk itu, Presiden menempuh cara dengan mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun

2009 tentang Perubahan UU No. 13 Tahun 2008 yang ditetapkan pada 17 juli

2009, kemudian diterima dan disahkan menjadi UU oleh DPR dalam Rapat

Paripurna 14 September 2009. Dengan pengesahan Perppu menjadi UU, maka

ketentuan paspor haji yang berwarna coklat dihapus dan diganti dengan paspor

biasa yang berwarna hijau, sebagaimana paspor yang lazim digunakan

masyarakat untuk bepergian ke luar negeri.

73
Jika dicermati, pengaturan penyelenggaraan ibadah haji pasca

kemerdekaan mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan situasi

dan tuntutan pada zamannya, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 66

1949/1950 Keberangkatan haji pertama ke Arab Saudi.

1950-1962 Penyelenggaraan haji dilaksanakan secara


bersamasamaoleh Pemerintah dan Yayasan Perjalanan
HajiIndonesia (YPHI) yang didirikan tanggal 21
Januari1950 dengan pengurusnya terdiri dari para
pemukaIslam pelbagai golongan.
1962-1964 Pemerintah membentuk dan
menyerahkanpenyelenggaraan haji Indonesia kepada
PanitiaPerbaikan Perjalanan Haji (P3H). Pada masa
inilahdimulai penyelenggaraan haji Indonesia dengan
suatupanitia yang bersifat inter-departemental
ditambahdengan wakil-wakil Badan/Lembaga
NonDepartemen, yang kemudian ditingkatkan menjadi
tugas nasional yang dimasukkan dalam tugas dan
wewenang Menko Kompartimen Kesejahteraan. Dengan
demikian, urusan haji yang tadinya berbentuk Panitia
Negara P3H berubah menjadi Dewan Urusan Haji
(DUHA)
1965-1966 Dewan Urusan Haji menjadi Departemen urusan Haji
dipimpin oleh seorang Menteri dibantu oleh beberapa
Deputi Menteri. Pada tahun 1966 Departemen ini
digabungkan ke DEPAG menjadi Direktorat Jenderal
urusan Haji DEPAG dan sejak tahun 1979 hingga
sekarang menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
1969 Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 22
Tahun 1969 dan instruksi Presiden No. 6 tahun 1969
yang mengatur penyelenggaraan haji hanya oleh
Pemerintah, yang dilaksanakan Departemen departemen
dan lembaga-lembaga lain terkait di bawah koordinasi
DEPAG.
1978 Pengangkutan haji ke Arab Saudi ditetapkan hanya
66
Muhammad Maftuh Basyuni, Pokok-pokok Perbaikan Pelaksanaan Haji Tahun 2005 dan
Hubungan dengan Arab Saudi, dalam Mendialogkan Agenda ReformasiPenyelenggaraan Ibadah Haji,
ed. Departemen Agama RI (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji:
t.p., t.t.), 45-46; Info Haji: www.kbririyadh. org.sa/infoindex/haji.html.

74
dengan pesawat udara.
1999 Lahir Undang-undang Republik Indonesia No. 17 tahun
1999 mengenai penyelenggaraan haji yang merupakan
landasan hukum bagi penyelenggaraan haji Indonesia
hingga saat ini. Sejak ditetapkan UU No. 17 tersebut,
penyelenggaraan haji Indonesia bersandar pada
ketentuan perundangan ini.67
2008 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentangPenyelenggaraan Ibadah Haji
2014 Penetapan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Haji

B. Kebijakan Implementatif Penyelenggaraan Haji

(1) Kebijakan Pemerintah

Peran Pemerintah Indonesia dalam penyelenggaraan ibadah haji

merupakan peran yang sangat vital. Hal ini di sebabkan karena Pemerintah

Indonesia merupakan panitia penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri. Dalam

melaksanakan perannya sebagai penyelenggara ibadah haji, Pemerintah

Indonesia bertugas untuk membentuk badan dan komisi yang bertugas dalam

penyelenggaraan ibadah haji, membentuk Komisi Pengawas Haji Indonesia,

mengatur dan merumuskan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji, mengatur dan

merumuskan pendaftaran jemaah haji serta jumlah kuota jemaah haji,

melakukan pembinaan dan pelayanaan kesehatan ibadah haji, mengatur dan

mengelola keimgrasian, transportasi serta akomodasi dan terakhir mengatur

mengenai penyelenggaraan ibadah haji khusus.

67
Muhammad Nuri; Pragmatisme Penyelenggaraan Ibadah Haji, Salam; Jurnal Filsafat dan Budaya
Hukum, h. 152

75
Pelaksanaan pelayanan ibadah haji terkait dengan beberapa institusi

Pemerintah sesuai dengan bidangnya, namun yang menjadi penanggung jawab

secara umum ialah Kementrian Agama RI melalui Direktorat Tinggi

Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU). Sedangkan institusi negara

terkait lainnya yakni Kementrian Kesehatan RI, Ditjen Imigrasi RI,

Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Perhubungan RI, Kementrian

Dalam Negeri RI, dan Kementrian Luar Negeri RI. Institusi-institusi ini

merupakan satu kesatuan pelaksana layanan ibadah haji. Dalam hal

pembahasan persiapan dan evaluasi pelaksanaan haji, institusi-institusi

pelaksana ini bekerjasama dengan lembaga legislatif yakni DPR RI dan DPD

RI. Selain itu juga, ada pengawas eksternal dan internal masing-masing

kementrian yakni Inspektorat Jendral, BPK, BPKP, KPK, dan Pengawas

Masyarakat.

Penyelengaraan Ibadah Haji (PIH) meliputi unsur kebijakan,

pelaksanaan dan pengawasan. Kebijakan dan pelaksanaan dalam

penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung

jawab Pemerintah. Dan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab

tersebut, Menteri mengkoordinasikannya atau bekerja sama dengan

masyarakat, departemen maupun instansi terkait, dan Pemerintah kerajaan

Arab Saudi. Pelaksana Penyelengaraan Ibadah Haji ini sepenuhnya adalah

Pemerintah dengan Masyarakat.

76
Dalam rangka pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji ini

Pemerintah membentuk satuan kerja dibawah Menteri yang kemudian akan

diawasi oleh Komisi Pengawas Haji Indonesia. Penyelenggaraan ibadah haji

tersebut dikoordinasi oleh Menteri di tingkat pusat, Gubernur di tingkat

provinsi, Bupati / Wali kota di tingkat kabupaten / kota, danKepala perwakilan

Republik Indonesia untuk kerajaan Arab Saudi.

Penyelenggaraan ibadah haji merupakan rangkaian kegiatan pengelolaan

pelaksanaan yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jamaah

haji. Kebijakan dan pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas

nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah. Karena itu, penting untuk

memahami berbagai kebijakan di dalam negeri dan di Arab Saudi dalam

penyelenggaraan ibadah haji. Kebijakan Pemerintah Indonesia

Penyelenggaraan ibadah haji mempunyai landasan yang diatur dalam sejumlah

undang-undang, Peraturan Menteri Agama, Peraturan Direktur Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. Berbagai perundangan

dan peraturan ini menjadi dasar dan panduan dalam penyelenggaraan ibadah

haji (PIH). Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) turut memberikan

pengawasan terhadap penerapan kebijakan dalam PIH, khususnya yang

menyangkut delapan bidang:68

(1) Organisasi, Tata Kerja dan Petugas

68
Tim Komisioner KPHI, Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji, Opini dalam Buletin KPHI,
(Jakarta, KPHI, Voume 2, 2014), hal. 27.

77
Dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji, Menteri Agama

menunjuk petugas yang menyertai jamaah haji yang terdiri atas Tim

Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia

(TPIHI), dan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Petugas haji yang

tergabung dalam kelompok terbang (kloter) ada dua komponen yang

berasal dari unsur jamaah, yaitu Ketua Rombongan (Karom) dan Ketua

Regu (Karu). Penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan oleh organisasi

yang sifatnya permanen dan organisasi kepanitiaan. Organisasi permanen

terdiri dari tingkat nasional oleh Direktorat Jenderal (Ditjen)

Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), tingkat provinsi oleh Kantor

Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag), dan tingkat

kabupaten/kota oleh Kantor Kementerian Agama (Kankemenag).

Penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi (perencanaan, persiapan,

pelaksanaan, dan evaluasi) dilaksanakan oleh Kantor Urusan Haji (KUH)

yang secara organisatoris administratif berada di bawah Konsulat Jenderal

Republik Indonesia di Jeddah. Organisasi penyelenggara ibadah haji yang

sifatnya kepanitiaan meliputi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH)

Indonesia dan PPIH Arab Saudi. PPIH Arab Saudi dibentuk oleh Menteri

Agama sebelum pelaksanaan ibadah haji dimulai yang terdiri atas unsur

KementerianAgama, Kementerian Kesehatan, dan unsur terkait di Arab

Saudi. Untuk memberikan pelayanan kepada jamaah haji di Arab Saudi,

78
PPIH Arab Saudi membentuk tiga Daerah Kerja (Daker): Daker Jeddah,

Makkah, dan Madinah yang membawahkan beberapa sektor.

Peranan Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan haji di Arab Saudi

sebagai penyelenggara dalam pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.

Pemerintah Indonesia sebagai mediator sekaligus yang mengendalikan

pergerakan jemaah haji selama di Armina (Arafah, Muzdalifah, Mina).

Pemerintah mengelola akomodasi, transportasi dan konsumsi (katering)

jamaah haji dengan bersosialisasi dengan Pemerintah Saudi Arabia,

muassasah dan maktab yang bergerak dalam bidangnya. Dalam penanganan

kasus-kasus jamaah haji, Pemerintah sebagai mediator, pelindung hak-hak

jemaah haji. Pemerintah yang mengendalikan, mengawasi dan

mempertanggung jawabkan semua rangkaian pelaksanaan ibadah haji

sehingga jaamah haji bisa melaksanakan ibadah haji dengan mandiri dan

menjadi haji mabrur.69

Di Indonesia, urusan pelaksanaan pelayanan ibadah haji terkait

dengan beberapa institusi Pemerintah sesuai dengan bidangnya, namun

yang menjadi penanggung jawab secara umum ialah Kementrian Agama RI

melalui Direktorat Tinggi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU).

Sedangkan institusi negara terkait lainnya yakni Kementrian Kesehatan RI,

Ditjen Imigrasi RI, Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian

69
Idmah Amaliah Mustainah, Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan
Malaysia 2005-2010, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal.63.

79
Perhubungan RI, Kementrian Dalam Negeri RI, dan Kementrian Luar

Negeri RI. Institusi-institusi ini merupakan satu kesatuan pelaksana layanan

ibadah haji. Dalam hal pembahasan persiapan dan evaluasi pelaksanaan

haji, institusi-institusi pelaksana ini bekerjasama dengan lembaga legislatif

yakni DPR RI dan DPD RI. Selain itu juga, ada pengawas eksternal dan

internal masing-masing kementrian yakni Inspektorat Jendral, BPK, BPKP,

KPK, dan Pengawas Masyarakat.

Setelah pembentukan badan-badan tersebut Pemerintah Indonesia

juga membentuk Komisi Pengawas Haji Indonesia yang dibentuk untuk

melakukan pengawasan dalam rangka meningkatkan pelayanan

Penyelenggaraan ibadah haji serta memberikan pertimbangan untuk

penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Dalam

melaksanakan tugasnya tersebut KPHI melaporkan hasil pelaksanaan

tugasnya secara tertulis kepada Presiden dan DPR.

Peran selanjutnya dari Pemerintah Indonesia yaitu mengatur dan

merumuskan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Biaya Penyelenggaraan

Ibadah Haji (BPIH) ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah

mendapat persetujuan DPR, kemudian BPIH yang telah ditetapkan di

sosialisasikan kepada instansi yang terkait dan pada akhirnya akan menjadi

ketentuan bagi calon jemaah haji kemudian disetorkan ke rekening Menteri

melalui bank syariah atau bank umum nasional yang ditunjuk oleh Menteri.

80
Setelah mengatur dan merumuskan biaya penyelenggaraan ibadah

haji (BPIH), peran Pemerintah kemudian mengatur pendaftaran jemaah haji

dan jumlah kuota jamaah haji yang akan diberangkatkan. Pendaftaran

jemaah haji dilakukan oleh panitia penyelenggara haji dengan mengikuti

prosedur dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam hal kuota

Pemerintah Indonesia harus mematuhi semua keputusan yang dikeluarkan

dalam konferensi Menteri-Menteri luar negeri Organisasi Konferensi Islam

(OKI) ke -17 di Amman tahun 1987, tentang prosedur dan peraturan khusus

mengenai batas kuota Jemaah haji, yang di tujukan untuk terciptanya

pemerataan kesempatan berhaji dan terjaminnya pelaksanaan manasik dan

kenyamanan beribadah. Adapun batas kuota yang dimaksud adalah 1:1000

dari jumlah penduduk setiap negara. Menteri kemudian menentukan kuota

nasional, kuota haji khusus dan kuota provinsi dengan memperhatikan

prinsip adil dan proposional.70

(2) Bimbingan Ibadah

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji Pasal 3 mengamanatkan bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji

bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang

sebaik-baiknya bagi jamaah haji, sehingga jamaah haji dapat menunaikan

ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Untuk itu, segala

70
Kementerian Agama RI, 2010. Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, hlm. 6

81
hal yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut harus diupayakan

semaksimal mungkin. UU PIH menegaskan Pemerintah berkewajiban

memberikan bimbingan kepada jamaah haji. Tujuan bimbingan untuk

memberikan bekal pengetahuan kepada jamaah tentang pelaksanaan dan

tata cara ibadah haji di Tanah Air dan Arab Saudi. Ruang lingkup

bimbingan berupa manasik haji, proses perjalanan haji, akhlakul karimah,

dan panduan di Arab Saudi agar jamaah haji dapat melaksanakan ibadah

haji dengan tertib, lancar, aman, dan nyaman sesuai tuntunan syariat.

(3) Pelayanan Akomodasi

Pasal 37 UU Nomor 13 Tahun 2008 Ayat (1) menyatakan bahwa

Menteri Agama wajib menyediakan akomodasi bagi jamaah haji tanpa

memungut biaya tambahan dari jamaah haji di luar BPIH yang telah

ditetapkan. Dalam ketentuan ayat (2), akomodasi bagi jamaah haji harus

memenuhi standar kelayakan dengan memperhati kan aspek kesehatan,

keamanan, kenyamanan, dan kemudahan jamaah haji beserta barang

bawaannya. Pelayanan akomodasi diberikan kepada jamaah haji di asrama

haji embarkasi dan di Arab Saudi. Pemondokan jamaah haji Indonesia di

Arab Saudi meliputi pemondokan berupa hotel di Makkah, Madinah, dan

Jeddah (transito). Pemondokan di Makkah dilakukan dengan sistem sewa

kontrak langsung kepada pemilik hotel, sedangkan pemondokan di

82
Madinah dilakukan melalui majmuah (service group atau kelompok

pengusaha hotel dan penginapan).71

(4) Pelayanan Transportasi

Penyediaan fasilitas dan pelayanan transportasi dalam

penyelenggaraan ibadah haji merupakan amanat UU Nomor 13 Tahun 2008

Pasal 33 Ayat (1) yang menyatakan, pelayanan transportasi jamaah haji ke

Arab Saudi dan pemulangannya ke tempat embarkasi asal Indonesia

menjadi tanggung jawab Menteri Agama dan berkoordinasi dengan menteri

yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perhubungan

dengan memperhati kan aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan

efi siensi. Moda transportasi udara harus memenuhi persyaratan standar

kelaikudaraan, persyaratan administratif, kapasitas pesawat, dan standar

teknis lainnya. Sementara moda transportasi darat yang dibutuhkan selama

di Arab Saudi sebagai sarana angkutan jamaah haji antarkota perhajian

Jeddah, Makkah, dan Madinah, antara pemondokan di Makkah ke Masjidil

Harram (shalawat), serta antara Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Masyair)

dengan bus taraddudi.

(5) Pelayanan Konsumsi

Menurut Pasal 26 PP nomnor 79 Tahun 2012, Pemerintah memberikan

pelayanan konsumsi kepada para jamaah haji di asramahaji embarkasi dan

di Arab Saudi. Pelayanan konsumsi di Arab Saudi harus memenuhi kualitas

71
Tim Komisioner KPHI, Kebijakan Penyelenggaraan ....Ibid.

83
standar gizi yang memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, dan

kenyamanan. Penyedia konsumsi juga harus memiliki persyaratan

administratif, peralatan, tenaga, bahan baku, pengolah, distribusi,

pelayanan, pengawasan dan penjaminan mutu. Konsumsi bagi jamah haji

Indonesia di Arab Saudi diberikan di Madinah, Jeddah, dan Armina, serta

di Makkah pada 2015. Mekanisme pengadaannya berupa: pengumuman,

pendaftaran, penilaian administrasi, teknis, peninjauan lapangan (kasyfiah),

usulan penetapan perusahaan, penetapan perusahaan, pengumuman calon

pelaksana katering, dan penandatanganan kontrak dengan didampingi

supervisi/konsultan hukum.

(6) Pelayanan Kesehatan

Sesuai Pasal 31 UU PIH, pembinaan dan pelayanan kesehatan ibadah

haji, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan PIH, dilakukan oleh

Kementerian Kesehatan yang dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan.

Pembinaan dan pelayanan kesehatan jamaah haji diberikan sebelum

keberangkatan, selama pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji, dan

setelah kembali ke Indonesia. Pelayanan kesehatan jamaah haji sebelum

keberangkatan meliputi medical check up dan vaksinasi sesuai ketentuan

Pemerintah Arab Saudi. Pemerintah membentuk paniti a khusus untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan Kementerian

Kesehatan, yakni Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) dan Tim

Kesehatan Haji Daerah (TKHD) oleh gubernur atau bupati /walikota. Tim

84
KesehatanHaji Indonesia adalah petugas yang menyertai jamaah haji dalam

kelompok terbang yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan bagi

jamaah haji. TKHI yang lulus seleksi ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

setelah berkoordinasi dengan Menteri Agama.72

(7) Perlindungan dan Keamanan Jamaah

Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan dan menjamin

keamanan jamaah haji Indonesia. Perlindungan hukum terhadap berbagai

persoalan yang dihadapi para jamaah haji di Arab Saudi merupakan

tanggung jawab Pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia

untuk Kerajaan Arab Saudi. PPIH melakukan berbagai upaya untuk

memberikan perlindungan dan keamanan jamaah haji Indonesia. Pertama,

menempatkan personel pengamanan pada ti ga daker sesuai dengan

prioritas keamanan. Kedua, mencegah, mengatasi dan menyelesaikan

kasus-kasus yang menimpa jamaah haji (kehilangan uang/ barang, tersesat

jalan, penyalahgunaan barang bawaan dan lain lain.

(8) Penyelenggara Ibadah Haji Khusus

Keberadaan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) diatur oleh

beberapa peraturan, mulai dari Undang-Undang (UU), Peraturan

Pemerintah (PP), Keputusan Menteri Agama (KMA), hingga Keputusan

Direktur Jenderal Haji dan Umrah (Kepdirjen PHU). UU No.13 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Pasal 38 hingga 42 telah

72
Tim Komisioner KPHI, Kebijakan Penyelenggaraan ....Ibid.

85
mengatur PIHK. Disebut khusus karena sesuai Pasal 38 (1) dan (2) UU

PIH, PIHK diperuntukann bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan

khusus dengan pengelolaan dan pembiayaan bersifat khusus yang

dijalankan oleh PIHK yang telah mendapat izin dari Menteri

Agama.Persyaratan dan kewajiban PIHK tertuang dalam Pasal 39 dan 40

UU PIH serta Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan UU PIH. Lebih lanjut kewajiban PIHK tertuang dalam

Peraturan Menteri Agama (PMA) No.22 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal (SPM) PIHK. Kebijakan lainnya adalah PMA No. 15

Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.73

Pemerintah Cq Kementerian Agama RI dan Kedutaan Besar RI di Saudi

Arabia sesuai ketentuan wajib melindungi setiap warga negara Indonesia yang

sedang menunaikan ibadah haji di Arab Saudi dan menjamin kelancaran

ibadahnya agar menjadi haji yang mabrur. Apalagi setiap jamaah haji

Indonesia telah memenuhi kewajiban-kewajiban kepesertaannya sebagai

jamaah haji, termasuk sudah melunasi biaya-biaya yang menjadi kewajiban

mereka sebelum berangkat. Implementasi tanggung jawab Pemerintah selaku

penyelenggara ibadah haji seti ap tahun membentuk Panitia Penyelenggara

Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi yang bertugas menyiapkan,

73
Tim Komisioner KPHI, Kebijakan Penyelenggaraan ....Ibid.

86
mengkoordinasikan dan mengendalikan serta mengevaluasi operasional

penyelenggaraan ibadah haji Indonesia di Arab Saudi.74

Dalam membentuk PPIH setiap tahun unsur-unsur TNI dan Polri

dilibatkan untuk menangani masalah perlindungan dan pengamanan jamaah

haji Indonesia. Namun realitanya dari tahun ke tahun jumlah pelibatan unsur

TNI/Polri tersebut sangat sedikit dibanding beban tugas yang harus dihadapi di

lapangan.

Keberhasilan tugas perlindungan dan pengamanan itu memang tidak bisa

ditentukan hanya dari banyaknya jumlah petugas dari unsur TNI/Polri, tetapi

merupakan sinergi dari semua aspek sebagai berikut:

(1) Pengorganisasian yang menjamin terselenggaranya perlindungan jamaah

secara baik selama di Arab Saudi

(2) Strategi perlindungan yang efektif dan efisien diterapkan pada setiap fase

ibadah

(3) Fasilitas (sarana dan prasarana) yang mendukung terselenggaranya

perlindungan jamaah haji

(4) Tingkat kerja sama dengan aparat keamanan Arab Saudi

(5) Peran petugas kloter dan kesiapan jamaah menghadapi permasalahan di

Arab Saudi.75

74
M. Samidin Nashir, Strategi Jaring Laba-Laba dalam Perlindungan Jamaah Haji, Opini dalam
Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014), hal. 17-18, http://kphi.go.id/buletin/
48Buletin%20KPHI% 20edisi %201.pdf
75
M. Samidin Nashir, Strategi Jaring Laba-Laba....Ibid.

87
Strategi Perlindungan dan Pengamanan Jamaah Haji Pelibatan secara

formal unsur TNI/Polri dalam PPIH Arab Saudi terjadi sejak musim haji tahun

2005 yang melibatkan 30 orang perwira menengah. Saat itu fokus penanganan

tugas yang dibebankan kepada para perwira menengah TNI/Polri adalah

pembenahan manajemen operasional Armina. Tujuannya untuk menata sistem

komando dan pengendalian, meminimalkan terjadinya musibah kecelakaan di

Muaisim hingga Jamarat dan bagaimana menangani jamaah tersesat jalan yang

sangat banyak serta upaya memperlancar operasional Armina.

(2) Kebijakan Haji di Daerah

(a) Pembentukan Kepanitiaan Haji yang Kolektif

Pembentukan Panitia PenyelenggaraanIbadah Haji (PPIH) Provinsi

Bengkulu ditetapkan melalui SK Gubernur. Susunan organisasi PPIH

terdiri dari: unsur pelindung (Gubernur Provinsi Bengkulu), unsur

penasihat: Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Sekda Provinsi Bengkulu,

Asisten Bidang Kesra Sekda Provinsi Bengkulu, Ketua Komisi E. DPRD

Provinsi Bengkulu; Unsur Pimpinan (Ketua, Wakil Ketua I, II, III, dan IV).

Ditambah dengan unsur pembantu pimpinan (Sekretaris, Wakil sekretaris I,

II, dan III); Unsur pelaksana teknis (seksi akomodasi, eksi transportasi,

seksi keamanan, seksi konsumsi, seksi kesehatan, seksi Humas, dan seksi

sekretariat).

88
Tugas pokok Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Provinsi

Bengkulu yaitu menyelenggarakan operasional pemberangkatan dan

pemulangan calon/jamaah haji dari asrama haji Padang. Merujuk

kebijaksanaan Direktur Jenderal PHU, PPIH Provinsi Bengkulu

mempunyai tugas: merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan

pelayanan pemberangkatan dan pemulangan jamaah calon/haji Provinsi

Bengkulu; memberikan pelayanan pembekalan, kesehatan, dokumen,

penerimaan jamaah, transit akomodasi, konsumsi, transportasi darat dan

laut, keamanan dan perlindungan kepada jamaah calon/haji Provinsi

Bengkulu; mengkoordinasikan kegiatan pelayanan dengan unsur instansi

terkait.

Panitia ini pada tahun ini mengadakan rapat lebih dari 5 kali. Sejak

bulan mei, mereka telah mengadakan rapat, di mulai dari rapat persiapan,

rapat pembentukan panitia, rapat panitia, koordinasi lintas sektoral dan

rapat pembagian tugas (job descripstion).76 Rapat bersifat gabungan lintas

sektoral diikuti oleh: unsur PPIH, imigrasi, perhubungan, kesehatan,

kepolisian, dan lain-lain.

Pembagian tugas PPIH terdiri dari; unsur pelindung, bertanggung

jawab secara keseluruhan operasional haji, baik pada saat pemberangkatan

maupun pada saat pemulangan jamaah calon/haji Provinsi Bengkulu. Ada

juga unsur penasihat, menyampaikan nasihat dan saran terhadap panitia

76
Wawancara dengan Zahdi Tahir, 8 Nopember 2015.

89
dalam hal Penyelenggaraan pemberangkatan dan pemulangan calon

jamaah/haji Provinsi Bengkulu.

Unsur pimpinan terdiri dari Ketua yang bertugas dalam memimpin

dan mengkoordinasi dan mengendalikan operasional Penyelenggaraan

pemberangkatan dan pemulangan calon jamaah haji di Propinsi Bengkulu,

mengendalikan dan melaporkan penggunaan Anggaran Biaya Operasional

Haji, baik kepada Gubernur Bengkulu maupun kepada Menteri Agama RI,

mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas panitia

kepada Menteri Agama melalui Dirjen PHU. Wakil Ketua I, bertugas dalam

membantu ketua dalam mengkoordinasi dan mengendalikan pelaksanaan

tugas di bidang umum, terutama bidang akomodasi dan pengasramaan,

mewakili ketua apabila berhalangan hadir, melaksanakan tugas lain yang

diberikan ketua, mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan

tugas kepada ketua. Wakil Ketua II bertugas dalam membantu ketua dalam

mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan tugas dibidang

konsumsi, melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua,

mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada

ketua.

Wakil Ketua III, bertugas dalam membantu ketua mengendalikan

pelaksanaan tugas di bidang kehumasan/publikasi dan bidang kesehatan,

melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua mempertanggung-jawabkan

dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada ketua. Wakil Ketua IV, bertugas

90
dalam membantu ketua dalam mengkoordinasikan dan mengendalikan

pelaksanaan tugas di bidang transportasi angkutan darat dan

penyeberangan, melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua,

mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada

ketua.

Unsur pembantu pimpinan terdiri dari sekretaris, bertugas dalam

memimpin, mengkoodinasikan dan bertanggungjawab atas kelancaran

tugas kesekretariatan, penyediaan sarana/fasilitas operasional PPIH

Provinsi Bengkulu, melaksanakan tugaslain yang diberikan ketua,

mempertanggungjawabkan pelaksanaantugas kepada ketua, menyiapkan

laporan yang bersifat harian,insidentil dan laporan akhir. Wakil Sekretaris,

bertugas dalam mewakilisekretaris apabila berhalangan,

mengkoordinasikan pelaksaanaantugas-tugas ketatausahaan dan tugas-tugas

pengumpulan, pengolahandata dan laporan, menyiapkan, mengatur dan

penyelesaiantanda pengenal petugas, mendata calon jamaah haji dari

masing-masingkab/kota Provinsi Bengkulu, menyiapkan SPMA bagi

petugasdan calon jamaah haji Provinsi Bengkulu, menyusun,

menyiapkandan mengatur pendistribusian fasilitas perlengkapan calon

jamaahhaji dan perlengkapan kerja dan kebutuhan petugas,

melaksanakantugas lain yang diberikan ketua/sekretaris, membantu

menyusunlaporan pelaksanaan Provinsi Bengkulu,

mempertanggungjawabkanpelaksanaan tugas kepada sekretaris.

91
Unsur pelaksana terdiri dari: seksi akomodasi, transportasi, keamanan,

Konsumsi, kesehatan, humas, dan sekretariat. Seksi akomodasi bertugas

untuk mempersiapkan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan

mengendalikan tugas-tugas penerimaan dan pengasramaan calon jamaah

haji kabupaten/kota, mengatur penempatan jamaah di asrama Haji

Bengkulu.

Seksi transportasi bertugas untuk mempersiapkan, melaksanakan,

mengkoordinasikan mengendalikan angkutan darat dan penyeberangan

pemberangkatan maupun pemulangan calon jamaah haji, mengkoordinir

angkutan barang/calon jamaah dari embarkasi haji antara Bengkulu ke

asrama haji Padang, mengurus tiket kapal calon jamaah dan kendaraan,

membuat laporan pelaksanaan tugas kepada ketua PPIH.

Seksi keamanan, bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan,

mengkoordinasikan mengendalikan tugas-tugas pengamanan dalam asrama,

mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan keamanan di embarkasi haji

Bengkulu dan Embarkasi Padang dan pengawalan jamaah haji baik

pemberangkatan dan pemulangan, mengamankan kondisi keamanan asrama

haji, menjaga keamanan dan ketertiban calon jamaah haji selama berada di

asrama Bengkulu, mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,

membuat laporan pelaksanaan tugas kepada PPIH.

Seksi konsumsi, bertugas untuk mempersiapkan, melaksanakan,

mengkoordinasikan dan pengendalian tugas pelayanan konsumsi calon

92
jamaah haji baik pada saat pemberangkatan dan pemulangan, memberikan

pelayanan konsumsi kepada calon jamaah haji baik di embarkasi antara

Bengkulu pada saat pemulangan jamaah haji di embarkasi Padang,

melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua/sekretaris, membuat laporan

pelaksanaan tugas kepada ketua PPH Bengkulu.

Seksi kesehatan bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan,

mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas pelayanan kesehatan

terhadap calon jamaah haji, memberikan pelayanan kesehatan calon jamaah

haji di embarkasii antara Bengkulu sampai di asrama haji Padang,

melaksanakan pengawalan ambulance dalam pemberangkatan dan

pemulangan calon/jamaah haji, membuat laporan pelaksanaan tugas kepada

ketua PPIH Bengkulu.

Seksi humas, bertugas bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan,

mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas kehumasan,

penanggung-jawaban penyelenggaraan siaran, berita untuk pers serta RRI

dan TVRI SPK Bengkulu, mempersiapkan dan menyelenggarakan

acara/upacara pemberangkatan dan penyambutan kedatangan jamaah haji

Provinsi Bengkulu, melaksanakan tugas lain yang diberikan

ketua/sekretaris, membuat laporan pelaksanaan tugas kepada ketua PPIH.

Seksi sekretariat, bertugas dalam mempersiapkan, melaksanakan,

mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas kesekretariatan,

93
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas ke tatausahaan dan tugas-tugas

pengumpulan, pengolahan data dan laporan.

Panitia melakukan koordinasi persiapan pemberangkatancalon jamaah

haji Provinsi Bengkulu.Rapat tehnis terbatas persiapan operasionalhaji

tahun 1436 H/2015 M yang dihadiri seluruh unsur PPIH; rapat pemantapan

persiapan terakhir pemberangkatan jamaahcalon haji yang dihadiri oleh

seluruh PPIH, Dinas Perhubungan,Dinas Kesehatan, POL PP, POLDA

Bengkulu dan Unsur PemerintahDaerah Provinsi Bengkulu, dari Kanwil

Kemenag kab/kota yang dilaksanakandi Aula Asrama Haji Bengkulu.

Upacara pelepasan dilakukan oleh Gubernur dan Wakil Gub. Bengkulu,

dihadiri unsur Muspida Provinsi Bengkulu, Pimpinan DPRD Bengkulu dan

yang terkait Cannas, rapat evaluasi pemberangkatan dan persiapan

pemulangan jamaah haji Provinsi Bengkulu yang dilaksanakan di Ruang

Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bengkulu yang dihadiri

seluruh PPIH, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Pol PP, PJR Polda

Bengkulu dan seluruh Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota

se-Provinsi Bengkulu. Selanjutnya melakukan penyusunan Juknis PPIH,

untuk kelancaran tugas PPIH dalam rangka pemberangkatan dan

pemulangan calon jamaah haji Provinsi Bengkulu Tahun 1436 H/2015 M.

Dari rapat ini dirumuskanlah pembagian tugas PPIH, agar seluruh panitia

dapat memahami dan menghayati tentang tugas-tugas yang harus

dilaksanakan serta sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya pelayanan:

94
yang prima bagi jamaah haji Provinsi Bengkulu sesuai dengan rencana dan

ketentuan yang berlaku.

Disusul dengan penyusunan jadwal dan rute

pemberangkatan,penyusunan jadwal pelayanan calon jamaah haji

ProvinsiBengkulu mulai dari proses pemeriksaan kesehatan,

pendaftaran/penerimaan, pencetakan paspor, pemvisaan, pelatihan

manasikhaji, penyiapan pramanifest, penelitian paspor,

pengasramaan,pengurusan barang sampai pada asrama haji embarkasi

Padang.

(b) Penjadwalan Pemberangkatan Haji

Pemberangkatan calon jamaah haji ke tanah suci sudahdiatur sesuai

dengan jadwal keberangkatan dan kloternya masing-masing.Adapun jumlah

calon jamaah haji Kota Bandar Bengkuluyang berangkat ke tanah suci

tahun 2015 sebanyakorang(laki-laki 1.407 orang; perempuan 1.690 orang).

Berdasarkan data, Provinsi Bengkulu pada tahun 2015

memberangkatkan jemaah haji sebanyak 1.280 CJH, 12 Tim Pembimbing

Haji Daerah (TPHD) dan 15 petugas kloter dibiayai ongkos Pulang Pergi

(PP) Bengkulu-Padang dengan dana sebesar Rp 3,975 miliar, bersumber

dari APBD Provinsi 2015. Kelompok terbang (kloter) 7 berangkat pertama

pada tanggal 30 Agustus, dengan 455 CJH. Terdiri dari CJH Kota

Bengkulu sebanyak 238 CJH, Seluma 135 CJHdan Lebong 73 CJH,

ditambah empat TPHD dan lima petugas kloter.Sedangkan kloter 8,

95
pemberangkatan kedua pada 31 Agustus dengan CJH sebanyak 455 CJH.

Sebanyak 158 CJH diantaranya berasal dari Bengkulu Utara, 140 CJH

Mukomuko, 85 CJH Kaur, 63 CJH Bengkulu Tengah, empat TPHD dan

lima petugas kloter. Pemberangkatan terakhir pada 1 September sebayak

397 orang yang akan digabung dengan sebanyak 58 CJH Padang terdiri dari

102 CJH Bengkulu Selatan, 6 orang CJH Kota Bengkulu dan 184 CJH

Rejang Lebong ditambah 87 CJH Kepahiang dan 9 orang CJH Benteng.

Ditambah lagi 4 TPHD dan 15 petugas kloter.Para CJH akan diinapkan di

asrama haji yang memiliki sebanyak 150 tempat tidur dan 300 unit lagi di

Badan Pendidikan dan Latihan (Diklat). Sebab sehari sebelum

pemberangkatan CJH sudah wajib masuk asrama.Tahun ini

pemberangkatan CJH kembali malam hari.

Bandara Fatmawati Bengkulu resmi menjadi embarkasi haji antara,

sehingga calon jamaah haji tidak perlu menginap di embarkasi Padang,

Sumatera Barat. Pemberangkatan JCH melalui Embarkasi Haji Antara

Bengkulu merupakan yang pertama kalinya Setelah ditetapkannya Bandara

Fatmawati Soekarno Bengkulu sebagai Bandara Embarkasi Haji Antara

tahun 1434 H melalaui Surat Keputusan (SK) Menteri Agama RI No 142

Tahun 2013. "Mulai tahun ini jamaah calon haji Bengkulu tidak perlu

menginap di Padang, hanya transit pesawat menuju Tanah Suci," kata

Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah di Bengkulu, Jumat, saat

96
penyambutan Surat Keputusan Embarkasi Haji Antara dari Gubernur

kepada Kemenag Provinsi Bengkulu di Wisma Haji Bengkulu.77

Sesuai jadwal pemberangkatan calon jamaah haji Kota

BandarBengkulu dari Asrama Haji Padang sebagai berikut:

(c) Pemeriksaan Kesehatan olehDinas Kesehatan Kab/Kota

Pemeriksaan awal kesehatan jamaah haji Kota Bengkulu

dilaksanakandi Puskesmas yang ditunjuk oleh pemerintah. Besarnyabiaya

yang telah ditentukan dengan keputusan Walikota BandarBengkulu selaku

77
Azwar, Pemberangkatan Haji Di Embarkasi Antara Bengkulu Berjalan Lancar, dalan
antaranews.com, 17 September 20131, http://www.antaranews.com/print/387510/bandara-fatmawati-
jadi-embarkasi-haji-antara

97
koordinator urusan haji No. 113/09/HK/2007 ditetapkansebesar Rp.

25.000,-. Setelah pemeriksaan awal, maka adasebagian jamaah haji yang

disarankan untuk memeriksa kesehatanlanjutan ke rumah sakit atau

Laboratorium yang ditunjuk daripuskesmas dengan biaya di luar ketentuan

yang ditetapkan olehWalikota. Selanjutnya pemeriksaan kesehatan tahap

kedua di DinasKesehatan yang ditunjuk dengan ketentuan yang telah

ditetapkanoleh Walikota Kota Bandar Bengkulu dengan biaya sebesarRp.

50.000. Biaya pemeriksaan kesehatan haji tahap awal di Puskesmas dengan

rincian sebagai berikut: a. Laboratorium Rp. 6.000,-. b. Jasa pemeriksaan

Rp. 10.000,-. c. Transportasi pelacakan sebesar Rp. 9.000; Biaya kesehatan

(Ulang) di Dinas Kesehatan sampai keberangkatan jamaah ke Arab Saudi,

dengan rincian sebagai berikut: a. Jasa pemeriksaan Rp. 17.500; b. Jasa

vaksinasi Rp.15.000; c. Perlengkapan Rp. 7.500; d. Konsumsi Rp.10.000.-.

Dengan demikian jumlah biaya kesehatan haji keseluruhannya mencapai

Rp.75.000,-. Namun demikian ada juga jamaah haji yang ikut Kelompok

Bimbingan Manasik Haji (KBIH), mereka dalam pemeriksaan kesehatan

ditanggung oleh KBIH itu sendiri, baik pemeriksaan kesehatan haji tahap

awal di Puskesmas maupun pemeriksaan lanjutan di Dinas Kesehatan.

(3) Kebijakan Pemerintah Arab Saudi

Aspek lain dalam penyelenggaraan haji yang tidak dapat

dikesampingkan ialah persoalan sejauh mana kemampuan Pemerintah dalam

melakukan diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk memperoleh

98
kemudahan dalam mengkoordinasikan pelaksanaan ibadah Haji secara

maksimal. Hingga saat ini, Indonesia telah menjalin hubungan kerjasama

bilateral dengan Pemerintah Arab Saudi sejak tahun 1950. Kerjasama kedua

negara ini meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan

keamanan. Hubungan kerjasama yang terjalin dalam bidang budaya salah

satunya ialah mengenai pelaksanaan ibadah Haji yang pelaksanaannya

didasarkan pada kesepakatan kedua negara melalui penandatanganan MoU

(Master of Understanding) untuk setiap tahunnya. Indonesia dari tahun ke

tahun merupakan pengirim jemaah haji terbanyak di dunia. Hal ini tentu saja

merupakan hal terpenting dalam hubungan kerjasama kedua negara tersebut,

yang dimana Arab Saudi merupakan negara yang merupakan tempat sakral

dan dihormati karena di negara tersebut Islam pertama kali disebarkan, dan

disanalah terdapat tempat suci untuk melaksanakan kegiatan ibadah Haji,

seperti Baitullah di Mekkah, Masjid Nabawi dan Makam Rasulullah Saw di

Medinah, lempar Jamrah di Mina, dan wukuf di Arafah. 78

Mengingat bahwa penyelenggaraan ibadah Haji juga tidak terlepas dari

seberapa besar kemudahan yang disediakan oleh Pemerintah Arab Saudi,

maka ada kemungkinan munculnya perbedaan efektivitas dan efisiensi ini

terkait dengan sejauh mana keberhasilan Pemerintah masing-masing Negara

dalam membangun diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi. Selama ini,

78
Idmah Amaliah Mustainah, Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan Malaysia
2005-2010, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal. 6.

99
Pemerintah Arab Saudi juga, setiap tahunnya, senantiasa memberikan

perhatian dan meningkatkan pelayanan kepada jemaah Indonesia yang

melaksanakan ibadah Haji. Akan tetapi permasalahan terus terjadi tiap tahun,

walaupun Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai macam perubahan

dan perbaikan terhadap sistem pelaksanaan haji.

Perkembangan dan kemajuan hubungan antar negara dewasa ini,

menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dalm proses kerjasama.

Perkembangan dan kemajuan hubungan antar negara tersebut dapat dilihat

pada pertumbuhan dan peningkatan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial

budaya, ilmu pengetahuan, hukum, pertahanan keamanaan dan kerjasama

lainnya dengan melihat kebutuhan dan kepentingan nasional suatu negara.

Sebagai anggota masyarakat bangsa sudah sepantasnya apabila dewasa ini kita

lebih memberi perhatian kepada permasalahan-permasalahan dunia

internasional di mana kita berada di dalamnya. Mengingat bahwa dewasa ini

tidak satupun negara di dunia yang benar-benar dapat hidup terasing karena

merasa saling membutuhkan oleh masing-masing negara, sehingga dengan

sendirinya terbentuklah suatu hubungan internasional.

Hubungan internasional berlangsung dalam suatu sistem dimana terjadi

interaksi dan didalam interaksi atau dalam hubungan tersebut,berlangsung

suatu jaringan-jaringan transaksi, dan segala pertukaran-pertukaran,

persentuhan, arus informasi, aksi atau pergerakan-pergerakan serta segala

bentuk pembauran-pembauran di kalangan masyarakat dunia yang

100
keseluruhannya merupakan interaksi antar aktor dengan segala motivasinya.

Kerjasama urusan haji telah menjadi pionir diantara kerjasama lainnya

diantaranya yakni, kerjasama sosial keagamaan dan kerjasama sosial

kemasyarakatan, dimana kerjasama urusan haji menempati posisi sentral bagi

kedua negara baik Pemerintah maupun masyarakat secara langsung.

Indonesia dan Arab Saudi berbeda dalam beberapa hal sistem

Pemerintahan, sistem politik, ekonomi, sejarah, tetapi hubungan tradisional

islam kedua negara menjadikan hubungan bilateral tersebut terjalin dengan

erat. Partisipasi kedua negara diberbagai organisasi internasional

menyebabkan keduanya memiliki pandangan yang sama dalam melihat situasi

dan perkembangan dunia internasional dewasa ini terutama, mengenai

perkembangan negara-negara islam, kontribusi kedua negara sangat besar dan

diharapkan keterlibatannya dalam menyelesaikan masalah-masalah

internasional negara-negara Islam.

Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk islam terbesar

yang setiap tahunnya berusaha menunaikan ibadah haji sebagai suatu

kewajiban dan merupakan pelaksanaan dari rukun islam kelima yang wajib

dilaksanakan minimal satu kali seumur hidup bagi yang mampu. Hubungan

kerjasama antara Indonesia dan Arab Saudi merupakan hubungan bilateral

yang dimana kedua negara ini memiliki hubungan persahabatan yang baik

yang telah terjalin sejak beberapa tahun yang lalu.

101
Hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dan Kerajaan Arab

Saudi secara resmi didirikan pada 1 Mei 1950. Sebelumnya, Indonesia

membuka Kantor Perwakilan pertama di Timur Tengah di Kairo, Mesir, pada

7 Agustus 1949. Pada tahun 1950, Kantor Perwakilan ini kemudian

ditingkatkan statusnya menjadi Kedutaan Besar yang juga terakreditasi untuk

Arab Saudi, Iran dan Pakistan. Indonesia kemudian mendirikan Kedutaan

Besar untuk Kerajaan Arab Saudi di Jeddah pada 1964. Kedutaan Besar

Republik Indonesia selanjutnya dipindahkan dari Jeddah ke Riyadh pada 29

September 1985. Perwakilan Indonesia di Jeddah kemudian diubah statusnya

menjadi Konsulat Jenderal Indonesia.79

Arab Saudi membuka kantor perwakilannya pada 1950 dan kemudian

secara resmi mendirikan Kedutaan Besar di Jakarta pada 1955. Sejak itu,

hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi tetap erat, kuat, dan bersahabat

sampai saat ini. Pada Agustus 2008, delegasi dari kedua negara sahabat telah

melakukan Sidang Komisi Bersama ke-8 dan sepakat untuk lebih

meningkatkan kerja sama dalam ketenagakerjaan, perlindungan hak-hak

pekerja migran, ekonomi dan perdagangan, pelaksanaan Haji dan Umroh,

hibah dan wakaf, imigrasi, kesehatan, pariwisata, penerbangan, dan sektor

energi. Saat itu kedua delegasi sepakat untuk mengadakan pertemuan

semacam ini setiap tahunnya.

79
Idmah Amaliah Mustainah, Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji....Ibid.

102
Kerjasama dibidang budaya antara Indonesia dan Arab Saudi juga

tercipta dengan baik terutama dalam persoalan pendidikan dan agama islam.

Dalam literatur kitab-kitab arab, pengkajian mengenai bahasa arab dalam

terjemahan Indonesia. Selain itu hubungan Indonesia dan Arab Saudi terjalin

dalam urusan keberangkatan Haji ke Arab Saudi. Hal ini merupakan

momentum penting hubungan Indonesia Arab Saudi terutama dalam hal

keberangkatan haji yang rutin dilaksanakan setiap tahun dan Indonesia

merupakan negara yang mengirimkan para calon haji terbesar di dunia.

Pemerintah Arab Saudi juga, setiap tahunnya, senantiasa memberikan

perhatian dan meningkatkan pelayanan kepada jemaah Indonesia yang

melaksanakan ibadah Haji. Selama ini, Pemerintah Indonesia telah

mengupayakan agar Pemerintah Arab Saudi dapat memberikan dispensasi

penggunaan paspor khusus haji bagi jamaah Indonesia sebagaimana

diamanatkan UU No.13 tahun 2008. Seperti diketahui Pemerintah Arab Saudi

mengeluarkan kebijakan bahwa mulai tahun 1430 H/ 2009 M ini hanya paspor

internasional yang dapat dipergunakan dalam melaksanakan perjalanan ibadah

haji ke Arab Saudi.

KBRI Riyadh saat ini tengah mengadakan koordinasi dengan

perwakilan-perwakilan asing yang senasib dengan Indonesia dan mengadakan

Demarch ke Kementrian Luar Negeri Arab Saudi guna memintakan dispensasi

menggunakan Paspor Haji untuk tahun 1430 H/ 2009 M, sementara itu

Pemerintah Indonesia saat ini dalam persiapan perubahan kebijakan tersebut

103
pada tahun 1431 H/ 2009 yang akan datang. Permohonan Depertament Luar

Negeri untuk penambahan pegawai setempat KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah

termasuk untuk pembentukan Citizen Service serta memperkuat pelayanan dan

perlindungan warga, termasuk terhadap jemaah haji Indonesia. Mendorong

dan mendukung dibentuknya Organisasi Pelayanan Haji atau Satuan Kerja

(SATKER) yang kuat dan dipimpin oleh pejabat setingkat eselon dua dan

bertugas melaksanakan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Arab Saudi

sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.13 tahun 2008.

Staf Teknis Haji yang selama ini ditugaskan juga sebagai Ketua

Penyelenggara Haji di Arab Saudi akan lebih difokuskan pada tugas pokok

dan fungsinya sebagai staf KJRI Jeddah, yaitu melakukan diplomasi haji dan

negosiasi bilateral dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan ibadah haji

di Arab Saudi sejak dari persiapan sampai selesainya musim haji pada tahun

berjalan.

Melakukan pendekatan kepada Pemerintah Arab Saudi agar dapat

mengambil langkah-langkah intervensi dalam mengontrol harga sewa

perumahan di Mekkah serta menetapkan sanksi bagi pemilik rumah yang

membatalkan kontrak secara sepihak, mengingat Raja Arab Saudi memliki

gelar sebagai Khadimul Haramain (Pelayan Dua Rumah Suci) yang

mempunyai kewajiban memberikan pelayanan yang maksimal bagi para tamu

Allah Jamaah Haji dan Umrah. Pengaturan penyelenggaraan haji Indonesia

setiap tahunnya diatur dengan suatu MoU yang ditandatangani oleh Menteri

104
Agama RI dengan Menteri Urusan Haji Arab Saudi. Pelayanan

penyelenggaraan ibadah haji terhadap jamaah haji Indonesia tiap tahunnya

selalu dievaluasi secara seksama sehingga pelaksanaannya lebih baik dari

tahun ke tahun.

Penyelenggaraan ibadah haji terkait dengan kebijakan Pemerintah Arab

Saudi. Penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi didasarkan pula oleh

Talimatul Haj. Misalnya, mulai tahun 2009 Pemerintah Arab Saudi dalam

Talimatul Haj menyatakan, jamaah haji dari seluruh dunia harus

menggunakan paspor internasional. Pemerintah Arab Saudi tidak melayani

visa, kecuali yang memiliki paspor hijau.80

Pemerintah Indonesia menyeesuaikan aturan keimigrasian ini. Dalam

mengatur keimigrasian setiap warga negara Indonesia yang akan menunaikan

ibadah haji pada awalnya menggunakan paspor khusus haji yang dikeluarkan

oleh Menteri namun pada perkembangan selanjutnya, tahun 2008 Pemerintah

Arab Saudi mengeluarkan kebijakan yang menetapkan bahwa Jemaah haji dari

seluruh negara yang akan menunaikan ibadah haji harus menggunakan paspor

biasa (ordinary passpord) yang berlaku secara internasional. Pemerintah

melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai penggunaan paspor haji

bagi jemaah haji sebagaimana di atur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun

2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji.

80
Tim Komisioner KPHI, Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji, Opini dalam Buletin KPHI,
(Jakarta, KPHI, Voume 2, 2014), hal. 30.

105
Pada 6 Juni 2013 Pemerintah Arab Saudi memberlakukan kebijakan

pemotongan kuota haji 20 persen tanpa terkecuali untuk setiap negara di dunia

karena adanya proses pemugaran Masjidil Haram. Akibat renovasi Masjidil

Haram, kapasitas daya tampung tawaf 48.000 jamaah perjam berkurang

menjadi 22.000 jamaah per jam. Selain itu, fasilitas tawaf temporer hanya

menampung 7.000-10.000 jamaah per jam. Pengembangan Masjidil Haram

dan fasilitas tawaf selama tiga tahun akan menambah kapasitas menjadi

105.000 jamaah/jam Kebijakan Pemerintah Arab Saudi ini jelas berdampak

pada perencanaan penyelenggaraan haji Indonesia. Akibat pemotongan kuota

haji, jumlah jamaah haji dan petugas haji Indonesia ikut dipotong 20 persen.

Dampak lebih lanjut, antrean jamaah haji Indonesia semakin panjang. Untuk

itu, Kementerian Agama melakukan penyesuaian dengan pemotongan 20

persen dengan meningkatkan pelayanan serta memprioritas jamaah usia lanjut

untuk berangkat lebih dulu.

Mulai tahun 2015 Pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem e-hajj

secara penuh. Melalui sistem e-hajj ini, setiap jamaah haji mendapatkan

informasi lebih awal/sebelum tiba di Araba Saudi tentang paket layanan

seperti penginapan, transportasi, dan pelayanan katering. Pihak Otoritas dapat

memantau dan menindaklanjuti apakah pelayanan yang diberikan sesuai

dengan yang tertera di dalam dokumen visa melalui sistem yang terintegrasi.

Dengan sistem ini, diharapkan penyimpangan pelayanan tidak terjadi

dan pelayanan diberikan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku.

106
Penerapan sistem e-hajj akan berpengaruh pada penyesuaian kebijakan

penyelenggaraan ibadah haji pada 2015: dokumen jamaah (paspor) harus

disiapkan lebih awal (Rabiul Awal), sehingga permintaan input data jamaah ke

dalam sistem e-hajj bisa dipenuhi; pelayanan akomodasi jamaah haji di

Madinah dengan sistem sewa satu musim atau sewa pada tanggal tertentu

dengan syarat jadwal kedatangan jamaah sudah pasti; pelayanan konsumsi

jamaah diberikan di Madinah, Makkah dan Armina; sistem pengadaan

pelayanan (akomodasi, konsumsi, dan tranportasi) dan pembayarannya

melalui jalur elektronik (e-purchasing dan e-payment).

Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi pada tahun 2015 mengeluarkan

maklumat/peraturan urusa haji yang salah isinya: mengharap dari seluruh

jamaah haji agar mematuhi batas waktu kedatangan dan keberangkatan serta

perjalanan antara Makkah, Madinah, Jeddah dan Masyair Muqaddasah,

dengan memperhatikan bahwa batas waktu terakhir penerimaan permohonan

visa haji di kedutaan danperwakilan Khadimul Haramain As Syarifain di luar

Kerajaan Arab Saudi adalah hari ke-25 bulan Zulkaidah setiap tahun Hijriah

sesuai kalender Ummul Qura, dan bahwa batas waktu kedatangan dan

keberangkatan.81

Batas terakhir untuk kedatangan jamaah haji melalui jalur darat ke

perbatasan Kerajaan Arab Saudi adalah akhir bulan Zulkaidah setiap tahun

81
Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi, at-talimat al- Munazzamah Li asy-Syuuni al-haj,
Terjem. Peraturan Urusan Haji, (Arab Saudi: Kementerian Haji), hal. 17.

107
menurut kalender Ummul Qura, dengan memperhatikan agar disiplin dengan

jalan-jalan yang telah ditentukan untuk jamaah haji untuk menuju ke Makkah

atau Madinah. Adapun jamaah haji yang tiba dengan pesawat terbang

(Bandara KAAIA Jeddah dan Bandara AMAIA Madinah) dan dengan kapal

laut rnelalui Pelabuhan Islam Jeddah, batas waktu terakhir untuk kedatangan

rnereka adalah berakhirnya hari ke-4 bulan Zulhijah setiap tahun. Khusus

untuk Pelabuhan Islam Jeddah berakhir pada hari pertama bulan Zulhijah.

Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji dari Jeddah ke

Madinah menggunakan kendaraan adalah berakhirnya hari ke-26 bulan

Zulhijah setiap tahun.

Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji dari Jeddah ke

Madinah menggunakan pesawat terbang adalah berakhirnya hari ke-2 bulan

Zulhijah setiap tahun. Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji

dari Madinah ke Makkah menggunakan kendaraan adalah berakhirnya hari ke-

5 bulan Zulhijah. Batas waktu terakhir untuk keberangkatan jamaah haji dari

Madinah ke Jeddah menggunakan pesawat terbang adalah berakhirnya hari ke-

5 bulan Zulhijah setiap tahun. Permulaan keberangkatan jamaah haji dari

Makkah ke Madinah dimulai dari pagi hari tanggal 14 Zulhijah.

Taklimat haji juga mengatur para jemaah haji agar disiplin dan

mematuhi batas waktu yang ditentukan untuk keluar melontar Jamarat di

dalam program pemberangkatan, dan jamaah haji mutlak tidak diperbolehkan

keluar melontar Jamarat pada waktu-waktu yang dilarang, karena program

108
pemberangkatan jamaah haji untuk melontar jamarat pada dasarnya tergantung

kepada pengaturan keluarnya jamaah haji sesuai dengan jumlah tertentu dan

jadwal waktu tertentu, untuk menghindari terjadinya desak-desakan dan

kepadatan.

BAB IV. LAPORAN DAN ANALISA

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang bersifat fardhu ain bagi individu

muslim yang mampu. Peraturan mengenai penyelenggaraan ibadah haji diatur melalui

Undang-Undang No. 13 Tahun 2008. Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan

ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain

yang diperlukan oleh jemaah haji.

Pada bagian ketiga tentang hak jemaah haji pasal 7 diungkapkan bahwa jemaah

haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan

Ibadah Haji, yang meliputi: (1) pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya,

baik di tanah air, di perjalanan, maupun di Arab Saudi; (2) pelayanan akomodasi,

konsumsi, transportasi, dan pelayanan kesehatan yang memadai, baik di tanah

air,selama di perjalanan, maupun di Arab Saudi;(3) perlindungan sebagai Warga

Negara Indonesia; (4) penggunaan Paspor Haji dan dokumen lainnya yang diperlukan

109
untuk pelaksanaan Ibadah Haji; dan (5) pemberian kenyamanan transportasi dan

pemondokan selama di tanah air, di Arab Saudi, dan saat kepulangan ke tanah air. 82

A. Tata Kelola Ibadah Haji

Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali

seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya.83Majelis Ulama

Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404/Maret 1984

merekomendasikan tentang kewajiban Ibadah Haji.MUI berpandangan bahwa Umat

Islam perlu memahami betapa besar dan luas masalah yang dihadapi oleh

pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah RI dalam usaha melayani dan menyediakan

kemudahan bagi kepentingan jamaah haji yang jumlahnya tiap tahun semakin besar

yang harus dijalani dalam waktu yang bersamaan dan dalam lingkungan alamiah

yang sangat terbatas.84

Atas kondisi ini, Majelis Ulama Indonesia menghimbau tiga hal kepada Umat

Islam Indonesia yang sudah melaksanakan haji. Pertama, menghayati bahwa ibadah

haji itu diwajibkan hanya sekali seumur hidup dan dengan syarat istithaah dalam

arti yang luas. Kedua, memberi kesempatan pada mereka yang belum menunaikan

ibadah haji terutama kepada keluarga yang belum haji. Ketiga, kepada umat Islam

yang sudah beberapa kali melaksanakan ibadah haji akan lebih bermanfaat bila dana

yang tersedia itu disalurkan untuk amal/jariyah yang dapat dirasakan manfaatnya

82
Susilo Bambang Yudhoyono, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia,28 April 2008, hal. 41-41.
83
UMH, Tanya Jawaban Pertanyaan Seputar Haji, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 1
Oktober 2015, http://umrohhajimabrur.com/tanya-jawab-seputar-haji.html#
84
Ibrahim Hosen, Ibadah Haji hanya Sekali dalam Seumur Hidup, Himpunan Fatwa Majelis
Ulama Indonesia, (Jakarta: MUI, Jakarta, 7 Maret 1984 M), hal. 178-179.

110
oleh umum disamping mendapat pahala yang terus mengalir bagi yang

melaksanakannya.

Pelayanan yang diberikan oleh Biro Perjalanan Haji dan Umrah tersebut,

sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008

mencakup empat aspek. Pertama, menerima pendaftaran dan melayani jamaah haji

hanya yang menggunakan paspor haji. Kedua, memberikan bimbingan ibadah haji.

Ketiga, memberikan layanan akomodasi, konsumsi, transportasi dan pelayanan

kesehatan secara khsusus. Keempat, memberangkatkan, memulangkan, dan

melayani jamaah haji sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara

dan jamaah haji.85

Tahapan pelaksanaan ibadah haji paling awal yang harus diikuti oleh calon

jamaah haji adalah melakukan pendaftaran.86Prosedur pendaftaran haji menurut

Peraturan Menteri Agama No. 6 tahun 2010 pasal 5 ayat 1 meliputi beberapa

langkah. Pertama, calon jemaah haji mengisi Surat Permohonan Pergi Haji (SPPH)

di Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan calon jemaah haji khusus

mengisi SPPH di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dengan

menyerahkan persyaratan.

85
Susilo Bambang Yudhoyono, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia,28 April 2008, hal. 41-41.
86
Menurut Peraturan Menteri Agama no. 6 tahun 2010 pasal 3, persyaratan pendaftaran bagi WNI
adalah sebagai berikut: a. Beragama Islam; b. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari dokter. c. Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; d. Memiliki kartu
keluarga. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri
untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

111
Kedua, persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) calon jemaah

haji harus menyerahkan pas foto terbaru ukuran 3X4 cm sebanyak 10 lembar dengan

latar belakang warna putih. Ketiga, caIon jernaah haji menerima lembar SPPH yang

sudah ditandatangani dan disahkan oleh petugas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten/Kota untuk diserahkan kepada BPS BPIH.

Keempat, calon jemaah haji membayar setoran awal BPIH ke rekening

Menteri Agama sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dan jemaah

haji khusus sebesar USD 4,000.00 melalui BPS BPIH untuk mendapatkan nomor

porsi.

Kelima, setelah BPS BPIH mentransfer setoran awal BPIH ke rekening

Menteri Agama dan mendapatkan nom or porsi bagi calon jemaah haji, BPS BPIH

mencetak lembar bukti setor awal BPIH sebanyak 5 rangkap. Keenam, lembar bukti

setor sebagaimana dimaksud pada huruf e, dilegalisasi dan masing-masing diberi

foto 3 X4 cm dengan peruntukan: (1) Lembar pertama (asli) untuk calon jemaah

haji; (2) Lembar kedua untuk BPS BPIH; (3) Lembar ketiga untuk Kantor

Kementerian Agama Kabupaten/Kota; (4) Lembar keempat untuk Kantor Wilayah

Kementerian Agama; (5) Lembar kelima untuk Kantor Kementerian Agama Pusat

cq Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Ketujuh, calon jemaah haji melaporkan dan menyerahkan lembar ketiga,

keempat dan kelima bukti setoran awal BPIH ke Kantor Kementerian Agama

Kabupaten/Kota dan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi bagi jamaah

haji khusus. Kedelapan, pelaporan dan penyerahan lembar bukti setoran awal BPIH

112
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah

pembayaran setoran awal BPIH. Untuk menunaikan ibadah haji, setiap muslim

Indonesia diharuskan mendaftarkan diri ke Kantor Kementerian Agama

Kabupaten/Kota setempat.

Calon jemaah haji mendapatkan SPPH. SPPH adalah surat pendaftaran pergi

haji, surat ini didapatkan ketika calon jemaah ingin mendaftar sebagai jemaah haji di

Kantor Kementerian Agama Kab/Kota setempat. Saat ini telah berlaku waiting list.

Waiting list adalah daftar tunggu jemaah haji yang akan diberangkatkan ke Arab

Saudi.

Calon jemaah haji mendapatkan nomor porsi. Nomor porsi adalah nomor urut

pendaftaran yang didapatkan jemaah ketika membayar setoran awal di Bank

penerima setoran. Setelah melakukan pendaftaran dan membayarkan setoran awal,

jemaah haji berhak mendapatkan nomor porsi dan masuk dalam waiting list

keberangkatan.

Calon jemaah menyetor ke Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan

Ibadah Haji. Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji atau sering

disebut BPS BPIH adalah bank yang ditunjuk menteri agama setelah mendapatkan

pertimbangan rekomendasi dari gubernur bank Indonesia untuk menerima setoran

awal dan pelunasan BPIH dan menyetorkan pembayaran BPIH ke rekening Menteri

Agama sesuai BPIH. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, yang selanjutnya disebut

BPIH, adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh Warga Negara yang akan

menunaikan Ibadah Haji.

113
Setoran awal harus berjumlah minimal Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta

rupiah). Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 6 Tahun 2010 tentang

prosedur dan persyaratan pendaftaran haji telah ditetapkan pada pasal 5 ayat 1 point

d bahwa pembayaran setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama sebesar

Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).

Setoran awal harus berjumlah minimal Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta

rupiah). Hal ini didasarkan Peraturan Menteri Agama No. 6 Tahun 2010 tentang

prosedur dan persyaratan pendaftaran haji telah ditetapkan pada pasal 5 ayat 1 point

d bahwa pembayaran setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama sebesar

Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).87Berkaitan dengan mekanisme proses

pendaftaran haji yang panjang, salah seorang informan penelitian, M. Zahdi Tahir

menyarankan untuk dipersingkat. Selama ini pendaftaran haji cukup memakan

waktu, ke bank tempat penyetoran dua kali, dan datang ke Kemenag (Siskohaj) dua

kali. Sebaiknya prosses pendaftaran dipersingkat, tepatnya 1 kali datang ke kantor

bank dan 1 kali di kantor kemenag.88

Jemaah haji dapat diberangkatkan ketika nomor porsi yang dimilikinya masuk

dalam kuota keberangkatan tahun berjalan, dan telah melunasi setoran BPIH sesuai

dengan penetapan BPIH tahun berjalan.

Sebelum berangkat dilaksanakan pemeriksaan kesehatan. Jemaah haji

mendapatkan pelayanan kesehatan haji yang meliputi: pemeriksaan, perawatan, dan

87
UMH, Tanya Jawaban Pertanyaan Seputar Haji, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses 1
Oktober 2015, http://umrohhajimabrur.com/tanya-jawab-seputar-haji.html#
88
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

114
pemeliharaan kesehatan. Jamaah haji juga pembinaan Ibadah Haji berupa

serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan dan pembimbingan bagi Jemaah

Haji.

Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk

mengetahui status kesehatan dan kemampuan fisik jemaah haji serta kemungkinan-

kemungkinan yang dapat memperburuk kesehatan jemaah selama perjalanan ibadah

haji. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah pemeriksaan yang dilakukan calon

jemaah haji.

Menurut informan, Rizkan Syahbudin, dikatakan bahwa masih ada masalah

dalam pengelolaan proses pengecekan kesehatan calon jamaah haji, yakni masih

adanya pernyataan terbalik, maksudnya, sebenarnya calon jamaah haji mengidap

penyakit tertentu, namun di surat keterangan dinyatakan sehat. Pengecekan

kesehatan bisa melalui dokter pribadi atau tim dokter yang khusus ditugaskan

menangani calon jamaah haji.89

Jamaah haji dikoordinasikan oleh ketua regu. Tugas ketua regu mengkoordinir

jemaah yang terdapat dalam kelompok regunya. Ketua regu adalah jemaah yang

dipercaya dalam kelompok regu untuk memimpin regunya. Regu adalah kelompok

kecil yang dibentuk dibawah rombongan, jika rombongan terdiri dari 45 orang,

maka regu ini merupakan kelompok terkecil jemaah haji yang terdiri dari 11 orang

termasuk dengan ketua regu.

89
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015

115
Dalam pelaksanaan haji juga ditetapkan ketua rombongan. Ketua rombongan

bertugas untuk mengkoordinasikan jemaah yang terdapat didalamnya. Ketua

rombongan adalah jemaah yang mengetuai rombongan. -Rombongan adalah

kelompok jemaah yang berada dibawah kelompok terbang (kloter) biasanya

kelompok ini juga disebut kelompok besar yang terdiri dari 45 orang.

Dalam pengelolaan haji ada institusi yang bernama BPAH (Badan Pengurus

Asrama Haji) Badan ini bertugas untuk mengelola asrama haji. Peserta haji akan

mendapatkan SPMA, yaitu Surat Panggilan Masuk Asrama, surat ini diberikan

kepada jemaah haji yang sudah siap diberangkatkan ke Arab Saudi.

Para calon jemaah haji mendapatkan bimbingan mengenai perhajian dari

TPIH. TPIH adalah Tim Pembimbing Ibadah Haji, TPIH merupakan petugas

operasional yang menyertai jemaah haji. Dalam pengurusan haji juga melibatkan

TKHI. TKHI bertugas memeriksa kesehatan jasmani jemaah haji, membina

kesehatan jemaah haji, melayani keluhan kesehatan jemaah haji, mengamati

penyakit jemaah haji dan menyehatkan lingkungan disekitar jemaah haji. Dalam

menjaga kesehatan para calon jemaah haji diangkat TKHI. Tim Kesehatan Haji

Indonesia (TKHI) adalah pelaksana pengamanan kesehatan bagi jemaah haji

Indonesia selama di perjalanan dan di Arab Saudi.

Dalam mengurus keberangkatan jamaah haji dipandu oleh TPHI. TPHI

bertugas sebagai ketua kloter, memandu serta membina jemaah haji. TPHI adalah

Tim Pemandu Haji Indonesia, TPHI merupakan petugas operasional yang menyertai

jemaah.

116
Dalam menyertai jamaah haji juga diarahkan oleh petugas non-kloter. Petugas

non-kloter adalah petugas operasional ibadah haji yang tidak menyertai jemaah

dalam kelompok terbang. Petugas kloter adalah petugas operasional ibada haji yang

menyertai jemaah dalam kelompok terbang. Kelompok terbang adalah

pengelompokan jemaah haji berdasarkan jadwal keberangkatan penerbangan ke

Arab Saudi.

Adapun mekanisme sistem pengelompokan bimbingan jemaah haji diatur

berdasarkan pertimbangan domisili jamaah dan keluarga. Setiap 11 orang calon

jamaah haji dikelompokkan dalam 1 regu dan setiap 4 regu (44 orang)

dikelompokkan dalam satu rombongan. Penugasan pembimbing diatur oleh Kepala

Kantor Kementerian Agama Kabupaten.

Calon jamaah haji yang telah terdaftar dan ditetapkan akan berangkat pada

tahun tersebut memperoleh perbekalan berupa: buku paket yang terdiri atas:

panduan perjalanan haji, bimbingan manasik haji, dan hikmah ibadah haji, serta doa

dan zikir haji; satu buah koper; dan atu buah tas jin.

Jika terjadi pembatalan dan pengembalian BPIH maka tata caranya dilakukan

berdasarkan atas permohonan calon yang bersangkutan secara berjenjang melalui

Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kanwil Kementerian Agama Provinsi

dan diteruskan ke Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk pengembalian

BPIH-nya.

117
Tata cara pelunasan BPIH dengan dilaksanakan dengan serangkaian

langkah.90Pertama, calon Jamaah Haji yang berhak melunasi datang ke Bank

Penerima Setoran BPIH tempat menabung untuk melunasi BPIH dengan membawa

Bukti Setoran Awal BPIH dan pas photo ukuran 3 x 4 sebanyak lima lembar untuk

ditempel pada Bukti Setoran Lunas BPIH. Kedua, petugas BPS BPIH

mengkonfirmasikan data penyetor haji ke dalam SISKOHAT untuk diteliti

kesesuaian data yang tertera dalam Bukti Setoran Awal dengan data SISKOHAT.

Ketiga, setelah pembayaran pelunasan BPIH, petugas BPS BPIH mencetak

Bukti Setoran Lunas BPIH sebanyak lima lembar, yaitu:

- Lembar pertama asli untuk calon jamaah haji,

- Lembar kedua untuk pemvisaan,

- Lembar ketiga untuk Kantor Kemenag Kab/ Kota setempat,

- Lembar keempat untuk penerbangan

- Lembar kelima untuk BPS BPIH

Keempat, calon Jamaah Haji menerima lembar Bukti Setoran Lunas lembar

pertama bermaterai Rp. 6000,-. lembar kedua, ketiga dan keempat. Selanjutnya

Calon Jamaah Haji segera ke Kantor Kemenag Kab/ Kota selambat-lambatnya 7 hari

kerja dari tanggal pelunasan, dengan menyerahkan Bukti setoran Lunas tersebut.

Kelima, petugas Kantor Kemenag akan menerima kelengkapan berkas

pelunasan dari Calon jamaah haji dan calon Jamaah haji Tanda Bukti Laporan

90
Mazhusada Herya L, Tata Cara Pelunasan BPIH Tahun Berjalan dalam kbiharofah
malang.com, Diakses 31 Oktober 2015, http://www.kbiharofahmalang.com/info-tata-cara-pelu nasan-
bpih-tahun-berjalan.html

118
Pelunasan BPIH. Jemaah haji yang berhak melunasi BPIH adalah jemaah haji yang

memiliki nomor porsi yang masuk dalam alokasi porsi provinsi dan atau porsi

Kabupaten bagi wilayah yang porsinya dibagi per Kabupaten. Dia belum pernah

menunaikan ibadah haji, telah berusia 18 tahun keatas atau sudah menikah serta

menjadi suami, anak kandung dan orang tua.

Berdasarkan sejumlah sumber, selama ini pelunasan BPIH pada tanggal

pertengahan tahun. Bercermin pada pelaksanaan haji 2015. Kemenag mengeluarkan

PMA No 28 Tahun 2015 tentang Pembayaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji

(BPIH) Reguler Tahun 1436H/2015M. PMA ini mengatur bahwa pembayaran BPIH

dimulai pada 1 30 Juni 2015. Apabila sampai dengan tanggal 30 Juni 2015 kuota

jamaah haji tidak terpenuhi, pembayaran BPIH diperpanjang dari 7 13 Juli 2015.

Jika sampai tanggal 13 Juli kuota jamaah haji tidak terpenuhi, maka sisa kuota haji

dikembalikan ke masing-masing provinsi dan atau kabupaten/kota untuk diisi sesuai

dengan nomor urut porsi berikutnya sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja sebelum

penutupan proses pemvisaan di Kedutaan Besar Arab Saudi. 91

Adapun tentang kriteria jamaah yang berhak melakukan pelunasan pada fase 1

30 Juni (tahap 1), Menag menjelaskan bahwa itu diperuntukkan bagi jamaah haji

yang telah memiliki nomor porsi dan masuk dalam alokasi kuota provinsi atau

kabupaten/kota tahun 1436H/2015M dengan ketentuan: 1) belum pernah

menunaikan ibadah haji; 2) telah berusia 18 tahun atau sudah menikah, terhitung

91
Affan Rangkuti, Pelunasan BPIH Reguler Mulai 1 Juni dalam haji.kemenag.go.id,
Dipublikasikan 30/05/2015, Diakses 23 Oktober 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/content /peluna
san-bpih-reguler-mulai-1-juni

119
pada tanggal 21 Agustus 2015; 3) jemaah lunas tunda yang berstatus belum pernah

haji; dan 4) jemaah haji nomor porsi berikutnya berdasarkan data Siskohat sebanyak

5% yang berstatus belum haji dan masuk daftar tunggu pada tahun 1437H/2016M

dari jumlah kuota provinsi dan kab/kota yang bersangkutan.

Untuk fase 7 13 Juli (tahap 2), pengisian sisa kuota diperuntukan bagi calon

jamaah dengan ketentuan urutan prioritas: 1) jemaah tahap 1 yang mengalami

kegagalan sistem pada saat pelunasan; 2) jemaah lunas tunda yang sudah berstatus

haji; dan 3) jemaah yang nomor porsinya masuk alokasi Tahun 1436H/2015M dan

sudah berstatus haji.

Selain itu, jamaah haji lansia dan penggabungan suami/istri dan anak/orang

tua terpisah juga termasuk yang bisa melakukan pelunasan pada tahap 2, dengan

catatan usia jemaah lansia sudah 75 tahun per tanggal 21 Agustus 2015 yang sudah

mendaftar haji reguler paling lambat 1 Januari 2013. Jamaah lansia seperti ini dapat

didampingi oleh 1 orang pendamping yaitu istri/suami/anak kandung/adik kandung

yang sudah mendaftar haji reguler paling lambat 1 Januari 2013.

Hal lainnya adalah jemaah haji penggabungan suami/istri dan anak/orang tua

kandung terpisah, dengan ketentuan jemaah yang digabung sudah melunasi BPIH,

jemaah haji yang menggabung sudah mendaftar haji reguler paling lambat 1 Januari

2013. Selain itu, jemaah lansia dan pendamping serta penggabungan suami/istri dan

anak/orang tua terpisah, terdaftar haji reguler dalam satu provinsi yang sama.92

92
Affan Rangkuti, Pelunasan BPIH Reguler Mulai 1 Juni dalam haji.kemenag.go.id,
Dipublikasikan 30/05/2015, Diakses 23 Oktober 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/content /peluna
san-bpih-reguler-mulai-1-juni

120
A. Tata Kelola Haji: Idealitas dan Realitas

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji pasal 10 diatur bahwa pelaksana penyelenggaraan

ibadah haji berkewajiban menyiapkan dan menyediakan segala hal yang terkait

dengan penetapan BPIH, pembinaan ibadah haji, penyediaan akomodasi yang layak,

penyediaan transportasi, penyediaan konsumsi, pelayanan kesehatan; dan/atau

pelayanan administrasi dan dokumen.

Dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji bagi masyarakat yang

membutuhkan pelayanan khusus, dapat diselenggarakan Ibadah Haji Khusus yang

pengelolaan dan pembiayaannya bersifat khusus. Penyelenggaraan ibadah haji

khusus dilaksanakan oleh penyelenggara ibadah haji khusus yang telah mendapat

izin dari Menteri.

Penyelenggaraan ibadah Haji menurut UU No. 13 meliputi unsur kebijakan,

pelaksanaan dan pengawasan. Kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan

ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Muncul tuntutan dari berbagai pihak agar penyelenggaran ibadah haji

dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas dengan

prinsip nirlaba. Dalam kenyataan di lapangan, setiap penyelenggaraan haji masih

muncul permasalahan laten yang sejauh ini belum ditemukan solusinya secara

efektif. Problematika yang selalu muncul adalah mulai dari pendaftaran haji, biaya

haji, akomodasi dan transportasi jamaah haji, pengelolaan dana haji (Dana Abadi

Ummat ) hingga gagalnya sejumlah calon jamaah haji plus berangkat ke tanah suci.

121
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan dari masyarakat luas tentang standar

pelayanan haji di Indonesia.

Menurut pengamatan sebagian kalangan, ada sejumlah indikator dari belum

optimalnya penyelenggaran Ibadah Haji. Pertama, dari sisi manajemen

penyelengaraan ibadah haji baik dari aspek kelembagaaan, pengelolaaan keuangan,

peningkatan sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan kepada jamaah haji

selama ini dinilai masih belum efektif. Undang Undang tentang Penyelengaraan

Ibadah Haji belum secara tegas memisahkan antara fungsi regulator, operator dan

evaluator. Selama ini tiga fungsi tersebut masih dimonopoli oleh Kementrian Agama

sehingga ketika fungsi fungsi tersebut terpusat di satu titik maka peluang abuse of

power menjadi lebih besar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklasifikasi

terdapat 48 titik lemah penyelengaraan ibadah haji antara lain regulasi,

kelembagaan, tata laksana dan manajemen sumber daya manusia sehingga

menempatkan Kementrian Agama sebagai salah satu kementerian dengan indeks

integrasi terendah (versi KPK tahun 2011) oleh karena itu munculnya gagasan untuk

pemisahan antara regulator, operator, dan evaluator dalam revisi Undang-Undang

tentang Penyelengaraan Ibadah Haji, merupakan respons positif dan rasional bagi

upaya perbaikan sistem penyelenggaraan haji yang lebih baik, professional dan

akuntabel.93

93
Arief Rahman, Problematika Penyelenggaraan Ibadah Hajidalam sangpencerah.com, Diakses
25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadah-
haji.html

122
Persoalan-persoalan di atas peneliti konfrotir dan konfirmasikan kepada

sejumlah informan yang kredibel dalam memberikan jawaban. Menanggapi kritikan

di atas, salah seorang informan kami yang kebetulan menjabat sebagai Kabid Haji

Kemenag Provinsi Bengkulu, Zahdi Tahir membenarkan sebagian kritikan dan

meluruskan sebagian krititan yang lain. Menurut M Zahdi Tahir, terungkap bahwa

munculnya problem haji berakar dari fakta bahwa haji merupakan ibadah yang pelik

karena setiap orang Islam berebut ingin melaksanakannya.

Dikatakan Zahdi:

Orang-orang luar kadang-kadang memandang ada aneh dalam ibadah haji. Orang
tidak shalatpun, tidak puasapun ingin menunaikan haji. Asal merasa mampu atau
kuat membayar.94

Menurut Zahdi, regulasi yang mengatur tata kelola haji sudah lengkap. Bahkan

Indonesia menjadi tempat belajar pengelolaan haji bagi negara-negara pecahan

Soviet seperti Bosnia, Uzbekistan dan lain-lain. Mereka belajar dalam hal koper

haji.95

Pandangan senada juga dikemukakan oleh informan yang lain, Rizkan

Syahbudin. Dia beranggapan bahwa proses pelaksanaan haji dikelola pemeritah

sudah berjalan cukup baik dan professional. Permasalahan yang mengitari

pelaksanaan ibadah haji seringkali bersumber dari diri calon jamaah haji itu sendiri.

Para jamaah merasa sudah paham dan mengerti proses ibadah haji, padahal

94
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
95
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

123
sebenarnya belum mengerti sehingga dalam pelaksanaannya sering tidak mematuhi

aturan dan petunjuk petugas.96

Berkaitan dengan proses administrasi haji juga mendapatkan tanggapan dari

informan yang lain, Hifzon. Pria yang beberapa kali menjadi petugas haji menilai

manajemen dan administrasi haji dengan menerapkan sistem online sudah berjalan

baik. Begitu pula dengan proses pengelolaan kesehatan sudah berjalan baik.97

Diakui Zahdi, pelaksanaan Haji di Indonesia diatur oleh negara, tidak

diserahkan ke swasta. Berbeda dengan negara-negara lain seperti Malaysia yang

diserahkan ke swasta. Kalau pengelolaan haji diswastanisasi maka pelaksanaan haji

agar bubar atau semrawut. Kita sudah memilik pengalaman pahit tentang

swastanisasi haji. Pada tahun 1960-an, pelaksanaan haji kacau. Ketika jamaah ada

masalah seperti terlantar atau sakit tidak ada yang ngurus. Selain itu akan terjadi

kekacauan dalam pendaftaran haji dan pemberangkatan haji. Hal ini disebabkan

siapa saja yang berani bayar akan berangkat.98

Sebagian kalangan masih menilai Kementerian agama selaku penyelenggara

ibadah haji berdasarkan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah

Haji, dinilai tidak cukup serius dan profesional untuk memenuhi jaminan tersebut.

Terbukti, meski penyelenggaraan ibadah haji sudah berlangsung puluhan tahun,

akan tetapi tidak pernah sepi dari masalah: mulai lolosnya jamaah haji yang hamil,

terlambatnya jadwal penerbangan, pemondokan tidak sesuai standar, petugas yang

96
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015
97
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.
98
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

124
tidak ramah dan tidak di tempat bila dibutuhkan, penipuan yang dilakukan oknum

petugas atau penyelenggaraan ibadah haji khusus, ongkos haji yang terus naik,

jamaah haji batal berangkat, hingga seperti peristiwa tahun 2006 terjadinya

kelaparan jamaah haji.

Semua peristiwa itu telah menempatkan Departemen Agama sebagai

tertuduh, bahwa kendati setiap tahun ada evaluasi penyelenggaraan ibadah haji pada

tahun sebelumnya tetapi Kemenag dianggap kurang bersungguh-sungguh

melakukan perbaikan-perbaikan.

Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan

pelaksanaan Ibadah Haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan

Jemaah Haji, berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun 2008 sebagaimana

yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 34 tahun 2009 bahwa yang

menjadi penanggungjawab dan pelaksana penyelenggaran Ibadah Haji adalah

Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama dengan dibantu oleh instansi terkait.

Diungkapkan oleh Zahdi, sejauh ini tidak ada tumpang tindih tentang

pembagian tugas antara regulator, operator dan evaluator dalam pengelolaan haji.

Fungsi regulator dilaksanakan oleh DPR RI, operator dijalankan oleh Pemerntah

dalam hal ini Kemenag RI dan evaluator adalah KPHI (Komisi Pengawasan Haji

Indonesia). Sebaliknya untuk menghindari tumpang tindih regulator, operator dan

evaluator dalam pengelolaan haji, IPHI mengusulkan perlunya dibentuk Badan Haji

125
Indonesia (BHI).99Tugas BHI antara lain menetapkan BPIH, menerima pendaftaran

jemaah haji, melakukan pengelolaan keuangan dan asset haji. Dalam pelunasan

BPIH misalnya perlu disetorkan kepada BHI sebagai operator, bukan ke Kemenag

yang merupakan regulator. Oleh karena itu, pembayaran BPIH disetorkan ke

rekening BHI, dan bukan lagi ke rekening Kemenag.

Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas dan tanggung

jawab Komisi Pengawas Haji Indonesia, yang selanjutnya disebut KPHI. 100KPHI

adalah lembaga mandiri yang dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap

Penyelenggaraan Ibadah Haji. KPHI memiliki empat fungsi. Pertama, memantau

dan menganalisis kebijakan operasional penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia.

Kedua, menganalisis hasil pengawasan dari berbagai lembaga pengawas dan

masyarakat. Ketiga, menerima masukan dan saran masyarakat mengenai

Penyelenggaraan Ibadah Haji. Keempat, merumuskan pertimbangan dan saran

penyempurnaan kebijakan operasional penyelenggaraan Ibadah Haji.

Selama ini, Pemerintah membentuk satuan kerja di bawah Menteridalam

rangka pelaksanaan penyelenggaraan ibadah Haji, dalam hal ini Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang berada dalam Kementerian Agama.

Kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah Haji merupakan tugas

99
IPHI mengusulkan pembentukan badan khusus yang bernama Badan Haji Indonesia disingkat
BHI. Di tingkat pusat bernama BHI dan di tingkat provinsi BHI Daerah Provinsi, di tingkat
kabupaten/kota BHI Daerah Kabupaten/Kota, serta BHI Arab Saudi.
100
Susilo Bambang Yudhoyono, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia,28 April 2008, hal. 8.

126
nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri

yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang agama.

Zahdi menegaskan:

Kritikan terhadap Kemenag karena menjalankan tumpang tindih antara regulator


dengan operator tidak tepat. Hal ini dikarenakan Kemenag hanya mengatur hal-hal
kecil yang sifatnya operasional.101

Dalam pemikiran Zahdi, masih diperlukan langkah-langkah memperbaiki

layanan haji ke depan, antara lain dengan mempertegas pembagian, wewenang,

kewajiban dan hak-hak antara ranah pemda dengan ranah Kanwil Kemenag. Sejauh

ini, pemda merasa yang bertanggung jawab terhadap operasionalisas pelayanan haji.

Hal ini dimotivasi oleh pemikiran bahwa anggaran DIPA berasal dari mereka,

sehingga merekalah yang merasa berhak. Akibatnya, personil-personil dari Pemda

yang dominan. Sebenarnya menurut UU, gubernur (pemda) adalah pihak

bertanggung jawab terhadap pelayanan haji di Provinsi. Akan tetapi tidak harus

mengurusi hal-hal teknis operasional yang semestinya menjadi tugas kemenag.

B. Pendaftaran Haji: Isu Waiting List

Besarnya kuota jamaah haji yang diberikan oleh Kerajaan Saudi Arabia

kepada Indonesia ternyata tidak mampu mengakomodir jumlah calon jamaah haji

yang ingin berangkat ke tanah suci. Hal ini berimbas semakin membengkaknya

daftar tunggu (waiting list) calon jamaah haji Indonesia yang kini mencapai sekitar

1,9 juta orang sementara kuota haji Indonesia setiap tahunnya hanya berkisar

210.000 orang.
101
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

127
Kuota haji ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan dituangkan

dalam MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi tentang Persiapan

Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun berjalan. Perhitungan kuota untuk setiap negara

mengacu pada Kesepakatan KTT OKI tahun 1986 di Amman, Jordan. Berdasarkan

KTT OKI itu kuota Jemaah suatu Negara yaitu 1:1000. Artinya dari 1000 muslim

maka jatahnya 1 orang. Saat ini Indonesia mempunyai sekitar 230 juta penduduk

dengan sekitar 200 juta penduduk muslimnya. Dengan rumus OKI itu maka kuota

haji Indonesia berkisar pada 200.000 jemaah, yang kemudian dibagi lagi 194.000

kuota untuk haji regular dan 17.000 haji khusus.102

Semenjak tahun 1986, pembatasan kuota haji untuk tiap Negara tidak pernah

berubah, sementara penduduknya semakin bertambah. Melihat pertambahan

penduduk itu sebetulnya jatah tiap Negara bisa bertambah (atau bahkan berkurang).

Hal ini dilakukan agar pemerintah Saudi dapat memberi pelayanan yang baik

untuk jutaan umat muslim seluruh dunia yang datang secara serentak tersebut.

Sehingga Jemaah tersebut dapat melaksanakan ibadah dengan baik.

Negara Indonesiasaat ini mempunyai kuota sejumlah tersebut setiap tahunnya.

Kuota yang terbilang sedikit dibandingkan jumlah penduduk Indonesia ini, membuat

kita tidak bisa setiap saat bias berangkat ke Tanah Suci. Saat ini antrian untuk

berangkat haji sudah mencapai lebih dari 7 tahun. Bahkan di beberapa provinsi

sudah mencapai 10 tahun atau lebih. Antrian kian tahun makin panjang dan semakin

102
Aljazira Travel, Haji Indonesia dan Kuota, dalamhttp://www.aljaziratour.net/, Diakses 27
September 2015, http://www.aljaziratour.net/2015/01/haji-indonesia-dan-kuota.html

128
banyaknya umat muslim di Indonesia ingin melaksanakan ibadah haji, membuat

umat muslim memilih untuk melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu ke Tanah

Suci.

Kuota haji adalah jumlah jemaah yang dapat dilayani dalam setiap kali

penyelenggaraan haji. Jemaah tidak dapat langsung berangkat ke tanah suci untuk

menjalankan ibadah haji. Karena kuota haji yang terbatas maka pendaftaran dan

pemberangkatan jemaah haji menggunakan konsep first come first serve, maka

jemaah yang baru mendaftar akan dimasukkan ke dalam daftar tunggu hingga nomor

porsi yang dimiliki jemaah tersebut masuk dalam alokasi porsi provinsi pada tahun

penyelenggaraan.

Menurut Zahdi Tahir, ketentuan masa tunggu bagi pendaftar Haji sudah sesuai

dengan mekanisme yang telah diatur.103 Berdasarkan KTT OKI, kuota normal

jemaah haji Indonesia 2015 berjumlah 211.000 orang, terdiri atas 194.000 kuota

jemaah haji reguler dan 17.000 kuota jemaah haji khusus. "Karena ada kebijakan

pemotongan kuota sebesar 20 persen untuk seluruh negara pengirim jemaah haji

sehingga sejak tahun 2013 kuota jemaah haji Indonesia menjadi 168.800 orang

terdiri atas 155.200 kuota haji reguler dan 13.600 kuota haji khusus.

Berkaitan dengan proses pendaftaran haji, peneliti mewancarai sejumlah

informan. Menurut salah seorang informan, Hifzan terungkap bahwa masih dijumpai

kasus eksodus (pendaftar haji antar propinsi, antar kabupaten dalam propinsi)

103
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

129
dikarenakan faktor membayar. Sebaiknya dihindari pendaftaran yang berbau

riswah.104

Informan yang lain, Zulkarnain Dali mengungkapkan:

Kalau menurut aturan yang sesungguhnya penyeludupan atau Eksodus itu


tidak bagus, karena pemerataan itukan telah sepakat seribu penduduk itu
satu. Misalnya kalau di Sulawesi Selatan punya penduduk sekitar 12 juta
yang tinggal kita kalikan saja. Bengkulu memiliki penduduk 2 juta berarti
tidak boleh lebih dari 2000 sekian. Kalau Kalimantan 8 juta berarti 8000,
jadi jangan dialihkan, mislanya daerah yang kecil nanti terus tertinggal. 105

Menanggapi fenomena eksodus haji ini, informan yang lain, Rozian Karnedi

mengakui kebenarannya. Menurut Rozihan, dirinya tidak menyangka kiranya masih

banyak eksodushaji. Ternyata, banyak orang ataupun warga dari luar Provinsi

Bengkulu yang mendaftar di Provinsi Bengkulu. Terutama di daerah-daerah

perbatasan masih sangat banyak sekali. Saya sendiri pernah melakukan wawancara

dan dialog bahwa mereka benar-benar eksodus. Saya temukan di lapangan mereka

cendrung tidak mau berkumpul bersama jamaah Bengkulu, bahkan mereka meminta

pulang ke Padang ketika sampai di ambarkasi.

Kata Rozihan:

Saran saya, permasalahan ini jangan sampai tejadi. Kalaupun dulu-dulu


eksodus masih dimaklumi, sekarang tidak bisa lagi. Kasihan masyarakat-
masyarakat Bengkulu dia yang belum dapat kesempatan naik haji. Eksodus
sudah saatnya di Stop, tidak perlu lagi dibuka kesempatan dimanapun
lokasinya. Bagian pendaftaran pada Kementrian Agama Kabupaten masing-
masing harus mencegahnya.106

104
Wawancara dengan Hifzhan, 12 Oktober 2015.
105
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.
106
Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015.

130
Berkaitan dengan evaluasi pola pendaftaran haji, peneliti menanyakan

informan yang lain, Rizkan Syahbudin. Pria yang pernah beberapa kali menjadi

petugas haji menilai bahwa pendaftaran haji melalui siskohaj yang sudah disiapkan

kantor kemenag kabupaten/kota sudah berjalan sesuai prosedur. Calon peserta

jamaah haji layanan pendaftarannya secara online.

Menurut Rizkan, permasalahan yang muncul kemudian berpangkal pada

tingginya jumlah pendaftar yang tidak sebanding dengan kuota terbatas. Kondis ini

yang memicu para calon jamaah haji yang tidak bisa mendaftar di daerahnya

cenderung berupaya dengan berbagai cara untuk dapat mendaftar di daerah lain

(provinsi). Dari sinilah pangkal mula terjadinya eksodus jamaah haji. 107

Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan, perlu skala prioritas pada usia

jamaah haji, Calon jemaah haji yang berusia lanjut, 70 tahun keatas perlu

diutamakan.

Perlu disempurnakan data base pendaftaran haji sehingga ada pengawasan secara
ketat melalui check list, calon peserta haji yang sudah pernah haji atau belum
haji. Data di seskohaj harus ketat sehingga dapat mengontrol kepastian siapa
calon jamaah yang belum haji dan peserta yang sudah haji.108

Pernyataan senada juga muncul dari informan, Zulkarnain Dali, Ia sepakat kalau

seandainya umur diatas 70 tahun diprioritaskan untuk berangkat. Saya sepakat

jika jamaah usia 70 tahun yang diutamakan untuk berangkat.

107
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015
108
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.

131
Pandangan senada juga dikemukakan oleh Rozihan. Ia melihat daftar tunggu

jamah haji sangat panjang. Perlu diusulkan agar calon jamah yang berusia lanjut

sebaiknya dicarikan solusinya agar bisa berangkat duluan. Utamakan yang tua-tua

dahulu. Meskipun sistim yang ada akan sulit mengakomodir namun perlu dicari

solusi. Agar jangan sampai ada calon jamaah yang keburu meninggal dunia

sebelum haji.109

Menghadapi permasalahan ini perlu ditempuh proses penerapan mekanisme

pendaftaran haji secara profesional dengan tidak melihat faktor X (uang) dimulai

dari tingkat kades sampai ke camat. Dikatan Rizkan: Secara umum kualitas layanan

pendaftaran cukup baik. Hanya secara khusus masih ada yang harus diperbaiki,

seperti pemalsuan data KTP calon jamaah haji.110

Pemalsuan data KTP ini dikarenakan jamaah yang tidak bisa mendaftar di

daerah asalnya biasanya menumpang di daerah lain dengan memalsukan data KTP

seolah-oleh penduduk tetap. Kemenag tidak bisa berbuat banyak karena pembuatan

KTP menjadi kewenangan pemda yang dimulai dari tingkat desa, akan tetapi ketika

muncul ke permukaan pihak yang dipersalahkan adalah kemenag. 111

Menurut analisis sebagian kalangan, carut marut tentang persoalan daftar

tunggu berakar dari praktik dana talangan haji yang diberikan oleh pihak perbankan,

baik Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Kemudahan ini memicu

panjangnya daftar antrean tunggu calon jamaah haji atau tingginya animo ummat

109
Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015.
110
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015
111
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015

132
Islam untuk menunaikan ibadah haji. Kementerian Agama mensinyalir dengan

Dana Talangan Haji yang diberikan oleh Bank maka seseorang dapat mendaftar

untuk mendapatkan nomor porsi atau seat calon jamaah haji melalui bantuan

pinjaman dana dari Bank yang kemudian diangsur dalam kurun waktu tertentu.

Dana Talangan Haji tersebut dianggap mereduksi syarat istitaah atau

kemampuan secara finansial sebagai salah satu syarat seseorang menunaikan ibadah

haji sehingga Kementrian Agama berencana mempertimbangkan aturan yang

melarang penggunaan Dana Talangan Haji. Rencana larangan tersebut sebagai solusi

untuk mengurai daftar tunggu calon jamaah haji mendapat reaksi dari Majelis Ulama

Indonesia, melalui komisi fatwa MUI berpendapat Dana Talangan Haji itu

dibenarkan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.29/DSN-

MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah

dan fatwa (DSN) No.19/DSN-MUI/MUI/IV/2001 tentang Al Qardh Dana Talangan

Haji sehingga tidak melanggar dari persfektif hukum syariah karena Dana Talangan

Haji juga diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan dan memilki aset

tidak dalam bentuk tunai serta dinilai memiliki sumber pelunasan Dana Talangan

Haji yang jelas.

Silang pendapat antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Kementerian

Agama tentang Dana Talangan Haji sesungguhnya tidak akan berdampak signifikan

untuk mencari solusi terhadap keluhan calon jamaah haji yang ingun mendaftar

haji, seharusnya Kementerian Agama lebih fokus membenahi sistem pelayanan

pendaftaran Haji karena selama ini calon jamaah haji harus melewati berbagai pintu

133
atau instansi dalam pengurusan dokumen pendaftaran haji sehingga kedepan

diharapkan bisa diterapkan one roof system untuk lebih mengefisensikan prosedur

pendaftaran haji.112

Menurut IPHI, syarat istithaah yang menjadi dasar kewajiban melaksanakan

ibadah haji, tidak hanya secara finansial yang harus dipastikan berasal dari harta

sendiri yang baik dan halal, juga secara mental dan intelektual, seperti mampu

membaca alquran untuk kesempurnaan dan kemabruran haji.

Menurut IPHI, dana talangan yang mendistorsi syarat istithaah haji harus

dihentikan dan digantikan dengan cara-cara yang edukatif dan halal secara syari

agar umat kembali kepada proses yang benar dan dibenarkan menurut ketentuan

syariat Islam. Lembaga-lembaga keuangan harus menghentikan praktik yang sangat

memberatkan masyarakat ini.113

Menurut IPHI, daftar tunggu yang semakin panjang akibat pendaftaran

dibuka sepanjang tahun, maka diperlukan moratorium selama beberapa tahun untuk

menata kembali sistem pendaftaran yang lebih baik sambil menentukan skala

prioritas pemberangkatan bagi calon yang berusia lanjut dan daerah yang sangat

panjang daftar tunggunya. Dalam masa moratorium, dilakukan proses intensifikasi

pemahaman dan penguasaan terhadap Manasik dan Manafi Haji.

C. Pengelolaan Keuangan Haji

112
Arief Rahman, Problematika Penyelenggaraan Ibadah Hajidalam sangpencerah.com, Diakses
25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/09/problematika-penyelenggaraan-ibadah-
haji.html
113
Kurdi Mustofa, Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya dalam
iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/
PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf

134
Setiap tahun Pemerintah menentukan Biaya Penyelengaraan Ibadah Haji

(BPIH) yang meliputi biaya penerbangan, biaya pemondokan di Makkah dan

Madinah serta livingcost jamaah haji, sebelumnya setiap calon jamaah haji harus

menyetor awal dana tabungan haji ke Bank untuk mendapatkan porsi atau seat

kemudian melunasi sesuai besaran BPIH ketika jamaah haji tersebut berangkat.

Tabungan Haji dari setoran awal calon jamaah haji ini yang kini mencapai 40 triliun

rupiah dengan bunga rata rata 1 triliun rupiah yang dikelola oleh Kementrian

Agama dipergunakan untuk mensubsidi kebutuhan jamaah haji yang berangkat lebih

dahulu namun praktek ini minim sandaran hukumnya karena penggunaan bunga dari

tabungan jamaah haji juga tanpa persetujuan calon jamaah haji yang belum

berangkat serta besarnya bunga tabungan haji berpotensi rawan penyimpangan dan

penyelewengan seperti yang disinyalir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal penting selain bunga tabungan,yang paling disoroti adalah tentang

pengelolaan Dana Abadi Ummat (DAU) yaitu sejumlah dana yang diperoleh dari

hasil pengembangan Dana Abadi Ummat dan/atau sisa biaya operasional

penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber halal yang tidak mengikat. Ide ini

digagas ketika Menteri Agama dijabat oleh Tarmizi Taher dan saat ini diperkirakan

Dana Abadi Ummat tersebut mencapai 2,5 triliun rupiah, sesuai amanat pasal 47

ayat 1 UU no 13 Tahun 2008 Dana Abadi Ummat haruslah dikelola dan

dikembangkan untuk kemaslahatan ummat namun prakteknya pemerintah lebih

memilih menempatkan DAU ini dalam bentuk sukuk (Surat Berharga Syariah

Negara/SBSN) berupa Suku Dana Haji (SHDI) hal ini diperburuk dengan pencatatan

135
dan pelaporan DAU yang belum transparan dan akuntabel apalagi Badan Pengelola

Dana Abadi Ummat secara ex officio masih dijabat oleh pejabat Kementrian Agama

yang seharusnya sesuai dengan amanah Undang Undang disyaratkan melibatkan

unsur masyarakat didalam pengelolaan DAU.114

Salah seorang informan penelitian, Hifzan berharap kepengelolaan dana abadi

umat perlu lebih trasparan. Diharapkan, keuntungan dari dana tersebut dapat

menjadi keringanan bagi setoran haji setelah dihitung berdasarkan mekanisme Bank

syariah.

Dalam perkembangannya, terdapat beberapa isu menarik yang menyertai

pengelolaan dana penyelenggaraan ibadah haji yang berasal dari setoran awal

pendaftaran calon jamaah haji.115Pertama, bagi penyelenggara haji (Kementerian

Agama) dihadapkan pada masalah akuntabilitas pengelolaan dana awal

pendaftaran calon haji sebesar Rp.25.000.000,00 perorang untuk rentang waktu

sejak waktu masuk porsi haji di Siskohat sampai waktu keberangkatan yang

bersangkutan.

Kedua, bagaimana hukum kepemilikan dana awal pendaftaran calon haji

tersebut, yaitu milik calon jamaah yang bersangkutan atau milik pemerintah selaku

penyelenggara ibadah haji. Status kepemilikan setoran awal pendaftaran haji ini

menjadi sangat penting berkaitan dengan mekanisme dari sistem pendaftaran

sepanjang tahun tersebut merupakan proses administrasi ataukah sudah merupakan

114
Arief Rahman, Problematika Penyelenggaraan Ibadah....Ibid.
115
M. Hudori Asrori, Rekonstruksi Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Konteks
Perlindungan Hukum Terhadap Kepentingan Jamaah Haji, Disertasi Universitas Diponegoro Semarang,
2011, hal. xii.

136
perjanjian hukum yang saling mengikat. Secara perdata, kedua-duanya, baik

merupakan proses administrasi maupun perjanjian hukum yang mengikat akan

menimbulkan permasalahan hukum yang mempunyai akibat hukum, terutama

menyangkut hak dan kewajiban.

Ketiga, UU No. 13 Tahun 2008 memberi kewenangan untuk melakukan

efisiensi di dalam penyelenggaraan haji, yang ditampung dalam Dana Abadi Umat

(DAU). Jumlah dana yang berasal dari efisiensi penyelenggaraan ibadah haji, yang

ditampung dalam DAU adalah sangat besar. Sampai saat ini belum bisa digunakan,

karena belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan

DAU, dan sudah dibekukan sejak bulan Mei tahun 2005. Kebijakan untuk

melakukan efisiensi di dalam penyelenggaraan ibadah haji mengandung

kesenjangan hukum di bidang hukum negara maupun hukum agama. Di bidang

hukum agama, meskipun DAU untuk kepentingan umat, bagaimana faktor

keikhlasan Jamaah Haji yang bersangkutan. Sangat penting untuk dijadikan

pemikiran adalah ikrar dan keikhlasan Jamaah Haji sebatas pada pembiayaan

perjalanan ibadah hajinya. Di bidang hukum negara, hasil penelitian menunjukkan

tidak ada suatu klausulapun yang dinyatakan oleh Jamaah Haji mengenai

kesepakatan pemanfataan sisa biaya penyelenggaraan ibadah haji, dan tidak ada

satu klausulapun yang menyatakan bahwa di dalam penyelenggaraan ibadah haji

akan dilakukan efisiensi. Dengan demikian kebijakan efisiensi yang dilakukan di

dalam penyelenggaraan ibadah haji yang kemudian ditampung di dalam Dana

Abadi Umat adalah melanggar hukum negara maupun hukum agama.

137
Keempat, para calon jamaah Haji dalam perkembangannya dapat menjadi

komoditas bisnis perbankan dengan tawaran sistem talangan haji. Dalam hal ini

calon jamaah haji mendapatkan fasilitas pinjaman dana sebesar Rp.25.000.000,00

untuk dapat mendaftarkan pergi haji sehingga segera mendapat porsi haji. Dengan

kata lain, bisnis perbankan menangkap kesempatan pasar yang bagus untuk

memperluas nasabah, dengan memberikan talangan dana haji untuk memenuhi

keinginan calon jamaah haji segera mendapatkan porsi haji agar tidak terlalu jauh

dalam daftar tunggu.

Menurut IPHI, bunga tabungan dari setoran awal yang selama ini dikuasai dan

dimanfaatkan oleh Kementerian Agama harus dikembalikan kepada calon jamaah

haji sebagai haknya sehingga diharapkan dapat menutup kekurangan biaya yang

diperlukan mengingat panjangnya masa tunggu keberangkatan menunaikan ibadah

haji. Apabila peraturan perundangan menentukan penggunaan atas bunga tabungan

untuk pembiayaan penyelenggaraan haji, maka perlu dimintakan izin kepada calon

jamaah haji sebagai penabung.

Berkaitan dengan pemanfaatan Dana Abadi Umat, IPHI merekomendasikan

agar dana ini harus dikembalikan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. IPHI

dalam Rakernas X Tahun 2012 di Solo, 8-10 April 2012 merekomendasikan agar

Dana Abadi Umat diserahkan kepada Badan Wakaf Indonesia sebagai dana wakaf

untuk diproduktifkan bagi kepentingan umat, sebagaimana Hasil Ijtima Ulama

138
Komisi Fatwa Se-Indonesia III MUI Tahun 1430 H/2009 M di Padang Panjang, 24-

26 Januari 2009.116

Sementara itu, pihak pemerintah melalui Kemenag RI-, menyatakan sudah

mengelola Dana Abadi Umat dengan sukses. Pengelolaan dana haji sudah dilakukan

dalam SBSN, antara lain untuk mempersiapkan dokumen pembiayaan proyek

Kemenag melalui Sukuk Proyek (SBSN PBS), yaitu berupa proyek revitalisasi dan

pengembangan asrama haji senilai Rp 200 miliar. Menteri Keuangan dan Menteri

Agama pada Jumat, 22/11 telah menandatangani penyempurnaan Nota

Kesepahaman (MoU) tentang Penempatan Dana Haji dalam Surat Berharga Syariah

Negara (SBSN).

Kemenag dan Kemenkeu sudah menyepakati beberapa rencana yang akan

dilakukan terkait pengelolaan dana haji dalam SBSN untuk revitalisasi dan

pengembangan asrama haji yang direncanakan akan dilakukan di 4 asrama haji,

antara lain: Jakarta, Padang, dan Balikpapan. Proyek pengembangan asrama haji

melalui SBSN akan terus dilakukan pada tahun-tahun berikutnya dengan akad ijarah

aset to be leased.117

Partisipasi Kementerian Agama pada SBSN diharapkan menjadikan dana haji

sebagai pemain penting dalam pasar sukuk di Indonesia. Dengan berpartisipasi

116
Kurdi Mustofa, Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya dalam
iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/
PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf
117
Musthafa Ibrahim Al-Mubarak, Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke pelayanan
optimal, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25 September 2015,
http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359

139
dalam lelang sukuk negara di pasar perdana, dana haji diharapkan dapat memberikan

tambahan likuiditas di pasar sekunder bagi investor sukuk di Indonesia.

Dengan jumlah nominal dana haji yang terus meningkat, pilihan investasi bagi

dana haji juga akan semakin banyak dan nilai manfaatnya juga menjadi semakin

tinggi. Seiring dengan meningkatnya penempatan dana haji dalam sukuk negara,

diharapkan Kementerian Keuangan mendukung proyek-proyek strategis

Kementerian Agama dalam rangka peningkatan pelayanan ibadah haji kepada

jamaah, termasuk memiliki pesawat haji berbadan lebar, serta penjajakan investasi

pelayanan di Arab Saudi;

Dalam konteks penyelenggaraan ibadah haji, manfaat langsung yang bisa

diterima penyempurnaan Nota Kesepahaman ini, di antaranya mengurangi risiko

dalam pengelolaan dana haji melalui penempatan pada instrumen investasi yang

aman, berbasis syariah, dan bebas resiko. Selain itu, juga memberikan imbalan

investasi yang kompetitif sebagai sumber peningkatan kualitas layanan

penyelenggaraan ibadah haji.Penyempurnaan ini juga dalam rangka meningkatkan

transparansi pengelolaan dana haji, mengoptimalkan dana haji untuk mendukung

kegiatan dan program Kemenag.

Berdasarkan informasi dari sumber peneliti, Rizkan Syahbudin diungkapkan

pengelolaan pembiayaan haji ditangani oleh bank BRI atau BNI dengan sistem: (1)

tabungan haji, (2) setoran awal, (3) pelunasan. Menurut informan yang peneliti

temui, Hifzan, pengelolaan pembiyaan haji sudah bagus. Dalam pandangan Hifzan,

140
masih jamaah yang menyetorkan BPIH ke Bank konvensional, karena dorongan

ingin cepat.

Berkaitan dengan dana haji, informan penelitian, Zulkarnain Dali mengakui

masih ada permasalahan dalam pengelolannya. Dana ini dulu dikelola oleh

Kementerian agama, tetapi kini juga digunakan untuk membiayai keluarga presiden,

keluarga wapres, DPR, dan Menhamkan. Mengapa ada kebijakan Menteri Agama

menyiapkan dana lowong untuk 200 orang. Jika yang berangkat haji Presiden

misalnya, maka personil yang berangkat minimal 40 orang penuh dengan pengawal.

Menurut saya, kebijakan ini harus didiskusikan, untuk dicari jalan keluar

bagaimana yang terbaik.118

Informan yang lain, HM Nasron menyatakan pro kontra tentang pemanfaatan

dana abadi umat dipicu oleh adanya rongrongan dari pihak luar yang terus mencari

cela agar dana itu tidak terkumpul, dan meciptakan rasa saling curiga antara kita.

Kalau mau jujur, dana abadi umat adalah milik kita, seharusnya kita tidak takut

menggunakannya. Dana itu dalam setiap tahunnya mengalami kenaikan, milyaran.

Seharusnya, dana ini digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan hai,

misalnya kalau dulu jamaah haji diberi makan sekali, maka dijadikan 2 kali. Atau

mungkin dana ini digunakan untuk meringankan BPIH, misalnya biaya seharusnya

dibayar 20 juta diturunkan menjadi 19 juta dikarenakan ada dana abadi umat yang

menutupinya. Jadi setiap tahunnya, ada dana yang tersedia untuk meringankan

118
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.

141
beban biaya jamaah haji. Itulah kemungkinan cara menggunakan dana abadi

ummat.119

Berkaitan dengan usulan meringankan BPIH haji bagi jamaah haji asal

Indonesia pernah mengemuka dalam pembahasan antara DPR RI Komisi VIII

dengan Kementerian Agama. Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid

mengusulkan sejumlah langkah agar pelaksanaan ibadah haji lebih efesien sehingga

pada gilirannya dapat menekan BPIH.Pertama, menekan biaya sewa pemondokan

untuk jamaah haji dengan cara melakukan penyewaan jauh hari, misal setahun

sebelum pelaksanaan ibadah haji. Dengan cara itu posisi tawar menjadi lebih tinggi,

sehingga diperoleh harga yang lebih murah dibanding jika sewa dilakukan saat

mendekati ibadah haji.120

Melakukan penyewaan jauh-jauh hari, selain terbuka peluang mendapatkan

harga yang murah juga memberi keleluasaan untuk memilih tempat yang dekat

dengan pusat ibadah, yakni Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di

Madinah.

Untuk itu, Hidayat mengusulkan agar pembahasan masalah sewa ini

dibicarakan dengan DPR lebih awal. Misalnya untuk musim haji tahun 2016, sudah

dibicarakan sejak sekarang. Sehingga tim negosiasi yang berangkat untuk mencari

pemondokan musim haji 2015, juga bisa langsung mencari untuk 2016.

119
Wawancara dengan HM. Nasron HK, 15 Oktober 2015
120
Usulan ini disampaikan saat Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama Lukman
Saifuddin, Kamis (29/1-2015) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Agung Sasongko, Ini Tiga Usulan
Efisiensi Pelaksanaan Haji 2015, dalam republika.co.id, Dipublikasikan pada tanggal 30 Januari 2015,
http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/15/01/30/nizay6-ini-tiga-usulan-efisiensi-
pelaksanaan-haji-2015

142
Kedua, mempersingkat waktu ibadah. Jika selama ini jamaah haji berada di

Arab Saudi sampai dengan 40 hari, bisa dipersingkat menjadi maksimal 30 hari.

Hidayat menilai, sejatinya untuk melaksanakan ibadah haji cukup dengan waktu

maksimal 20 hari.Jika masih ingin beribadah bisa ditambah 10 hari sehingga

maksimal bisa 30 hari.

Dengan pemangkasan waktu di Arab Saudi selama 10 hari, banyak dana yang

bisa dihemat. Apalagi jika bisa lebih singkat lagi.Ketiga, membuka peluang

maskapai penerbangan lain di luar Garuda Indonesia dan Saudi Arabia Airlines

untuk mengangkut jamaah haji Indonesia. Dalam pandangan Hidayat, dengan

membuka tender untuk maskapai lain mengangkut jamaah haji Indonesia akan

terjadi persaingan harga yang pada gilirannya pemerintah mendapat harga yang

kompetitif.Jika tiga hal ini dapat dilakukan pemerintah akan terjadi penghematan

yang cukup besar sehingga pada gilirannya BPIH juga dapat ditekan.

Usulan hampir senada dikemukakan pula oleh Ketua Komisi VIII DPR dari

Fraksi PAN, Saleh Daulay. Menurutnya, perlu mempersingkat ibadah haji di Tanah

Suci yang semula 40 hari menjadi 30 hari. Tujuannya untuk menghemat biaya haji.

Selama ini, para jamaah Indonesia membutuhkan waktu 40 hari dalam

melaksanakan ibadah haji. Padahal negara lain, seperti Iran, Irak, atau Malaysia

hanya memerlukan waktu kurang dari 30 hari. Saleh meminta agar pelaksanaan

ibadah haji bila bila perlu dipercepat 25 atau 28 hari atau maksimal 30 hari. Hal ini

143
mengingat inti ibadah haji itu hanya maksimal 7 hari, mulai 8 Zulhijjah hingga 13

zulhijjah.121

Dengan mempersingkat jamaah haji di tanah suci akan memangkas biaya

ibadah haji itu sendiri. Terlebih saat ini harga minyak dunia turun dari US$ 85

menjadi US$ 50. Dengan mempecepat pemulangan jamaah haji 10 hari akan dapat

memotong 10 hari biaya makan, sewa tempat penginapan dan biaya hidup di tanah

suci. Sebagai dampaknya, beban calon finansial jamaah haji lebih ringan.

Menanggapi usulan ini, Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifudin

mengatakan banyak alasan yang membuat waktu ibadah haji jamaah Indonesia

mencapai 40 hari. Menurutnya, para jamaah haji Indonesia umumnya ingin

melaksanakan salah satu sunnah Nabi Muhammad berupa pelaksanaan shalat

Arba'in, yaitu yaitu shalat berjamaah sebanyak 40 kali berturut-turut di masjid

Nabawi Madinah. Namun ada juga yang melaksanakan shalat tersebut sekurang-

kurangnya 8 hari atau 9 hari. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa

ibadah haji jamaah Indonesia hingga mencapai 40 hari.122

Untuk mempersingkat jumlah hari dalam indah haji pada jamaah Indonesia

menurut Menag sangat sulit dilaksanakan. Hal ini mengingat disebabkan oleh jadwal

penerbangan yang padat di Mekkah dan Madinah, serta karena faktor keinginan para

jamaah Indonesia yang ingin menyempurnakan pelaksanaan sunnah Nabi

Muhammad dengan Shalat Arbain. Jumlah jamaah haji Indonesia merupakan yang

121
Arie Heraldin, Hemat Biaya, DPR Minta Ibadah Haji Dipersingkat, dalamradarpena.com,
Dipublikasikan, 30 Januari 2015 http://radarpena.com/read/2015/01/30/15229/6/2/Hemat-Biaya-DPR-
Minta-Ibadah-Haji-Dipersingkat
122
Ibid.

144
terbesar dengan 168.800 jamaah. Jumlah ini sudah dikurangi 20 persen karena

adanya renovasi di Masjidil Haram.

Dikatakan Menag Lukman, para jamaah usai melaksanakan ibadah haji harus

antre dengan jadwal penerbangan yang padat di Jeddah dan Madinah. Hal ini masih

terjadi walaupun Indonesia adalah satu-satunya negara yang diberikan gate atau

gerbang sendiri di bandara Jeddah.Dalam sehari di gate khusus Indonesia maksimal

bisa memberangkatkan 13 penerbangan.Dalam setiap penerbangan, total jamaah haji

yang bisa diberangkatkan rata-rata 450 jamaah dengan menggunakan pesawat jenis

Boing 747 seri 400. Bila dikalikan dengan 13 penerbangan maka dalam sehari,

jamaah haji yang bisa diberangkatkan sekitar 6000-an. Sementara jamaah haji

Indonesia mencapai 168.800 orang.Inilah problemnya dan kita ingin memperkecil

hari. Tapi harus menunggu antre kepulangan. Tapi, mudah-mudahan dengan

pembangunan bandara di Madinah dapat mengurangi kepadatan antrean, sehingga

tidak hanya terfokus di Bandara Jeddah.

Terkait antrean panjang pesawat, Saleh Daulay meminta agar Menag bisa

memberikan solusi lain, selain berharap pembangunan bandara Madinah segera

selesai. Misalnya saja, Kemenag bisa mengatur jadwal penerbangan dengan

gelombang pertama mendarat di Madinah lalu menggunakan jalan darat ke Mekkah.

Setelah itu kembalinya ke tanah air berangkat dari Jeddah.Bila usulan

diimpelentasikan dengan baik akan dapat mengefisienkan kerangkatan dan

pemulangan jamaah haji Indonesia.

D. Pembinaan Ibadah Haji

145
Pembinaan ibadah haji dalam bentuk pengaturan mengenai mekanisme dan

prosedur pembinaan ibadah haji, serta pedoman pembinaan, tuntunan manasik, dan

panduan perjalanan ibadah haji dilakukan oleh Kemenag yang berfungsi sebagai

regulator dalam pengelolaan ibadah haji.

Pelaksanaan manasik bagi jemaah haji diatur dalam Peraturan Pemerintah No.

79 Tahun 2012. Dalam PP ini dijelaskan bahwa bimbingan jemaah haji

dilaksanakan sebelum keberangkatan ke Arab Saudi, selama perjalanan dan selama

di Arab Saudi (pasal 14;1). Bimbingan jemaah haji meliputi: bimbingan

pelaksanaan ibadah haji atau manasik haji, bimbingan perjalanan haji, dan

bimbingan kesehatan.123

Bimbingan jemaah haji diselenggarakan oleh Pemerintah, dan jemaah bisa

menerima bimbingan haji yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik

perseorangan maupun kelompok. Bimbingan yang dilaksanakan perseorangan

wajib memiliki: pemahaman mengenai syarat rukun ibadah haji, pengalaman

melakukan ibadah haji.

Bimbingan yang dilaksanakan kelompok harus mendapat izin Menteri

Agama/Kanwil Kemenag Provinsi.Bimbingan sebelum keberangkatan dilakukan

bagi jemaah haji yg berhak melunasi BPIH dalam alokasi kuota musim tahun

berjalan (pasal 15 ayat 2).

123
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2012 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji,
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2012.

146
Bimbingan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Bimbingan secara

langsung diberikan dalam bentuk tatap muka di tingkat kecamatan dan di tingkat

Kab/Kota. bimbingan secara tidak langsung diberikan melalui media. Bimbingan

meliputi: manasik haji, perjalanan dan pelayanan haji, kesehatan serta hak dan

kewajiban jemaah. Kegiatan bimbingan manasik pada tingkat Kab./Kota dilakukan

sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan, sedangkan pada tingkat KUA Kec. dilakukan

sebanyak 7 (tujuh) kali pertemuan.

Alokasi waktu bimbingan manasik haji untuk 1 (satu) kali pertemuan adalah 4

(empat) jam pelajaran (4x60 menit) per hari.Pelaksanaan bimbingan manasik haji

pada tingkat Kab./Kota, Kepala Kankemenag Kab./Kota dapat berkoordinasi

dengan Pemda, dinas terkait dan memberdayakan tokoh agama Islam sebagai

narasumber.Pelaksanaan bimbingan manasik haji pada tingkat KUA Kecamatan,

Kepala KUA dapat memberdayakan Penyuluh Agama Islam, tokoh agama Islam

dan tenaga medis sebagai narasumber.

Metode bimbingan/pembinaan haji terdiri atas:

(1) Penataran Calon Jamaah Haji (Pembimbingan Paket)

Calon jamaah haji yang telah mendapatkan quota atau nomor porsi

untuk pelaksanaan penyelenggaraan haji tahun yang berjalan diberikan

pembekalan pengetahuan perhajian meliputi: ilmu manasik, ketentuan

perjalanan (traveling) dan kesehatan haji. KBIH sebagai pelaksana

pembimbingan atau pembekalan awal terhadap jamaah haji KBIH menjadi

tumpuan harapan bahwa setiap calon jamaah haji dengan 10 kali pertemuan

147
benar-benar telah menyerap dan memahami dengan baik ilmu manasik dan

tata cara pelaksanaannya.

(2) Ceramah

Metode ceramah adalah metode pemaparan penjelasan dan penuturan

secara lisan oleh pembimbing dihadapan peserta pelatihan. Pada umumnya

ceramah merupakan salah satu bentuk penyajian materi dengan cara berpidato.

Materi yang disajikan adalah materi yang sesuai dengan proses tahapan

kegiatan pelaksanaan ibadah haji. Penyajian ceramah selain uraian agar

ditampilkan pula dengan slide atau film-film bimbingan manasik haji.

(3) Sarasehan

Sarasehan adalah salah satu bentuk kegiatan seperti ceramah yang

mendekati bentuk diskusi, hanya saja diskusi sifatnya lebih ilmiah dengan

ketentuan formalitas, sedangkan sarasehan tidak memerlukan ketentuan

formal. Permasalahan yang dibicarakan hendaknya masalah yang sering

terjadi dalam kegiatan pelaksanaan ibadah haji.

(4) Pengajian

Pengajian dalam rangka pendalaman materi hendaknya diikuti oleh

peserta yang terbatas. Pengajian hendaknya membahas beberapa materi

manasik haji tertentu dan penyajian secara bertahap serta dalam waktu

tertentu.

(5). Home Visit

148
Selain pembicaraan-pembicaraan yang bersifat pembahasan dan ilmiah,

diperlukan adanya pendekatan yang lebih pribadi dan berdampak sosial, yaitu

Home Visit (kunjungan ke rumah), dilakukan baik secara individual maupun

kelompok.

(6). Konsultasi

Salah satu tugas pokok KBIH adalah menerima pengaduan jamaah

hajinya dan sekaligus memberikan solusi pemecahan terhadap sesuatu yang

dihadapi jamaahnya. KBIH berfungsi sebagai tempat konsultasi jamaah

hajinya, sekaligus KBIH bertindak sebagai konsultan.

(7). Peragaan

Peragaan salah satu cara memberikan penyuluhan haji kepada

masyarakat yang mudah dimengerti dengan pelaksanaannya.

Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan, manasik dilaksanakan oleh

Kemenag dan KBIH. Hanya saja, para jamaah yang akan mengikuti manasik

hajioleh Kemenag cenderung diarahkanke KBIH tertentu.

Kata Hifzon:

Jamaah takut untuk mengikuti ke KBIH lain di luar arahan Kemenag. Hal ini
berakibat pelaksanaan manasik cenderung numpuk pada satu KBIH tertentu,
sedangkan KBIH yang lain kosong124

Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan, manasik yang diselenggarakan

kemenag dianggap kurang efektif dikarenkana sarana yang tersedia kurang

memadai sehingga tidak melayani peserta yang terlalu banyak. Di sisi lain, jadwal

124
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.

149
penyelenggaraan manasik dianggap kurang efektik, karena dilaksanakan pada

bulan Agustus-September, waktu yang sudah mendekati keberangkatan. Menurut

Hifzon, manasik yang diselenggarakan KUA dalam 1 paket: 1 minggu secara

maraton dengan peserta yang berbeda-beda dinilai kurang efektif.

Menurut informan yang peneliti temui, Hifzan terungkap bahwa materi

manasik perlu diarahkan pada penanaman kesabaran dalam ibadah. Biasanya setiap

mahtab diberi jadwal manasik.

Idealnya manasik tidak hanya ketika sebelum berangkat haji. Ketika berada di

pemondokan Madinah tetap harus dilaksanakan manasik haji oleh petugas. Kata

Hifzon:

Jangan hanya mengandalkan manasik haji ketika Indonesia. Kalau manasik


di Mekkah langsung berhadapan dengan dilokasi yang kadang-kadang
menghendaki penjelasan khusus.125

Hifzon lebih lanjut menyatakan:

Saya masih melihat indikasi bahwa manasik belum berjalan dengan benar.
Misalnya ketika jamaah bertayamum di pesawat tidak benar, yang
menunjukkan manasiknya tidak benar. Kemudian sujud sajdah yang
seharusnya dilaksanakan dengan benar banyak jemaah yang rukuk biasa,
sebagai pertanda belum mengerti). Batal wudhu pada saat tawaf adalah kasus
spesifik maka dalam manasik perlu dijelaskan dimana dia berwudhu.

Berdasarkan instruksi dari Kepala Kantor Kemenag, KUA dilibatkan dalam

pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji. Pada tahun 2014, KUA melakukan

pembinaan dengan melaksanakan 7 kali pertemuan manasik bagi para calon

125
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.

150
jamaah haji sesuai dengan petunjuk dari pusat. KUA telah menyiapkan jadwal

untuk pelaksanaan manasik haji.

Pelaksanaan manasik haji dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

membuat himbauan kepada Bank Penerima Setoran (BPS)-BPIH untuk

mengadakan manasik (pembekalan awal) bagi jamaah calon haji yang mendaftar

melalui BPS-BPIH tersebut, menghimbau kepada jamaah calon haji untuk

membuat kelompok belajar dan mengangkat pelatih sendiri atau mengikuti yang

diadakan oleh KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji), dilakukan pelatihan

manasik haji bagi calon jamaah haji Kota Bengkulu tahun 1436 H/2015.

Adapun materi pelatihan memuat tentang: kebijaksanaan pemerintah tentang

penyelengaraan ibadah haji, bimbingan umum, bimbingan ketua regu dan

rombongan, bimbingan kesehatan haji, bimbingan ibadah haji, peragaan/praktek

manasik haji. Sedangkan untuk memudahkan dalam penyampaian materi manasik

haji metode pelatihan yang digunakan adalah: ceramah umum dan tanya jawab,

yang diikuti oleh semua calon jamaah haji, tempat Aula Asrama Haji; ceramah dan

tanya jawab, materi khusus manasik haji, calon jamaah haji dibagi dalam beberapa

kelompok/kelas, tiap kelas dibimbing 1 (satu) tutor; peragaan/praktik, metode ini

dilaksanakan di luar kelas atau lapangan, untuk manasik haji meliputi tawaf, sa'i,

melontar jumroh yang dibimbing tutor khusus manasik haji.126

126
Imam Syaukani (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia (Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Beragama Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009), hal. 10.

151
Sebagaimana diketahui, Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi unit terkecil

dari Kemenag dalam menyukseskan pelayanan haji. Hal ini menandai

perkembangan baru bagi kiprah KUA yang selama ini diasumsikan hanya

mengurusi nikah, talak dan rujuk saja. Padahal tugas KUA itu sangat luas sekali,

termasuk mengurusi masalah lintas sektoral, keluarga sakinah dan kerukunan umat

beragama. Sementara secara kuantitas maupun kualitas SDM yang dimiliki KUA

masih kurang sekali. Dengan mulai dilibatkan dalam pelaksanaan penyelenggaraan

ibadah haji sejak Lima (5) tahun terakhir maka semakin bertambah beban yang

harus ditanggung oleh KUA.

Peneliti mewancarai informan dari kalangan Kantor Urusan Agama (KUA)

untuk mengungkap sejauh mana kiprah dan keterlibatan KUA dalam

penyelenggaraan manasik di Propinsi Bengkulu. Salah seorang informan,

mengungkapkan bahwa KUA dilibatkan dalam penyelenggaraan ibadah haji sejak

lima tahun terakhir. Manasik wajib dilaksanakan pada KUA masing-

masing.127Kalau di peserta manasik di Kecamatan berjumlah 30 orang atau lebih

maka dilaksanakan manasik sendiri. Jika peserta manasik kurang dari 30 orang

digabung denga kecamatan lain.

Abdullah yang sehari-harinya sebagai kepala KUA Seluma Barat menyatakan

bahwa manasik dilaksanakan selama 4 hari, dari pagi sampai siang. Dana

disiapkan oleh kemenag dengan rincian Rp. 15.000 per-orang terdiri dari: uang

127
Wawancara dengan Abdullah, 31 Oktober 2015.

152
makan, dan snack, dikalikan 4 hari. Dana selama ini berjalan lancar, hanya saja

dicairkan agak mepet.

Diungkapkan oleh Abdullahmateri manasik haji berupa hal-hal berkaitan

dengan haji seperti rukun haji, yang membatalkan haji, kesehatan, embarkasi

antara, dan embarkasi penuh dan lain-lain.

Penjelasan tentang keterlibatan KUA dalam penyelenggaraan manasik juga

datang dari salah seorang informan, Mashuri. KUA, dilibatkan penuh dalam

pembinaan manasik sejak 2010. Jadi tepat sejak 5 tahun ini yang lalu kami

dilibatkan 100 % dalam pembinaan manasik. KUA Selebar melaksanakan

manasik haji di Masjid ar-Rahman Pagar Dewa. Pada tahun 2015, manasik

dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan.Untuk tahun 2014, waktu manasik lebih

panjang. Para peserta memperoleh pembinaan manasik lebih dari 7 kali

pertemuan.128

Menurut ketentuan, bimbingan manasik haji di tingkat KUA kecamatan

dilakukan sebanyak 7 kali, sedangkan di tingkat kabupaten/kota dilakukan

sebanyak 3 kali. Pada tingkat KUA kecamatan dilakukan dalam bentuk Bimbingan

kelompok, dan pada tingkat kabupaten/kota dilakukan dalam bentuk Bimbingan

massal.

Materi-materi manasik berisikan materi sesuai silabus dengan rincian:

prosedur perjalanan ibadah haji mulai dari persiapan, pemberangkatan dan shalat

safar, hak dan; kewajiban jemaah haji; pelayanan di asrama haji dan tanah suci,

128
Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015.

153
kondisi sosial budaya di arab saudi, ketentuan manasik haji dan umrah (syarat,

rukun, wajib haji dan umrah), pengertian haji dan umrah, hikmah haji dan umrah,

manasik ibadah haji (miqat, ihram dan talbiyah), thawaf dan sai, wukuf di arafah,

pembayaran dam, manasik ibadah haji (mabit di muzdalifah dan mina), melontah

jumrah (tanggal 10, 11,12,13 dzulhijjah), nafar awal / tsani, manasik ibadah haji

(thawaf umrah), thawaf ifadlah, thawaf sunat, thawaf wada, shalat arbain, ziarah

di makkah dan madinah, manasik kesehatan haji, akhlak /pelestarian haji mabrur,

praktek manasik haji/ latihan operasional.129

Menurut informasi Mashuri, KUA yang dipimpinnya menyelenggarakan

manasik sendiri. Hal ini karenakan sudah memiliki SDM yang cukup. Kami

memiliki staf sebanyak 7 orang, fungsional penghulu 4 orang, dan fungsional 2

orang. KUA Selebar dapat menyelenggarakan manasik sendiri karena para peserta

berasal dari kota yang tempat tinggalnya berdekatan. Manasik yang telah

dilaksanakan sudah tepat sasaran, pesertanya cukup interaktif dan merupakan

gabungan dari berbagai latar belakang.

Menurut Mashuri, ada perbedaan antara manasik yang diselenggarakan oleh

KUA dengan Kemenag Kota. Materi manasik yang diselenggarakan KUA

berkaitan dengan hal-hal riil atau praktis yang harus dipersiapkan oleh calon Haji.

Sementara manasik yang diselenggarakan Kemenag berisi kebijakan umum seperti

penerbangan, kesehatan, dan pemondokan.130

129
Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015.
130
Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015.

154
Diakui oleh Mashuri, pihaknya menghadapi kendala menyangkut waktu

penyelenggaraan manasik yang berdekatan dengan pelaksanaan haji. Waktu

manasik yang berdekatan dengan musim haji yang menjadi kendala kami. Untuk

pendanaan, diakui Mashuri cukup lancar. Per-orang diberikan 30 ribu untuk biaya

konsumsi peserta.

Menurut informan penelitian, Abdullah, KUA-KUA di Bengkulu ini

menyusun program pembinaan, tutor secara bersama-sama untuk penyelenggaraan

ibadah haji, sehingga dapat diatur secara proporsional antara jumlah jamaah

dengan pelaksana kegiatan pembinaan. Untuk jamaah berjumlah diatas 20 orang

maka KUA dapat menyelenggarakan manasik sendiri, namun bila jamaah dibawah

20 orang dipersilahkan bergabung dengan KUA terdekat. Dicontohkan: calon

jamaah haji dari Kec. Seluma Barat berjumlah 3 orang di gabung dengan Kec.

Seluma Kota, Seluma Selatan, Seluma Sugih karena jumlah jamaahnya sedikit.

Menurut Abdullah, peserta manasik di seluma sebanyak 60 yang berasal dari

Kecamatan Sebidang Alas, Talo, Talo Kecil, Pinggir, Seluma Timur, Seluma

Selatan, Seluma Barat, Lubuk Sandi, Air Priukan, Seluma Kota. Pelaksanaan

manasik dipusatkan di, yaitu di Masjid al-Aaraf Kecamatan Tais Kota.131

Kegiatan pembinaan dan bimbingan manasik terhadap calon haji dilakukan

secara intensif untuk mendidik kemandirian dalam pelaksanaan seluruh rangkaian

ibadah haji, agar tidak bergantung kepada pembimbing haji, serta memahami

dengan sungguh-sungguh Manasik dan Manafi Haji;

131
Wawancara dengan Abdullah, 31 Oktober 2015.

155
Berkaitan dengan manasik, peneliti menanyakan kepada informan,

Zulkarnain Dali, yang mengungkapkan bahwa manasik diberikan oleh petugas

yang bersertifikasi. Sertifikat itu dikeluarlkan oleh Dirjen penyelenggaraan haji

dan umrah terhadap peserta pelatihan sertifikasi manasik haji. Bagusnya setelah

kita selesai pelatihan itu bagi para petugas jamaah itu mendapatkan semacam

sertifikat.

Informan yang lain, Rozian Karnedi menyatakan setahu dia belum ada

sertifikat manasik pembinaan haji yang dikeluarkan. Yang ada berupa sertifikat

bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan dikeluarkan KBIH.

Menurut IPHI, sertifikat Manasik yang menandai seseorang telah lulus

manasik, termasuk lulus uji baca tulis al-Quran perlu dijadikan salah syarat

pendaftaran agar kualitas haji makin meningkat untuk mencapai kesempurnaan dan

kemabruran haji. Hal ini juga dapat menekan jumlah pendaftar haji yang hanya

mengandalkan kemampuan finansial tetapi tidak cukup bekal ilmu dan

pengetahuan agama, terutama kemampuan baca tulis al-quran untuk menunaikan

ibadah haji.132

Pembinaan jamaah sebaiknya juga dilaksanakan pasca haji. Pembinaan pasca

haji dilakukan dalam rangka memelihara kemabruran haji, serta meningkatkan

kontribusi para haji terhadap upaya peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan

umat Islam dan bangsa Indonesia. Di Bengkulu, pembinaan pasca haji biasanya

132
Baca Kurdi Mustofa, Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan Solusinya
dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/
PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf

156
dilaksanakan oleh insiatf sendiri jamaah dan KBIH. Diungkapkan oleh salah

seorang informan, Rozihan, dirinya sebagai mantan ketua rombongan haji telah

membentuk IAHA (Ikatan Alumni Haji Arafah). Awalnya, beranggota 20 s/d 50

orang. Kini sudah banyak yang bergabung. Peserta yang ikut adalah jamaah dari

Kota dan Bengkulu Utara.

Dikatakan Rozihan:

Dulu IAHA menyelenggarakan kegiatan pengajian bagi jamaah pasca haji


setiap bulan sekali. Agar tidak bosan maka sekarang dilaksanakan 1 kali
dalam setiap dua bulan. 133

E. Penyediaan Transportasi Haji

Menyangkut persoalan penyediaan trasportasi juga tidak luput dari persoalan.

Menurut Zahdi, transportasi haji dapat dikelompokkan dalam dua jenis: (1) darat, (2)

udara; (1) daerah dan (2) nasional (pemerintah pusat/Kemenag RI). Transportasi

jamaah haji dari rumah ke embarkasi keberangkatan perlu mendapatkan perhatian.

Ongkos transortasi dari rumah ke tempat embarkasi tidak masuk dalam item

komponen ONH. Karena itu, seharusnya menjadi tanggung jawab pemda. Dalam

prakteknya berbeda-beda. Ada jemaah haji yang iuran sendiri dengan meminta

Kemenag yang menangani, ada pemda yang menganggarkan 1 juta per-orang untuk

transportasi, serta ada pemda yang menyediakan angkutan dan memberikan

konsumsi.134

Menurut Zahdi, untuk transportasi luar negeri bagi jemaah haji sejauh ini

sudah berjalan baik. Transportasi bagi jamaah haji selama di Arab Saudi telah
133
Wawancara dengan Rozihan, 8 Nopember 2015.
134
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

157
disediakan secara cukup. Bis disewa sebesar 4500 real per-hari selama 24 jam. Ada

jadwal-jadwal keberangkatan dan penjemputan. Di setiap jalan ada halte-halte untuk

jamaah haji Indonesia. Ada buku kontrol untuk masing-masing angkutan yang

disewa. Jika seharusnya menurut kontrak ia memutar 20 kali, sementara berdasarkan

buku catatan hanya memuatar 15 kali maka akan hanya dibayar 15 kali.Khusus

untuk tanggal 8 Zulhijjah atau sebelum wukuf tidak disewakan karena mubazir tidak

dapat dimanfaatkan karena semua tempat menjadi lautan manusia. Jika bis

disediakan tidak akan dapat bergerak kemana-mana.135

Berdasarkan informasi dari Hifzon terungkap bahwa ada sedikit permasalahan

dalam penyediaan transportasi selama di Arab Saudi. Tepatnya ketika tidak jalan 3

hari setelah lempar jumroh, transportasi yang disediakan Arab saudi tidak jalan

sehingga harus jamaah haji berjalan kaki selepas dari Mina.

Pemerintah Indonesia dalam mengatur transportasi berperan dalam penunjuk

perusahaan pelaksana transportasi udara Jemaah haji pulang pergi ke Arab Saudi

yang dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan keselamatan,efisiensi, dan

kenyamanan bagi jemaah haji. Adapun transportasi calon jemaah haji dan Jemaah

haji dari daerah asal, pulang pergi ke asrama emberkasi di koordinasi oleh

kordinator penyelenggaraan ibadah haji provinsi atau penyelenggaraan ibadah haji

kabupaten/kota. Sedangkan untuk akomodasi Pemerintah Indonesia melalui menteri

bertugas untuk menyediakan akomodasi bagi Jemaah haji tanpa memungut biaya

tambahan dari Jemaah haji di luar BPIH yang telah ditetapkan. Akomodasi yang

dimaksud ialah Pemondokan di Mekkah, Madinah, Madinatul Hujjaj Jeddah dan

135
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

158
perkemahan di Arafah dan Mina yang memenuhi syarat kesehatan, kenyamanan,

kemudahan dan keamanan.136

F. Penyediaan Konsumsi Haji

Diungkapkan oleh informan, Zahdi Tahir, penyediaan katering selama jemaah

haji di Arab Saudi sudah terlayani dengan baik. Mungkin masih ada persoalan

sedikit, berkaitan dengan sosialisasi. Bagi setiap jamaah haji diberika jatah makan

15 kali makan siang.137

Dalam pemberian makan siang oleh katering juga masih menyisakan masalah.

Katering ketika wuquf di Arafah biasanya diberikan setelah shalat zuhur. Dalam

suasana seperti ini, menjadikan ketua rombongan, kloter, dan ketua regu sibuk

mengurusi katering, sedangkan pada saat bersamaan kita akan melaksanakan wukuf

diarah. Kondisi ini tentu saja mengganggu kekhusukan wuquf para jamaah. Untuk

itu, alangkah baiknya pembagian katering dilaksanakan sebelum wuquf.138

Informan yang lain, Rozian Karnedi menyatakan bahwa secara umum

pelayanan katering sudah cukup baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada

tahun-tahun sebelumnya, pembagian makanan di Mina masih antri. Tapi sekarang

sudah sisitim katering, jadi masing-masing jamaah mendapatkan 1 kotak nasi dan air

minum dan buah-buahan. Hanya saja kadang-kadang di Mina menunya kurang

bervariasi. Sering kali lauknya ayam, tidak disesuaikan dengan selera orang-orang

136
Idmah Amaliah Mustainah, Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan
Malaysia 2005-2010, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal.63.
137
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
138
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.

159
Indonesia dan tidak ada sambalnya. Ke depan, hal ini perlu diperhatikan dan

dikoreksi. Tapi secara umum dari segi pelayanan, waktu, kecepatan cukup baik.139

G. Penyediaan Akomodasi Haji

Penyediaan akomodasi harus berdasarkan mekanisme yang jelas, yaitu: apakah

penempatan pemondokan bagi jemaah haji itu berdasarkan sistem undian/Qurah

seperti yang selama ini diberlakukan, atau berdasarkan kategori jauh dan dekatnya

pemondokan dengan Masjidil Haram di Makkah/Masjid Nabawi di Madinah. Hal ini

membawa konsekuensi terhadap adanya perbedaan biaya pemondokan serta

menjunjung tinggi asas keadilan yang menjadi dasar pengelolaan ibadah haji.

Adilkah dengan biaya yang sama, sebagian jamaah sangat dekat, sementara sebagian

yang lain sangat jauh pemondokannya dengan masjidil haram/masjid nabawi. Oleh

karena itu, perlu dipikirkan kembali kriteria dan sistem penetapan BPIH agar jemaah

haji merasakan asas keadilan yang nyata dalam pelaksanaan ibadah haji.

Menanggapi persoalan akomodasi, salah seorang informan, Zahdi

mengungkapkan bahwa aturan sewa pemondokan jamaah haji melalui lelang sangat

sulit diterapkan. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa pengusaha

pemondokan adalah orang asli Arab Saudi. Dalam benak mereka, pihak yang butuh

(pemerintah/kemenag) yang seharusnya datang ke Arab. Mereka enggan datang

untuk ikut lelang, dan justeru kita yang diminta datang. Belum lagi kemungkinan

139
Wawancara dengan Rozihan, 17 Oktober 2015.

160
ada pencari pemondokan dari negara lain yang berani membaya mahal dan memberi

DP yang tinggi. Hal ini tentu akan menyulitkan pihak pemerintah/kemenag. 140

Berkaitan dengan penyediaan akomodasi (pemondokan) perlu juga dibenahi.

Menurut informan, Hifzon, mengapa dari dulu sampai sekarang jemaah haji asal

Indonesia tidak pernah dapat mendapatkan pemondokan di lantai 1,2,3. Biasanya

mereka mendapatkan kamar di lantai 5, padahal kita datang lebih awal. Sementara

jamaah haji dari negara luar dapat memperoleh pemondokan pada lantai 1,2,3 pada

hal datangnya terlambat. Resikonya, para jamaah kita ketika pulang dari sholat

berebut lif, sehingga menimbulkan keributan. Kondisi penginapan jamaaah haji asal

Indonesia selama 8 hari di Madinah, dan 20 hari di Mekkah seperti itu. (20 hari), ada

keributan/ berebut.Untuk itu, memerlukan perjuangan untuk mendapatkan

pemondokan pada lantai 1,2 atau 3.141

Jika dicermati, kurang maksimal fasilitas dan sarana yang disediakan untuk

jamaah haji berpangkal dari siklus tahunan. Dirjen pelaksana haji dan Umroh

Departemen Agama (Depag) melakukan negosiasi untuk memperoleh sarana dan

fasilitas haji dari Arab Saudi melalui siklus tahunan. Tepatnya, pada masa

pelaksanaan ibadah haji berlangsung dalam tahun berjalan tersebut. Siklus

perundingan seperti ini akan mengakibatkan susahnya untuk mendapatkan fasilitas

serta sarana yang memadai bagi jemaah haji. Dengan siklus perundingan haji yang

berdasarkan pada tahun berjalan ini tentu saja persiapan mengenai segala sesuatu

140
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
141
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.

161
yang berhubungan dengan pelaksanaan haji akan tidak terlaksana dengan maksimal

karena kurangnya persiapan maupun perencanaan awal yang matang, karena

perundingan dilaksanakan pada musim haji tersebut. Yang terjadi dilapangan,

jemaah haji Indonesia banyak menuai masalah terutama dalam hal pemondokan,

serta catering.142

Persoalan adomodasi ini peneliti konfrontir kepada informan yang, Rozihan

Karnedi. Dia berharap, hotel sebagai penginapan bagi jamaah haji Indonesia pada

masa mendatang perlu diupayakan agak lebih dekat dengan Masjidil Haram.

Walaupun tidak bisa semua hotel jamaah haji Indonesia dengan dengan Masjidil

Haram, perlu diupayakan semampunya. Selain itu, perlu memperbanyak petugas

parker yang sudah berpengalaman. Kami melihat tragedi di Mina, dan tragedi crane

membutuhkan pembimbing yang cekatan dan mengetahui kondisi lapangan. Bukan

memperbanyak orang yang ahli militer, tapi harus memperbanyak orang yang

berpengalaman haji. Petugas yang mengetahui jadwal pelontaran yang perlu

diperbanyak.143

H. Pembenahan Manajemen Haji

Menurut Zahdi, aspek-aspek pelayanan haji yang pokok menyangkut tiga hal:

(1) pembinaan, (2) pelayanan, dan (3) perlindungan. Menurut penilaiannya, ketiga-

142
Idmah Amaliah Mustainah, Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan
Malaysia 2005-2010, Skripsi, (Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2012), hal.63.
143
Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015.

162
tiganya sudah berjalan baik. Kami selama menjadi petugas mengikuti rapat hampir

20 kali untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang muncul.144

Informan yang peneliti wawancarai, Zahdi Tahir menyatakan ada sejumlah

perbaikan dalam pelayanan haji pada tahun 2015, yaitu: (1) tidak ada pemondokan

transit di Jeddah, dan (2) Bandara Madinah adalah bandara haji. Perubahan ini

berdampak kepada efesiensi da efektifitas haji. Jemaah haji tidak perlu transit ke

Jeddah baru ke Madinah, namun dari embarkasi di Indonesia langsung mendarat di

Madinah. 145

Tanggapan senada juga mengemuka dari informan yang lain, Rozihan

Karnedi. Menurutnya, kebijakan pengelolaan haji tahun ini sudah berjalan baik. Ada

kebijakan baru pada tahun 2015, yang memberangkatkan jamaah haji gelombang 1

langsung ke madinah. Jadi tidak merasakan lagi singgah di Jeddah ke Madinah,

yang biasanya memerlukan transportasi mobil dari Jeddah ke Madinah. Kemudiaan

jamaah haji selama di Mekkah diberikan makan siang. Begitu pula dengan

pelayanan kesehatan bagi jamaah haji sudah terakomodir semuanya. 146

Sebagai bagian dari peningkatan efektifas layanan haji ke depan, salah seorang

informan, Zahdi Tahir menyarankan tentang perlunya pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) dalam pelayanan haji. Dikatakan Zahdi:

Sebaiknya perlu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan


android dalam proses pelayanan haji untuk hal-hal yang tidak ubudiyyah/ritual.
Hal ini sekaligus untuk merespon kebijakan Arab Saudi yang sudah

144
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
145
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
146
Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015.

163
menggunakan e-haj. Misalnya, menyangkut bacaan-bacaan haji ketika
manasik.

Upaya ini diakui masih susah karena dari segi pendidikan, 60 % peserta

jamaah haji berpendidikan SD, dari mata pencaharian, 40 % adalah petani, 70 %

belum pernah keluar negeri. Artinya mayoritas belum pernah naik pesawat, maupun

belum pernah pakai lift.147

Menurut Zahdi Tahir, untuk menciptakan pelayanan haji yang efektif perlu

langkah-langkah terobosan dalam regulasi keuangan. DPR perlu keberanian dalam

mengesahkan anggaran haji pada awal tahun (bulan januari), atau jika perlu DPR

mengesahkan anggaran pelaksanaan haji pada akhir tahun anggaran, bulan

Nopember-Desember sebelum tahun pelaksanaan haji berikutnya. 148

Menurut Zahdi Tahir, DPR selama ini mengesahkan anggaran pada bulan

april. Akibatnya mengganggu jadwal-jadwal haji. Kalau disahkan agak awal

misalnya pada bulan januari maka akan dilakukan tahapan-tahapan pelayanan haji

secara cepat. Posting daftar calon haji yang akan berangkat pada bulan januari,

pelunasan pada bulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler pada

bulan februari, penyelenggaraa manasik pada bulan maret.

Termasuk bagian dari penataan manajemen haji adalah penertiban terhadap

Biro/Travel Penyelenggara Haji Plus bahwa setiap penyelenggaraan haji selalu

diwarnai kisah pilu sejumlah calon jamaah haji yang gagal berangkat ke tanah suci

baik yang karena tertipu oknum atau Travel Haji maupun yang terkendala

147
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015
148
Wawancara dengan ZT, 24 Oktober 2015

164
permasalahan administrasi, selama ini Pemerintah hanya berjanji akan memberikan

sanksi administratif terhadap Biro/Travel Haji yang menyalahi prosedur padahal

sesuai ketentuan pasal 46 UU No 13 Tahun 2008 hal tersebut dapat dikenakan

pidana dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, Penegakan

hukum terhadap kasus penyalahgunaan Ibadah Haji Plus ini perlu dilakukan untuk

memberikan efek jera agar mampu melindungi calon jamaah haji dari praktek

penipuan berkedok Haji Plus.149

Dikatakan oleh informan, Rizkan Syahbudin, panitia penyelenggara haji

seharusnya tetap mempedomani aturan-aturan yang berlaku, memberikan

pemahaman kepada masyarakat tentang sistem pendaftaran, pemberangkatan, dan

jumlah kuota, mengajak masyarakat bersabar. Sangat perlu untuk menghindari

tumpang tindih tugas pelayanan administrasi, sehingga realisasi kinerja lebih

terarah.150

Mutu manajemen haji ke depan masih perlu ditingkatkan lagi. Kaitan dengan

ini, kepengelolaan haji sebaiknya diserahkan kemenag. Berbeda dengan kepanitiaan

haji selama ini yang didominasi oleh pegawai-pegawai Biro Kesra. Akibatnya,

pegawai Kemenag seakan-akan menonton mereka. Termasuk dalam hal

kepengurusan TPHD, Kemenag seakan-akan menjadi penonton.151

Dalam pandangan salah seorang informan, Hifzan diperlukan langkah

pembagian tugas yang jelas antara Pemda (biro Kesra) dengan Kemenag sesuai

149
Arief Rahman, Problematika Penyelenggaraan Ibadah....Ibid.
150
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015
151
Wawancara dengan Hifzon, 17 Oktober 2015.

165
dengan kompetensinya dalam kepantiaan haji. Petugas haji, dalam pandangan

Hifzan, seharusnya orang yang dapat berbahasa Arab. Kemampuan ini sangat

diperlukan untuk memperlancar proses pelayanan kepada jamaah ketika di Arab

Saudi. Lebih-lebih ketika jamaah haji menghadapi problem, akan sanga terbantu jika

petugasnya dapat berbahasa Arab karena akan mampu mengkomunikasikan dengan

pihak-pihak yang berkepentingan di Arab Saudi.

Keinginan untuk pembenahan manajemen haji juga disuarakan oleh informan

penelitian, Zulkarnain Dali. Ia menginginkan perlu diterapkan manajemen satu atap

dalam penyelenggaraan haji. Dikatakan Zulkarnain Dali:

Sebaiknya diterapkan manajemen satu atap. Tidak ngambang antara kesra


atau kemenag. Kalau haji menjadi wewenang pemda ya perlu diurus pemda
secara penuh. Jika wewenangnya pada kemenag, ya diurus kemenag secara
penuh. Tapi menurut saya, kemenaglah yang paling kompeten. Pemda dalam
posisi garis kooordinasi supaya tidak mubazir dananya. Selama ini Kemenag
menganggarkan dana haji dan kesra juga menganggarkan dana haji. Itukan
tidak bagus.152

I. Strategi Perlindungan Haji Indonesia

Menurutinforman, Zahdi Tahir, aspek perlindungan bagi jemaah haji

Indonesia sudah berjalan baik. Ketersediaan layanan kesehatan dari tim kesehatan

haji Indonesia (TKHI) semenjak keberangkatan, selama di Mekkah dan Medinah

hingga kepulangan memberikan perlindungan kesehatan bagi jamaah haji secara

maksimal.

152
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.

166
Pelibatan secara formal unsur TNI/Polri dalam PPIH Arab Saudi terjadi sejak

musim haji tahun 2005 yang melibatkan 30 orang perwira menengah. 153 Saat itu

fokus penanganan tugas yang dibebankan kepada para perwira menengah TNI/Polri

adalah pembenahan manajemen operasional Armina. Tujuannya untuk menata

sistem komando dan pengendalian, meminimalkan terjadinya musibah kecelakaan di

Muaisim hingga Jamarat dan bagaimana menangani jamaah tersesat jalan yang

sangat banyak serta upaya memperlancar operasional Armina. Saat itu dibentuk

organisasi SatuanOperasional (Satops) Armina yang membawahi Satgas Arafah,

Satgas Muzdalifah dan Satgas Mina, Masing-masing Satgas diawaki oleh personel

dari Daker secara lengkap sehingga Kadaker menjadi Dansatgas. KasatopsArmia

dipimpin Katim TNI / Polri. Pada tahun-tahun sebelumnya pola operasional Armina

belum tertata baik, sehingga berdampak pada jatuhnya korban jiwa jamaah haji

Indonesia yang cukup besar pada prosesi Armina. Belajar kepada sang laba-laba

yang dengan membentangkan jaring-jaringnya dapat menutup mulut lubang gua

yang di dalamnya ada kekasih Allah yang harus diselamatkan itu, kiranya dapat

dijadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga untuk diterapkan dalam mengatasi

banyaknya jamaah haji yang tersesat jalan saat prosesi haji. Bukankah Allah SWT

mengingatkan kita dalam firman-Nya: Sesungguhnya ada pada binatang itu

pelajaran bagimu. (Q.S. Al-Muminun: 21).

Karena itu, berdasarkan kajian empirik dan pertimbangan geografis di

kawasan Arafah, Muzdalifah, Mina-Jamarat dan Al Haram pada musim haji tiap

153
M. Samidin Nashir, Strategi Jaring Laba-Laba....Ibid.

167
tahun, maka mulai musim haji 2005 diterapkan suatu strategi Perlindungan dan

Pengamanan Jamaah Haji Indonesia yang diilhami dari pola penyelamatan yang

dilakukan oleh sang laba-laba terhadap Rasulullah SAW saat diburu pasukan

Quraisy. Sang laba-laba (atas kehendak Allah) dengan jaring-jaringnya berhasil

menyelamatkan Rasulullah SAW, sehingga strategi ini oleh penggagasnya disebut

Strategi Jaring Laba-laba. Gelar operasionalnya melibatkan semua petugas haji

nonkloter dan temus dengan membuat simpulsimpul jaring komunikasi dan

pengendalian yang dikoordinasi perwira TNI/Polri di tiap titik simpulnya, sehingga

secara imajiner membuat jaringan perlindungan dan pengamanan haji seperti sarang

laba-laba yang siap seti ap saat menyelamatkan jamaah haji yang memerlukan

bantuan keamanan.

Menurut salah seorang informan, Zulkarnain Dali, masalah yang paling rawan

pada saat musim haji adalah ketika Armina (arafah, muzdalifah, mina). Daerah haji

intinya disitu karena berkumpulnya jamaah seluruh dunia walaupun kata Rasul

S.a.w mina itu seperti perut ular. Hanya saja, jamaah yang sudah terlampau banyak

kita bisa bayangkan apa yang akan terjadi. Untuk itu, setiap kloter harus saling harus

saling berkoordinasi dan mencari jalan yang terbaik.154

Menurut IPHI, proses perbaikan mutu manajemen haji dilakukan dengan

terlebih dahulu memperkuat regulasi tentang haji. Dalam konteks regulasi haji ini,

perlu dilakukan penyempernunaan, bahkan perubahan terhadap Undang-undang

154
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.

168
Nomor 13 Tahun 2008. Perubahan ini difokuskan terhadap institusi penyelenggara

haji, manajemen penyelenggaraan haji dan pengelolaan keuangan dan Aset haji.

Sumbangan pemikiran secara tertulis IPHI dalam bentuk Naskah RUU

Pengelolaan Haji dan Umrah, muatan substansinya berisi saraan agar

penyelenggaraan haji harus dipisahkan antara regulator dan operator untuk

memberikan pelayanan yang lebih baik dan memenuhi asas keadilan terhadap

jamaah haji, serta perlunya pengelolaan keuangan haji lebih transparan, akuntabel

dan produktif. 155

Menurut IPHI, sesuai dengan prinsip pengelolaan ibadah haji, yaitu pemisahan

regulator, operator dan supervisor, maka pengelolaan ibadah haji mulai pendaftaran

hingga pemulangan dan pembinaan pasca haji dikoordinasikan oleh Badan Haji

Indonesia (BHI). Jadi pendaftaran haji ke BHI di tingkat kabupaten/kota setempat

dan bukan lagi ke Kemenag.

Menurut IPHI, badan Khusus dalam pengelolaan haji dan umrah bukan

lembaga swasta, melainkan lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, memiliki perwakilan tetap di

tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta di Arab Saudi. Struktur Badan Khusus

155
IPHI telah memberikan sumbangan pemikiran di hadapan Panja Komisi VIII dan Fraksi-fraksi
di DPR-RI berupa Naskah RUU Pengelolaan Haji dan Umrah, yang telah disampaikan kepada Presiden
RI pada 8 Januari 2012 dan kepada Ketua DPR-RI pada 9 Januari 2012 dan kepada seluruh Pimpinan
dan Anggota Komisi VIII DPR-RI. Baik Presiden maupun Ketua DPR menyatakan persetujuannya
terhadap pembentukan badan khusus haji yang terpisah dari Kementerian Agama. Persetujuan Presiden
ditegaskan lagi oleh Mensesneg Sudi Silalahi ketika menerima Ketua Umum IPHI di Sekretariat Negara
pada 6 Februari 2012. Baca Kurdi Mustofa, Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan
Solusinya dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012, http://www.iphi.web.id/wp-
content/uploads/ 2012/ 07/ PROBLEMATIKA-MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf

169
menurut IPHI, terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. Dewan Pengawas

berasal dari tokoh-tokoh yang memiliki integritas, kompetensi dan kepedulian

terhadap upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan haji, direkrut dan diseleksi

oleh Panitia Seleksi yang dibentuk Pemerintah, kemudian di-fit and proper test dan

dipilih oleh DPR untuk selanjutnya diresmikan oleh Presiden. Sementara

pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi oleh Dewan Pengawas dengan

persetujuan Presiden.

Menurut IPHI, secara eksplisit mengatur tentang jamaah calon haji dari kaum

penyandang cacat atau difabel yang diperlakukan secara khusus dengan hak dan

kewajiban yang sama dengan jamaah calon haji lainnya.

Menurut IPHI, adanya lembaga khusus pengelola keuangan dan asset haji

untuk mendayagunakan dan memproduktifkan sesuai dengan ketentuan syariah yang

hasilnya bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Paling lambat

dalam waktu 1 (satu) tahun sejak UU hasil revisi diundangkan, badan khusus

tersebut sudah terbentuk, baik di pusat maupun perwakilan di tingkat provinsi dan

kabupaten/kota, serta di Arab Saudi.

Menurut IPHI, badan khusus sebagaimana tersebut di atas, diusulkan bernama

Badan Haji Indonesia disingkat BHI. Di tingkat pusat bernama BHI dan di tingkat

provinsi BHI Daerah Provinsi, di tingkat kabupaten/kota BHI Daerah

Kabupaten/Kota, serta BHI Arab Saudi. Keberadaan badan khusus yang demikian

ini diharapkan dapat menjawab tuntutan, harapan dan keinginan masyarakat calon

jamaah haji karena dilakukan oleh lembaga pemerintah yang khusus dan focus

170
dalam menangani masalah haji dan umrah, serta professional, transparan dan

akuntabel dalam pengelolaannya.

J. Tawaran Pengelolaan Haji secara Modern

Renovasi dan pengembangan Masjidil Haram oleh Pemerintah Kerajaan

Arab Saudi, mengakibatkan berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf,

yang sebelumnya 48 ribu jamaah per jam menjadi 22 ribu jamaah per jam. Dengan

demikian, untuk menjamin keselamatan, kenyamanan, dan keamanan para jamaah

haji di dunia, otoritas setempat memberlakukan kebijakan pengurangan kuota haji

dunia sebesar 20 %, sehingga kuota jamaah haji RI dikurangi sebanyak 42.200

jamaah atau menjadi 168.800 jamaah.Meski sempat terkendala masalah ini, kinerja

dan penyelenggaraan haji Indonesia 2013, jauh lebih baik dari tahun-tahun

sebelumnya.156 Sebagai contoh, on time performace atau ketepatan waktu

keberangkatan lebih tinggi, jamaah yang sakit lebih sedikit, jamaah wafat

menurun, jumlah kriminalitas lebih rendah. Demikian juga dengan masalah

pemondokan dan juga masalah pengamanan dengan melipatgandakan personil

pangamanan (PAM), dan pembentukan sektor khusus di Mekah, dan

sebagainya.Selain itu, meski sangat rumit akibat pemotongan kuota, proses

amandemen kontrak pemondokan di Mekah akhirnya selesai seratus persen.

Amandemen itu pun telah ditandatangani karena sudah disepakati oleh kedua belah

pihak, yaitu Kementerian Agama dan pemilik rumah. Proses penyelesaian akad

156
Musthafa Ibrahim Al-Mubarak, Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke pelayanan
optimal, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25 September 2015,
http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359

171
yang dilegalisasi oleh Pemerintah Arab Saudi pun berjalan lancar.

Kontrak awal pemondokan adalah untuk 220 rumah untuk total kapasitas 200.960.

Ini sudah termasuk pelayanan petugas kloter, klinik, sektor, selisih distribusi, dan

cadangan. Namun, setelah dilakukan amandemen akibat adanya kebijakan

pemotongan kuota jamaah haji sebesar 20 %, jumlah kebutuhan pemondokan

menjadi hanya 196 rumah untuk total kapasitas 161.380 orang. Keberhasilan

negosiasi ini adalah mengurangi kapasitas hingga mencapai 36.434 karena

pembayaran dilakukan sesuai dengan jumlah penempatan jamaah.

Pengelolaan masalah kuota haji membutuhkan kematangan dalam

merencanakan, transparansi dalam manajeman sistem informasi, reformasi sistem

pendaftaran dan mensosialisasikan kepada stakeholders. Hal ini menjadi tantangan

terbesar bagi kepengelolaa haji sekarang dan yang akan datang, yang akan

diupayakan oleh Dirjen PHU Kemenag, sehingga penyelenggaraan ibadah haji

2013 M berjalan sukses. Sebagai contoh, Kemenag pada tahun 2013 melalui Dirjen

PHU telah membuat kebijakan pengelolaan haji sebagai berikut:157

(1) Pengaturan kepulangan haji secara tepat. Sebagai ilustrasi, misalnya pada

haji 2013 telah diatur secara terjadwal. Kloter SOC-71 menandai

pemulangan terakhir jamaah haji reguler Indonesia ke Tanah Air yang

mendarat di Bandara Adi Sumarmo, Solo, pada Selasa, 19 November 2013,

pukul 02.05 WIB. Sedang jamaah haji khusus, yang seluruhnya berjumlah

157
Musthafa Ibrahim Al-Mubarak, Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke pelayanan
optimal, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25 September 2015,
http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359

172
13.554 orang, telah lebih dulu tiba di Tanah Air. Pemulangannya dilakukan

oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK);

(2) Secara umum pemulangan jamaah haji dari Arab Saudi ke Tanah Air

berlangsung lancar dan aman, dengan tingkat ketepatan atau on time

performance (OTP) Garuda 90,4 % dan Saudia 91,1%. OTP ini jauh lebih

baik bila dibanding tahun sebelumnya, yaitu Garuda 79 % dan Saudia 87 %;

(3) Keterlambatan keberangkatan dari Arab Saudi lebih banyak disebabkan oleh

faktor gate congestion: proses keimigrasian, dan pengangkutan dari apron

dengan bus ke pesawat;

(4) Setiba di Tanah Air, jamaah haji Indonesia memperoleh Kartu Kewaspadaan

Kesehatan, untuk diserahkan ke dokter terdekat apabila mengalami sakit

dalam waktu 2 (dua) minggu sejak tiba di Tanah Air;

(5) Jamaah haji yang meninggal karena sakit mendapatkan klaim asuransi yang

dibayarkan kepada keluarganya sebesar Rp 35.500.000. Sedang jamaah haji

yang meninggal karena kecelakaan, klaim asuransi yang dibayarkan kepada

keluarganya sebesar Rp 71.000.000;

(6) Sampai dengan tanggal 18 November 2013 pukul 05.00 WIB, jamaah haji

yang wafat sebanyak 281 orang (termasuk 12 orang di antaranya jamaah haji

khusus). Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding pada periode yang sama

tahun 2012 lalu, yaitu sebanyak 478 orang. Ada pun jamaah yang masih

dirawat di Arab Saudi, pada tanggal yang sama 26 orang, yakni 3 orang di

173
Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), dan 23 orang di rumah sakit Arab

Saudi (RSAS);

(7) Selama di Arab Saudi, seluruh jamaah haji Indonesia telah dapat

menyelesaikan ibadahnya dengan baik. Mereka dapat menyelesaikan rukun

dan wajib haji serta shalat arbain di Masjid Nabawi, serta ibadah-ibadah

sunah lainnya. Dalam rangka kesempurnaan haji, pada tahun ini sebanyak

202 jamaah dibadalhajikan, dan 166 jamaah disafariwuqufkan. Untuk badal

haji dan safari wuquf tersebut, jamaah haji atau keluarganya tidak dikenakan

biaya tambahan. Seluruh jamaah haji yang wafat sebelum wuquf di Arab

Saudi sudah dibadalhajikan. Seluruh jamaah haji sakit dan tak bisa

melaksanakan wuquf di Arafah, juga sudah disafariwuqufkan. Khusus untuk

jamaah uzur, rekam jejak pelaksanaan ibadahnya dipantau langsung oleh

Pembimbing Ibadah Jamaah Uzur (PIJU);8. Tahun 2013, Panitia

Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah melakukan beberapa inovasi dalam

operasional haji, antara lain, penyediaan sektor khusus di Masjidil Haram,

bus yang di-upgrade, tambahan petugas pengamanan, sistem informasi

pergerakan jamaah, penyimpanan uang dengan ATM rupiah, tenaga

pengantar obat (TEPAT) kepada jamaah, penyediaan kantong gel urine untuk

jamaah lanjut usia (lansia).

Sejak kedatangan terakhir jamaah Indonesia di Tanah Airmaka

penyelenggaraan haji pada tahun itu dinyatakan selesai, dan perencanaan haji

tahun depan pun dimulai. Ada beberapa rencana perbaikan haji antara lain:

174
penerbangan haji akan diusahakan menggunakan pesawat Airbus A380 yang

berkapasitas 800 orang, optimalisasi penanganan masalah keamanan dan

pengelolaan dana dam dan pemotongan hewan dam.

Penerbangan haji akan diusahakan menggunakan pesawat Airbus A380

dengan tujuan agar operasional penyelenggaraan ibadah haji bisa dipersingkat dari

41 hari menjadi 30-35 hari, sehingga waktu tunggu jamaah setelah puncak

pelaksanaan haji tidak terlalu lama. Kemungkinan penggunaan pesawat Airbus

A380 tergantung 2 pihak, yaitu: pihak maskapai penerbangan dan pihak bandara.

Jika tahun 2014 M ternyata belum siap, upaya ke arah sana akan terus dilakukan

sampai pihak maskapai dan bandara siap menggunakan Airbus A380.

Adapun optimalisasi penanganan masalah keamanan dilakukan agar

kenyamanan jamaah selama di Arab Saudi bisa ditingkatkan. Sementara itu

pengelolaan dana dam dan pemotongan hewan dam ditertibkan agar dapat lebih

memberikan kepastian bahwa dana dam dan pemotongan hewan dam yang

dikeluarkan oleh jamaah digunakan dan dikelola dengan baik sebagaimana

semestinya, tahun depan Pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan Islamic

Development Bank (IDB). Dengan kerja sama ini, daging dari pemotongan hewan

dam diharapkan juga bisa disitribusikan untuk masyarakat Indonesia;

Penyelenggaraan umrah akan segera dirumuskan bersama dengan Kedutaan

Besar Arab Saudi di Indonesia tentang hal-hal terkait dengan penyelenggaran

umrah. Selama ini, visa umrah sering disalahgunakan. Selesai umrah, ada jamaah

tidak segera kembali ke Tanah Air, tapi tetap berada di sana melebihi masa tinggal

175
(overstay) untuk bekerja, belajar atau keperluan lainnya. Kementerian Agama

bersama Kedubes Arab Saudi akan membuat aturan baru yang lebih ketat

mengenai umrah. Setiap perusahaan penyelenggara umrah harus rutin melapor

kepada Kementerian Agama, antara lain untuk memastikan jamaah umrah yang

dipulangkan ke Tanah Air dari Arab Saudi setelah selesai ibadahnya sama orang

danjumlahnya dengan yang diberangkatkan;

Proses haji dikatakan sukses, jika memenuhi kesuksesan dari segi

keamanan, pelayanan petugas, maupun kesehatan jamaah. Di sini diperlukan

kerjasama yang aktif antara pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi.

Kementerian Agama (Kemenag) membangun langkah strategis dalam

persiapan dini penyelenggaraan haji 2016. Langkah itu adalah dengan melakukan

percepatan evaluasi penyelenggaraan haji 2015. Evaluasi penyelenggaraan

komprehenship ini dilakukan pasca seminggu operasional haji berakhir, 3-5

November di Jakarta yang diikuti unsur yang berperan langsung dalam

penyelenggaraan.Pada momentum evaluasi itu, Menteri Agama Lukman Hakim

Saifuddin mencatat sedikitnya ada tujuh capaian yang harus dipertahankan pada

penyelenggaraan ibadah haji tahun depan.158Pertama, Kebijakan Pelunasan Dalam

Dua Tahap. Menurut Menag, kebijakan ini bisa menyerap seluruh kuota yang ada.

Tidak ada lagi sisa kuota yang digunakan oleh yang bukan berhak. Di 2015,

158
MA, Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015 dalam iphi.web.id, Diakseses
8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasi-
haji-2015/

176
kebijakan ini dinilai baik dan adil sehubungan antrian jemaah yang panjang.

Terkait pelunasan, Kemenag telah menerbitkan PMA 28/2015 tentang Pembayaran

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler Tahun 1436H/2015M. PMA

ini mengatur bahwa pembayaran BPIH akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap

pertama dimulai pada 1 30 Juni 2015. Apabila sampai dengan tanggal 30 Juni

2015 kuota jemaah haji tidak terpenuhi, dibuka tahap kedua pembayaran BPIH dari

7 13 Juli 2015. Jika sampai tanggal 13 Juli kuota jemaah haji tidak terpenuhi,

maka sisa kuota haji dikembalikan ke masing-masing provinsi dan atau

kabupaten/kota untuk diisi sesuai dengan nomor urut porsi berikutnya sampai

dengan 10 (sepuluh) hari kerja sebelum penutupan proses pemvisaan di Kedutaan

Besar Arab Saudi. PMA ini juga mengatur kriteria jemaah haji yang berhak untuk

melakukan pelunasan BPIH.

Kedua, kebijakan kedatangan jemaah haji gelombang pertama.

Pemberangkatan jemaah haji dengan pola baru tahun ini berbeda dengan

penyelenggaraan tahun lalu Ada esensi dan urgensi dalam pola ini. Kenyamanan,

efesiensi, dan tidak menguras energi jemaah haji tercapai. Gelombang pertama

berangkat dari Tanah Air langsung menuju Amir Muhammad bin Abdul Aziz

(AMMA) Madinah. Sedangkan gelombang kedua langsung menuju bandara King

Abdul Azis International(KAAI) Jeddah. Dikatakan Menag, kebijakan kedatangan

177
jemaah haji gelombang pertama melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul

Aziz Madinah, di 2016, kebijakan ini harus dipertahankan.159

Ketiga, Hotel di Makkah dan Madinah setara dengan Hotel Bintang Tiga.

Persoalan hotel atau pemondokan jemaah haji sering menjadi kritisi pada setiap

penyelenggaraan sebelumnya, bahkan puluhan tahun lebih persoalan ini belum

tertangani dengan baik. Tahun ini pemondokan jemaah haji di Madinah bersistem

sewa semi musim dan kontrak dengan pemilik langsung. Jelas tempatnya, jelas

lama masa tinggalnya dan jelas jaraknya. Seluruh pemondokan jemaah berada di

wilayah Markaziah yang berjarak 650 meter dari Masjidil Nabawi. Perolehan

pemondokan di Madinah ini setaraf dengan hotel yang disewa jemaah haji khusus.

Begitu juga dengan pemondokan Makkah, pemondokan jemaah haji di

Makkah membuat jemaah haji nyaman apalagi dengan penempatan jemaah haji

dikonsentrasikan pada enam titik wilayah. Enam wilayah tersebut Jarwal, Syisha,

Mahbas Jin, Aziziyah, Misfalah dan Raudhah. Pemusatan pemondokan haji pada

enam wilayah ini dapat memobilisasi jemaah dari pemondokan ke Masjidil Haram

dengan mudah dengan kelengkapan yang diberikan melalui transportasi Bus

Salawat.

Keempat, upgrade transportasi antark kota perhajian. Jemaah haji dari

Makkah-Jeddah dan Makkah-Madinah dilayani dengan transportasi antar kota

159
MA, Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015 dalam iphi.web.id, Diakseses
8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasi-
haji-2015/

178
perhajian yang telah di upgread. Bus yang telah di upgread ini berfasilitas reclining

seat, ruang kabin yang lebih longgar, bagasi di bawah bus, toilet, dan penyejuk

udara (ac). Semua bus yang digunakan di pastikan dalam kondisi baik dan bagus.

Transportasi ini, saat pemberangkatan jemaah dari Madinah menuju Makkah

sempat mengalami kendala, dan kendala ini yang dibijaki dengan memutuskan

langkah strategis untuk melakukan upgread. Upgread ini akan menjadi nilai

penting dalam penyelenggaraan ke depan.160

Kelima, layanan catering. Inovasi baru dalam layanan katering kepada

jemaah haji pada operasional 2015 adalah dengan memberikan layanan katering

gratis selama 15 hari di Makkah. Sebelumnya seluruh penyedia katering dilakukan

uji kelayakan menu, dan penyedia yang melanggar kesepakatan akan ditindak, dan

bagi yang berkinerja baik diapresiasi dan dicatat untuk penyelenggaraan

berikutnya. Ada metode evaluasi melekat saat pelaksanaannya untuk menjamin

mutu dan kualitas layayan yang diberikan kepada jemaah haji baik saat di

Madinah, Makah maupun proses Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina).

Saat di pemberangkatan di Tanah Air, jemaah haji diberikan makan tiga kali

plus snack dua kali. Tiba di Tanah Air diberikan snack satu kali. Saat di Bandara

Jeddah dan Madinah baik masa kedatangan dan pemulangan di bandara Jeddah-

Madinah, jemaah diberikan makan masing-masing satu kali. Jemaah di Madinah

160
MA, Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015 dalam iphi.web.id, Diakseses
8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasi-
haji-2015/

179
diberikan makan dua kali (siang dan malam) selama di Madinah plus kelengkapan

minuman dan snack berat. Begitu juga ketika saat Armina, konsumsi sebanyak 15

kali makan di Arafah sebanyak empat kali mulai pada tanggal 8 Dzulhijjah malam.

Muzdalifah sebanyak satu kali (snack berat) dibagikan di Arafah pada saat

menjelang keberangkatan menuju Muzdalifah dan di Mina sebanyak 11 kali

makan. Kecukupan air mineral juga disediakan apalagi dalam kondisi suhu di Arab

Saudi panas.

Keenam, karpet baru dan penyejuk udara di Armina.Tidak didapati lagi ada

karpet jemaah haji yang kumuh dan lusuh saat di Arafah. Inovasi layanan ini

memberikan kenyamanan kepada jemaah saat proses Wukuf. Selain itu, saat suhu

panas di Arab Saudi penyediaan penyejuk udara juga sangat membantu jemaah

dalam beribadah. Dikatakan Menag Lukman, seluruh karpet di Arah sudah

diperbaharui sehingga tidak kumuh dan lusuh. Juga ada penyejuk udara yang

sangat membantu jemaah.161

Ketujuh, aplikasi haji pintar. Aplikasi ini memberikan kemudahan dalam

mengupdate perkembangan informasi. Aplikasi ini juga pernah beberapa hari

menduduki pringkat pertama di google playstore saat operasional haji, banyak

yang memanfaatkan layanan haji di dalamnya. Sebagai contoh, ada jemaah haji

asal Jakarta yang tertinggal saat rombongannya dari Madinah akan menuju

Makkah. Dengan layanan Haji Pintar, beberapa jemaah haji asal Jakarta ini dapat

161
MA, Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015 dalam iphi.web.id, Diakseses
8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-tujuh-catatan-penting-evaluasi-
haji-2015/

180
menghubungi petugas dan akhirnya dapat menuju Makkah dan bergabung kembali

dengan rombongannya. Kedepan aplikasi ini akan lebih dimutakhirkan dengan cara

diintegrasikan dengan Siskohat.

Pemerintah melalui Kemenag RI telah melakukan evaluasi pelaksanaan haji

tahun 2015.162 Menurut Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, ada lima hal

yang harus ditingkatkan dan dikembangkan agar lebih baik tahun depan. Menag

mengungkapkan, salah satu hal yang harus diperbaiki terkait visa jamaah haji.

Keterlambatan visa jamaah haji pada tahun ini menjadi pengalaman berharga bagi

kementerian agama. Untuk itu, pada tahun depan penyusunan format kloter

dilakukan setelah visa jamaah selesai. Hal ini dikarenakan pada penyelenggraan

ibdah haji tahun ini banyak ditemukan format kloter sudah ada namun visa belum

jadi. Sehingga banyak jamaah yang tidak ingin dipindahkan kloternya walaupun

visa belum selesai.

Hal lain yang harus ditingkatkan yaitu katering jamaah haji selama di

Makkah. Menurutnya, banyak jamaah yang mengusulkan agar ada penambahan

jumlah makan selama di Makkah. Penambahan bukan hanya terkait dengan waktu

makan menjadi dua atau tiga kali sehari. Melainkan juga jatah makan jamaah di

makakh bukan hanya 15 hari melainkan selama jamaah berada di Makkah.

Pada tahun ini, jamaah di Makkah mendapat jatah makan satu kali sehari

selama 15 hari. Ia melanjutkan, kementerian agama juga akan mempertimbangkan

162
Agung Sasongko dan Maniarti, Ini Catatan Evaluasi Haji 2015 dalam republika.co.id/,
Dipublikasikan 03 November 2015, http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-
haji/15/11/03/nx8mlc313-ini-catatan-evaluasi-haji-2015

181
terkait adanya penambahan petugas haji. Nantinya, PPHD (petugas penyelenggara

haji daerah) dan PPIH (petugas penyelenggara ibadah haji) akan dialkukan seleksi

agar keberadaan mereka betul-betul membantu jamaah haji. Kementerian Agama

juga berharap agar di Saudi Arabia terdapat atase haji. Ini dikarenakan apa yang

ada saat ini sangat terbatas. Atase haji ini diperlukan agar peningkatan pelayanan

haji dapat terealisasi.

BAB V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Proses haji dikatakan sukses, jika memenuhi kesuksesan dari segi keamanan,

pelayanan petugas, maupun kesehatan jamaah.Penelian ini berupaya mengungkap sisi-

sisi manajemen pelaksanaan haji. Berdasarkan paparan yang sudah diungkapkan dapat

disarikan dalam poin-poin pemikiran sebagai berikut:

(1) Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan

pelaksanaan Ibadah Haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan

perlindungan Jemaah Haji, berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun

182
2008 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 34

tahun 2009 bahwa yang menjadi penanggungjawab dan pelaksana

penyelenggaran Ibadah Haji adalah Pemerintah dalam hal ini Kementrian

Agama dengan dibantu oleh instansi terkait.

(2) Tidak ada tumpang tindih tentang pembagian tugas antara regulator, operator

dan evaluator dalam pengelolaan haji. Fungsi regulator dilaksanakan oleh

DPR RI, operator dijalankan oleh Pemerntah dalam hal ini Kemenag RI dan

evaluator adalah KPHI (Komisi Pengawasan Haji Indonesia). Kemenag Pusat

telah menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan kewenangan yang

dimiliki, dengan mengeluarkan pedoman tentang perekrutan petugas haji, dan

pemvisaan, serta menyediakan buku manasik haji.

(3) Penetapan regulasi keuangan haji dianggap terlambat. Diperlukan terobosan

baru dengan pengesahan anggaran haji oleh DPR pada awal tahun (bulan

januari), atau jika perlu DPR mengesahkan anggaran pelaksanaan haji pada

akhir tahun anggaran, bulan Nopember-Desember sebelum tahun pelaksanaan

haji berikutnya. selama ini mengesahkan anggaran pada bulan april. Akibat

keterlambatan penganggaran telah mengganggu jadwal-jadwal haji. Jika

anggaran haji disahkan pada awal tahun (Januari) berdampak pada persiapan

pelayanan haji secara lebih secara cepat. Posting daftar calon haji yang akan

berangkat pada bulan januari, pelunasan pada bulan Biaya Penyelenggaraan

Ibadah Haji (BPIH) Reguler pada bulan februari, penyelenggaraa manasik pada

bulan maret.

183
(4) Ketentuan masa tunggu bagi pendaftar Haji sudah sesuai dengan mekanisme

yang telah diatur. Ketentuan ini didasarkan pada KTT OKI, kuota normal

jemaah haji Indonesia 2015 berjumlah 211.000 orang, terdiri atas 194.000 kuota

jemaah haji reguler dan 17.000 kuota jemaah haji khusus

(5) Masih dijumpai kasus eksodus (pendaftar haji antar propinsi, antar kabupaten

dalam propinsi. Menghadapi permasalahan ini perlu ditempuh proses penerapan

mekanisme pendaftaran haji secara profesional dengan tidak melihat faktor X

(uang) dimulai dari tingkat kades sampai ke camat.

(6) Pengelolaan masalah kuota haji membutuhkan kematangan dalam

merencanakan, transparansi dalam manajeman sistem informasi, reformasi

sistem pendaftaran dan mensosialisasikan kepada stakeholders.

(7) Pengelolaan Dana Abadi Ummat (DAU) belum dikelola dan dikembangkan

untuk kemaslahatan ummat. Pemerintah dalam prakteknya lebih memilih

menempatkan DAU ini dalam bentuk sukuk (Surat Berharga Syariah

Negara/SBSN) berupa Suku Dana Haji (SHDI). Pengelolaan DAU perlu

diarahkan untuk mengurangi beban setoran yang ditanggung peserta jemaah

haji.

(8) Bimbingan haji yang telah dilakukan meliputi: (1) bimbingan pelaksanaan

ibadah haji atau manasik haji, (2) bimbingan perjalanan haji, (3) dan bimbingan

kesehatan. Bimbingan dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Bimbingan secara langsung diberikan dalam bentuk tatap muka di tingkat

kecamatan dan di tingkat Kab/Kota. bimbingan secara tidak langsung diberikan

184
melalui media. Bimbingan meliputi: manasik haji, perjalanan dan pelayanan

haji, kesehatan serta hak dan kewajiban jemaah. Kegiatan bimbingan manasik

pada tingkat Kab./Kota dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan, sedangkan

pada tingkat KUA Kec. dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali pertemuan.

(9) Pemerintah Indonesia dalam mengatur transportasi berperan dalam penunjuk

perusahaan pelaksana transportasi udara Jemaah haji pulang pergi ke Arab

Saudi yang dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan

keselamatan,efisiensi, dan kenyamanan bagi jemaah haji.Aspek layanan

penyediaan trasportasi haji sejauh ini masih diwarna sedikit persoalan.

Tepatnya, ketika 3 hari setelah lempar jumroh, transportasi yang disediakan

Arab Saudi tidak jalan sehingga harus jamaah haji berjalan kaki selepas dari

Mina.

(10) Secara umum pelayanan katering sudah diberikan dengan cukup baik

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun sebelumnya,

pembagian makanan di Mina masih antri. Tapi sekarang sudah sisitim katering,

jadi masing-masing jamaah mendapatkan 1 kotak nasi dan air minum dan buah-

buahan.

(11) Persoalan pengadaan akomodasi masih terkendala dengan mekanisme lelang

sangat sulit diterapkan. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa

pengusaha pemondokan adalah orang asli Arab Saudi sehingga sulit untuk

diajak dating ke Indonesia mengikuti lelang.

185
(12) Jika dicermati, kurang maksimalnya fasilitas dan sarana yang diberikan

untuk jamaah haji berakar dari siklus tahunan. Dirjen pelaksana haji dan Umroh

Departemen Agama (Depag) melakukan negosiasi untuk memperoleh sarana

dan fasilitas haji dari Arab Saudi melalui siklus tahunan. Tepatnya, pada masa

pelaksanaan ibadah haji berlangsung dalam tahun berjalan tersebut. Siklus

perundingan seperti ini akan mengakibatkan susahnya untuk mendapatkan

fasilitas serta sarana yang memadai bagi jemaah haji.

(13) Ketiga aspek manajemen haji di Provinsi Bengkulu baik dari aspek

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan sudah berjalan baik. Selama di tanah

suci, petugas mengikuti rapat hampir 20 kali untuk memperbaiki kekurangan-

kekurangan yang muncul.

(14) Aspek perlindungan bagi jemaah haji Indonesia diimplementasikan dengan

memberikan layanan kesehatan dari tim kesehatan haji Indonesia (TKHI)

semenjak keberangkatan, selama di Mekkah dan Medinah hingga kepulangan.

Selain itu, dilakukan pelibatan secara formal unsur TNI/Polri dalam PPIH

Arab Saudi terjadi sejak musim haji tahun 2005 yang melibatkan 30 orang

perwira menengah dalam pengamanan haji.

(15) Perbaikan mutu manajemen hajiperlu dilakukan dengan terlebih dahulu

memperkuat regulasi tentang haji. Dalam konteks regulasi haji ini, perlu

dilakukan penyempurnaan, bahkan perubahan terhadap Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2008. Perubahan ini difokuskan terhadap institusi

186
penyelenggara haji, manajemen penyelenggaraan haji dan pengelolaan

keuangan dan Aset haji.

(16) Kanwil Agama dalam penyelenggaraan ibadah haji berperan lebih kepada

melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan supervisi, antara instansi baik secara

vertikal maupun horizontal, dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini

diimplementasikan melalui rapat-rapat koordinasi rutin antara Kemenag, dan

KUA, terutama dalam persiapan dan regulasi pelayanan terhadap jamaah.

Secara horizontal, Kanwil Kemenag secara terjadwal melakukan koordinasi

dengan Kanwil Depkes, Pemda, Dinas Perhubungan, Kantor Imigrasi, dan

semua pihak terkait. Berbeda dengan Kanwil, maka Kemenag melakukan

peran yang lebih teknis operasional, terutama dalam melakukan koordinasi

dengan KUA, dan KBIH, serta lembaga keagamaan dalam pelayanan haji.

(17) Pembinaan pasca haji lebih banyak dilakukan oleh IPHI, dan KBIH. Khusus

untuk IPHI, pembinaan yang dilakukan lebih kepada upaya menjaga

kemabruran haji, sekaligus menjaga ukhuwah sesama haji, serta kegaitan

sosial kemasyarakatan lainnya. Namun, untuk pembinaan pasca haji, yang

dilakukan oleh KBIH, lebih kepada bisnis, karena melalui pembinaan ini

KBIH, dapat terus mensosialisasikan KBIH-nya kepada masyarakat calon haji.

Untuk itu pemerintah dalam hal Depag, perlu menyiapkan pedoman

pembinaan pasca haji, sekaligus menjadi katalisator pembinaan pasca haji.

(18) Kementerian agama perlu menata kembali regulasi dan atau memperjelas kerja

sama dengan Depkes Pusat, baik dalam hal prosedur, frekuensi pemeriksaan,

187
jumlah/item yang diperiksa, kualifikasi dokter pemeriksa, standar biaya

pemeriksaan, dan terutama sekali adalah menjadikan Puskesmas sebagai

tempat pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji.

(19) Berkaitan dengan pelayanan jamaah haji ketika akan berangkat, selama di

Mekkah dan Medinah serta kepulangan ke Indonesia sudah direncanakan dan

diupayakan sesuai regulasi. Di lapangan masih dijumpai persoalan:

pemondokan jamaah haji Indonesia yang di lantai 5.

(20) Proses manajemen pelayanan haji di Kemenag Propinsi Bengkulu secara

umum sudah berjalan cukup baik. Beberapa aspek yang harus dipenuhidalam

manajemen pelayanan, seperti perencanaan, pelaksanaan,pengawasan, dan

evaluasi dicoba dilakukan sesuai regulasi operatif-implementatif Kementerian

Agama.Disebabkan tugaspelayanan haji itu dilakukan tiap tahun, sepertinya

sudahdianggap sebagai kebiasaan rutin, sehingga ada kesan dilakukanapa

adanya.

B. SARAN-SARAN

(1) Mutu manajemen haji ke depan masih perlu ditingkatkan lagi. Sebaiknya

diterapkan manajemen satu atap, tidak tumpang tindih antara wewenang Biro

Kesra Pemrop atau Kanwil Agama. Untuk urusan haji sebaiknya berada dalam

wewenang Kemenag. Kemenag yang sebenarnya paling kompeten. Pemda

dalam posisi garis kooordinasi supaya dana yang tersedia tidak mubazir.

188
Berbeda dengan kepanitiaan haji selama ini yang didominasi oleh pegawai-

pegawai Biro Kesra. Akibatnya, pegawai Kemenag seakan-akan menonton

mereka. Termasuk dalam hal kepengurusan TPHD, Kemenag seakan-akan

menjadi penonton.

(2) Diperlukan langkah-langkah memperbaiki layanan haji ke depan, antara lain

dengan mempertegas pembagian, wewenang, kewajiban dan hak-hak antara

ranah pemda dengan ranah Kanwil Kemenag. Sejauh ini, pemda merasa yang

bertanggung jawab terhadap operasionalisas pelayanan haji.

(3) Melakukan penyegaran manajemen pelayanan haji yang

menitikberatkankepada kepuasan pelanggan (calon jamaah haji)melalui

training-training sebelum pelaksanaan haji dilakukan.

(4) Mengefektifkan koordinasi antar lintas panitia penyelenggara haji, menciptakan

transparansi pembagian tugas antara birokrasi di daerah denganmengefektifkan

pertemuan-pertemuan koordinatif berkala antarapihak Kanwil Kemenag,

Kemenag kota/kabupaten dan KUA.

(5) Bimbingan manasik haji perlu diselenggarakan secara lebih awal agar

memberikan porsi bimbingan yang maksimal. Peranan KUA perlu diperkuat

dengan dukungan dana pembinaan dan pembimbingan manasik haji sehingga

program pembinaan berjalan lancar.

(6) Rekruitmen petugas (TPH/ TPIH) sebaiknya melibatkan perguruan tinggi dan

ormas keagamaan.

189
195

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Pemberangkatan Haji Di Embarkasi Antara Bengkulu Berjalan Lancar, dalan


antaranews.com, 17 September 20131, http://www.antaranews.com/print/387510/
banda ra-fatmawati-jadi-embarkasi-haji-antara
Abi al-Farj, Syams al-Din, Abd al-Rahman bin Abi Umar Muhammad bin Ahmad
Ibn Qudamah al-Muqaddasi, al-Sharh al-Kabir ala Matn al-Mughni (Dar al-Kitab
al-Arabi, t.t.).

190
Anshory, Irfan, Kisah Ibadah Haji Rasulullah S.A.W.Http://Irfanan shory.
Blogspot.Co.Id/2007/11/Ibadah-Haji-Rasulullah-Saw.Html, diakses 29 September
2015
Asrori, Hudori, M, Rekonstruksi Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam
Konteks Perlindungan Hukum Terhadap Kepentingan Jamaah Haji, Disertasi
Universitas Diponegoro Semarang, 2011
Bambang Yudhoyono, Susilo, Undang-Undang, (Jakarta: Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,28 April 2008.
Bogdan, Robert & Stevan J. Taylor, Introduction To Qualitative Methodes Research, A
Phenomenological Approach To Social Sciences (New York: John Willey & Son,
1975),
Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikri, 1981).
Departemen Agama RI, Bunga Rampai Perhajian, (Jakarta, 1998).
Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, Jakarta, 2003).
Departemen Agama RI, Visi dan Misi, (Jakarta, 2003).
Departemen Agama RI, Panduan Pelestarian Haji Mabrur,(Jakarta, 2005).
Handoko, T. Hani, Manajemen.Yogyakarta, (Yogyakarta: BPFE, 2001).
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Rosdakarya, 1995)
H a e k a l , M u h a m m a d H u s a i n , Sejarah Nabi Muhammad Saw Dari Perioda Pra-
Islam Sampai Dengan Wafatnya Nabi, Pustaka Online Mediaisnet.
Heraldin, Arie, Hemat Biaya, DPR Minta Ibadah Haji Dipersingkat,
dalamradarpena.com, Dipublikasikan, 30 Januari 2015
http://radarpena.com/read/2015/ 01/30/15229/6/2/Hemat-Biaya-DPR-Minta-
Ibadah-Haji-Dipersingkat
Herya, Mazhusada Herya L, Tata Cara Pelunasan BPIH Tahun Berjalan dalam
kbiharofah malang.com, Diakses 31 Oktober 2015,
http://www.kbiharofahmalang.com/info-tata-cara-pelu nasan-bpih-tahun-
berjalan.html
Hosen, Ibrahim, Ibadah Haji hanya Sekali dalam Seumur Hidup, Himpunan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: MUI, Jakarta, 7 Maret 1984 M).
Ibn Taimiyyah, Fiqh al-Hajj, ed. Dr. Sayyid al-Jamili (cet. ke-1, Beirut: Dar al-Fikral-
Arabi, 1989).
Al-Jaziri, Abd al-Rahman, Kitab al-Fiqh ala al-Madhahib al-Arbaah.
Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umroh, 2010.
Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi, at-talimat al- Munazzamah Li asy-Syuuni al-
haj, Terjem. Peraturan Urusan Haji, (Arab Saudi: Kementerian Haji).
Khaliq, Ahmad, Abdul , Regulasi Penyelenggaraan Haji di Indonesia, Opini dalam
Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014).
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indoesia, Laporan Akhir, Evaluasi
Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Persaingan Usaha Dalam Rancangan
Perubahan Undang-Undang no 17/1999 tentang penyeleggaraan haji.

191
Maftuh, Basyuni, Muhammad, Pokok-pokok Perbaikan Pelaksanaan Haji Tahun 2005
dan Hubungan dengan Arab Saudi, dalam Mendialogkan Agenda Reformasi
Penyelenggaraan Ibadah Haji, ed. Departemen Agama RI (Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji: t.p., t.t.), 45-46; Info
Haji: www.kbririyadh. org.sa/infoindex/haji.html.
MA, Berikut Adalah Tujuh Catatan Penting Evaluasi Haji 2015 dalam iphi.web.id,
Diakseses 8 Nopember 2015, http://www.iphi.web.id/2015/11/05/berikut-adalah-
tujuh-catatan-penting-evaluasi-haji-2015/
Masri Singarimbun, Metode Penelitian, (Jakarta, LP3ES, 1982).
Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji FDK Press 2008.
Al-Mubarak, Musthafa Ibrahim, Catatan Sukses Haji 2013; dari tantangan kuota ke
pelayanan optimal, dimuat dalam http://haji.kemenag.go.id, Diakses 25
September 2015, http://haji.kemenag.go.id/v2/node/955359
Mustainah, Idmah Amaliah, Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji Indonesia dan
Malaysia 2005-2010,Skripsi,(Makassar, Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,
2012).
Mustofa, Kurdi, Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia dan
Solusinya dalam iphi.web.id, Dipublikasikan, 29 Juni 2012,
http://www.iphi.web.id/wp-content/uploads/ 2012/ 07/ PROBLEMATIKA-
MANAJEMEN- PELAKSANAAN-HAJI.pdf
Muhammad, Syams al-Din, bin Ahmad al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj ila
MarifahMaani Alfaz al-Minhaj (Kaherah: Dar al-Hadits, t.t.).
Al-Murtado, Ahmad bin Yahya, Taj al-Madhhab li Ahkam al-Madhhab (t.tp.: Dar al-
Kitab al-Islami, t.t.).
Nashir, M. Samidin, Strategi Jaring Laba-Laba dalam Perlindungan Jamaah Haji,
Opini dalam Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 1, 2014), hal. 17-18,
http://kphi.go.id/buletin/ 48Buletin%20KPHI% 20edisi %201.pdf
Nidjam, Latief dan Hanan, Alatief. Manajemen Haji, Jakarta: Penerbit Mediacita. 2006.
Nasution, S, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung, Tarsito, 1988).
Nuri, Muhammad, Pragmatisme Penyelenggaraan Ibadah Haji, Salam; Jurnal Filsafat
dan Budaya Hukum.
UMH, Keutamaan Ibadah Umroh dan Haji, dalam umrohhajimabrur.com, Diakses
29 September 2015, http://umrohhajimabrur.com/keutamaan-ibadah-umroh-
haji.html
Al-Rahman, Abd, al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala al-Madhahib al-Arbaah (t.tp.: Dar al-
Irshad, t.t.).
Ramadhan, Abdul Hadi,Modernisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada
Pemerintah Orde Baru dalam abdulhadimulyaramadhan.blogspot.co.id/, Diakses
20 September 2015, http://abdul hadi mulyaramadhan. blogspot.co.id/2014/05/
moder nisasi-manajemen-penyeleng gara an. html

192
Rangkuti, Affan, Pelunasan BPIH Reguler Mulai 1 Juni dalam haji.kemenag.go.id,
Dipublikasikan 30/05/2015, Diakses 23 Oktober 2015,
http://haji.kemenag.go.id/v2/content /peluna san-bpih-reguler-mulai-1-juni
Rahman, Arief, Problematika Penyelenggaraan Ibadah Hajidalam sangpencerah.com,
Diakses 25 September 2015, http://www.sangpencerah.com/2013/ 09/ problema
tika-penyelenggaraan-ibadah-haji.html
Sabiq, Sayid, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Dar al-Fath li al-Ilamal-Araby, 1997).
Sasongko, Agung, Ini Tiga Usulan Efisiensi Pelaksanaan Haji 2015, dalam
republika.co.id, Dipublikasikan pada tanggal 30 Januari 2015,
http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/15/01/30/nizay6-ini-
tiga-usulan-efisiensi-pelaksanaan-haji-2015
Sissah & Fuad Rahman, Problematika Ritual Ibadah Haji: Telaah Perilaku Sosial
Keagamaan Hujjaj di Kota Jambi, Artikel dalam Media Akademika, (Jambi: IAIN
Jambi, Vol. 27, No. 3, Juli 2012).
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, 2003, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif (terj. Imam
Safeii), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suadi, Arief, Sistem Pengendalian Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1995).
Subagyo, Joko P., Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991).
Syaukani, Imam, (ed.), Manajemen Pelayanan Haji Indonesia (Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2009)
Tempo, Kuota Haji 2015, Mayoritas untuk Jemaah Belum Berhaji dalam http://nasional.tempo.
co/read/news, Diakses 10 Oktober 2015, http://nasional. tempo.co/read/news/ 2015/10/05/173
706363/kuota-haji-2015-mayoritas-untuk-jemaah-belum-berhaji
Tim Komisioner KPHI, Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji, Opini dalam
Buletin KPHI, (Jakarta, KPHI, Voume 2, 2014).
Travel, Aljazira, Haji Indonesia dan Kuota, dalamhttp://www.aljaziratour.net/,
Diakses 27 September 2015, http://www.aljaziratour.net/2015/01/haji-indonesia-
dan-kuota.html
Tri Ratomo, Unggul, Catatan penting penyelenggaraan haji Indonesia , dalam
antaranews.com/berita, Dipublikasikan 15 April 2015, http://www.antaranews.
com/berita/ 491465/catatan-penting-penyelenggaraan-haji-indonesia
Al-Thabari, Muhammad Ibn Jarir, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, (Mesir: Dar al-
Ma'arif,tt, Jilid 1).
UMH, Tanya Jawaban Pertanyaan Seputar Haji, dalam umrohhajimabrur.com,
Diakses 1 Oktober 2015, http://umrohhajimabrur.com/tanya-jawab-seputar-haji.
html#
Al-Zuhailiy, Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu (Dimasq: Dar al-Fikr,tt).
Wawancara dengan Abdullah, 31 Oktober 2015.
Wawancara dengan Zahdi Tahir, 24 Oktober 2015.
Wawancara dengan Rizkan Syahbudin, 15 Oktober 2015.
Wawancara dengan Hifzhan, 12 Oktober 2015.
Wawancara dengan Zulkardain Dali, 13 Oktober 2015.

193
Wawancara dengan Rozihan, 12 Oktober 2015.
Wawancara dengan HM. Nasron HK, 15 Oktober 2015
Wawancara dengan Mashuri, 1 Nopember 2015.

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN


PELAKSANAAN HAJI INDONESIA

194
(Restrukturisasi Model Pengelolaan Haji
Menuju Manajemen Haji yang Modern)
(Penelitian Kebijakan)

Oleh:

Nama : Prof. Dr. Sirajuddin M, M.Ag M.H


NIP : 196003071992021001
Pangkat/Golongan:Guru Besar/IV-D
Nama : Prof. Dr. Rohimin M.Ag
NIP : 196405311991031001
Pangkat/Golongan: Guru Besar/IV-C
Nama `:Dr. Zubaedi M. Ag M. Pd (Ketua)
NIP : 196903081996032001
Pangkat/Golongan: Lektor Kepala/IV B
Nama : M. Samsul Maarif
Nama : Mamur

Dibiayai Oleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2015

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM)


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2015

195
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN........................................................... 21
A. Haji dalam Perspektif Fiqh............................................................ 21
B. Ibadah Haji Masa NAbi Ibrahim .................................................. 30
C. Penyelenggaraan Ibadah Haji di Masa Rasulullah ..................... 34
D. Penuyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia ............................... 48

BAB III TINJAUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG


PENGELOLAAN HAJI (PUSAT DAN DAERAH) ........................ 67
A. Kebijakan tentang Regulator, Operator dan Evaluator ............ 67
B. Kebijakan Implementatif .............................................................. 75

BAB IV LAPORAN DAN ANALISA....................................................... 109


A. Tata Kelola Ibadah Haji................................................................ 109
B. Pendaftaran Haji : Isu Waiting List.............................................. 127
C. Pengelolaan Keuangan Haji .......................................................... 134
D. Pembinaan Ibadah Haji................................................................. 145
E. Penyediaan Transportasi Haji ...................................................... 156
F. Penyediaan Konsumsi Haji ........................................................... 158
G. Penyediaan Akomodasi Haji ......................................................... 159
H. Pembenahan Manajemen Haji ..................................................... 162
I. Strategi Perlindungan Haji Indonesia.......................................... 166
J. Tawaran Pengelolaan Haji Secara Modern................................. 170

BAB V PENUTUP............................................................................................. 182


A. Kesimpulan ..................................................................................... 182
B. Saran-Saran.................................................................................... 188

196
PEDOMAN WAWANCARA:

1. Bagaimana penanganan proses prosedur pendaftaran dan kualifikasi (eksodus,


penduduk tetap)? Adakah permasalahan yang masih yang dijumpai dan apa
saran/pendapat/masukan Bapak/Ibu/Sdr untuk perbaikan?
2. Bagaimana kualitas pengelolaan administrasi umum pengelolaan haji di Provisi
Bengkulu?
3. Bagaimanakah proses pengelolaan proses pengecekan kesehatan?
4. Bagaimana pengelolaan pembiayaan haji di Provinsi Bengkulu
5. Bagaimana penanganan pungutan dana talangan haji di lingkungan Kemenag
Bengkulu?
6. Bagaimanakah pandangan Bapak/Ibu tentang pro kontra mekanisme setoran
dana haji antara di bank konvensional/syariah
7. Bagaimana mekanisme pengeluaran sertifikat manasik/pembinaan haji
8. Bagaimana pengelolaan akomodasi, transportasi, katering, layanan dan
kesehatan bagi jamaah pada saat di pemondokan haji di Tanah suci
9. Bagaimana pengelolaan akomodasi, transportasi, katering, layanan dan
kesehatan bagi jamaah pada saat di pemondokan haji pada saat kepulangan ke
Indonesia?
10. Bagaimanakah upaya-upaya peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan haji
?
11. Adakah problem-problem pengelolaan haji menyangkut dualisme managemen:
antara pemda (Biro Kesra) dengan Kemenag?
12. Bagaimanakah hubungan sinergitas antara kedua institusi ini dalam
penganggaran dan pelayanan haji?
13. Bagaimanakah pandangan Bapak/Ibu tentang penanganan daftar tunggu bagi
jamaah haji?
14. Menurut Bapak/ibu permasalahan-permasalahan apa yang muncul dalam
pengelolaan dana abadi umat?
15. Menurut Bapak ibu perlukah dilakukan pembagian tugas yang jelas yang yang
memisahkan antara fungsi regulator, operator, dan evaluator dalam pengelolaan
haji?
16. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji yang
professional dan moden ?
17. Menurut Bapak/Ibu/Sdr bagaimana kualitas kebijakan, pelaksanaan dan
pengawasan Haji saat ini? Adakah permasalahan-permasalahan urgen yang
muncul? Bagaimanakah pandangan Bapak/Ibu/Sdr untuk memperbaikinya?

DAFTAR INFORMAN:

197
1. Pejabat Struktural Pemda :
a. Asirun,
b. Cik Hasan,
c. Hidayat

2. Kemenag :
a. Suardi Abbas,
b. Zahdi Taher,
c. Mukhlisudin,
d. Mulya Khudari

3. KBIH :
a. Imroki,
b. Hifzan,
c. Rozian Karnedi
d. Ihsan Nasution,
e. Abdurrahman Al-Kaf,

4. Ulama:
a. Dani Hamdani,
b. Nurul Fadhilah
c. Dr. Zulkarnain Dali, M. Pd
d. Asyari Husein
e. Nasron HK M.Pd.I
f. Rizkan Syahbuddin M.Pd
g. Jisman Datok Kayo

198

You might also like