You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Abses adalah kumpulan nanah yang diliputi oleh jaringan. Abses anorektal
merupakan abses yang terdapat dalam jaringan anorektum. Sedangkan abses
perianal merupakan abses anorektal superficial tepat dibawah kulit sekitar anus.
Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan
pembentukan rongga abses. Abses anorektal disebabkan oleh radang ruang
pararektum akibat infeksi kuman usus. Umumnya, infeksi terdapat dikelenjar rectum
di kripta antar kolumna rectum. Penyebab lain ialah infeksi dari kulit anus,
hematom, fisura anus, dan skleroterapi Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses
cukup variable, dan rongga abses dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous
(Dorland, 2001; Sjamsuhidajat, 2010; Hebra, 2014).
Abses dinamai sesuai dengan letak anatomi seperti pelvirektal, iskiorektal,
antarsfingter, marginal, yaitu di saluran anus dibawah epitel, dan perianal. Dalam
praktik sehari-hari, abses perianal paling sering ditemukan. Lokasi klasik abses
anorectal sebagai berikut: perianal 60%, ischiorectal 20%, intershincteric 5%,
supralevator 4%, dan submukosa 1% (Sjamsuhidajat, 2010; Hebra, 2014).
Puncak dari abses anorektal adalah pada dekade ketiga dan keempat kehidupan.
Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan dominasi laki-laki: perempuan 3:
2. Sekitar 30% dari pasien dengan abses anorektal bisa sembuh perlu intervensi
bedah. (Hebra, 2014).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Abses Perianal

Abses anorektal merupakan abses yang terdapat dalam jaringan anorektum.


Sedangkan abses perianal merupakan abses anorektal superficial tepat dibawah kulit
sekitar anus. Abses perianal meruakan merupakan infeksi jaringan lunak di sekitar kanalis
analis, dengan pembentukan rongga abses. Keparahan dan kedalaman abses cukup
variable dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistula (fistula
tract). Fistula perianal adalah suatu hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis
anal dan epidermis dari kulit perianal.

Fistula perianal merupakan bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh
sehingga membentuk traktus (Hebra, 2014).

2.2. Anatomi
Anatomi usus besar terdiri atas kolon, rectum, dan saluran anal. Pada pembahasan ini akan
dijelaskan lebih dalam mengenai saluran anal. Secara embriologis, saluran anal atau kanalis analis
berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rectum berasal dari
entoderm. Oleh karena perbedaan asal muasalnya, maka perdarahan, persarafan, serta aliran darah
antara rectum dan anus berbeda.

2
Saluran anal dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka
terhadap rangsangan nyeri. Sehingga apabila terjadi kelainan pada daerah ini seperti abses
dan fistula maka akan terasa nyeri sekali.
Saluran anal memiliki ukuran yaitu + 3 cm dengan sumbu menorah ke ventrokranial
yaitu ke arah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rectum dalam
keadaan istirahat.
Batas atas saluran anal adalah garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata, atau
linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara klumna
rectum. Infeksi yang terjadi pada daerah ini dapat menyebabkan abses anorektum yang
dapat berujung pada pembentukan fistula.
Cincin sfingter anus melingkari saluran anal dan terdiri dari sfingter Internal dan sfingter
eksternal. Sfingter anal internal terdiri atas serabut otot polos dan bekerja tanpa menuruti
kehendak, dipersarafi oleh saraf parasimpatis (S2-S4) dan berguna dalam proses defekasi,
sedangkan sfingter eksternal terdiri atas serabut otot lurik dan bekerja menurut kehendak,
dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan saraf pudendal yang berasal dari pleksus
lumbosacral (L4-L5) yang terdiri dari saraf motorik dan sensorik.
Arteri yang memperdarahi saluran anal adalah cabang dari arteri iliaka interna dan arteri
mesenterika inferior. Arteri iliaka interna akan bercabang menjadi dua bagian yakni arteri
hemoroidalis medialis dan arteri pudendal interna yang nantinya akan bercabang lagi
menjadi arteri hemoroidalis inferior. Sementara itu, arteri hemoroidalis superior
merupakan cabang langsung dari arteri mesenterika inferior dan memperdarahi rectum di
bagian proksimal.

3
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke
arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke
vena porta. Vena ini tidak berkatup seingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di
dalamnya. Pembesaran pada vena ini dapat menumbulkan keluhan hemoroid.

2.3. Etiologi Abses perianal


Obstruksi pada kriptus analis merupakan hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika
terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis.
Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia coli,
spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides, namun, tidak ada bakteri tertentu telah
diidentifikasi sebagai penyebab khas dari abses.

2.4. Patofisiologi Abses Perianal


Abses perirectal merupakan gangguan anorektal yang muncul dan didominasi akibat
dari obstruksi kriptus analis. Anatomi normal menunjukkan terdapat 4-10 glandula analis
pada linea dentata. Glandula analis berfungsi untuk melumasi kanalis analis. Obstruksi
pada kriptus analis merupakan hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi infeksi,

4
terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis. Abses biasanya terbentuk
di ruang intersphincteric dan dapat menyebar di sepanjang ruang. Setelah infeksi mendapat
akses ke ruang intersphincteric, memiliki akses mudah ke ruang perirectal yang
berdekatan. Perpanjangan infeksi dapat melibatkan ruang intersfingterik (intersphingteric
space), ruang iskiorektalis (ischiorectalis space), ruang supralevator (supralevator space).
Dalam beberapa kasus, abses tetap terkandung dalam ruang intersphincterik.

Gambar 2.7 . Patofisiologi abses dan fistula perianal (A=Infeksi dari usus menyerang kriptus analis
atau kelenjar analis lain. Proses primer ini terjadi pada linea dentata ; B dan C=Infeksi menyebar ke
jaringanperianal dan perirektal secara tidak langsung melalui system limfatik atau secara langsung
melalui struktur kelenjar ; D=Terbentuk abses ; E=Abses pecah spontan, menorehkan lubang pada
permukaan kulit perianal dan terbentuk fistula komplit ; F=Terbentuk fistula.

Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia coli,


spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides, namun, tidak ada bakteri tertentu telah
diidentifikasi sebagai penyebab unik dari abses. Penyebab kurang umum dari abses
perianal yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial meliputi TBC,
karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, actinomycosis, venereum limfogranuloma,
penyakit Crohn, trauma, leukemia, dan limfoma. Ini dapat mengakibatkan
pengembangan atipikal fistula-in-ano atau fistula rumit yang gagal untuk merespon
perawatan bedah konvensional. (Gearheart, 2008)

Seiring membesarnya abses, abses dapat menyebar ke beberapa arah. Abses perianal
adalah manifestasi paling umum dan muncul sebagai pembengkakan yang nyeri di

5
ambang analis. Menyebar melalui sphincter exsternal di bawah tingkat puborectalis
menghasilkan abses iskiorektalis. Abses ini dapat menjadi sangat besar dan mungkin
tidak terlihat di daerah perianal. Pemeriksaan digital rektal dapat ditemukan
pembengkakan yang nyeri di lateral fossa iskiorektalis.

Gambar 2.8 Daerah penyebaran infeksi pada perianal space

Gambar 2.9 Lokasi abses dan fistula perianal

6
2.5. Klasifikasi
Klasifikasi dan persentase abses perirektal adalah:
1. Perianal 4050%
2. Ischiorektal 2025%
3. Intersfingterik 25%
4. Supralevator 2.5%.

Gambar 2.10 Letak-letak Abses (Pfeninger & Zainea, 2001)

Gambar 2.11 Lokasi Abses

Telah disebutkan di atas bahwa abses dan fistula perianal merupakan penyakit
anorektal yang muncul karena obstruksi kriptus anus. Gambaran anatomi fisiologis

7
menunjukkan terdapat 4-10 kelenjar anus pada linea dentata yang berfungsi untuk
melumasi lubang anus. Obstruksi pada kelenjar kriptus anus karena stasis dan sekresi
kelenjar terganggu, kemudian akan terjadi infeksi, supurasi dan terbentuklah abses
dalam kelenjar kriptus anus. Abses yang terbentuk ini bisa di ruang intersphincteric dan
dapat menyebar di sepanjang anus diatas linea detanta.

2.6. Gejala Klinis


Awalnya, pasien merasakan nyeri berdenyut yang semakin lama semakin nyeri
sesaat, kemudian sebelum defekasi nyerinya membaik tetapi pasien tetap tidak merasa
nyaman. Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saat duduk.
Nyeri timbul bila abses terletak pada anus, disekitar anus atau pada kulit perianal.
Gejala peradangan bisa sistemik dengan tanda yang cukup jelas seperti demam,
leukositosis, dan bisa tampak toksik. Tanda dan gejala lokal tergantung pada letaknya
abses. Pada colok dubur atau pemeriksaan vaginal, bisa didapatkan gejala abses
iskiorektal atau pelvirektal. Pada umumnya, tidak ada gangguan defekasi (Sjamsuhidajat,
2010)
Abses perianal biasanya jelas karena tampak pembengkakan pada anus yang mungkin
berwarna biru, nyeri, panas, dan akhirnya berfluktuasi. Penderita menjadi demam dan
tidak dapat duduk pada sisi abses gluteus. Komplikasi karena terjadi perluasan abses ke
rongga lain dan bisa perforasi anorektum, atau ke luar melalui kulit perianal
(Sjamsuhidajat, 2010)
Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluhkan rasa tidak nyaman disertai
pruritus didaerah perianal. Nyeri perianal sering diperburuk oleh gerakan dan tekanan
perineum pada saat duduk atau buang air besar. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
eritematosa, benjolan kecil, berfluktuasi dan adanya massa subkutan di dekat lubang
anus.( Hebra, 2014)

Abses perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit perianal, sebaliknya abses
anorektal yang terletak lebih dalam dapat diraba melewati dinding rectum atau lebih ke

8
lateral yaitu di gluteus. Abses perianal biasanya tidak disertai demam, lekositosis atau
sepsis pada pasien dengan imunitas yang baik.

Pada abses yang besar bisa disertai demam dan abses tersebut bisa menembus
sampai ke permukaan kulit disertai nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat pada saat
mengedan, batuk atau bersin, biasanya adalah abses intersfingter. Dengan berjalannya
abses dan nyeri dapat mengganggu aktivitas untuk berjalan atau duduk (Burgess, 2011).

Gambaran Klinis Dari Abses Perianal (Burgess, 2011)

2.7. Penatalaksanaan

Prinsip terapi abses perianal:

- Menghilangkan abses dan keluhan


- Mencegah kekambuhan
- Mempertahankan otot spincter
Pengobatan abses adalah dilakukan drainase, infeksi akan tetap terjadi kecuali nanah
sudah tidak ada. Abses adalah nanah dalam rongga avaskular dan diliputi jaringan.
Pengobatan bukan karena antibiotik saja. Jika tidak diobati, Abses dapat berkembang

9
keseluruh jaringan yang lebih dalam dan memiliki potensi untuk berkembang menjadi
infeksi yang mengancam jiwa, infeksi sistemik (Stevenson, 2016).

Pembentukan abses subkutan dapat terjadi di manapun pada tubuh, tetapi sering
terjadi di intertriginosa, daerah rambut bantalan, seperti pangkal paha. Ini biasanya
merupakan hasil dari perluasan langsung dari infeksi pada dermis atau epidermis (yaitu,
furunkel, karbunkel, folikulitis, selulitis) oleh flora kulit normal. abses perineal biasanya
polymicrobial mengandung campuran aerobik dan anaerobik gram negatif organisme.
organisme umum termasuk Staphylococcus aureus dan kelompok A -hemolytic
streptococci (flora kulit normal terisolasi di semua situs tubuh) dan enterik gram negatif
basil dan fragilis kelompok Bacteroides (flora norma gastrointestinal) (Stevenson, 2016).

Prosedur drainase perianal abses

Anestesi

Banyak abses dapat didrainasekan dengan pemberian anestesi lokal. Jenis anastesi yang
digunakan ialah % Marcaine atau 1% lidokain dengan atau tanpa epinefrin. Epinefrin dapat
digunakan untuk mengurangi jumlah perdarahan di lokasi sayatan. Menyuntikkan kulit di
sekitarnya rongga abses bukan rongga itu sendiri. Menyuntikkan anestesi ke dalam rongga
abses akan menghasilkan efek anestesi yang tidak adekuat (Stevenson, 2016).

Dalam kasus di mana tingkat rongga abses tidak dapat diberikan dengan anastesi lokal,
atau di mana rasa sakit terlalu besar untuk melakukan drainase di bawah anestesi lokal,
pemeriksaan dan drainase di ruang operasi dengan sedasi atau anestesi umum diperlukan
(Stevenson, 2016).

Alat pelindung diri

- Sarung tangan
- Pelindung wajah
- Gaun

10
Persiapan obat anastesi

- Anestesi topical
- Jarum suntik, 10 mL
- Jarum, 27
- Jarum, 18

Persiapan lokasi tindakan

- prep kulit
- handuk steril

Instrumen

- Scalpel
- Forceps
- swab untuk kultur abses

Irigasi

kasa steril (Stevenson, 2016).

Positioning

Posisi ditentukan oleh lokasi. Tergantung pada posisi yang memberikan


pandangan lokasi tindakan yang jelas, pasien mungkin diposisikan prone atau
supine. dorsal litotomi memberikan pandangan lokasi tindakan yang jelas
(Stevenson, 2016).

Teknik

Tujuan pengobatan adalah untuk menghilangkan semua debris nekrotik dan


nanah dari rongga abses. Membuka abses secara luas untuk drainase merupakan hal
yang penting. luka harus tetap terbuka setelah prosedur untuk penyembuhan.
Penyembuhan lukanya hanya perlu di tutup dengan kasa dan mengganti kasa secara
teratur. Menutup hasil luka secara primer akan menyebabkan reakumulasi infeksi.

11
Antibiotik spektrum luas IV sering diberikan sebelum operasi. antibiotik pasca
operasi disesuaikan menurut hasil kultur bakteri (Stevenson, 2016).

Prosedur

- Desinfeksi secara steril akan mengurangi paparan infeksi pada lokasi operasi.
- Memasukan obat anestesi lokal ke dalam jarum suntik menggunakan jarum 18-
gauge dan menyuntikkan kulit sekitar abses menggunakan jarum 27-gauge.
- Membuat sayatan langsung di atas lokasi abses, panjang sayatan tergantung
lokasi panjangnya daerah abses yang fluktuasi.
- Gunakan forcep untuk meregangkan sayatan, untuk drainase abses. Masukkan
jari atau forsep ke rongga abses untuk membuka loculations.
- Bersihkan luka insisi dengan irigasi. Pilihan irigasi termasuk vankomisin,
gentamisin, hidrogen peroksida, iodine, hibiclens, air steril, atau saline. Hal ini
dapat dicapai dengan menggunakan jarum suntik, botol semprot, atau Pulsavac.
- Tutup rongga abses dengan kasa steril

Komplikasi yang dapat terjadi, seperti halnya prosedur bedah, perdarahan,


ini merupakan komplikasi tindakan. Lokasi operasi merupakan lokasi yang sudah
terjadi infeksi, namun penyebaran infeksi ke jaringan sekitarnya perlu dicegah.
Resiko ini dapat diminimalkan dengan cara membatasi trauma pada jaringan abses
lokal. Tindakan ini merupakan tindakan prosedur rawat jalan, namun jika terjadi
tanda-tanda infeksi sistemik atau komplikasi daripada prosedur lokal tadi seperti
terjadinya pendarahan yang berlebihan maka perlu masuk rumah sakit. (Stevenson,
2016).

Hal yang perlu diperhatikan post tindakan:

- Perawatan luka: dengan dressing harus dirubah dari basah ke kering dua kali sehari
sampai luka sembuh. Dressing basah menjadi kering berfungsi untuk debride luka.

12
- Manajemen nyeri: obat nyeri oral digunakan untuk manajemen nyeri pada periode
pasca operasi. Umumnya, rasa sakit yang disebabkan oleh abses dengan
pengobatan hanya memerlukan pemberian manajemen anti nyeri yang minimal.
- Antibiotik pasca operasi: terapi antibiotik pasca operasi ditentukan dari hasil kultur
luka. Meskipun kemungkinan besar akan diberikan antibiotik pasca operasi,
beberapa perdebatan masih terjadi mengenai apakah perlu atau tidaknya
antibiotik setelah drainase.
- Follow up: Pasien akan kontrol di klinik bedah 1-2 minggu setelah drainase, dan
setelah itu sampai luka sembuh. Luka harus terus ditutup kasa dan dijaga agar kasa
tetap kering sampai rongga bekas insisi mengalami penyembuhan (Stevenson,
2016).

Abses anorektal harus dilakukan drainase secepat mungkin setelah diagnosis


ditegakkan. Jika diagnosis masih ragu-ragu, lakukan pemeriksaan dengan bantuan
anestesi. Ini sering merupakan cara yang paling tepat untuk konfirmasi diagnosis serta
terapi. Pengobatan yang tertunda atau tidak sesuai terkadang dapat menyebabkan
perluasan abses dan dapat mengancam jiwa. Apabila terjadi nekrosis jaringan yang luas,
atau bahkan septicemia, antibiotik sangat diperlukan termasuk bila terjadi selulitis atau
pasien gangguan immunocompromised, diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub
jantung. Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan
yang efektif untuk mengobati abses perianal atau perirektal. ( Hebra, 2014).

Kebanyakan abses perianal dapat didrainase dengan anestesi lokal di poliklinik, atau
unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasi yang sulit
diperlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan
pada bagian yang paling menonjol dari abses. Eksisi Dog ear" yang timbul setelah insisi,
harus dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan
dilakukan Sitz bath (rendam duduk) dapat dimulai pada hari berikutnya ( Hebra, 2014).

13

Gambar 2.26. Drainase Abses Perianal

14
BAB 3

KESIMPULAN

Abses adalah kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan, organ atau
rongga yang tertutup. Abses anorektal merupakan abses yang terdapat dalam jaringan
anorektum. Sedangkan abses perianal merupakan abses anorektal superficial tepat
dibawah kulit sekitar anus. Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar
saluran anal. Abses dinamai sesuai dengan letak anatomic seperti pelvirektal, iskiorektal,
antarsfingter, marginal, yaitu di saluran anus dibawah epitel, dan perianal. Dalam praktik
sehari-hari, abses perianal paling sering ditemukan.

Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia coli,


spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides, namun, tidak ada bakteri tertentu telah
diidentifikasi sebagai penyebab unik dari abses.

Abses perianal biasanya sudah jelas saat inspeksi tampak pembengkakan yang
mungkin berwarna biru, nyeri, panas, dan akhirnya berfluktuasi. Sedangkan pemeriksaan
colok dubur dibawah anestesi dapat membantu dalam kasus-kasus tertentu, karena
ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian terhadap
pemeriksaan fisik yang menyeluruh.

Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa dengan


antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan peradangan sistemik,
diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan. Abses anorektal khususnya
abses perianal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering
merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati.

Setelah dilakukan tindakan incise drainase kekambuhan abses perianal dapat tetap
terjadi pada 10% populasi dan abses perianal dapat berkembang menjadi fistula
anorektal pada > 50% pasien.

15
DAFTAR PUSTAKA

Burgess B.E. 2011. Chapter 85 Anorectal Disorders. Tintinallis Emergency Medicine. Mc


Graw Hill Education.

Bleier, Joshua I.S., Husein Moloe, Chapter 27 : Perirectal Abcess and Fistula in
Ano, 2013, in : Netter Surgical Anatomy.

Brunicardi F. Charles et all. Schwartzs: Principles of Surgery 9th Edition. 2010.

Drake R, Vogl W., Mitchell A.W.M., 2007. Gray's Anatomy for Students, Philadelphia:
Saunders, Elsevier, p.446-453, 455.

Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:
EGC.

Garg P. 2010. The Efficacy of Anal Fistu;a Plug in Fistula-in-Ano: a Systemic

Review. Available from: URL: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1463-


1318.2009.01933.x/ abstract.

Gearheart, Susan L. 2008. Chapter 291. Diverticular Disease and Common Anorectal
Disorders, in : Harrisons Principle of Internal Medicine 17th edition.

Hebra, Andre. Perianal Abscess. Updated: Oct. 30th, 2014. Downloaded from :
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview

Jaffe, Bernard M. and David H.Berger. Colon, Rectum and Anus. 2010. In :
Schwartzs: Principles of Surgery 9th. Edition.

Poggio JL. 2015. Fistula-in-Ano. Medscape Reference. Available from:


URL:http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#a4.

Prosst RL. 2012. The Proctology Clip System for Anorectal Fistula Closure:Anal Fistula.
Available from:
URL:http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3109/13645706.2012.692690?journalC
ode=imit20.

Rothenberger D.A, Bullard K.M. 2006. Colon Rektum an Anus dalam FC Brunicardi, DL Dunn,
JG Hunter. Schwart Manual of Surgery 8th Ed Mc Graw Hill, New York. 732-782

Stevenson BJ. 2016. Perineal Abscess Drainage. Medscape Reference. Available


from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/1949772-overview.

16
Sjamsuhidajat. R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC. Jakarta. 2010.

Tabry Helena, 2011. Update on anal fistulae : Surgical perspectives for the
gastroenterologist, Can Journal Gastroenterology Vol 25: Pulsus Group, Inc, p.675-
680.

Vinay K. 2016. Anal Canal Anatomy. Medscape Reference. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1990236-overview#a2.

Whiteford, MH. 2007. Perianal Abscess/Fistula Disease. Downloaded from:


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2780182/ ,

Zollinger R.M, 2011. Perianal and Ischiorectal Abcess Treatment of Fistula in Ano in Atlas
of Surgical Operation, ninth edition, United States: The McGraw-Hill Companies, Inc.,
p. 484-487.

17

You might also like