You are on page 1of 125

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

APENDIKSITIS

PENGERTIAN
Apendik adalah suatu kantong seperti tabung terkait dengan secum dibawah katub
ileocecal, pada umumnya terletak di daerah iliaca, pada suatu area yang disebut
McBurney. Fungsi dari apendik tidk secara penuh dipahami, walaupun secara teratur
terisi dan kosong pada saat pencernaan makanan.

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen


akut yang paling sering (Mansjoer,2000).

ETIOLOGI

1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004:

Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.

Cacing ascaris.

Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.

Hiperplasia jaringan limfa

2. Menurut Mansjoer , 2000 :

Hiperflasia folikel limfoid.

o Fekalit.

o Benda asing.

o Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.

o Neoplasma.

KEP/RSMI/2011 Page 1
3. Menurut Markum, 1996 :

Fekolit
Parasit
Hiperplasia limfoid
Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
Tumor karsinoid

PATOFISIOLOGI

Apendiksitis dapat digolongkan sebagi apendiksitis sederhana, apendiksitis dengan


ganggren, atau apendiksitis dengan perforasi. Pada apendiksitis sederhana, apendiks
meradang namun masih utuh Ketika daerah sekitarnya menjadi nekrotik dan perforasi
mikroskopik terjadi, gangguan yang muncul disebut sebagai apendiksitis gangrene.
Dengan peningkatan perforasi apendiks, dapat menyebabkan kontaminasi terhadap
rongga peritoneal.

Nyeri abdomen bagian atas adalah gejala khas awal apendiksitis akut. Dalam 4 jam
berikutnya, intensitas nyeri bertambah dan terlokalisisr di kuadrant bawah abdomen.
Nyeri ini akan bertambah dan sangat mengganggu pada saat bergerak, berjalan, dan
batuk. Pergerakan internal pinggul kanan juga meningkatkan nyeri ini. Sebagai
tambahan nyeri ini, pasien secara khas terjadi penurunan suhu tubuh, anoxia,
anorexia, mual, dan muntah.

Perforasi, peritonitis, abses dan pylephlebitis merupakan komplikasi dari apendiksitis


akut. Perforasi dimanifestasikan dengan peningkatan nyeri dan demam tinggi. Ini
dapat menyebabkan abses kecil terlokalisir, peritonitis lokal, atau peritonitis luas yang
signifikan. Pyleplebhitis adalah radang sistem vena porta oleh pus. Pada kondisi lain,

KEP/RSMI/2011 Page 2
seperti Penyakit Chorn sering menyebabkan gejala yang menyertai apendiksitis
kronik.

Karena peradangan apendiksitis akut dapat menyebabkan perforasi dalam 24 jam, hal
ini menjadi sangat penting untuk menegakkan diagnosa secara cepat dan menginisiasi
pengobatan. Karena kedaruratannya dan karena morbiditas rendah yang menyertai
pembedahan, test diagnostic dan laboratorium dan pengobatan pre operasi sangatt
terbatas. Sekali diagnosa ditegakkan, segera dilakukan apendiktomi.

Obstruksi lumen (fekalit, tumor dll)

Mucus yang di produksi mukosa akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen/dinding apendiks apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa apendiksitis akut fokal

Nyeri epigastrium

Terputusnya aliran darah

Obstruksi vena edema bertambah

Dan bakteri menembus dinding

Peradangan peritoneum apendiksitis supuratif acut

Aliran arteri terganggu nyeri di daerah kanan bawah

Infark dinding apendiks

Gangrene Apendiksiti gangrenosa

Dinding apendiks rapuh

Infiltrate perforasi

KEP/RSMI/2011 Page 3
Infiltrate apendikularis apendik perforasi

MANIFESTASI KLINIK

Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah


Anoreksia
Mual
Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
Nyeri lepas.
Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
Konstipasi.
Diare.
Suhu tubuh 38 c sampai dengan 40 c

Iritabilitas.
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada

orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri

tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi

berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

KOMPLIKASI

Perforasi.

Peritonitis.

Infeksi luka.

Abses intra abdomen.

KEP/RSMI/2011 Page 4
Obstruksi intestinum akibat dari perlengketan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiologi

Radiologi Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk

menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang

kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level

disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada

keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

2. Laboratorium

Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari

13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak

menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan

urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal

bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan

laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi

tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi.

Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada

keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi

pada ginjal.

KEP/RSMI/2011 Page 5
PENATALAKSANAAN

1. Sebelum operasi

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi


Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Operasi

Apendiktomi.
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika

3. Pasca operasi

Observasi TTV.

Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan

lambung dapat dicegah.

Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.

KEP/RSMI/2011 Page 6
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.

Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.

Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan

lunak.

Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur

selama 230 menit.

Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

PENGKAJIAN

1. Wawancara

Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :

Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar


ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
Kebiasaan eliminasi.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

KEP/RSMI/2011 Page 7
Sirkulasi : Takikardia.

Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.

Aktivitas/istirahat : Malaise.

Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.

Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak

ada bising usus.

Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena

berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah

karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

Demam lebih dari 380C.

Data psikologis klien nampak gelisah.

Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa

nyeri pada daerah prolitotomi.

Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

3. Pemeriksaan Penunjang

Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan

mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan

udara di sekum atau ileum).

Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.

Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.

KEP/RSMI/2011 Page 8
Pada enema barium apendiks tidak terisi.

Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre Operasi

Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi

Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Evaluasi :

Nyeri berkurang
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
Kegelisahan atau ketegangan otot
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi dan Rasional

Mandiri

1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor


presipitasinya.

Rasional:

Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadiny abses/peritonitis,


memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.
2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Rasional:

KEP/RSMI/2011 Page 9
Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghiangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
3. Dorong ambulasi dini

Rasional:

Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik usus


dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen
4. berikan aktivitas hiburan

Rasional:

Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan


kemampuan koping

Kolaborasi

1. Pertahankan puasa

Rasional:

Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dan iritasi gaster/muntah

2. Berikan analgesic sesuai indikasi

Rasional :

Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain


contoh ambulasi, batuk

Dignosa 2

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual,muntah, anoreksia.

KEP/RSMI/2011 Page 10
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.

Kriteria Hasil :

Mempertahankan berat badan.


Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
Turgor kulit baik.

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

Rasional :

Mengetahui kemampuan pasien dalam asupan nutrisi merukan indicator penting


untuk meningkatkan energi pasien
2. Awasi dan catat adanya muntah, anoreksia

Rasional :

Jumlah besar dari aspirasi gaster, muntah diduga terjdinya obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut
3. Auskultasi bising usus, catat bunyi tidak ada/hiperaktif

Rasional:

Meskipun bising usus sering tidak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai
hiperaktivitas usus

Kolaborasi

1. Awasi protein, albumin, glukosa, keseimbangan nitrogen sesuai indikasi

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 11
Menunjukkan fungsi organ dan status/ kebutuhan nutrisi

Dignosa 3

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan salah interpretasi informasi,tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial


komplikasi

Kriteria Evaluasi :

Pasien memahami tentang penyakitnya


Mengetahui komplikasi dari penyakit tersebut
Berpartisipasi dalam program pengobatan

Intervensi dan Rasional:

Mandiri

1. Kaji ulang pembatasan aktifitas, contoh mengangkat berat, olah raga, seks, latihan

Rasional:

Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas


biasa tanpa menimbulkan masalah
2. Anjurkan untuk aktivitas sesuai toleransi

Rasional:

Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, dan persaan sehat, dan


mempermudah ke aktivitas normal

KEP/RSMI/2011 Page 12
3. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh
berulangnya nyeri, muntah, demam, menggigil

Rasional:

Pengenalan dini dn pengobatan terjadinya komplikasi data mencegah


penyakit/cedera serius

Post Operasi

Diagnosa 1

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, insisi bedah

Tujuan: Tidak adanya tanda-tanda infeksi yang meliputi kalor, rubor, dolor, tumor,
fungsiolaesa

Kriteria evaluasi :

Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar


bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainase purulent, eritema,dan demam

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan


mental, meningkatnya nyeri abdomen

Rasional:

Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis bisa terjadi


2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perwatan luka aseptic, berikan
perawatan paripurna

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 13
Menurunkan resiko penyebaran bakteri yang menyebabkan infeksi
3. Observasi insisi dn blutan, catat karakteristik drainase luka/drain, adanya eritema

Rasional :

Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan sangat berpengaruh


pada proses penyembuhan yang lebih cepat
4. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien dan keluarga

Rasional :

Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi,


membantu menurunkan ansietas.

Kolaborasi

1. Ambil contoh drainase bila di indikasikan

Rasional :

Kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasi


organisme penyebab dan pilihan terapi
2. Berikan antibiotic sesuai indikasi

Rasional :

Antibiotik yang diberikan secara prfilaktik atau menurunkan jumlah mikro


organisme ( pada infeksi yang telah ada sebelumya ) untuk menurunkan
penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
3. Bantu irigasi dan drainase bila di indikasikan

Rasional :

Dapat membantu untuk mengalirkan isi abses yang terlokalisir

Diagnosa 2

KEP/RSMI/2011 Page 14
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra
operasi, puasa pasca operasi, status hipermetabolik

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien


normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.

Kriteria Hasil :

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, Haluaran urine adekuat
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa
lembab.
Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Awasi Tanda Vital

Rasional :

Tanda vital yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler

2. Observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

Rasional :

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3. Observasi intake dan output, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis

Rasional :

Penurunan haluaran urine, warna pekat dengan peningktan berat jenis diduga
terjadinya dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan

KEP/RSMI/2011 Page 15
4. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus

Rasional :

Indikator kembalinya peristaltic usus yang mulai kuat merupakan kesiapan


untuk pemasukan per oral

5. berikan minum air putih bertahap per oral bila sudah memungkinkan dan
lanjutkan diet sesuai toleransi

Rasional :

Menurunkan iritasi gaster dan untuk menguarangi rasa mual dan muntah serta
untuk meminimalisasi kehilangan cairan

6. Berikan perawatan mulut sesering mungkin dengan perhatian khusus

Rasional :

Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah

Kolaborasi

1. Pertahankan NGT

Rasional :

Selang NGT yang dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan sampai


dengan pascaoperasi sangat berguna untuk decompresi usus,meningkatkan
istirahat usus, mencegah muntah
2. Berikan cairan intra vena dan elektrolit

Rasional :

Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah


besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan
hipovolumia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit

KEP/RSMI/2011 Page 16
Diagnosa 3

Rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya
insisi bedah

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan rasa nyeri berkurang / hilang

Kriteria hasil :

Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol


Pasien tampak rileks

Pasien dapat beristirahat dengan nyaman

Intervensi dan Rasional :

Mandiri

1. kaji nyeri, meliuti catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10), observasi
perubahan nyeri dengan tepat

Rasional :

Berguna dalam pengawasan ke efektifan obat, kemajuan penyembuhan.


Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi
2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Rasional :

Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,


menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
3. Motivasi pasien untuk ambulasi dini

KEP/RSMI/2011 Page 17
Rasional :

Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan


kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen

4. Berikan tehnik relaksasi

Rasional:

tehnik relaksasi dapat meningkatkan kemampuan koping dan memberi pasien


rasa nyaman

Kolaborasi

1. Pertahankan puasa dan NGT

Rasional :

Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan iritasi


gaster/muntah
2. Berikan Analgesik sesuai indikasi

Rasional :

Menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain


contoh ambulasi, batuk

KEP/RSMI/2011 Page 18
Daftar Pustaka

1. Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta:

EGC

2. Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.

3. Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk

Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

4. Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,

Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

5. Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.

6. Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta :

Media Aesculapius.

7. Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,

Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

8. Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.

KEP/RSMI/2011 Page 19
9. Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

10. Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta :

EGC.

11. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta:

EGC

12. ____, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses

tanggal 1 Juni 2008.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

HERNIA

PENGERTIAN

HERNIA adalah keluarnya isi rongga tubuh, biasanya abdomen lewat suatu celah

pada dinding yang mengelilingi.

protusi abnormal organ, jaringan atau bagian organ melalui struktur yang secara

normal berisi bagian ini.

JENIS JENIS HERNIA

1. Hernia inguinalis indirek

Hernia terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati korda spermatikus melalui

kanalis inguinalis. Umumnya terjdi pada pria. Insidennya tinggi pada bayi dan

anak kecil. Hernia ini dapat sangat besar dan sering turun ke skrotum.

2. Hernia inguinalis direk

KEP/RSMI/2011 Page 20
Hernia melewati dinding abdomen di area lemah otot, tidak melalui kanal.

Umumnya terjadi pada lansia

3. Hernia femoralis

Hernia terjadi melalui cincin femoral. Ini mulai sebagai penyumbat lemk di

kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan

tidak dapat dihindari kandung kemih masuk kedalam kantung, umumnya terjadi

pada wanita

4. Hernia umbilikalis

Terjadi karena peningkatan abdominal, umumnya terjadi pada wanita yang gemuk

dn multipara. Tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah

sembuh secara tidak adekuat karena masalah pascaopersi seperti infeksi, nutrisi

tidak adekuat, distensi eksteren atu kegemukan.

ETIOLOGI

a. Anomali congenital ( prosesus vaginalis yang terbuka )

b. Di dapat, karena tekanan intra abdomen yang meninggi : batuk kronik, hypertropi

prostate, konstipasi

c. Kelemahan otot dinding abdomen

PATOFIOLOGI

Pada orang dewasa kanalis


Kelainan Kongenital sudah menutup

Terbuka kembali (Locus


Kanalis inguinalis tidak Minoris resistensi)
tertutup

Sebagian usus masuk : benjolan


Kelemahan/ kegagalan lipatan paha/skrotum/labia
dinding otot abdomen
KEP/RSMI/2011 Page 21
Benjolan membesar bila ada
Gangguan rasa nyaman tekanan intra abdomen : menangis,
nyeri mengejan, hamil, batuk, angkat
beban berat, kegemukan

Konstrikasi suplay darah


Tindakan operasi hernia
tomi
Retensi perkemihan
Kurang pengetahuan :
potensial komplikasi GI Nekrosis
MANIFESTASI KLINIK

1. Adanya benjolan pada lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk atau

mengangkat beban berat dan benjolan hilang pada saat istirahat ( berbaring ) pada

orang dewasa, pada bayi benjolan yang hilang timbul dan diketahui oleh orang tua

2. Timbul nyeri pada benjolan

3. Mual dan muntah bila terjadi komplikasi

KOMPLIKASI

Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami isi hernia:

1. Hernia Irreponibilis, bila isi hernia tidak dapat masuk kerongga Abdomen dan isi

hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum

2. Hernia Strangulata ( tercekik oleh cincin ), menyebabkan isi hernia nekrosis dan

perforasi, sehingga dapat terjadi peritonitis bila ada hubungannya dengan rongga

perut perbandingan hernia inkarserata dengan obstruksi ususd dan hernia

strangulate yang menyebabkan nekrosis dan gangrene

KEP/RSMI/2011 Page 22
No. Gejala Hernia incarserata Hernia strangulate, nekrosis,
dengan obstruksi usus gangren
1. Nyeri Kolik Menetap
2. Suhu Badan Normal Meninggi
3. Denyut Nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali
4. Rangsangan Tidak ada,sedang/berat Jelas, berat sekali/toksik
peritonium

PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

Melakukan reposisi

Pemakaian penyangga/ penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang

telah direposisi

2. Operatif

Herniatomi yaitu pembebasan kantong hernia sampai kelehernya lalu

direposisi dijahit dan dipotong

Hernioplastik yaitu memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat

dinding belakang kanalis inguinalis

- Metode basini : menjahit pertemuan musculus tranversus internus

abdominis dan musculus oblikus internus abdominis

- Metode MC Vay : Menjahit fasia tranversa, musculus tranverses

abdominis, musculus oblikus internus abdominalis ke ligament cooper.

PENGKAJIAN

1. Pengkajian data fisik : Abdomen

KEP/RSMI/2011 Page 23
Adanya benjolan lipat paha atau area umbilical

Palpasi terhadap benjolan/massa, sifat, bisa dimasukkan atau tidak, adanya

nyeri

Keluhan tentang aktifitas yang mempengaruhi ukuran benjolan, misalnya

batuk, bersin, mengangkat beban berat dan defekasi

Keluhan tentang ketidaknyamanan: tegangan nyeri

Tentang pola makan: Apakah terjadi obstruksi usus (bising usus, mual,

muntah) Auskultasi bising usus pada ke empat kuadran

Menanyakan pola perubahan yang terjadi, pola defekasi warna, konsistensi

feses

Riwayat psikologis: Bagaimana perasaan pasien, dampak dari penyakit

terhadap keluarga dan harapan setelah menjalani perawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat

tindakan operasi.

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria evaluasi :

klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang

tanda-tanda vital normal

pasien tampak tenang dan rileks

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri

KEP/RSMI/2011 Page 24
Rasional :

Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.

2. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur

Rasional :

Istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri

3. Atur posisi pasien senyaman mungkin

Rasional :

posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta

mengurangi nyeri.

4. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam

Rasional :

relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman

Kolaborasi

1. pemberian analgetik

Rasional :

Analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih

nyaman.

Diagnosa 2

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.

Tujuan : tidak ada infeksi

Kriteria Evaluasi :

tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

luka bersih tidak lembab dan kotor.

KEP/RSMI/2011 Page 25
Tanda-tanda vital normal

Intervensi dan rasional

Mandiri

1. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional :

Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala

infeksi karena tubuh berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang

masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.

2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

Rasional :

perawatan luka dengan teknik aseptic mencegah risiko infeksi.

3. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka,

dll.

Rasional:

Untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

Kolaborasi

1. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan

leukosit.

Rasional :

penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal membuktikan

adanya tanda-tanda infeksi.

2. pemberian antibiotik.

Rasional

Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

KEP/RSMI/2011 Page 26
Diagnosa 3

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.

Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman

Kriteria evaluasi :

pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.

pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur

kualitas dan kuantitas tidur normal

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur sejenak, anjurkan latihan pada

siang hari, turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari.

Rasional :

Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang

dapat mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi

berlebihan yang meningkatkan waktu tidur.

2. Evaluasi tingkat stress orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.

Rasional :

Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif

(sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.

Diagnosa 4

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.

Kriteria evaluasi :

perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

KEP/RSMI/2011 Page 27
pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa

dibantu.

Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan rasional :

1. Rencanakan periode istirahat yang cukup

Rasional :

mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat

digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.

2. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

Rasional :

tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan

dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

Rasional :

mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

4. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

Rasional :

menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat

dari latihan.

KEP/RSMI/2011 Page 28
DAFTAR PUSTAKA

1. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.

2. Diambil dari http:// andisetiadi.blogspot.com/2008/03/hernia asuhankeperawatan

3. Diambil dari http:// khaidirmuhaj. Blogspot.com/2008/12/askep hernia

4. Diambil dari http://perawatpsikiatri.

5. Blogspot. Com/2009/03/asuhan keparawatan-pada-klien-dengan- hepatitis.html

KEP/RSMI/2011 Page 29
ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TONSILITHIS

PENGERTIAN

Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang faring yang

memiliki keaktifan munologik (Ganong, 1998). Tonsil berfungsi mencegah agar

infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki

tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan, oleh karena itu, tidak jarang tonsil

mengalami peradangan.

Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis akut

merupakan inveksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik

merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali (Sjamsuhidayat & Jong, 1997).

Pembesaran tonsil jarang merupakan indikasi untuk pengakalan kebanyakan anak-

anak mempunyai tonsil yang besar, yang ukuranya akan menurun sejalan dengan

perlambatan usia.

ETIOLOGI

KEP/RSMI/2011 Page 30
Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus beta hemolyticus,

Streptococcuc, viridans dan Streptococcuc pyrogen sebagai penyebab terbanyak,

selain itu dapat juga disesbabkan oleh Corybacterium diphteriae, namun dapat juga

disebabkan oleh virus (Mansyjoer, 2001).

TANDA DAN GEJALA

Penderita biasanya demam, nyeri tengkorak, mungkin sakit berat dan merasa

sangat nyeri terutama saat menelan dan membuka mulut disertai dengan trismus

(kesulitan membuka mulut). Bila laring terkena, suara akan menjadi serak. Pada

pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis : terdapat

detritus (tonsillitis folibularis), kadang detritus berdekatan menjadi sati (tonsillitis

laturasis) atau berupa membrane semu. Tampak arkus palatinus anterior terdorong

ke luar dan uvula terdesak melewati garis tengah. Kelenjar sub mandibula

membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak-anak.

Pembesaran adenoid dapat menyebabkan pernafasan mulut, telinga

mengeluarkan cairan, kepala sering panas, bronchitis, nafas bau dan pernafasan

bising.

PATOFISIOLOGI

a. Terjadinya peradangan pada daerah tonsil akibat virus

b. Mengakibatkan terjadinya pembentukan eksudat

c. Terjadi selulitis tonsila dan daerah sekitarnya

d. Pembentukan abses peritonsilar

e. Nekrosis jaringan

KEP/RSMI/2011 Page 31
PEMERIKSAAN / EVALUASI DIAGNOSTIK

Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pengumpulan riwayat kesehatan

yang cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan.

Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Jika tonsil adenoid

ikut terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif yang mengakibatkan

kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan pemeriksaan audiometik secara

menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat dapat dilakukan jika diperlukan.

PENATALAKSANAAN

1. Tirah baring

2. Pemberian cairan adekuat dan diet ringan

3. Pemberian Obat-obatan ( Anlgesik dan Antibiotik )

4. Apabila tidak ada kemajuan maka alternative tindakan yang dapat dilakukan

adalah pembedahan

Indikasi tindakan pembedahan

Indikasi Absolut

1. Timbulnya cor pulmonal akibat adanya obstruksi jalan nafas yang kronis

2. Hiperteopi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu pada waktu tidur

3. Hipertropi yang berlebihan yang mengakibatkan disfagia dan penurunan berat

badan sebagai penyertanya

4. Eksisi biopsy yang dicurigai sebagai keganasan ( limfoma )

5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada jaringan sekitarnya

Indikasi relative

KEP/RSMI/2011 Page 32
Seluruh indikasi lain untuk tindakan tonsilektomi dianggap sebagai indikasi relative

Indikasi lain yang paling dapat diterima adalah

1. Serangan tonsillitis yang berulang

2. Hiperplasia tonsil dengan gangguan fungsional ( disfagia )

3. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan

4. Tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan dan terapi

Kontraindikasi

1. Demam yang tidak diketahui penyebabnya

2. Ashma

3. Infeksi sistemik atau kronis

4. Sinusitis

Persiapan Operasi yang mungkin dilakukan

Pemeriksaan laboratorium Hb, Leukosit, waktu perdarahan, berikan penjelasan

kepada pasien mengenai tindakan dan perawatan setelah operasi. Puasa 6-8 jam

sebelum operasi, berikan antibiotic sebagai profilaksis, berikan premedikasi jam

sebelum operasi

PENGKAJIAN

1. Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan factor pendukung terjadinya

tonsillitis serta bio-psiko-sosio-spiritual

2. Peredaran darah : palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan posisi,

penurunan tekanan darah, bardikardi, tubuh teraba dingin, ekstremitas tampak

pucat.

3. Eliminasi: Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/alvi), distensi abdomen,

menghilangnya bising usus.

KEP/RSMI/2011 Page 33
4. Aktivitas/istirahat: Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh,

kehilangan sensasi atau parese/plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena

kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunnya

kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.

5. Nutrisi dan cairan: Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra

kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.

6. Persarafan: Pusing/syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang

pandang/pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah muka

dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot

wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.

7. Kenyamanan: Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.

8. Pernafasan : Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea,

timbulnya periode apnea dalam pola nafas.

9. Keamanan Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.

10. Psikologis : Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1

Bersihan jalan nafas tidak efektif berdasarkan dengan jalan nafas

karena adanya benda asing; produksi secret berlebih.

Tujuan :

Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan

memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda

distress pernafasan.

Kriteria Evaluasi :

KEP/RSMI/2011 Page 34
Dupria, Orthopnea, kranosis tidak ada

Ritme dan frekuensi pernafasan alam batas normal

Gelisah dapat dikeluarkan

Tidak ada suara nafas tambahan.

Intervensi dan Rasional :

Mandiri

1. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan

Rasional :

Takipnea dapat ditemukan pada penerimaan atau selama adanya proses

infeksi akut

2. Auskultasi bunyi nafas, adanya dispnea, gelisah. Distress pernafasan, dan

penggunaan otot Bantu pernafasan

Rasional :

Adanya obstruksi jalan nafas dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas

adventisus

Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis

selain proses akut yang menyebabkan perawatan dirumah sakit

3. Atur posisi pasien yang nyaman dengan peninggian kepala tempat tidur, duduk

pada sandaran tempat tidur

Rasional :

Peninggian tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan

menggunakan gravitasi.

4. Lakukan oral hygiene dengan teratur

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 35
Oral hygiene dapat mencegah proses infeksi berlanjut dan dapat mengontrol

pengeluaran secret

5. Oksigenisasi

Rasional :

Pemberian oksigen dapat membantu pasien mencukupi kebutuhan oksigen

yang mungkin tidak tercukupi dengan baik akibat obstruksi jalan nafas

Diagnosa 2

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma secara fisik.

Tujuan:

Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang

relaks dan tenang

Kriteria evaluasi :

Komunikasi tentang nyeri yang didiskripsikan

Pasien tampak tenang tidak meringis kesakitan

Tidak menunjukan nyeri menelan

Intervensi dan Rasional :

Mandiri

1. kaji tingkat nyeri atau derajad nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan

menggunakan skala nyeri

Rasional:

Dengan mengetahui rasa nyeri yang dirasakan pasien dapat segera

menentukan tindakan selanjutnya

2. Berikan rasa nyaman ( perubahan posisi ) dan aktifitas hiburan

Rasional:

KEP/RSMI/2011 Page 36
Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian

pada sesuatu disamping diri sendiri/ ketidak nyamanan

3. Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan hati-hati

bila tidak mampu menelan

Rasional:

Menelan menyebabkan aktifitas otot yang dapat menimbulkan nyeri karena

adanya edema/ regangan jahitan

4. Selidiki perubahan karakteristik nyeri, periksa mulut, jahitan atau adanya trauma

baru

Rasional :

Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi lanjut,

jaringan yang terinflamasi dan kongesti dapat dengan mudah mengalami

trauma

Kolaborasi

1. Berikan irigasi oral, anastesi sprey dan kumur-kumur, anjurkan pasien melakukan

irigasi sendiri

Rasional:

Memperbaiki kenyamanan, meningkatkan penyembuhan dan menurunkan bau

mulut

2. Berikan Analgetik

Rasional:

Derajad nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologis pembedahan

sesuai dengan kondisi tubuh

Diagnosa 3

KEP/RSMI/2011 Page 37
Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan resiko perdarahan

akibat tindakan operatif

Tujuan :

Pasien dapat menunjukkan ke adekuatan cairan yang ada dalam tubuhnya dan tampak

segar

Kriteria Evaluasi :

Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat

TTV stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik

Turgor kulit normal, membrane mukosa lembab

Pengeluaran urine individu yang sesuai

Intervensi dan evaluasi:

Mandiri

1. Catat intake dan output

Rasional:

Dokumentasikan yang akurat akan catatan intra operasi membantu dalam

mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan penggantian dan pilihan

yang mempengaruhi intervensi

2. Kaji adanya mual dan muntah

Rasional:

Efek dari anastesi timbul mual atau muntah sehingga dapat

mempengaruhi kebutuhan pasien akan intake

3. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer

Rasional :

Kulit yang dingin atau lembab, denyut yang lemah mengindikasikan untuk

penggantian cairan tambahan

KEP/RSMI/2011 Page 38
Kolaborasi

1. Berikan cairan parenteral, sesuai dengan petunjuk

Rasional:

Menggantikan cairan yang telah keluar sebelumnya, catat waktu penggantian

nol rupulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta :

EGC

2. Doengoes, Marilynn E (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman

Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC

3. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika

4. Mansjoer, et all. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

5. Sjamsuhidajat ; R & Jong, W.D. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta ; EGC

6. Smeltzer, Suzanne & Bare, B E. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah, Brunner & Suddarth, ed. 8. Jakarta ; EGC

KEP/RSMI/2011 Page 39
ASUHAN KEPERAWATAN PADA

UROLITHIASIS

PENGERTIAN
Urolithiasis atau batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih ( urolithasis ),

urolithiasis sudah dikenal sejak zaman babilonia dan mesir kuno dengan

ditemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dappat

ditemukan sepanjang saluran kemih mulai dari system kaliks ginjal,piclum,ureter,

buli- buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk diginjal kemudian turun ke saluran

kemih bagian bawah atau memang terbentuk disaluran kemih bagian bawah karena

adanya statis urine seperti pada buli buli karena hyperplasia prostat atau batu uretra

yang terbentuk didalam ventrikel uretra, batu ginjal adalah batu yang terbentuk

ditubuli ginjal kemudian berada dikaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bias

mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang

paling sering terjadi ( purnomo, 2000 ).


Batu ginjal adalah batu dapat terbentuk diberbagai tempat pada system renal. Bila

dipelvis remmis atau kaliks, disebut nefrolitiasis. Urolitiasis ( batu ginjal ) merupakan

KEP/RSMI/2011 Page 40
istilah umum batu ginjal disembarang tempat. Batu ini terdiri dari garam kalsium,

asam urat, oksalat, sistin, xantin, dan siruvite. ( dr. tambayong, 2000).
Batu ginjal adalah gangguan yang terjadi dengan gejala penggupalan batu ginjal

karena terjadi stagnasi urine. Biasanya terjadi pada orang yang minunm sehingga

dibuang dan ginjal keluar tubuh. (www.google.com.2010).


Batu ginjal adalah mineral yang keras dan mineral dari Kristal yang terbentuk

didalam ginjal atau saluran kencing. Batu batu ginjal adalah penyebab yang umum

dari darah dalam urin dan seringkali yang berat/parah pada perut, punggul, atau

selangkangan. Batu batu ginjal adakalanya disebut renal calculi. Kondisi dari

mempunyai batu batu ginjal disebut nephrolithiasis atau urolithiasis. ( www.

Google. Com.2010 ).

ETIOLOGI
Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya

batu saluran kemih yang dibedakan sebagai factor intrinsic dan factor ekstrinsik):
Factor factor intrinsik, meliputi :
1. herediter : diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur : paling sering didapatkan pada usia ( 30 -50 tahun ).
3. Jenis kelamin : jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibandingkan pasien

wanita.

Factor ekstrinsik, meliputi :

1. Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang labih

tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt ( sabuk

batu ).
2. Iklim dan temperature
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat

meningkatan insiden batu saluran kemih.


4. Diet : diet tinggi putih, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu

saluran kemih.
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak

duduk / kkuranng aktivitas fisik ( sedentary life ).

KEP/RSMI/2011 Page 41
PATOFISIOLOGI
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam

urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan

batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik,

diantaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat

dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia).


Batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang

disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urine menjadi alkali karena

pemecahan ureum. Batu asam utine disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu

urat pada anak terbentuk karena PH urin rendah.


Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyakit berupa obstruksi dan infeksi

saluran kemiih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi

urine atau keluhan matasi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas

dapat menyebabkan hidronreter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan didalam

saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan

kerusakan ginjal permanen ( gagal ginjal ).

MANISFESTASI KLINIK
Gerakan peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga

menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini

dapat menjalar hingga keperut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal,

dan sampai kekemaluan.


Batu yang terletak disebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri

pada saat kencing dan sering kencing. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada

umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada

diureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan

obstruksi kronis berupa hidroureter/hidronefrosis.


Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan

penyakit yang terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatakan nyeri ketok

KEP/RSMI/2011 Page 42
didaerah kokstae - vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefronis,

ditemukan tanda tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan

demam / ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya leukosit, hematusia dan dijumpai

Kristal kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukan

adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.


b. pemeriksaan faal ginjal bertujuan mancari kemungkinan terjadinya penurunan

fungsi ginjal ( ureum dan creatinin ) dan untuk mempersiapkan pasien menjalani

pemeriksaan foto piv. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai

penyebab timbulnya batu saluran kemih ( kadar kalsium, oksilat, fosfat maupun

urat dalam darah dan urine ).


c. pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio

opak dan paling sering dijumpai diantara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat

non opak ( radio- kusen ).


d. pemeriksaan picolografi intravena ( piv ) bertujuan menilai keadaan anatomi dan

fungsi ginjal. Selain itu piv dapat mendeteksi adanya batu semi opak/batu non opak

yang tidak tampak pada foto polos abdomen.


e. USG ( ultrasonografi ) dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan

PIV seperti pada keadaan alergi zat kontrasi, faal ginjal menurun dan pada

pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal/buli- buli ( tampak

sebagai choicv shadow ). Hidronefrosisipionefrosis atau pengkerutan ginjal.

PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya <5 mm, karena batu yang diharapkan dapat

keluar spontan, terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar

aliran urine dengan pemberian uretikum, dan minum banyak supaya mendorong

batu keluar
b. ESWL ( Extracorporeal shockwave Lithotripsi )

KEP/RSMI/2011 Page 43
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh caussy

pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal. Batu ureter proksimal, atau

batu buli-buli melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi

fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih


c. Endourologi
1. PNL ( Percutaneus Nephro litholapaxy )
Mengeluarkan batu yang berada disaluran ginjal dengan cara memasukkan alat

endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan

atau dipecah terlebih dahulu.


2. Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah

batu ( litotriptor ) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan

evakuator Ellik.
3. Uretroskopy atau uretero-renoscopy
Memasukkan alat uretroscopy per uretram guna melihat keadaan ureter atau

sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada

didalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

uretroscopy atau uretro-renoscopy ini.


4. Ekstraksi dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang dormia
d. Bedah laparaskopi
Pembedahan laparascopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang

berkembang . cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

e. Bedah terbuka
Pielolitotomi atau nefrolitotomi adalah mengambil batu disaluran ginjal
Ureterolitotomi adalah mengambil batu di ureter
Vesikolitotomi adalah mengambil batu di vesicaurinaria
Uretrolitotomi adaalah mengambil batu di uretra.
Setelah batu dikeluarkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalah

upaya mencegah timbulnya kekambuhan. Secara umum, tindakkan pencegahan

yang perlu dilakukan adalah :


1. menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2

3 liter/hari.
2. diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3. aktivitas harian yang cukup

KEP/RSMI/2011 Page 44
4. Medikamentosa

PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan dengan

pasien secara sistematis. Pengkajian keperawatan pada uretrolithiasis tergantung pada

ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999 hal 672),

a. Aktivitas/istirahat

Gejala: pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan

bersuhu tinggi, keterbatasan aktifitas/mobilitas sehubungan kondisi sebelumnya

b. Sirkulasi

Tanda : peningkatan tekanan darah atau nadi, nyeri ( obstruksi oleh kalkulus)

kulit hangat dan kemerahan, pucat

c. Eliminasi

Gejala: riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica

urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.

Tanda: oligouria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkem

d. Makanan/cairan

Gejala: mual muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,kalsium

oksalat/fosfat. Ketidak cukupan intake cairan

Tanda: Distensi abdominal, penurunan/ tidak ada bising usus, muntah

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri dapat

digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi atau tindakan

lain

Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen

KEP/RSMI/2011 Page 45
f. Keamanan

Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil

g. Penyuluhan dan Pembelajaran

Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK, paratiroidisme,

hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, allopurinol, fosfat,

tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin

h. Pemeriksaan diagnostik

Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto Rontgen, IVP,

sistoureteroskopi, scan CT, USG

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1

Nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan

Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.

Kriteria evaluasi:

Wajah tampak rileks

Pasien dapat istirahat dengan baik

Intervensi dan rasional:

Mandiri

1. Catat lokasi nyeri, lamanya intensitas, dan penyebaran

Rasional :

Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan pergerakan kalkulus.

2. Jelaskan penyebab nyeri

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 46
memberi kesempatan untuk pemberian analgetik dan membantu meningkatkan

koping pasien.

3. Berikan posisi yang nyaman

Rasional :

meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan koping.

4. Anjurkan tehnik relaksasi dengan nafas dalam

Rasional :

Relaksasi nafas dalam dapat mengurangi rasa nyeri dan memperlancar sirkulasi

oksigen keseluruh jaringan tubuh

5. Ukur TTV

Rasional:

Dengan mengetahui TTV pasien dapat menilai adanya peningkatan nyeri atau

tidak

Kolaborasi

1. pemberian obat Analgetik

Rasional :

mengurangi keluhan dan obat analgetik dapat mengurangi rasa nyeri

Diagnosa 2

Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi

mekanik

Tujuan : Mempertahankan fungsi ginjal adekuat

Kriteria evaluasi:

Pasien BAK dengan lancar

Tidak menunjukkan kesakitan pada saat BAK

Pasien terlihat tenang

KEP/RSMI/2011 Page 47
Intervensi dan rasional :

1. Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine

Rasional :

Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi

2. Tetapkan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi

Rasional :

Kalkulus dapat menyebabkan eksibilitas syaraf, sehingga menyebabkan

sensasi kebutuhan berkemih segera.

3. Dorong peningkatan intake cairan

Rasional:

Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan dapat membantu lewatnya

batu

4. Periksa semua haluaran urine, catat adanya batu

Rasional :

Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe dan jenis batu untuk pilihan

terapi

5. Selidiki keluhan kandung kemih penuh

Rasional :

Retensi urine dapat terjadi, sehingga menyebabkan distensi jaringan

Kolaborasi

1. Awasi pemeriksaan laboratorium

Rasional :

Hal ini mengindikasikan fungsi ginjal

Diagnosa 3

KEP/RSMI/2011 Page 48
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca

obstruksi

Tujuan : Mencegah komplikasi

Kriteria evaluasi :

Pasien tidak menunjukkan kelemahan

Turgor kulit elastis dan tidak pucat

Intake cairan cukup

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Awasi intake dan output

Rasional :

Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam

evaluasi adanya kerusakan ginjal

2. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung

Rasional :

Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homoestasis tindakan

mencuci yang dapat membilas batu keluar

3. Observasi tanda-tanda vital

Rasional:

Indikasi hidrasi / volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi

Kolaborasi

1. Awasi Hb, Ht, dan elektrolit

Rasional :

Mengkaji hidrasi dan ke efektifan/ kebutuhan intervensi

KEP/RSMI/2011 Page 49
Diagnosa 4

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi

informasi, tidak mengenal sumber informasi

Tujuan : Memberikan informasi tentang penyakitnya/ prognosis

dan kebutuhan pengobatan

Kriteria evaluasi :

Pasien dan keluarga memahami tentang penyakit dan pengobatannya

Pasien dan keluarga tidak menunjukkan kegelisahan

Intervensi dan rasional :

1. Kaji ulang proses penyakit

Rasional :

Memberi pengetahuan dasar, dimana pasien dan keluarga dapat membuat

pilihan berdasarkan informasi

2. Tekankan pentingnya peningkatan masukan cairan

Rasional :

Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan pembentukn batu

3. Kaji ulang program diet

Rasional:

Diet tergantung tipe batu

KEP/RSMI/2011 Page 50
DAFTAR PUSTAKA

1. C. Long Barbara, Perawatan Medikal Bedah , jilid 3, Yayasan IAPK

Pajajaran, Bandung, 1996

2. Doenges ME, dkk., Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta,

2000

3. Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume I,

EGC, Jakarta , 1999

4. Marry Ann Matteson, Introductory Nursing Care of Adults, Sounder Company,

Philadelpia Penn Sylvani, 1995

5. Purnomo, B. Basuki, Dasar-dasar Urolog , cetakan I, CV. Infomedika,

Jakarta, 2000

6. Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, cetakan II, EGC, Jakarta,

1996

7. Wim de Jong dan Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC,

Jakarta, 1998

KEP/RSMI/2011 Page 51
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI

PENGERTIAN

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian


mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim
de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra
pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi
hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis
dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami


hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)


Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan
antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan
prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi
hiperplasia kelenjar periurethral.

KEP/RSMI/2011 Page 52
Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya
sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona
periurethral.

PATOFISIOLOGI

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi
perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat
detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai
(trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat
menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang
apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah
dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi,
sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.

MANIFESTASI KLINIK
Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)

Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.


Rasa nyeri saat memulai miksi/
Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

KOMPLIKASI
Aterosclerosis

Infark jantung
Impoten
Haemoragik post operasi

KEP/RSMI/2011 Page 53
Fistula
Striktur pasca operasi & inconentia urine

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.

2. Radiologis

Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy,


foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal
buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal
(TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran
prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa
urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat
dan Wim De Jong, 1997).

PENATALAKSANAAN
1. Non Operatif

Pembesaran hormon estrogen & progesteron


Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
Pemasangan kateter.

2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml

TUR (Trans Uretral Resection)


STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)

KEP/RSMI/2011 Page 54
Retropubic Extravesical Prostatectomy)
Prostatectomy Perineal

3. Prostatektomi Retro Pubis

Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya
ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior
kapsula prostat.

4. Prostatektomi Parineal

Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

PENGKAJIAN

1. Data subyektif :

Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.


Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif :

Terdapat luka insisi


Takikardi
Gelisah
Tekanan darah meningkat
Ekspresi wajah ketakutan
Terpasang kateter

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik; pembesaran prostate,
dekompresi otot destrusor
Tujuan : Pasien mampu berkemih dengan lancer dan jumlah yang
cukup

KEP/RSMI/2011 Page 55
Kriteria evaluasi :
Tak teraba distensi kandung kemih
Menunjukkan residu pasca- berkemih kurang dari 50 ml; dengan tidak adanya
tetesan/kelebihan aliran
Intervensi dan rasional :
Mandiri
1. Motivasi pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
Rasional :
Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada kandung kemih
2. Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress
Rasional :
Tekanan ureteral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat
menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat dan urine keluar
secara tidak sadar
3. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
Rasional :
Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
4. Awasi dan catat waktu, jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan haluaran
urine dan perubahan berat jenis
Rasional :
Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal
5. Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer, timbang BB
tiap hari, pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat
Rasional :
Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan
akumulasi sisa toksik; dapat berlanjut kepenurunan ginjal total
6. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila di indikasikan
Rasional :
Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan
ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi; anti spasmodic, antibiotic, dan fenoksibenzamin

KEP/RSMI/2011 Page 56
Rasional :
Antispasmodik menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan
iritasi oleh karena pemasangan kateter, Antibiotik diberikan untuk melawan
infeksi, mungkin digunakan secara profilaksis, Fenoksibenzamin diberikan
untuk memperlancar berkemih dan merelaksasikan otot polos prostate dan
menurunkan tahanan terhadap aliran urine
2. Irigasi kateter sesuai indikasi
Rasional :
Mempengaruhi pastensi atau aliran urine
3. Monitor laboratorium; ureum creatinin, elektrolit
Rasional :
Pembesaran prostate secara nyata menyebabkan dilatasi saluran perkemihan
atas ( ureter dan ginjal ), berpotensi merusak fungsi ginjal dan menimbulkan
uremia
4. Siapkan atau Bantu untuk drainase urine dengan sistostomi
Rasional :
Di indikasikan untuk mengalirkan kandung kemih selama episode akut dengan
azotemia atau bila bedah dikontraindikasikan karena status kesehatan pasien

Diagnosa 2

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu


mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria evaluasi :

Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.


Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi dan rasional :

Mandiri

KEP/RSMI/2011 Page 57
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0-10 ) lamanya

Rasional :

Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ ke


efektifan intervensi
2. Apabila terpasang drainase plester selang pada paha dan kateter pada abdomen

Rasional :

Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis dan scrotal
3. Pertahankan tirah baring bila di indikasikan

Rasional :

Tirah baring diperlukan pada awal fase retensi akut dan membantu
mengurangi nyeri kolik
4. Berikan tehnik relaksasi/ nafas dalam, aktivitas therapeutic

Rasional :

Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat


meningkatkan kemampuan koping

Kolaborasi

1. Berikan obat sesuia indikasi; Narkotik

Rasional :

Diberikan untuk menghilangkan rasa nyeri berat, memberikan relaksasi mental


dan fisik

2. Pemberian antibacterial

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 58
Menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius juga yang dimasukkan
melalui system drainase

Diagnosa 3

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pascaobstruksi diuresis


kandung kemih yang distensi

Tujuan : Mempertahankan hidrasi adekuat

Kriteria evaluasi :

Tanda vital stabil


Membrane mukosa lembab
Haluaran urine cukup

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Awasi haluaran urine dengan hati-hati, tiap jam bila di indikasikan, perhatikan
haluaran 100-200 ml/jam

Rasional :

Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena


ketidak cukupan jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus ginjal
2. Awasi tanda vital, evaluasi pengisian kapiler dan membrane mukosa oral

Rasional :

Menunjukkan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik


3. Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 59
Menurunkan kerja jantung, memudahkan hemostasis sirkulasi

Kolaborasi

1. Awasi elektrolit, khususnya natrium

Rasional :

Bila pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraselular, natrium dapat


mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremia
2. Berikan cairan IV ( garam faal hipertonik ) sesuai kebutuhan

Rasional :

Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/ memperbaiki


hipovolumia

KEP/RSMI/2011 Page 60
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya,
Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University


Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

KEP/RSMI/2011 Page 61
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PERITONITIS

PENGERTIAN

Peritonitis adalah peradangan peritonium, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya

akan vaskularisasi dan aliran limpa

ETIOLOGI

1. Infeksi bakteri

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

Appendiksitis yang meradang dan perforasi

Tukak peptik ( lambung/duedenum )

Tukak thypoid

Tukak disentri Amoeba / colitis

Tukak pada tumor

Salpingitis

Divertikulitis

Kuman yang paling sering adalah bakteri coli, streptokokus alpha dan beta

hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya

adalah clostridium wechii

2. Secara langsung dari luar

Operasi yang tidak steril

KEP/RSMI/2011 Page 62
Terkontaminasi talkum venetum,lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis

yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa serta merupakan peritonitis

lokal

Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati

Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis, terbentuk pula

peritonitis granulomatosa

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut sepeti radang

saluran pernafasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonephritis,

penyebeb utama adalah streptokokus atau pneumokokus

PATOFISIOLOGI

Peritonitis menimbulkan efek sistemik perubahan sirkulasi, perpindahan cairan,

masalah pernafasan menyebabkan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit. Sistem

sirkulasi mengalami tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan

darak ekstra ke area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini

meningkatkan tekanan dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi

darah berkurang, meningkatkan kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan

meninggikan tekanan abdomen yang meninggikan diafragma.

MANIFESTASI KLINIK

Syok ( neurogenik, hipovolemik atau septik ) terjadi pada beberapa penderita

peritonitis umum

Demam tinggi

Distensi abdomen

KEP/RSMI/2011 Page 63
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada

perluasan iritasi peritonitis

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang

jauh dari lokasi peritonitisnya

Nausea

Vomitus

Penurunan peristaltik

KOMPLIKASI

Eviserasi luka

Pembentukan abses

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes laboratorium

Leukositosis bisa mencapai lebih dari 20.000

Hematokrit meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi

Protein/ albumin serum mungkin menurun karena perpindahan cairan

Mungkin hipokalemi

Pada pemeriksaan kultur organisme penyebab mungkin terindentifikasi

dari darah, eksudat/sekret atau cairan asites

Asidosis metabolik dan Alkalosis respiratori pada pemeriksaan AGD

2. Radiologi

Foto polos abdomen 3 posisi ( anterior, posterior, lateral ), Didapatkan:

Ileus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis

KEP/RSMI/2011 Page 64
Usus halus dan usus besar dilatasi

Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi

PENATALAKSANAAN
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan

kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk

mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan

melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan

dapat diupayakan.

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti

apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah

insisi dan drainase terhadap abses.

PENGKAJIAN

Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan

Tanda : Kesulitan ambulasi

Sirkulasi

Tanda : Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok), edema jaringan

Eliminasi

Gejala :

Ketidakmampuan defekasi dan flatus

Diare (kadang-kadang)

Tanda :

KEP/RSMI/2011 Page 65
Cegukan; distensi abdomen; abdomen diam

Penurunan haluaran urine, warna gelap

Tak ada bising usus ( ileus ); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar

( obstruksi ); kekakuan Abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani ( ileus );

hilang suara pekak diatas hati ( udara bebas dalam abdomen )

Makanan / cairan

Gejala : Anoreksia, mual/muntah; haus

Tanda :

Muntah proyektil

Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk

Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu, terus

menerus oleh gerakan.

Tanda :

Distensi, kaku, nyeri tekan

Otot tegang ( Abdomen ); lutut flexsi, prilaku distraksi; gelisah; fokus pada

diri sendiri

Pernafasan

Tanda : pernafasan dangkal, takipnea

Keamanan

KEP/RSMI/2011 Page 66
Gejala : Riwayat inflamasi organ pelvik ( salpingitis ); infeksi pasca melahirkan,abses

retroperitonial

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1

Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

Tujuan : Persepsi tentang nyeri pasien menurun, ditandai penurunan

skala nyeri dan tidak meringis

Kriteria Evaluasi :

Laporan nyeri hilang/terkontrol

Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Observasi adanya nyeri, catat lokasi, lama, intensitas ( skala 0-10 ) dan

karakteristiknya ( dangkal, tajam, konstan )

Rasional :

Perubahan dalam lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan

tejadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat dan

menyebar ke atas; nyeri dapat lokal bila terjadi abses

2. Pertahankan posisi semi - fowler sesuai indikasi

Rasional :

Memudahkan drainase cairan/luka karena gravitasi dan membantu

meminimalkan nyeri karena gerakan

KEP/RSMI/2011 Page 67
3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, nafas dalam, latihan

relaksasi

Rasional :

Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping

pasien dengan memfokuskan kembali perhatian

4. Berikan perawatan mulut dengan sering, hilangkan rangsangan lingkungan yang

tak menyenangkan

Rasional :

Menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan tekanan/nyeri intra

abdomen

Kolaborasi

1. Berikan obat sesuai indikasi: Analgetik

Rasional :

Menurunkan laju metabolik dan iritasi usus karenatoksin sirkulasi/lokal, yang

membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan

2. Pemberian Antiemetik

Rasional :

Menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan nyeri abdomen

3. Pemberian antipiretik

Rasional :

Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan demam/menggigil

Diagnosa 2

Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

mual/muntah, disfungsi usus

KEP/RSMI/2011 Page 68
Tujuan : Mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen

positif

Kriteria Evaluasi :

Asupan adekuat

Pasien tidak menunjukkan mual/muntah

Intervensi dan rasional :

1. Observasi dan catat adanya haluaran selang NGT, muntah/diare

Rasional :

jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah/diare diduga terjadi obsruksi

usus, memerlukan evaluasi lanjut

2. Auskultasi bising usus, catat tidak adanya bunyi/ hiperaktif

Rasional :

Meskipun bising usus sering tidak ada, inflamasi/iritasi usus dapatmenyertai

hiperaktivitas usus, penurunan absopsi air dan diare

3. Ukur lingkar abdomen

Rasional :

Memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster/usus dan akumulasi

asites

4. Kaji abdomen dengan sering untuk kembali kebunyi yang lembut, penampilan

bising usus normal, dan kelancaran status

Rasional:

Menunjukkan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuanuntuk

memulai masukan per oral

Kolaborasi

1. Awasi protein Albumin globulin, glukosa, keseimbangan nitrogen sesuai indikasi

KEP/RSMI/2011 Page 69
Rasional:

Menunjukkan fungsi organ dan status kebutuhan nutrisi

2. Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut

Rasional :

Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan

resiko iritasi gaster

3. Berikan hiperalimentasi sesuai indikasi

Rasional :

Meningkatkan penggunaan nutrien dan keseimbangan nitrogen positif pada

pasien yang tak mampu mengasimilasi nutrien dengan normal

Diagnosa 3

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari

ekstraseluler, intravaskuler, dan area interstisial ke dalam usus dan atau area peritonial

Tujuan : Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan

Kriteria evaluasi :

Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal

Tanda vital stabil

Membran mukosa lembab

Turgor kulit baik

Pengisian kapiler meningkat

Berat badan dalam rentang normal

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takhikardi, takiepnea,demam, ukur

CVP bila ada

KEP/RSMI/2011 Page 70
Rasional :

Membantu dalam evaluasi derajad defisit cairan/keefektifan penggantian terapi

cairan dan respons terhadap pengobatan

2. Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat

badan harian. Termasuk perkiraan kehilangan cairan contoh penghisapan

gaster,drain, balutan, keringat, lingkar abdomen

Rasional :

Menunjukkan status hidrasi keseluruhan. Keluaran urine mungkin menurun

pada hipovolumia dan penurunan perfusi ginjal, tetapi berat badan makin

meningkat, menunjukkan edema jaringan/asites. Kehilangan dari penghisapan

gaster mungkin besar, dan banyaknya cairan tertampung pada usus dan area

peritoneal

3. Ukur berat jenis urine

Rasional :

Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal, yang

mewaspadakan terjadinya gagal ginjal akut pada respons terhadap

hipovolumia

4. Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor, catat edema perifer

atau sakral

Rasional :

Hipovolumia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor

kulit, menambah edema jaringan

5. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan

pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan

Rasional:

KEP/RSMI/2011 Page 71
Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit

Kolaborasi

1. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, ureum

creatinin

Rasional:

Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ, berbagai gangguan

dengan konsekwensi tertentu pada fungsi sistemik

2. Berikan plasma /darah, cairan, elektrolit, diuretik sesuai indikasi

Rasional:

Mengisi/mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.

Koloid (plasma darah) membantu menggerakkan air ke dalam area

intravaskuler dengan meningkatkan tekanan osmotik. Diuretik digunakan

untuk membantu pengeluaran toksin dan meningkatkan fungsi ginjal

3. Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/intestinal

Rasional:

Menurunkan hiperaktifitas usus dan kehilangan dari diare

Diagnosa 4

Resiko tinggi terjadinya infeksi ( septikimia ) berhubungan dengan tidak adekuat

pertahan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltik)

Tujuan : Meningkatnya penyembuhan pada waktunya dan tidak

terjadi infeksi

Kriteria evaluasi :

Bebas drainase purulent atau eritema

Tidak demam

Menyatakan pemahaman penyebab individu/faktor resiko

KEP/RSMI/2011 Page 72
Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. catat faktor resiko individu contoh trauma abdomen, apendiksitis akut,dialisa

peritoneal

Rasional :

Mempengaruhi dalam menentukan intervensi

2. Kaji tanda vital dengan sering, catat bila ada hipotensi, penurunan tekanan nadi,

takikardia, demam, takipnea

Rasional :

Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi,

kehilangan cairan dari sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung

3. Catat warna kulit, suhu, kelembaban

Rasional :

Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septikemia, selanjutnya

manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab termasuk tanda syok

4. Awasi haluaran urine

Rasional :

Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi

mempengaruhi antibiotik

5. Pertahankan tehnik aseptik ketat pada perawatan drain abdomen, luka insisi

terbuka, dan sisi invasif

Rasional :

Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif/kontaminasi

silang

6. observasi drainase pada luka drain

KEP/RSMI/2011 Page 73
Rasional :

Memberikan informasi tentang status infeksi

7. Pertahankan tehnik steril bila pasien dipasang kateter, berikan perawatan kateter/

kebersihan perineal rutin

Rasional :

Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius

8. Berikan perlindungan isolasi bila di indikasikan dan batasi pengunujng

Rasional:

Menurunkan resiko terpajan pada / menambah infeksi sekunder pada pasien

yang mengalami tekanan imun

Kolaborasi

1. Ambil contoh/awasi hasil pemeriksaan seri darah,urine,kultur luka

Rasional :

Mengidentifikasi mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji ke efektifan

program antimikrobial

2. bantu dalam aspirasi peritonial, bila di indikasikan

Rasional :

Dilakukan untuk membuang cairan dan untuk mengidentifikasi organisme

infeksi sehingga terapi antibiotik yang tepat dapat diberikan

3. Berikan antimikrobial, lavase peritonial iv

Rasional:

Terapi ditujukan pada terapi anaerob dan basil aerob gram negatif, lavase

dapat digunakan untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi

yang terlokalisasi

4. Siapkan untuk intervensi bedah bila di indikasikan

KEP/RSMI/2011 Page 74
Rasional :

Pengobatan pilihan (kuratif) peritonitis akut, contoh untuk drainase abses

lokal, membuang eksudat peritoneal, membuang ruptur apendiks, mengatasi

perforasi usus atau reseksi usus

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott
Company. Philadelphia. 1984.

Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.

KEP/RSMI/2011 Page 75
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
HEMORRHOID

PENGERTIAN

Hemorrhoid adalah pembengkakan atau distensi vena di daerah anorektal. Sering

terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan

perdarahan. Literatur lain menyebutkan bahwa hemorrhoid adalah varices vena

eksternal dan / atau internal dari kanal anus yang disebabkan oleh adanya tekanan

pada vena-vena anorektal.

Hemorrhoid adalah pelebaran vena didalam pleksus hemoridalis yang tidak

merupakan keadaan patologik. Apabila menyebabkan keluhan atau penyulit perlu

diberikan tindakan.

ETIOLOGI

1. Kehamilan

2. Konstipasi (karena diit rendah serat atau rering menahan buang air besar)

3. Mengangkat benda berat

4. Berdiri atau duduk yang lama.

PATHOFISIOLOGI

KEP/RSMI/2011 Page 76
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena

vena-vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban, namun

bila distensi terjadi terus menerus akan timbul gangguan.

Salah satu faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena adalah

peningkatan tekanan intra abdominal. Kondisi ini menyebabkan peningkatan tekanan

vena porta dan tekanan vena sistemik, yang kemudian akan ditransmisi ke daerah

anorektal. Elevasi tekanan yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari

otot disekitarnya sehingga vena mengalami prolaps. Keadaan yang dapat

menyebabkan terjadinya elevasi yang berulang antara lain adalah obstipasi /

konstipasi, kehamilan dan hipertensi portal. Hemorrhoid dapat menjadi prolaps,

berkembang menjadi trombus atau terjadi perdarahan.

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari

vena hemoroidalis. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering

mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke

dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah

terjadi aliran balik

KLASIFIKASI

1. Hemorrhoid interna

KEP/RSMI/2011 Page 77
Tidak dapat dilihat melalui inspeksi perianal, terletak di atas spincter ani.

adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan

ditutupi oleh mukosa

Merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan jaringan submukosa pada

rektum sebelah bawah

Terdapat pada 3 posisi primer yaitu kanan depan, kanan belakang dan kiri

lateral

Derajat hemorrhoid interna

HEMOROID INTERNA
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I + - -
II + + Spontan
III + + Manual
IV + Tetap Tidak dapat

2. Hemorrhoid externa

Terletak di bawah spincter ani, sehingga dengan jelas dapat dilihat melalui

inspeksi pada anus.

Merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di

sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus

Hemorrhoid ekterna yang mengalami trombosis

Merupakan trombosis vena hemorhoidalis eksterna

Terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut akibat mengangkat barang berat,

batuk, bersin, mengedan atau partus

KEP/RSMI/2011 Page 78
Ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit kanalis analis yang nyeri sekali,

tegang, berwarna kebiru biruan, berukuran beberapa milimeter sampai 1 2

cm. dapat unilobular atau bebrapa benjolan. Ruptur dapat erjadi pada dinding

vena

Pada awal sangat nyeri kemudian berkurang dalam waktu 2 3 hari. Ruptur

spontan dapat diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan dapat terjadi tanpa

terapi setelah 2 4 hari

MANIFESTASI KLINIK

Perdarahan; merupakan tanda pertama hemorrhoid interna akibat trauma oleh

feces yang keras. Warna darah merah segar dan tak bercampur dengan feces,

segaris atau menetes.

Penonjolan/prolaps akibat pembesaran hemorroid secara perlahan, pada awalnya

terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada

stadium lanjut prolaps perlu didorong agar kembali masuk ke anus.

Pada tahap lanjut prolaps menetap dan tidak dapat didorong lagi

KOMPLIKASI

keluar mukus dan terdapat feces pada bagian dalam

terdapat iritasi kulit perianal yg menimbulkan gatal atau pruritus anus, disebabkan

oleh karena kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus

Nyeri timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udema dan radang

KEP/RSMI/2011 Page 79
Akibat perdarahan yang berulang mengakibatkan anemia

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Colok dubur

Anuskopi/rectoscopy

Proktosigmoidoscopi, untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh

proses radang atau keganasan

Pemeriksaan feces terhadap adanya darah samar

PENATALAKSANAAN

Hemorhoid derajat I dan II dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana

disertai nasehat tentang makan (sebaiknya makanan berserat tinggi)

Suppositoria dan salep anus untuk efek anestetik dan astrigen

Hemorrhoid interna yang mengalami prolaps dapat dimasukkan kembali secara

perlahan dan disusul dengan istirahat baring dan kompres lokal untuk mengurangi

pembengkakan

Rendam duduk dengan cairan hangat dapat meringankan nyeri

Bila penyakit radang usus yang mendasari terapi medik harus diberikan

Skleroterapi : penyuntikan diberikan submukosa di dalam jaringan alveolar yang

longgar dengan tujuan menimbulkan peradangan sterilfibrotik & parut

Ligasi dengan gelang karet untuk hemorrhoid besar atau prolaps

Bedah beku/cryo surgery: hemorrhoid dibekukan dengan pendinginan suhu rendah


KEP/RSMI/2011 Page 80
Hemorodektomi: untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan

hemoroid derajat III dan IV atau penderita dengan perdarahan berulang dan

anemia atau hemorrhoid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan

hebat

PENGKAJIAN

Subyektif

1. Batasan karakteristik

Pola makan dan minum

a. Kebiasaan

b. Keadaan saat ini

Riwayat kehamilan

Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan hemorrhoid

berkembang cepat

Riwayat penyakit hati

Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih besar.

Gejala / keluhan yang berhubungan

a. Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus

b. Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan (menetes)

c. Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini, faktor-faktor yang

menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya serta upaya atau

obat-obatan yang sudah digunakan)

d. Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus

KEP/RSMI/2011 Page 81
Obyektif

1. Batasan karakteristik

Pemeriksaaan daerah anus

a. Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna dapat dilihat

dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan apakah ada tanda

trombus juga amati apakah ada lesi.

b. Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher)

Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :

Warna kulit

Warna konjungtiva

Waktu pengisian kembali kapiler

Pemeriksaan Hb

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1

Konstipasi berhubungan dengan menahan bab akibat nyeri selama eliminasi

Tujuan : Pasien menunjukkan buang air besar lancar

Kriteria evaluasi :

Pada saat buang air besar lancar, konsistensi lembek

Tidak keluar darah pada saat BAB

KEP/RSMI/2011 Page 82
Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Berikan dan anjurkan minum kurang lebih 2 liter perhari

Rasional :

Intek air minum yang banyak dapat memperlancar buang air besar

2. Berikan dan anjurkan makanan tinggi serat

Rasional :

Makan tinggi serat dapat membantu menstabilkan peristaltic usus sehingga

memudahkan untuk buang air besar

3. Anjurkan pasien untuk segera buang air besar bila timbul keinginan untuk BAB

Rasional :

Mencegah terjadinya sembelit pada waktu BAB

Kolaborasi

1. Berikan laxative sesuai program dokter

Rasional :

Terapi laksatif bersifat merelaksasikan spinkter ani sehingga memudahkan pada

saat BAB dan mencegah terjadinya perdarahan

Diagnosa 2

Nyeri anal berhubungan dengan trombus vena hemoroidalis

Tujuan : nyeri berkurang sampai dengan hilang

Kriteria evaluasi :

KEP/RSMI/2011 Page 83
Wajah pasien tampak tenang

Tanda-tanda vital normal

Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang

Pasien dapat istirahat tidur

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Observasi tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan

Rasional :

Dengan mengetahui tanda vital pasien secara mnyeluruh dapat menentukan

intervensi yan akan dilakukan

2. Berikan kompres dingin selama 3- 4 jam

Rasional:

Kompres dingin dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang ada

pada anus sehingga mengurangi rasa nyeri

3. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

Rasional :

Mengalihkan perhatian pasien terhadap rasa nyeri membantu untuk

mengurangi rangsang nyeri yang dialami

Kolaborasi

1. Pemberian terapi Analgetik

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 84
Analgetik dapat merangsang pusat nyeri sehingga rasa terhadap nyeri
berkurang

2. Rencanakan untuk pembedahan

Rasional :

Dengan dilakukan pembedahan dapat menghilangkan jaringan hemorrhoid

yang ada pada anus

3. Rendam duduk hangat dengan PK 3-4 kali perhari post pembedahan

Rasional :

Rendam hangat dapat merelaksasikan syaraf syaraf yang ada pada dinding

anus post operasi pengangkatan jaringan hemorrhoid

Diagnosa 3

Resiko tinggi terjadinya anemia berhubungan dengan perdarahan vena hemorhoidalis

Tujuan : Pasien terhindar dari anemia

Kriteria evaluasi :

Konjungtiva merah muda

Hemoglobin dalam batas normal

Kapilari refill < 3 detik

Intervensi dan rasional :

Mandiri

1. Monitor perdarahan pasien meliputi ukur jumlahnya, intensitas

Rasional :

KEP/RSMI/2011 Page 85
Untuk menentukan intervensi selanjutnya

2. Observasi tanda-tanda vital dan akral

Rasional :

Apabila terjadi hipotensi atau akral dingin merupakan tanda dari terjadinya
syok akibat perdarahan

3. Monitor tanda anemia ditandai dengan tampak lelah, pucat dan tidak bersemangat

Rasional :

Pucat, lelah merupakan tanda awal secara fisik pada pasien anemia

Kolaborasi

1. Pemberian cairan dan transfuse

Rasional:

Pemenuhan kebutuhan cairan infuse dan tranfusi dapat


mengembalikan kehilangan cairan dan darah sebelumnya

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

KEP/RSMI/2011 Page 86
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya,
Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University


Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

STRUMA NODUSA NON TOKSIK ( SNNT )

KEP/RSMI/2011 Page 87
PENGERTIAN

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-

folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh

semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik

teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.

KLASIFIKASI

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:

1. Berdasarkan jumlah nodul; bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa

soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul

tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya; nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

ETIOLOGI

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor

penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

a. Defisiensi iodium

KEP/RSMI/2011 Page 88
Pada umumnya, pemderita penyakit struma sering terdapat didaerah yang kondisi
air minum dan tanahnya kurang mengandum iodium, misalnya daerah
pegunungan

b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

Penghambatan sintesa hormone oleh zat kimia ( sepeti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai )
Penghambatan sintesa hormone oleh obat-obatan ( thiocarbamide,sulfonylurea
dan litium )

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan,

laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas

kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan

berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.

PATOFISIOLOGI

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan

hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam

sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh

Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi

pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin

membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid

Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang

tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme

KEP/RSMI/2011 Page 89
tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan

balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini

menyebabkan pembesran kelenjar tiroid

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya

kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar,

akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan

juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan

di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya

denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,

berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

KOMPLIKASI

Gangguan menelan atau bernafas

Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung kongestif

( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh )

Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang

menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

KEP/RSMI/2011 Page 90
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya

kenyal

2. Human thyroglobulin ( untuk keganasan thyroid )

3. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan serum T 4 ( troksin ) dan T 3

(tryodotironin) dalam batas normal. Nilai normal T3 = 0,6 2,0, T4 = 4,6-11

4. Pada pemeriksaan USG ( ultrasonografi ) dapat dibedakan padat atau tidaknya

nodul

5. Kepastian histology dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus

6. Pemeriksaan sidik thyroid, yang hasilnya dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu:

Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya, hal ini menunjukkan fungsi yang rendah

Nodul panas bila penampakan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya,

keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih

Nodul hangat bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya, ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain

PENATALAKSANAAN

1. dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di


daerah endemic sedang berat
2. Edukasi, Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola
makan dan mensosialisasikan pemakaian garam beriodium

3. Penyuntikan lipidol, sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang


tinggal didaerah endemic diberi suntikan 40% tiga tahun sekali dengan dosis

KEP/RSMI/2011 Page 91
untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc- 0,8 cc

4. Tindakan operasi ( strumektomi ), pada struma nodusa non toksik yang besar
dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi
gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik,
indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai

5. L-tiroksin selama 4-5 bulan, preparat ini diberikan apabila terdapat nodul
hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulang. Apabila nodul mengecil,
terapi dilanjutkan apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy
atau operasi

6. Biopsy aspirasi jarum halus, dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang
dari 10 mm

PENGKAJIAN

1. Pengumpulan data
Identifikasi pasien

Keluhan utama pasien, pada pasien pre operasi mengeluh terdapat


pembesaran pada leher, kesulitan menelan dan bernafas. Pada post operasi
thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat
luka operasi

Riwayat penyakit sekarang, biasanya didahului oleh adanya


pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga
mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trachea eusofagus
sehingga perlu dilakukan operasi

Riwayat penyakit dahulu, perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu


yang berhubungan dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita
penyakit gondok

KEP/RSMI/2011 Page 92
Riwayat kesehatan keluarga, ada anggota keluarga yang menderita
sama dengan pasien saat ini

Riwayat psikososial, Akibat dari bekas luka operasi akan


meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan pasien merasa
malu dengan orang lain

2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum, pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya


compos mentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan
dan suhu yang berubah

Kepala dan leher, pada pasien pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid,
pada post operasi thyroidektomy biasanya didapatkan adanya luka operasi
yang sudah ditutup dengan kassa steril yang direkatkan dengan hypafik serta
terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari

Sistem pernafasan, biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan


secret efek dari anastesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas

Sistem Neurologi, pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri
akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit

Sistim gastrointestinal, komplikasi yang paling sering adalah mual akibat


peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan
hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.

Aktivitas/istirahat, insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan


berat, atrofi otot.

Eliminasi, urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

Integritas ego, Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi.

KEP/RSMI/2011 Page 93
Makanan/cairan, kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid.

Rasa nyeri/kenyamanan Nyeri orbital, fotofobia.

Keamanan, tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi


terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di
atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,
mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair,
pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.

Seksualitas, Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,

impotensi.

3. Diagnosa keperawatan

Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan


dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita


suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,


rangsangan pada sistem saraf pusat.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah


terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang


ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.

KEP/RSMI/2011 Page 94
Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh
darah sekunder terhadap pembedahan.

4. ntervensi keperawatan Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan


nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan
spasme laryngeal.

Tujuan: Jalan nafas klien efektif

Kriteria: Tidak ada sumbatan pada trachea

Rencana tindakan:
Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
Atur posisi semifowler
Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
4. Rasional
Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
Memberikan suasana yang lebih nyaman.
Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan
ventilsassi
Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring,


edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
1. Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
2. Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
3. Rencana tindakan:
Kaji pembicaraan klien secara periodik
Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.

KEP/RSMI/2011 Page 95
Kunjungi klien sesering mungkin
Ciptakan lingkungan yang tenang.
4. Rasionalisasi:
Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema
jaringan / sebagai efek pembedahan.
Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
Mengurangi kecemasan klien
Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,


rangsangan pada sistem saraf pusat.
1. Tujuan :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
2. Criteria
Tidak terdapat cedera
3. Rencana tindakan/intervensi
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang
rendah.
Memantau kadar kalsium dalam serum.
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
4. Rasional
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan
pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca
operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid
selama pembedahan.
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga
menjadi permanen.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
1. Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
2. Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya
nyeri.
3. Rencana tindakan
Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat
alih posisi .
Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.

KEP/RSMI/2011 Page 96
Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
4. Rasionalisasi
Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
Mengurangi ketegangan otot.
Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai


dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
1. Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
2. Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
3. Rencana tindakan:
Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut,
kedelai, Lobak cina dll.
Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
4. Rasionalisasi:
Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.

Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah


sekunder terhadap pembedahan.
1. Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
2. Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
3. Rencana tindakan:
Observasi tanda-tanda vital.
Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
4. Rasionalisasi:
Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui
perdarahan secara dini.
Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
d. Implementasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang diterapkan dan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keparawatan. EGC : Jakarta.


Harnawaty, dalam http://nersgeng.blogspot.com/ 2009/05/asuhan-keperawatan-
pasien-struma.html Senin, 08 November 2010.
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media
Aesculapius : Jakarta.

KEP/RSMI/2011 Page 97
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi
3. EGC : Jakarta.

Sumber : http://cicynno.blogspot.com

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


FRAKTUR

PENGERTIAN

Fraktur adalah pemisahan atau robekan pada kontinuitas tulang yang terjadi
karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang tidak mampu untuk
menahannya.

Fraktur atau umumnya patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak
lengkap. (Arice, 1995 : 11)

ETIOLOGI

KEP/RSMI/2011 Page 98
Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :

a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)

b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis

c. Patah karena letih

d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi

tiga yaitu :

4. Cedera traumatic

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata

secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya.

b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur

klavikula.

c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma

minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan

berikut :

Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali dan progresif.

KEP/RSMI/2011 Page 99
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau

dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D

yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh

defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan oleh kegagalan

absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah

3.

c.Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus

menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas

dikemiliteran.

Etiologi Fraktur ada dua jenis, yaitu :

1.Trauma langsung, yaitu : fraktur yang terjadi karena mendapat

rudapaksa, misalnya benturan atau pukulan yang mengakibatkan

patah tulang.

2. Trauma tidak langsung, yaitu : bila fraktur terjadi, bagian tulang mendapat rudapaksa
dan mengakibatkan fraktur lain disekitar bagian yang mendapat rudapaksa tersebut
dan juga karena penyakit primer seperti osteoporosis dan osteosarkoma.

Dari etiologi yang dapat menyebabkan fraktur dibagi menjadi dua yaitu
fraktur tertutup dan frkatur terbuka. Pada fraktur tertutup akan terjadi kerusakan pada
kanalis havers dan jaringan lunak diarea fraktur, akibat kerusakan jaringan tersebut
akan terbentuk bekuan darah dan benang-benang fibrin serta hematoma yang akan
membentuk jaringan nekrosis. Maka terjadilah respon informasi informasi fibroblast
dan kapiler-kapiler baru tumbuh dan membentuk jaringan granulasi. Pada bagian
ujung periosteum-periosteum, endeosteum dan sumsum tulang akan mensuplai
osteoblast, kemudian osteoblast berproliferasi membentuk fibrokartilago, kartilago
hialin dan jaringan penunjang fibrosa. Selanjutnya akan dibentuk

fiber-fiber
KEP/RSMI/2011 Page 100
kartilago
dan
matriks
tulang

yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak, sehingga terjadi
osteogenesis dengan cepat sampai terbentuknya jaringan granulasi.

Sedangkan pada fraktur terbuka terjadi robekan pada kulit dan


pembuluh darah, maka terjadilah perdarahan, darah akan banyak
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com

keluar dari ekstra vaskuler dan terjadilah syok hipovolemik, yang ditandai dengan
penurunan tekanan darah atau hipotensi syok hipovolemik juga dapt menyebabkan
cardiac output menurun dan terjadilah hipoksia. Karena hipoksia inilah respon tubuh
akan membentuk metabolisme an aerob adalah asam laktat, maka bila terjadi
metabolisme an aerob maka asam laktat dalam tubuh akan meningkat.

C. PATOFISIOLOGI

Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long,
1996 : 356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur
bumper mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan
telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya
tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.
(Oswari, 2000 : 147).

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000 : 346).

Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
KEP/RSMI/2011 Page 101
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan


dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol

Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com

KEP/RSMI/2011 Page 102


pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 :
2287).

Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy


konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan
KEP/RSMI/2011 Page 103
pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka,
fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi
internal. (Mansjoer, 2000 : 348).

Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian
yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192).

Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang
disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378).

Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi,


mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang
dipertahankan dengan pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan
lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong
atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).

D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut :
1) Fraktur tertutup
Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap utuh
disekitar fraktur tidak menonjol keluar dari kulit.
2) Fraktur terbuka

Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka tersebut
menghubungkan bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka biasanya potensial untuk
terjadinya infeksi, luka terbuka ini dibagi menurut gradenya.

Grade I : luka bersih, kurang dari 1 Cm.


Grade II : luka lebih luas disertai luka memar pada kulit dan otot.
Grade III : paling parah dengan perluasan kerusakan jaringan

KEP/RSMI/2011 Page 104


lunak terjadi pula kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf.
3) Fraktur komplit
Pada fraktur ini garis fraktur menonjol atau melingkari tulang
periosteum terganggu sepenuhnya.
4) Fraktur inkomplit
Garis fraktur memanjang ditengah tulang, pada keadaan ini
tulang tidak terganggu sepenuhnya.
5) Fraktur displaced
Fragmen tulang terpisah dari garis fraktur.
6) Fraktur Comminuted
Fraktur yang terjadi lebih dari satu garis fraktur, dan
fragmen tulang hancur menjadi beberapa bagian (remuk).
7)Fraktur impacted atau fraktur compressi
Tulang saling tindih satu dengan yang lainnya.
8) Fraktur Patologis
Fraktur yang terjadi karena gangguan pada tulang serta
osteoporosis atau tumor.
9) Fraktur greenstick
Pada fraktur ini sisi tulang fraktur dan sisi tulang lain bengkak.
E. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri tekan : karena adanya kerusakan syaraf dan pembuluh

darah.
2. Bengkak dikarenakan tidak lancarnya aliran darah ke jaringan.
3. Krepitus yaitu rasa gemetar ketika ujung tulang bergeser.

4. Deformitas yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya
tarikan otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang.

5. Gerakan abnormal, disebabkan karena bagian gerakan menjadi


tidak normal disebabkan tidak tetapnya tulang karena fraktur.
6. Fungsiolaesa/paralysis karena rusaknya syaraf serta pembuluh
darah.
7. Memar karena perdarahan subkutan.
8. Spasme otot pada daerah luka atau fraktur terjadi kontraksi pada
otot-otot involunter.

9. Gangguan sensasi (mati rasa) dapat terjadi karena kerusakan syaraf atau tertekan oleh
cedera, perdarahan atau fragmen tulang.

10.Echumosis dari Perdarahan Subculaneous


11.Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
12.Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
F. KOMPLIKASI
- Malunion : Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi,

KEP/RSMI/2011 Page 105


perpendekan/rotasi)
Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih
dari normal.
- Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut
pseudoarthritis, nonunion yaitu terjadi karena penyambungan
yang tidak tepat, tulang gagal bersambung kembali.
G. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1) TraksiSecara umum traksi dilakukan dengan menempatkan

beban dengan tali pada ekstreminasi klien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu tarikan tulang yang patah. Kegunaan
traksi adalah antara lain mengurangi patah tulang, mempertahankan fragmen tulang
pada posisi yang sebenarnya selama penyembuhan, memobilisasikan tubuh bagian
jaringan lunak, memperbaiki deformitas.

Jenis traksi ada dua macam yaitu : Traksi kulit, biasanya menggunakan plester
perekat sepanjang ekstremitas yang kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan
dengan tali untuk ditarik. Penarikan biasanya menggunakan katrol dan beban. Traksi

skelet,
biasanya
dengan
menggunakan

pin
Steinman/kawat kirshner yang lebih halus, biasanya disebut kawat k yang ditusukan
pada tulang kemudian pin tersebut ditarik dengan tali, katrol dan beban.

2) Reduksi

Reduksi merupakan proses manipulasi pada tulang yang fraktur untuk


memperbaiki kesejajaran dan mengurangi penekanan serta merenggangkan saraf dan
pembuluh darah

Jenis reduksi ada dua macam, yaitu : Reduksi tertutup, merupakan metode
untuk mensejajarkan fraktur atau meluruskan fraktur, dan Reduksi terbuka, pada
reduksi ini insisi dilakukan dan fraktur diluruskan selama pembedahan dibawah
pengawasan langsung. Pada saat pembedahan, berbagai alat fiksasi internal digunakan
pada tulang yang fraktur.

KEP/RSMI/2011 Page 106


b. Fisiotherapi

Alat untuk reimobilisasi mencakup exercise terapeutik, ROM aktif dan pasif.
ROM pasif mencegah kontraktur pada sendi dan mempertahankan ROM normal pada
sendi. ROM dapat dilakukan oleh therapist, perawat atau mesin CPM (continous
pasive motion). ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot.

c. Proses Penyembuhan Tulang


1) Fase formasi hematon (sampai hari ke-5)

Pada fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan pada kanalis havers dan
jaringan lunak, pada 24 jam pertama akan membentuk bekuan darah dan fibrin yang
masuk ke area fraktur sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat, kemudian
akan membentuk hematoma sampai berkembang menjadi jaringan granulasi.

2) Fase proliferasi (hari ke-12)

Akibat dari hematoma pada respon inflamasi fibioflast dan kapiler-kapiler


baru tumbuh membentuk jaringan granulasi dan osteoblast berproliferasi membentuk
fibrokartilago, kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa, akan selanjutnya
terbentuk fiber-fiber kartilago dan matriks tulang yang menghubungkan dua sisi
fragmen tulang yang rusak sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat.

3)Fase formasi kalius (6-10 hari, setelah cidera

Pada fase ini akan membentuk pra prakulius dimana


jumlah prakalius nakan membesar tetapi masih bersifat lemah,
prakulius akan mencapai ukuran maksimal pada hari ke-14
sampai dengan hari ke-21 setelah cidera.

4)Fase formasi kalius (sampai dengan minggu ke-12)

Pada fase ini prakalius mengalami pemadatan (ossificasi) sehingga terbentuk


kalius-kalius eksterna, interna dan intermedialis selain itu osteoblast terus diproduksi
untuk pembentukan kalius ossificasi ini berlangsung selama 2-3 minggu. Pada
minggu ke-3 sampai ke-10 kalius akan menutupi tulang.

5)Fase konsolidasi (6-8 Bulan) dan remoding (6-12 bulan)

KEP/RSMI/2011 Page 107


Pengkokohan atau persatuan tulang proporsional tulang ini akan menjalani
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalius
tulang akan mengalami remodering dimanaosteoblast akan membentuk tulang baru,
sementara osteoklast akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya akan
terbentuk tulang yang menyeruapai keadaan tulang yang aslinya.

H. Manifestasi Klinik

Manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya sungsi deformitas,


pemendekan ekstremitas krepitus, pembekakan lokal dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai frogmen tulang diimobilisasi
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan


cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)

bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan
atau tungkai menyebabkan defromitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.

4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya
(uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).

5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera. ( Brunner dan Suddarth, 2001 : 2358 )

I.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Foto Rontgen
- Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara

KEP/RSMI/2011 Page 108


langsung
- Mengetahui tempat dan type fraktur
- Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi
dan selama proses penyembuhan secara periodic
2.Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4.Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )
atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh
pada
trauma

multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma

5.Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah


transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya
sumbatan/obstruksi
jalan
napas
oleh
adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
- Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

- Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut

2. Pengkajian sekunder

Data demografi : identitas klien


Riwayat kesehatan sekarang : kejadian yang mengalami cedera.
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat penyakit DM, TB, arthritis,

KEP/RSMI/2011 Page 109


osteomielitis, dan lain-lain.
Riwayat imunisasi : Polio, Tetanus.

a. Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
Keterbatasan mobilitas
Sirkulasi

Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)


Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Cailary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

Kesemutan
Deformitas, krepitasi, pemendekan
kelemahan

d. Kenyamanan
nyeri tiba-tiba saat cidera
spasme/ kram otot
e. Keamanan

laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna, pembengkakan local

f.Integumen, laserasi, perdarahan edema, perubahan warna


kulit.
g.Sistem otot : kekuatan gerak koordinasi.
h. Pemeriksaan diagnostic.

Pemeriksaan ronthgen menentukan lokasi/luasnya


fraktur/trauma.
Scan tulang, tomogram, scan ct, MRI : memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan

KEP/RSMI/2011 Page 110


jaringan lunak. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap : HT, mungkin meningkat (hemoton
sentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan leukosit
adalah respon stress normal setelah trauma

Diagnosa Keperawatan
a.tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan trauma

jalan nafas.
Tujuan yang ingin dicapai adalah bersihan jalan nafas efektif.
Intervensi : yang akan dilakukan adlah,

- tinggikan tempat tidur30 derajat,


- observasi frekuensi/irama pernafasan,
- observasi adanya batuk, wheezing dan edema,
- observasi tanda-tanda vital.
- Auskultasi bunyi nafas, ajarkan tekhnik nafas dalam,
- ubah posisi secara periodic,
- berikan minum2-3 liter/hari
- kolaborasi dalam pemberian oksigen.

b.resiko tinggi trauma berhubungan dengan hilangnya integritas

tulang/fraktur).
Tujuan yang akan dicapai adalah klien terhindar dari trauma.
Intervensi yang akan dilakukan adalah

- pertahanan traksi baring sesuai indikasi letakan papan dibawah


tempat tidurortopedik,

- pertahanan posisi netral pada bagian, fraktur dengan bantal,


- anjurkan klien menghindari untuk beban yang berat,
- kolaborasi dengan tim medis lain, rinthgen.

c. resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan pemasangan kawat di rahang)

KEP/RSMI/2011 Page 111


Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah,

- timbang berat badan setiap hari,


- berikan air minum hangat bila mual,
- anjurkan klien bersandar bila makan atau minum,
- anjurkan makan dengan sedotan berikan makan sedikit tapi

sering dengan konsistensi yang sesuai,


- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.

d. gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot


Tujuan yang akan dicapai adalah nyeri berkurang.
Intervensi yang akan dilakukan adalah

- kaji karakteritik nyeri, lokasi dan intensitas (skala 0-10).


- Perrtahankan
mobilisasi
tirah
baring,
tinggikan

bagian
ekstremitas yang nyeri, beri kompres dingin, observasi tanda- tanda vital
(TD,N,S,RR).

- Ajarkan tekhnik relaksasi,


- kolaborasi dengan dokter dalampemberian therapy analgetik.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka
neuromuskuler).
Tujuan yang akan dicapai adalah klien mampu bermobilisasi secara
bertahap.
Intervensi yang akan dilakukan adalah

- kaji tingkat mobilitas klien,


- bantu klien dalam mobilisasi,
- ukur TD setelah aktivitas,
- bantu klien dalam gerakan pada ekstremitas yang sakit dan tidak

sakit, anjurkan klien untuk gerakan pada ekstremitas yang tidak

KEP/RSMI/2011 Page 112


nyeri,
- kolaborasi dengan tim medis lain : fisiotherapy.

f. resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk fraktur terbuka, bedah
perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat dan sekrup

Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan integritas kulit teratasi.


Intervensi yang akan dilakukan adalah
- kaji keadaan luka (adanya tanda-tanda infeksi).
- Pertahankan tempat tidur kering dan bebas dari kerutan, rubah
posisi akan setiap 2 jam sekali,
- lakukan perawatan luka, observasi daerah yang terpasang
balutan, libatkan keluarga dalam perawatan luka.
g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan
kawat pada rahang.
Tujuan yang akan dicapai adalah klien dapat berkomunikasi,

dengan baik.
Intervensi yang akan dilakukan adalah :
tentukan luasnya ketidak mampuan berkomunikasi,

berikan pilihan cara berkomunikasi, validasi upaya arti komunikasi,


antisipasi kebutuhan, tempatkan catatan didekat klien.
h.resiko tiggi infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya

pertahan primer.
Tujuan yang akan dicapai adalah infeksi tidak terjadi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah

- kaji kulit apakah terdapat iritasi atau robekan kontinuitas jaringan


observasi tanda-tanda vital, terutama suhu,
- observasi tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka secara
septic dan antiseptic, kaji balutan luka
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com
- kolaborasi dengan tim medis lain : laboratorium dalam
pemeriksaan darah (LED dan leukosit), kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antibiotic.

i. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi.


Tujuan yang akan dicapai adalah klien tidak cemas lagi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah

KEP/RSMI/2011 Page 113


diskusikan tindakan keamanan, bantu mengekspresikan ketakutan, bantu untuk
mengakui kenyataan, termasuk marah, beri penjelasan tentang peubahan wajah,
berikan cermin bila pasien menghendaki, ajarkan tekhnik manajemen stress.

j. Kurang pegetahuan tentang kondisi prognosis dan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan yang akan dicapai adalah pengetahuan klien akan
bertambah.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
kaji sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya,
beri
pendidikan
kesehatan
tentang
penyakitnya,

beri
reinfoercement positif jika klien menjawab dengan cepat, pilih berbagai strategi
belajar seperti : tekhnik ceramah, tanya jawab dan demonstrasikan dan tanyakan apa
yang tidak diketahui klien.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN POST OP

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan


secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a.Sirkulasi
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen
pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4.Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam
kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu

ekstremitas atau lebih.


Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.

- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan

KEP/RSMI/2011 Page 114


karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,

pengawasan, dan pengajaran.


3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :

a.Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan


peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b.Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas
apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c.Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d.Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e.Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan
dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5.Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur

invasif dan kerusakan kulit


Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :

a.Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda


peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b.Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c.Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus,
kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
KEP/RSMI/2011 Page 115
d.d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan

darah, seperti Hb dan leukosit.


R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

e.Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.


R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur dan proses pengobatan.
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com
Kriteria Hasil :
- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a.Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien
dan keluarga tentang penyakitnya.
b.Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.

R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.

c.Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan


nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
d.Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan

KEP/RSMI/2011 Page 116


KEP/RSMI/2011 Page 117
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Pearce,Efelin C. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia


Pustaka Utama

Tambayong jan. dr. 2000. Patofiologi Untuk Keperawatan. Jakarta :EGC

www.google.com.12 April 2010 jam 17.00 dan 19.30 WIB

1. .

KEP/RSMI/2011 Page 118


Before And After Tonsilektomy

Kontraindikasi
1. Demam yang tidak di ketahui penyebabnya.
2. Asma.
3. Infeksi sistemik atau kronis.
4. Sinusitis.
Persiapan operasi yang mungkin di lakukan
Pemeriksaan laboratorium (Hb, lekosit, waktu perdarahan).Berikan penjelasan kepada
klien tindakan dan perawatan setelah operasi.Puasa 6-8 jam sebelum operasi.Berikan
antibiotik sebagai propilaksis.Berikan premedikasi jam sebelum operasi.
Pengkajian

1. Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya

tonsilitis serta bio-psiko-sosio-spiritual.

2. Peredaran darah: Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan

posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin, ekstrimitas

tampak pucat.

3. Eliminasi: Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/alvi), distensi

abdomen, menghilangnya bising usus.

4. Aktivitas/istirahat: Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh,

kehilangan sensasi atau parese/plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat

karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran,

menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.

KEP/RSMI/2011 Page 119


5. Nutrisi dan cairan: Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan

intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.

6. Persarafan: Pusing/syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang

pandang/pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah muka

dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot

wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.

7. Kenyamanan: Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.

8. Pernafasan : Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas,

apnea, timbulnya periode apnea dalam pola nafas.

9. Keamanan Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.

10. Psikologis : Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas.

Masalah dan rencana tindakan keperawatan

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan jaringan atau trauma

pada pusat pernafasan.

Tujuan:

Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan

memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda

distress pernafasan.

Rencana tindakan:

1. Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi kepala dalam keadaan

sejajar dengan tulang belakang/sesuai indikasi).

2. Lakukan suction jika di perlukan.

3. Kaji fungsi sistem pernafasan.

4. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/usaha mengeluarkan sekret.

5. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

KEP/RSMI/2011 Page 120


6. Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit menjadi

pucat/cyanosis).Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada

ekstrimitas.

Tujuan:

Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.

Rencana tindakan:

1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

2. Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan.

3. Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah

kekakuan otot dan atrofi.

4. Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.

5. Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan.

6. Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di

perlukan.Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri, perdarahan

pada otak.

Tujuan:

Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori.

Rencana tindakan:

1. Kaji status neurologis dan catat perubahannya.

2. Berikan pasien posisi terlentang.

3. Kolaborasi dalam pemberian O2.

KEP/RSMI/2011 Page 121


4. Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma secara fisik.

Tujuan:

Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang

relaks dan tenang.

Rencana tindakan:

1. Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh pasien dengan

menggunakan skala.

2. Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari nyeri yang di rasakan.

3. Ciptakan lingkungan yang tenang.

4. Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa cara dalam

melakukan tehnik relaksasi.Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi.

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area

bicara pada himisfer otak.

Tujuan:

Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan

menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi.

Rencana tindakan:

1. Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta mudah di

pahami).

2. Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien.

3. Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.

4. Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.

5. Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.Observasi kemampuan pasien

dalam melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal.

KEP/RSMI/2011 Page 122


Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi.

Tujuan:

Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya.

Rencana tindakan:

1. Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.

2. Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.

3. Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.

4. Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).

5. Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.

Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan dengan an inervasi pada

bladder dan rectum.

Tujuan:

Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/uri) secara

normal sesuai dengan kebiasaan pasien.

Rencana tindakan:

1. Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan pengkajian.

2. Auskultasi bising usus dan distensi abdomen.

3. Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai indikasi).

4. Kaji/palpasi distensi dari bladder.

5. Lakukan bladder training sesuai indikasi.

6. Bantu/lakukan pengeluaran feces secara manual.

7. Kolaborasi dalam (pemberian gliserin, pemasangan dower katheter dan

pemberian obat sesuai indikasi).

KEP/RSMI/2011 Page 123


Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi perifer

yang tidak adekuat, adanya edema, imobilisasi.

Tujuan:

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit (dikubitus).

Rencana tindakan:

1. Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi luka atau lecet.

2. Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap kering dan bersih.

3. Ganti posisi tiap 2 jam sekali.

4. Rapikan alas tidur agar tidak terlipat.

Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan

dengan kurangnya informasi.

Tujuan:

Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalaksanaan.

Rencana tindakan:

1. Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap

penatalaksanaan.

2. Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat

tersebut.

3. Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.

4. Libatkan keluarga dalam penyuluhan.

5. Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur.

Source:
Boeis, Adam, 1994, Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses
penyakit, Jakarta: EGC.

KEP/RSMI/2011 Page 124


KEP/RSMI/2011 Page 125

You might also like