Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fistula perianal merupakan bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh
sehingga membentuk traktus (Hebra, 2014).
2.2. Anatomi
Anatomi usus besar terdiri atas kolon, rectum, dan saluran anal. Pada pembahasan ini akan
dijelaskan lebih dalam mengenai saluran anal. Secara embriologis, saluran anal atau kanalis analis
berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rectum berasal dari
entoderm. Oleh karena perbedaan asal muasalnya, maka perdarahan, persarafan, serta aliran darah
antara rectum dan anus berbeda.
2
Saluran anal dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka
terhadap rangsangan nyeri. Sehingga apabila terjadi kelainan pada daerah ini seperti abses
dan fistula maka akan terasa nyeri sekali.
Saluran anal memiliki ukuran yaitu + 3 cm dengan sumbu menorah ke ventrokranial
yaitu ke arah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rectum dalam
keadaan istirahat.
Batas atas saluran anal adalah garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata, atau
linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara klumna
rectum. Infeksi yang terjadi pada daerah ini dapat menyebabkan abses anorektum yang
dapat berujung pada pembentukan fistula.
Cincin sfingter anus melingkari saluran anal dan terdiri dari sfingter Internal dan sfingter
eksternal. Sfingter anal internal terdiri atas serabut otot polos dan bekerja tanpa menuruti
kehendak, dipersarafi oleh saraf parasimpatis (S2-S4) dan berguna dalam proses defekasi,
sedangkan sfingter eksternal terdiri atas serabut otot lurik dan bekerja menurut kehendak,
dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan saraf pudendal yang berasal dari pleksus
lumbosacral (L4-L5) yang terdiri dari saraf motorik dan sensorik.
Arteri yang memperdarahi saluran anal adalah cabang dari arteri iliaka interna dan arteri
mesenterika inferior. Arteri iliaka interna akan bercabang menjadi dua bagian yakni arteri
hemoroidalis medialis dan arteri pudendal interna yang nantinya akan bercabang lagi
menjadi arteri hemoroidalis inferior. Sementara itu, arteri hemoroidalis superior
merupakan cabang langsung dari arteri mesenterika inferior dan memperdarahi rectum di
bagian proksimal.
3
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke
arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke
vena porta. Vena ini tidak berkatup seingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di
dalamnya. Pembesaran pada vena ini dapat menumbulkan keluhan hemoroid.
4
terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis. Abses biasanya terbentuk
di ruang intersphincteric dan dapat menyebar di sepanjang ruang. Setelah infeksi mendapat
akses ke ruang intersphincteric, memiliki akses mudah ke ruang perirectal yang
berdekatan. Perpanjangan infeksi dapat melibatkan ruang intersfingterik (intersphingteric
space), ruang iskiorektalis (ischiorectalis space), ruang supralevator (supralevator space).
Dalam beberapa kasus, abses tetap terkandung dalam ruang intersphincterik.
Gambar 2.7 . Patofisiologi abses dan fistula perianal (A=Infeksi dari usus menyerang kriptus analis
atau kelenjar analis lain. Proses primer ini terjadi pada linea dentata ; B dan C=Infeksi menyebar ke
jaringanperianal dan perirektal secara tidak langsung melalui system limfatik atau secara langsung
melalui struktur kelenjar ; D=Terbentuk abses ; E=Abses pecah spontan, menorehkan lubang pada
permukaan kulit perianal dan terbentuk fistula komplit ; F=Terbentuk fistula.
Seiring membesarnya abses, abses dapat menyebar ke beberapa arah. Abses perianal
adalah manifestasi paling umum dan muncul sebagai pembengkakan yang nyeri di
5
ambang analis. Menyebar melalui sphincter exsternal di bawah tingkat puborectalis
menghasilkan abses iskiorektalis. Abses ini dapat menjadi sangat besar dan mungkin
tidak terlihat di daerah perianal. Pemeriksaan digital rektal dapat ditemukan
pembengkakan yang nyeri di lateral fossa iskiorektalis.
6
2.5. Klasifikasi
Klasifikasi dan persentase abses perirektal adalah:
1. Perianal 4050%
2. Ischiorektal 2025%
3. Intersfingterik 25%
4. Supralevator 2.5%.
Telah disebutkan di atas bahwa abses dan fistula perianal merupakan penyakit
anorektal yang muncul karena obstruksi kriptus anus. Gambaran anatomi fisiologis
7
menunjukkan terdapat 4-10 kelenjar anus pada linea dentata yang berfungsi untuk
melumasi lubang anus. Obstruksi pada kelenjar kriptus anus karena stasis dan sekresi
kelenjar terganggu, kemudian akan terjadi infeksi, supurasi dan terbentuklah abses
dalam kelenjar kriptus anus. Abses yang terbentuk ini bisa di ruang intersphincteric dan
dapat menyebar di sepanjang anus diatas linea detanta.
Abses perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit perianal, sebaliknya abses
anorektal yang terletak lebih dalam dapat diraba melewati dinding rectum atau lebih ke
8
lateral yaitu di gluteus. Abses perianal biasanya tidak disertai demam, lekositosis atau
sepsis pada pasien dengan imunitas yang baik.
Pada abses yang besar bisa disertai demam dan abses tersebut bisa menembus
sampai ke permukaan kulit disertai nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat pada saat
mengedan, batuk atau bersin, biasanya adalah abses intersfingter. Dengan berjalannya
abses dan nyeri dapat mengganggu aktivitas untuk berjalan atau duduk (Burgess, 2011).
2.7. Penatalaksanaan
9
keseluruh jaringan yang lebih dalam dan memiliki potensi untuk berkembang menjadi
infeksi yang mengancam jiwa, infeksi sistemik (Stevenson, 2016).
Pembentukan abses subkutan dapat terjadi di manapun pada tubuh, tetapi sering
terjadi di intertriginosa, daerah rambut bantalan, seperti pangkal paha. Ini biasanya
merupakan hasil dari perluasan langsung dari infeksi pada dermis atau epidermis (yaitu,
furunkel, karbunkel, folikulitis, selulitis) oleh flora kulit normal. abses perineal biasanya
polymicrobial mengandung campuran aerobik dan anaerobik gram negatif organisme.
organisme umum termasuk Staphylococcus aureus dan kelompok A -hemolytic
streptococci (flora kulit normal terisolasi di semua situs tubuh) dan enterik gram negatif
basil dan fragilis kelompok Bacteroides (flora norma gastrointestinal) (Stevenson, 2016).
Anestesi
Banyak abses dapat didrainasekan dengan pemberian anestesi lokal. Jenis anastesi yang
digunakan ialah % Marcaine atau 1% lidokain dengan atau tanpa epinefrin. Epinefrin dapat
digunakan untuk mengurangi jumlah perdarahan di lokasi sayatan. Menyuntikkan kulit di
sekitarnya rongga abses bukan rongga itu sendiri. Menyuntikkan anestesi ke dalam rongga
abses akan menghasilkan efek anestesi yang tidak adekuat (Stevenson, 2016).
Dalam kasus di mana tingkat rongga abses tidak dapat diberikan dengan anastesi lokal,
atau di mana rasa sakit terlalu besar untuk melakukan drainase di bawah anestesi lokal,
pemeriksaan dan drainase di ruang operasi dengan sedasi atau anestesi umum diperlukan
(Stevenson, 2016).
- Sarung tangan
- Pelindung wajah
- Gaun
10
Persiapan obat anastesi
- Anestesi topical
- Jarum suntik, 10 mL
- Jarum, 27
- Jarum, 18
- prep kulit
- handuk steril
Instrumen
- Scalpel
- Forceps
- swab untuk kultur abses
Irigasi
Positioning
Teknik
11
Antibiotik spektrum luas IV sering diberikan sebelum operasi. antibiotik pasca
operasi disesuaikan menurut hasil kultur bakteri (Stevenson, 2016).
Prosedur
- Desinfeksi secara steril akan mengurangi paparan infeksi pada lokasi operasi.
- Memasukan obat anestesi lokal ke dalam jarum suntik menggunakan jarum 18-
gauge dan menyuntikkan kulit sekitar abses menggunakan jarum 27-gauge.
- Membuat sayatan langsung di atas lokasi abses, panjang sayatan tergantung
lokasi panjangnya daerah abses yang fluktuasi.
- Gunakan forcep untuk meregangkan sayatan, untuk drainase abses. Masukkan
jari atau forsep ke rongga abses untuk membuka loculations.
- Bersihkan luka insisi dengan irigasi. Pilihan irigasi termasuk vankomisin,
gentamisin, hidrogen peroksida, iodine, hibiclens, air steril, atau saline. Hal ini
dapat dicapai dengan menggunakan jarum suntik, botol semprot, atau Pulsavac.
- Tutup rongga abses dengan kasa steril
- Perawatan luka: dengan dressing harus dirubah dari basah ke kering dua kali sehari
sampai luka sembuh. Dressing basah menjadi kering berfungsi untuk debride luka.
12
- Manajemen nyeri: obat nyeri oral digunakan untuk manajemen nyeri pada periode
pasca operasi. Umumnya, rasa sakit yang disebabkan oleh abses dengan
pengobatan hanya memerlukan pemberian manajemen anti nyeri yang minimal.
- Antibiotik pasca operasi: terapi antibiotik pasca operasi ditentukan dari hasil kultur
luka. Meskipun kemungkinan besar akan diberikan antibiotik pasca operasi,
beberapa perdebatan masih terjadi mengenai apakah perlu atau tidaknya
antibiotik setelah drainase.
- Follow up: Pasien akan kontrol di klinik bedah 1-2 minggu setelah drainase, dan
setelah itu sampai luka sembuh. Luka harus terus ditutup kasa dan dijaga agar kasa
tetap kering sampai rongga bekas insisi mengalami penyembuhan (Stevenson,
2016).
Kebanyakan abses perianal dapat didrainase dengan anestesi lokal di poliklinik, atau
unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasi yang sulit
diperlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan
pada bagian yang paling menonjol dari abses. Eksisi Dog ear" yang timbul setelah insisi,
harus dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan
dilakukan Sitz bath (rendam duduk) dapat dimulai pada hari berikutnya ( Hebra, 2014).
13
14
BAB 3
KESIMPULAN
Abses adalah kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan, organ atau
rongga yang tertutup. Abses anorektal merupakan abses yang terdapat dalam jaringan
anorektum. Sedangkan abses perianal merupakan abses anorektal superficial tepat
dibawah kulit sekitar anus. Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar
saluran anal. Abses dinamai sesuai dengan letak anatomic seperti pelvirektal, iskiorektal,
antarsfingter, marginal, yaitu di saluran anus dibawah epitel, dan perianal. Dalam praktik
sehari-hari, abses perianal paling sering ditemukan.
Abses perianal biasanya sudah jelas saat inspeksi tampak pembengkakan yang
mungkin berwarna biru, nyeri, panas, dan akhirnya berfluktuasi. Sedangkan pemeriksaan
colok dubur dibawah anestesi dapat membantu dalam kasus-kasus tertentu, karena
ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian terhadap
pemeriksaan fisik yang menyeluruh.
Setelah dilakukan tindakan incise drainase kekambuhan abses perianal dapat tetap
terjadi pada 10% populasi dan abses perianal dapat berkembang menjadi fistula
anorektal pada > 50% pasien.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bleier, Joshua I.S., Husein Moloe, Chapter 27 : Perirectal Abcess and Fistula in
Ano, 2013, in : Netter Surgical Anatomy.
Drake R, Vogl W., Mitchell A.W.M., 2007. Gray's Anatomy for Students, Philadelphia:
Saunders, Elsevier, p.446-453, 455.
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:
EGC.
Gearheart, Susan L. 2008. Chapter 291. Diverticular Disease and Common Anorectal
Disorders, in : Harrisons Principle of Internal Medicine 17th edition.
Hebra, Andre. Perianal Abscess. Updated: Oct. 30th, 2014. Downloaded from :
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview
Jaffe, Bernard M. and David H.Berger. Colon, Rectum and Anus. 2010. In :
Schwartzs: Principles of Surgery 9th. Edition.
Prosst RL. 2012. The Proctology Clip System for Anorectal Fistula Closure:Anal Fistula.
Available from:
URL:http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3109/13645706.2012.692690?journalC
ode=imit20.
Rothenberger D.A, Bullard K.M. 2006. Colon Rektum an Anus dalam FC Brunicardi, DL Dunn,
JG Hunter. Schwart Manual of Surgery 8th Ed Mc Graw Hill, New York. 732-782
16
Sjamsuhidajat. R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC. Jakarta. 2010.
Tabry Helena, 2011. Update on anal fistulae : Surgical perspectives for the
gastroenterologist, Can Journal Gastroenterology Vol 25: Pulsus Group, Inc, p.675-
680.
Vinay K. 2016. Anal Canal Anatomy. Medscape Reference. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1990236-overview#a2.
Zollinger R.M, 2011. Perianal and Ischiorectal Abcess Treatment of Fistula in Ano in Atlas
of Surgical Operation, ninth edition, United States: The McGraw-Hill Companies, Inc.,
p. 484-487.
17