Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Pembangunan industri berbasis kelautan mencakup beberapa sektor meliput (a) Jasa
Transportasi Laut; (b) Jasa Penyeberangan ; (c) Perikanan Tangkap ; (c) Minyak & Gas
Lepas Pantai ; (d) Sumber Hayat Laut ; (e) Pariwisata Laut ; (f) Konversi Energi ; dsb.
yangmana secara keseluruhan baik pengelolaan maupun operasionalnya membutuhkan
fasilitas pendukung, yaitu kapal-kapal dengan berbagai tpe tertentu yang mampu
melayani kepentingan tersebut.
Di sub-sektor jasa transportasi laut dibutuhkan kapal-kapal dengan tpe General Cargo,
Container, Bulk Carrier, Tug Boat, Barge, dll. untuk mendukung kegiatan transpotasi laut
mulai dari muatan barang hingga muatan curah. Keberadaan armada kapal-kapal
tersebut merupakan suatu mata rantai dari proses perpindahan muatan dari satu
lokasi ke lokasi yang lainnya sebagai akibat dari kegiatan jual-beli antara seller dan
buyer. Demikian juga halnya dengan sub- sektor jasa penyeberangan / ferry yang secara
jelas membutuhkan armada penyeberangan, berupa kapal-kapal dengan tpe Passengers
Ferry, Car & Passenger Ferry, Fast Ferry, LCT, dll untuk melayani kepentingan
penyeberangan tersebut. Fungsi utama kapal penyeberangan ini adalah sebagai
jembatan terapung yang menghubungkan dua atau lebih wilayah / pulau, sehingga
masyarakat di wilayah / daerah tersebut dapat mengurangi ketertinggalannya terhadap
masyarakat di wilayah / daerah lainnya. Fungsi berikutnya adalah untuk dapat lebih
meningkatkan pendapatan / laju pertumbuhan ekonomi masyarakat daerah sebagai
akibat dari terbukanya jalur transportasi antar wilayah / daerah / pulau tersebut.
Potensi Perikanan Tangkap / Laut merupakan asset nasional yang sangat tnggi nilainya,
maka sudah selayaknya apabila sub-sektor ini lebih dioptimalkan pengelolaannya. Kondisi
di lapangan yang terjadi saat ini adalah banyaknya ikan- ikan di perairan Indonesia yang
dicuri oleh nelayan-nelayan asing yangmana nilainya dapat mencapai miliar-an US
Dollar. Sehingga kebutuhan terhadap armada perikanan tangkap sangat tnggi,
khususnya kapal-kapal ikan yang berkemampuan operasi hingga 200 mil laut. Ditinjau
dari segi ukuran tonnase
kapal, kebutuhannya juga variatif mulai dari 10 GT, 30 GT, 70 GT, hingga diatas
120 GT, dan jika ditinjau dari aspek fungsi maka kebutuhannya adalah kapal
penangkap ikan (Fishing Vessels ) dan kapal pengangkut ikan (Fish Carriers ).
Secara keseluruhan kebutuhan dari unit-unit kapal tesebut harus mampu diantsipasi oleh
galangan-galangan kapal (industri perkapalan) yang ada di Indonesia, yangmana bila
dikategorikan terdiri dari : (a) Galangan Kapal Besar (Kelas Fasilitasnya diatas 10.000
Ton), (b) Galangan Kapal Menengah (Kelas Fasilitasnya dalam range 500 s.d. 10.000
Ton), (c) Galangan Kapal Kecil (Kelas Fasilitasnya dibawah 500 Ton).
Sepert yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, bahwa industri perkapalan di Indonesia
mempunyai klasifkasi yang berbeda-beda dimana masing-masing memiliki segment
pasar sendiri-sendiri pula. Hal ini sebenarnya menunjukkan bagaimana bentuk / pola
keragaman yang ada, serta kekayaan putra/i bangsa di sektor industri maritim di
Indonesia. Pada industri perkapalan yang termasuk klasifikasi galangan kapal modern
sudah mulai melakukan penjajagan terhadap diversifkasi produk, sepert misalnya
membangun offshore structures untuk mendukung kegiatan-kegiatan eksplorasi serta
exploitasi minyak dan gas bumi lepas pantai.
Industri perkapalan adalah bukanlah semata-mata sebuah pabrik yang berdiri sendiri,
melainkan lebih condong kearah sebutan sebagai tukang jahit. Artnya, Industri
perkapalan mempunyai keterkaitan yang erat dengan industri-industri lainnya (industri
pendukung dan penunjang bidang marine ) didalam membangun suatu kapal atau
bangunan apung. Sebagai misal; industri plat baja, industri mesin kapal, industri
peralatan bongkar muat, industri piping, industri peralatan navigasi dan komunikasi,
industri permesinan dan perlistrikan, industri pembuatan baling-baling, industri
kimia (marine paints ), dsb. Hal ini tergambar sepert diagram dibawah ini,
Industri Pendukung
Industri Penunjang
Pemilik kapal ataupun operator kapal beranggapan bahwa kondisi kapal akan selalu
terjaga dengan baik, mengingat mulai dari tahap perencanaan, pembangunan dan
operasi kapal itu senantiasa diinspeksi oleh Biro Klasifikasi / Classifcation society (BKI, LR,
ABS, NK, DNV, dsb). Kelayak-lautan dari suatu kapal memang menjadi prioritas yang
utama, dan untuk masalah ini aturan- aturan yang berlaku pun sudah International
Standard (SOLAS, IMO, MARPOL).
Visi & Misi Kapal
Yang Direncanakan
No
Class
Approval ?
Yes
Tahap Berikutnya :
Construction & Production
Pada Tahap Constructon & Production ini peran Biro Klasifikasi juga bersifat wajib,
khususnya pada kapal-kapal komersial. Sertfkasi Kapal yang meliput Sertfkasi Lambung
Kapal (Hull Construction Certficate ), Sertfikasi Permesinan (Machinery Certficate ),
serta Sertfkat Perlengkapan Kapal (Ship Equipment Certficate ) yangmana sertfkasi-
sertfkasi tersebut dapat digunakan sebagai pegangan untuk pihak-pihak yang lain
(Insurance) dalam menilai terhadap kualitas kapal.
Industri Pendukung
& Penunjang
terhadap orang, barang (kapal dan muatannya), dan lingkungan. Disamping itu
kecenderungan dari industri maritim ini adalah sepert investasi jangka panjang, padat
modal dan lambat dalam pengembaliannya. Sehingga mengakibatkan banyak
investors yang enggan untuk terjun kedalam bisnis maritm tersebut. Dilain pihak
tingkat ketergantungan industri perkapalan / galangan kapal terhadap peran
investor adalah sangat besar.
Secara keseluruhan bagi industri perkapalan untuk dapat survive didalam market
competeton adalah dukungan pemodalan didalam pembiayaan pembangunan kapal. Hal
ini tidak hanya dialami oleh galangan-galangan kelas kecil dan menengah saja, akan
tetapi juga terjadi pada galangan-galangan besar/modern di Indonesia. Kesulitan
didalam pendanaan ini juga merupakan salah satu penyebab kelesuan industri
perkapalan saat ini.
Selanjutnya adalah masalah Komponen / Peralatan / Sistem yang terinstal pada suatu
kapal (bangunan baru) masih banyak yang merupakan produk luar negeri (komponen
impor). Sehingga mengakibatkan harga produk kapal menjadi lebih mahal
dibandingkan kalau kapal tersebut dibangun di luar negeri, terutamanya untuk
pembangunan kapal-kapal yang modern ataupun yang berukuran relatif besar.
Disamping itu, permasalahan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi
dibidang industri perkapalan ini masih terbatas (langka) bilamana dibandingkan
dengan industri-industri darat lainnya. Sisi lemah ini semakin diperparah oleh kurangnya
dukungan terhadap aktivitas riset-riset yang terkait dengan pengembangan dunia
industri perkapalan di Indonesia.
Sampai dengan saat ini jumlah perusahaan yang bergerak dalam industri perkapalan di
Indonesia tercatat sekitar 240 perusahaan, dimana 9 perusahaan dikategorikan sebagai
galangan kapal besar (yaitu kelas fasilitasnya diatas
10.000 ton). Sehingga dengan jumlah besar ini, industri perkapalan nasional memiliki
kekuatan tersendiri didalam mengantsipasi tngkat kebutuhan kapal- kapal baik dari
dalam negeri maupun luar negeri. Namun demikian, bukan berart peningkatan
kemampuan internal tidak dibutuhkan lagi akan tetapi justru merupakan keharusan
seiring dengan perkembangan IPTEK.
Jumlah tenaga kerja yang berada di industri perkapalan di Indonesia saat ini berkisar
32 ribuan orang, sehingga ini juga merupakan kekuatan yang harus ditingkatkan
kemampuan serta kompetensinya dimasa-masa mendatang. Lebih jauh, penguatan
dalam merubah kemampuan tenaga kerja dari kondisi ordinary workers menjadi
professionals / skill workers adalah merupakan langkah bijak yang perlu mendapat
dukungan dari berbagai pihak.
Sisi kekuatan lainnya dari industri perkapalan di Indonesia, adalah track record
(pengalaman) dalam pembangunan/pembuatan kapal (bangunan baru). Dalam sepuluh
tahun terakhir, berbagai tpe kapal serta bangunan lepas pantai telah dibangun oleh
galangan-galangan kapal di Indonesia. Adapun jenis / tpe kapal yang pernah dikerjakan
oleh galangan kapal Indonesia, sebagai berikut :
Disamping pengalaman dalam pembuatan kapal (bangunan baru), nilai investasi yang
tertanam di industri perkapalan itu sendiri adalah juga merupakan kekuatan yang cukup
signifcant. Besarnya nilai investasi tersebut adalah berkisar US$ 900 jutaan. Fokus
investasi tersebut adalah untuk peningkatan kemampuan galangan dalam menghadapi
tuntutan kriteria pembangunan kapal yang semakin meningkat.
Peluang dan tantangan industri perkapalan Indonesia di waktu yang akan datang adalah
sangat besar dan kompleks, khususnya bila spektrum pasarnya diperluas tdak hanya
mencakup kepentingan nasional saja akan tetapi juga internasional. Dipandang dari sisi
peluang, industri perkapalan di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar di
masa-masa yang akan datang. Hal ini terkait dengan kondisi iklim usaha serta ditunjang
oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan dan peluang lebih
besar bagi industri perkapalan nasional.
Potensi pasar Dalam Negeri di era mendatang akan memberikan peluang untuk
pembangunan kapal-kapal yang mendukung kegiatan-kegiatan, sebagai berikut :
Transpotasi Laut dan Penyeberangan, Perikanan dan Kelautan, Migas Lepas Pantai,
Hankam, Sarana Pelabuhan dsb. Walaupun begitu industri perkapalan nasional perlu
ingat bahwa persaingan industri kapal di era pasar global adalah sangat ketat.
Saat ini negara kompettor didalam pembangunan kapal-kapal adalah Jepang dan
Korea, dimana kedua negara tersebut menguasai hampir 70 persen kebutuhan
pasar dunia. Sekitar 15 persen dikuasai oleh industri perkapalan dari kawasan Eropa Barat,
dan sisanya adalah negara yang lainnya.
Namun demikian apabila dilihat trend kekuatan di bidang industri perkapalan dunia
hingga saat ini, tampak adanya pergeseran arah kekuatan dari Eropa ke Asia. Awal
kekuatan industri kapal adalah dari negara-negara di Eropa, kemudian kekuatan
tersebut bergeser ke Jepang lalu ke Korea hingga ke China. Dan dengan melihat potensi
dasar yang ada di Indonesia, maka ada keyakinan suatu saat kekuatan industri
perkapalan tersebut menjadi milik industri perkapalan nasional. Faktanya adalah
industri perkapalan telah bergeser ke negara-negara yangmana memiliki ciri-ciri,
sebagai berikut : (a) Tenaga Kerja yang murah, serta secara kuanttas dan kualitas
yang cukup memadai; (b) Memiliki ketersediaan atau dekat dengan industri-industri
pendukung dan penunjang; (c) Terjadi suatu iklim usaha yang mendukung.
3. Potensi Pasar dan Kebijakan Pemerintah
Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai potensi pasar industri perkapalan di Indonesia
serta instrumen-instrumen yang mempengaruhi besarnya potensi tersebut. Menurut hasil
studi dari JICA (2000) yang bekerjasama dengan Departemen Perhubungan RI, ada 244
unit kapal barang dengan tipe General Cargo, Semi-Container, Full Container dan
Multi-purpose ship, atau sekitar
243.760 Ton DWT, sudah berusia lebih dari 25 tahun. Artinya, kapal-kapal tersebut
sudah waktunya untuk dibesi-tuakan (scrapping), sehingga perlu dilakukan
peremajaan / penggantian dengan kapal-kapal sejenis serta total kapasitas kapal yang
sama. Apabila kapasitas kapal penggant memiliki rata-rata ukuran 4.000 Ton DWT, maka
jumlah kapal barang (pengganti) yang dibutuhkan adalah mencapai 61 unit kapal.
Dilain pihak
RATIO OF SEABORNE TRADE TO TOTAL TRADE
berdasarkan hasil
studi tentang MILLION TONNES
3500
sistem transpotasi
laut yang dilakukan 3000
Trade dalam 0
proyeksi sampai
dengan tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Total Seaborne
2010. Sehingga ada YEAR
Total Trade
potensi di Sub- sektor
Jasa
Transpotasi Laut hingga mencapai sekitar 1.750 juta ton muatan barang, dan
Rasio muatan barang terhadap Maritime Dependency Factor (MDF) adalah lebih dari 45
persen. Artinya, jumlah kapasitas muatan/barang yang membutuhkan unit-unit kapal
barang (baru) diprediksi sampai dengan akhir tahun proyeksi
2010, secara total berkisar 780 juta ton.
Saat ini kapal-kapal barang yang beroperasi di Indonesia masih didominasi oleh kapal-
kapal asing yang dikelola oleh shipping/operators Indonesia. Dan sejak enambelas
tahun yang lalu, prosentase antara jumlah armada kapal barang nasional mengalami
penurunan yang semakin drastis bila dibandingkan jumlah armada kapal asing (yang
dikelola oleh Indonesian Shipping Operators). Di akhir
tahun 2002, prosentase yang terjadi adalah 10 % armada kapal nasional dan
90 % armada kapal asing. Sehingga apabila kebijakan pemerintah yang mengatur
armada kapal yang beroperasi di kawasan laut Indonesia haruslah berbendera dan
crews berkebangsaan Indonesia (Prinsip-prinsip Cabotage ) ini diterbitkan serta dengan
dukungan mengenai kemudahan dalam pola pendanaan, maka industri perkapalan
Indonesia akan mempunyai potensi pasar Dalam Negeri yang sangat besar.
Sedangkan untuk Kapal-kapal jenis Tanker, industri perkapalan nasional juga memiliki
potensi pasar dalam negeri yang cukup signifcant. Saat ini PERTAMINA, secara
total, mempunyai armada tanker 3,70 juta LT DWT ( Total
155 kapal, terdiri dari :47 unit kapal milik PERTAMINA sendiri dan 108 unit kapal adalah
kapal charter). Dan melalui Program PERTAMINA , yaitu program penggantian dan
penambahan unit kapal hingga sekitar 100 unit kapal tanker dengan variasi ukuran
1.500 LT DWT sampai dengan 85.000 LT DWT.
SHIPPING MARKET FOR DRY AND LIQUID CARGO Gambar diatas ini
menunjukkan
2000
trend shipping
1800
market yang terus
1600
meningkat hingga
1400 akhir proyeksi di
In M i l l i o n T o n n e s
DRY
1200 tahun 2010. Untuk
LIQUID
1000
TOTAL
Liquid Cargo,
800 terlihat bahwa
600 jumlah muatan
400
cair tersebut dapat
mencapai 400
200
juta tonnes.
0
Jumlah ini
tentunya akan
Year
memberikan
konsekuensi
terhadap kebutuhan kapal pengangkut liquid cargo (Tankers) dimasa-masa
mendatang. Sedangkan, Dry Cargo mengalami trend shipping market yang terus
meningkat tajam sampai dengan akhir proyeksi, yaitu mencapai 1.400 juta tonnes
di tahun 2010. Hal ini berarti lonjakan muatan jenis dry cargo berkisar
100 persen dalam kurun 5 sampai 6 tahun kedepan. Sehingga ada indikasi tngkat
kebutuhan kapal-kapal jenis general cargo, bulk carrier, semi-containers vessel dan full
containers vessel.
Menurut hasil studi dari Departemen Perhubungan RI, pada tahun 2000
Indonesia idealnya memiliki 58 unit kapal penumpang dengan kapasitas 51.000 seats
sehingga mampu mengangkut penumpang sebanyak 12 juta orang per tahun, namun
kenyataannya hingga saat ini jumlah armada kapal penumpang yang ada adalah 30
unit kapal. Sehingga masih ada selisih jumlah (atau yang
merupakan tingkat kebutuhan) armada kapal penumpang sebanyak 28 unit kapal.
Di Sektor Perikanan dan Kelautan, potensi pasar Dalam Negeri terhadap industri
perkapalan di Indonesia adalah sangat besar. Pertumbuhan armada kapal ikan sampai
dengan tahun 1997 (kondisi sebelum krisis ekonomi) tercatat sebesar
13.530 unit kapal per tahun, yang terdiri dari :
Dalam rangka menyongsong masa depan yang penuh persaingan, maka industri
perkapalan nasional haruslah lebih mempersiapkan diri dengan menyusun strategi
yang mampu memenangkan kompetisi di tingkat pasar dalam negeri maupun luar
negeri. Strategi yang dikembangkan adalah terkait dengan serangkaian Rancangan
Program Kegiatan yang akan diimplementasikan serta
didukung oleh Kebijakan-kebijakan Pemerintah. Berawal dari kepentingan tersebut,
maka Program Revitalisasi Industri Perkapalan Nasional adalah menjadi issue
utama.
Organizational Weaknesses :
Fokus utama masih pada on sea activities
(Reparasi/Perbaikan Kapal
Kerjasama/keterkaitan dengan Lembaga-lembaga R&D, Asosiasi
Profesi, Asosiasi Industri belum optimal
Diversifikasi Produk (on-land actvites) untuk mengeleminasi resiko
fluktuasi demand, melalui : (i) Meningkatkan kerjasama dengan institusi
terkait (Lembaga R & D, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, dsb. );
(ii) Meningkatkan peran Asosiasi Industri untuk penyebaran informasi
teknologi dan pemasaran
Kesulitan Pendanaan, baik untuk investasi maupun modal kerja
Mengupayakan penyediaan dana pinjaman yang bersifat Long term, low
interest untuk industri kapal dan pelayaran dalam rangka pembelian kapal
Pada dasarnya didalam suatu struktur pembiayaan pembangunan kapal ada lima bagian
dasar yang menjadi pertimbangan penilaian, yaitu :
2 PERALATAN (OUTFIT)
2.1. Peralatan tambat a.
Jangkar
b. Mesin Jangkar
b. Capstan, Winch, Tali Tambat , dsb c.
Bollard, Fairlead, dsb
2.2. Peralatan Keselamatan
a. Sekoci
b. Permesinan Sekoci c.
Life Raf
d. Baju Pelampung
e. Gelang Pelampung
2.3. Ruang Akomodasi & Gudang a.
Furnitures
b. Dekorasi Ruangan
c. Peralatan Sanitasi d.
Pintu Non-Metal
e. Partisi Ruang, Sekat, dsb f.
Pelindung geladak
2.4. Ventlasi Ruangan Akomodasi
a. Ventlasi R. Akomodasi Penumpang b.
Ventlasi R. Akomodasi Crew
2.5. Peralatan Navigasi & Komunikasi a.
Navaids dan Radio
b. Aerials-Radio
c. Komunikasi Internal
d. Perlengkapan Nautical
2.6 Peralatan Pemadam Kebakaran
2.7. Peralatan Bongkar/Muat (Ramp door)
2.8. Peralatan Instalasi Listrik Kapal
a. Jaringan Distribusi Kapal b.
Generator
c. Switch Board (Main & Emergency)
d. Baterei & Peralatan Charging e.
Lampu-lampu penerangan
f. Lampu-lampu navigasi
g. Terminal h.
Alarm
2.9. Sistem Perpipaan
a. Sistem Pelayanan Umum b.
Sistem Pendingin Motor
c. Sistem Pelumas
d. Sistem Bahan Bakar e.
Sistem Air Laut
f. Sistem Bilga
g. Sistem Gas Buang
h. Perlengkapan Tangki-tangki
I. Perlengkapan Ventlasi
2.10. Sundry
a. Sidelights dan windows b.
Pintu Metal
3 PERMESINAN GELADAK
3.1. Steering gear
3.2. Windlass
3.3. Capstain
Tingkat kompleksitasan peralatan kapal disesuaikan dengan tipe dan aplikasi kapal
yang dioperasikan. Misalnya kapal tanker tentunya akan memiliki suatu sifat peralatan
yang berbeda dengan kapal ferry penumpang-kendaraan. Namun neraca pembiayaan
kapal tdak hanya melihat aspek teknis saja, juga perlu mempertmbangkan pengaruh
ekonomi dan bisnis. Faktor-faktor ekonomis yang dipertimbangkan adalah besaran
pajak, pengaruh nilai mata uang (currencies), level infasi, dan biaya administrasi
(bendera, registrasi, dan lainnya). Sedangkan pertmbangan bisnis yang biasanya dianut
oleh para pelaku pebisnis atau pemilik kapal adalah referensi pasar kapal baru yang
dikeluarkan oleh pusat-pusat bisnis kapal dunia sepert Llyod London, BIMCO Norway, dan
ISL Bremen.
Neraca kalkulasi pembiayaan kapal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Disebut kapal bekas memang karena umur pakai yang telah melewat beberapa masa
periode per lima tahun. Tentunya pembiayaan dari kapal bekas baik secara teknis dan
ekonomis adalah berbeda dengan kapal baru. Dan hal ini tergantung
Namun di samping harga patokan, yang dipengaruhi faktor-faktor di atas, harga kapal
bekas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non-teknis yang bersifat negotiable. Faktor-
faktor tersebut adalah; biaya atau fee agensi (broker), aturan- aturan suatu wilayah atau
negara, dan tingkat kebutuhan pembeli.
Sedangkan secara umum, harga-harga kapal di atas pada pangsa pasar kapal bekas di
Indonesia adalah relatf besar sekitar 15%-20% dari pangsa pasar asing atau dunia. Hal ini
diakibatkan oleh relatif rendahnya kualitas perawatan kapal- kapal Indonesia yang
kemudian menjadikan biaya penyusutan kapal menjadi lebih tinggi.
Namun faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut untuk keputusan
pembelian kapal-kapal bekas di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi teknis kapal
2. Biaya perbaikan lanjutan atau biaya renovasi
3. Biaya registrasi atau bendera baru
4. Biaya kepabeanan
5. Biaya pengiriman ke Indonesia
6. Biaya pengawakan baru
5. P e n u t u p
Industri Perkapalan Indonesia dalam kurun waktu enam tahun kedepan akan mengalami
masa-masa sulit, bahkan mungkin banyak yang akan gulung tikar bilamana tidak
segera berbenah diri. Kebijakan Pemerintah akan menjadi
pondasi yang kuat agar kehidupan industri perkapalan tetap ada di Indonesia. Peran dari
lembaga-lembaga keuangan yang ada sangat diharapkan sekali, guna menunjang modal
kerja serta investasi yang mengarah kepada peningkatan daya saing industri perkapalan di
pasar internasional.
Konsolidasi dan komitmen para pelaku industri perkapalan Indonesia perlu digalang
agar terbentuk suatu network yang baik dalam menggarap kebutuhan industri
perkapalan ini terutamanya di pasar domestk. Segmentasi pasarnya disesuaikan dengan
kinerja dan kemampuan kapasitas terpasang dari masing- masing industri kapal.
Peningkatan kemampuan industri pendukung dan penunjang dari Dalam Negeri perlu
mendapat perhatian yang khusus, sebab tanpa menumbuh-kembangkan
potensi industri tersebut maka daya saing industri kapal Indonesia pun tdak akan mampu
bersaing di tngkat internasional. Penguatan IPTEK dan pemodalan merupakan motor
penggerak terhadap industri-industri pendukung dan penunjang nasional, sehingga
akan semakin menguatkan kekuatan industri perkapalan nasional. Dan bahkan dapat
diarahkan tidak hanya untuk industri perkapalan nasional saja, akan tetapi juga untuk
industri-industri perkapalan di Luar Negeri.
Integrasi dari kebutuhan industri perkapalan pada keseluruhan sektor di tingkat nasional,
antara lain : Sektor Perhubungan, Sektor Kelautan dan Perikanan, Sektor Industri dan
Perdagangan, Sektor Pertahanan dan Keamanan, Sektor Pertambangan dan Energi,
Sektor Pariwisata dll adalah merupakan potensi pasar Dalam Negeri yang sudah
sepatutnya wajib dipenuhi oleh industri perkapalan nasional sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Hal ini juga dapat menjadi trigger dalam rangka
sustainability development dari masing- masing industri perkapalan nasional tersebut.
Peran Asosiasi Profesi dan Assosiasi Industri yang terkait dengan dunia industri perkapalan
nasional adalah sangat penting, hal ini dimaksudkan untuk
penguatan aspek brainware dan sof skills dari seluruh induvidu di industri ini.
Pelatihan-pelatihan teknis perlu digalakkan sebagai upaya pencapaian lompatan
penguasaan IPTEK serta sikap professional bagi keseluruhan induvidu yang terlibat
didalamnya. Dan sebagai kata terakhir, kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Bank Indonesia yang telah mempercayakan kami untuk menyampaikan
permasalahan dunia Industri Perkapalan di Indonesia, dan juga ucapan terimasih kepada
semua kolega saya yang telah banyak membantu dalam informasi dan data data yang
kami perlukan didalam membahas perkembangan industri perkapalan di Indonesia ini.
Semoga Industri Perkapalan Indonesia semakin Jaya.
-------------------------
-------------------------