Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
RENI SULISTIYOWATI, MM
DEWI AYU KUSUMANINGRUM, MM
RINA KURNIAWATI,S.Pd, MM
Ketika mendengar kata pariwisata apa yang terlintas dalam kelebatan pikiran kita?
Kebanyakan mahasiswa akan menjawab : jalan-jalan, bersenang-senang, pantai, gunung-
demikian yang mereka katakan ketika mendapat pertanyaan tersebut di atas. Secara kesan
tidak ada yang salah dalam jawaban yang mereka lontarkan. Pariwisata adalah berjalan-jalan
dan bersenang senang.
Namun dalam modul ini akan kita bahas bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pariwisata
mengkait dalam banyak segi, kita akan mengetahui bahwa pariwisata merupakan ilmu yang
kompleks. ilmu pariwisata di Indonesia baru diakui sebagai satu disiplin ilmu mandiri sejak 31 Maret
2008. Akan dilihat juga bahwa ilmu pariwisata tidak berdiri sendiri dalam perjalanan kegiatannya ia
akan mengkait dengan ilmu lainnya seperti geografi, sosiologi, sejarah, manajemen ekonomi dan
lainnya.
Pariwisata mencakup segala segi ketika orang memutuskan mellakukan perjalanan ada sebuah
kegiatan yang dilakukan yaitu dorongan yang dialami dari dalam diri wisatawan sendiri serta hal yang
menarik si wisatawan ( dorongan dari luar ) untuk memutuskan destinasi yang akan di kunjunginya.
Akan timbul istilah demand untuk daerah asal wisatawan dan supply untuk daerah tujuan wisata.
Hal yang mendorong wisatawan melakukan kegiatan wisata , jika dorongan dari dalam diri wisatawan
sendiri adalah merupakan keinginan untuk lepas dari kegiatan sehari-hari atau kegiatan rutin yang
biasa dilakukan seperti belajar atau bekerja.
Pariwisata adalah industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia modern. Orang-orang selalu
melakukan perjalanan ke bagian yang jauh dari dunia untuk melihat monumen, seni dan
budaya, rasa masakan baru dll. Wisata istilah itu pertama kali digunakan sebagai istilah resmi
pada tahun 1937 oleh Liga Bangsa-Bangsa. Pariwisata didefinisikan sebagai orang yang
bepergian ke luar negeri untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.
A. Sejarah Perjalanan Manusia
Pariwisata atau travel bisa diartikan sebagai pergerakan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dari suatu tempat ketempat lainnya, seperti melakukan perjalanan ke
suatu tempat untuk mencari kesenangan, berpetualang dan mencari keuntungan dengan cara
berdagang.
Ada beberapa tanda-tanda terjadinya perjalanan pada masa lalu, yaitu:
a. Pada tahun 221122 SM, masa pemerintahan dinasti Chou di Tiongkok telah
membangun jalan raya untuk kepentingan lalu lintas, terutama untuk perjalanan
berdagang.
b. Tahun 560330 SM, kerajaan Persia di Timur Tengah membangun jalan raya
yang menghubungkan antara kaki gunung Zagrep ke laut Algean.
c. Perjalanan ziarah ke tempat-tempat yang merupakan perjalanan yang didorong
oleh motivasi agama dan ritual penghormatan leluhur.
d. Bangsa Phunisia dan Polanesia merupakan bangsa yang pertama kali melakukan
perjalanan dengan tujuan perdagangan. Dan Ratu Elizabeth I kaum ningrat
Inggris juga mengadakan perjalanan ke Eropa, dengan berbagai tujuan antara
lain kunjungan perkenalan, mencari ide-ide baru, mempelajari seni budaya,
sistem pemerintahan dan pendapat bangsa lain.
e. Bangsa Austronesia melakukan imigrasi ke kepulauan Indonesia melalui
Malaya ke Jawa dan juga Formosa.
f. 500 SM - Terjadi perpindahan gelombang kedua. Perpindahan yang dilakukan
sudah dengan membawa kebudayaan Dongson melalui jalan barat lewat
Malaysia barat. Kebudayaan Dongson.
g. Abad ke-7 sampai abad ke-14, Jawa dan Sumatra kedatangan pelaut-pelaut
Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho/Zheng He (perang dan
berdagang), serta para pedagang Arab dari Gujarat, India, yang membawa
agama Islam.
h. Awal abad ke-16, orang-orang Eropa datang dan menemukan beberapa negara-
negara kecil dan menguasainya melalui perdagangan rempah.
i. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara Eropa
lainnya dan sedikit demi sedikit mulai menjajah Indonesia.
Pada masa lalu banyak tokoh-tokoh yang melakukan perjalanan dengan tujuan berdagang dan
sebagainya. Perjalajanan yaang mereka lakukan itu berdampak pesat pada arus dan kebutuhan
perjalanan, baik untuk kunjungan persahabatan, mencari pengetahuan, dan expansi untuk
perdagangan. Dari perjalanan tersebut, ada beberapa tokoh yang dikenal sebagai traveler,
yaitu :
Marcopolo (1254-1324), yang mengadakan perjalanan dari Eropa hingga ke Tiongkok
Ibnu Battutah (1325), yang dikenal dengan sebutan The First Traveller of Moslem
karena melakukan perjalanan dari Tanger (Afrika) sampai ke Mekkah
Christoper Colombus (1451-1506), yang melakukan perjalanan dengan cara pelayaran
dari Spanyol ke Barat dan menemuka Cuba dan Haiti
Vasco Da Gama (1498), yang telah melakukan perjalanan hingga ke 5 benua
Captain James Cook (1728-1779), telah menjelajahi Selandia Baru dan Australia
Timur
Zaman dahulu, perjalanan juga dilakukan karena kebutuhan seseorang dan kelompoknya
untuk mencari tempat baru yang lebih nyaman dan lebih baik untuk di tinggali.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki peran sentral dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dan memiliki daya tarik wisata yang unik, baik dari
daya tarik alam, daya tarik budaya dan sejarah yang dapat dikemas dan dikembangkan sebagai tujuan pariwisata
dengan mengangkat nilai lokal dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lokal
Pariwisata dan ekonomi kreatif memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Dampak
kepariwisataan terhadap PDB nasional di tahun 2010 sebesar Rp.261,1 triliun, 4,1% dari PDB nasional.
Penciptaan PDB di sektor pariwisata terjadi melalui pengeluaran wisatawan nusantara, anggaran pariwisata
pemerintah, pengeluaran wisatawan mancanegara, dan investasi pada usaha pariwisata yang meliputi: usaha
daya tarik wisata, usaha kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan
minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa
pramuwisata, wisata tirta, dan spa. Di tahun yang sama, ekonomi kreatif menciptakan nilai tambah sebesar
Rp.468,1 triliun, 7,29% dari PDB nasional, melalui 14 subsektor industri kreatif, yaitu arsitektur, desain, fesyen,
film, video, dan fotografi, kerajinan, teknologi informasi dan piranti lunak, musik, pasar barang seni, penerbitan
dan percetakan, periklanan, permainan interaktif, riset dan pengembangan, seni pertunjukan, serta televisi dan
radio. Kontribusi ekonomi kreatif ini belum memperhitungkan subsektor kuliner yang juga memiliki potensi
tinggi. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki peran strategis dalam menciptakan nilai tambah bagi
perekonomian nasional.
Selain sebagai pencipta nilai tambah, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga menyerap
banyak tenaga kerja. Tahun 2010, dampak kepariwisataan terhadap penyerapan tenaga kerja
sebesar 7,4 juta orang, 6,9% dari tenaga kerja nasional. Di tahun yang sama, ekonomi kreatif
menyerap 8,6 juta tenaga kerja, 7,9% dari total nasional. Strategi pro-poor dan pro-job sangat
sesuai pada kedua sektor.
Sektor pariwisata dan sektor ekonomi kreatif juga merupakan pencipta devisa yang tinggi.
Tahun 2011 sektor pariwisata menciptakan devisa sebesar US$8,5 miliar, meningkat dari
US$7,6 miliar di tahun 2010. Peningkatan penerimaan devisa di tahun 2011 tidak saja
bersumber dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dari 7 juta di tahun 2010 dan
menjadi 7,6 juta di tahun 2011, tetapi juga bersumber dari peningkatan rata-rata pengeluaran
dari US$1,085 di tahun 2010, menjadi US$1,118 di tahun 2011. Dengan kata lain,
peningkatan kuantitas devisa kepariwisataan diikuti dengan peningkatan kualitas. Sementara
itu, sektor ekonomi menyumbang ekspor yang jauh lebih tinggi dari nilai impornya. Ekonomi
kreatif menciptakan devisa melalui kontribusi net trade yang tinggi, mencapai 57,8% dari
total nasional, atau senilai Rp115 triliun di tahun 2010.
Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sangat erat kaitannya dengan alam (nature), warisan
budaya (heritage), lingkungan sosial, seni, kearifan lokal, toleransi dan tenggang rasa, yang
dipadu dengan kemajuan teknologi masa kini. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tidak
saja menjadi sektor pencipta kesejahteraan, tetapi juga tetapi juga menciptakan hidup yang
berkualitas.
Sektor kepariwisataan ditargetkan memberikan kontribusi ekonomi yang lebih tinggi di tahun
2012- 2014. Dampak PDB terhadap nasional ditargetkan meningkat secara bertahap sebesar
4,15% di tahun 2012 menjadi 4,25% di tahun 2014, dengan kontribusi investasi nasional yang
meningkat dari 4,43% di tahun 2012 mejadi 4,83% di tahun 2014. Target pencapaian PDB
dan investasi ini diikuti dengan penyerapan tenaga kerja langsung, tidak langsung, dan ikutan
yang meningkat dari 8,03 juta pekerja di tahun 2012 menjadi 8,74 juta di tahun 2014.
Devisa kepariwisataan ditargetkan meningkat dari US$8,96 milar di tahun 2012 menjadi
US$12 miliar di tahun 2014. Peningkatan devisa dicapai melalui peningkatan kuantitas dan
kualitas kepariwisataan.
Peningkatan kuantitas tercermin dari target jumlah wisman ke Indonesia yang meningkat dari
8 juta di tahun 2012 menjadi 10 juta di tahun 2014. Peningkatan kualitas tercermin dari target
rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan yang meningkat dari US$1.120 di tahun 2012
menjadi US$1.200 di tahun 2014.
Peningkatan PDB dari pengeluaran wisatawan nusantara ditargetkan meningkat dari Rp171,5
triliun di tahun 2012 menjadi Rp191,25 di tahun 2014. Peningkatan pengeluaran wisnus juga
dicapai melalui peningkatan kuantitas dan kualitas. Peningkatan kuantitas tercermin dari
target jumlah wisnus yang meningkat dari 245 juta perjalanan di tahun 2012 menjadi 255 juta
di tahun 2014. Peningkatan kualitas tercermin dari target pengeluaran rata-rata wisnus per
kunjungan yang meningkat dari Rp700 ribu di tahun 2012 menjadi Rp750 ribu di tahun 2014.
Peningkatan kontribusi ekonomi kepariwisataan diharapkan diikuti oleh peningkatan daya
saing kepariwisataan. Secara umum, indeks daya saing kepariwisataan Indonesia ditargetkan
meningkat dari 4,04 di tahun 2012 menjadi 4,12 di tahun 2014. Peningkatan indeks ini
diharapkan meningkatkan peringkat daya saing kepariwisataan Indonesia yang tahun 2010
berada pada peringkat 74 dari 139 dengan indeks 3,9 berdasarkan Travel and Tourism
Competitiveness Index yang dipublikasikan oleh World Economic Forum. Daya saing
kepariwisataan Indonesia diharapkan meningkat dengan adanya peningkatan kualitas tata
kelola destinasi (DMO), peningkatan daya tarik lokasi destinasi pariwisata, peningkatan
jumlah desa wisata, peningkatan diversifikasi pola perjalanan wisata, dan peningkatan
efektivitas dan efisiensi pemasaran pariwisata.
Efektivitas dan efisiensi pemasaran tercermin dari terjaganya konsentrasi rasio 5 negara asal
wisatawan mancanegara sebesar 63,5% dari tahun 2012-2014, dan meningkatnya persepsi
positif masyarakat dunia mengenai kepariwisataan Indonesia, yang dicapai dengan
meningkatkan produktivitas investasi pemasaran di dalam dan luar negeri, serta
meningkatkan jumlah VITO (Visit Indonesia Tourism Officer) di negara yang tepat.
Sektor pariwisata merupakan penyumbang devisa bagi Indonesia dan merupakan sektor yang
cepat mengalami pemulihan pasca krisis global, tetapi sektor ini sangatlah rentan terhadap isu
keamanan, keselamatan serta kesehatan, sehingga jika terjadi gejolak yang berpengaruh
terhadap aspek keamanan, keselamatan serta kesehatan, maka kunjungan wisman akan
mengalami kontraksi secara signifikan.
Dibandingkan dengan sektor-sektor penghasil devisa lainnya, sektor pariwisata berada di
urutan ke-5 di 2010, setelah sempat berada di urutan ke-4 tahun 2009. Kontribusi devisa
sektor kepariwisataan berada di bawah minyak dan gas bumi, minyak kelapa sawit, batu bara,
dan karet olahan.
Pertumbuhan devisa tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar US$7.348 dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 37,44%. Pada tahun 2009 pendapatan sektor pariwisata menurun drastis
sebesar 14,29%, yang disebabkan oleh krisis global, tetapi kembali normal pada tahun 2010
dengan pertumbuhan sebesar 20,72% dengan total devisa US$7.603 juta yang merupakan
devisa tertinggi yang diperoleh Indonesia pada periode 2000-2010.
D. TUJUAN PENGEMBANGAN PARIWISATA
(5) Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia. Pariwisata pada masa kini
telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada beberapa
kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata bahkan telah
dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian waktu libur yang
lebih panjang dan skema paid holidays.
(6) Peningkatan Ekonomi dan Industri. Pengelolaan kepari-wisa-taan yang baik dan
berkelanjutan diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi
di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan produk lokal dalam proses
pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan kesempatan kepada industri
lokal untuk berperan dalam penyediaan barang dan jasa.
(7) Pengembangan Teknologi. Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat
persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi, kebutuhan akan
teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong destinasi pariwisata
mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini mereka. Pada daerah-
daerah tersebut akan terjadi pengem-bangan teknologi maju dan tepat guna yang akan
mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya. Dengan demikian
pembangunan kepariwisataan akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan
pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan bersifat fundamental.
Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan suatu
daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejah-teraan masyarakat
setempat.
E. ORGANISASI PARIWISATA
Dalam perjalanannya pariwisata berkwmbang menjadi suatu hal yang memerlukan suatu
wadah untuk mengelola. Wadah itu diperlukan untuk banyak kepentingan internasional.
Nasional, regional dan bilateral.
Di bawah ini disajikan beberapa organisasi yang menjadi wadah bagi kepentingan pariwisata
Pariwisata mencakup hampir semua aspek masyarakat kita. Terlepas dari pentingnya
perubahan ekonomi, kegiatan sosial budaya manusia dan pengembangan lingkungan,
pariwisata berkaitan dengan akademik lainnya mata pelajaran seperti geografi, ekonomi,
sejarah, bahasa, psikologi, pemasaran, bisnis dan hukum, dll Oleh karena itu, perlu untuk
mengintegrasikan sejumlah mata pelajaran untuk belajar pariwisata. Misalnya, mata pelajaran
seperti sejarah dan geografi membantu kita memahami lebih lanjut tentang perkembangan
sejarah dan sumber geografis tujuan wisata. Selain itu, mata pelajaran seperti pemasaran dan
bisnis membantu kamimemahami promosi dan pemasaran produk-produk pariwisata.
Pariwisata adalah bidang yang kompleks karena mencakup berbagai disiplin ilmu yang baik
secara langsung atau tidak langsung terkait dengan pemahaman pariwisata. Studi teknologi
informasi meningkatkan pemahaman kami tentang pentingnya sistem distribusi global dan
efeknya pada usaha pariwisata. Studi agama dan budaya memberikan informasi tentang
sumber daya budaya tujuan dan peluang untuk mengembangkannya sebagai tujuan budaya.
Pariwisata begitu luas, begitu kompleks, dan begitu beragam bahwa ada berbagai mata
pelajaran yang berkaitan dengan pariwisata ( tourism introduction , sumber )
Perhatian utama pariwisata adalah untuk melihat ke dalam aspek seperti lokasi geografis ,
iklim, lanskap, lingkungan, perencanaan fisik dan perubahan dalam kaitannya dengan
penyediaan sarana dan fasilitas pariwisata. Ahli geografi merasa bahwa iklim, lanskap
atau
atribut fisik yang menarik wisatawan ke suatu destimasi, misalnya; jika seseorang tinggal
di daerah pegunungan yang terbiasa melihat pemandangan gunung lembah serta sawah
dan udara yang dirasakan sejuk, maka sesekali ia ingin merasakan pemadangan lain dan
pergi ke pantai, maka yang dilhat adalah pasir ombak agin dan udara kering yang lembab
studi tentang fakta fakta yang ada dalam suatu destinasi, urutan kejadian yang
mengantarkan kepada pengembangan pariwisata, alasan-alasan yang terjadi dalam urutan
peristiwa, menerima manfaat dari kegiatan wisatawan dan identifikasi dini atas efek
negatif. Contoh adalah candi borobudur yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dimana
para sejarawan akan mempelajari faktor yang membawa wisatawan datang, seperti
arsitektur, cerita di balik candi atau hal lainnya yang membawa wisatawan datang.
pariwisata adalah industri, dan karena itu perlu keterampilan manajerial agar dikelola
dengan baik. Sebagai industri yang tumbuh kita lihat perubahan terus menerus di berbagai
organisasi dan jasa terkait dengan industri, produk pariwisata dan sebagainya memerlukan
konsentrasi pada kegiatan manajemen seperti perencanaan, penelitian, harga, pemasaran,
kontrol dll sebagai hal yang penting untuk mengelola turis
Ada sejumlah unit yang dibutuhkan yang akan terlibat untuk pengelolaan layanan yang
terkait dengan industri ini maka dari itu studi Pariwisata membutuhan kegunaan praktis.
Industri pariwisata sangat cepat tumbuh dan industri ini melibatkan kegiatan dan kepentingan
dari Transportasi, Pengelola Situs Pariwisata dan Atraksi, Penyedia berbagai layanan wisata
di daerah tujuan wisata , pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Setiap layanan ini baik
bagi penduduk lokal , wisatawan dan manajemennya harus mempertemukan kebutuhan
wisatawan dengan kebutuhan penduduk lokal. Sehingga menjadi penting untuk mempelajari
pariwisata dari perspektif manajemen
Dari awal kehidupan, perjalanan memiliki pesona bagi manusia. Perjalanan dan pariwisata
telah menjadi kegiatan sosial yang penting dari manusia sejak dahulu kala.
Dorongan untuk menjelajahi tempat-tempat baru dalam satu negara sendiri atau di luar dan
mencari perubahan lingkungan & pengalaman telah berlangsung dari jaman kuno
Pariwisata merupakan salah satu industri di dunia yang berkembang paling cepat.
Pertumbuhan ini disebabkan meningkatnya pendapatan lebih tinggi, peningkatan waktu luang
dan terjangkaunya biaya perjalanan. Disamping itu bandara menjadi tempat yang lebih
menyenangkan untuk dilewati, kemudian meningkatnya jasa agen perjalanan yang dapat
dilakukan secara otomatis, dan wisatawan merasa lebih mudah untuk mendapatkan
informasi tentang tempat yang ingin mereka kunjungi. Tren baru ini telah membuat
pekerjaan di bidang pariwisata sangat menantang. Para perancang liburan menginginkan
tingkat pengembalian yang baik atas investasi mereka. Mereka akan membujuk dengan
memberi penambahan nilai dan meningkatkan layanan pelanggan.
Hal ini juga menekan kanpada aliran reguler tenaga kerja dengan keterampilan khusus di
tingkat yang tepat untuk mencocokkan dan melayani dengan standar global. Keberhasilan
industri perhotelan berasal dari penyediaan kualitas kamar, makanan, layanan dan suasana.
Selain itu tidak diragukan lagi kegiatan fitnes telah menjadi bagian besar dari kehidupan
setiap orang. Para pelancong bisnis maupun pelaku perjalanan tetap ingin mempertahankan
kebugaran mereka ketika jauh dari rumah.
Pariwisata saat ini lebih dari sekedar mengembangkan produk . Hal ini lebih tentang kualitas,
pemikiran mendalam dan kemampuan untuk memiliki informasi global tentang teknologi,
mitra, kontak dan menanggapi dengan cepat tren global dan regional. Tugas mendasar
sebelum mempromosikan pariwisata adalah untuk memfasilitasipenggabungan dari berbagai
komponen dalam perdagangan pariwisata sebagai peserta aktifdalam kehidupan sosial dan
budaya bangsa. Dan itu adalah sebuah jalan yang panjang.Semua harus bekerja menuju
masyarakat di mana orang dapat bekerja dan berpartisipasi sebagaimitra setara. Pariwisata
harus menjadi kendaraan untuk kerjasama internasional danpemahaman tentang berbagai
peradaban dan pertanda kedamaian.
Dari uraian di atas kita dapat melihat seberapa cepat wajah pariwisata berubah dan
bagaimana menantang pekerjaan agen perjalanan sekarang. Oleh karena itu ada kebutuhan
untuk pelatihan yang tepat dari karyawan yang bekerja di industri pariwisata Pendekatan
terpadu dari subjek juga diperlukan karena berbagai orang pada saat ini telah mempelajari
pariwisata dari perspektif yang berbeda.
BAB II
Dalam kepariwisataan , menurut Leiper dalam Cooper et al ( 1998: 5) disajikan bagan tentang
Sistem Dasar Kepariwisataan
keberangkatan
Daerah
Daerah
Tujuan
Asal
Wisata
Wisatawan
kedatangan
2. Elemen Geografi
Pergerakan wisatawan berlangsung dalam tiga elemen georafi, yaitu:
a. Daerah Asal Wisatawan (DAW)
Adalah daerah tempat wisatawan berada, tempat ia melakukan aktifitas sehari-hari,
seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan dasar lainnya. Rutinitas itu sebagai
pendorong untuk memotivasi seseorang berwisata. Dari DAW, seseorang dapat
mencari informasi tentang obyek dan daya taril wisata yang diminati, membuat
pemesanan dan berangkat menuju daerah tujuan wisata
3. Industri Pariwisata
Elemen ketiga dalam system pariwisata ini adalah industry pariwisata. Industri yang
menyediakan jasa, daya tarik dan sarana wisata. Indutri yang merupakan unit-unit usaha
atau bisnis di dalam kepariwisataan tersebar di ketiga area geografi.
Pariwisata secara konseptual menurut (Cooper, 1998:8 ), adalah, aktifitas dari perjalanan seseorang ke
dan tinggal di suatu daerah di luar lingkungan dimana mereka tinggal dengan tidak lebih dalam satu
tahun untuk bersenang-senang, bisnis dan tujuan lainnya. Dari definisi di atas dapat di ambil beberapa
hal yang esensial mengenai pariwisata, yaitu:
- pariwisata adalah pergerakan orang-orang ke dan dimana mereka dapat tinggal pada berbagai
tempat atau obyek wisata ada dua elemen dalam pariwisata, yaitu: perjalanan ke daerah
tujuan wisata dan dimana mereka dapat tinggal termasuk kegiatan yang dilakukan di daerah
tujuan wisata
- perjalanan dan tempat mereka tinggal adalah di luar tempat tinggal dan area mereka bekerja
- perpindahan ke daerah tujuan wisata adalah bersifat sementara dan dalam waktu singkat bisa
dalam beberapa hari, minggu atau bulan
- daerah tujuan wisata adalah tempat persinggahan sementara daerah kunjungan wisatawan (
Cooper, 1998: 8 )
1. PARIWISATA
Berbagai macam kegiatan wisata dan di dukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah (UU RI no. 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan)
Perpindahan sementara orang-orang ke suatu destinasi di luar lingkungan tempat
tinggal dan bekerja mereka, segala kegiatan berjalan di tempat mereka tinggal di
destinasi tsb dan setiap fasilitas tersedia untuk melayani kebutuhan mereka (tourism
planning : basics, concepts, cases, Clare A Gunns, 3rd ed, p 4, 1993
Gabungan dari fenomena dan hubungan yang timbul dari interaksi yang terjadi antara
turis, penyedia bisnis, pemerintah setempat dan masyarakat lokal dalam proses
menyajikan atraksi dan menjadi tuan rumah bagi para turis dan pengunjung lainnya.
(Tourism: principles, practice, philosophies, 5th ed, Robert W McIntosh, p 4, 2006)
Arus pergerakan wisatawan secara umum akan beragam dikarenakan terdapat daerah-
daerah yang lebih banyak menghasilkan jumlah wisatawan dan terdapat daerah-daerah
yang lebih banyak di kunjungi wisatawan. Pemahaman yang jelas tentang arus pergerakan
ini berpengaruh pada penyediaan sarana dan prasarana wisata di daerah yang
bersangkutan.
Menurut Leiper dalam Cooper, et al (1998:5), wisatawan bergerak dalam tiga daerah
geografi, yaitu Daerah Asal Wisatawan ( DAW) atau Traveller Generating Region
(TGR), Daerah Tujuan Wisata (DTW) atau Tourist Destination Region (TDR) dan
Daerah Transit (DT) atau Transit Route.
DTW 1
DT
1
DAW DT
2
DT DTW 2
3
Gambar 2 Elemen Geografi Dalam Sistem Pariwisata
Sumber Leiper dalam Cooper et al (1998:6)
Daerah Asal Wisatawan (DAW) menggambarkan sumber pasar wisata, dalam arti daerah ini
memberikan dorongan untuk merangsang dan memotivasi perjalanan wisata. Didaerah ini
pula wisatawan akan melakukan segala persiapan perjalanan hingga keberangkatan ke daerah
tujuan wisata.
Daerah Tujuan Wisata ( DTW) merupakan daerah yang menjadi incaran para wisatawan
untuk melakukan wisata, karena memiliki daya tarik untuk dikunjungi, sekaligus menjadi
energi dari keseluruhan sistem pariwisata. DTW harus mampu memeuhi kebutuhan pasar
wisata dan juga menciptakan permintaan bagi DAW. Pada umumnya DTW menawarkan
beragam keunikan baik yang bersifat alam maupun budaya sehingga menarik wisatawan
untuk mengunjunginya.
Daerah Transit (DT) merupakan daerah persinggahan antara DAW dan DTW ketika para
wisatawan hanya melakukan perjalanan singkat untuk mencapai daerah tujuan, sekaligus
merupakan daerah perantara ketika wisatawan meniggalkan daearah asal ke daerah tujuan
wisata.
Melihat pergerakan tersebut , wisata dapat dilakukan di berbagai tempat dan dibedakan
berdasar batas negara, sbb:
a. International Tourism
Terjadi ketika pengunjung melintasi batas sebuah negara. Wisata mancanegara
merupakan kegiatan perjalanan seseorang menuju ke, kembali dari dan selama di
daerah tujuan wisata dengan tujuan salah satunya bersenang-senang.Orang yang
melakukan perjalanan wisata antar negara disebut dengan wisatawan mancanegara
atau international tourist.
b. Domestic Tourism
Terjadi ketika pengunjung melakukan perjalanan dalam sebuah negara tempat ia
berdomisili. Wisata domestik adalah kegiatan perjalanan seseorang menuju ke,
kembali dari dan selama di daerah tujuan wisatayang masih di dalam negara
domisilinya. Wisata domestik dilakukan antar daerah di dalam suatu negara dilakukan
untuk bersenang-senang. Seseorang yang melakukan perjalanan dalam suatu negara di
sebut wisatawan domestik atau domestic tourist.
Wisatawan mancanegara melakukan perlintasan batas negara, ada yang keluar dari sebuah
negara dan ada yang memasuki sebuah negara, hal ini dibedakan menjadi:
a. Inbound Tourism atau pariwisata kedalam batas negara. Pelakunya disebut Wisatawan
Inbound
b. Outbond Tourism atau pariwisata ke luar batas negara. Pelakunya disebut wisatawan
Outbond
2. WISATAWAN
Wisatawan adalah konsumen dimana mereka ada dalam keadaan sukarela sementara
berpindah tempat dalam hubungannya dengan tempat tinggal mereka
( Contemporary: tourism an international research, Chris Cooper, p 13, 2008 )
Wisatawan adalah orang yang tinggal di suatu tempat setidaknya kurang lebih satu
malam ( Tourism: principles, practice, pholosophies, Goeldner-Charles R, p8, 2002)
Ada yang disebut dengan pelaku perjalanan tetapi tidak masuk dalam kategori
wisatawan karena tidak meghabiskan waktu minimal satu hari satu malan, yaitu disebut
dengan: Same day visitor, excursionist atau pelacong
Diplomat
Berlibur
Imigran Ima
Bisnis
Sementara
Kesehatan
Lainnya Maksud
Belajar
Kunjungan
Misi/Pertemuan/Kongres
Penumpang
Transit
Mengunjungi
teman
Keagamaan Pekerja yang tinggal di Pengungsi
Perbatasan
Olahraga
Sumber WTO
Pengecualian bagi pengunjung wisata adalah sbb:
1. Border worker atau pekerja di perbatasab antarnegara
2. Para imigran yang status kewarganegaraannya masih bermasalah
3. Nomaden atau orang yang tinggal berpindah pindah
4. Para penumpang transit yang tidak melewati batas imigrasi
5. Pengungsi
6. Anggota militer yang sedang menjalankan tugas di negara lain
7. Perwakilan pemerintah di negara lain seperti diplomat dan konsulat
Wisatawan menurut UN WTO dalam ismayanti, memiliki tiga kelompok tujuan kunjungan,
yaitu:
1. Leisure and recreation (vakansi dan rekreasi )
Segala kegiatan yang memiliki tujuan (1) vakansi dan rekreaisi; (2) mengunjungi
event budaya; (3) kesehatan; (4) olah raga aktif (yang bukan profesional); dan (5)
tujuan liburan lain termasuk dalam kategori bersenang-senang.
Kegiatan utama dalam kategori ini berupa kegiatan berjalan-jalan, keliling kota
dan makan. Sementara itu, kegiatan pendukung dalam kategori ini berupa
mengunjungi kerabat dan saudara, mengahadiri konferensi, berbisnis dan belanja.
Kegiatan yang dilakukan dengan tujuan tersebut di antaranya menambah wawasan dan
pengetahuan, melakukan pemeriksaan kesehatan, bersosialisasi, dan mempertebal keimanan.
Sebelum wisatawan melakukan perjalanan wisata, mereka membutuhkan serangkaian proses untuk
memutuskan, salah satunya, daerah tujuan wisata mana yang akan dikunjungi. Salah satu stimulus itu
adalah motivasi. Motivasi ini dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu Push Factor ( dorongan
internal ) dan Pull Factor ( dorongan ekternal ). Pada saat wisatawan telah melakukan perjalanan,
keseluruhan perjalanan dan hal yang didapat di obyek wisata itu merupakan serangkaian experience
yang akan menentukan wisatawan merasa puas atau tidak puas. Kepuasan dan ketidak puasan itu di
dapat dengan adanya kekesuaian dan ketidak sesuaian antara persepsi dan ekspektasi ( harapan ).
Seperti yang digambarkan dalam model berikut ( modifikasi dari conceptual framework Factors
Influencing Repositioning of Tourism Destination, Aaron Tkaczynski )
Gambar 4
Hal yang Mempengaruhi Wisatawan dalam mencapai Kepuasan di suatu Perjalanan
Wisata
Perwakilan
Konsuler
Model di atas melibatkan wisatawan sebagai pelaku utama dalam rangkaian pariwisata serta destinasi
sebagai hal utama yang membuat wisatawan melakukan perjalanan wisata. Dalam hubungannya
dengan destinasi, dikatakan bahwa ketika destinasi tersebut menjadi faktor yang dijadikan motivasi
untuk dikunjungi , maka mereka dapat di identifikasikan dengan apa yang ditawarkan kepada
wisatawan. Dan atribut adalah hal yang membedakan antara destinasi satu dengan yang lainnya. (
Jika kita berbicara mengenai destinasi maka faktor yang mendorong wisatawan
untuk berkunjung adalah yang disebut dengan Pull Factor, yaitu faktor-faktor yang ditawarkan
dalam destinasi tersebut. Faktor-faktor yang ditawarkan tersebut adalah berupa atribut yang
tersebar dalam lima komponen atau dimensi dari destinasi yang disebut dengan overall
Industri Pariwisata menjadi unik karena sifat dan ciri dari kegiatannya. Pada bab ini akan
dikupas tuntas sifat dan ciri dari pariwisata sebagai produk. Kemudian industri yang
menghasilkan produk wisata akan dipaparkan sehingga dapat di pahami siapa saja pemain
dalam industri pariwisata. Pemangku kepentingan dalam industri pariwisata tentu ingin
mendapat manfaat dari pariwisata sehingga peran dari masing-masing pemain akan dijelaskan
pada bagian akhir bab ini.
PRODUK PARIWISATA
Industri pariwisata adalah semua kegiatan usaha baik berupa barang dan jasa yang
diperuntukkan untuk para wisatawan. Pengertian kata industri di sini lebih cenderung
memberikan pengertian industri pariwisata yang artinya kumpulan dari berbagai macam
perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang dan jasa (Goods and Service)
yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan travel pada umumnya.
Menurut pandangan para ahli pengertian industri pariwisata adalah sebagai berikut :
Menurut W. Hunzieker (Yoeti,1994), pengertian Industri Pariwisata adalah Tourism
enterprises are all business entities wich, by combining various means of production, provide
goods and services of a specially tourist nature. Maksudnya industri pariwisata adalah
semua kegiatan usaha yang terdiri dari bermacam-macam kegiatan produksi barang dan jasa
yang diperlukan para wisatawan.
Sedangkan menurut GA. Schmoll dalam bukunya Tourism Promotion (Yoeti, 1985),
Industri pariwisata lebih cenderung berorientasi dengan menganalisa cara-cara melakukan
pemasaran dan promosi hasil produk industri pariwisata. Industri pariwisata bukanlah industri
yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan
yang menghasilkan jasa-jasa atau produk yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan
itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi atau
tempat kedudukan, letak secara geografis, fungsi, bentuk organisasi yang mengelola dan
metode permasalahannya.
Menurut Damarji (Yoeti, 1996), pengertian industri Pariwisata adalah rangkuman dari
berbagai bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk dan service
yang nantinya secara langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanan.
Burkart dan Medlik (1986), yaitu suatu susunan produk terpadu, yang terdiri dari daya
tarik wisata, transportasi, akomodasi dan hiburan, dimana tiap unsur produk pariwisata
dipersiapkan oleh perusahaan yang berbeda-beda dan ditawarkan secara terpisah kepada
wisatawan.
Medlik dan Middleton, produk pariwisata terdiri dari bermacam-macam unsur dan
merupakan suatu paket yang tidak terpisahkan serta memenuhi kebutuhan wisatawan sejak
meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke tempat-tempat tujuan dan kembali lagi ketempat
asalnya.
Gamal Suwantoro (2007:75) pada hakekatnya produk wisata adalah keseluruhan
palayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan
tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata yang dipilihnya dan sampai kembali
kerumah dimana ia berangkat semula.
Gooddall (1991: 63), produk pariwisata dimulai dari ketersediaan sumber yang
berwujud (tangible) hingga tak berwujud (intangible) dan secara totalitas lebih condong
kepada kategori jasa yang tak berwujud (intangible).
Burns and Holden (1989:172) produk pariwisata dinyatakan sebagai segala sesuatu
yang dapat dijual dan diproduksi dengan menggabungkan faktor produksi, konsumen yang
tertarik pada tempat-tempat yang menarik, kebudayaan asli dan festival-festival kebudayaan.
Kotler dan Amstrong (1989:463), sebagai sesuatu yang ditawarkan kepada konsumen
atau pangsa pasar untuk memuaskan kemauan dan keinginan termasuk di dalam obyek fisik,
layanan, SDM yang terlibat didalam organisasi dan terobosan atau ide-ide baru.
Menurut Suswantoro (2007:75) pada hakekatnya pengertian produk wisata adalah
keseluruhan palayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia
meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata yang dipilihnya dan sampai
kembali kerumah dimana ia berangkat semula
Jadi, dapat disimpulkan bahwa industri dengan industri pariwisata sangat berbeda
sekali, industri merupkan pengolahan barang yang belum jadi menjadi barang yang sudah
jadi dan siap untuk digunakan. Sedangkan, industri pariwisata sangat berbeda sekali
pengertiannya dengan industri. Industri Pariwisata merupakan suatu industri dari serangkaian
perusahan yang menghasilkan barang dan jasa yang diperuntukkan pada para wisatawan agar
terpenuhi kesenangannya dalam berwisata.
Produk wisata sebagai salah satu obyek penawaran dalam pemasaran pariwisata
memiliki unsur-unsur utama yang terdiri 3 bagian (Oka A. Yoeti, 2002:211) :
1. Daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya citra yang dibayangkan oleh
wisatawan
2. Fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata, meliputi akomodasi, usaha pengolahan
makanan, parkir, trasportasi, rekreasi dan lain-lain.
3. Kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata tersebut.
Selanjutnya ketiga unsur tersebut menyatu dan menghasilkan citra terhadap suatu
destinasi, apakah baik atau buruk. Berikut ini terdapat sejumlah 6 (enam) unsur produk
pariwisata yang membentuk suatu paket pariwisata terpadu yang diuraikan berdasarkan
kebutuhan wisatwan, antara lain:
1) Objek dan Daya Tarik Wisata
2) Jasa Travel Agent & Tour Operator
3) Jasa Perusahaan Angkutan
4) Jasa Pelayanan Akomodasi, Restoran, Rekreasi dan Hiburan
5) jasa Souvenir (Cinderamata)
6) Jasa Perusahaan Pendukung.
Secara implisit, refleksi pengakuan kegiatan berwisata sebagai HAM terdapat dalam
UUD 1945 pasal 28 C ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Menyangkut batasan kesejahteraan,
Undang-undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial lantas menyebutkan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
Pengakuan yang lebih tegas terdapat dalam menimbang point b Undang-undang
No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UUK), disebutkan bahwa kebebasan melakukan
perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari
hak asasi manusia. Pasal 5 point b UUK kemudian menjabarkan ketentuan ini dengan
menyatakan pemyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan pada prinsip menjunjung tinggi
hak asasi manusia, keragaman budaya dan kearifan lokal. Selanjutnya, pasal 19 ayat 1 point a
UUK lalu meyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi
kebutuhan wisata.
Pariwisata kini telah menjadi kebutuhan dasar yang menjadi bagian dari hak asasi
manusia dan harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi. Secara progresif, pemerintah,
pemangku kepentingan, dan masyarakat berkewajiban untuk dapat mempromosikan dan
memenuhi hak berwisata tersebut sehingga pada gilirannya mendukung tercapainya
peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan
antarbangsa dalam koridor perdamaian dunia.
2. Atmosfir
Perjalanan menggunakan alat transportasi udadra sangat nyaman dan cepat. Namun,
angkutan udara berpotensi merusak atmosfir bumi. Hasil buangan emisinya dilepas di udara
yang menyebabkan atmosfir tercemar dan gemuruh mesin pesawat menyebabkan polusi
suara. Selain itu, udara tercemar kibat emisi kendaraan darat (mobil, bus) dan bunyi deru
mesin kendaraan menyebabkan kebisingan. Akibat polusi udara dan polisi suara, maka nilai
wisata berkurang, pengalaman menjadi tidak menyenangkan dan memberikandampak negatif
bagi vegetasi dan hewan.Inovasi kendaraan ramah lingkungan dan angkutan udara
berpenumpang massal (seperti pesawat Airbus380 dengan kapasitas 500 penumpang)
dilakukan guna menekan polusi udara dan suara. Anjuran untukmengurangi kendaraan
bermotor juga dilakukan dan kampanye berwisata sepeda ditingkatkan.
5. Vegetasi
Pembalakan liar, pembabatan pepohonan, bahaya kebakaran hutan (akibat api unggun
di perkemahan),koleksi bunga, tumbuhan dan jamur untuk kebutuhan wisatawan merupakan
beberapa kegiatan yang merusak vegetasi. Akibatnya, terjadi degradasi hutan (berpotensi
erosi lahan), perubahan struktur tanaman(misalnya pohon yang seharusnya berbuah setiap
tiga bulan berubah menjadi setiap enam bulan, bahkanmenjadi tidak berbuah), hilangnya
spesies tanaman langka dan kerusakan habitat tumbuhan. Ekosistemvegetasi menjadi
terganggu dan tidak seimbang.
Studi tentang pariwisata berkembang pesat sepanjang abad ke-20, dimana pariwisata
menjadi bahan kajian beberapa disiplin ilmu. Jafari dan Ritchie (1981) mencatat 5 disiplin
ilmu yang menempatkan pariwisata sebagai dasar studi tentang pariwisata yaitu ekonomi,
sosiologi, psikologi, geografi dan antropologi dimana lima disiplin ilmu cenderung
bermanfaat sebagai sumber konsep, teori dan ide. Secara khusus pariwisata juga dapat
dikembangkan oleh ilmu archeology, agama, bahasa, sejarah, ilmu politik untuk mengetahui
lebih lanjut tentang pariwisata. Dengan demikian konsep yang disampaikan Jafari tentang
disipling ilmu yang mempelajari pariwisata mencakup sosiologi (sosiologi pariwisata),
ekonomi (implikasi ekonomi pariwisata), psikologi (motivasi wisata), antropologi (hubungn
tuan rumah-tamu), ilmu politik (dunia tanpa batas), geografi (geografi pariwisata), ekologi
(desain alami), pertanian (pariwisata pedesaan), taman dan rekreasi (manajeman tempat
rekreasi), pendidikan (pendidikan pariwisata), administrasi hotel dan restotan (peran industry
hospitality dalam pariwisata), transportasi (dasar-dasar transportasi), hukum (hukum
pariwisata), pemasaran (pemasaran pariwisata), serta perencanaan regional perkotaan
(perencanaan dan pengembangan pariwisata).
Jafari dan Aeser (1988) menemukan 15 disiplin ilmu yang mempelajari pariwisata,
dan telah menghasilkan 157 disertasi tentang pariwisata. Penelitian lain yang dilakukan
ilmuwan dari North American Tourism and Hospitality yaitu Sheldon (1990) menunjukkan
bahwa telah terbit jurnal dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan pariwisata. Disipilin
ilmu yang dimaksud termasuk ekonomi, studi bisnis, marketing, psikologi, antropologi, dan
geografi, dimana masing-masing mengembangkan konsep, pendekatan, prinsip dan metode
penelitian sendiri-sendiri.
Pearce (Echner dan Jamal, 1997:869) mengembangkan keilmuan pariwisata yang
mengandalkan konsep, pendekatan, prinsip dan metode penelitian sendiri-
sendiri menyebabkan kalangan pendidik/akademisi jarang menyampaikan kepada
mahasiswa asumsi bahwa ilmu pariwisata memiliki prinsip dasar, fakta dan metode
sendiri. Ini asumsi yang kurang diperhitungkan area studi baru seperti pariwisata.
Nampaknya beberapa peneliti pariwisata tidak ingin melakukan studi lintas batas disiplin
dan metodologi. Berkenaan dengan kondisi tersebut Pearce menyarankan agar paradigm
awal dari area studi seperti pariwisata harus memiliki toleransi yang kuat dalam memilih
pendekatan yang berbeda-beda saat melakukan penelitian.
Di bawah ini beberapa ilmu kajian tentang pariwisata dalam perspektif intradisiplin
ilmu ;
1. Geografi
Geografi : ilmu yang menguraikan dan menganalisis variasi ruang keadaan permukaan bumi
serta umat manusia yang menempatinya.
Pariwisata : adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Geografi Pariwisata : adalah cabang dari pada bidang ilmu geografi yang mengkaji berbagai
hal yang terkait dengan aktivitas perjalanan wisata, meliputi karakteristik destinasi (objek)
wisata, aktivitas dan berbagai fasilitas wisata serta aspek lain yang mendukung kegiatan
pariwisata di suatu daerah (wilayah).
Memastikan arah perkembangan konsep geografi untuk dapat diterapkan pada
berbagai lingkugan geografi yang beraneka tingkat perkembangan ekonomi, budaya dan
penguasaan teknologi. Dalam tahapan ini studi geografi dapat berorientasi pada masalah
interaksi manusia dengan lingkungan, selain itu juga dapat berorientasi pada studi wilayah,
permukaan bumi dipandang sebagai lingkungan hidup dimana manusia dapat memanfaatkan
sumberdaya alam. Potensi dan masalah unsur-unsur geografi sangat bervariatif, sehingga
perlu kajian secara spasial dan temporal untuk dapat mengenali watak/sifat wilayah.
Makalam (1996), keterkaitan geografi dengan pariwisata dapat dilihat dari analisa
terhadap sistem kepariwisataan dalam perjalanan pariwisata. Dalam sistem ini terdapat tiga
sub sistem yang saling berkaitan, yaitu sub sistem DAW, sub sistem DTW dan sub sistem
Route. Peranan geografi dalam sistem ini adalah sebagai penghubung diantara ketiga sub
sistem tersebut. Keterkaitan sistem tersebut akan baik jika jarak atau gangguan geografis
dapat dikenali dan disiasati oleh ketiga sub sistem tersebut. Geografi sebagai bidang ilmu
yang mengkaji kondisi alam, kondisi manusia, serta interaksi antara keduanya sangat
berperan dalam upaya menyumbang usaha kepariwisataan. Dengan memahami, mengenali
karakteristik unsur-unsur geografis, memahami unsur-unsur pariwisata suatu daerah, maka
dapat disimpulkan apakah suatu daerah memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah
tujuan wisata atau tidak.
Pariwisata adalah sautu gejala yang sangat kompleks didalam masyarakat. Disamping
itu ada wisatawan sendiri dengan segala tingkah lakunya. Itu semua yang satu dengan yang
lainnya saling berkaitan dan merupakan satu keterkaitan di dalammasyarakat. Cara lain yang
biasa di gunakan untuk menganalisis pariwisata ialah untuk menganalisis pariwisata ialah
melihata gejala pariwisata sebagai suatu industri. Dalam hubungan dengan geografis dari
pariwisata ini adalah orang menggunakan pendekatan keruangan, kewilayahan dan
kelingkungan
Penataan ruang pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan
wilayah yang bertujuan untuk mendukung beberapa prinsip di atas,yaitu meningkatkan
kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Penataan ruang tidak hanya
memberikan arahan lokasi investasi, tetapi juga memberikan jaminan terpeliharanya ruang
yang berkualitas dan mempertahankan keberadaan obyek-obyek wisata sebagai aset bangsa.
Dalam pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang
yang dapat menjamin sustainable development guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
2. Sosiologi
Ilmu Sosiologi mempunyai perhatian lebih dalam mengkaji gejala-gejala yang terjadi
di masyarakat. Fenomena semacam hubungan manusia dengan manusia lainnya, yang biasa
menjadi bagian dari kajian Ilmu Sosiologi, mudah sekali dilihat dalam aktivitas pariwisata.
Sebagai contoh, hal-hal semacam seks bebas, yang selama ini dianggap dampak negatif dari
aktivitas pariwisata, mendapat perhatian besar dari para pakar Sosiologi.
Pariwisata telah menjadi aktivitas sosial ekonomi dominan dewasa ini, bahkan
disebut-sebut sebagai industri terbesar sejak akhir abad 20, yang juga menyangkut pergerakan
barang, jasa dan manusia dalam skala terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah
manusia.Pariwisata bukanlah suatu kegiatan yang beroprasi dalam ruang hampa. Pariwisata
sangat terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi, keamanan, ketertiban, keramah-
tamahan, kebudayaan, kesehatan, termasuk berbagai institusi sosial yang mengaturnya.
Pariwisata bersifat sangat dinamis, sehingga setiap saat memerlukan analisis atau kajian yang
lebih tajam. Sebagai suatu aktivitas dinamis, pariwisata memerlukan kajian terus menerus
(termasuk dari aspek sosial budaya), yang juga harus dinamis, sehingga pembangunan
pariwisata bisa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, khususnya masyarakat
local.Pariwisata tidaklah eksklusif, dalam arti bahwa pariwisata bukan saja menyangkut
bangsa tertentu, melainkan juga dilakukan oleh hampir semua ras, etnik dan bangsa, sehingga
pemahaman aspek-aspek sosial budaya sangat penting. Pariwisata selalu mempertemukan dua
atau lebih kebudayaan yang berbeda, yang mempunyai perbedaan dalam norma, nilai,
kepercayaan, kebiasaan dan sebagainya. Pertemuan manusia atau masyarakat dengan latar
belakang sosial-budaya yang berbeda akan menghasilkan berbagai proses akulturasi,
dominasi, asimilasi, adopsi, adaptasi, dalam kaitan hubungan antar budaya yang tentunya
merupakan salah satu isu sentral dalam sosiologi.
Dewasa ini pariwisata sudah hampir menyentuh semua masyarakat dunia, sampai
kepada masyarakat-masyarakat terpencil. Pariwisata sudah terbukti menjadi salah satu
primeover dalam perubahan sosial budaya, sedangkan perubahan sosial budaya merupakan
aspek kemasyarakatan yang menjadi salah satu fokus kajian sosiologi. Berkembangnya
berbagai lembaga, baik ditingkat lokal, regional, ataupun internasional, yang terkait dalam
pariwisata, juga merupakan salah satu perhatian dalam sosiologi, sebagaimana sebelumnya
sosiologi telah membahas berbagai aspek modernisasi dan dependensi dari hubungan antar
negara. Hubungan Ilmu Pariwisata dan Ilmu Sosiologi amat erat kaitannya ketika kedua
cabang Ilmu Sosial tersebut menjadikan hubungan antar-manusia sebagai kajian utamanya.
3. Sejarah
Ilmu Sejarah secara garis besar bisa disimpulkan mempunyai perhatian yang
besarterhadap berbagai hal yang terjadi di masa lalu. Peninggalan-peninggalan masa lalu,
seperti candi, gedung-gedung tua, arca, dan lain sebagainya; selain dijadikan objek penelitian,
biasa juga dijadikan sebagai objek daya tarik wisata. Bahkan, dalam Ilmu Pariwisata,
kegiatan mengunjungi suatu tempat yang memiliki nilai sejarah mempunyai istilah tersendiri,
yakni wisata heritage. Menurut UNESCO, suatu bangunan bisa dikategorikan ke dalam
bangunan/cagar heritage jika bangunan tersebut sedikitnya telah berumur 60 tahun.
4. Manajemen
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. (Oey Liang Lee)
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan
sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan. (James
A.F. Stoner)
Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya. (R. Terry)
Hubungan manajemen dengan Pariwisata adalah suatu tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya dalam bidang pariwisata.
5.Ekonomi
Mulanya, ilmu pariwisata pertama kali diajarkan sebagai salah satu bagian dari mata
kuliah ilmu perdagangan. Dari fenomena tersebut, jelas terlihat bahwa pariwisata
memilikipengaruh yang kuat dengan kegiatan ekonomi. Organisasi Pariwisata Internasional,
United World Tourism Organization (UNWTO) menyebutkan bahwa sektor pariwisata
berkontribusi hingga 10% terhadap devisa internasional. Dengan kuatnya pengaruh industri
pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, adalah langkah yang tepat jika
pemerintahIndonesia menggabungkan pariwisata dengan kegiatan ekonomi dalam satu
departemen,Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pariwisata adalah suatu gejala
social yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai
Aspek sosiologis, Ekonomis dan Ekologis dan sebagainya. Untuk mengadakan perjalanan
orang harus mengeluarkan biaya,yang diterima oleh orang-orang yang menyelenggarakan
angkutan, menyediakan bermacam-macam jasa, antraksi,dan lainnya. Keuntungan ekonomis
untuk daerah yang di kunjungi wisatawan, itulah yang pertama-tama merupakan tujuan
pembangunan wisata.
6. Psikologi
Salah satu tujuan manusia melakukan perjalanan (berwisata), adalah untuk
memulihkan kondisi jiwa dan raga yang sebelumnya dirasa melelahkan. Inilah sebabnya,
dalam bahasa Inggris,pariwisata didefinisikan juga dengan istilah re-creation. Orang-orang
yang jemu dengan hiruk-pikuk perkotaan, umumnya akan mendatangi daerah sejuk
pegunungan untuk beristirahat. Begitu pula dengan orang-orang yang bosan tinggal di
kawasan pegunungan, cenderung pergi ke wilayah pantai untuk berlibur. Pernyataan di atas,
sedikitnya menegaskan posisi Ilmu Psikologi dalam memahami motivasi berkunjung seorang
wisatawan, sekaligus menegaskan posisi kegiatan pariwisata dalam peranannya
mempengaruhi/memulihkan keadaan psikis seseorang.
BAB VIII
PENGETAHUAN DASAR AKOMODASI
Hotel
Berdasarkan Keputusan Menteri Parpostel no Km 94/HK103/MPPT 1987. Pengertian
Hotel adalah Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan
bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya
bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil.Definisi dan pengertian hotel secara
umum adalah perusahaan atau badan usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa
penginapan, penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya bagi tamu yang
datang, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya
menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu atau bisa dibilang semua pelayanan itu
diperuntukkan bagi masyarakat umum.
Jenis Hotel Berdasarkan Bintang
Pengklasifikasian hotel berbintang di Indonesia dibagi menjadi 5 tingkatan.
peninjauan terhadap klasifikasi dilakukan 3 tahun sekali dengan mempertimbangkan berbagai
aspek. Berdasarkan SK Menparpostel RI No. PM/PW 301/PHB-77 klasifikasi jenis hotel
berdasarkan bintang sebagai berikut:
1. Hotel berbintang 1 (satu)
2. Hotel berbintang 2 (dua)
3. Hotel berbintang 3 (tiga)
4. Hotel berbintang 4 (empat)
5. Hotel berbintang 5 (lima)
Adapun persyaratan yang harus di penuhi hotel berbintang yaitu :
Dikatakan hotel berbintang satu apabila sekurang-kurangnya memiliki 15 kamar, satu
kamar suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang dua apabila sekurang-kurangnya memiliki 20 kamar, dua
suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang tiga apabila sekurang-kurangnya memiliki 30 kamar, tiga
suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang empat apabila sekurang-kurangnya memiliki 50 kamar,
empat suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang lima apabila sekurang-kurangnya memiliki 100 kamar,
lima suite room, memiliki restaurant dan bar.
PERENCANAAN PARIWISATA I
Perencanaan adalah tentang pengaturan dan mencapai tujuan. Meskipun berbagai pendekatan
telah dikembangkan dalam perencanaan umum, misalnya boosterism, terpadu, interaktif,
kolaboratif, bottom-up dll, tinjauan literatur pariwisata menunjukkan bahwa tidak banyak
penulis telah peduli dengan perencanaan pariwisata. Akehurst (1998) menjelaskan ini
oleh fakta bahwa rencana dikembangkan oleh perusahaan konsultan yang jarang
mempublikasikan ataumembocorkan 'rahasia' mereka. Hanya selama dekade terakhir
beberapa penulis telahberkaitan dengan aspek perencanaan pariwisata (misalnya Inskeep,
1991; Gunn, 1994;WTO, 1994; Wilkinson, 1997b; Timothy, 1998; 1999; Tosun dan Jenkins,
1998). Demikian pula, untuk pelaksanaan perencanaan pariwisata, beberapa pendekatan telah
diusulkan, terutama berbagai pilihan produk / pasar dan pendekatan sistematis.
Peneliti pariwisata terdahulu (Ogilvie, 1933; Alexander, 1953) dalam perencanaan pariwisata
dibatasi terutama untuk pengukuran ekonomidampak untuk daerah tujuan, karena kemudahan
dalam pengukuran dampak ekonomi dibandingkan dengan dampak lingkungan dan sosial
(Mathieson danWall, 1982; Archer dan Cooper, 1998; Kontogeorgopoulos, 1998) dan upaya
pemerintah daerah untuk mengoptimalkan manfaat ekonomi (Allen et al, 1988;. Stynes
dan Stewart, 1993). Untuk memaksimalkan manfaat ekonomi banyak pemerintah
mengizinkan sektor swasta untuk mengambil keputusan penting tentang pengembangan
pariwisatadengan cara tidak terbatas dan tidak terencana (Hawkins, 1992). Namun, fokus dari
sektor swasta dan perencanaan pariwisata berjalan dengan berorientasi jangka pendek dalam
keuntungan ekonomi, melalui pembangunan fasilitas untuk menarik
pengunjung. Akibatnya, terlalu sedikit perhatian diberikan untuk efek sosial budaya untuk
masyarakat lokaldan masalah lingkungan di daerah tujuan, yang dalam
jangka panjang akan berdampak lebih besar (Seth, 1985; Jenkins, 1994).
Dengan demikian, pengembangan pariwisata yang tak terkendali dengan mudah mengurangi
citra daerah tujuan, sehingga untuk bertahan mereka melakukan mass tourism yang berbiaya
rendah hasilnya, muncul masalah sosial-ekonomi dan lingkungan yang serius. sejak
Kegiatan pariwisata bergantung pada perlindungan lingkungan dan sosial-budaya
sumber daya untuk daya tarik wisatawan, perencanaan merupakan kegiatan penting untuk
keberhasilan daerah tujuan wisata.
Ini adalah tujuan dari bab ini untuk menyelidiki proses perencanaan dalam kasus
pariwisata, dengan menyediakan kerangka kerja dimana proses perencanaan pariwisata
mungkin lebih baik dijelaskan dan menjelaskan (Gambar 3.1). Dengan demikian, bab ini
mengeksplorasi komponen utama dari proses perencanaan, mulai dari sifat perencanaan,
melanjutkan dengan berbagai pendekatan perencanaan dan cara-cara yang ini luas
pendekatan diimplementasikan, dan berakhir dengan output (apa yang muncul pada
tanah) dan hasil (pengukuran dampak perencanaan). Dengan mengikuti ini proses,
perencanaan dapat memiliki dasar untuk mengevaluasi apakah tujuanperencanaan pariwisata
telah terpenuhi.
SIFAT PERENCANAAN
Gunn (1979) adalah salah satu yang pertama kali mendefinisikan perencanaan pariwisata
sebagai alat untuk pengembangan daerah tujuan, dan untuk melihatnya sebagai sarana untuk
menilai kebutuhan yang diterima turis di daerah tujuan wisata. Menurut Gunn (1994) fokus
perencanaan
terutama untuk menghasilkan pendapatan dan lapangan kerja, dan menjamin konservasi
sumber dayadan kepuasan wisatawan.
Secara khusus, melalui perencanaan lebih kurangnya pengembangan daerah tujuan wisata
dapat menerima pedoman untuk pengembangan pariwisata lebih lanjut. Sementara itu,
bagi negara-negara yang sudah maju, perencanaan dapat digunakan sebagai alat "untuk
merevitalisasi sektor pariwisata dan mempertahankan kelangsungan hidup masa depan
"(WTO 1994, p.3). Dan yang terakhir , Spanoudis (1982) mengusulkan bahwa: Perencanaan
pariwisata harus selalu dilanjutkan dalam kerangka rencana keseluruhan untukpengembangan
sumber daya suatu daerah; dan kondisi lokal dan tuntutan harus terpenuhi sebelum
pertimbangan lain terpenuhi (p.314).
Setiap proses pembangunan dimulai dengan pengakuan diketahui oleh pemerintah lokal /
pusat, melalui konsultasi dengan sektor swasta dan publik, pariwisata yang merupakan
pilihan pengembangan untuk diperluas dengan cara yang direncanakan. Dalam kesuksesan
mendesain rencana pengembangan, diperlukan pemahaman yang jelas tentang tujuan
pembangunan yang ingin dicapai di tingkat nasional, regionalatau tingkat lokal. Menurut
Sharpley dan Sharpley (1997), tujuan tersebut adalah:Sebuah pernyataan dari hasil yang
diinginkan dari pengembangan pariwisata didaerah tujuan wisata dan termasuk berbagai
tujuan, seperti penciptaan lapangan kerja, diversifikasi ekonomi,dukungan pelayanan publik,
konservasi atau pembangunan kembali bangunan tradisional dan ketetapan kesempatan
rekreasi bagi wisatawan.
Sifat tujuan tersebut tergantung pada preferensi nasional, regional dan lokaldidasarkan pada
lingkungan negara yaitu politik, sosial budaya, lingkungan dan nilai-nilai ekonomi, serta
tahap pengembangan. Tujuan pembangunan adalah:
politik,
sosial budaya, dorongan kegiatan yang berpotensi untuk kemajuan nilai-nilai sosial dan
budaya dan sumber daya dari daerah dan nyatradisi dan gaya hidup;
lingkungan, misalnya pengendalian pencemaran; dan
ekonomi, seperti meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan riil.
Mereka harus memperhitungkan dan mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan
masyarakat lokal untuk mempertahankan nya dengan memperoleh dukungan.Sayangnya,
sasaran sering bertentangan satu sama lain dan tidak bisa semuarealistis dicapai (WTO,
1994). Sebagai contoh, jika dua tujuan utama pemerintah ingin mencapai distribusi kegiatan
pariwisata dan peningkatan pariwisatapengeluaran wisatawan, tujuan ini bertentangan, karena
untuk meningkatkan pariwisatapengeluaran, wisatawan harus tertarik ke ibukota atau kota-
kota terbesar dinegara, di mana lebih banyak alternatif untuk berbelanja , dan hiburan Oleh
karena itu, Haywood (1988) mengusulkan bahwa pilihan sasaran akan harus terbatas pada
orang-orang aspirasi orang-orang dimana industri mampu memenuhi atau melayani.
PENDEKATAN PERENCANAAN
Mill (1990) dan Gunn (1994) setuju dengan Inskeep (1991) bahwa hanya dengan
perencanaan yang terpadu dapat meyakinkan masyarakat bahwa hasil pembangunan akan
sesuai. Oleh karena itu, Baud-Bovy (1982) menyatakan:Rencana pengembangan pariwisata
harus diintegrasikan dalam sosial ekonomidan kebijakan politik negara, dalam lingkungan
alam dan buatan manusia, dalamtradisi sosial budaya, ke berbagai sektor terkait ekonomi dan
skema keuangan, dan pada pasar pariwisata internasional (p.308). Perencana pariwisata harus
belajar dari kesalahan yang dibuat di tempat lain dan menyadari bahwaproses perencanaan
tidak statis tetapi proses yang berkesinambungan yang memiliki kemampuan dalam
perubahan (de Kadt, 1979; Baud-Bovy,1982; Gunn, 1994; Hall, 2000). Oleh karena itu,
perencanaan pariwisata harus fleksibel dan beradaptasi; untuk mengatasi dengan cepat
perubahan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh masyarakat (atach-Rosch, 1984; Choy,
1991)
Namun demikian, banyak pembuat keputusan dan pengembang memiliki jarak dari daerah
tujuan dalam pengembangan yang berarti mereka mungkin tidak menyadari, atau
tidak peduli dengan harga yang harus dibayar dari pengembangan pariwisata (Butler,
1993b). Gunn (1988) menyatakan, perencanaan adalah gambaran dan "memerlukan
beberapa perkiraan
persepsi masa depan. Tidak adanya perencanaan atau perencanaan untuk jarak pendek yang
tidak
mengantisipasi masa depan dapat mengakibatkan kerusakan serius dan inefisiensi "
(Hal.15). Oleh karena itu, Wilkinson (1997b) mengusulkan bahwa pemikiran strategis harus
dimasukkan ke dalam perencanaan. Pemikiran strategis didefinisikan sebagai:
Sebuah proses yang terus-menerus dari informasi eksternal dan internal dan menyesuaikan
diri dalam perubahan situasi. Manajer harus dapat melihat ke masa depan dan
mengidentifikasi perubahan yang membawa: perubahan pasar, perubahan produk, perubahan
teknologi, atau perubahan dalam lingkungan peraturan atau keuangan Perencanaan
merupakan pernyataan bagaimana menghadapi kondisi yang berubah. Perencanaan
merupakan evolusi yang berkelanjutan sebagai mana manajer berusaha untuk mencapai
kompetitif strategis
keuntungan dalam lingkungan yang berubah (Porter, 1985, hal.467).
Berikutnya, perencanaan pariwisata dapat berlangsung "di berbagai tingkatan mulai dari
makro nasional dan regional dan kearah tingkat perencanaan lokal mikro "(WTO,
1993, hal.39). Pearce (1995b) mengusulkan, rencana disiapkan di satu tingkat harus
berfokus hampir secara eksklusif pada tingkat itu, meskipun harus dipastikan bahwa mereka
cocok dengan konteks tingkat lainnya, karena perencanaan pada satu tingkat dapat
dipengaruhi oleh perencanaan di tingkat lain. Sebagai contoh, beberapa negara, seperti
Perancis dan Spanyol sangat bergantung pada rencana pariwisata regional untuk melengkapi
yang nasional.Singkatnya, evolusi perencanaan pengembangan pariwisata dapat dipecah
menjadi lima tahap (Tosun dan Jenkins, 1998, hal.103):
1. Era pengembangan pariwisata tanpa Perencanaan: dalam perencanaan pariwisata tahap ini
adalah perencanaan merupakan hal yang tidak biasa tidak populer dan ide yang tidak
diinginkan', dan oleh karena itu pariwisata muncul sebagai suatu kegiatan yang tidak
direncanakan.
IMPLEMENTASI PERENCANAAN
Sebuah sistem pendekatan perencanaan pariwisata untuk pemahaman yang lebih baik tentang
hubungan dalam pariwisata, maka perlu memisahkan komponen dari sistem pariwisata, untuk
mengurangi kompleksitas dan untuk mengidentifikasi hubungan dari komponen sebelum
merangkum mereka kembali bersama-sama (Pearce, 1989, p.280; Liu, 1994). Menurut Tosun
dan Jenkins(1998), pendekatan ini memiliki "keuntungan dari mengambil pandangan yang
lebih luas bukannya samar dan terisolasi "(p.104). Akibatnya, pendekatan sistematis untuk
pariwisata perencanaan telah diadopsi oleh berbagai peneliti (misalnya Mill dan Morrison,
1985;Gunn, 1988; Pearce, 1989; Inskeep, 1991; Harssel, 1994; Page, 1995; WTO,1998).
Di antara para peneliti yang telah mengadopsi pendekatan sistem, Mill dan Morrison
(1985) mempertimbangkan empat komponen dari sistem pariwisata, yaitu pasar, wisata,
daerah tujuan dan pemasaran, sementara Leiper (1990) mengidentifikasi: wisatawan,
unsur geografis dan industri pariwisata. Harssel (1994) memandang
sistem pariwisata sebagai campuran permintaan dan penawaran komponen dan Laws (1991,
hal.7) mengidentifikasi sistem pariwisata sbb:
Kenyataan di lapangan dalam praktek perencanaan menyajikan teknik dan alat perencanaan
yang populer untuk memenuhi unsur pengembangan, opsi menggunakan Pasar / Strategi
produk pilihan . Dari peninjauan pasar / produk pilihan strategis jelas bahwa empat penulis
(Ansoff, 1965; Henderson, 1979; Porter, 1980;Gilbert, 1990) berbagi motivasi yang sama
dengan mengusulkan alternatif tentang bagaimana suatu perusahaan atau daerah tujuan dapat
mencapai kepemimpinan di pasar melalui pencapaian kompetitif.
Dari pelaksanaan pendekatan yang dibahas di atas berikut timbul output perencanaan.
Dalam industri pariwisata, ada contoh tentang pengaturan kemitraan yangsangat efektif untuk
keberhasilan perencanaan dan pengembangan pariwisata. Karenas ektor publik berkaitan
dengan penyediaan jasa, menyelesaikan penggunaan lahan konflik dan perumusan serta
pelaksanaan kebijakan pembangunan, sedangkan sektor swasta terutama berkaitan dengan
keuntungan, kemitraan antara sektor swasta dan publik tentang berbagai isu bisa
mendapatkan keuntungan bagi daerah tujuan (Sharpley dan Sharpley, 1997). Timothy (1998)
menyoroti: Kerjasama antara swasta dan sektor publik sangat penting ... jenis simbiosis
hubungan antara dua sektor ada di sebagian besar tujuan (karena) sektor publik tergantung
pada investor swasta untuk menyediakan layanan dan untuk membiayai, setidaknya sebagian,
pembangunan fasilitas pariwisata. Sebaliknya, tanpa kerjasama, pariwisata program
pembangunan dapat terhenti, karena investor swasta mengharuskan persetujuan pemerintah,
dan dukungan untuk, sebagian besar proyek (hal.56).
Keterlibatan masyarakat dalam pariwisata dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu: 1)
dalam manfaat pengembangan pariwisata dan 2) dalam proses pengambilan keputusan
(McIntosh dan Goeldner, 1986; Timothy, 1999; Tosun, 2000).
Untuk masyarakat untuk menerima manfaat dari pengembangan pariwisata "mereka
harus diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi, dan memperoleh keuntungan
finansial dari pariwisata "(Timotius,1999, hal.375).
Namun, manfaat dari pariwisata sering terkonsentrasi di tangan sejumlah orang yang
memiliki modal untuk berinvestasi di bidang pariwisata di banding segmen lain dari
masyarakat (misalnya kelas bawah, tidak berpendidikan danorang miskin). Oleh karena
itu, Vivian (1992) menemukan banyak masyarakat tradisional tertindas karena mereka
sering mengeluarkan sejumlah besar orang-orang dari pengembangan dan proses
perencanaan. Akibatnya, Brohman (1996, 59) mengusulkan manfaat dan biaya pariwisata
harus didistribusikan lebih merata dalam masyarakat setempat, memungkinkan proporsi
yang lebih besar dari penduduk setempat untuk mendapatkan keuntungan dari pariwisata
bukan hanya menanggung beban biaya.
Pearce et al. (1996) telah melihat aspek dari partisipasi masyarakat melibatkan individu
dalam masyarakat pariwisata berorientasi pada pengambilan keputusan dan proses
implementasi berkaitan dengan manifestasi utama dari kegiatan politik dan sosial
ekonomi(p.181). Potter et al. (1999, p.177) merujuk pada istilah pemberdayaan sebagai
"sesuatu yang lebih dari keterlibatan "dan Craig dan Mayo (1995) menunjukkan bahwa
melalui pemberdayaan masyarakat 'termiskin dari yang miskin' dapat diikutsertakan
dalam pengambilan keputusan.
Shepherd dan Bowler (1997, p.725) dalam ulasan literatur dan mengidentifikasi empat
proposisi utama untuk partisipasi publik:
1. partisipasi publik yang tepat, perilaku wajar pemerintahan yang demokratis public dalam
pengambilan keputusan-;
2. partisipasi publik sebagai cara untuk memastikan bahwa proyek memenuhi kebutuhan
warga dancocok untuk masyarakat yang terkena dampak;
4. keputusan 'lebih baik' ketika pengetahuan para ahli diketahui oleh publik.
Melalui partisipasi, masyarakat dapat membentuk kehidupan mereka sendiri dan keadaan
lingkungan dimana mereka ingin hidup dan bagaimana menjualnya (Timotius, 1998).
Masyarakat adalahtujuan kebanyakan wisatawan, dan karena itu "pengembangan industri
pariwisata danmanajemen harus efektif dalam masyarakat "(Blank, 1989hal.4). Menurut Hall
(2000) partisipasi masyarakat dalam perencanaan pariwisata adalah "bentuk bottom-up
perencanaan yang mengutamakan pembangunan di masyarakat daripada pengembangan
masyarakat "(hal.31).Karena setiap kelompok orang memiliki kebutuhan yang berbeda dan
menerima biaya yang berbeda danmanfaat dari pengembangan pariwisata, mereka dapat
memiliki pandangan yang berbeda terhadappengembangan komunitas mereka (WTO, 1993).
Dengan demikian, hal itu mungkin melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan.
Ketika masyarakat tidak memiliki masukan ke dalam proses mereka mungkin merasa bahwa
mereka kehilangan kontrol, karena mereka mungkin lebih memilih untuk mengeksploitasi
sumber daya mereka dengan cara yang akanmelindungi lingkungan dan budaya (Belanda dan
Crotts, 1992; Thomlison danGetz, 1996). Tidak diragukan lagi, input 'bottom-up' bersama
dengan 'top-down' adalah "Cara terbaik untuk menghindari konfrontasi dan mencapai
pembangunan yang harmonis "(Pigram,1990, hal.7). Hanya melalui suatu kerjasama,
masyarakat, pemerintah daerahdan non-lembaga, maka pengembangan pariwisata yang
seimbang dapat tercapai.
Smith (1984) mengidentifikasi empat prasyarat untuk perencanaan partisipasi: kesempatan
dan hak hukum, akses terhadap informasi, penyediaan sumber daya bagi masyarakat untuk
terlibat, dan masyarakat lokal (keterlibatan luas masyarakat bukan karenaselektif). Selain itu,
Painter (1992) mengidentifikasi tiga bentuk utama dari masyarakat Partisipasi:
1. Pertukaran informasi. Hasil dari proses ini ditentukan oleh
informasi yang tersedia, misalnya melalui survei pada pendapat masyarakat, masyarakat
audiensi dan representasi media
.
2. Negosiasi melalui tatap muka dan diskusi publik antarasejumlah kecil individu dan publik
yang berwenang.
3. Protes. Dalam hal ini, ada aksi langsung oposisi, alih alih bekerja sama dalam
bentuk partisipasi, tetapi melakukan hal-hal seperti demonstrasi, pemogokan dan blocking
lalu lintas.
Murphy (1985) adalah orang pertama yang mengaitkan pariwisata dengan ekosistem
(Gambar 3.3), di mana dalam"Daerah tujuan, pengunjung berinteraksi dengan kehidupan
lokal (host, layanan) dan lingkungan hidup (landscape, sinar matahari) merupakan bagian
yang dialami wisatawan (mengkonsumsi) sebagai produk pariwisata "(p.167). Hanya ketika
semua interaksi menghasilkan 'keadaan setimbang', maka 'keseimbangan lingkungan' dapat
dicapai (Murphy, 1985, p.167).
Murphy (1985) dengan modelnya memperhatikan pendapat dari populasi lokal dan
menunjukkan ketika " pariwisata melibatkan keseluruhan masyarakat, termasuk
penduduknya, perlu mempertimbangkan dan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan
manajemen keputusan "(Murphy, 1988b,hal.133). Bersamaan dengan itu, ia mengidentifikasi
batas daya dukung suatu masyarakat dalam proses perencanaan. Haywood (1988) mengamati
bahwa "pariwisata dan wisatawan adalah konsumen dan pengguna sumber daya masyarakat,
(karena) masyarakat adalah komoditas. Kealamian masyarakat, cara hidupnya, institusinya,
danbudaya yang dibeli dan dijual. Bahkan beberapa komunitas yang sengaja direncanakan
dan dibangun untuk konsumsi turis "(hal.105).
BAB X
PERENCANAAN PARIWISATA II
Semakin lama wisataan berkunjung ke sebuah destinasi, semakin banyak pengaruh yang
diberikan oleh wisatawn pada destinasi tersebut, baik pengaruh baik ataupun pengaruh buruk.
Wisatawan dapat melakukan beragam aktifitas wisata mulai dari kegiatan bertema alam
hingga kegiatan bertema budaya. Seluruh variasi kegiatan tersebut harus diarahkana agar
dapat memberikan manfaat bagi wisatawan dan juga kepada destinasi
c. Tingkat Penggunaan
Jumlah wisatawn dan kontribusinya dalam menggunakan ruang dan waktu menimbulkan
desitas atau kepadatan pengunjung di destinasi wisata. Semakin banyak pengunjung, semakin
padat suatu wahana wisata maka semakin besar pula tekanan kepada area tersebut akibatnya
semakin besar pula dampaknya
Pariwisata disambut sebagai industri yang membawa aliran devisa, lapangan pekerjaan dan
cara hidup modern. Indistri pariwisata memberi keunikan tersendiri dibanding dengan sektor
ekonomi lain karena empat faktor tsb di bawah ini:
Pertama, pariwisat aadalah industri ekspor fana. Segala transaksi yang terjadi di industri
pariwisata berupa pengalaman yang dapat diceritakan kepada orang lain, tetapi tidak dapat di
bawa pulang sebagai cendera mata.
Kedua, setiap kali wisatawan mengunjungi destinasi, ia selalu membutuhkan baeang dan jasa
tambahan, seperti transportasi dan kebutuhan air bresih. Barang dan jasa tambahan harus
diciptakan dan dikembangkan untuk memnuhi kebutuhan wisatawan.
Ketiga, pariwisata sebagai produk yang terpisah-pisah (fragmentes) , tetapi terintegrasi dan
langsung memnpengaruhi sektor ekonomi lain. Seperti yang tercantum dalam UU nO. 10
Tahun 2009.
Keempat, pariwisata merupakan sektor yang sangat tidak stabil> sifat kepariwisataan ang
dinamis dan musiman membuat industri ini mengalami fluktuasi yang sangat tinggi. Industri
pariwisata sangat rentan terhadap banyak hal seperti politik, sosial budaya dan pertahanan
keamanan.
Dampak pariwisata terhadap perekonomian bisa bersifat positif dan negatif. Secara umum
dampak tersebut dapat dikelompokkan ( Cohen, 1984) dalam ismayanti, sbb
1. Dampak terhadap penerimaan devisa
2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat
3. Dampak terhadap peluang kerja
4. Dampak terhadap harga dan tarif
5. Dampak terhadap distribusi manfaat dan keuntungan
6. Dampak terhadap kepemilikan da pengendalian
7. Dampak terhadap pembangunan
8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah
Keunikan industri pariwisata terhadap perekonomian berupa dampak ganda ( multiplier
effect) dari pariwisata terhadap ekonomi. Pariwisata memnerikan pengaruh tidak hanya
terhadap sektor ekonomi yang langsung terkait dengan industri pariwisata tetapi juga
industri yang tidak langsung yang terkait dengan industri pariwisata
Pariwisata memberikan keuntungan sebagai dampak positif yang juga memberikan kerugian
sebagai dampak negatif. Seperti yang tampak pada tabel di bawah ini:
Keuntungan Kerugian
Pariwisata merupakan kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat
sehingga memberikan pengaruh terhadaop masyarakat setempat. Bahkan pariwisata
dikatakan mempunyai energi pendobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat
setempat mengalami perubahan, baik kearah perbaikan maupun kearah penurunan dalam
berbagai aspek. Pariwisata merupakan fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia,
masyarakat, kelompok organisasi dan kebudayaan.
Namun demikian, pada awal-awal penelitiannya (Mathieson, 1994) menilai dampak sosial
dan lingkungan dari pengembangan pariwisata, menyatakan bahwa dampak pariwisata
muncul dalam bentuk perubahan perilaku manusia akibat interaksi di dalam masyarakat
antara wisatawan dengan penduduk lokal dan pemerintahan setempat. Dengan demikian
dipastikan bahwa interaksi tersebut akan berdampak terhadap perubahan setiap elemen
pariwisata baik perubahan ke arah positif maupun ke arah negatif.
Analisis dampak sosial berfokus perubahan yang terjadi di dalam masyarakat sepert: (1)
perubahan dalam sistem sosial, (2) nilai-nilai individu dan kolektif, (3) perilaku hubungan
sosial (4) gaya hidup dan ekspresi mode serta (5) struktur masyarakat.
Positive Negative
Industri pariwisata memiliki hubungan erat dan kuat dengan lingkungan fisik. Lingkungan
alam merupakan merupakan aset pariwisata dan mendapatkan dampak karena sifat
lingkungan fisik tersebut rapuh (fragile) dan tak terpisahkan (inseparability). Bersifat rapuh
karena lingkungan alam merupakan ciptaan Tuhan yang jika dirusak belum tentu akan
tumbuh atau kembali seperti sediakala. Bersifat tidak terpisahkan karena manusia harus
mendatangi lingkungan alam untuk dapat menikmatinya.
Lingkungan fisik adalah daya tarik utama kegiatan wisata. Linkungan fisik meliputi
lingkungan alam ( flora dan fauna, bentangan alam, dan gejala alam) dan lingkungan buatan (
situs kebudayaan, wilayah perkotaan, wilayah pedesaan dan peninggalan sejarah ).
MANAJEMEN PENGUNJUNG
Dampak negatif pariwisata terhadap ekonomi , sosial budaya dan lingkungan fisik dapat
diatasi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menjalankan mmanajemen pengunjung
yang dapat meminimalisasi dampak negatifdari kegiatan wisata. Konsep ini menggambarkan
suatu proses yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dan obyek wisata
sehingga dapat diartikan bahwa manajemen pengunjung merupakan suatu kegiatan untuk
mengelola pengunjung yang datang ke suatu obyek wisata sehingga memberikan manfaat.
Dalam manajemen pengunjung terdapat dua elemen dasar sbb:
1. Mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan persyaratan dari obyek wisata dan
pengunjung
2. Menjadi bagian penting dalam pengembangan dan pengelolaan suatu obyek wisata
Pariwisata dapat dipandang secara abstrak yakni, sebagai suatu fenomena yang
menyangkut gerakan manusia dalam negerinya sendiri (pariwisata dalam negeri) atau
melintasi batas nasional(pariwisata internsional)(Salah Wahab, 1975). Sementara
McIntosh dan Goldner (1990) mendefinisikan pariwisata sebagai sejumlah fenomena dan
hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, pemasok bisnis, pemerintah, tuan rumah,
dan komunitas tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan dan
pengunjung lainnya. Selanjutnya dikatakan bahwa pariwisata merupakan campuran
kegiatan, jasa, dan industri yang menjadikan pengalaman perjalanan seperti transportasi,
akomodasi, perumahan, makanan dan minuman, toko, fasilitas kegiatan, dan pelayanan
jasa yang tersedia bagi perorangan maupun kelompok yang sedang dalam perjalanan di
luar tempat tinggalnya. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam aktivitas
pariwisata terdapat negara sumber wisatawan dan negara tujuan wisata.
Pariwisata sebagai suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen potensial dan aktual
perlu memiliki diferensiasi agar mampu bersaing dengan produk-produk yang ditawarkan
oleh para kompetitor. Kotler, et. al juga mengemukakan lima diferensiasi produk yaitu
diferensiasi atribut fisik, diferensiasi pelayanan, diferensiasi karyawan, diferensiasi
lokasi, dan diferensiasi citra
Daya Tarik Wisata Secara esensial, daya tarik wisata terdiri atau semua unsur yang
dimiliki suatu tempat yang menarik pengunjung yang memiliki kebebasan memilih untuk
pergi dari tempat tinggalnya. Unsur-unsur ini meliputi lansekap untuk dilihat, kegiatan
untuk diikuti, dan pengalaman untuk diingat. Namun kadang-kadang sulit untuk
membedakan antara daya tarik dan bukan daya tarik. Transportasi (misalnya kapal
pesiar), akomodasi (misalnya resort), dan jasa-jasa lainnya(misalnya restoran) dapat
menjadi bagian atribut daya tarik. Pada suatu ketika para wisatawan sendiri bahkan dapat
menjadi daya tarik (MacCannel, 1976). Lebih jauh MacCannel mengemukakan bahwa
suatu fenomena harus memiliki tiga komponen untuk dianggap sebagai suatu daya tarik :
wisatawan, suatu tempat untuk dilihat, dan suatu tanda atau citra (image) yang
menjadikan suatu tempat menjadi berarti.
Kriteria inilah yang sesungguhnya menjadikan sesuatu menjadi daya tarik wisata. Dengan
demikian, daya tarik dalam konteksnya yang lebih luas tidak hanya mencakup tempat-
tempat bersejarah, tempat-tempat hiburan yang secara umum dihubungkan dengan kata,
tetapi juga semua pelayanan dan fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan setiap hari.
Demikian juga lembaga-lembaga sosial yang membentuk dasar bagi eksistensi habitat
manusia. Hal-hal yang bukan hiburan yang berorientasi daya tarik dapat dianggap
menjadi daya tarik yang menyenangkan (Lew, 1986) unsur-unsur kondisional (Jansen-
Verheke, 1986), atau jasa-jasa dan akomodasi (Mcintosh and Bolednere, 1984).
Setiap daerah tujuan wisata mempunyai citra (image) tertentu yaitu mental maps
seseorang terhadap suatu destinasi yang mengandung keyakinan, kesan dan persepsi.
Menurut Lawson dan Band Bovy (1977) pada Mathison dan Wall(1982), citra adalah
suatu ekspresi tentang seluruh pengetahuan, kesan, prasangka, imaginasi dan pandangan
emosional yang dimiliki seseorang atau kelompok terhadap sesuatu objek atau tempat
tertentu. Sementara itu menurut pandangan Buck (1993) pariwisata adalah industri yang
berbasis citra,karena citra mampu membawa calon wisatawan ke dunia simbol dan
makna. Sedangkan menurut Gallarza, Saura, dan Garcia (2002) citra (image)lebih penting
daripada sumber-sumber daya yang berwujud (tangible), semuanya karena persepsilah
dan bukan realitas yang memotivasi konsumen untuk bertindak atau tidak.
Menurut Middleton (1988) terdapat lima komponen utama dalam total tourism product
yaitu daya tarik destinasi, fasilitas dan jasa destinasi dan harga yang dibayar konsumen.
Sedangkan daya tarik destinasi meliputi daya tarik alam, daya tarik yang dibangun, daya
tarik budaya dan daya tarik sosial. Fasilitas dan jasa destinasi meliputi sarana akomodasi,
restauran, bar dan kafe, transportasi di destinasi, aktivitas olah raga, retail outlets, dan
fasilitas serta jasa-jasa lainnya. Aksebilitas mencakup infrastuktur, peralatan, faktor-
faktor operasional, dan regulasi pemerintah.
Pemasaran DestinasiPariwisata
Destinasi adalah tempat yang memiliki beberapa bentuk batas aktual atau yang
dipersepsikan seperti batas fisik suatu pulau, batas-batas politis, atau bahkan batas-batas
yang diciptakan oleh pasar (Kotler, et.al., 1996)
Event yang menarik bagi suatu pasar yang diinginkan dan sesuai dengan budaya
masyarakat dapat memberikan hasil yang menguntungkan, terutama bila event tersebut
berlangsung secara reguler selama bertahun-tahun. Event yang hanya bisa terjadi satu kali
atau yang memerlukan investasi modal besar bagi suatu masyarakat tidak memberikan
keuntungan ekonomis yang memadai.Inskeep (1991) mengemukakan bahwa pendekatan
perencanaan pemasaran merefleksikan hubungan antara produk pariwisata dan pasar
wisata.
Selanjutnya dikemukakan bahwa strategi pemasaran pariwisata meliputi tiga elemen yaitu
1) diversifikasi pasar; 2) peningkatan mutu; dan 3) perpanjangan musim (kedatangan
wisatawan). Dari kedua uraian pakar pariwisata tersebut dapat dikembangkan bahwa
pemasaran destinasi merupakan upaya pemberdayaan semua unsur daya tarik yang
tersedia dan merancang event yang dapat menarik wisatawan secara reguler dan berulang,
selama bertahun-tahun.
3) Rekreasi, hiburan, dan kesenangan dengan sedikit acuan atraksi budaya (perspektif
ideografik, parsipatori) dan superstruktur waktu senggang. Aspek kesenangan tipe atraksi
seperti ini merupakan persepktif kognitif, kategori pengalaman wisatawan, dengan lebih
memberikan penekanan pada keamanan daripada resiko pengalaman;
4) Romantisasi, atas hal-hal tradisional dan gaya hidup (perspektif ideografik,
infrastruktur pemukiman). Perspektif kognitif, aktivitas wisatawan dapat termasuk di
dalamnya jika iklan dimaksudkan untuk mempromosikan arti eksplorasi;
5) Ketidakadaan tempat, dalam hal ini citra ditransfer dari yang lain, yang tidak
lebih dikenal daya tariknya dan dihubungkan dengan tempat yang diiklankan ketimbang
menggunakan tempat itu sendiri. Jenis daya tarik ini diklasifikasikan dalam perspektif
kognitif, kategori karakter daya tarik karena basisnya pada daya tarik yang terkenal;
Unjuk pengalaman dan kebanggaan (bragging rights) dari wisatawan akan menjadi motivator
utama wisata di 2024. Ketika wisatawan China berduyun-duyun datang ketujuan klasik
seperti Paris dan New York, pengalaman perjalanan unik seorang wisatawan itu aka
nmembuat teman-teman dan keluarganya akan mencari-cari tahu. Munculnya area yang
termasuk 'Zona Terlarang' (Forbidden Zone) seperti Afghanistan dan Iran yang tidak dapat
diakses karena konflik, akan menjad destinasi baru yang menarik bagi wisatawan. Destinasi
terpencil seperti Bhutan telah mengalami peningkatan (Pencarian di Skyscanner naik 40%
dari tahun ketahun), tetapi pada 2024, Bhutan akan menjadi pilihan yang jauh lebih modern.
Laporan Skyscanner merupakan hasil dari penelitian mendalam dan serangkaian
wawancara dengan tim yang terdiri dari 56 futurolog dan pakar tren terkemuka. Laporan
lengkap dapat dibaca dan diunduh di www.skyscanner2024.com dan juga memuat laporan
bagian pertama dan kedua yang telah dirilis awal tahun ini yang melihat bagaimana
teknologi-teknologi yang bermunculan akan mengubah perilaku seseorang dalam memesan
tiket untuk bepergian dan dampak pada pengalaman penerbangan dan bandara.
Berdasarkan angka perkiraan tersebut maka, para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya
melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus
menangkap peluang yang ada. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan
re-positioning keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi,
promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan
penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk
memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan
dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.