You are on page 1of 97

MODUL

Pengantar Industri Hospitality Dan Pariwisata

Disusun Oleh :

RENI SULISTIYOWATI, MM
DEWI AYU KUSUMANINGRUM, MM
RINA KURNIAWATI,S.Pd, MM

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA SAHID


JAKARTA
2015
DAFTAR ISI

BAB I Pariwisata secara umum


BAB II Pariwisata : Konsep dan Perspektif I
BAB III Pariwisata : Konsep dan Perspektif II
BAB IV Produk Pariwisata
BAB V Konsepsi Pembangunan Pariwisata Indonesia
BAB VI Hakekat Pariwisata
BAB VII Pariwisata dilihat dari berbagai bidang ilmu
BAB VIII Pengetahuan dasar Akomodasi
BAB IX Perencanaan Pariwisata I
BAB X Perencanaan Pariwisata II
BAB XI Pemasaran Pariwisata
BAB XII Prospek dalam Pariwisata
BAB I
PARIWISATA SECARA UMUM

Ketika mendengar kata pariwisata apa yang terlintas dalam kelebatan pikiran kita?
Kebanyakan mahasiswa akan menjawab : jalan-jalan, bersenang-senang, pantai, gunung-
demikian yang mereka katakan ketika mendapat pertanyaan tersebut di atas. Secara kesan
tidak ada yang salah dalam jawaban yang mereka lontarkan. Pariwisata adalah berjalan-jalan
dan bersenang senang.
Namun dalam modul ini akan kita bahas bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pariwisata
mengkait dalam banyak segi, kita akan mengetahui bahwa pariwisata merupakan ilmu yang
kompleks. ilmu pariwisata di Indonesia baru diakui sebagai satu disiplin ilmu mandiri sejak 31 Maret
2008. Akan dilihat juga bahwa ilmu pariwisata tidak berdiri sendiri dalam perjalanan kegiatannya ia
akan mengkait dengan ilmu lainnya seperti geografi, sosiologi, sejarah, manajemen ekonomi dan
lainnya.
Pariwisata mencakup segala segi ketika orang memutuskan mellakukan perjalanan ada sebuah
kegiatan yang dilakukan yaitu dorongan yang dialami dari dalam diri wisatawan sendiri serta hal yang
menarik si wisatawan ( dorongan dari luar ) untuk memutuskan destinasi yang akan di kunjunginya.
Akan timbul istilah demand untuk daerah asal wisatawan dan supply untuk daerah tujuan wisata.
Hal yang mendorong wisatawan melakukan kegiatan wisata , jika dorongan dari dalam diri wisatawan
sendiri adalah merupakan keinginan untuk lepas dari kegiatan sehari-hari atau kegiatan rutin yang
biasa dilakukan seperti belajar atau bekerja.
Pariwisata adalah industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia modern. Orang-orang selalu
melakukan perjalanan ke bagian yang jauh dari dunia untuk melihat monumen, seni dan
budaya, rasa masakan baru dll. Wisata istilah itu pertama kali digunakan sebagai istilah resmi
pada tahun 1937 oleh Liga Bangsa-Bangsa. Pariwisata didefinisikan sebagai orang yang
bepergian ke luar negeri untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.
A. Sejarah Perjalanan Manusia

Pariwisata atau travel bisa diartikan sebagai pergerakan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dari suatu tempat ketempat lainnya, seperti melakukan perjalanan ke
suatu tempat untuk mencari kesenangan, berpetualang dan mencari keuntungan dengan cara
berdagang.
Ada beberapa tanda-tanda terjadinya perjalanan pada masa lalu, yaitu:
a. Pada tahun 221122 SM, masa pemerintahan dinasti Chou di Tiongkok telah
membangun jalan raya untuk kepentingan lalu lintas, terutama untuk perjalanan
berdagang.
b. Tahun 560330 SM, kerajaan Persia di Timur Tengah membangun jalan raya
yang menghubungkan antara kaki gunung Zagrep ke laut Algean.
c. Perjalanan ziarah ke tempat-tempat yang merupakan perjalanan yang didorong
oleh motivasi agama dan ritual penghormatan leluhur.
d. Bangsa Phunisia dan Polanesia merupakan bangsa yang pertama kali melakukan
perjalanan dengan tujuan perdagangan. Dan Ratu Elizabeth I kaum ningrat
Inggris juga mengadakan perjalanan ke Eropa, dengan berbagai tujuan antara
lain kunjungan perkenalan, mencari ide-ide baru, mempelajari seni budaya,
sistem pemerintahan dan pendapat bangsa lain.
e. Bangsa Austronesia melakukan imigrasi ke kepulauan Indonesia melalui
Malaya ke Jawa dan juga Formosa.
f. 500 SM - Terjadi perpindahan gelombang kedua. Perpindahan yang dilakukan
sudah dengan membawa kebudayaan Dongson melalui jalan barat lewat
Malaysia barat. Kebudayaan Dongson.
g. Abad ke-7 sampai abad ke-14, Jawa dan Sumatra kedatangan pelaut-pelaut
Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho/Zheng He (perang dan
berdagang), serta para pedagang Arab dari Gujarat, India, yang membawa
agama Islam.
h. Awal abad ke-16, orang-orang Eropa datang dan menemukan beberapa negara-
negara kecil dan menguasainya melalui perdagangan rempah.
i. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara Eropa
lainnya dan sedikit demi sedikit mulai menjajah Indonesia.

Pada masa lalu banyak tokoh-tokoh yang melakukan perjalanan dengan tujuan berdagang dan
sebagainya. Perjalajanan yaang mereka lakukan itu berdampak pesat pada arus dan kebutuhan
perjalanan, baik untuk kunjungan persahabatan, mencari pengetahuan, dan expansi untuk
perdagangan. Dari perjalanan tersebut, ada beberapa tokoh yang dikenal sebagai traveler,
yaitu :
Marcopolo (1254-1324), yang mengadakan perjalanan dari Eropa hingga ke Tiongkok
Ibnu Battutah (1325), yang dikenal dengan sebutan The First Traveller of Moslem
karena melakukan perjalanan dari Tanger (Afrika) sampai ke Mekkah
Christoper Colombus (1451-1506), yang melakukan perjalanan dengan cara pelayaran
dari Spanyol ke Barat dan menemuka Cuba dan Haiti
Vasco Da Gama (1498), yang telah melakukan perjalanan hingga ke 5 benua
Captain James Cook (1728-1779), telah menjelajahi Selandia Baru dan Australia
Timur

Zaman dahulu, perjalanan juga dilakukan karena kebutuhan seseorang dan kelompoknya
untuk mencari tempat baru yang lebih nyaman dan lebih baik untuk di tinggali.

B. Sejarah pariwisata di Indonesia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. Pada masa penjajahan Belanda.


Kegiatan kepariwisataan di mulai pada tahun 1910-1920 setelah keluarnya keputusan
Gubernur Jendral atas pembentukan VTV (Vereeneging Toesristen Verker) yang
merupakan suatu badan official tourist bureau pada masa itu. Kedudukan VTV selain
sebagai tourist government office, juga bertindak sebagai travel agent. Menginnjak abad
20 barulah hotel-hotel mulai berkembang ke kota daerah pedalaman seperti losmen.
Semenjak itu fungsi hotel mulai dirasakan orang banyak untuk menempatkan dirinya
sesuai dengan kemampuan dan derajatnya masing-masing.
Berikut ini adalah jumlah hotel dan kamar yang tersedia di beberapa kota penting di
Indonesia pada tahun 1933.

Kota Hotel Kamar Jenis Kamar


Medan 10 353 Double/Single
Jakarta 37 1.601 Double/Single
Bandung 26 999 Double/Single
Surabaya 39 1.123 Double/Single
Denpasar 2 63 Double/Single
Jumlah 114 4.139 Double/Single

Statistik kunjungan wisatawan pada tahun 1926.


No Bulan Jumlah Wisatawan (orang)
1. Juni 391
2. July 446
3. Agustus 1.259
4. September 2.070
5. Oktober 1.820
6. November 1.271
7. Desember 870
2. Pada masa penjajahan Jepang
Kepariwisataan menjadi terlantar akibat terrjadinya Perang Dunia II. Hotel-hotel banyak
dijadikan sebagai rumah sakit dan asrama untuk tempat tinggal para perwira Jepang. Dan
setelah bom Hiroshima dijatuhkan, hal itu mengakibatkan perekonimian rakyat semakin
memburuk.

3. Setelah Indonesia merdeka


Pemerintah menghidupkan kembali industri-industri yang mendukung perekonomian.
Begutu juga pada bidang pariwisata, perhotelan mendapat perhatian pemerintah, sehingga
dikeluarkan surat keputusan tentang pendirian suatu badan yang berugas melanjutkan
perusahaan hotel bekas Belanda. Badan itu bernama HONET (Hotel National and
Tourism). Semua hotel dibawah manajemen HONET diganti namanya menjadi Hotel
Merdeka.
Adanya perjanjian Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, semua harta kekayaan harus
dikembalikan kepada pemiliknya. Maka dari itu HONET dibubarkan dan dibentuk satu-
satunya badan hukum milik Indonesia di bidang pariwisata, yaitu NV HORNET.
Menurut himpunan Perintis Kepariwisataan, direktur HONET adalah R. Tjipto Ruslan.
Tapi menurut sumber lain mengenai hal ini (buku Pengantar Ilmu Pariwisata karangan
Drs. Oka A Yoeti) mengemukakan yang menjadi Direktur HONET adalah Bapak Rachim
(mertua Drs. Moh Hatta). Jabatan Direktur II diduduki oleh Bapak Tjipto Ruslan.
Tahun1953 dibentuk organisasi bernama Serikat Gabungan Hotel dan Tourisme Indonesia
(SERGAHTI), namun tidak berlangsung lama karena tidak terlihat kemungkinan
penerobosan dari peraturan pengaturan harga.
Tahun 1955 oleh Bank Industri Negara didirikan suatu Perseroan Terbatas bernama PT.
NATOUR Ltd. Natour ini memiliki anggota antara lain: Hotel Transaera (Jakarta), Hotel
Bali dan Sindhu Beach, Kuta Beach, dan Jayapura Hotel.

C. FAKTOR PENDORONG PERTUMBUHAN PARIWISATA INDONESIA

Sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki peran sentral dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dan memiliki daya tarik wisata yang unik, baik dari
daya tarik alam, daya tarik budaya dan sejarah yang dapat dikemas dan dikembangkan sebagai tujuan pariwisata
dengan mengangkat nilai lokal dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lokal
Pariwisata dan ekonomi kreatif memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Dampak
kepariwisataan terhadap PDB nasional di tahun 2010 sebesar Rp.261,1 triliun, 4,1% dari PDB nasional.
Penciptaan PDB di sektor pariwisata terjadi melalui pengeluaran wisatawan nusantara, anggaran pariwisata
pemerintah, pengeluaran wisatawan mancanegara, dan investasi pada usaha pariwisata yang meliputi: usaha
daya tarik wisata, usaha kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan
minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa
pramuwisata, wisata tirta, dan spa. Di tahun yang sama, ekonomi kreatif menciptakan nilai tambah sebesar
Rp.468,1 triliun, 7,29% dari PDB nasional, melalui 14 subsektor industri kreatif, yaitu arsitektur, desain, fesyen,
film, video, dan fotografi, kerajinan, teknologi informasi dan piranti lunak, musik, pasar barang seni, penerbitan
dan percetakan, periklanan, permainan interaktif, riset dan pengembangan, seni pertunjukan, serta televisi dan
radio. Kontribusi ekonomi kreatif ini belum memperhitungkan subsektor kuliner yang juga memiliki potensi
tinggi. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki peran strategis dalam menciptakan nilai tambah bagi
perekonomian nasional.
Selain sebagai pencipta nilai tambah, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga menyerap
banyak tenaga kerja. Tahun 2010, dampak kepariwisataan terhadap penyerapan tenaga kerja
sebesar 7,4 juta orang, 6,9% dari tenaga kerja nasional. Di tahun yang sama, ekonomi kreatif
menyerap 8,6 juta tenaga kerja, 7,9% dari total nasional. Strategi pro-poor dan pro-job sangat
sesuai pada kedua sektor.
Sektor pariwisata dan sektor ekonomi kreatif juga merupakan pencipta devisa yang tinggi.
Tahun 2011 sektor pariwisata menciptakan devisa sebesar US$8,5 miliar, meningkat dari
US$7,6 miliar di tahun 2010. Peningkatan penerimaan devisa di tahun 2011 tidak saja
bersumber dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dari 7 juta di tahun 2010 dan
menjadi 7,6 juta di tahun 2011, tetapi juga bersumber dari peningkatan rata-rata pengeluaran
dari US$1,085 di tahun 2010, menjadi US$1,118 di tahun 2011. Dengan kata lain,
peningkatan kuantitas devisa kepariwisataan diikuti dengan peningkatan kualitas. Sementara
itu, sektor ekonomi menyumbang ekspor yang jauh lebih tinggi dari nilai impornya. Ekonomi
kreatif menciptakan devisa melalui kontribusi net trade yang tinggi, mencapai 57,8% dari
total nasional, atau senilai Rp115 triliun di tahun 2010.

Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sangat erat kaitannya dengan alam (nature), warisan
budaya (heritage), lingkungan sosial, seni, kearifan lokal, toleransi dan tenggang rasa, yang
dipadu dengan kemajuan teknologi masa kini. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tidak
saja menjadi sektor pencipta kesejahteraan, tetapi juga tetapi juga menciptakan hidup yang
berkualitas.
Sektor kepariwisataan ditargetkan memberikan kontribusi ekonomi yang lebih tinggi di tahun
2012- 2014. Dampak PDB terhadap nasional ditargetkan meningkat secara bertahap sebesar
4,15% di tahun 2012 menjadi 4,25% di tahun 2014, dengan kontribusi investasi nasional yang
meningkat dari 4,43% di tahun 2012 mejadi 4,83% di tahun 2014. Target pencapaian PDB
dan investasi ini diikuti dengan penyerapan tenaga kerja langsung, tidak langsung, dan ikutan
yang meningkat dari 8,03 juta pekerja di tahun 2012 menjadi 8,74 juta di tahun 2014.
Devisa kepariwisataan ditargetkan meningkat dari US$8,96 milar di tahun 2012 menjadi
US$12 miliar di tahun 2014. Peningkatan devisa dicapai melalui peningkatan kuantitas dan
kualitas kepariwisataan.

Peningkatan kuantitas tercermin dari target jumlah wisman ke Indonesia yang meningkat dari
8 juta di tahun 2012 menjadi 10 juta di tahun 2014. Peningkatan kualitas tercermin dari target
rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan yang meningkat dari US$1.120 di tahun 2012
menjadi US$1.200 di tahun 2014.
Peningkatan PDB dari pengeluaran wisatawan nusantara ditargetkan meningkat dari Rp171,5
triliun di tahun 2012 menjadi Rp191,25 di tahun 2014. Peningkatan pengeluaran wisnus juga
dicapai melalui peningkatan kuantitas dan kualitas. Peningkatan kuantitas tercermin dari
target jumlah wisnus yang meningkat dari 245 juta perjalanan di tahun 2012 menjadi 255 juta
di tahun 2014. Peningkatan kualitas tercermin dari target pengeluaran rata-rata wisnus per
kunjungan yang meningkat dari Rp700 ribu di tahun 2012 menjadi Rp750 ribu di tahun 2014.
Peningkatan kontribusi ekonomi kepariwisataan diharapkan diikuti oleh peningkatan daya
saing kepariwisataan. Secara umum, indeks daya saing kepariwisataan Indonesia ditargetkan
meningkat dari 4,04 di tahun 2012 menjadi 4,12 di tahun 2014. Peningkatan indeks ini
diharapkan meningkatkan peringkat daya saing kepariwisataan Indonesia yang tahun 2010
berada pada peringkat 74 dari 139 dengan indeks 3,9 berdasarkan Travel and Tourism
Competitiveness Index yang dipublikasikan oleh World Economic Forum. Daya saing
kepariwisataan Indonesia diharapkan meningkat dengan adanya peningkatan kualitas tata
kelola destinasi (DMO), peningkatan daya tarik lokasi destinasi pariwisata, peningkatan
jumlah desa wisata, peningkatan diversifikasi pola perjalanan wisata, dan peningkatan
efektivitas dan efisiensi pemasaran pariwisata.
Efektivitas dan efisiensi pemasaran tercermin dari terjaganya konsentrasi rasio 5 negara asal
wisatawan mancanegara sebesar 63,5% dari tahun 2012-2014, dan meningkatnya persepsi
positif masyarakat dunia mengenai kepariwisataan Indonesia, yang dicapai dengan
meningkatkan produktivitas investasi pemasaran di dalam dan luar negeri, serta
meningkatkan jumlah VITO (Visit Indonesia Tourism Officer) di negara yang tepat.

Sektor pariwisata merupakan penyumbang devisa bagi Indonesia dan merupakan sektor yang
cepat mengalami pemulihan pasca krisis global, tetapi sektor ini sangatlah rentan terhadap isu
keamanan, keselamatan serta kesehatan, sehingga jika terjadi gejolak yang berpengaruh
terhadap aspek keamanan, keselamatan serta kesehatan, maka kunjungan wisman akan
mengalami kontraksi secara signifikan.
Dibandingkan dengan sektor-sektor penghasil devisa lainnya, sektor pariwisata berada di
urutan ke-5 di 2010, setelah sempat berada di urutan ke-4 tahun 2009. Kontribusi devisa
sektor kepariwisataan berada di bawah minyak dan gas bumi, minyak kelapa sawit, batu bara,
dan karet olahan.
Pertumbuhan devisa tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar US$7.348 dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 37,44%. Pada tahun 2009 pendapatan sektor pariwisata menurun drastis
sebesar 14,29%, yang disebabkan oleh krisis global, tetapi kembali normal pada tahun 2010
dengan pertumbuhan sebesar 20,72% dengan total devisa US$7.603 juta yang merupakan
devisa tertinggi yang diperoleh Indonesia pada periode 2000-2010.
D. TUJUAN PENGEMBANGAN PARIWISATA

Pentingnya Pengembangan Pariwisata

Spillane (1993), mengutif pernyataan IUOTO (International Union of Official Travel


Organization), menyatakan delapan alasan pengembangan pariwisata yaitu:
(1) Pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional maupun
international,
(2) pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi, transportasi, akomodasi, jasa-
jasa pelayanan lainnya,
(3) perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar bernilai ekonomi, (4)
pemerataan kesejahteraan yang diakibatkan oleh adanya konsumsi wisatawan di destinasi
wisata,
(5) penghasil devisa,
(6) pemicu perdagangan international,
(7) pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan profesi pariwisata maupun
lembaga yang khusus yang membentuk jiwa hospitaliti yang handal dan santun, serta
(8) pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka-ragam produk terus berkembang, seiring
dinamika sosial ekonomi pada daerah suatu destinasi.

Sementara itu, Indonesia memiliki kepentingan dalam pengembangan pariwisata karena


pariwisata diharapkan dapat menjadi
(1) pemersatu bangsa, melalui usaha menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pariwisata
dianggap mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh
penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Dampak yang diharapkan, dengan banyaknya
warganegara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat
tinggalnya akan menimbulkan rasa persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan
filosofi kehidupan masyarakat yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan nasional.

(2) Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation). Pembangunan pariwisata diharapkan


mampu memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berusaha dan
bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah diharapkan mampu memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Harapannya adalah bahwa pariwisata harusnya mampu memberi andil besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain selain
potensi alam dan budaya bagi kepentingan pariwisata.

(3) Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development). Dengan sifat kegiatan


pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan keramah
tamahan dan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk
menyokong kegiatan ini. Artinya penggunaan sumberdaya yang habis pakai
cenderung sangat kecil sehingga jika dilihat dari aspek keberlanjutan pembangunan
akan mudah untuk dikelola dalam waktu yang relatif lama.
(4) Pelestarian Budaya (Culture Preservation). Pembangunan kepariwisataan diharapkan
mampu berkontribusi nyata dalam upaya-upaya pelestarian budaya suatu negara atau
daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan budaya negara
atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama mereka di tahun 2002
telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat utama pelestarian
kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk
menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan
diberbagai daerah.

(5) Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia. Pariwisata pada masa kini
telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada beberapa
kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata bahkan telah
dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian waktu libur yang
lebih panjang dan skema paid holidays.
(6) Peningkatan Ekonomi dan Industri. Pengelolaan kepari-wisa-taan yang baik dan
berkelanjutan diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi
di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan produk lokal dalam proses
pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan kesempatan kepada industri
lokal untuk berperan dalam penyediaan barang dan jasa.
(7) Pengembangan Teknologi. Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat
persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi, kebutuhan akan
teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong destinasi pariwisata
mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini mereka. Pada daerah-
daerah tersebut akan terjadi pengem-bangan teknologi maju dan tepat guna yang akan
mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya. Dengan demikian
pembangunan kepariwisataan akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan
pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan bersifat fundamental.
Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan suatu
daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejah-teraan masyarakat
setempat.

E. ORGANISASI PARIWISATA

Keterlibatab organisasi dalam pengembangan pariwisata mencakup lima hal berikut:


1. Politik dalam hal citra negara, pengertian internasional, hubungan perdaganagn,
stabilisasi negara, keutuhan atau kemanan kedaulatan
2. Ekonomi meliputi investasi, devisa, lapanagn kerja baru, perkembangan ekonomi
3. Lingkungan termasuk pelestarian dan perlindungan alam
4. Sosial budaya terkait pelestarian dan perlindunganbudaya, pembangunan
infrastruktur, pertukaran budaya
5. Keuangan (dalam kemudahan untuk pinjaman dengan bunga rendah )

Dalam perjalanannya pariwisata berkwmbang menjadi suatu hal yang memerlukan suatu
wadah untuk mengelola. Wadah itu diperlukan untuk banyak kepentingan internasional.
Nasional, regional dan bilateral.

Di bawah ini disajikan beberapa organisasi yang menjadi wadah bagi kepentingan pariwisata

1. United Nation World Tourism Organitation ( UN-WTO) merupakan organisasi di


bawah naungan PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai badan intergoverment
yang berkantor pusat di Madrid (Spanyol) dan menangani isu-isu kepariwisataan
global dan promosi.
2. World Travel and Tourism Council (WTTC)
Didirikan di London tahun 1990, dijalankan oleh 15 anggota eksekutif komite.
3. International Air Transport Association ( IATA ) merupakan organisasi seluruh
perusahaan penerbangan internasional
4. Pacific Area Travel Association ( PATA) merupakan organisasi non provit yang
didirikan di Hawaii tahun 1951
5. European Travel Commision (ETC) berdiri sejak 1948 dan berkantor pusat di kota
Brussel Belgia, beraliansi strtetis kolaborasi antara 31 badan/kantor/dinas pariwisata
negara Eropa
6. Depatemen Pariwisata, merupakan sektor pemerintah yang menetapkan kebijakan dan
peraturan pemerintah tentang pengembangan pariwisata
7. Dinas pariwisata Daerah ( Propinsi/kbaupaten) atau diparda merupakan badan
pemerintah daerah yang langsung di bawah komando gubernur, walikota dan bupati
8. Perhimpunan Hotel dan Restorab Indonesia (PHRI) merupakan organisasi perusahaan
yang beranggotakan pengusaha hotel, restoran, jasa pangan, jasa boga dan lembaga
pendidikan pariwisata.
9. Association of Indonesian Tour and Travel Agency (ASITA) merupakan organisasi
nonprofit yang didirikan di Jakarta pada & Januari 1971. Anggotanya adalah
pengusaha biro perjalanan dan agen perjalanan
10. Himpunan Pramuwisata Indonesia ( HPI) merupakan organisasi profesi nonpolitik
mandiri sebagai wadah tunggal pribadi-pribadi yang memiliki profesi sebagai
pramuwisata.
BAB II

PARIWISATA : Konsep dan perspektif I

Pariwisata mencakup hampir semua aspek masyarakat kita. Terlepas dari pentingnya
perubahan ekonomi, kegiatan sosial budaya manusia dan pengembangan lingkungan,
pariwisata berkaitan dengan akademik lainnya mata pelajaran seperti geografi, ekonomi,
sejarah, bahasa, psikologi, pemasaran, bisnis dan hukum, dll Oleh karena itu, perlu untuk
mengintegrasikan sejumlah mata pelajaran untuk belajar pariwisata. Misalnya, mata pelajaran
seperti sejarah dan geografi membantu kita memahami lebih lanjut tentang perkembangan
sejarah dan sumber geografis tujuan wisata. Selain itu, mata pelajaran seperti pemasaran dan
bisnis membantu kamimemahami promosi dan pemasaran produk-produk pariwisata.

Pariwisata adalah bidang yang kompleks karena mencakup berbagai disiplin ilmu yang baik
secara langsung atau tidak langsung terkait dengan pemahaman pariwisata. Studi teknologi
informasi meningkatkan pemahaman kami tentang pentingnya sistem distribusi global dan
efeknya pada usaha pariwisata. Studi agama dan budaya memberikan informasi tentang
sumber daya budaya tujuan dan peluang untuk mengembangkannya sebagai tujuan budaya.
Pariwisata begitu luas, begitu kompleks, dan begitu beragam bahwa ada berbagai mata
pelajaran yang berkaitan dengan pariwisata ( tourism introduction , sumber )

1. Geografis Perspektif - dari perspektif seorang ahli geografi

Perhatian utama pariwisata adalah untuk melihat ke dalam aspek seperti lokasi geografis ,
iklim, lanskap, lingkungan, perencanaan fisik dan perubahan dalam kaitannya dengan
penyediaan sarana dan fasilitas pariwisata. Ahli geografi merasa bahwa iklim, lanskap
atau
atribut fisik yang menarik wisatawan ke suatu destimasi, misalnya; jika seseorang tinggal
di daerah pegunungan yang terbiasa melihat pemandangan gunung lembah serta sawah
dan udara yang dirasakan sejuk, maka sesekali ia ingin merasakan pemadangan lain dan
pergi ke pantai, maka yang dilhat adalah pasir ombak agin dan udara kering yang lembab

2. Dari perspektif sosiologi ini


Pariwisata adalah kegiatan sosial; tentang interaksi antara berbagaimasyarakat, tuan
rumah dan tamu serta pertemuan antar perbedaanbudaya. Pendekatan ini mempelajari
kelas sosial, kebiasaan dan adat istiadat antar tuan rumah dan tamu dalam hal perilaku
pariwisata individu atau kelompok orang dan dampaknya pada masyarakat.

3. Perspektif Sejarah - dari pariwisata perspektif sejarah adalah

studi tentang fakta fakta yang ada dalam suatu destinasi, urutan kejadian yang
mengantarkan kepada pengembangan pariwisata, alasan-alasan yang terjadi dalam urutan
peristiwa, menerima manfaat dari kegiatan wisatawan dan identifikasi dini atas efek
negatif. Contoh adalah candi borobudur yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dimana
para sejarawan akan mempelajari faktor yang membawa wisatawan datang, seperti
arsitektur, cerita di balik candi atau hal lainnya yang membawa wisatawan datang.

4. Manajerial Perspektif - dari perspektif manajemen

pariwisata adalah industri, dan karena itu perlu keterampilan manajerial agar dikelola
dengan baik. Sebagai industri yang tumbuh kita lihat perubahan terus menerus di berbagai
organisasi dan jasa terkait dengan industri, produk pariwisata dan sebagainya memerlukan
konsentrasi pada kegiatan manajemen seperti perencanaan, penelitian, harga, pemasaran,
kontrol dll sebagai hal yang penting untuk mengelola turis

5. Perspektif ekonomi - Dari pariwisata perspektif ekonom


adalah sumber utama penerimaan devisa, pembangkit pendapatan pribadi dan perusahaan,
pencipta lapangan kerja dan kontributor pendapatan pemerintah. Ini adalah kegiatan global
yang dominan bahkan melampaui perdagangan minyak dan barang-barang manufaktur.
Ekonom mempelajari efek dari industri pariwisata pada perekonomian.

PERSPEKTIF MANAJEMEN DAN EKONOMI ATAS STUDI PARIWISATA


Saat ini karena memungkinkan orang mengalokasikan biaya berwisata , peningkatan waktu
luang dan rendahnya biaya perjalanan., industri pariwisata telah menunjukkan pertumbuhan
yang sangat tinggi dan karena pariwisata adalah industri jasa yang terdiri dari komponen
berwujud dan tak berwujud. Unsur-unsur yang berwujud termasuk sistem transportasi -
udara, kereta api, jalan, air dan sekarang, ruang; jasa perhotelan - akomodasi, makanan dan
minuman, wisata, souvenir; dan jasa terksit seperti perbankan, asuransi dan keselamatan dan
keamanan. Unsur-unsur tak berwujud meliputi: istirahat dan relaksasi, budaya, melarikan diri,
petualangan, dan pengalaman baru yang berbeda.

Ada sejumlah unit yang dibutuhkan yang akan terlibat untuk pengelolaan layanan yang
terkait dengan industri ini maka dari itu studi Pariwisata membutuhan kegunaan praktis.
Industri pariwisata sangat cepat tumbuh dan industri ini melibatkan kegiatan dan kepentingan
dari Transportasi, Pengelola Situs Pariwisata dan Atraksi, Penyedia berbagai layanan wisata
di daerah tujuan wisata , pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Setiap layanan ini baik
bagi penduduk lokal , wisatawan dan manajemennya harus mempertemukan kebutuhan
wisatawan dengan kebutuhan penduduk lokal. Sehingga menjadi penting untuk mempelajari
pariwisata dari perspektif manajemen

Dari awal kehidupan, perjalanan memiliki pesona bagi manusia. Perjalanan dan pariwisata
telah menjadi kegiatan sosial yang penting dari manusia sejak dahulu kala.
Dorongan untuk menjelajahi tempat-tempat baru dalam satu negara sendiri atau di luar dan
mencari perubahan lingkungan & pengalaman telah berlangsung dari jaman kuno

Pariwisata merupakan salah satu industri di dunia yang berkembang paling cepat.
Pertumbuhan ini disebabkan meningkatnya pendapatan lebih tinggi, peningkatan waktu luang
dan terjangkaunya biaya perjalanan. Disamping itu bandara menjadi tempat yang lebih
menyenangkan untuk dilewati, kemudian meningkatnya jasa agen perjalanan yang dapat
dilakukan secara otomatis, dan wisatawan merasa lebih mudah untuk mendapatkan
informasi tentang tempat yang ingin mereka kunjungi. Tren baru ini telah membuat
pekerjaan di bidang pariwisata sangat menantang. Para perancang liburan menginginkan
tingkat pengembalian yang baik atas investasi mereka. Mereka akan membujuk dengan
memberi penambahan nilai dan meningkatkan layanan pelanggan.
Hal ini juga menekan kanpada aliran reguler tenaga kerja dengan keterampilan khusus di
tingkat yang tepat untuk mencocokkan dan melayani dengan standar global. Keberhasilan
industri perhotelan berasal dari penyediaan kualitas kamar, makanan, layanan dan suasana.
Selain itu tidak diragukan lagi kegiatan fitnes telah menjadi bagian besar dari kehidupan
setiap orang. Para pelancong bisnis maupun pelaku perjalanan tetap ingin mempertahankan
kebugaran mereka ketika jauh dari rumah.

Pariwisata saat ini lebih dari sekedar mengembangkan produk . Hal ini lebih tentang kualitas,
pemikiran mendalam dan kemampuan untuk memiliki informasi global tentang teknologi,
mitra, kontak dan menanggapi dengan cepat tren global dan regional. Tugas mendasar
sebelum mempromosikan pariwisata adalah untuk memfasilitasipenggabungan dari berbagai
komponen dalam perdagangan pariwisata sebagai peserta aktifdalam kehidupan sosial dan
budaya bangsa. Dan itu adalah sebuah jalan yang panjang.Semua harus bekerja menuju
masyarakat di mana orang dapat bekerja dan berpartisipasi sebagaimitra setara. Pariwisata
harus menjadi kendaraan untuk kerjasama internasional danpemahaman tentang berbagai
peradaban dan pertanda kedamaian.

Dari uraian di atas kita dapat melihat seberapa cepat wajah pariwisata berubah dan
bagaimana menantang pekerjaan agen perjalanan sekarang. Oleh karena itu ada kebutuhan
untuk pelatihan yang tepat dari karyawan yang bekerja di industri pariwisata Pendekatan
terpadu dari subjek juga diperlukan karena berbagai orang pada saat ini telah mempelajari
pariwisata dari perspektif yang berbeda.
BAB II

PARIWISATA : Konsep dan perspektif II

Dalam kepariwisataan , menurut Leiper dalam Cooper et al ( 1998: 5) disajikan bagan tentang
Sistem Dasar Kepariwisataan

keberangkatan

Daerah
Daerah
Tujuan
Asal
Wisata
Wisatawan

kedatangan

Lingkungan: sumber daya manusia, teknologi, ekonomi, sosial budaya,


hukum, politik

Gambar 1. Sistem Dasar Kepariwisataan

Kegiatan wisata terdiri atas beberapa komponen utama, yaitu:


1. Wisatawan
Ia adalah aktor dalam kegiatan wisata. Manusia sebagai wisatawan, melakukan kegiatan
wisata untuk bersenang-senang, memanfaatkan waktu luang.

2. Elemen Geografi
Pergerakan wisatawan berlangsung dalam tiga elemen georafi, yaitu:
a. Daerah Asal Wisatawan (DAW)
Adalah daerah tempat wisatawan berada, tempat ia melakukan aktifitas sehari-hari,
seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan dasar lainnya. Rutinitas itu sebagai
pendorong untuk memotivasi seseorang berwisata. Dari DAW, seseorang dapat
mencari informasi tentang obyek dan daya taril wisata yang diminati, membuat
pemesanan dan berangkat menuju daerah tujuan wisata

b. Daerah Transit (DT)


Tidak seluruh wisatawan harus berhenti di daerah itu. Namun, seluruh wisatawan
pasti akan melalui daerah tersebut sehingga peranan DT pun penting. Seringkali
terjadi, perjalanan wisata berkahir di daerah transit, bukan di daerah tujuan wisata.
Contoh daerah yang tadinya daerah transit dan berhasil menjadi daerah tujuan wisata
adalah Singapora dan Hongkong.
c. Daerah Tujuan Wisata (DTW)
Daerah ini dapat dikatakan sebagai ujung tombak pariwisata. Di DTW ini dampak
pariwisata sanagat dirasakan sehingga dibutuhkan perencanaan dan strategi
manajemen yang tepat. Untuk menarik wisatawan, DTW merupakan pemacu
keseluruhan system pariwisata dan menciptakan perjalanan dari DAW. DTW juga
merupakan alasana utaman perkembangan pariwisata yang menawarkan hal-hal yang
berbeda dengan ritinitas wisatawan.

3. Industri Pariwisata
Elemen ketiga dalam system pariwisata ini adalah industry pariwisata. Industri yang
menyediakan jasa, daya tarik dan sarana wisata. Indutri yang merupakan unit-unit usaha
atau bisnis di dalam kepariwisataan tersebar di ketiga area geografi.

Pariwisata secara konseptual menurut (Cooper, 1998:8 ), adalah, aktifitas dari perjalanan seseorang ke
dan tinggal di suatu daerah di luar lingkungan dimana mereka tinggal dengan tidak lebih dalam satu
tahun untuk bersenang-senang, bisnis dan tujuan lainnya. Dari definisi di atas dapat di ambil beberapa
hal yang esensial mengenai pariwisata, yaitu:
- pariwisata adalah pergerakan orang-orang ke dan dimana mereka dapat tinggal pada berbagai
tempat atau obyek wisata ada dua elemen dalam pariwisata, yaitu: perjalanan ke daerah
tujuan wisata dan dimana mereka dapat tinggal termasuk kegiatan yang dilakukan di daerah
tujuan wisata
- perjalanan dan tempat mereka tinggal adalah di luar tempat tinggal dan area mereka bekerja
- perpindahan ke daerah tujuan wisata adalah bersifat sementara dan dalam waktu singkat bisa
dalam beberapa hari, minggu atau bulan
- daerah tujuan wisata adalah tempat persinggahan sementara daerah kunjungan wisatawan (
Cooper, 1998: 8 )

BEBERAPA DEFINISI DALAM PARIWISATA

1. PARIWISATA
Berbagai macam kegiatan wisata dan di dukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah (UU RI no. 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan)
Perpindahan sementara orang-orang ke suatu destinasi di luar lingkungan tempat
tinggal dan bekerja mereka, segala kegiatan berjalan di tempat mereka tinggal di
destinasi tsb dan setiap fasilitas tersedia untuk melayani kebutuhan mereka (tourism
planning : basics, concepts, cases, Clare A Gunns, 3rd ed, p 4, 1993
Gabungan dari fenomena dan hubungan yang timbul dari interaksi yang terjadi antara
turis, penyedia bisnis, pemerintah setempat dan masyarakat lokal dalam proses
menyajikan atraksi dan menjadi tuan rumah bagi para turis dan pengunjung lainnya.
(Tourism: principles, practice, philosophies, 5th ed, Robert W McIntosh, p 4, 2006)

PARIWISATA MANCANEGARA DAN PARIWISATA DOMESTIK

Arus pergerakan wisatawan secara umum akan beragam dikarenakan terdapat daerah-
daerah yang lebih banyak menghasilkan jumlah wisatawan dan terdapat daerah-daerah
yang lebih banyak di kunjungi wisatawan. Pemahaman yang jelas tentang arus pergerakan
ini berpengaruh pada penyediaan sarana dan prasarana wisata di daerah yang
bersangkutan.
Menurut Leiper dalam Cooper, et al (1998:5), wisatawan bergerak dalam tiga daerah
geografi, yaitu Daerah Asal Wisatawan ( DAW) atau Traveller Generating Region
(TGR), Daerah Tujuan Wisata (DTW) atau Tourist Destination Region (TDR) dan
Daerah Transit (DT) atau Transit Route.

DTW 1
DT
1
DAW DT
2
DT DTW 2
3
Gambar 2 Elemen Geografi Dalam Sistem Pariwisata
Sumber Leiper dalam Cooper et al (1998:6)

Daerah Asal Wisatawan (DAW) menggambarkan sumber pasar wisata, dalam arti daerah ini
memberikan dorongan untuk merangsang dan memotivasi perjalanan wisata. Didaerah ini
pula wisatawan akan melakukan segala persiapan perjalanan hingga keberangkatan ke daerah
tujuan wisata.

Daerah Tujuan Wisata ( DTW) merupakan daerah yang menjadi incaran para wisatawan
untuk melakukan wisata, karena memiliki daya tarik untuk dikunjungi, sekaligus menjadi
energi dari keseluruhan sistem pariwisata. DTW harus mampu memeuhi kebutuhan pasar
wisata dan juga menciptakan permintaan bagi DAW. Pada umumnya DTW menawarkan
beragam keunikan baik yang bersifat alam maupun budaya sehingga menarik wisatawan
untuk mengunjunginya.

Daerah Transit (DT) merupakan daerah persinggahan antara DAW dan DTW ketika para
wisatawan hanya melakukan perjalanan singkat untuk mencapai daerah tujuan, sekaligus
merupakan daerah perantara ketika wisatawan meniggalkan daearah asal ke daerah tujuan
wisata.

Melihat pergerakan tersebut , wisata dapat dilakukan di berbagai tempat dan dibedakan
berdasar batas negara, sbb:

a. International Tourism
Terjadi ketika pengunjung melintasi batas sebuah negara. Wisata mancanegara
merupakan kegiatan perjalanan seseorang menuju ke, kembali dari dan selama di
daerah tujuan wisata dengan tujuan salah satunya bersenang-senang.Orang yang
melakukan perjalanan wisata antar negara disebut dengan wisatawan mancanegara
atau international tourist.

b. Domestic Tourism
Terjadi ketika pengunjung melakukan perjalanan dalam sebuah negara tempat ia
berdomisili. Wisata domestik adalah kegiatan perjalanan seseorang menuju ke,
kembali dari dan selama di daerah tujuan wisatayang masih di dalam negara
domisilinya. Wisata domestik dilakukan antar daerah di dalam suatu negara dilakukan
untuk bersenang-senang. Seseorang yang melakukan perjalanan dalam suatu negara di
sebut wisatawan domestik atau domestic tourist.

Wisatawan mancanegara melakukan perlintasan batas negara, ada yang keluar dari sebuah
negara dan ada yang memasuki sebuah negara, hal ini dibedakan menjadi:

a. Inbound Tourism atau pariwisata kedalam batas negara. Pelakunya disebut Wisatawan
Inbound
b. Outbond Tourism atau pariwisata ke luar batas negara. Pelakunya disebut wisatawan
Outbond

2. WISATAWAN

Wisatawan adalah perilaku yang berhubungan dengan seseorang yang melakukan


perjalanan jauh dari tempat tinggal mereka untuk waktu selama kurang lebih satu
malam, untuk mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dalam interaksi dengan
keunikan di tempat yang mereka kunjungi. (Understanding and Managing Tourism
Richardson, John I, p 8, 2004 )

Wisatawan adalah konsumen dimana mereka ada dalam keadaan sukarela sementara
berpindah tempat dalam hubungannya dengan tempat tinggal mereka
( Contemporary: tourism an international research, Chris Cooper, p 13, 2008 )

wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata


( UU Pariwisata No. 10 Tahun 2009)

Wisatawan adalah orang yang tinggal di suatu tempat setidaknya kurang lebih satu
malam ( Tourism: principles, practice, pholosophies, Goeldner-Charles R, p8, 2002)
Ada yang disebut dengan pelaku perjalanan tetapi tidak masuk dalam kategori
wisatawan karena tidak meghabiskan waktu minimal satu hari satu malan, yaitu disebut
dengan: Same day visitor, excursionist atau pelacong

KLASIFIKASI ORANG YANG MELAKUKAN PERJALANAN WISATA

Diplomat

Berlibur

Imigran Ima
Bisnis
Sementara

Kesehatan

Lainnya Maksud
Belajar
Kunjungan

Misi/Pertemuan/Kongres
Penumpang
Transit
Mengunjungi
teman
Keagamaan Pekerja yang tinggal di Pengungsi
Perbatasan
Olahraga

Nomaden Anggota angkatan


Bersenjata

Sumber WTO
Pengecualian bagi pengunjung wisata adalah sbb:
1. Border worker atau pekerja di perbatasab antarnegara
2. Para imigran yang status kewarganegaraannya masih bermasalah
3. Nomaden atau orang yang tinggal berpindah pindah
4. Para penumpang transit yang tidak melewati batas imigrasi
5. Pengungsi
6. Anggota militer yang sedang menjalankan tugas di negara lain
7. Perwakilan pemerintah di negara lain seperti diplomat dan konsulat

Wisatawan menurut UN WTO dalam ismayanti, memiliki tiga kelompok tujuan kunjungan,
yaitu:
1. Leisure and recreation (vakansi dan rekreasi )
Segala kegiatan yang memiliki tujuan (1) vakansi dan rekreaisi; (2) mengunjungi
event budaya; (3) kesehatan; (4) olah raga aktif (yang bukan profesional); dan (5)
tujuan liburan lain termasuk dalam kategori bersenang-senang.

Kegiatan utama dalam kategori ini berupa kegiatan berjalan-jalan, keliling kota
dan makan. Sementara itu, kegiatan pendukung dalam kategori ini berupa
mengunjungi kerabat dan saudara, mengahadiri konferensi, berbisnis dan belanja.

Wisatawan yang memiliki tujuan bersenang-senang dan rekreasi disebut


wisatawan vakansi. Ada yang mengatur perjalanan sendiri, ada pula yang meminta
bantuan biro perjalanan untuk mempersiapkan perjalanan. Ia bisa melakukan
perjalanan ke manapun ia mau dan cenderung menyebar ke seluruh dunia selama
daerah tujuan wisata memiliki keunikan dan sesuatu yang dalam memenuhi
kebutuhan wisata. Tema perjalanan bisa beragam mulai dari alam, budaya, hingga
olahraga (nonprofesional).

2. Business and professional (bisnis dan profesional)


Beberapa tujuan kunjungan dalam kategori bisnis dan profesional adalah: (1) rapat;
(2) misi; (3) perjalanan insentif; dan (4) bisnis. Tujuan-tujuan itu berhubungan erat
dengan pekerjaan. Perjalanan yang dilakukan tidak untuk mencari nafkah, tetapi
kegiatannya berdampak pada pekerjaannya.

Wisatawan dengan tujuan bisnis dan profesional disebut dengan wisatawan


bisnis. Ia memiliki tujuan perjalanan untuk rapat, menjalankan misi, perjalanan
insentif, dan bisnis. Kegiatan utamanya berkaitan dengan konsultasi, konvensi dan
inspeksi. Sementara itu, kegiatan pendukungnya berupa makan, menikmati hiburan,
rekreasi, belanja, berjalanan dan mengunjungi saudara serta kerabat.

Wisatawan bisnis selalu menggunakan jasa biro perjalanan untuk mengatur


perjalanan. Ia memiliki jadwal perjalanan yang sangat padat dan ketat. Pilihan tempat
wisatanya terstruktur dan cenderung terpusat pada kota-kota besar.
3. Other tourism purposes ( tujuan wisata lain)
Wisata untuk (1) belajar; (2) pemulihan kesehatan; (3) transit; dan (4) berbagai tujuan
lain termasuk dalam kategori tujuan wisata lain. Tujuan lain diantaranya melakukan
kunjungan kepada kerabat dan saudara, ia melakukan ziarah, ia melakukan perjalanan
keagamaan atau religi, ia melakukan widyawisata.

Kegiatan yang dilakukan dengan tujuan tersebut di antaranya menambah wawasan dan
pengetahuan, melakukan pemeriksaan kesehatan, bersosialisasi, dan mempertebal keimanan.
Sebelum wisatawan melakukan perjalanan wisata, mereka membutuhkan serangkaian proses untuk
memutuskan, salah satunya, daerah tujuan wisata mana yang akan dikunjungi. Salah satu stimulus itu
adalah motivasi. Motivasi ini dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu Push Factor ( dorongan
internal ) dan Pull Factor ( dorongan ekternal ). Pada saat wisatawan telah melakukan perjalanan,
keseluruhan perjalanan dan hal yang didapat di obyek wisata itu merupakan serangkaian experience
yang akan menentukan wisatawan merasa puas atau tidak puas. Kepuasan dan ketidak puasan itu di
dapat dengan adanya kekesuaian dan ketidak sesuaian antara persepsi dan ekspektasi ( harapan ).
Seperti yang digambarkan dalam model berikut ( modifikasi dari conceptual framework Factors
Influencing Repositioning of Tourism Destination, Aaron Tkaczynski )
Gambar 4
Hal yang Mempengaruhi Wisatawan dalam mencapai Kepuasan di suatu Perjalanan
Wisata

Perwakilan
Konsuler

Model di atas melibatkan wisatawan sebagai pelaku utama dalam rangkaian pariwisata serta destinasi

sebagai hal utama yang membuat wisatawan melakukan perjalanan wisata. Dalam hubungannya

dengan destinasi, dikatakan bahwa ketika destinasi tersebut menjadi faktor yang dijadikan motivasi

untuk dikunjungi , maka mereka dapat di identifikasikan dengan apa yang ditawarkan kepada

wisatawan. Dan atribut adalah hal yang membedakan antara destinasi satu dengan yang lainnya. (

Davidson, 1997, hlm.3 )

Jika kita berbicara mengenai destinasi maka faktor yang mendorong wisatawan

untuk berkunjung adalah yang disebut dengan Pull Factor, yaitu faktor-faktor yang ditawarkan

dalam destinasi tersebut. Faktor-faktor yang ditawarkan tersebut adalah berupa atribut yang

tersebar dalam lima komponen atau dimensi dari destinasi yang disebut dengan overall

destination product, yaitu atraksi, fasilitas, aksesibilitas, image, harga..


INDUSTRI PARIWISATA

Industri Pariwisata menjadi unik karena sifat dan ciri dari kegiatannya. Pada bab ini akan
dikupas tuntas sifat dan ciri dari pariwisata sebagai produk. Kemudian industri yang
menghasilkan produk wisata akan dipaparkan sehingga dapat di pahami siapa saja pemain
dalam industri pariwisata. Pemangku kepentingan dalam industri pariwisata tentu ingin
mendapat manfaat dari pariwisata sehingga peran dari masing-masing pemain akan dijelaskan
pada bagian akhir bab ini.

1. Sifat dan Ciri Pariwisata


Pariwisata merupakan gabungan dari produk barang dan produk jasa. Keduanya
penting, dibutuhkan dan dihasilkan oleh industri pariwisata. Pada dasarnya, wisata
memiliki sifat dari pariwisata sebagai sebuah kegiatan unik.

a. Perpaduan sifat Fana (intangible) dengan sifat berwujud (tangiable)


Pada intinya, apa yang ditawarkan di industri pariwisata adalah sesuatu yang tidak
berbentuk dan tidak dapat dibawa untuk ditunjukkan kepada orang lain. Namun,
sarana dan prasarana yang digunakkan untuk memberikan kenyamanan yang
ditawarkan dapat dikatakan sebagai sesuatu yang berwujud. Kombinasi keduanya
menjadi unik dan menjadi tidak mudah diukur meskipun standarisasi pelayanan
telah ditetapkan. Setiap konsumen yang hendak membeli akan perlu bantuan
pihak ketiga. Alternatif lain adalah dengan bergantung pada pengalaman orang
lain dan reputasi atau citra dari penyedia jasa.
b. Sifat tak terpisahkan (inseparable)
Kegiatan wisata membutuhkan interaksi antara wisatawan sebagai pengguna jasa
dan tuan rumah sebagai penyedia jasa, bahkan partisipasi konsumen dalam setiap
produk yang ditawarkan menjadi hal yang sangat penting. Antara wistawan dan
tuan rumah, antara tamu dan dan pelayanan, antara pengunjung dan pemandu
wisata, keduanya tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan wisata. Keduanya harus
bertemu dan melakukan kontak sosial. Wisatawan harus secara aktif memberikan
kontribusi kepada penyedia jasa agar apa yang dihasilkan dapat memenuhi
kebutuhan. Sifat yang tidak dapat dipisahkan juga bermakna bahwa setiap
transaksi antara penyedia jasa seperti hotel dengan konsumen, yakni tamu harus
dilakukan pada saat yang sama atau consume-in situ. Segala yang ditawarkan di
industri pariwisata harus dikonsumsi di lokasi ketika produk diproduksi dan
dihasilkan. Sebagai contoh, wisatawan akan bisa menikmati kehangatan matahari,
kalau ia datang ke pantai yang diminati.
c. Keatsirian (volatility)
Pelayanan yang dibelikan oleh penyedia jasa dipengaruhi banyak faktor, seperti
pribadi, sosio-budaya, pengetahuan dan pengalaman. Ada faktor yang secara
eksternal mempengaruhi dan ada faktor yang secara internal mempengaruhi.
Akibat dari banyaknya hal yang mempengaruhi, pelayanan terhadap wisatawan
mudah menguap atau berubah sehingga penyedia jasa harus secara rutin dan aktif
berinovasi memperbaharui tawaran jasa wisata kepada wisatawan.
d. Keragaman
Bentuk pelayanan di industri pariwisata cukup sulit untuk distandarisasikan.
Setiap wisatawan ingin selalu dipenuhi kebutuhannya dan ia tidak ingin
kebutuhannya digenerali
BAB IV

PRODUK PARIWISATA

Industri pariwisata adalah semua kegiatan usaha baik berupa barang dan jasa yang
diperuntukkan untuk para wisatawan. Pengertian kata industri di sini lebih cenderung
memberikan pengertian industri pariwisata yang artinya kumpulan dari berbagai macam
perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang dan jasa (Goods and Service)
yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan travel pada umumnya.
Menurut pandangan para ahli pengertian industri pariwisata adalah sebagai berikut :
Menurut W. Hunzieker (Yoeti,1994), pengertian Industri Pariwisata adalah Tourism
enterprises are all business entities wich, by combining various means of production, provide
goods and services of a specially tourist nature. Maksudnya industri pariwisata adalah
semua kegiatan usaha yang terdiri dari bermacam-macam kegiatan produksi barang dan jasa
yang diperlukan para wisatawan.
Sedangkan menurut GA. Schmoll dalam bukunya Tourism Promotion (Yoeti, 1985),
Industri pariwisata lebih cenderung berorientasi dengan menganalisa cara-cara melakukan
pemasaran dan promosi hasil produk industri pariwisata. Industri pariwisata bukanlah industri
yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan
yang menghasilkan jasa-jasa atau produk yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan
itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi atau
tempat kedudukan, letak secara geografis, fungsi, bentuk organisasi yang mengelola dan
metode permasalahannya.
Menurut Damarji (Yoeti, 1996), pengertian industri Pariwisata adalah rangkuman dari
berbagai bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk dan service
yang nantinya secara langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanan.
Burkart dan Medlik (1986), yaitu suatu susunan produk terpadu, yang terdiri dari daya
tarik wisata, transportasi, akomodasi dan hiburan, dimana tiap unsur produk pariwisata
dipersiapkan oleh perusahaan yang berbeda-beda dan ditawarkan secara terpisah kepada
wisatawan.
Medlik dan Middleton, produk pariwisata terdiri dari bermacam-macam unsur dan
merupakan suatu paket yang tidak terpisahkan serta memenuhi kebutuhan wisatawan sejak
meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke tempat-tempat tujuan dan kembali lagi ketempat
asalnya.
Gamal Suwantoro (2007:75) pada hakekatnya produk wisata adalah keseluruhan
palayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan
tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata yang dipilihnya dan sampai kembali
kerumah dimana ia berangkat semula.
Gooddall (1991: 63), produk pariwisata dimulai dari ketersediaan sumber yang
berwujud (tangible) hingga tak berwujud (intangible) dan secara totalitas lebih condong
kepada kategori jasa yang tak berwujud (intangible).
Burns and Holden (1989:172) produk pariwisata dinyatakan sebagai segala sesuatu
yang dapat dijual dan diproduksi dengan menggabungkan faktor produksi, konsumen yang
tertarik pada tempat-tempat yang menarik, kebudayaan asli dan festival-festival kebudayaan.
Kotler dan Amstrong (1989:463), sebagai sesuatu yang ditawarkan kepada konsumen
atau pangsa pasar untuk memuaskan kemauan dan keinginan termasuk di dalam obyek fisik,
layanan, SDM yang terlibat didalam organisasi dan terobosan atau ide-ide baru.
Menurut Suswantoro (2007:75) pada hakekatnya pengertian produk wisata adalah
keseluruhan palayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia
meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata yang dipilihnya dan sampai
kembali kerumah dimana ia berangkat semula
Jadi, dapat disimpulkan bahwa industri dengan industri pariwisata sangat berbeda
sekali, industri merupkan pengolahan barang yang belum jadi menjadi barang yang sudah
jadi dan siap untuk digunakan. Sedangkan, industri pariwisata sangat berbeda sekali
pengertiannya dengan industri. Industri Pariwisata merupakan suatu industri dari serangkaian
perusahan yang menghasilkan barang dan jasa yang diperuntukkan pada para wisatawan agar
terpenuhi kesenangannya dalam berwisata.
Produk wisata sebagai salah satu obyek penawaran dalam pemasaran pariwisata
memiliki unsur-unsur utama yang terdiri 3 bagian (Oka A. Yoeti, 2002:211) :
1. Daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya citra yang dibayangkan oleh
wisatawan
2. Fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata, meliputi akomodasi, usaha pengolahan
makanan, parkir, trasportasi, rekreasi dan lain-lain.
3. Kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata tersebut.

Selanjutnya ketiga unsur tersebut menyatu dan menghasilkan citra terhadap suatu
destinasi, apakah baik atau buruk. Berikut ini terdapat sejumlah 6 (enam) unsur produk
pariwisata yang membentuk suatu paket pariwisata terpadu yang diuraikan berdasarkan
kebutuhan wisatwan, antara lain:
1) Objek dan Daya Tarik Wisata
2) Jasa Travel Agent & Tour Operator
3) Jasa Perusahaan Angkutan
4) Jasa Pelayanan Akomodasi, Restoran, Rekreasi dan Hiburan
5) jasa Souvenir (Cinderamata)
6) Jasa Perusahaan Pendukung.

Memahami produk pariwisata secara mendalam dapat dilakukan dengan terlebih


dahulu memehami ciri-ciri produk pariwisata, antara lain:
a. Tidak dapat dipindahkan
b. Tidak memerlukan perantara (middlemen) untuk mencapai kepuasan
c. Tidak dapat ditimbun atau disimpan
d. Sangat dipengaruhi oleh faktor non ekonomis
e. Tidak dapat dicoba atau dicicipi
f. Sangat tergantung pada faktor manusia
g. Memiliki tingkat resiko yang tinggi dalam hal investasi
h. Tidak memiliki standart atau ukuran yang objektif dalam menilai tingkat mutu produk.

Mason (2000:46) dan Poerwanto (1998:53) telah membuat rumusan tentang


komponen-komponen produk wisata yaitu :
a) Atraksi, yaitu daya tarik wisata baik alam, budaya maupun buatan manusia seperti
festival atau pentas seni.
b) Aksesbilitas, yaitu kemudahan dalam memperoleh atau mencapai tujuan wisata seperti
organisasi kepariwisataan (travel agent).
c) Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan. Dalam hal ini dapat berbentuk
akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan.
d) Networking, yaitu jaringan kerjasama yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan
baik lokal, nasional maupun internasional.
BAB V
KONSEPSI PEMBANGUNAN PARIWISATA INDONESIA

a. Falsafah pembangunan Pariwisata


Pariwisata di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1954, sehingga pariwisata tidak
merupakan hal yang baru bagi Indonesia. Para pemimpin Negara ini sangat menyadari
peranan sektor ini terhadap sosial budaya maupun ekonomi bangsa, hal ini sangat jelas
tercermin pada kebijakan-kebijakan pembangunan jangka menengah dan panjang yang
tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan oleh lembaga legislative
dan dijalankan oleh lembaga eksekutif Indonesia. Namun dalam perkembangannya sektor ini
mengalami perubahan-perubahan tempat berpijaknya yang disebabkan oleh sifat multi
dimensi yang dimiliki sektor ini. Perubahan letak tersebut mencerminkan kesulitan
mengidentifikasikan dan mendefinisikan kepariwisataan, termaksud pendekatan dan target
kebijakan yang diinginkan (Ida Bagus Wyasa Putra, dkk. 2003).
Kebijakan kepariwisataan Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tahap
yaitu, tahap pertama (1961-1969), tahap kedua (1969-1998), dan tahap ketiga (1999-sampai
sekarang).
1. Kebijakan Tahap Pertama 1961/1969
Garis-Garis Besar Pembanguanan Nasional (GBPN) Semesta Berencana Tahap Pertama
menempatkan kebijakan kepariwisataan di bawah distribusi dan perhubungan dengan
pariwisata. Kebijakan ini mencakup 3 (tiga) hal yaitu:
Gagasan mempertinggi mutu kebudayaan
Meningkatkan perhatian terhadap kesenian di daerah-daerah pusat pariwisata
Memelihara kepribadian dan keaslian budaya sesuai dengan kepribadian daerah
masing-masing.
Pandangan, materi dan orientasi kebijakan demikian merupakan cerminan dominasi
pendekatan kebudayaan terhadap kepariwisataan. Kebijakan demikian sangat jauh dari motif
ekonomi dan devisa, dan lebih ditekankan pada fungsi kepariwisataan sebagai media inetraksi
antar bangsa dan dasar pembentukan tatanan kebudayaan universal.
2. Kebijakan Tahap Kedua 1969/1998
Menurut Wyasa Putra, dkk (2003, 3) kebijakan kepariwisataan tahap kedua ini lebih
menekankan bahwa kepariwisataan merupakan sumber devisa negara. Kebijakan ini
dirumuskan dalam GBHN 1973 Angka 15 Sub a. Bidang Ekonomi yang menyatakan
Memperbesar penerimaan devisa dari sektor pariwisata dengan segala daya upaya. Tetapi
masih belum mengandung definisi yang tegas mengenai pariwisata.
Kebijakan Pariwisata dalam GBHN 1993:
Pembangunan Kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor
andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain
yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah,
dan pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya
pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional.
Dalam pembangunan kepariwisataan harus dijaga tetap terpeliharanya kepribadian
bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Kepariwisataan perlu
ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan sektor lain yang terkait
dalam suatu keutuhan usaha kepariwisataan yang saling menunjang dan saling
menguntungkan, baik yang berskala kecil, menengah maupun besar.
Pengembangan pariwisata Nusantara dilaksanakan sejalan dengan upaya memupuk
rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat, dan nilai-nilai
luhur bangsa dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional, terutama
dalam bentuk penggalakan pariwisata remaja dan pemuda dengan lebih meningkatkan
kemudahan dalam memperoleh pelayanan kepariwisataan. Daya tarik Indonesia
sebagai negara tujuan wisata mancanegara perlu ditingkatkan melalui upaya
pemeliharaan benda dan khazanah bersejarah yang menggambarkan ketinggian
budaya dan kebesaran bangsa, serta didukung dengan promosi yang memikat.
Upaya pengembangan objek dan daya tarik wisata serta kegiatan promosi dan
pemasarannya, baik di dalam maupun di luar negeri terus ditingkatkan secara
terencana, terarah, terpadu, dan efektif antara lain dengan memanfaatkan secara
optimal kerjasama kepariwisataan regional dan global guna meningkatkan hubungan
antar bangsa.
Pendidikan dan pelatihan kepariwisataan perlu makin ditingkatkan, disertai
penyediaan sarana dan prasarana yang makin baik, dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk menjamin mutu dan kelancaran pelayanan serta penyelenggaraan
pariwisata.
Kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan perlu makin
ditingkatkan melalui penyuluhan dan pembinaan kelompok seni budaya, industri
kerajinan, serta upaya lain untuk meningkatkan kualitas kebudayaan dan daya tarik
kepariwisataan Indonesia dengan tetap menjaga nilai-nilai agama, citra kepribadian
bangsa, serta harkat vdan martabat bangsa. Dalam upaya pengembangan usaha
kepariwisataan, harus dicegah hal-hal yang dapat merugikan kehidupan masyarakat
dan kelestarian kehidupan budaya bangsa. Dalam pembangunan kawasan pariwisata
keikutsertaan masyarakat setempat terus ditingkatkan.
Kebijakan kepariwisataan pada tahap kedua ini adalah penekanan kepariwisataan sebagai
sumber devisa. Kebijakan kepariwisataan dirumuskan dalam fase memperbesar penerimaan
devisa dari sektor pariwisata.

TAP MPR-RI No. II/MPR/1988 tentang GBHN


Bahkan pada Undang Undang yang dibuat pada periode GBHN 1988,
mendefinisikan pariwisata sebagai kegiatan ekonomi, justru tersirat mengatur pariwisata
sebagai bentuk perdagangan jasa. Karena tema dari konsep kepariwisataan pada kebijakan
pariwisata Indonesia saat itu adalah pariwisata sebagai suatu kegiatan ekonomi yang
meningkatkan penerimaan devisa secara signifikan.

TAP MPR-RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004


Kepariwisataan Indonesia masih berorientasi pada kegiatan ekonomi yaitu
padakemajuan teknologi global. Pada kebijakan ini tidak ada definisi yang menjelaskan
pariwisata sebagai suatu perdagangan jasa, tetapilebih cenderung pada kesenian dan
kebudayaan sebagai suatu aset penting bagi pengembangan program kepariwisataan. Sama
halnya dengan kebijakan sebelumnya, pariwisata lebih dihubungkan dengan kegiatan
kesenian dan kebudayaan serta sebagai perantara promosi bagi keunikan dan kekhasan
kebudayaan nasional. Pada pengaturan pariwisata dalam Pengembangan Sosial dan Budaya
maka kepariwisataan yang bernaung dibawah penjelasan Kebudayaan, Kesenian dan
Pariwisata telah menuliskan mengenai suatu sistem hubungan ekonomi, sosial budaya, energi
dan kelestarian lingkungan.

Perkembangan Kebijakan Pariwisata Internasional


GATS (General Agreement on Trade in Services) atau Persetujuan Umum
Perdagangan jasa, masuk ke dalam sistem hukum Indonesia melalui Undang-undaag Nomor
7 Tahun 1994, yaitu Undang-undang tentang Pengesahan Agreement Establishing the World
Trade Organisation (WTO Agreement) atau Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan
Dunia. GATS merupakan bagian WTO Agreement dan terletak pada Annex 1B Persetujuan
tersebut.
3. Kebijakan Pariwisata Tahap Ketiga 1999/Hingga Sekarang.
Mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indonesia yang
bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung
nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
rangka mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan membangun
peradaban bangsa.
Merumuskan nilai-nilai kebudayaan Indonesia, untuk memberikan rujukan sistim nilai
bagi totalitas perilaku kehidupan ekonomi, politik, hokum dan kegiatan kebudayaan
dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional dan peningkatan kualitas
berbudaya masyartakat
Mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-ilai budaya dalam rangka memilah-milah
nilai budaya yang kondusif dan serasi untuk menghadapi tantangan pembangunan
bangsa di masa depan.
Mengembangkan kebebasan berkreasi dalam kesenian untuk memberi inspirasi bagi
kepekaan terhadap totalitas kehidupan dengan tetap mengacu pada etika, moral,
estetika dan agama serta memberikan perlindungan dan penghargaan terhadap hak
cipta dan royalty bagi pelaku seni dan budaya.
Mengembangkan dunia perfilman Indonesia secara sehat sebagai media massa kreatif
untuk meningkatkan moralitas agama serta kecerdasan bangsa, pembentukan opini
public yang positif, dan nilai tambah secara ekonomi
Melestarikan apresiasi kesenian dan kebudayaan tradisional serta menggalakkan dan
memberdayakan sentra-sentra kesenian untuk merangsang berkembangnya kesenian
nasional yang lebih kreatif dan inovatif sehingga menumbuhkan kebanggaan
nasional.
Menjadikan kesenian dan kebudayaan tradisional Indonesia sebagai wahana bagi
pengembangan pariwisata nasional dan mempromosikannya ke luar negeri secara
konsisten sehingga dapat menjadi wahana persahabatan antar bangsa.
Mengembangkan pariwisata melalui pendekatan system yang utuh, terpadu,
interdisipliner, dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis,
ergonomik, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam, dan tidak merusak
lingkungan
Kebijakan Kepariwisataan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2004-2009
Definisi dari kebijakan kepariwisataan dalam Undang-Undang RI No. 25 tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 ini kembali
kepada konsep perkembangan tahap pertama yang didasarkan pada pendekataan kebudayaan.
Seperti yang diungkapakan Wyasa Putra (2009:113) bahwa PROPERNAS mensyaratkan
pendekatan sistem bagi pengembangan kepariwisataan yaitu suatu pendekatan yang utuh,
terpadu, multidisipliner, partisipatoris, dengan kriteria ekonomis, teknis, ergonomis, sosial
budaya, hemat energi, melestraikan alam, dan tidak merusak lingkungan. Dalam pendekatan
tersebut terdapat kriteria ekonomi hal itu dapat mencerminkan dalam perkembangan
kebijakan tersebut terdapat 2 pola dasar yaitu keparwisataan sebagai kgiatan kebudayaan dan
ekonomi, 2 model pendekatan yaitu kebudayaan dan ekonomi, dan 2 model target yaitu target
budaya dan ekonomi.
Rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun
2005/2025 yaitu mencangkup:
Kepariwisataan dikembangkan agar mampu mendorong peningkatan daya saing
perekonomian nasional, peningkatan kualitas perekonomian, dan kesejahteraan masyarakat
lokal, serta perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan memanfaatkan secara
arif dan berkelanjutan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional nasional
sebagai wilayah bahari terluas di dunia serta dapat mendorong kegiatan ekonomi yang terkait
dengan pengembangan budaya bangsa.
Dalam kebiajakan ketiga sampai dengan sekarang, pemerintah masih belum dapat
menghilangkan unsur ekonomi dalam fungsi kepariwisataan bahkan dapat mengakibatkan
kekaburan batasan batasan kebijakan itu sendiri yang akan mempengaruhi praktik praktik
dalam kegiatan pariwisata di kemudian hari. Seperti lebih dominannya motif budaya
dibandingkan motif ekonomi, proposionalnya motif budya dan ekonomi, lebih dominannya
motif ekonomi dibandingkan budaya, atau bahkan motif ekonomi akan menyebabkan
kembalinya eksploitasi budaya.

b. Arah pengembangan Pariwisata


Pengembangan pariwisata dalam negeri telah diarahkan untuk memupuk cinta tanah
air dan bangsa, menanamkan jiwa dan semangat serta nilai-nilai luhur bangsa,
meningkatkan kualitas budaya bangsa, memperkenalkan peninggalan sejarah, keindahan
alam termasuk bahari dengan terus meningkatkan wisata remaja-remaja pemuda.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, BAB III
Pasal 5, Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip :
Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan
dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan
Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan
antara manusia dan lingkungan; Berbagai jenis perubahan dalam pembangunan
pariwisata harus berupaya memasukkan dampak kegiatan positif terhadap lingkungan
ke dalam pembangunan pariwisata sebagai nilai tambah yang nyata agar terjadi
keseimbangan hubungan antara Tuhan Yang Maha Esa, manusia dan lingkungan.
Namun demikian, perhatian juga harus secara khusus diberikan bagi upaya mencegah
dan/atau mengurangi dampak negatif yang dapat berpengaruh buruk terhadap
pembangunan pariwisata dalam jelajah luas berbagai akibat yang saling
mempengaruhi, termasuk dampak social terhadap perilaku, sikap dan persepsi
pengunjung terhadap kualitas lingkungan beberapa objek wisata. Oleh karena itu,
berbagai inovasi-inovasi yang didatangkan oleh wisatawan janganlah langsung
diadopsi, melainkan harus difilter terlebih dahulu.
Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
Kehadiran dan berbaurnya pengunjung dari segenap penjuru dunia juga dapat
merusak lingkungan social dan budaya masyarakat setempat, menyebabkan
hancurnya sebagian atau seluruh budaya masyarakat tuan rumah, dan digantikan oleh
nilai-nilai social yang dibawa oleh wisatawan, misalnya upacara adat dan agama yang
diperjualbelikan, menurunnya norma dan adat keagamaan serta tekanan terhadap
perubahan nilai dan norma social, cara berpakaian, kebiasaan dan perilaku. Oleh
karena itu pariwisata harus dimanfaatkan sebagai medium untuk menyombongkan
budaya dan gaya-hidupnya, bukan dipertaruhkan demi mengejar tujuan ekonomi.
Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas; Pengembangan pariwisata mutlak memerlukan kerjasama dengan
masyarakat terutama bagi upaya perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan
potensi dan jasa lingkungan sumberdaya. Dilain pihak peran serta masyarakat dapat
terwujud oleh karena manfaatnya dapat secara langsung dirasakan melalui terbukanya
kesempatan kerja dan usaha jasa wisata yang pada gilirannya akan mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat. Demikian pula dalam pelaksanaannya tidak
membeda-bedakan pihak manapun yang berkepentingan dengan kegiatan pariwisata.
Manfaat yang dapat diperoleh bila kebijaksanaan dijalankan, dapat dibagi merata
secara adil diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Apabila ada biaya yang harus
dikeluarkan untuk memelihara hasil pembangunan pariwisata di suatu daerah tertentu,
biaya tersebut harus ditanggung bersama secara adil diantara semua pihak yang
berkepentingan. Apabila ada hak istimewa tersebut hendaknya seimbang dengan
sumbangan masa lalu mereka terhadap pembangunan pariwisata di daerah tersebut.
Tetapi, dan yang lebih penting, adalah bahwa hak-hak istimewa tersebut harus punya
batas-batas yang jelas dan semua orang harus mengetahuinya.
Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; Pengembangan pariwisata
perlu mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan alam, binaan dan social baik
dari segi potensi yang dapat dimanfaatkan, maupun dari segi keterbatasan-
keterbatasan aspek daya dukung lingkungan alam serta binaan social tersebut. Proses
tersebut adalah suatu usaha dalam merealisasikan konsep pengembangan pariwisata
alam yang berwawasan lingkungan sebagai suatu bahan pemikiran dalam
menyerasikan pembangunan pariwisata dan konservasi sumberdaya alam yang akan
semakin kompleks di masa yang akan datang. Dalam pemberian hak pengusahaan
pariwisata alam untuk mengembangkan kegiatan di zona pemanfaatan perlu dilakukan
pengendalian dalam rangka pengamanan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Hal tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan dari perencanaan sampai ke
taraf pelaksanaan termasuk kewajiban menyusun Rencana Karya Pengusahaan
Pariwisata Alam. Pembangunan sarana dan prasarana dilakukan dengan pertimbangan
adaptasi lingkungan (back to nature), pengendalian melalui analisis dampak
lingkungan, pengaturan pengunjung dengan memperhatikan daya dukung kawasan
maupun daya dukung sarana dan prasarana.
Memberdayakan masyarakat setempat; Salah satu peluang bagi masyarakat
disekitar suatu objek wisata alam adalah kesempatan bekerja pada objek wisata baik
sebagai tenaga staf maupun sebagai tenaga buruh kerja. Dikembangkannya suatu
objek wisata akan member dampak positif bagi kehidupan perekonomian masyarakat
yaitu membuka kesempatan berusaha seperti usaha penyediaan makanan, minuman
dan usaha transportasi baik tradisional maupun konvensional. Dengan terbukanya
berbagai kesempatan usaha tersebut diharapkan terjadi interaksi positif antara
masyarakat dan objek wisata alam, selanjutnya akan menimbulkan rasa ikut memiliki,
dan pada gilirannya akan terwujud dalam partisipasi baik langsung maupun tidak
langsung dalam kegiatan pariwisata misalnya pengamanan kawasan, ketertiban dan
kebersihan kawasan, penyediaan sarana dan prasarana, termasuk kebutuhan
akomodasi (homestay). Akhirnya, dapat dikatakan bahwa dengan pengelolaan objek
wisata alam secara professional memungkinkan berkembangnya kegiatan
pengusahaan pariwisata alam yang memberikan dampak positif bagi masyarakat
sekitar.
Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta
keterpaduan antarpemangku kepentingan; Dalam meningkatkan jaringan
kerjasama, secara umum unsur-unsur pokok kelembagaan dalam pariwisata adalah
institusi pemerintah, masyarakat dan LSM, industry/bisnis, institusi pendidikan , dan
media massa. Institusi pemerintah berfungsi sebagai fasilitator untuk menyusun
kebijakan dan regulasi pengembangan pariwisata yang akan diisi dengan program-
program kegiatan oleh unsur kelembagaan yang lain. Masyarakat dan LSM berfungsi
sebagai actor yang menyediakan jasa melalui berbagai atraksi wisata. Industry atau
kalangan pebisnis berfungsi sebagai actor yang menyelenggarakan aktivitas wisata,
package (pemaketan) dan pemasaran produk wisata. Adapun institusi pendidikan dan
pelatihan berfungsi sebagai unsur yang menyiapkan sumberdaya manusia yang sesuai
dengan tuntutan industry pariwisata. Sedangkan media massa berfungsi sebagai
promoter sekaligus disseminator informasi produk wisata. Dengan demikian, masing-
masing sector merencanakan dan mengembangkan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya, dalam kerangka pengembangan pariwisata. Pada akhirnya, ada
keterpaduan seluruh pihak yang berperan serta akan mendapatkan keuntungan dan
manfaat sesuai dengan investasinya tersebut.
Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; Baik pemandu wisata maupun wisatawan berperan penting dalam
menegakkan aturan main agar tidak terjadi kesenjangan serta tamunya mengenal dan
menghormati adat istiadat setempat. Wisman perlu diajari menjadi tamu yang baik.
Ekstremnya, masyarakat berhak mengusir tamu dari rombongan, jika kedapatan
melakukan pelanggaran berat.
Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Pengembangan
pariwisata dijalankan berdasarkan sasaran idiil dalam GBHN yakni memupuk rasa
cinta tanah air, menanamkan jiwa, semangat, nilai-nilai luhur bangsa, serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional bangsa. Sehingga pariwisata dapat
menggalang kebersamaan antara berbagai pihak dalam menciptakan kesatuan negara
dengan menempatkan pengembangan sumberdaya manusia di prioritas atas dalam
pembangunan kepariwisataan.

c. Sistem Pariwisata Indonesia (tataran makro dan mikro)


Sistem pariwisata mencakup penginapan, agen perjalanan wisata, rumah makan,
liburan, jasa pemandu, transportasi, dan atraksi wisata. PAriwisata dipandang sebagai proses
yang multidimensi yang mencakup :
Aspek fisik, meliputi tingkat penerimaan dampak visual dan keberdesakan,titik dimana
system ekologiterjaga sebelum terjadinya kerusakan lingkungankonservasi fauna dan flora
alam, baik di darat maupun di perairan serta tingkat penerimaan terhadap polusi udara air dan
udara.
Aspek sosial budaya, meliputi pengembangan kegiatan pariwisata yang dapat diserap
tanpa menimbulkan gejolak dan pola hidup masyarakat serta tingkat kegiatan pariwisata yang
dapat melestarikan monument budaya, kesenian, kerajinan, system kehidupan masyarakat,
adat istiadat, dan
Aspek infrastruktur, meliputi ketersediaan fasilitas dan pelayanan transportasi
ketersediaan pelayanan utilitas seperti air bersih, penerangan, pengelolaan sampah,dan
telekomunikasi, serta ketersediaan fasilitas dan pelayanan umum seperti fasilitas kesehatan
dan keamanan.
Sub system yang saling terkait dalam pengembangan pariwisata yaitu :
a. Sisi Penyelenggara (Kelembagaan) atau Organisasi yang terdiri dari :
1. Pemerintah selaku penentu, pengatur, Pembina dan penyelenggara kebijakan umum
yang memberikan layanan kubutuhan umum termasuk layanan keperluan
penyelenggaraan pariwisata dan pelayanan informasi pariwisata.
2. Penyelenggara usaha pariwisata, yaitu merupakan yang menyediakan jasa / layanan
khusus untuk kebutuhan wisatawan termasuk dalam layanan informasi perjalanan.
3. Masyarakat pada umumnya, berupa sikap dan perilaku masyarakat, termasuk
pengusaha barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara umumdalam menerima dan
melayani wisatawan termasuk juga layanan informasi umum.
b. Sisi Suply (penawaran)
1. Kelompok atraksi, baik yang berupa atraksi alam, budaya, maupun karya manusia,
yang terdiri dari obyek wisata, dan peristiwa pariwisata.
2. Kelompok aksesibilitas, yang tercermin dalam berbagai fasilitas antara lain
angkutan darat laut dan udara, ijin berkunjung ( kebijakan Visa / ijin masuk kesuatu
daerah yng dilindungi).
3. Kelompok akomodasi, yaitu merupakan yang menawarkan tempat untuk tinggal,
sarana konfrensi dan pamern,sarana makanan (restoran,caf,bar).
c. Sisi Demand (permintaan)
1. Wisatawan nusantara
2. Wisatawan mancanegara
3. Maksud kunjungan
4. Kelompok demografis
5. Kelompok psychografis
BAB VI
Hakekat Pariwisata

a. Hubungan pariwisata dengan HAM


Istilah hak asasi manusia (HAM) berasal dari kata Perancis Droits LHomme yang
berarti hak-hak manusia. Dalam bahasa Inggris HAM diistilahkan dengan Human Rights dan
Menselijke Rechten dalam bahasa Belanda. Secara etimologi, ia merupakan hak dasar yang
dibawa manusia sejak ia lahir sebagai karunia alami dari Sang Pencipta. Dengan kata lain, ia
bukanlah pemberian manusia, hukum positif, terlebih aparatur suatu negara. Pada kerangka
relasi tersebut, hak asasi manusia berarti melekat (inherent) pada manusia sejalan dengan
kodrat dan martabatnya sebagai manusia.
Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
Undang-undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Di Indonesia, proses diskursif HAM telah melahirkan pergulatan ide, konsep,
pemikiran, dan tindakan dari para penggiat HAM di seputar isu-isu penghormatan dan
perlindungan (respect and protect) terhadap hak-hak sipil dan politik dari perspektif individu
ditambah tuntutan pemenuhan (fulfill) akan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya dari
perspektif kolektivitas. Sebagai refleksi politik hukum pemerintah, dua Kovenan HAM
internasional yang menyangkut hak-hak sipil, politik dan hak-hak ekonomi sosial, budaya
telah dirafikasi dalam bentuk Undang-undang 11 tahun 2005 dan Undang-undang 12 tahun
2005. Dua Kovenan Internasional ini terkait pula dengan mekanisme Komisi HAM PBB, dan
disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 16 Desember 1966, dengan resolusi 2200a
(XXI).
Sejalan dengan kecenderungan proliferasi HAM yang telah menyentuh generasi
ketiga, kegiatan berwisata telah mendapatkan pengakuan sebagai HAM. Secara implisit
pengakuan ini bertitik tolak pada rumusan Artikel 24 Universal Declaration of Human Rights
yang menyatakan bahwa Everyone has the right to rest and leisure, including reasonable
limitation of working hours and periodic holidays with pay.Dalam tataran nasional, Undang-
undang No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pun telah mencantumkan pengakuan
kegiatan berwisata sebagai HAM.
Kode Etik Kepariwisataan Dunia atau Global Code of Ethics for Tourism yang
ditetapkan oleh United Nation World Tourism Organization (UNWT), telah menyerap nilai-
nilai pengakuan kegiatan berwisata sebagai HAM, perlindungan hak anak, dan kelestarian
lingkungan hidup. Sepuluh butir kode etik ini meliputi:
1. Kepariwisataan untuk membangun saling pengertian dan menghormati antar
penduduk dan masyarakat.
2. Kepariwisataan sebagai media untuk memenuhi kebutuhan kualitas hidup.
3. Kepariwisataan sebagai faktor pembangunan berkelanjutan.
4. Kepariwisataan sebagai pemakai dan penyumbang pelestarian warisan budaya.
5. Kepariwisataan adalah kegiatan yang menguntungkan bagi negara dan masyarakat
penerima wisatawan.
6. Kewajiban para pemangku kepentingan kepariwisataan.
7. Hak dasar atau asasi berwisata.
8. Kebebasan bergerak bagi para wisatawan.
9. Hak para pekerja dan pengusaha dalam industri pariwisata.
10. Implementasi kode etik.

Secara implisit, refleksi pengakuan kegiatan berwisata sebagai HAM terdapat dalam
UUD 1945 pasal 28 C ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Menyangkut batasan kesejahteraan,
Undang-undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial lantas menyebutkan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
Pengakuan yang lebih tegas terdapat dalam menimbang point b Undang-undang
No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UUK), disebutkan bahwa kebebasan melakukan
perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari
hak asasi manusia. Pasal 5 point b UUK kemudian menjabarkan ketentuan ini dengan
menyatakan pemyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan pada prinsip menjunjung tinggi
hak asasi manusia, keragaman budaya dan kearifan lokal. Selanjutnya, pasal 19 ayat 1 point a
UUK lalu meyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi
kebutuhan wisata.
Pariwisata kini telah menjadi kebutuhan dasar yang menjadi bagian dari hak asasi
manusia dan harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi. Secara progresif, pemerintah,
pemangku kepentingan, dan masyarakat berkewajiban untuk dapat mempromosikan dan
memenuhi hak berwisata tersebut sehingga pada gilirannya mendukung tercapainya
peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan
antarbangsa dalam koridor perdamaian dunia.

b. Pariwisata dan prinsip kelestarian lingkungan alam dan sosial budaya


Pariwisata sebagai suatu kegiatan secara langsung menyentuh dan melibatkan
masyarakat, sehingga membawa dampak terhadap masyarakat setempat. Dampak pariwisata
terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata mencakup: dampak terhadap sosial-ekonomi,
dampak terhadap sosial-budaya, dan dampak terhadap lingkungan (Pitana dan Gayatri, 2005).
Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat
dikategorikan menjadi delapan kelompok besar (Cohen, 1984), yaitu: dampak terhadap
penerimaan devisa, dampak terhadap pendapatan masyarakat, dampak terhadap kesempatan
kerja, dampak terhadap harga-harga, dampak terhadap distribusi manfaat atau keuntungan,
dampak terhadap kepemilikan dan kontrol, dampak terhadap pembangunan pada umumnya,
dampak terhadap pendapatan pemerintah. Pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu
memberikan dampak positif diantaranya: peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan
penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, peningkatan
pendapatan pemerintah dari pajak dan keuntungan badan usaha milik pemerintah, dan
sebagainya. Selain dampak positif terdapat juga dampak negatif dari pembangunan
pariwisata, diantaranya: semakin memburuknya kesenjangan pendapatan antar kelompok
masyarakat, memburuknya kesenjangan antar daerah, hilangnya kontrol masyarakat lokal
terhadap sumber daya ekonomi, munculnya neo-kolonialisme, dan sebagainya.
Dampak terhadap sosial dan budaya, Pizam dan Milman (1984) mengklasifikasikan
dampak pariwisata terhadap sosial-budaya menjadi enam, yaitu: dampak terhadap aspek
demografis (jumlah penduduk, umur, perubahan piramida kependudukan), dampak terhadap
mata pencaharian (perubahan pekerjaan, distribusi pekerjaan), dampak terhadap aspek
budaya (tradisi, keagamaan, bahasa), dampak terhadap transformasi norma (nilai, norma,
peranan seks), dampak terhadap modifikasi pola konsumsi (infrastruktur, komoditas) dan
dampak terhadap lingkungan (polusi, kemacetan lalu lintas). Sifat dan bentuk dari dampak
sosial-budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pitana (1999) menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang ikut menentukan dampak sosial-budaya tersebut antara lain: jumlah wisatawan
(baik absolut maupun relatif terhadap jumlah penduduk lokal), objek dominan yang menjadi
sajian wisata dan kebutuhan wisatawan terkait dengan sajian tersebut, sifat-sifat atraksi
wisata yang disajikan (apakah alam, situs arkeologi, budaya kemasyarakatan, dan lainnya),
struktur dan fungsi dari organisasi kepariwisataan di daerah tujuan wisata, perbedaan tingkat
ekonomi dan perbedaan kebudayaan antara wisatawan dengan masyarakat lokal dan laju atau
kecepatan pertumbuhan pariwisata.
Dampak pengembangan pariwisata menurut Yoeti (2008), antara lain: pembuangan
sampah sembarangan (selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman
disekitarnya mati); pembuangan limbah hotel, restoran, dan rumah sakit yang merusak air
sungai, danau atau laut; kerusakan terumbu karang sebagai akibat nelayan tidak lagi memiliki
pantai untuk mencari ikan, karena pantai telah dikaveling untuk membangun hotel dan
restoran. Akibatnya para nelayan membom terumbu karang dan pada akhirnya tidak ada lagi
daya tarik pantai; perambahan hutan dan perusakan sumber-sumber hayati yang tidak
terkendali sehingga menyebabkan hilangnya daya tarik wisata alam.

Dampak Pembangunan Pariwisata terhadap Lingkungan Hidup


Industri pariwisata memiliki hubungan erat dan kuat dengan lingkungan fisik.
Lingkungan alam merupakan aset pariwisata dan mendapatkan dampak karena sifat
lingkungan fisik tersebut yang rapuh (fragile), dan tak terpisahkan (Inseparability). Bersifat
rapuh karena lingkungan alam merupakan ciptaan Tuhan yang jika dirusak belum tentu akan
tumbuh atau kembali seperti sediakala. Bersifat tidak terpisahkan karena manusia harus
mendatangi lingkungan alam untuk dapat menikmatinya.
Lingkungan fisik adalah daya tarik utama kegiatan wisata. Lingkungan fisik meliputi
lingkungan alam (flora dan fauna, bentangan alam, dan gejala alam) dan lingkungan buatan
(situs kebudayaan, wilayah perkotaan, wilayah pedesaan, dan peninggalan sejarah).
Secara teori, hubungan lingkungan alam dengan pariwisata harus mutual dan
bermanfaat. Wisatawan menikmati keindahan alam dan pendapatan yang dibayarkan
wisatawan digunakan untuk melindungi dan memelihara alam guna keberlangsungan
pariwisata. Hubungan lingkungan dan pariwisata tidak selamanya simbiosa yang mendukung
dan menguntungkan sehingga upaya konservasi, apresiasi, dan pendidikan dilakukan agar
hubungan keduanya berkelanjutan, tetapi kenyataan yang ada hubungan keduanya justru
memunculkan konflik. Pariwisata lebih sering mengeksploitasi lingkungan alam.
Dampak pariwisata terhadap lingkungan fisik merupakan dampak yang mudah
diidentifikasi karena nyata. Pariwisata memberikan keuntungan dan kerugian, sebagai berikut
:
1. Air
Air mendapatkan polusi dari pembuangan limbah cair (detergen pencucian linen
hotel) dan limbah padat(sisa makanan tamu). Limbah-limbah itu mencemari laut, danau dan
sungai. Air juga mendapatkan polusidari buangan bahan bakar minyak alat transportasi air
seperti dari kapal pesiar.Akibat dari pembuangan limbah, maka lingkungan terkontaminasi,
kesehatan masyarakat terganggu, perubahan dan kerusakan vegetasi air, nilai estetika perairan
berkurang (seperti warna laut berubah dari warnabiru menjadi warna hitam) dan badan air
beracun sehingga makanan laut (seafood) menjadi berbahaya.Wisatawan menjadi tidak dapat
mandi dan berenang karena air di laut, danau dan sungai tercemar.Masyarakat dan wisatawan
saling menjaga kebersihan perairan.Guna mengurangi polusi air, alat transportasi air yang
digunakan, yakni angkutan yang ramah lingkungan, seperti : perahu dayung, kayak, dan
kano.

2. Atmosfir
Perjalanan menggunakan alat transportasi udadra sangat nyaman dan cepat. Namun,
angkutan udara berpotensi merusak atmosfir bumi. Hasil buangan emisinya dilepas di udara
yang menyebabkan atmosfir tercemar dan gemuruh mesin pesawat menyebabkan polusi
suara. Selain itu, udara tercemar kibat emisi kendaraan darat (mobil, bus) dan bunyi deru
mesin kendaraan menyebabkan kebisingan. Akibat polusi udara dan polisi suara, maka nilai
wisata berkurang, pengalaman menjadi tidak menyenangkan dan memberikandampak negatif
bagi vegetasi dan hewan.Inovasi kendaraan ramah lingkungan dan angkutan udara
berpenumpang massal (seperti pesawat Airbus380 dengan kapasitas 500 penumpang)
dilakukan guna menekan polusi udara dan suara. Anjuran untukmengurangi kendaraan
bermotor juga dilakukan dan kampanye berwisata sepeda ditingkatkan.

3. Pantai dan pulau


Pantai dan pulau menjadi pilihan destinasi wisata bagi wisatawan. Namun, pantai dan
pulau sering menjaditempat yang mendapatkan dampak negatif dari pariwisata.
Pembangunan fasilitas wisata di pantai dan pulau, pendirian prasarana (jalan, listrik, air),
pembangunan infrastruktur (bandara, pelabuhan) mempengaruhi kapasitas pantai dan
pulau.Lingkungan tepian pantai rusak (contoh pembabatan hutan bakau untuk pendirian
akomodasi tepi pantai),kerusakan karang laut, hilangnya peruntukan lahan pantai tradisional
dan erosi pantai menjadi beberapaakibat pembangunan pariwisata.Preservasi dan konservasi
pantai dan laut menjadi pilihan untuk memperpanjang usia pantai dan laut. Pencanangan
taman laut dan kawasan konservasi menjadi pilihan. Wisatawan juga ditawarkan kegiatan
ekowisata yang bersifat ramah lingkungan. Beberapa pengelola pulau (contoh pengelola
Taman NasionalKepulauan Seribu) menawarkan paket perjalanan yang ramah lingkungan
yang menawarkan aktivitas menanam lamun dan menanam bakau di laut.

4. Pegunungan dan area liar


Wisatawan asal daerah bermusim panas memilih berwisata ke pegunungan untuk
berganti suasana. Aktivitas di pegunungan berpotensi merusak gunung dan area liarnya.
Pembukaan jalur pendakian, pendirian hotel di kaki bukit, pembangunan gondola (cable car),
dan pembangunan fasilitas lainnya merupakanbeberapa contoh pembangunan yang berpotensi
merusak gunung dan area liar. Akibatnya terjadi tanahlongsor, erosi tanah, menipisnya
vegetasi pegunungan (yang bisa menjadi paru-paru masyarakat) ,potensi polusi visual dan
banjir yang berlebihan karena gunung tidak mampu menyerap air hujan. Reboisasi
(penanaman kembali pepohonan di pegunungan) dan peremajaan pegunungan dilakukan
sebagai upaya pencegahan kerusakan pegunungan dan area liar.

5. Vegetasi
Pembalakan liar, pembabatan pepohonan, bahaya kebakaran hutan (akibat api unggun
di perkemahan),koleksi bunga, tumbuhan dan jamur untuk kebutuhan wisatawan merupakan
beberapa kegiatan yang merusak vegetasi. Akibatnya, terjadi degradasi hutan (berpotensi
erosi lahan), perubahan struktur tanaman(misalnya pohon yang seharusnya berbuah setiap
tiga bulan berubah menjadi setiap enam bulan, bahkanmenjadi tidak berbuah), hilangnya
spesies tanaman langka dan kerusakan habitat tumbuhan. Ekosistemvegetasi menjadi
terganggu dan tidak seimbang.

6. Kehidupan satwa liar


Kehidupan satwa liar menjadi daya tarik wisata yang luar biasa. Wisatawan terpesona
dengan pola hiduphewan. namun, kegiatan wisata mengganggu kehidupan satwa-satwa
tersebut. Komposisi fauna berubahakibat:pemburuan hewan sebagai cinderamata, pelecehan
satwa liar untuk fotografi, eksploitasi hewan untuk pertunjukan, gangguan reproduksi hewan
(berkembang biak), perubahan insting hewan (contohhewan komodo yang dahulunya hewan
ganas menjadi hewan jinak yang dilindungi), migrasi hewan (ketempat yang lebih baik).
Jumlah hewan liar berkurang, akibatnya ketika wisatawan mengunjungi daerah wisata, ia
tidak lagi mudah menemukan satwa-satwa tersebut

7. Situs sejarah, budaya, dan keagamaan


Penggunaan yang berlebihan untuk kunjungan wisata menyebabkan situs sejarah,
budaya dan keagamaanmudah rusak. Kepadatan di daerah wisata, alterasi fungsi awal situs,
komersialisasi daerah wisasta menjadi beberapa contoh dampak negatif kegiatan wisata
terhadap lingkungan fisik. Situs keagamaan didatangi oleh banyak wisatawan sehingga
mengganggu fungsi utama sebagai tempat ibadah yang suci. Situs budaya digunakan secara
komersial sehingga dieksploitasi secara berlebihan (contoh Candi menampung jumlah
wisatawan yang melebihi kapasitas). Kapasitas daya tampung situs sejarah, budaya dan
keagamaan dpat diperkirakan dan dikendalikan melalui manajemen pengunjung sebagai
upaya mengurangi kerusakan pada situs sejarah, budaya dan keagamaan. Upaya konservasi
dan preservasi serta renovasi dapat dilakukan untuk memperpanjang usia situs-situs tersebut.

8. Wilayah perkotaan dan pedesaan


Pendirian hotel, restoran, fasilitas wisata, toko cinderamata dan bangunan lain
dibutuhkan di daerah tujuanwisata. Seiring dengan pembangunan itu, jumlah kunjungan
wisatawan, jumlah kendaraan dan kepadatan lalu lintas jadi meningkat. Hal ini bukan hanya
menyebabkan tekanan terhadap lahan, melainkan juga perubahan fungsi lahan tempat tinggal
menjadi lahan komersil, kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi estetika (terutama
ketika bangunan didirikan tanpa aturan penataan yang benar). Dampak buruk itu dapatdiatasi
dengan melakukan manajemen pengunjung dan penataan wilayah kota atau desa serta
membedayakan masyarakat untuk mengambil andil yang besar dalam pembangunan.
BAB VII

PARIWISATA DILIHAT DARI BERBAGAI BIDANG ILMU

Studi tentang pariwisata berkembang pesat sepanjang abad ke-20, dimana pariwisata
menjadi bahan kajian beberapa disiplin ilmu. Jafari dan Ritchie (1981) mencatat 5 disiplin
ilmu yang menempatkan pariwisata sebagai dasar studi tentang pariwisata yaitu ekonomi,
sosiologi, psikologi, geografi dan antropologi dimana lima disiplin ilmu cenderung
bermanfaat sebagai sumber konsep, teori dan ide. Secara khusus pariwisata juga dapat
dikembangkan oleh ilmu archeology, agama, bahasa, sejarah, ilmu politik untuk mengetahui
lebih lanjut tentang pariwisata. Dengan demikian konsep yang disampaikan Jafari tentang
disipling ilmu yang mempelajari pariwisata mencakup sosiologi (sosiologi pariwisata),
ekonomi (implikasi ekonomi pariwisata), psikologi (motivasi wisata), antropologi (hubungn
tuan rumah-tamu), ilmu politik (dunia tanpa batas), geografi (geografi pariwisata), ekologi
(desain alami), pertanian (pariwisata pedesaan), taman dan rekreasi (manajeman tempat
rekreasi), pendidikan (pendidikan pariwisata), administrasi hotel dan restotan (peran industry
hospitality dalam pariwisata), transportasi (dasar-dasar transportasi), hukum (hukum
pariwisata), pemasaran (pemasaran pariwisata), serta perencanaan regional perkotaan
(perencanaan dan pengembangan pariwisata).
Jafari dan Aeser (1988) menemukan 15 disiplin ilmu yang mempelajari pariwisata,
dan telah menghasilkan 157 disertasi tentang pariwisata. Penelitian lain yang dilakukan
ilmuwan dari North American Tourism and Hospitality yaitu Sheldon (1990) menunjukkan
bahwa telah terbit jurnal dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan pariwisata. Disipilin
ilmu yang dimaksud termasuk ekonomi, studi bisnis, marketing, psikologi, antropologi, dan
geografi, dimana masing-masing mengembangkan konsep, pendekatan, prinsip dan metode
penelitian sendiri-sendiri.
Pearce (Echner dan Jamal, 1997:869) mengembangkan keilmuan pariwisata yang
mengandalkan konsep, pendekatan, prinsip dan metode penelitian sendiri-
sendiri menyebabkan kalangan pendidik/akademisi jarang menyampaikan kepada
mahasiswa asumsi bahwa ilmu pariwisata memiliki prinsip dasar, fakta dan metode
sendiri. Ini asumsi yang kurang diperhitungkan area studi baru seperti pariwisata.
Nampaknya beberapa peneliti pariwisata tidak ingin melakukan studi lintas batas disiplin
dan metodologi. Berkenaan dengan kondisi tersebut Pearce menyarankan agar paradigm
awal dari area studi seperti pariwisata harus memiliki toleransi yang kuat dalam memilih
pendekatan yang berbeda-beda saat melakukan penelitian.
Di bawah ini beberapa ilmu kajian tentang pariwisata dalam perspektif intradisiplin
ilmu ;
1. Geografi
Geografi : ilmu yang menguraikan dan menganalisis variasi ruang keadaan permukaan bumi
serta umat manusia yang menempatinya.
Pariwisata : adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Geografi Pariwisata : adalah cabang dari pada bidang ilmu geografi yang mengkaji berbagai
hal yang terkait dengan aktivitas perjalanan wisata, meliputi karakteristik destinasi (objek)
wisata, aktivitas dan berbagai fasilitas wisata serta aspek lain yang mendukung kegiatan
pariwisata di suatu daerah (wilayah).
Memastikan arah perkembangan konsep geografi untuk dapat diterapkan pada
berbagai lingkugan geografi yang beraneka tingkat perkembangan ekonomi, budaya dan
penguasaan teknologi. Dalam tahapan ini studi geografi dapat berorientasi pada masalah
interaksi manusia dengan lingkungan, selain itu juga dapat berorientasi pada studi wilayah,
permukaan bumi dipandang sebagai lingkungan hidup dimana manusia dapat memanfaatkan
sumberdaya alam. Potensi dan masalah unsur-unsur geografi sangat bervariatif, sehingga
perlu kajian secara spasial dan temporal untuk dapat mengenali watak/sifat wilayah.
Makalam (1996), keterkaitan geografi dengan pariwisata dapat dilihat dari analisa
terhadap sistem kepariwisataan dalam perjalanan pariwisata. Dalam sistem ini terdapat tiga
sub sistem yang saling berkaitan, yaitu sub sistem DAW, sub sistem DTW dan sub sistem
Route. Peranan geografi dalam sistem ini adalah sebagai penghubung diantara ketiga sub
sistem tersebut. Keterkaitan sistem tersebut akan baik jika jarak atau gangguan geografis
dapat dikenali dan disiasati oleh ketiga sub sistem tersebut. Geografi sebagai bidang ilmu
yang mengkaji kondisi alam, kondisi manusia, serta interaksi antara keduanya sangat
berperan dalam upaya menyumbang usaha kepariwisataan. Dengan memahami, mengenali
karakteristik unsur-unsur geografis, memahami unsur-unsur pariwisata suatu daerah, maka
dapat disimpulkan apakah suatu daerah memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah
tujuan wisata atau tidak.
Pariwisata adalah sautu gejala yang sangat kompleks didalam masyarakat. Disamping
itu ada wisatawan sendiri dengan segala tingkah lakunya. Itu semua yang satu dengan yang
lainnya saling berkaitan dan merupakan satu keterkaitan di dalammasyarakat. Cara lain yang
biasa di gunakan untuk menganalisis pariwisata ialah untuk menganalisis pariwisata ialah
melihata gejala pariwisata sebagai suatu industri. Dalam hubungan dengan geografis dari
pariwisata ini adalah orang menggunakan pendekatan keruangan, kewilayahan dan
kelingkungan
Penataan ruang pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan
wilayah yang bertujuan untuk mendukung beberapa prinsip di atas,yaitu meningkatkan
kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Penataan ruang tidak hanya
memberikan arahan lokasi investasi, tetapi juga memberikan jaminan terpeliharanya ruang
yang berkualitas dan mempertahankan keberadaan obyek-obyek wisata sebagai aset bangsa.
Dalam pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang
yang dapat menjamin sustainable development guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
2. Sosiologi
Ilmu Sosiologi mempunyai perhatian lebih dalam mengkaji gejala-gejala yang terjadi
di masyarakat. Fenomena semacam hubungan manusia dengan manusia lainnya, yang biasa
menjadi bagian dari kajian Ilmu Sosiologi, mudah sekali dilihat dalam aktivitas pariwisata.
Sebagai contoh, hal-hal semacam seks bebas, yang selama ini dianggap dampak negatif dari
aktivitas pariwisata, mendapat perhatian besar dari para pakar Sosiologi.
Pariwisata telah menjadi aktivitas sosial ekonomi dominan dewasa ini, bahkan
disebut-sebut sebagai industri terbesar sejak akhir abad 20, yang juga menyangkut pergerakan
barang, jasa dan manusia dalam skala terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah
manusia.Pariwisata bukanlah suatu kegiatan yang beroprasi dalam ruang hampa. Pariwisata
sangat terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi, keamanan, ketertiban, keramah-
tamahan, kebudayaan, kesehatan, termasuk berbagai institusi sosial yang mengaturnya.
Pariwisata bersifat sangat dinamis, sehingga setiap saat memerlukan analisis atau kajian yang
lebih tajam. Sebagai suatu aktivitas dinamis, pariwisata memerlukan kajian terus menerus
(termasuk dari aspek sosial budaya), yang juga harus dinamis, sehingga pembangunan
pariwisata bisa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, khususnya masyarakat
local.Pariwisata tidaklah eksklusif, dalam arti bahwa pariwisata bukan saja menyangkut
bangsa tertentu, melainkan juga dilakukan oleh hampir semua ras, etnik dan bangsa, sehingga
pemahaman aspek-aspek sosial budaya sangat penting. Pariwisata selalu mempertemukan dua
atau lebih kebudayaan yang berbeda, yang mempunyai perbedaan dalam norma, nilai,
kepercayaan, kebiasaan dan sebagainya. Pertemuan manusia atau masyarakat dengan latar
belakang sosial-budaya yang berbeda akan menghasilkan berbagai proses akulturasi,
dominasi, asimilasi, adopsi, adaptasi, dalam kaitan hubungan antar budaya yang tentunya
merupakan salah satu isu sentral dalam sosiologi.
Dewasa ini pariwisata sudah hampir menyentuh semua masyarakat dunia, sampai
kepada masyarakat-masyarakat terpencil. Pariwisata sudah terbukti menjadi salah satu
primeover dalam perubahan sosial budaya, sedangkan perubahan sosial budaya merupakan
aspek kemasyarakatan yang menjadi salah satu fokus kajian sosiologi. Berkembangnya
berbagai lembaga, baik ditingkat lokal, regional, ataupun internasional, yang terkait dalam
pariwisata, juga merupakan salah satu perhatian dalam sosiologi, sebagaimana sebelumnya
sosiologi telah membahas berbagai aspek modernisasi dan dependensi dari hubungan antar
negara. Hubungan Ilmu Pariwisata dan Ilmu Sosiologi amat erat kaitannya ketika kedua
cabang Ilmu Sosial tersebut menjadikan hubungan antar-manusia sebagai kajian utamanya.
3. Sejarah
Ilmu Sejarah secara garis besar bisa disimpulkan mempunyai perhatian yang
besarterhadap berbagai hal yang terjadi di masa lalu. Peninggalan-peninggalan masa lalu,
seperti candi, gedung-gedung tua, arca, dan lain sebagainya; selain dijadikan objek penelitian,
biasa juga dijadikan sebagai objek daya tarik wisata. Bahkan, dalam Ilmu Pariwisata,
kegiatan mengunjungi suatu tempat yang memiliki nilai sejarah mempunyai istilah tersendiri,
yakni wisata heritage. Menurut UNESCO, suatu bangunan bisa dikategorikan ke dalam
bangunan/cagar heritage jika bangunan tersebut sedikitnya telah berumur 60 tahun.
4. Manajemen
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. (Oey Liang Lee)
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan
sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan. (James
A.F. Stoner)
Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya. (R. Terry)
Hubungan manajemen dengan Pariwisata adalah suatu tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya dalam bidang pariwisata.
5.Ekonomi
Mulanya, ilmu pariwisata pertama kali diajarkan sebagai salah satu bagian dari mata
kuliah ilmu perdagangan. Dari fenomena tersebut, jelas terlihat bahwa pariwisata
memilikipengaruh yang kuat dengan kegiatan ekonomi. Organisasi Pariwisata Internasional,
United World Tourism Organization (UNWTO) menyebutkan bahwa sektor pariwisata
berkontribusi hingga 10% terhadap devisa internasional. Dengan kuatnya pengaruh industri
pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, adalah langkah yang tepat jika
pemerintahIndonesia menggabungkan pariwisata dengan kegiatan ekonomi dalam satu
departemen,Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pariwisata adalah suatu gejala
social yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai
Aspek sosiologis, Ekonomis dan Ekologis dan sebagainya. Untuk mengadakan perjalanan
orang harus mengeluarkan biaya,yang diterima oleh orang-orang yang menyelenggarakan
angkutan, menyediakan bermacam-macam jasa, antraksi,dan lainnya. Keuntungan ekonomis
untuk daerah yang di kunjungi wisatawan, itulah yang pertama-tama merupakan tujuan
pembangunan wisata.
6. Psikologi
Salah satu tujuan manusia melakukan perjalanan (berwisata), adalah untuk
memulihkan kondisi jiwa dan raga yang sebelumnya dirasa melelahkan. Inilah sebabnya,
dalam bahasa Inggris,pariwisata didefinisikan juga dengan istilah re-creation. Orang-orang
yang jemu dengan hiruk-pikuk perkotaan, umumnya akan mendatangi daerah sejuk
pegunungan untuk beristirahat. Begitu pula dengan orang-orang yang bosan tinggal di
kawasan pegunungan, cenderung pergi ke wilayah pantai untuk berlibur. Pernyataan di atas,
sedikitnya menegaskan posisi Ilmu Psikologi dalam memahami motivasi berkunjung seorang
wisatawan, sekaligus menegaskan posisi kegiatan pariwisata dalam peranannya
mempengaruhi/memulihkan keadaan psikis seseorang.
BAB VIII
PENGETAHUAN DASAR AKOMODASI

Akomodasi adalah suatu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan, misalnya


tempat menginap atau tempat tinggal sementara bagi orang yang bepergian. Dalam
kepariwisataan akomodasi merupakan suatu industri, jadi pengertian industri akomodasi
adalah suatu komponen industri pariwisata, karena akomodasi dapat berupa suatu tempat atau
kamar dimana orang-orang / pengunjung / wisatawan dapat beristirahat /menginap / tidur,
mandi, makan dan minum serta menikmati jasa pelayanan dan hiburan yang tersedia.
Akomodasi secara umum dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Akomodasi Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan dioperasikan semata-
mata untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
2. Akomodasi Semi Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan dioperasikan bukan
semata-mata untuk tujuan komersil, tetapi juga untuk tujuan sosial (masyarakat yang kurang
mampu).
3. Akomodasi Non Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan diopersikan semata-
mata untuk tujuan non komersil, yaitu tidak mencari keuntungan atau semata-mata untuk
tujuan sosial atau bantuan secara cuma-cuma, namun khusus untuk golongan/kalangan
tertentu dan juga untuk tujuan tertentu.
JENIS-JENIS AKOMODASI
1. AKOMODASI KOMERSIL
Akomodasi komersil adalah akomodasi yang dibangun dan dioperasikan semata-mata
untuk mencari keuntungan (profit) yang sebesar-besarnya, jenisnya antara lain :
1. Hotel, suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi
setiap orang untuk memperoleh pelayanan dan penginapan berikut makan dan minum (SK.
Menteri perhubungan No. PM.10/ Pw. 301/ Phb.77).
2. Motel, dalam bahasa inggris, motel, motor hotel, and motor court are designed to
serve the needs of motorists and, as a necessity, must provide facilities for car parking
(private garage), car services, and easy access from the higway.
Motel pertama kali timbul di Amerika Serikat atas dasar permintaan pasar yaitu
kenyataan adanya kebutuhan akan penginapan sementara bagi orang-orang yang bepergian
dengan kendaraan sendiri sebelum mereka melanjutkan perjalanannya kembali.
3. Hostel (Youth Hostel), adalah bentuk hotel yang disediakan bagi remaja atau pelajar
dengan tarif relatif lebih murah (youth hostel di Indonesia dikenal dengan istilah pondok
wisata remaja).
4. Cotagge, sejenis akomodasi yang berlokasi disekitar pantai atau danau dengan
bentuk bangunannya terpisah-pisah atau berpondok-pondok, serta dilengkapi dengan fasilitas
rekreasi pantai atau laut.
5. Bungalow, sejenis akomodasi yang berbentuk rumah-rumah berlokasi di daerah
pegunungan, yang disewakan untuk keluarga/rombongan karyawan untuk seminar
/lokakarya, dan sebagai tempat peristirahatan padawaktu liburan.
6. Inn, sejenis akomodasi yang berlokasi di daerah peristirahatan menghubungkan dua
buah kota, menyediakan penginapan, makan dan minum, serta pelayanan umum lainnya,
serta disewakan untuk umum bagi orang-orang yang mengadakan perjalanan dan singgah
(beristirahat) untuk sementara waktu (kurang dari 24 jam dan jarang sampai 2 / 3 hari).
7. Guest House, sejenis akomodasi yang dimiliki oleh perusahaan, instansi pemerintah
/ swasta yang diperuntukan bagi para tamu-tamunya yang menginap dan mendapatkan
fasilitas makan, minum serta pelayanan lainnya yang disediakan secara sederhana dan gratis
atau ditanggung perusahaan / instansi yang mengundangnya, tetapi bila guest house ini
dimilki oleh perusahaan swasta yang dibuka untuk umum maka sifatnya sama dengan hotel
yaitu bertujuan untuk mencari keuntungan hanya pelayanannya yang secara sederhana.
8. Apartment House, sejenis akomodasi yang disewakan untuk ditempati sebagai
rumah tinggal ( dalam jangka waktu lama ) untuk 2, 3 atau 4 keluarga secara terpisah.
9. Logement (Losmen), sejenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau
keseluruhan bangunan rumah untuk penginapan dengan atau tanpa makan dan minum bagi
setiap orang yang datang untuk beristirahat sementara waktu. ( saat ini kebanyakan losmen
menjadi hotel melati ), dengan fasilitas dan tarif yang lebih rendah dari hotel berbintang.
10. Floating Hotel, sejenis akomodasi yang berada di atas kapal-kapal pesiar yang
menyediakan fasilitas kamar, makan dan minum serta fasilitas pelayanan dan hiburan seperti
hotel, namun berfungsi pula sebagai alat transportasi laut.
11. Pension, sejenis akomodasi berupa hotel kecil yang menyediakan pelayanan
penginapan, makan dan minum tamu-tamunya dengan tarif relatif rendah.
12. Mansion House, sejenis akomodasi berbentuk rumah-rumah besar yang
ditempati/disewakan kepada beberapa keluarga atau satu keluarga besar, ataupun kelompok
karyawan yang ditanggung oleh suatu perusahaan.
13. Ryokan, akomodasi khas Jepang, yang memiliki sarana dan fasilitas serta
pelayanan khas sesuai dengan kebiasaan orang-orang Jepang.
14. Marina Boatel, Nautel, sejenis akomodasi yang dibangun/berada di atas sungai,
danau atau laut yang dapat berfungsi juga sebagai penambatan/bersandarnya kapal-kapal
pribadi dan kapal-kapal kecil yang melayani wisata bahari.
15. Holiday Flatlets, sejenis akomodasi yang dilengkapi dengan peralatan rumah
tangga, peralatan rekreasi, dan peralatan olahraga yang disewakan secara mingguan / pada
hari-hari libur dengan pelayanan / pemeliharaan dan pembersihan ruangan secara minimal.
16. Lodging House, sejenis rumah yang menyediakan tempat menginap untuk satu
malam saja atau untuk waktu kurang dari 1 minggu sekali datang menginap.
17. Boarding House, yaitu suatu bangunan atau bagian dari bangunan yang
menyediakan tempat menginap untuk waktu singkat seperti lodging house, hanya ditambah
dengan makan dan minum.
18. Condominium Hotel, suatu kompleks bangunan yang dimiliki oleh bebrapa orang
pengusaha, atau bangunan tersebut dapat dijual untuk beberapa pengusaha dengan
perusahaan yang berbeda jenis usahanya.

2. AKOMODASI SEMI KOMERSIL


Akomodasi semi komersial adalah akomodasi yang dibangun dan dioperasikan bukan
semata-mata untuk tujuan komersil, tetapi juga untuk tujuan sosial (masyarakat yang kurang
mampu), jenisnya antara lain :
1. Graha Wisata Remaja
2. Asrama Mahasiswa/Pelajar
3. Pondok Pesantren
4. Rumah Sakit
5. Home-Stay
6. Rooming House
7. Holiday Camp
8. Camping Ground/Camping Site
9. Wisma
10. Penginapan

3. AKOMODASI NON KOMERSIL


Akomodasi Non Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan diopersikan semata-
mata untuk tujuan non komersil, yaitu tidak mencari keuntungan atau semata-mata untuk
tujuan sosial atau bantuan secara cuma-cuma, namun khusus untuk golongan/kalangan
tertentu dan juga untuk tujuan tertentu, jenisnya antara lain :
1. Mess (yang dimiliki instansi pemerintah/departemen)
2. Guest House (dilingkungan Istana,khusus bagi tamu negar)
3. Rumah Panti Asuhan
4. Pemondokan
5. Villa (yang dimiliki secara pribadi)

Hotel
Berdasarkan Keputusan Menteri Parpostel no Km 94/HK103/MPPT 1987. Pengertian
Hotel adalah Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan
bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya
bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil.Definisi dan pengertian hotel secara
umum adalah perusahaan atau badan usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa
penginapan, penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya bagi tamu yang
datang, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya
menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu atau bisa dibilang semua pelayanan itu
diperuntukkan bagi masyarakat umum.
Jenis Hotel Berdasarkan Bintang
Pengklasifikasian hotel berbintang di Indonesia dibagi menjadi 5 tingkatan.
peninjauan terhadap klasifikasi dilakukan 3 tahun sekali dengan mempertimbangkan berbagai
aspek. Berdasarkan SK Menparpostel RI No. PM/PW 301/PHB-77 klasifikasi jenis hotel
berdasarkan bintang sebagai berikut:
1. Hotel berbintang 1 (satu)
2. Hotel berbintang 2 (dua)
3. Hotel berbintang 3 (tiga)
4. Hotel berbintang 4 (empat)
5. Hotel berbintang 5 (lima)
Adapun persyaratan yang harus di penuhi hotel berbintang yaitu :
Dikatakan hotel berbintang satu apabila sekurang-kurangnya memiliki 15 kamar, satu
kamar suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang dua apabila sekurang-kurangnya memiliki 20 kamar, dua
suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang tiga apabila sekurang-kurangnya memiliki 30 kamar, tiga
suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang empat apabila sekurang-kurangnya memiliki 50 kamar,
empat suite room, memiliki restaurant dan bar.
Dikatakan hotel berbintang lima apabila sekurang-kurangnya memiliki 100 kamar,
lima suite room, memiliki restaurant dan bar.

Sejarah Tentang Hotel


Konon kata hotel berasal dari kata hostel yang diambil diambil dari bahasa latin
Perancis kuno yaitu Hospes. kata hotel sendiri mulai digunakan semenjak abad_18 di London
Inggris. Dan bangunan publik inipun mulai di perkenalkan pada masyarakat umum pada
tahun 1797 dengan tujuan awalnya untuk melayani masyarakat pendatang tanpa dipungut
biaya. Sehingga tidak aneh kalau dulunya di Inggris dan Amerika, yang namanya pegawai
hotel mirip pegawai negeri alias abdi masyarakat. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman
dan pemakai jasa yang semakin bertambah, tamu yang datangpun muali dipungut bayaran.
Untuk membuat tamu betah maka bangunan dan kamar-kamarnya mulai ditata sedemikian
rupa dengan standar layanan yang baik.
Pada tahun 1793, dikota New York dibangun City Hotel yang menjadi pelopor
pembangunan penginapan gaya baru yang lebih fashionable dengan letak yang strategis
dipinggir kota. Kemudian pada tahun 1829, muncul hotel-hotel legendaris seperti Tremont
House Boston dan tahun 1836 berdiri hotel Astor House di New York. Kala itu, hotel modern
identik dengan perkembangan lalu lintas dan tempat beristirahat seperti saat pembangunan
jaringan kereta api sedang gencar-gencarnya, hampir di tiap perhentian (stasiun) ada hotel
disebut hotel transit.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan makin luasnya jangkauan angkutan darat
(terlebih setelah ditemukannya kendaraan bermotor), kawasan sekitar rel kereta api tak lagi
menarik minat para investor. Orang kemudian lebih suka jalan-jalan pakai mobil ketimbang
kereta. Kepopuleran hotel transit pun tersaingi oleh kehadiran "motel", gabungan kata "motor
hotel" yang sama dengan tempat istirahat para pengendara kendaraan bermotor.Kejayaan
motel tak berlangsung lama. Seiring makin pesatnya perkembangan kota, berakhir pula era
motel. Terutama karena letaknya yang agak di pinggir kota dan fasilitasnya yang kalah bagus
dengan hotel di pusat kota. Kalaupun terpaksa bermalam di kawasan pinggiran, motel harus
bersaing dengan hotel resort, yang banyak tumbuh di tempat-tempat peristirahatan.

Departemen dalam Hotel


Kelancaran operasional hotel didukung oleh departemen departemen yang ada di
dalam suatu manajemen operasional hotel. Karena semua kegiatan dan aktivitas di dalam
hotel, akan dijalankan dan ditangani oleh satu departemen yang sangat konsen dan kompeten
dibidangnya sehingga akan sangat menunjang didalam menjalankan tugas yang dibebankan.
Dalam melaksanakan operasional, setiap Hotel berbintang akan berbeda beda dalam
melakukan kebijakan manajemen operasional. Semakin lengkap jumlah departemen di dalam
satu hotel maka akan menjadi jaminan manajemen hotel berbintang tersebut akan semakin
bagus dan berkualitas dalam menjalankan operasional hotel tersebut. Secara umum hotel
berbintang lima biasanya memiliki 9 Departemen, antara lain sebagai berikut :
1. Front Office Department
Front Office Department adalah departemen hotel yang tugasnya berhubugan lagsung
dengan tamu, menerima pemesanan kamar tamu, menerima pendaftaran tamu, maupun
memberikan informasi yang diinginkan tamu. Departemen ini merupakan kesan prtama
bagi tamu ketika tamu hendak check in.
Adapun seksi-seksi di Front Office Departement adalah sebagai berikut :
a. Reservation
b. Reception
c. Telephone Operator
d. Front Office Cashier
e. Uniform Service/Concierge
f. Information section
g. Guest Relation Officer

2. Food and Beverage Department


Food and Beverage department adalah departemen hotel yang menangani hal-hal yang
berkaitan dengan mengolah menyediakan makanan dan minuman serta bertugas
memberikan pelayanan kepada tamu pada saat makan di restaurant. Food & Beverage
Department dibagi beberapa bagian diantara lain :
a. Food & Beverage Production
Food & Beverage Production adalah suatu bagian yang bertugas mengolah bahan
makanan menjadi bahan matang untuk disediakan kepada para tamunya.
b. Food & Beverage Service
Food & Beverage Service adalah suatu bentuk pelayanan berupa pengantaran order tamu.
Food & Beverage Service dibagi menjadi dua bagian lagi yaitu
1) Food Service
2) Beverage Service
3. Housekeeping Department
Housekeeping department adalah departemen hotel yang bertanggung jawab atas seluruh
kebersihan hotel baik dalam ruangan maupun public area serta membersihkan berbagai
fasilitas hotel. Housekeeping terbagi atas beberapa seksi antara lain :
a. Floor Section
b. Public Area Section
c. Linen/uniform Section
d. Laundry section
1) Valet
2) Washer
3) Presser
4) Marker
5) Checker
e. Gardener section
f. Florist section
g. Recreation / swimmimg pool section
4. Accounting departement
Accounting departement adalah suatu departemen hotel yang bertanggung jawab atas
masalah administrasi hotel baik pengeluaran maupun pendapatan keuangan di hotel.
5. Personalia/HRD Department
Personalia Departemen adalah suatu departemen hotel yang bertugas menerima dan
menempatkan karyawan/trainee. serta menangani masalah yang dihadapi karyawan.
6. Engineering Department
Engineering Department adalah suatu departemen hotel yang bertanggung jawab untuk
menangani perawatan maupun perbaikan atas semua alat-alat serta mesin yang ada di
hotel apabila mengalami kerusakan.
7. Marketing department
Marketting departement adalah suatu bagian yang bertugas memasarkan hotel kepada
masyarakat maupun pelanggan agar setiap tahunnya mengalami peningkatan atas tamu-
tamu yang menginap dan menggunakan fasilitas-fasilitas hotel.
8. Purchasing department
Purchasing departemen adalah suatu bagian yang bertanggung jawab atas keseluruhan
pembelian pengadaan serta semua kebutuhan hotel.
9. Security Department
Security Department adalah suatu bagian yang bertugas menjaga keamanan hotel maupun
tamu selama menginap (24 jam)
Dari sekian banyak departemen yang ada di hotel, semua departemen itu saling
mendukung dan berkaitan antara satu departemen dengan departemen yang lain. Disamping
itu juga di dalam satu departemen ada yang yang masih bergabung dengan seksi yang lain,
seperti Housekeeping Departemen dalam hal ini bisa membawahi Laundry.

Pada umumnya hotel berbintang biasanya memiliki laundry Departemen berdiri


sendiri, sebagai Laundry departemen dengan level yang sama dengan departemen yang lain,
tapi disini kembali lagi karena kebijakan hotel, kalau dirasa untuk kepentingan dan kebutuhan
akan laundry terlalu besar, bisa saja perlu dipertimbangkan untuk berdiri sendiri, tapi jika
kebutuhan tidak terlalu besar maka laundry-nya bisa digabung dengan Housekeeping
departemen atau departemen yang lain.
Selama Operasional dapat berjalan dengan baik, semua section/bagian dan
departemen itu dapat disatukan atau digabung dengan Departemen yang terdekat dengan
operasional mereka, dalam artian dalam operasional lebih banyak berhubungan langsung
dengan departemen yang membawahi tersebut seperti contoh diatas.
BAB IX

PERENCANAAN PARIWISATA I

Perencanaan adalah tentang pengaturan dan mencapai tujuan. Meskipun berbagai pendekatan
telah dikembangkan dalam perencanaan umum, misalnya boosterism, terpadu, interaktif,
kolaboratif, bottom-up dll, tinjauan literatur pariwisata menunjukkan bahwa tidak banyak
penulis telah peduli dengan perencanaan pariwisata. Akehurst (1998) menjelaskan ini
oleh fakta bahwa rencana dikembangkan oleh perusahaan konsultan yang jarang
mempublikasikan ataumembocorkan 'rahasia' mereka. Hanya selama dekade terakhir
beberapa penulis telahberkaitan dengan aspek perencanaan pariwisata (misalnya Inskeep,
1991; Gunn, 1994;WTO, 1994; Wilkinson, 1997b; Timothy, 1998; 1999; Tosun dan Jenkins,
1998). Demikian pula, untuk pelaksanaan perencanaan pariwisata, beberapa pendekatan telah
diusulkan, terutama berbagai pilihan produk / pasar dan pendekatan sistematis.

Peneliti pariwisata terdahulu (Ogilvie, 1933; Alexander, 1953) dalam perencanaan pariwisata
dibatasi terutama untuk pengukuran ekonomidampak untuk daerah tujuan, karena kemudahan
dalam pengukuran dampak ekonomi dibandingkan dengan dampak lingkungan dan sosial
(Mathieson danWall, 1982; Archer dan Cooper, 1998; Kontogeorgopoulos, 1998) dan upaya
pemerintah daerah untuk mengoptimalkan manfaat ekonomi (Allen et al, 1988;. Stynes
dan Stewart, 1993). Untuk memaksimalkan manfaat ekonomi banyak pemerintah
mengizinkan sektor swasta untuk mengambil keputusan penting tentang pengembangan
pariwisatadengan cara tidak terbatas dan tidak terencana (Hawkins, 1992). Namun, fokus dari
sektor swasta dan perencanaan pariwisata berjalan dengan berorientasi jangka pendek dalam
keuntungan ekonomi, melalui pembangunan fasilitas untuk menarik
pengunjung. Akibatnya, terlalu sedikit perhatian diberikan untuk efek sosial budaya untuk
masyarakat lokaldan masalah lingkungan di daerah tujuan, yang dalam
jangka panjang akan berdampak lebih besar (Seth, 1985; Jenkins, 1994).

Dengan demikian, pengembangan pariwisata yang tak terkendali dengan mudah mengurangi
citra daerah tujuan, sehingga untuk bertahan mereka melakukan mass tourism yang berbiaya
rendah hasilnya, muncul masalah sosial-ekonomi dan lingkungan yang serius. sejak
Kegiatan pariwisata bergantung pada perlindungan lingkungan dan sosial-budaya
sumber daya untuk daya tarik wisatawan, perencanaan merupakan kegiatan penting untuk
keberhasilan daerah tujuan wisata.

Ini adalah tujuan dari bab ini untuk menyelidiki proses perencanaan dalam kasus
pariwisata, dengan menyediakan kerangka kerja dimana proses perencanaan pariwisata
mungkin lebih baik dijelaskan dan menjelaskan (Gambar 3.1). Dengan demikian, bab ini
mengeksplorasi komponen utama dari proses perencanaan, mulai dari sifat perencanaan,
melanjutkan dengan berbagai pendekatan perencanaan dan cara-cara yang ini luas
pendekatan diimplementasikan, dan berakhir dengan output (apa yang muncul pada
tanah) dan hasil (pengukuran dampak perencanaan). Dengan mengikuti ini proses,
perencanaan dapat memiliki dasar untuk mengevaluasi apakah tujuanperencanaan pariwisata
telah terpenuhi.

SIFAT PERENCANAAN

Perencanaan merupakan kegiatan penting untuk mencapai tujuan pembangunan pariwisata.


SebagaimanaMurphy (1985) menunjukkan: Perencanaan berkaitan dengan mengantisipasi
dan mengatur perubahan sistem untuk mempromosikan pengembangan sehingga dapat
meningkatkan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan dari proses pengembangan. Untuk
melakukan hal ini, perencanaan menjadi rangkaian 'urutanoperasi, yang dirancang untuk
mengarahkan pada pencapaian baik tujuan tunggal atau umtuk keseimbangan antara
beberapa tujuan '(p.156).

Gunn (1979) adalah salah satu yang pertama kali mendefinisikan perencanaan pariwisata
sebagai alat untuk pengembangan daerah tujuan, dan untuk melihatnya sebagai sarana untuk
menilai kebutuhan yang diterima turis di daerah tujuan wisata. Menurut Gunn (1994) fokus
perencanaan
terutama untuk menghasilkan pendapatan dan lapangan kerja, dan menjamin konservasi
sumber dayadan kepuasan wisatawan.

Secara khusus, melalui perencanaan lebih kurangnya pengembangan daerah tujuan wisata
dapat menerima pedoman untuk pengembangan pariwisata lebih lanjut. Sementara itu,
bagi negara-negara yang sudah maju, perencanaan dapat digunakan sebagai alat "untuk
merevitalisasi sektor pariwisata dan mempertahankan kelangsungan hidup masa depan
"(WTO 1994, p.3). Dan yang terakhir , Spanoudis (1982) mengusulkan bahwa: Perencanaan
pariwisata harus selalu dilanjutkan dalam kerangka rencana keseluruhan untukpengembangan
sumber daya suatu daerah; dan kondisi lokal dan tuntutan harus terpenuhi sebelum
pertimbangan lain terpenuhi (p.314).

Setiap proses pembangunan dimulai dengan pengakuan diketahui oleh pemerintah lokal /
pusat, melalui konsultasi dengan sektor swasta dan publik, pariwisata yang merupakan
pilihan pengembangan untuk diperluas dengan cara yang direncanakan. Dalam kesuksesan
mendesain rencana pengembangan, diperlukan pemahaman yang jelas tentang tujuan
pembangunan yang ingin dicapai di tingkat nasional, regionalatau tingkat lokal. Menurut
Sharpley dan Sharpley (1997), tujuan tersebut adalah:Sebuah pernyataan dari hasil yang
diinginkan dari pengembangan pariwisata didaerah tujuan wisata dan termasuk berbagai
tujuan, seperti penciptaan lapangan kerja, diversifikasi ekonomi,dukungan pelayanan publik,
konservasi atau pembangunan kembali bangunan tradisional dan ketetapan kesempatan
rekreasi bagi wisatawan.

Sifat tujuan tersebut tergantung pada preferensi nasional, regional dan lokaldidasarkan pada
lingkungan negara yaitu politik, sosial budaya, lingkungan dan nilai-nilai ekonomi, serta
tahap pengembangan. Tujuan pembangunan adalah:

politik,
sosial budaya, dorongan kegiatan yang berpotensi untuk kemajuan nilai-nilai sosial dan
budaya dan sumber daya dari daerah dan nyatradisi dan gaya hidup;
lingkungan, misalnya pengendalian pencemaran; dan
ekonomi, seperti meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan riil.
Mereka harus memperhitungkan dan mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan
masyarakat lokal untuk mempertahankan nya dengan memperoleh dukungan.Sayangnya,
sasaran sering bertentangan satu sama lain dan tidak bisa semuarealistis dicapai (WTO,
1994). Sebagai contoh, jika dua tujuan utama pemerintah ingin mencapai distribusi kegiatan
pariwisata dan peningkatan pariwisatapengeluaran wisatawan, tujuan ini bertentangan, karena
untuk meningkatkan pariwisatapengeluaran, wisatawan harus tertarik ke ibukota atau kota-
kota terbesar dinegara, di mana lebih banyak alternatif untuk berbelanja , dan hiburan Oleh
karena itu, Haywood (1988) mengusulkan bahwa pilihan sasaran akan harus terbatas pada
orang-orang aspirasi orang-orang dimana industri mampu memenuhi atau melayani.

PENDEKATAN PERENCANAAN

Bagian ini akan menyajikan pendekatan utama untuk perencanaan pariwisata.


tradisi utama perencanaan pariwisata, atau Hall (2000) diperdebatkan sebagai bentuk non-
perencanaan, adalah 'Boosterism'. Menurut 'boosterism', pariwisata bermanfaat untuk daerah
dan penduduknya; lingkungan dipromosikan sebagai aset untuk merangsang minat pasar dan
meningkatkan manfaat ekonomi dan hambatan pembangunan dikurangi (Getz, 1987; Hall,
1991; Dredge, 1999). Page (1995) mengatakan "warga setempat tidak termasuk dalam proses
perencanaan dan tidak diberikan pertimbangan yang memadai untuk daya dukung daerah
"(p.177). Sebagai hasilnya, pendekatan ini tidak memberikan solusi yang berkelanjutan untuk
pembangunan dan dilakukan hanya oleh "politisi yang filosofis atau pragmatis percaya bahwa
pertumbuhan ekonomi selalu untuk dipromosikan, dan orang lain yang akan mendapatkan
keuntungan finansial oleh pariwisata bukan masyarakat lokal"(Getz 1987, hal.10).

Pertumbuhan pariwisata membawa banyak masalah untuk masyarakat setempat, yaitu


kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, suprastruktur, dan kemerosotan sosial-budaya.
Sebagian besar masalah ini dapat dikaitkan dengan kebijakan pariwisata yang tidak
mendukung dan perencanaan yang tidak memadai (Edgell, 1990), dan meskipun beberapa
daerah tujuan memiliki manfaat dari pengembangan pariwisata, tanpa perencanaan ', akan ada
akibat buruk dari tidak berjalannya perencanaan (Mill dan Morrison, 1985).
Meskipun sebagian besar negara telah menyiapkan rencana pengembangan pariwisata,
banyak dari rencana ini tidak dilaksanakan, dan lain-lain hanya "sebagian atau
diimplementasikan secara parsial "(Baud-Bovy, 1982, p.308). Hal ini mungkin karena
'Perencanaan konvensional' seperti yang didefinisikan oleh Gunn (1988), bahwa " terlalu
sering berorientasi hanya untuk rencana, terlalu samar dan tanpa panduan, reaktif, sporadis,
keluar dari anggaran dan keluar dari data yang ada"(p.24).

Daripada perencanaan konvensional, Gunn (1994) mengusulkan perencanaan interaktif,


Bramwell dan Sharman (1999) menyarankan perencanaan kolaboratif dan Timothy
(1998; 1999) merekomendasikan perencanaan kooperatif dan partisipatif, semua mengarah
pada pendapat yang sama, memperhatikan pendapat masyarakat setempat dan
keajegan dalam proses perencanaan. Alasan untuk ini adalah bahwa:
Keputusan yang lebih baik dapat dicapai dengan cara proses partisipatif, meskipun
jauh lebih sulit. tidak berarti bahwa konsep peneliti itu dan
oleh perencana profesional ditinggalkan. Sebaliknya, berarti bahwa semakin banyak , peserta
perencana , orang yang memiliki pengalaman, pendapat . Keputusan akhir jauh lebih baik
yang dilaksanakan jika masyarakat telah terlibat (Gunn, 1994, P.20).
Hasilnya, perencanaan berinteraktif usulan dari top-down, bersama-sama dengan masukan
bottom-up untuk pelaksanaan yang lebih baik dari rencana. Di sisi lain, Braddon (1982)
mengusulkan bahwa perencanaan pariwisata harus "berorientasi pasar, memberikan hak
produk untuk konsumen - yaitu turis "(p.246). Inskeep (1991) menyatakan:
pendekatan -pasar yang menyediakan atraksi, fasilitas, dan penyediaan sesuai permintaan
pasar dapat mengakibatkan degradasi lingkungan dan hilangnya integritas sosial budaya dari
daerah wisata, meskipun dalam jangka pendek membawa manfaat ekonomi (p.30).
Oleh karena itu, ia mengusulkan bahwa untuk menghindari situasi ini ' pendekatan melalui
produk 'lebih berlaku. Menurut Inskeep (1991) pendekatan melalui produk menyiratkan:
hanya jenis-jenis atraksi, fasilitas, dan layanan yang di daerah tujuan yang bisa diterapkan
dengan baik dengan diintegrasikan dengan dampak minimal ke dalam pola pembangunan
daerah dan masyarakat, dan pemasaran dilakukan hanya untuk menarik wisatawan dan
mereka akan mendapatkan produk seperti apa yang ada di daerah tujuan wisata (p.30).

Mill (1990) dan Gunn (1994) setuju dengan Inskeep (1991) bahwa hanya dengan
perencanaan yang terpadu dapat meyakinkan masyarakat bahwa hasil pembangunan akan
sesuai. Oleh karena itu, Baud-Bovy (1982) menyatakan:Rencana pengembangan pariwisata
harus diintegrasikan dalam sosial ekonomidan kebijakan politik negara, dalam lingkungan
alam dan buatan manusia, dalamtradisi sosial budaya, ke berbagai sektor terkait ekonomi dan
skema keuangan, dan pada pasar pariwisata internasional (p.308). Perencana pariwisata harus
belajar dari kesalahan yang dibuat di tempat lain dan menyadari bahwaproses perencanaan
tidak statis tetapi proses yang berkesinambungan yang memiliki kemampuan dalam
perubahan (de Kadt, 1979; Baud-Bovy,1982; Gunn, 1994; Hall, 2000). Oleh karena itu,
perencanaan pariwisata harus fleksibel dan beradaptasi; untuk mengatasi dengan cepat
perubahan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh masyarakat (atach-Rosch, 1984; Choy,
1991)

Namun demikian, banyak pembuat keputusan dan pengembang memiliki jarak dari daerah
tujuan dalam pengembangan yang berarti mereka mungkin tidak menyadari, atau
tidak peduli dengan harga yang harus dibayar dari pengembangan pariwisata (Butler,
1993b). Gunn (1988) menyatakan, perencanaan adalah gambaran dan "memerlukan
beberapa perkiraan
persepsi masa depan. Tidak adanya perencanaan atau perencanaan untuk jarak pendek yang
tidak
mengantisipasi masa depan dapat mengakibatkan kerusakan serius dan inefisiensi "
(Hal.15). Oleh karena itu, Wilkinson (1997b) mengusulkan bahwa pemikiran strategis harus
dimasukkan ke dalam perencanaan. Pemikiran strategis didefinisikan sebagai:
Sebuah proses yang terus-menerus dari informasi eksternal dan internal dan menyesuaikan
diri dalam perubahan situasi. Manajer harus dapat melihat ke masa depan dan
mengidentifikasi perubahan yang membawa: perubahan pasar, perubahan produk, perubahan
teknologi, atau perubahan dalam lingkungan peraturan atau keuangan Perencanaan
merupakan pernyataan bagaimana menghadapi kondisi yang berubah. Perencanaan
merupakan evolusi yang berkelanjutan sebagai mana manajer berusaha untuk mencapai
kompetitif strategis
keuntungan dalam lingkungan yang berubah (Porter, 1985, hal.467).

Berikutnya, perencanaan pariwisata dapat berlangsung "di berbagai tingkatan mulai dari
makro nasional dan regional dan kearah tingkat perencanaan lokal mikro "(WTO,
1993, hal.39). Pearce (1995b) mengusulkan, rencana disiapkan di satu tingkat harus
berfokus hampir secara eksklusif pada tingkat itu, meskipun harus dipastikan bahwa mereka
cocok dengan konteks tingkat lainnya, karena perencanaan pada satu tingkat dapat
dipengaruhi oleh perencanaan di tingkat lain. Sebagai contoh, beberapa negara, seperti
Perancis dan Spanyol sangat bergantung pada rencana pariwisata regional untuk melengkapi
yang nasional.Singkatnya, evolusi perencanaan pengembangan pariwisata dapat dipecah
menjadi lima tahap (Tosun dan Jenkins, 1998, hal.103):

1. Era pengembangan pariwisata tanpa Perencanaan: dalam perencanaan pariwisata tahap ini
adalah perencanaan merupakan hal yang tidak biasa tidak populer dan ide yang tidak
diinginkan', dan oleh karena itu pariwisata muncul sebagai suatu kegiatan yang tidak
direncanakan.

2. Bagian dari permulaan tahap perencanaan pariwisata: tahap ini


ditandai dengan pembangunan infrastruktur dasar, seperti hotel, restoran, transportasi dll
3. Tahap pertengahan perencanaan pariwisata: pada tahap ini perencanaan
diarahkan pada penciptaan fasilitas yang memenuhi permintaan pasar pariwisata, dan masih
mengabaikan dampaknya.
4. Pasar atau tahap perencanaan pengembangan pariwisata yang berorientasi pada permintaan: pada
tahap ini, perencanaan pariwisata difokuskan terutama pada seberapa besar jumlah wisatawan dan
bagaimana
memuaskan mereka.

5. tahap pendekatan perencanaan kontemporer atau saat ini : setelah jumlah


kedatangan wisatawan dan pendekatan perencanaan pengembangan pariwisata 'yang ceroboh',
masalah sosial budaya dan ekonomi lingkungan menarik perhatian pengembang dan para perencana.

IMPLEMENTASI PERENCANAAN

Ada bagian kecil literatur perencanaan pariwisata berkonsentrasi pada pelaksanaan


perencanaan dengan pendekatan melalui penggunaan alat dan teknik yang tepat dalam
proses perencanaan. Teknik-teknik ini:

1. Sistem Pendekatan Perencanaan Pariwisata

Sebuah sistem pendekatan perencanaan pariwisata untuk pemahaman yang lebih baik tentang
hubungan dalam pariwisata, maka perlu memisahkan komponen dari sistem pariwisata, untuk
mengurangi kompleksitas dan untuk mengidentifikasi hubungan dari komponen sebelum
merangkum mereka kembali bersama-sama (Pearce, 1989, p.280; Liu, 1994). Menurut Tosun
dan Jenkins(1998), pendekatan ini memiliki "keuntungan dari mengambil pandangan yang
lebih luas bukannya samar dan terisolasi "(p.104). Akibatnya, pendekatan sistematis untuk
pariwisata perencanaan telah diadopsi oleh berbagai peneliti (misalnya Mill dan Morrison,
1985;Gunn, 1988; Pearce, 1989; Inskeep, 1991; Harssel, 1994; Page, 1995; WTO,1998).

Di antara para peneliti yang telah mengadopsi pendekatan sistem, Mill dan Morrison
(1985) mempertimbangkan empat komponen dari sistem pariwisata, yaitu pasar, wisata,
daerah tujuan dan pemasaran, sementara Leiper (1990) mengidentifikasi: wisatawan,
unsur geografis dan industri pariwisata. Harssel (1994) memandang
sistem pariwisata sebagai campuran permintaan dan penawaran komponen dan Laws (1991,
hal.7) mengidentifikasi sistem pariwisata sbb:

Input (misalnya penyediaan fasilitas pariwisata dan permintaan pariwisata);


Keluaran (misalnya kepuasan pariwisata); dan
Kondisi sistem
Faktor eksternal ( misalnya pilihan turis ', lingkungan politik dan ekonomi).
Liu (1994, p.21) mengidentifikasi tiga lingkungan dari sistem pariwisata
(Gambar 3.2):
Gambar 3.2: Tiga lingkungan dari sistem pariwisata

Tiga elemen lingkungan dalam sistem pariwisata

1. Lingkungan internal meliputi kebijakan, perencanaan, pemasaran, organisasi,


keuangan, dan manusia .
2. Lingkungan operasional didalamnya termasuk wisatawan (domestik dan asing),
pemasok (modal, tenaga kerja, area, teknologi, bahan, listrik dll),pesaing dari
industri lain dan pesaing dari daerah tujuan lainnya.
3. Lingkungan makro. dalam perencanaan dengan 'banyak sisi fenomena i' (Tosun
dan Jenkins, 1998), pendekatan sistem mendukung bahwa perencanaan pariwisata
yang sukses adalah penting dengan menggabungkan variabel sosial-budaya,
ekonomi, politik,
teknologi dan geografis.Singkatnya, sebagai komponen dari sistem pariwisata yang
saling terkait, pembangunan pariwisatasuatu negara atau wilayah harus merupakan
pembangunan secara keseluruhan. "Tiap komponen menunjukkan tingkat
kemandirian yang tinggi. Perilaku pembangunan keseluruhan sistem adalahsesuatu
yang sangat jauh lebih berarti daripada pembangunan perbagian "(Wilson, 1981,
p.3).

1. Pasar /Opsi Strategi produk

Kenyataan di lapangan dalam praktek perencanaan menyajikan teknik dan alat perencanaan
yang populer untuk memenuhi unsur pengembangan, opsi menggunakan Pasar / Strategi
produk pilihan . Dari peninjauan pasar / produk pilihan strategis jelas bahwa empat penulis
(Ansoff, 1965; Henderson, 1979; Porter, 1980;Gilbert, 1990) berbagi motivasi yang sama
dengan mengusulkan alternatif tentang bagaimana suatu perusahaan atau daerah tujuan dapat
mencapai kepemimpinan di pasar melalui pencapaian kompetitif.

Untuk pencapaian ini, para pelaku strategi menyarankan jenisperbedaan / kepemimpinan.


Ansoff (1965) memandang perbedaan sebagai produk baru untukpasar baru dan Henderson
(1979) menunjukkan diferensiasi melalui produk denganpangsa pasar yang tinggi dalam
pertumbuhan pasar yang cepat ( star produk) . Gilbert (1990)mengusulkan langkah dari
posisi komoditas ke posisi area status,melalui pengembangan manfaat produk pariwisata dan
Porter (1980) memandang dari tiga sudut: berbiaya rendah, diferensiasi dan / atau strategi
fokus.

HASIL PERENCANAAN PARIWISATA

Dari pelaksanaan pendekatan yang dibahas di atas berikut timbul output perencanaan.

1. Kemitraan dalam perencanaan pariwisata

Dalam industri pariwisata, ada contoh tentang pengaturan kemitraan yangsangat efektif untuk
keberhasilan perencanaan dan pengembangan pariwisata. Karenas ektor publik berkaitan
dengan penyediaan jasa, menyelesaikan penggunaan lahan konflik dan perumusan serta
pelaksanaan kebijakan pembangunan, sedangkan sektor swasta terutama berkaitan dengan
keuntungan, kemitraan antara sektor swasta dan publik tentang berbagai isu bisa
mendapatkan keuntungan bagi daerah tujuan (Sharpley dan Sharpley, 1997). Timothy (1998)
menyoroti: Kerjasama antara swasta dan sektor publik sangat penting ... jenis simbiosis
hubungan antara dua sektor ada di sebagian besar tujuan (karena) sektor publik tergantung
pada investor swasta untuk menyediakan layanan dan untuk membiayai, setidaknya sebagian,
pembangunan fasilitas pariwisata. Sebaliknya, tanpa kerjasama, pariwisata program
pembangunan dapat terhenti, karena investor swasta mengharuskan persetujuan pemerintah,
dan dukungan untuk, sebagian besar proyek (hal.56).

2. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pariwisata

Keterlibatan masyarakat dalam pariwisata dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu: 1)
dalam manfaat pengembangan pariwisata dan 2) dalam proses pengambilan keputusan
(McIntosh dan Goeldner, 1986; Timothy, 1999; Tosun, 2000).
Untuk masyarakat untuk menerima manfaat dari pengembangan pariwisata "mereka
harus diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi, dan memperoleh keuntungan
finansial dari pariwisata "(Timotius,1999, hal.375).

Namun, manfaat dari pariwisata sering terkonsentrasi di tangan sejumlah orang yang
memiliki modal untuk berinvestasi di bidang pariwisata di banding segmen lain dari
masyarakat (misalnya kelas bawah, tidak berpendidikan danorang miskin). Oleh karena
itu, Vivian (1992) menemukan banyak masyarakat tradisional tertindas karena mereka
sering mengeluarkan sejumlah besar orang-orang dari pengembangan dan proses
perencanaan. Akibatnya, Brohman (1996, 59) mengusulkan manfaat dan biaya pariwisata
harus didistribusikan lebih merata dalam masyarakat setempat, memungkinkan proporsi
yang lebih besar dari penduduk setempat untuk mendapatkan keuntungan dari pariwisata
bukan hanya menanggung beban biaya.

Pearce et al. (1996) telah melihat aspek dari partisipasi masyarakat melibatkan individu
dalam masyarakat pariwisata berorientasi pada pengambilan keputusan dan proses
implementasi berkaitan dengan manifestasi utama dari kegiatan politik dan sosial
ekonomi(p.181). Potter et al. (1999, p.177) merujuk pada istilah pemberdayaan sebagai
"sesuatu yang lebih dari keterlibatan "dan Craig dan Mayo (1995) menunjukkan bahwa
melalui pemberdayaan masyarakat 'termiskin dari yang miskin' dapat diikutsertakan
dalam pengambilan keputusan.

Menurut Potter (1999):Pemberdayaan memerlukan kekuatan pada masyarakat lokal


melalui peningkatan kesadaran, pendidikan dan promosi pemahaman dalam masyarakat
dari pencabutan hak lokal dan tindakan apa saja yang dapat mereka ambil.

Shepherd dan Bowler (1997, p.725) dalam ulasan literatur dan mengidentifikasi empat
proposisi utama untuk partisipasi publik:

1. partisipasi publik yang tepat, perilaku wajar pemerintahan yang demokratis public dalam
pengambilan keputusan-;

2. partisipasi publik sebagai cara untuk memastikan bahwa proyek memenuhi kebutuhan
warga dancocok untuk masyarakat yang terkena dampak;

3. Perkembangan membawa keabsahan, dan mengurangi permusuhan, jika berbagai pihak


dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan; dan

4. keputusan 'lebih baik' ketika pengetahuan para ahli diketahui oleh publik.

Melalui partisipasi, masyarakat dapat membentuk kehidupan mereka sendiri dan keadaan
lingkungan dimana mereka ingin hidup dan bagaimana menjualnya (Timotius, 1998).
Masyarakat adalahtujuan kebanyakan wisatawan, dan karena itu "pengembangan industri
pariwisata danmanajemen harus efektif dalam masyarakat "(Blank, 1989hal.4). Menurut Hall
(2000) partisipasi masyarakat dalam perencanaan pariwisata adalah "bentuk bottom-up
perencanaan yang mengutamakan pembangunan di masyarakat daripada pengembangan
masyarakat "(hal.31).Karena setiap kelompok orang memiliki kebutuhan yang berbeda dan
menerima biaya yang berbeda danmanfaat dari pengembangan pariwisata, mereka dapat
memiliki pandangan yang berbeda terhadappengembangan komunitas mereka (WTO, 1993).

Dengan demikian, hal itu mungkin melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan.
Ketika masyarakat tidak memiliki masukan ke dalam proses mereka mungkin merasa bahwa
mereka kehilangan kontrol, karena mereka mungkin lebih memilih untuk mengeksploitasi
sumber daya mereka dengan cara yang akanmelindungi lingkungan dan budaya (Belanda dan
Crotts, 1992; Thomlison danGetz, 1996). Tidak diragukan lagi, input 'bottom-up' bersama
dengan 'top-down' adalah "Cara terbaik untuk menghindari konfrontasi dan mencapai
pembangunan yang harmonis "(Pigram,1990, hal.7). Hanya melalui suatu kerjasama,
masyarakat, pemerintah daerahdan non-lembaga, maka pengembangan pariwisata yang
seimbang dapat tercapai.
Smith (1984) mengidentifikasi empat prasyarat untuk perencanaan partisipasi: kesempatan
dan hak hukum, akses terhadap informasi, penyediaan sumber daya bagi masyarakat untuk
terlibat, dan masyarakat lokal (keterlibatan luas masyarakat bukan karenaselektif). Selain itu,
Painter (1992) mengidentifikasi tiga bentuk utama dari masyarakat Partisipasi:
1. Pertukaran informasi. Hasil dari proses ini ditentukan oleh
informasi yang tersedia, misalnya melalui survei pada pendapat masyarakat, masyarakat
audiensi dan representasi media
.
2. Negosiasi melalui tatap muka dan diskusi publik antarasejumlah kecil individu dan publik
yang berwenang.

3. Protes. Dalam hal ini, ada aksi langsung oposisi, alih alih bekerja sama dalam
bentuk partisipasi, tetapi melakukan hal-hal seperti demonstrasi, pemogokan dan blocking
lalu lintas.

Murphy (1985) adalah orang pertama yang mengaitkan pariwisata dengan ekosistem
(Gambar 3.3), di mana dalam"Daerah tujuan, pengunjung berinteraksi dengan kehidupan
lokal (host, layanan) dan lingkungan hidup (landscape, sinar matahari) merupakan bagian
yang dialami wisatawan (mengkonsumsi) sebagai produk pariwisata "(p.167). Hanya ketika
semua interaksi menghasilkan 'keadaan setimbang', maka 'keseimbangan lingkungan' dapat
dicapai (Murphy, 1985, p.167).
Murphy (1985) dengan modelnya memperhatikan pendapat dari populasi lokal dan
menunjukkan ketika " pariwisata melibatkan keseluruhan masyarakat, termasuk
penduduknya, perlu mempertimbangkan dan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan
manajemen keputusan "(Murphy, 1988b,hal.133). Bersamaan dengan itu, ia mengidentifikasi
batas daya dukung suatu masyarakat dalam proses perencanaan. Haywood (1988) mengamati
bahwa "pariwisata dan wisatawan adalah konsumen dan pengguna sumber daya masyarakat,
(karena) masyarakat adalah komoditas. Kealamian masyarakat, cara hidupnya, institusinya,
danbudaya yang dibeli dan dijual. Bahkan beberapa komunitas yang sengaja direncanakan
dan dibangun untuk konsumsi turis "(hal.105).
BAB X
PERENCANAAN PARIWISATA II

Pariwisata menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat secara ideologi, politik,


ekonomi, sosial budaya , pertahanan dan keamanan. Dampak pariwisata yang banyak
mendapat ulasan adalah dampak terhadap ekonomi. Soasial budaya dan lingkungan
Damapk parwisata terjadi akibat interaksi wisatawan dengan destinasiwisata. Elemen statik
terjadi ketika wisatawan di destinasi wisata melakukan hal yang tidak terlepas dari yang
tersebut di bawah ini:

a. Lama Tinggal di Destinasi Wisata

Semakin lama wisataan berkunjung ke sebuah destinasi, semakin banyak pengaruh yang
diberikan oleh wisatawn pada destinasi tersebut, baik pengaruh baik ataupun pengaruh buruk.

b. Jenis Aktifitas Wisatawan

Wisatawan dapat melakukan beragam aktifitas wisata mulai dari kegiatan bertema alam
hingga kegiatan bertema budaya. Seluruh variasi kegiatan tersebut harus diarahkana agar
dapat memberikan manfaat bagi wisatawan dan juga kepada destinasi

c. Tingkat Penggunaan
Jumlah wisatawn dan kontribusinya dalam menggunakan ruang dan waktu menimbulkan
desitas atau kepadatan pengunjung di destinasi wisata. Semakin banyak pengunjung, semakin
padat suatu wahana wisata maka semakin besar pula tekanan kepada area tersebut akibatnya
semakin besar pula dampaknya

d. Tingkat kepuasan Wisatawan


Jika wisatawan meras puas atas perjalanan wisata , kemungkinan besar ia akan kembali
ketempat yang sama untuk mengulangi perjalanan wisata, bahkan merekomendasikan kepada
orang lain. Maka secara tidak langsung kepuasan wisatawan akan menyebabkan kenaikan
jumlah kunjungan dan memungkinkan membrikan dampak yang lebih pada destinasi wisata
d. Karakteristik sosio ekonomi
Ciri demografi masyarakat seprti usia jenis kelamian pekerjaaan pendapatan, ukuran
keluaran, tradisi , kebiasaan dan ciri-ciri lain mempengaruhi aktifitas wisatwan di destinasi
wisata sehingga memberikan dampak pada destinasi wisata

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP EKONOMI

Pariwisata disambut sebagai industri yang membawa aliran devisa, lapangan pekerjaan dan
cara hidup modern. Indistri pariwisata memberi keunikan tersendiri dibanding dengan sektor
ekonomi lain karena empat faktor tsb di bawah ini:

Pertama, pariwisat aadalah industri ekspor fana. Segala transaksi yang terjadi di industri
pariwisata berupa pengalaman yang dapat diceritakan kepada orang lain, tetapi tidak dapat di
bawa pulang sebagai cendera mata.
Kedua, setiap kali wisatawan mengunjungi destinasi, ia selalu membutuhkan baeang dan jasa
tambahan, seperti transportasi dan kebutuhan air bresih. Barang dan jasa tambahan harus
diciptakan dan dikembangkan untuk memnuhi kebutuhan wisatawan.
Ketiga, pariwisata sebagai produk yang terpisah-pisah (fragmentes) , tetapi terintegrasi dan
langsung memnpengaruhi sektor ekonomi lain. Seperti yang tercantum dalam UU nO. 10
Tahun 2009.

Keempat, pariwisata merupakan sektor yang sangat tidak stabil> sifat kepariwisataan ang
dinamis dan musiman membuat industri ini mengalami fluktuasi yang sangat tinggi. Industri
pariwisata sangat rentan terhadap banyak hal seperti politik, sosial budaya dan pertahanan
keamanan.
Dampak pariwisata terhadap perekonomian bisa bersifat positif dan negatif. Secara umum
dampak tersebut dapat dikelompokkan ( Cohen, 1984) dalam ismayanti, sbb
1. Dampak terhadap penerimaan devisa
2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat
3. Dampak terhadap peluang kerja
4. Dampak terhadap harga dan tarif
5. Dampak terhadap distribusi manfaat dan keuntungan
6. Dampak terhadap kepemilikan da pengendalian
7. Dampak terhadap pembangunan
8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah
Keunikan industri pariwisata terhadap perekonomian berupa dampak ganda ( multiplier
effect) dari pariwisata terhadap ekonomi. Pariwisata memnerikan pengaruh tidak hanya
terhadap sektor ekonomi yang langsung terkait dengan industri pariwisata tetapi juga
industri yang tidak langsung yang terkait dengan industri pariwisata

DAMPAK GANDA PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN

Pariwisata memberikan keuntungan sebagai dampak positif yang juga memberikan kerugian
sebagai dampak negatif. Seperti yang tampak pada tabel di bawah ini:

Keuntungan Kerugian

1. Kontribusi pariwisata dalam devisa pada 1. Bahaya ketergantungan terhadap industri


neraca penerimaan negara pariwisata
2. Menghasilkan pendapatan bagi 2. Peningkatan inflasi dan nilai lahan
masyarakat 3. Peningkatan frekuensi impor
3. Menghasilkan lapangan kerja 4. Produksi musiman
4. Meningkatkan stuktur ekonomi 5. Pengembalian modal lambat
5. Membuka peluang investasi 6. Mendorong timbulnya biaya eksternal lain
6. Mendorong aktivitas wirausaha
DAMPAK PARIWISATA TERHADAP SOSIAL BUDAYA

Pariwisata merupakan kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat
sehingga memberikan pengaruh terhadaop masyarakat setempat. Bahkan pariwisata
dikatakan mempunyai energi pendobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat
setempat mengalami perubahan, baik kearah perbaikan maupun kearah penurunan dalam
berbagai aspek. Pariwisata merupakan fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia,
masyarakat, kelompok organisasi dan kebudayaan.

Namun demikian, pada awal-awal penelitiannya (Mathieson, 1994) menilai dampak sosial
dan lingkungan dari pengembangan pariwisata, menyatakan bahwa dampak pariwisata
muncul dalam bentuk perubahan perilaku manusia akibat interaksi di dalam masyarakat
antara wisatawan dengan penduduk lokal dan pemerintahan setempat. Dengan demikian
dipastikan bahwa interaksi tersebut akan berdampak terhadap perubahan setiap elemen
pariwisata baik perubahan ke arah positif maupun ke arah negatif.
Analisis dampak sosial berfokus perubahan yang terjadi di dalam masyarakat sepert: (1)
perubahan dalam sistem sosial, (2) nilai-nilai individu dan kolektif, (3) perilaku hubungan
sosial (4) gaya hidup dan ekspresi mode serta (5) struktur masyarakat.

Dampak Sosial-Budaya Pariwisata

Positive Negative

Dampak terhadap populasi


Peningkatan populasi
(imigrasi, tidak ada emigrasi)
Imigrasi tenaga kerja musiman
(positif dalam kasus kurangnya tenaga kerja - negatif dalam kasus pengangguran)
Kehadiran pemilik rumah kedua (pemilik villa-rumah peristirahatan di destinasi)
(positif jika terlibat dalam kehidupan masyarakat - negatif jika tidak terlibat)
Perubahan distribusi penduduk masyarkat (berdasarkan usia, gender, ras dan etnik)
Urbanisasi penduduk
Perubahan pasar kerja
Meningkatnya kesempatan kerja Banyak pekerjaan musiman
Banyaknya jenis pekerjaan baru di pariwisata Banyak pekerjaan unskilled
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
berkurangnya tenaga kerja di sektor tradisional
bahasa
Diversifikasi kegiatan ekonomi Meningkatnya disparitas pendapatan masyarakat
Stimulasi bagi pengembangan daerah tertinggal
Perubahan struktur, karakteristik masyarakat
Meningkatnya jumlah pendatang baru
Pendapatan dari pariwisata (temporary residents) yang biasanya tidak
komitmen
Tumbuhnya sektor jasa, yang penting dalam Potensi konflik dengan pemilik rumah
kegiatan ekonomi (pendatang)
Stimulasi kehidupan sosial budaya, Kesulitan dalam memperoleh perumahan
Peningkatan nilai tanah Kenaikan harga properti
Pembangunan infrastruktur Kenaikan harga, inflasi
Kesempatan yang lebih luas untuk pembelanjaan Kehilangan identitas budaya
Peningkatan citra destinasi Transformasi sistem nilai
Meningkatnya kebanggaan warga terhadap Konflik agama (dengan pemilik rumah kedua,
wilayahnya (ekosistem) dan wisatawan)
Menurunnya prasangka buruk terhadap
Ketergantungan pada pariwisata,
pengunjung, hilangnya stereotip, dan
kemacetan dan masalah lalu lintas lainnya
meningkatnya toleransi
Transformasi stratifikasi sosial, (pemilik sumber daya wisata meningkat, pemilik sumber daya
tradisional turun)
Dampak pada Individual dan Keluarga
Meningkatnya mobilitas sosial (khususnya Terganggunya jaringan sosial kemasyarkatan
perempuan dan orang muda) penduduk lokal
Meningkatnya peluang berwisata Adanya perubahan ritme kehidupan
Bertambahnya interaksi sosial karena banyak
Hilangnya/berkurangnya pertemanan penting
bertemu orang
Peningkatan persepsi terhadap bahaya
Meningkatnya kualitas hidup
(karena meningkatnya kriminalitas)
Keterampilan berbahasa Xenofobia (rasa takut bertemu orang asing)
Pendapatan dari pariwisata Komersialisasi hospitaliti (keramah-tamahan)
Peningkatan sikap terhadap pekerjaan, kesantunan Perilaku menyimpang (alkoholisme, prostitusi,
dan tatakrama perjudian, penyalahgunaan narkoba, vandalisme)
Tekanan terhadap bahasa lokal
Peningkatan kebebasan seksual
Transformasi struktur keluarga, trasformasi kebiasaan mengkonsumsi barang dan jasa, perubahan
kondisi perumahan dan rumah tangga, tranformasi perilaku dan kebiasaan

Dampak pada Budaya dan Sumber Daya Alam

Perlindungan sumber daya yang unik/langka serta


Penghilangan kebiasaan, tradisi
keindahan alam
Bangkitnya seni-budaya lokal dan kerajinan, event Komersialisasi budaya
budaya
Kebangkitan tradisi arsitektur lokal Membuang sampah sembarangan, polusi

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP LINGKUNGAN FISIK

Industri pariwisata memiliki hubungan erat dan kuat dengan lingkungan fisik. Lingkungan
alam merupakan merupakan aset pariwisata dan mendapatkan dampak karena sifat
lingkungan fisik tersebut rapuh (fragile) dan tak terpisahkan (inseparability). Bersifat rapuh
karena lingkungan alam merupakan ciptaan Tuhan yang jika dirusak belum tentu akan
tumbuh atau kembali seperti sediakala. Bersifat tidak terpisahkan karena manusia harus
mendatangi lingkungan alam untuk dapat menikmatinya.

Lingkungan fisik adalah daya tarik utama kegiatan wisata. Linkungan fisik meliputi
lingkungan alam ( flora dan fauna, bentangan alam, dan gejala alam) dan lingkungan buatan (
situs kebudayaan, wilayah perkotaan, wilayah pedesaan dan peninggalan sejarah ).

Pa riwisata dan lingkungan alam idealnya mempunyai hubungan yang bermanfaat.


Wisatawan menikmati keindahan alam dan pendapatan yang dibayarkan wisatawan
digunakan untuk melindungi dan memelihara alam guna keberlangsungan pariwisata.
Hubungan lingkungan dan pariwisata tidak selamanya simbiosa yang mendukung dan
menguntungkan sehingga upaya konservasi, apresiasi dan pendidikan dilakukan agar
hubungan keduanya berkelanjutan, tetapi kenyatannya hubungan yang ada antara keduanya
justru menimbulkan konflik. Pariwisata lebih sering mengekslpoitasi lingkungan alam.
Ketidakselarasan lingkungan fisik dan pariwisata terjadi karena adanya hal berikut di bawah
ini:
1. Sifat dari pariwisata
Sifat tidak dapat dipisah menjadi faktor penting yang menimbulkan manfaat dan
beban pariwisata terhadap lingkungan fisik
2. Sifat dari daerah tujuan wisata lingkungan alam
Konsentrasi ruang untuk kegiatan pariwisata dapat menimbulkan tekanan pada
lingkungan alam karena sifat lingkungan alam yang rapuh.
3. Jenis aktifitas wisata
Beberapa aktifitas wisata mengeksploitasi lingkungan fisik secara berlebih yang
semata-mata dilakukan untuk mmenuhi kebutuhan wisatawan
4. Dimensi waktu
Secara teoritis, sifat musiman dari pariwisata memberikan manfaat bagi lingkungan
alam karena ketika musim sepi pengunjung lingkungan fisik dapat dipulihkan dari
tekanan kunjungan wisata. Kegiatan wisata sepanjang tahun justru akan memberikan
tekanan terhadap lingkungan alam yang berlebih dan berakibat pada kerusakan

Dampak Manfaat Beban


terhadap
Air 1. Program kebersihan dan 1. Polusi pembuangan limbah
penghematan air (polusi air)
2. Penggunaan alat transportasi 2. Sulit mendapatkan air bersih
air ramah lingkungan ( seperti 3. Gangguan kesehatan
perahu dayung) masyarakat
4. Kerusakan vegetasi air
5. Estetika perairan berkurang
6. Makanan laut menjadi
berbahaya akibat air beracun
Udara 1. Penggunaan kendaraan ramah 1. Polusi udara
lingkungan 2. Polusi suara
2. Penggunaan alat angkutan 3. Gangguan kesehatan
udara massal masyarakat
Pantai dan 1. Preservasi dan konservasi 1. Lingkungan tepian pantai
pulau pantai dan laut rusak
2. Kegiatan wisata ramah 2. Kerusakan karang laut
lingkungan 3. Hilangnya peruntukan lahan
pantai tradisional
4. Erosi pantai
Pegunungan 1. Reboisasi 1. Tanah longsor
dan area liar 2. Peremajaan pegunungan 2. Erosi tanah
3. Menipisnya vegetasi
lingkungan
4. Polusi visual
vegetasi 1. Upaya biodiversitas 1. pembalakan liar
2. Reboisasi 2. pembabatan pepohonan
3. Konservasi 3. bahaya kebakaran hutan
4. koleksi tanaman untuk
cinderamata
Kehidupan 1. Konservasi dan preservasi 1. Pemburuan hewan sebagai
Liar 2. Biodiversitas cendera mata
3. Pembiakan satwa 2. Pelecehan satwa liar untuk
4. Relokasi hewan ke habitat tadi fotografi
5. Pembuatan peraturan tentang 3. Eksploitasi hewan untuk
peraturan hewan pertunjukkan
4. Gangguan reproduksi hewan
5. Perubahan insting hewan
6. Migrasi hewan
Situs sejarah, 1. Konservasi dan preservasi 1. Kepadatan di daerah wisata
budaya dan 2. Renovasi 2. Alterasi fungsi status
keagamaan 3. Manajemen Pengunjung 3. Komersialisasi daerah wisata

Wilayah 1. Penataan kota atau desa 1. Tekanan terhadap lahan


perkotaan dan 2. Pemberdayaa masyarakat 2. Perubahan fungsi lahan
pedesaan 3. Manajemen pengunjung tempat tinggal menjadi lahan
komersil
3. Kemacetan lalu lintas
4. Polusi suara, polusi udara,
polusi estetika

MANAJEMEN PENGUNJUNG
Dampak negatif pariwisata terhadap ekonomi , sosial budaya dan lingkungan fisik dapat
diatasi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menjalankan mmanajemen pengunjung
yang dapat meminimalisasi dampak negatifdari kegiatan wisata. Konsep ini menggambarkan
suatu proses yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dan obyek wisata
sehingga dapat diartikan bahwa manajemen pengunjung merupakan suatu kegiatan untuk
mengelola pengunjung yang datang ke suatu obyek wisata sehingga memberikan manfaat.
Dalam manajemen pengunjung terdapat dua elemen dasar sbb:
1. Mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan persyaratan dari obyek wisata dan
pengunjung
2. Menjadi bagian penting dalam pengembangan dan pengelolaan suatu obyek wisata

Pada intinya, manajemen pengunjung merupakan peluang untuk mempenagruhi pergerakan


pengunjung memenuhi kebutuhan pengunjung, mendorong penyebaran kunjungan secara
merata dan meberikan pengalaman wisata yang terbaik. Penerapan manajemen pengunjung
hendaknya diseusiakan dengan kebutuhan obyek wista dan wisatawan.
BAB XI
PEMASARAN PARIWISATA

Pariwisata dapat dipandang secara abstrak yakni, sebagai suatu fenomena yang
menyangkut gerakan manusia dalam negerinya sendiri (pariwisata dalam negeri) atau
melintasi batas nasional(pariwisata internsional)(Salah Wahab, 1975). Sementara
McIntosh dan Goldner (1990) mendefinisikan pariwisata sebagai sejumlah fenomena dan
hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, pemasok bisnis, pemerintah, tuan rumah,
dan komunitas tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan dan
pengunjung lainnya. Selanjutnya dikatakan bahwa pariwisata merupakan campuran
kegiatan, jasa, dan industri yang menjadikan pengalaman perjalanan seperti transportasi,
akomodasi, perumahan, makanan dan minuman, toko, fasilitas kegiatan, dan pelayanan
jasa yang tersedia bagi perorangan maupun kelompok yang sedang dalam perjalanan di
luar tempat tinggalnya. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam aktivitas
pariwisata terdapat negara sumber wisatawan dan negara tujuan wisata.

Pariwisata sebagai suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen potensial dan aktual
perlu memiliki diferensiasi agar mampu bersaing dengan produk-produk yang ditawarkan
oleh para kompetitor. Kotler, et. al juga mengemukakan lima diferensiasi produk yaitu
diferensiasi atribut fisik, diferensiasi pelayanan, diferensiasi karyawan, diferensiasi
lokasi, dan diferensiasi citra

Daya Tarik Wisata Secara esensial, daya tarik wisata terdiri atau semua unsur yang
dimiliki suatu tempat yang menarik pengunjung yang memiliki kebebasan memilih untuk
pergi dari tempat tinggalnya. Unsur-unsur ini meliputi lansekap untuk dilihat, kegiatan
untuk diikuti, dan pengalaman untuk diingat. Namun kadang-kadang sulit untuk
membedakan antara daya tarik dan bukan daya tarik. Transportasi (misalnya kapal
pesiar), akomodasi (misalnya resort), dan jasa-jasa lainnya(misalnya restoran) dapat
menjadi bagian atribut daya tarik. Pada suatu ketika para wisatawan sendiri bahkan dapat
menjadi daya tarik (MacCannel, 1976). Lebih jauh MacCannel mengemukakan bahwa
suatu fenomena harus memiliki tiga komponen untuk dianggap sebagai suatu daya tarik :
wisatawan, suatu tempat untuk dilihat, dan suatu tanda atau citra (image) yang
menjadikan suatu tempat menjadi berarti.

Kriteria inilah yang sesungguhnya menjadikan sesuatu menjadi daya tarik wisata. Dengan
demikian, daya tarik dalam konteksnya yang lebih luas tidak hanya mencakup tempat-
tempat bersejarah, tempat-tempat hiburan yang secara umum dihubungkan dengan kata,
tetapi juga semua pelayanan dan fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan setiap hari.
Demikian juga lembaga-lembaga sosial yang membentuk dasar bagi eksistensi habitat
manusia. Hal-hal yang bukan hiburan yang berorientasi daya tarik dapat dianggap
menjadi daya tarik yang menyenangkan (Lew, 1986) unsur-unsur kondisional (Jansen-
Verheke, 1986), atau jasa-jasa dan akomodasi (Mcintosh and Bolednere, 1984).

Setiap daerah tujuan wisata mempunyai citra (image) tertentu yaitu mental maps
seseorang terhadap suatu destinasi yang mengandung keyakinan, kesan dan persepsi.
Menurut Lawson dan Band Bovy (1977) pada Mathison dan Wall(1982), citra adalah
suatu ekspresi tentang seluruh pengetahuan, kesan, prasangka, imaginasi dan pandangan
emosional yang dimiliki seseorang atau kelompok terhadap sesuatu objek atau tempat
tertentu. Sementara itu menurut pandangan Buck (1993) pariwisata adalah industri yang
berbasis citra,karena citra mampu membawa calon wisatawan ke dunia simbol dan
makna. Sedangkan menurut Gallarza, Saura, dan Garcia (2002) citra (image)lebih penting
daripada sumber-sumber daya yang berwujud (tangible), semuanya karena persepsilah
dan bukan realitas yang memotivasi konsumen untuk bertindak atau tidak.

Menurut Middleton (1988) terdapat lima komponen utama dalam total tourism product
yaitu daya tarik destinasi, fasilitas dan jasa destinasi dan harga yang dibayar konsumen.
Sedangkan daya tarik destinasi meliputi daya tarik alam, daya tarik yang dibangun, daya
tarik budaya dan daya tarik sosial. Fasilitas dan jasa destinasi meliputi sarana akomodasi,
restauran, bar dan kafe, transportasi di destinasi, aktivitas olah raga, retail outlets, dan
fasilitas serta jasa-jasa lainnya. Aksebilitas mencakup infrastuktur, peralatan, faktor-
faktor operasional, dan regulasi pemerintah.

Pemasaran DestinasiPariwisata

Destinasi adalah tempat yang memiliki beberapa bentuk batas aktual atau yang
dipersepsikan seperti batas fisik suatu pulau, batas-batas politis, atau bahkan batas-batas
yang diciptakan oleh pasar (Kotler, et.al., 1996)

Sedangkan pemasaran destinasi menurut Kotler et.al (2006)merupakan bagian integral


dalamkegiatan membangun dan memelihara popularitas suatu lokasi tertentu.
Dikemukakan pula bahwa para perencana pariwisata kerap kali hanya berfokus pada
pembangunan destinasi tanpa memberi perhatian pada pemeliharaan dan menjaga atribut-
atribut yang menarik pengunjung ke destinasi. Untuk menarik pengunjung ke suatu lokasi
terdapat dua jenis strategi utama yaitu event dan atraksi. Berbagai jenis eventdapat
dirancang dan diselenggarakan untuk memberi kontribusi bagi upaya pemasaran
destinasi. Agar suatu event dapat berjalan baik dan lancar memerlukan dukungan dari
seluruh pemangku kepentingan pariwisata baik pemerintah, pengusaha dan masyarakat.

Event yang menarik bagi suatu pasar yang diinginkan dan sesuai dengan budaya
masyarakat dapat memberikan hasil yang menguntungkan, terutama bila event tersebut
berlangsung secara reguler selama bertahun-tahun. Event yang hanya bisa terjadi satu kali
atau yang memerlukan investasi modal besar bagi suatu masyarakat tidak memberikan
keuntungan ekonomis yang memadai.Inskeep (1991) mengemukakan bahwa pendekatan
perencanaan pemasaran merefleksikan hubungan antara produk pariwisata dan pasar
wisata.

Selanjutnya dikemukakan bahwa strategi pemasaran pariwisata meliputi tiga elemen yaitu
1) diversifikasi pasar; 2) peningkatan mutu; dan 3) perpanjangan musim (kedatangan
wisatawan). Dari kedua uraian pakar pariwisata tersebut dapat dikembangkan bahwa
pemasaran destinasi merupakan upaya pemberdayaan semua unsur daya tarik yang
tersedia dan merancang event yang dapat menarik wisatawan secara reguler dan berulang,
selama bertahun-tahun.

Pemasaran destinasi pariwisata merupakan implementasi peningkatan mutu produk


pariwisata guna menarik pasar yang lebih besar dan berkelanjutan.
Dari sudut pandang pemasaran, citra merupakan aspek penting suatudaya tarik wisata.
Citra juga memiliki dampak besar terhadap pengalaman kognitif atas suatu daya tarik.
(Britton, 1997) telah mengadakan studi dengan tema-tema yang dipakai untuk
memajukan citra negara-negara di Dunia Ketiga sebagai destinasi wisata. Melalui analisis
induktif atas iklan di Karibian, terdapat enam tema dominan yang diidentifikasi. Tema-
tema ini dan hubungannya dengan kerangka dan daya tarik yang dikemukakan, meliputi:

1) Pempesonaan dan fantasi yang menggambarkan tempat-tempat wisata sebagai


surga (paradise)yang eksotik dan tak disentuh dari penggambaran realistis, daya tarik
(pespektif ideografik, infrstruktur pemukiman) terbatas, tetapi bertumbuh melalui upaya-
upaya untuk membersihkan sesuatu dari dampak sosial negatif pariwisata Dunia Ketiga.
Perspektif kognitif, perspektif ideografik, sebagian besar yang bersifat alamiah dan
kategori-ketegori alamiah wajah manusia);

2) Minimisasi keasingan di tempat-tempat yang dianggap asing dan kemungkinan tidak


nyaman bagi wisatawan (perspektif kognitif,pengalaman).
Dalam hal iklan acapkali secara eksplisit mencoba mengembangkan resiko dengan
pengalaman keamanan, seperti dengan menujukkan foto sebuah hotel mewah yang
mendekati penekanan padaeksotisme suatu tempat;

3) Rekreasi, hiburan, dan kesenangan dengan sedikit acuan atraksi budaya (perspektif
ideografik, parsipatori) dan superstruktur waktu senggang. Aspek kesenangan tipe atraksi
seperti ini merupakan persepktif kognitif, kategori pengalaman wisatawan, dengan lebih
memberikan penekanan pada keamanan daripada resiko pengalaman;
4) Romantisasi, atas hal-hal tradisional dan gaya hidup (perspektif ideografik,
infrastruktur pemukiman). Perspektif kognitif, aktivitas wisatawan dapat termasuk di
dalamnya jika iklan dimaksudkan untuk mempromosikan arti eksplorasi;

5) Ketidakadaan tempat, dalam hal ini citra ditransfer dari yang lain, yang tidak
lebih dikenal daya tariknya dan dihubungkan dengan tempat yang diiklankan ketimbang
menggunakan tempat itu sendiri. Jenis daya tarik ini diklasifikasikan dalam perspektif
kognitif, kategori karakter daya tarik karena basisnya pada daya tarik yang terkenal;

6) Aktivitas wisatawan dapat termasuk di dalamnya kalau iklan untuk mempromosikan


arti pendidikan.
BAB XII
PROSPEK DALAM PARIWISATA

a. Peluang pariwisata di masa depan


Pariwisata internasional adalah penghasil mata uang asing. Kebanyakan negara
membutuhkan mata uang asing untuk membeli barang dan jasa yang harus mereka impor.
Dalam sebuah laporan WTO menyatakan, Pariwisata internasional adalah penghasil devisa
terbesar dunia dan merupakan faktor penting dalam neraca pembayaran di banyak negara.
Pariwisata adalah industri yang paling berkembang pesat di dunia, dan industri itu
menyumbang hingga 10 persen Produk Domestik Bruto dunia. Tidak heran apabila
kebanyakan negara, sekarang bahkan mencakup beberapa negara bekas Uni Soviet, ikut
dalam atau bergegas memasuki industri pariwisata internasional. Pajak pemerintah yang
didapat dari pariwisata digunakan untuk memperbaiki infrastruktur, memungkinkan standar
pendidikan yang lebih tinggi, dan memenuhi kebutuhan nasional lainnya yang mendesak.
Hampir semua pemerintahan ingin warganya mempunyai pekerjaan. Pekerjaan yang
dihasilkan oleh pariwisata memenuhi kebutuhan itu. Pariwisata dunia dan Indonesia pada
khususnya semakin berkembang di masa depan.
Namun demikian perjalanan wisata di dunia masih dihadapkan kepada permasalahan-
permasalahan besar yang meliputi ancaman terorisme dan penyebaran penyakit mematikan
(pandemi) yang melanda dunia akhir akhir ini. Pembangunan kepariwisataan saat ini
memerlukan :
Kemitraan yang koheren antara para pelaku kepariwisataan masyarakat, usaha swasta
dan pemerintah.
Penyampaian produk wisata yang secara komersial menguntungkan, namun tetap
memberikan jaminan manfaat bagi setiap pihak yang terlibat.
Berfokus pada manfaat bukan saja bagi wisatawan yang datang namun juga bagi
masyarakat yang dikunjungi serta bagi lingkungan alam, sosial dan budaya setempat.
Pada sisi lainnya, kepariwisataan dunia juga menghadapi globalisasi yang antara lain
berbentuk liberalisasi dan aliansi perdagangan jasa-jasa seperti tertuang dalam Persetujuan
Umum Tarif Jasa (GATS) dan di tingkat regional diimplementasikan melalui pemberlakuan
AFTA dan AFAS. Pemberlakuan liberalisasi perdagangandan jasa ini adalah untuk
menghilangkan hambatan dalam hal perdagangan, meliputi : transaksi perdagangan barang
dan jasa, sumber daya modal (investasi), dan pergerakan manusia. Dengan diberlakukannya
AFAS, batas-batas negara yang selama ini menghambat pergerakan perdaganganbaik barang
dan jasa termasuk didalamnya pariwisata akibat aspek peraturan dan kebijakan yang
berlakudimasing-masing negara menjadi tidak berlaku lagi,sesuai dengan prinsip globalisasi
yaitu borderless (dunia tanpa batas). Akibatnya persaingan/kompetisi antar bangsa adalah
faktor kunci yang menuntut setiap negara untuk menyiapkan strategi dan langkah-langkah
yang tepat dalam menghadapi era perdagangan bebas, misalnya di bidang pariwisata melalui
peningkatan kualitas dan pelayanan produk pariwisata, serta peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM).
Selanjutnya masalah keamanan global menjadi perhatian serius. Masalah keamanan
sangat terkait dengan aksi terorisme yang pada faktanya telah menjadi salah satu ancaman
serius pada saat ini. Masalah keamanan global ternyata telah menciptakan citra yang sangat
kurang menguntungkan bagi industri pariwisata global, dimana keselamatan wisatawan yang
menjadi faktor utama telah terusik akibat aksi bom di destinasi maupun fasilitas pariwisata
(hotel dan pesawat terbang) serta didorong dengan adanya pandangan bahwa saat ini tidak
ada destinasi yang aman untuk berwisata. Apabila sentimen ini sudah masuk dalam benak
wisatawan, maka hal ini akan menjadi permasalahan yang cukup serius bagi perkembangan
pariwisata global di masa depan.
Masalah kesehatan global juga menjadi perhatian serius dalam pengembangang
kepariwisataan dunia.Penyebaran AIDS, Avian Flu, Meningitis, Cholera, Demam Berdarah
Dengue dan Tubercolosis yang semakin tinggi berakibat kurang menguntungkan bagi
pergerakan wisatawan dunia. Pandemi yang melanda beberapa negara di Asia belakangan ini
telah mempengaruhi daya saing kepariwisataan negara-negara tersebut. Antisipasi dalam
mencegah penyebaran penyakit mematikan tersebut serta keterbukaan informasi masing-
masing negara merupakan faktor penting dalam menciptakan daya tarik bagi calon wisatawan
untuk kembali melakukan perjalana wisata ke negara-negara yang mengalami pandemi
tersebut.
Kemajuan teknologi di bidang transportasi, telekomunikasi, dan informasi telah
menciptakan dunia tanpa batas, memudahkan terjadinya mobilitas manusia antarnegara
maupun pertukaran informasi melalui dunia maya (virtual). Kerjasama dan pergaulan yang
semakin global dengan memanfaatkan kemajuan Iptek, harus pula diimbangi dengan upaya
mengangkat unsur budaya lokal yang semakin besar perannya dalam membentuk karakter
dan identitas bangsa serta meningkatkan keunggulan kompetitif. Pesatnya perkembangan
teknologi komunikasi telah memacu terjadinya kontak antarbudaya secara lebih intensif, baik
secara personal (tatap muka) maupun impersonal, melalui berbagai media seperti radio,
televisi, komputer, internet,koran, dan majalah. Potensi pariwisata dunia dan Indonesia pada
khususnya semakin berkembang di masa depan.

b. Jenis pariwisata di masa depan


Dunia pariwisata saat ini bergerak kian cepat. Tingkat pertumbuhan ekonomi dan
berkembangnya teknologi menjadi hal penting yang terus menggerakkan industri ini. Setelah
melahirkan beberapa tren baru dalam dunia plesiran, perkembangan destinasi wisata di masa
mendatang diperkirakan bakal semakin unik.
Skyscanner sebuah situs pencarian perjalanan global terkemuka kembali meluncurkan
laporan Masa Depan Travel 2024. Laporan ini merupakan hasil penelitian mendalam dan
serangkaian wawancara dengan tim yang terdiri dari 56 futurolog dan pakar tren terkemuka.
Skyscanner memprediksi bahwa ketinggian orbit bumi dan kedalaman samudera akan
menjadi tujuan liburan di dekade berikutnya. Pada 2024, ruang angkasa akan menjadi batas
akhir untuk wisatawan kaya yang pemberani dan siap membawa mereka kebatas terluar
atmosfer planet kita. Bagian ketiga dan terakhir dari laporan Masa Depan Travel 2024 juga
menyoroti destinasi baru di dunia yang dapat kita kunjungi dan memprediksi bagaimana
profil-profil media sosial dari para wisatawan memungkinkan pelaku bisnis perhotelan untuk
menyediakan pengalaman intuitif berdasarkan keinginan dan kebutuhan masing-masing
individu.
Menuju ke Atas dan ke Bawah: Wisata Ruang Angkasa dan Hotel Bawah Laut
Di 2024, perlombaan menuju ruang angkasa pada mulanya akan mengantarkan wisatawan ke
orbit terendah bumi yang memungkinkan mereka untuk mengalami dan menyaksikan
lengkungan dunia yang menakjubkan dari posisi ultra-tinggi.
Melihat lebih jauh di luar 2024, wisata yang berhubungan dengan orbit tidak hanya
sekedar naik dan kembali ke bumi tetapi wisatawan dapat tinggal di sana cukup lama untuk
menikmati lingkungan yang menarik dan asing. Sementara itu bagi mereka yang memiliki
keinginan untuk menikmati perjalanan ruang angkasa, ada resor langit (sky resorts) yang
sedang dibangun, dilengkapi dengan spa hampa gravitasi, pesawat terbang layang dan
observatorium ruang angkasa tempat para tamu dapat menikmati kondisi tanpa bobot.
Dalam sepuluh tahun mendatang, wisata ruang angkasa akan menjadi lebih terjangkau
untuk pasar ultra-mewah tapi perjalanan wisata kedasar laut akan menjadi pilihan yang jauh
lebih keren dan modern. Kamar hotel bawah laut sudah tersedia sebagai tujuan wisata yang
baru dan khusus seperti suite Neptunedan Poseidon di Atlantis Hotel Dubai. Akan tetapi,
mengingat lahan tanah sudah makin mahal, sekelompok inovator sedang menyusun konsep
untuk membangun seluruh resor di bawah gelombang-gelombang laut termasuk spa, kebun,
kolam renang, semuanya dengan kaca jendela dengan gaya akuarium yang memungkinkan
para tamu untuk pergi keluar menggunakan peralatan menyelam.
Ruang Hotel di 2024 & Ultra-Personalisasi
Dalam sepuluh tahun mendatang, kemajuan teknologi juga akan berarti bahwa hotel
akan memberdayakan tamu mereka dengan tingkat hiper-personalisasi yang luar biasa
melalui perangkat mobile mereka untuk memberikan pengalaman menginap yang
disesuaikan. Wisatawan akan dapat memesan kamar yang segala sesuatunya, mulai dari suhu
udara sampai kepenyetelan kekuatan air pancuran untuk mandi yang khusus, sudah diatur
untuk mereka. Dinding kamar hotel akan sepenuhnya interaktif dan mampu memutar film,
memperlihatkan foto-foto, menampilkan panggilan Skype dari orang-orang tercinta dan
bahkan dinding tersebut dapat menciptakan efek berkabut laksana tirai untuk menyediakan
ruang kerja private di kamar hotel.
Kamar hotel masa depan mengambil keuntungan dar iteknologi-teknologi terbaru
untuk menyediakan kenyaman ekstra untuk para tamu. Kamar tidur hotel akan
mengintegrasikan bantal dengan perangkat elektronik yang tertanam di dalamnya yang
mampu memberikan pijatan pada kepala dan leher hingga terlelap dan membangunkan di
pagi hari. Selain itu dilengkapi kotak cahaya yang dirancang untuk menormalkan jam internal
tamu yang mengalami jet-lag. Kulit dan rambut para tamu juga akan diremajakan pada saat
mandi dengan air pancuran yang mengandung vitamin C. Sementara kemajuan di teknologi
percetakan 3D berarti para tamu tidak perlukhawatir mengenai fasilitas di kamar mandi
karena pada 2024, mereka hanya perlu mencetak fasilitas apapun yang mereka inginkan,
termasuk pasta gigi dan sabun.

Pencarian destinasi baru untuk pertama kali

Unjuk pengalaman dan kebanggaan (bragging rights) dari wisatawan akan menjadi motivator
utama wisata di 2024. Ketika wisatawan China berduyun-duyun datang ketujuan klasik
seperti Paris dan New York, pengalaman perjalanan unik seorang wisatawan itu aka
nmembuat teman-teman dan keluarganya akan mencari-cari tahu. Munculnya area yang
termasuk 'Zona Terlarang' (Forbidden Zone) seperti Afghanistan dan Iran yang tidak dapat
diakses karena konflik, akan menjad destinasi baru yang menarik bagi wisatawan. Destinasi
terpencil seperti Bhutan telah mengalami peningkatan (Pencarian di Skyscanner naik 40%
dari tahun ketahun), tetapi pada 2024, Bhutan akan menjadi pilihan yang jauh lebih modern.
Laporan Skyscanner merupakan hasil dari penelitian mendalam dan serangkaian
wawancara dengan tim yang terdiri dari 56 futurolog dan pakar tren terkemuka. Laporan
lengkap dapat dibaca dan diunduh di www.skyscanner2024.com dan juga memuat laporan
bagian pertama dan kedua yang telah dirilis awal tahun ini yang melihat bagaimana
teknologi-teknologi yang bermunculan akan mengubah perilaku seseorang dalam memesan
tiket untuk bepergian dan dampak pada pengalaman penerbangan dan bandara.

c. Jenis wisatawan di masa depan


Laporan Future Traveller Tribes 2030 dari penyedia solusi teknologi industri
perjalanan global Amadeus memperkirakan setiap tahun lebih dari 1,8 miliar orang akan
bepergian ke luar negeri pada 2030. Laporan yang dibuat berdasarkan wawancara, lokakarya
dan penelitian tren konsumen di Indonesia, Australia, Tiongkok, India, Jepang dan Korea
Selatan itu menyebutkan bahwa pelancong masa depan terdiri atas enam kelompok berikut:
1. Social Capital Seekers (Pencari Modal Sosial). Mereka adalah pelancong yang
merencanakan liburan berdasar rekomendasi pengguna Internet dan teman-teman. Pilihan
mereka terbentuk dari keinginan untuk mendapatkan penghargaan sosial maksimal dari
perjalanan mereka.
2. Cultural Purist (Puris Budaya). Bagi kelompok pelancong ini, liburan adalah
kesempatan untuk melebur dengan budaya lain meski terasa tidak nyaman. Semakin asli
pengalaman mereka dalam budaya baru, liburan akan terasa semakin nikmat.
3. Ethical Travellers (Musafir Etis). Mereka membuat rencana perjalanan berdasar
pertimbangan moral, misalnya mengurangi emisi karbon atau memperbaiki kehidupan orang
lain. Berbagai improvisasi yang berbau sosial akan mewarnai liburan, seperti pengembangan
masyarakat dan pelestarian lingkungan.
4. Simplicity Searchers (Pencari Kesederhanaan). Tidak mau ambil pusing dengan
rincian rencana perjalanan, tipe pelancong ini lebih menyukai tawaran liburan yang terpaket
lengkap. Bagi mereka, liburan adalah saat istimewa untuk memanjakan diri dengan jaminan
keselamatan dan kesenangan.
5. Obligation Meeters (Pemenuh Kewajiban). Kelompok ini melancong untuk tujuan
tertentu, misalnya keperluan bisnis. Perilaku mereka terbentuk oleh kebutuhan untuk berada
di tempat tertentu pada waktu tertentu. Keterbatasan waktu dan anggaran membuat teknologi
cerdas menjadi andalan mereka untuk mengatasi kerumitan perjalanan.
6. Reward Hunters (Pemburu Hadiah). Mereka menggunakan perjalanan untuk
memenuhi kebutuhan mental, fisik atau bahkan spiritual. Mereka ingin memanjakan diri
selama liburan. Banyak yang ingin merasakan pengalaman istimewa dan penghargaan luar
biasa dari investasi waktu dan energi selama bekerja.

d. Perkembangan industri pariwisata di masa depan


Prospek pariwisata ke depan pun sangat menjanjikan bahkan sangat memberikan
peluang besar, terutama apabila menyimak angka-angka perkiraan jumlah wisatawan
internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan WTO yakni 1,046 milyar orang (tahun
2010) dan 1,602 milyar orang (tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta
orang berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan
dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020.

Berdasarkan angka perkiraan tersebut maka, para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya
melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus
menangkap peluang yang ada. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan
re-positioning keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi,
promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan
penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk
memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan
dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.

Walaupun demikian, persaingan ini seharusnya disikapi pula bersama-sama dengan


persandingan sehingga mampu menciptakan suasana co-opetition (cooperation and
competition) terutama dengan negara tetangga yang lebih siap dan lebih sungguh-sungguh
menangkap peluang datangnya wisatawan internasional di daerah mereka masing-masing.
Setidaknya Indonesia mampu menangkap dan memanfaatkan tetesan wisatawan yang
berkunjung ke negara tetangga untuk singgah ke Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, 2005. Ekonomi Pariwisata Jakarta:


http://www.geocities.com/ariyantoeks79/home.htm
http://bahankuliah.blogsome.com/category/pariwisata/
http://www.budpar.go.id/page.php?ic=541&id=150
http://skripsimudah.blogdetik.com/2009/01/20/atribut-produk-wisata-sebagai-faktor-
kepuasan-wisatawan-guna-meningkatkan-wisatawan-pada-tempat-wisata-taman-x/
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html
Pendit, I Nyoman, S. 1999. Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT
Pradnya Paramita, cetakan ke-enam (edisi revisi
Dann, Graham dan Cohen, Erik,. Sociology and Tourism, Annals of Tourism
Research, 1991 Vol. 18 pp 155-169Smith, S., 1998, Tourism Analysis: A Handbook, New
York: Longman.
Echtner, Charlotte.M, dan, T. Jamal, 1997, The Disciplinary Dilemma of Tourism
Studies, Annals of Tourism Research, Vol. 24 No. 4 pp. 868-883.
Graburn , Nelson H.H., The Anthropology of Tourism, Annals of Tourism
Research. 1983 Vol. 10., pp. 9-33.
Jafari, J., and B. Ritchie, 1981, Toward and Framework of Tourism Education:
Problem and Prospects, Annas of Tourism Research 8: 13-34.
Pearce, Douglas G., "Towards a Geography of Tourism," Annals of Tourism
Research, July/September 1979, VI(3):245-272.
Pearce, Philip L. dan Stringer, Peter F. Phychology and Tourism. Annals of
Tourism Research, 1991 Vol. 18 pp 136-154
Pitana, Gede dan Gayatri, Putu, 2005, Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Setyanto P. Santosa . 2002. PENGEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA
Yoeti, Oka. A 1994. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa
A, Yoeti, Oka. Pengantar Ilmu Pariwisata Edisi Revisi. Bandung. Penerbit. Angkasa.
1996
Dasar-Dasar Pariwisata. Gamal Suwantoro, SH. 1997. Andi Publishing
Dasar-dasar Pengertian Hopitaliti dan Pariwisata. Oka A. Yoeti. 2010. Alumni.
Bandung
Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Oka A. Yoeti. 2002

You might also like