You are on page 1of 62

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY.

L DENGAN SEKUNDI GRAVIDA HAMIL


ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 2 TAHUN LALU YANG DILAKUKAN RE
SECTIO CAESAREA DI OK 4 LANTAI IV INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Oleh :

MUHAMMAD AFRIADI SIREGAR, AMK

PELATIHAN DASAR-DASAR BEDAH UMUM ANGKATAN XX INSTALASI BEDAH SENTRAL


RSUP DR. SARDJITO

YOGYAKARTA

2013

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa Laporan

Kasus Keperawatan yang berjudul:

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. L DENGAN SEKUNDI GRAVIDA HAMIL


ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 2 TAHUN LALU YANG DILAKUKAN RE SECTIO
CAESAREA DI OK 4 LANTAI IV INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

MUHAMMAD AFRIADI SIREGAR, AMK

Telah Memenuhi persyaratan dan disetujui

pada tanggal, November 2013


Pembimbing, Penanggung Jawab

(Eko Maryani, SST) Dr Trisulo Utomo, Sp.U

NIP.197602062000032001 NIP: 196212191990021001

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan berkah, rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul ASUHAN
KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. L DENGAN SEKUNDI GRAVIDA HAMIL ATERM
DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 2 TAHUN LALU YANG DILAKUKAN RE SECTIO
CAESAREA DI OK 4 LANTAI IV INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA. Penyusunan Laporan Kasus ini merupakan syarat untuk menyelesaikan pelatihan
dasar-dasar bedah umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Dalam proses penyusunan laporan ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik yang berupa
materiil maupun spiritual. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Eko Maryani, SST selaku pembimbing dalam penyusunan laporan.

2. Retno Kuntari, AMK selaku pembimbing lapangan kamar operasi 4.04.

3. Keluarga besar Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah membantu
pelaksanaan perawatan terhadap klien.

4. dr. Trisulo Utomo., Sp.U selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
serta penanggung jawab Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta.

5. Tri Subekti., S.Kep., Ns. selaku ketua pelaksana Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi
Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

6. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material, doa dan moral;
serta

7. Teman-teman Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. angkatan XX tanpa terkecuali.

Penulis menyadari, dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari pembaca. Harapan penulis, semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Yogyakarta,1 November 2013

Muhammad Afriadi Siregar, AMK

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui operasi abdomen. Di
negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang lalu menjadi 15
%. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh mode, sebagian karena ketakutan timbul perkara jika
tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan, wanita menunda
kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak (Jones, 2002).

Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlain.
Indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta
previa 11% pernah sectio caesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7%
dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan
kematian janin 14,5%(Winkjosastro, 2005).

Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan kematian
ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam.
Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal hanya sekitar 9 per
1000 kejadian. WHO (World Health Organization) menganjurkan operasi sesar hanya sekitar 10-15 %
dari jumlah total kelahiran.

Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis resiko-resiko yang muncul akibat sesar.
Baik resiko bagi ibu maupun bayi. (Nakita, 2008). Pada tahun 2007-2008 jumlah persalinan dengan
tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh berjumlah 145 kasus dari 745
persalinan keseluruhannya atau 19,46 %. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka tersebut
sudah melebihi batas yang ditetapkan oleh WHO yaitu 10-15 % (Iqbal, 2002). Pada IBS OK 4 lantai
IV RSUP Sardjito itu sendiri di dapat data dari bulan Agustus sampai dengan Oktober didapat data
pasien yang Sectio Caesaria di IBS tersebut berjumlah 7 Orang.

Post partum dengan sectio caesaria dapat menyebabkan perubahan atau adaptasi fisiologis yang
terdiri dari perubahan involusio, lochea, bentuk tubuh, perubahan pada periode post partum terdiri
dari immiediate post partum, early post partum, dan late post partum, proses menjadi orang tua dan
adaptasi psikologis yang meliputi fase taking in, taking hold dan letting go.

Selain itu juga terdapat luka post op sectio caesarea yang menimbulkan gangguan ketidaknyamanan
: nyeri dan resiko infeksi yang dikarenakan terputusnya jaringan yang mengakibatkan jaringan
terbuka sehingga memudahkan kuman untuk masuk yang berakibat menjadi infeksi. Dengan
demikian klien dan keluarga dapat menerima info untuk menghadapi masalah yang ada, perawat juga
diharapkan dapat menjelaskan prosedur sebelum operasi sectio caesarea dilakukan dan perlu
diinformasikan pada ibu yang akan dirasakan selanjutnya setelah operasi sectio caesarea.

Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk untuk melaksanakan dan menyusun laporan
kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. L (37 Tahun) dengan Re-Sectio
Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio Caesarea 2 Tahun Lalu
di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) 4.04 Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumusan masalah bagaimanakah asuhan keperawatan
perioperatif pada pasien dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm
dengan Riwayat Sectio Caesarea ?

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup laporan kasus ini adalah ilmu keperawatan perioperatif pada pasien dengan Re-Sectio
Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio Caesarea 2 Tahun Lalu
di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) 4.04 Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.
Laporan kasus ini dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2013.

D. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Peserta mampu mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio
Caesarea.

2. Tujuan Khusus

a. Peserta mampu mengetahui dan melakukan pengkajian perioperatif pada pasien dengan Re-
Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio Caesarea.

b. Peserta mampu merumuskan masalah keperawatan peri operatif pada pasien dengan Re-Sectio
Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio Caesarea.

c. Peserta mampu menyusun rencana tindakan keperawatan peri operatif pada pasien dengan Re-
Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio Caesarea.

d. Peserta mampu memberikan implementasi keperawatan peri operatif pada pasien dengan Re-
Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio Caesarea.

e. Peserta mampu mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan peri operatif pada pasien
dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio
Caesarea.

E. MANFAAT

1. Bagi Keluarga

Membantu memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang dapat membantu dalam proses


penyembuhan klien dan menurunkan kecemasan keluarga klien.

2. Bagi Pelayanan Rumah Sakit

Memberikan gambaran pada pihak rumah sakit terkait asuhan keperawatan perioperatif pada
pasien Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio
Caesarea.

3. Bagi Bidang Keperawatan

Masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan tentang asuhan keperawatan


perioperatif pada pasien Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan
Riwayat Sectio Caesarea.

4. Bagi Profesi Keperawatan

Memberi gambaran secara lebih luas tentang area kerja perawat yang bersifat holistik dan
komprehensif, dimana perawat mempunyai peran yang luas dalam mendukung kesembuhan dan
peningkatan derajat kesehatan klien melalui asuhan keperawatan perioperatif.

5. Bagi Penulis
Menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan perioperatif
khususnya pada pasien Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan
Riwayat Sectio Caesarea.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Penyakit

1. Pengertian

Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006).

Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah suatu histeretomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006).

Sectio Sesarea adalah pembedahan melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
uterus (Standar Asuhan Keperawatan, RSDK).

Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan
mengarah pada komplikasikomplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran
normal.

2. Jenis-jenis Sectio Caesaria

a. Sectio Caesarea Transperitonealis

SC Klasik atau Corporal ( dengan insisi memanjang pada corpus Uteri) di lakukan dengan membuat
sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.

Kelebihan :

- Mengeluarkan janin dengan cepat.

- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.

- Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan

- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik.

- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

- SC ismika atau profundal ( low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim).

b. SC Ekstra Peritonealis
Adalah tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
Dilakukan dengan menggunakan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim ( low servical
transversal) kira-kira 10cm.

Kelebihan :

- Penjahitan luka lebih mudah.

- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.

- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum.

- Perdarahan tidak begitu banyak.

- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.

Kekurangan :

- Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri pecah sehingga
dapat menyebabkan perdarahan banyak.

- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

c. Vagina ( Sectio Caesarea Vaginalis ).

Menurut sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :

- Sayatan memanjang ( longitudinal )

- Sayatan melintang ( Transversal )

- Sayatan Huruf T( T insicion ).

3. Indikasi dilakukan Sectio Caesaria

a. Indikasi Section Caesaria pada ibu

Proses persalinan normal yang lama/ kegagalan proses persalinan normal

Adanya kelelahan persalinan

Komplikasi Pre-Eklamsi

Plasenta previa

His lemah

Rupture uteri mengancam

Primi muda dan tua

b. Indikasi Sectio Caesaria Pada Anak

Janin Besar
Gawat janin

Janin dalam posisi melintang atau sungsang

Fetal distress

Kelainan letak

Hidrocephalus

4. Kontra Indikasi Sectio Caesaria

Pada umumnya section caesaria tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum diatasi,
kelainan congenital berat. ( Sarwono, 1991)

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Alat Genetalia Eksterna (Elaine N. Marrieb, 2001)

a. Mons Pubis

Bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Mons pubis berfungsi
sebagai bantalan pada waktu melakukan hubungan seks.

b. Labia Mayora (bibir besar)

Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang
menyatu dengan mons pubis. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus
vagina (muara vagina).

c. Labia Minora (bibir kecil)

Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit dan
tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette.

d. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat dibawah arkus pubis.

e. Vulva

Bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri
dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum.

f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia
minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum
minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholini).

g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung
bawah labia mayora dan minora di garis tengah dibawah orifisium vagina.
h. Perineum

Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang menopang
perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.

2. Alat Genetalia Interna (Winkjosastro, 2007)

a. Ovarium

Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis
dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 5 cm, lebar 1,5 3 cm, dan tebal 0,6 1
cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lakukan
dinding lateral pelvis di antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa
ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Dua fungsi ovarium
ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan
androgen).

b. Vagina

Vagina merupakan penghubung antara genetalia eksterna dan genetalia interna. Bagian depan
vagina berukuran 6,5 cm, sedangkan bagian belakang berukuran 9,5 cm. Vagina berfungsi sebagai
saluran keluar dari uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan
sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol
tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior. Cairan vagina berasal dari traktus genitalia
atas atau bawah dimana sedikit asam.

c. Uterus

Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum / serosa. Bentuk uterus
menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-
10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram.
Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih. Uterus terdiri dari:

1) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi berinsensi ke uterus.

2) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri
disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa.
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang.

3) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus. Serviks
memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin
serta pembuluh darah.

4) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian lapisan luar
peritoneum parietalis.

d. Tuba Falopii

Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat
ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm
yang dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis: bagian tuba yang
terdapat di dinding uterus, pars ismika: bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampularis:
bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum: bagian ujung tuba yang
terbuka ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.

e. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks uteri dengan
vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih
pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak
hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan
jaringan elastic (Evelyn, 2002).

3. Anatomi Kulit Abdomen (Winkjosastro, 2005)

Kulit terdiri dari 2 lapisan, yaitu :

a. Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Jaringan ini
tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.

b. Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan ini
mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.

c. Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung
saraf. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan
SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.

4. Anatomi Otot Perut dan Fasia

a. Fasia

Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan
yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut menyatu dengan fasia
profunda paha. Di bawah lapisan terdalam otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis.
Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.

b. Otot Perut

Otot perut terdiri dari: otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot dinding perut posterior. Otot itu
disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Obliquus externus, obliquus
internus, dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping
dan depan (Gibson, J. 2002).

B. ETIOLOGI

Operasi SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun
janin. Indikasi dilakukan tindakan Sectio Sesarea. (Mochtar, 2006) yaitu:

1. Plasenta Previa Totalis (Sentralis) dan Lateralis.

2. Panggul Sempit

3. Disporporsi Sefalo Pelvik (ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul)

4. Ruptura Uteri Mengancam

5. Partus Lama (Prolonged Labor)

6. Partus tak maju (Obstructed Labor)

7. Distosia servik

8. Pre eklampsia dan hipertensi


9. Malpresentasi janin

10. Fetal distress

11. His lemah/melemah

12. Janin dalam posisi sungsang atau melintang

13. Bayi besar (BBL 4,2 kg)

14. Hydrocephalus

15. Primi muda atau tua

16. Partus dengan komplikasi

C. PATOFISIOLOGI

Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul
sempit, disproporsi chepalo pelpic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut perlu adanya tindakan
pembedahan yaitu section caesarea ( SC ).

Dalam proses operasi dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara
dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamine dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri ( nyeri akut ). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi, akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.

D. KLASIFIKASI (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007)

1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

a. Sectio Caesarea klasik atau corporal

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya
antara lain: mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah
infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.

b. Sectio Caesarea ismika atau profundal

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servikal
transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain: penjahitan luka lebih
mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik
untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture uteri spontan
berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan
uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

c. Sectio Caesarea ekstra peritonealis

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal.

2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Sayatan pada rahim, dapat dilakukan dengan memanjang (longitudinal), melintang (transversal), atau
huruf T (T insision).

E. KOMPLIKASI

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini menurut Bobak, 2002 antara lain:

1. Infeksi Puerperal (Nifas)

a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.

c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.

2. Perdarahan, disebabkan karena:

a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

b. Atonia uteri

c. Perdarahan pada placental bed

3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

4. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, dan pencocokan silang.

2. USG: melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin.

3. Urinalisis: menentukan kadar albumin/glukosa.

4. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II

5. Pelvimetri : menentukan CPD.

6. Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin.

7. Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin terhadap gerakan/stres dari pola
kontraksi uterus atau pola abnormal.
8. Pemantauan elektronik kontinue : memastikan status janin atau aktivitas uterus. ( Doengoes, 2001
)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG LAZIM MUNCUL

a. Diagnosa Perioperatif

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan


dan perawatan post operasi.

b. Diagnosa Intraoperatif

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka bekas operasi ( SC )

c. Diagnosa post operatif

Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri ( histamine, prostaglandin) akibat trauma
jaringan dalam pembedahan ( Sectio Caesarea).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN PRE-OPERATIF

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Identitas Pasien

a) Nama : Ny. L

b) Umur : 37 tahun

c) Agama : Islam

d) Jenis Kelamin : Perempuan

e) Status : ASKES

f) Pekerjaan : Dokter

g) Pendidikan terkahir : Sarjana

h) Suku Bangsa : Jawa

i) Alamat : Dayu RT 01/25 No. 33B Ngaglik Sleman Yogyakarta

j) Tanggal Masuk : 10 Oktober 2013

k) Tanggal Pengkajian : 11 Oktober 2013

l) No. Register : 01.50.70.89


m) Diagnosa Medis : Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu

2) Identitas Penanggung Jawab

a) Nama : Tn. S

b) Hubungan : Suami klien

c) Pekerjaan : PNS

d) Alamat : Dayu RT 01/25 No. 33B Ngaglik Sleman Yogyakarta

b. Status Kesehatan

1) Status Kesehatan Saat Ini

a) Keluhan Utama

Klien hamil aterm dengan status kehamilan G2P1A0 dengan riwayat SC 2 tahun lalu, dimana
direncanakan tindakan re-SC tanggal 11 Oktober 2013.

b) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini

Klien hamil aterm dengan riwayat ANC rutin di dr. Shinta Sp.OG (K). Klien membawa surat rujukan
untuk dilakukan operasi re-SC di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. His klien baik dengan DJJ 114 x/m.
Klien tidak tampak anemis. Janin teraba prosentasi kepala dan teraba 4/5 bagian. TFU klien 34 cm.

2) Status Kesehatan Masa Lalu

a) Penyakit yang pernah dialami

Klien tidak pernah mengalami masalah kesehatan yang mengharuskan dirawat di rumah sakit.

b) Pernah dirawat

Klien pernah dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada riwayat SC terdahulu. Riwayat obstretik
klien adalah kelahiran melalui SC pada kehamilan aterm tahun 2011 berjenis kelamin laki-laki dengan
berat 3400 gram tanpa penyulit dan sehat hidup hingga sekarang.

c) Alergi

Klien tidak memiliki riwayat alergi apapun baik, udara maupun obat-obatan.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Berdasarkan data yang diperoleh, baik dari pihak suami maupun klien tidak memiliki riwayat pen yakit
apapun, baik hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dan asma.

d. Diagnosa Medis dan therapy

Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu. Klien direncanakan
tindakan re-SC dan pemasangan IUD. Klien mendapat etrapi profilaksis Vicilin 2 gr.

e. Pola Kebutuhan Dasar


1) Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan

Klien berprofesi sebagi dokter. Sehingga pola majemen kesehatan dan persepsi klien terhadap
kesehatan adalah baik.

2) Pola Nutrisi-Metabolik

Klien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan. Klien mengatakan ia mengkonsumsi
makanan bergizi setiap harinya ditambah dengan susu ibu hamil. Klien juga mengkonsumsi vitamin
yang diberikan oleh dokter kandungan. Klien mengatakan bahwa ia sempat mengalami penurunan
nafsu makan ketika kehamilan di trimester pertama.

3) Poli Eliminasi

Klien mengatakan bahwa frekuensi BAK klien meningkat akibat penekanan kandung kemih. Tetapi
klien mengalami konstipasi.

4) Pola aktivitas dan latihan

Indeks KATZ klien adalah A dimana semua aktifitas (bathing, transfering, toileting, feeding,
dressing, dan continence) klien dapat dilakukan secara mandiri tanpa bantuan.

5) Pola Persepsi Kognitif

Klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, maupun orang. Klien komunikatif dan tidak tampak
mengalami gangguan persepsi ketika menjawab pertanyaan.

6) Pola Tidur dan Istirahat

Klien mengatakan ketika tidur di malam hari, klien sering terbangun karena merasa sesak dan tidak
nyaman. Klien juga terkadang terbangun karena merasa ingin BAK.

7) Pola Seksual-Reproduksi

Klien hamil aterm dengan status kehamilan G2P1A0.

8) Konsep Diri dan Persepsi Diri

Klien menyatakan bahwa ia tidak mengalami gangguan konsep diri. Klien mengatakan bahwa ia
bangga dengan kehamilan dan kondisinya saat ini karena akan menjadi ibu dari dua orang anak.

9) Peran dan Pola Hubungan

Klien memiliki peran sebagai seorang istri dan ibu dari seorang anak laki-laki. Klien juga berprofesi
sebagi dokter. Setelah menjalni prosedur operasi SC klien akan mengalami perubahan peran dimana
ia akan menjadi ibu dari dua orang anak.

10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi

Klien mengatakan bahwa ia hanya mengkhawatirkan anak pertamanya yang ditinggal di rumah.

11) Pola Keyakinan dan Nilai

Klien memeluk agama islam. Klien mengatakan bahwa ia menjalankan ibadah sesuai dengan
tuntutan agama islam.
f. Pengkajian Fisik

1) Keadaan umum : Baik

2) Kesadaran : Composmentis

3) Tanda-tanda Vital : RR: 18 x/m; N: 86 x/m; T: 36,4 0C; HR: 100/70 mmHg; DJJ: 112 x/m.

4) Keadaan fisik

a) Kepala dan leher

Kepala mesochepal; kulit kepala bersih. Tidak nampak adanya benjolan di area kepala. Mata simetris
kanan dan kiri, mampu membuka mata dengan spontan, tidak cekung. Mata klien tidak terlihat
adanya perdarahan. Konjungtiva tidak anemis. Terdapat 2 lubang hidung, tidak ada keluaran sekret,
dan tidak ada pernafasan cuping hidung.

Mukosa bibir klien tampak kering dan mulut klien tidak sianosis. Telinga klien tampak simetris antar
kanan dan kiri, terdapat lubang telinga, tidak ada keluaran cairan dari telinga klien. Tidak teraba
pembesaran tiroid dan massa pada leher klien.

b) Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak nampak.

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC IV.

Perkusi : tidak terkaji.

Auskultasi : bunyi jantung I-II murni.

c) Paru paru

Inspeksi : dada simetris, kembang kempis dada teratur, terkadang klien menggunakan retraksi dada
ketika merasa tidak kuat menahan kontraksi (his).

Palpasi : taktil fremitus paru kanan sama dengan paru kiri.

Perkusi : terdengar sonor.

Aukultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing maupun ronkhi.

d) Payudara

Bentuk simetris, bentuk puting susu normal, hiperpigmentasi areola, ASI belum keluar.

e) Abdomen

Inspeksi : Tampak cembung, ada pembesaran dalam bentuk normal, terdapat luka bekas operasi SC,
bentuk bulat memanjang, dan terdapat striae gravidarum.

Palpasi :

Leopold I : teraba bagian fundus uteri dengan TFU 34 cm dan teraba bulat lunak besar.
Leopold II : teraba posisi janin punggung kanan, dan ekstermitas di kiri.

Leopold III : teraba bulat keras dan melenting.

Leopold IV : teraba kepala janin belum masuk PAP (4/5), DJJ 12-12-12.

Perkusi : Pekak.

Auskultasi : tidak terkaji.

f) Genetalia

Klien berjenis kelamin perempuan.

g) Integumen

Turgor kulit elastis. Kulit klien teraba hangat dan lembab.

h) Ekstremitas

Ekstermitas atas : oedem (-/-), kesemutan (-/-), baal (-/-)

Ekstermitas bawah : oedem (-/-), reflek patela (+/+), varises (-/-)

g. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboraturium

Hasil pemeriksaan laboraturium tanggal 10 Oktober 2013

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal Kategori


Hemoglobin 9,6 g/dl 11,7-15,5 Menurun
Eritrosit 4,29 106/ mL 3,8-5,2 Normal
Hematokrit 30,1 % 32-47 Menurun
Leukosit 10,05 103/mL 3,6-11,0 Normal
Trombosit 267 103/mL 150-440 Normal
MCV 68,5 fL 80-100 Menurun
MCH 29,1 pg 26-34 Normal
MCHC 32,7 g/dL 32-36 Normal
RDW 10,9 % 11,5-14,5 Menurun
MPV 9,3 fL 7,2-11,1 Normal
Gula darah 93 mg/dl 60-100 Normal
sesaat
HbsAg Negatif
PRT 10,1 Detik 11,4-16,3 Menurun
INR 0,25 - - -
Kontrol 13,4 Detik - -
APTT 35,6 Detik 22,5-37,0 Normal
Kontrol 35 Detik - -
Eosinofil 0,7 % 1-3 Menurun
Basofil 0,2 % 0-1 Normal
Netrofil 73,2 % 50-70 Meningkat
Limfosit 18,1 % 20-40 Menurun
Monosit 7,5 % 2-8 Normal
Eosinofil 0,07 103/mL 0-0,8 Normal
Basofil 0,05 103/mL 0-0,2 Meningkat
Netrofil 7,37 103/mL 1,9-8 Normal
Limfosit 1,85 103/mL 0,9-5,2 Normal
Monosit 0,75 103/mL 0,16-1 Normal
Gol. darah B
Natrium 100 mmol/L 136 145 Menurun
Kalium 1,00 mmol/L 3,5 5,1 Menurun
Klorida 100 mmol/L 98-107 Normal

h. Persiapan Operasi

1) Fisik

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 86x/menit

Respirasi : 18x/menit

Djj : 112x/menit

2) Psikis

Menjelaskan kepada pasien tentang prosedur operasi dalam keperawatan.

Orientasikan ruangan, lingkungan kamar dan team operasi.

Menjelaskan rutinitas perioperatif dikamar operasi

3) Penunjang tanggal 10 oktober 2013

Hasil pemeriksaan Laboratorium.

4) Administrasi

Persetujuan tindakan operasi telah ditanda tangani oleh keluarga, saksi, dan dokter.

Status Rekam Medis lengkap

i. Persiapan Operasi

a) Pasien mulai puasa 02.00 wib

b) Informed concent tindakan medis sudah lengkap

c) Serah terima pasien dengan petugas ruangan di ruang terima kamar operasi lantai 4
d) Mengganti pakaian pasien dengan pakaian dan topi kamar operasi

e) Status pasien, data penunjang ( hasil Laboratorium ), blanko bahan medis dan alat medis habis
pakai dan blanko rekam askep.

f) Pasien di pindah ke brandacart kamar operasi dan di bawa d ruang induksi

g) Melakukan sigh in

Mengkonfirmasi identitas dan mengcroscek dengan gelang pasien

Mengkonfirmasi lokasi operasi.

j. Analisa data

No Data Fokus Problem Etiologi


1 Ds : cemas Status kesehatan
dan tindakan
Klien mengatakan pembedahan.
bahwa meskipun ia
pernah menjalani SC
sebelumnya, tetapi ia
masih merasa cemas.

Do:

a. Klien tampak
tegang dan khawatir

b. Tingkat kecemasan
klien pada cemas
sedang

c. Klien agak tampak


gelisa

2. Diagnosa Keperawatan

waktu Data fokus Diagnosa Keperawatan


11 oktober DS: Ansietas berhubungan dengan
2013 status kesehatan dan tindakan
Klien mengatakan bahwa pembedahan.
Jam : meskipun ia pernah menjalani SC
sebelumnya, tetapi ia masih
11.00 wib merasa cemas.

DO:

a. Klien tampak tegang dan


khawatir.
b. Tingkat kecemasan klien pada
cemas sedang.

c. Klien tampak agak gelisah.

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Rencana Tindakan
Keperawatan Hasil
Ansietas Setelah dilakukan Health education: 1100
berhubungan pendidikan kesehatan
dengan status mengenai prosedur 1. Kaji pengetahuan klien tentang
kesehatan dan tindakan selama 1x15 penyakit dan tindakan yang akan
tindakan menit, tidak terjadi dilakukan.
pembedahan. kecemasan pada klien,
dengan kriteria hasil : 2. kaji kecemsan klien.

1. Kecemasan klien 3. Berikan informasi terkait kecemasan


berkurang dari sedang yang dirasakan klien.
menjadi ringan.
4. Diskusikan tentang indikasi,
2. Klien tampak tenang kontraindikasi dan persiapan tindakan
dan rileks. terhadap kondisi klien.

5. Berikan support mental untuk


meyakinkan klien.

Relaxation therapy: 6040

Anjurkan keluarga klien menggunakan


teknik relaksasi nafas dalam.

4. Pelaksanaan dan evaluasi

Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
Ansietas a. Mengkaji perasaan S: S:
berhubungan dan kecemasan klien.
dengan status Klien mengatakan Klien mengatakan bahwa
kesehatan dan bahwa ia merasa cemas ia masih merasa cemas
tindakan walaupun pernah tetapi sudah berkurang.
pembedahan. menjalani operasi SC
sebelumnya. O:

O: Klien tampak lebih rileks


dan tenang.
Ibu klien tampak
gelisah dan khawatir. Kecemasan klien dalam
skala ringan.

A:

Masalah ansietas klien


teratasi ditandai dengan
kecemasan berkurang dari
sedang menjadi ringan
serta klien tampak lebih
tenang serta rileks.

P:

Pertahankan
memberikan support
mental dan informasi yang
dibutuhkan untuk
menurunkan kecemasan
klien.
b. Mengkaji S:
tingkat
kecemasan klien. Klien mengatakan
bahwa ia merasa cemas
dan takut.

O:

Klien mengalami
kecemasan sedang
c. Menganjurkan S:
klien teknik
relaksasi nafas Klien mengatakan
dalam bahwa ia merasa sedikit
rileks.

O:

Klien tampak
mengikuti teknik
relaksasi nafas dalam
d. Memvalidasi S:
perasaan klien.
Klien mengatakan
bahwa ia masih merasa
cemas tetapi sudah
berkurang.

O:
Klien tampak lebih
tenang dan rileks.

B. ASUHAN KEPERAWATAN INTRA-OPERATIF

1. Pengkajian

a. Persiapan perawat

1) Menyiapkan instrument steril dan ruangan.

2) Menyiapkan alat dan bahan medis habis pakai.

3) Menyiapkan alat/mesin pendukung operasi seperti: mesin couter, netral electrosurgery, mesin dan
botol suction, lampu operasi, meja operasi, meja mayo, dan meja besar.

4) Mengkorfimasi tim dari ruang perinatologi agar segera menyiapkan boks bayi.

b. Persiapan alat dan ruang

1) Alat steril:

Set laparatomi kebidanan

a) Doek klem : 5 buah

b) Scaple mess no. 4 : 1 buah

c) Pinset anatomis : 2 buah

d) Pinset cirurgis : 2 buah

e) Gunting benang : 2 buah

f) Gunting jaringan : 1 buah

g) Klem/ pean sedang : 6 buah

h) Klem/ pean panjang : 2 buah

i) Klem/ pean lurus : 2 buah

j) Kocker besar : 2 buah

k) Needle holder : 2 buah

l) Klem ovarium : 4 buah

m) Steel deeper : 4 buah

n) Hak doyen : 1 buah

o) Kassa : secukupnya
p) Darm spatel : 1 buah

Handpiece couter monopolar : 1 buah

Selang suction : 1 buah

Bengkok dan kom : 1 buah

Korentang : 1 buah

Spuit 3cc (untuk metergin) : 1 buah

Linen operasi:

a) Baju dan jas operasi : 5 buah

b) Doek kecil : 5 buah

c) Doek lubang : 1 buah

2) Alat non steril:

a) Meja operasi

b) Lampu operasi

c) Meja mayo

d) Meja besar

e) Boks bayi

f) Tempat plasenta

g) Mesin couter

h) Mesin dan botol suction

i) Tempat sampah medis dan non medis

j) Tempat linen kotor

k) Kursi

l) Bak dekontaminasi instrument

m) Gunting plester

n) Label

3) Alat/bahan medis habis pakai


a) Handscoon : 4 buah

b) Alkohol 70 % : 100 cc

c) Betadine 10 % : 100 cc

d) NaCl 0,9 % : 500 cc

e) Aqua : 25 cc

f) Mess no. 20 : 1 buah

g) Cateter no. 16 : 1 buah

h) Urin bag : 1 buah

i) Spuit 3 cc : 1 buah

j) Spuit 10 cc : 1 buah

k) Jelly : 10 cc

l) Benang chromic 2 : 1 buah

m) Benang chromic 0 : 1 buah

n) Benang plain 0 : 1 buah

o) Benang vicryl 1 : 1 buah

p) Benang monosyil 3/0 : 1 buah

q) Steri strip : 1 buah

r) Underpad : 1 buah

s) Pampers : 1 buah

t) IUD : 1buah

c. Persiapan pasien

1) Klien dipuasakan sebelum prosedur operasi.

2) Klien diberikan terapi intravena NaCl dengan dosis 20 tpm dan terapi vilicin 2 g untuk profilaksis.

3) Persediaan darah B 1 kolf PRC.

4) Klien dibaringkan diatas meja operasi yang beralaskan underpad.

5) Klien diberikan tindakan regional anestesi (spinal) dengan pemberian terapi koloid sebelumnya.
6) Klien dipasang kateter urin no. 16.

7) Klien diposiskan supinasi dan dipasangkan netral elctrosurgery pada punggung klien.

8) Klien dipasang penyangga tangan dan penutup bagian atas klien.

d. Prosedur operasi

1) Sebelum tindakan dilakukan, operator, asisten, dan scrub nurse melakukan handwashing,
gowning, dan gloving sesuai prosedur yang ada.

2) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas meja mayo
serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk keperluan skin preparation.

3) Klien yang telah diposisikan dalam posisi supinasi dilakukan skin preparation pada daerah
abdomen.

4) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian kaki klien, atas, sisi kanan dan kiri
klien, dan terakhir penggunaan duk berlubang.

5) Scrub nurse menyiapkan couter kemudian dipasangkan ke area operasi bersama dengan selang
suction.

6) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.

7) Circular nurse mengarahkan pencahayaan lampu kepada area operasi serta


menghubungkan couter dan selang suction ke mesin.

8) Operator dan asisten memposisikan diri ke tempat masing-masing.

9) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse, circular nurse, dokter
anestesi, perawat anestesi, bidan, dan dokter anak) melakukan prosedur time out yang dipimpin
oleh circular nurse.

10) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 11.30 WIB.

11) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis dan scaple mess kepada operator untuk melakukan
insisi.

12) Scrub nurse memberikan klem dan kassa kepada asisten 1 untuk membantu operator.

13) Scrub nurse memberikan kocker dan couter kepada asisten 2.

14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting jaringan kepada opertor untuk memperdalam insisi
hingga peritonium.

15) Scrub nurse memberikan pinset anatomis dan scaple mess kepada operator untuk melakukan
insisi uterus.

16) Operator melakukan evakuasi bayi dengan menarik kepala janin dibantu dorongan pada
abdomen klien dari asisten.
17) Scrub nurse melakukan suctioning untuk membantu evakuasi bayi dan mencegah aspirasi air
ketuban oleh bayi.

18) Bayi berhasil dikeluarkan kemudian scrub nurse memberikan klem lurus untuk memegang tali
pusar janin.

19) Scrub nurse memberikan gunting jaringan kepada operator untuk melakukan pemotongan tali
pusat.

20) Kemudian bayi diberikan kepada perawat perinatologi untuk segeraditangani.

21) Scrub nurse memberikan spuit berisi metergin untuk memacu kontraksi uterus dalam persalinan
plasenta

22) Operator memutar tali pusar searah jarum jam dalam kelahiran plasenta.

23) Plasenta dilahirkan secara urtuh 5 menit kemudian, scrub nurse dibantu circular
nurse menempatkan plasenta pada tempatnya dan diberikan label.

24) Scrub nurse memberikan stiil deeper kepada operator dan asisten untuk membersihkan uterus
dari sisa plasenta.

25) Scrub nurse memberikan duk bersih untuk menutup duk lama.

26) Scrub nurse memberikan klem ovarium kepada operator dan asisten beserta stiil deeper kering
dan stiil deeper betadine.

27) Tim perinatologi memfasilitasi bayi dan klien dalam inisiasi menyusu dini (IMD).

28) Scrub nurse memberikan IUD kepada operator untuk dipasangkan.

29) Tim anestesi menyiapkan tranfusi darah bagi klien.

30) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang chromic 2 kepada operator
untuk menjahit uterus.

31) Scrub nurse memberikan still deeper dan klem kepada asisten1 dan gunting benang pada asisten
2.

32) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang plain 0 kepada operator
untuk menjahit peritonium.

33) Scrub nurse memberikan still deeper betadine kemudian still deeper kering asisten 1.

34) Scrub nurse melakukan sigh out sebelum peritoneum pariental di lakukan penjahitan.

35) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang chromic 0 kepada operator
untuk menjahit peritoneum pariental.

36) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryil 1 kepada operator
untuk menjahit otot, facia dan sub cutis.

37) Scrub nurse memberikan still deeper betadine kepada asisten 1.

38) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang monosyl 3/0 kepada operator
untuk menjahit kulit dengan jahitan subcuticular.
39) Asisten membersihkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl kemudian
dikeringkan.

40) Luka ditutup menggunakan steri strip kemudian kassa kering dan hepavix yang dibantu
oleh circular nurse.

41) Scrub nurse dan circular nurse memsangkan pampers kepada klien.

42) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.

43) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah digunakan kemudian
diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.

44) Operasi selesai pada pukul 13.05 WIB.

e. Evaluasi

1) Operasi berjalan 95 menit (11.30-13.05)

2) Perdarahan selama operasi sebanyak 1.500cc (darah, air ketuban, dan NaCl).

3) Jumlah urin: 200 cc

4) Kulit klien teraba dingin, klien tampak pucat.

5) Turgor kulit elastis, CPR: <3 detik, dan konjungtiva tidak anemis.

6) Klien terpasang cateter no.16.

7) Tidak terjadi masalah sepanjang operasi berlangsung.

8) Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 92 x/m; TD: 110/70 mmHg; T: 36,3 0C, dan SaO2: 98 %.

2. Diagnosa Keperawatan

Waktu Data Fokus Diagnosa Keperawatan


11 DS: Resiko syok berhubungan dengan
oktober`13 hipovolemi akibat perdarahan pada
Klien mengatakan bahwa ia tindakan pembedahan.
Jam: merasa pusing.

11.30 wib DO:

a. TTV : RR: 16 x/m; N: 92


x/m; TD: 110/70 mmHg; T:
36,3 0C.dan SaO2: 98 %.

b. Lama pembedahan: 95
menit

c. Jumlah perdarahan: 1.500


cc

d. Jumlah urin: 200 cc

e. Kulit klien teraba dingin.

f. Klien tampak pucat.

g. Turgor kulit klien


elastis, CPR: <3 detik.

h. Konjungtiva tidak anemis.

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
Resiko syok Setelah dilakukan tindakan Hypovolemia Management: 4180
berhubungan keperawatan selama 2x60
dengan menit, syok tidak terjadi pada 1. Monitor KU dan TTV.
hipovolemi klien, dengan kriteria hasil:
akibat 2. Monitor kehilangan cairan baik
perdarahan pada 1. Tanda vital dalam batas urin maupun perdarahan.
tindakan normal, TD: sistol 110-130
pembedahan. mmHg diastole 70-90 mmHg, 3. Kaji tanda dan gejala terjadinya
HR 60-100 x/mnt, RR 16-24 syok.
x/mnt
4. Kaji kepatenan pemberian terapi
2. Kulit klien kemerahan dan parenteral.
teraba hangat.
5. Monitor kadar Hb dan Ht klien.
3. Turgor klien elastis
dan CPR: <3 detik. 6. Kolaborasi dalam pemberian
tranfusi darah jika diperlukan.
4. Konjungtiva tidak anemis.

4. Pelaksanaan

Diagnosa Keperawatan Implementasi Respon


Resiko syok berhubungan dengan hipovolemi a. Memonitor keadaan S:
akibat perdarahan pada tindakan pembedahan. umum dan TTV klien.
Klien mengatakan
bahwa ia merasa
pusing
O:

1. Kesadaran: CM

2. TTV : RR: 16 x/m;


N: 92 x/m; TD:
110/70 mmHg; T:
36,3 0C, SaO2: 98 %
b. Mengukur jumlah perdarahan dan urin klien. S:-

O:

a. Jumlah perdarahan:
1.500 cc.

b. Jumlah urin: 200


cc
c. Memonitor tanda-tanda syok S:

Klien mengatakan
bahwa ia merasa
pusing.

O:

a. Kulit klien teraba


dingin.

b. Klien tampak pucat.

c. Turgor kulit klien


elastis, CPR: <3
detik.

d. Konjungtiva tidak
anemis.
Evaluasi:

S:

Klien mengatakan bahwa ia merasa pusing.

O:

Kesadaran: composmentis.

TTV: RR: 18 x/m; N: 84 x/m; TD: 100/70


mmHg; T: 36,3 0C, SaO2: 99 %
Jumlah perdarahan: 1.500 cc, jumlah urin:
200 cc

Kulit klien teraba dingin dan klien tampak


pucat.

Turgor kulit klien elastis, CPR: <3 detik.

Konjungtiva tidak anemis.

A:

Masalah resiko syok teratasi sebagian ditandai


dengan kesadaran klien komposmentis, nadi,
RR, dan SaO2 dalam rentang normal, turgor
kulir klien elastis, CPR < 3 detik dan
konjungtiva tidak anemis.

P:

Pertahankan memonitor KU dan TTV klien


serta tanda-tanda syok.

C. ASUHAN KEPERAWATAN POST-OPERATIF

1. Pengkajian

a. Klien dipindahkan ke recovery room pada pukul 13.15 WIB.

b. Bayi klien dibawa ke ruang perinatologi.

c. Kesadaran klien belum pulih benar karena klien belum merasakan kedua kakinya.

d. Terpasang folley cateter no. 16, dengan urine 250 cc.

e. Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 86 x/m; TD: 110/60 mmHg; T: 36,5 0C.

f. Kulit klien teraba hangat, tidak tampak sianosis, dan tidak tampak pucat, konjungtiva tidak anemis.

g. Instruksi post operasi:

1) Monitor KU dan tanda-tanda vital klien.

2) Monitor jumlah lokea dan perdarahan klien.

3) Lakukan tirah baring pada klien.

4) Dekatkan bayi dengan klien.

5) Terapi intaravena RL dengan dosis 20 tpm.

6) Terapi injeksi vicilin 1 gr/ 8 jam.


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa
No. Data Fokus
Keperawatan
1 DS: Nyeri akut:
berhubungan dengan
a. Klien mengatakan bahwa ia sudah merasa agen cidera fisik
perih seperti di sayat di perut bagian bawah. (tindakan
pembedahan sectio
b. Klien mengatakan bahwa nyerinya terasa caesaria).
hingga skala 3 dari 10.

DO:

a. TTV : RR: 16 x/m; N: 86 x/m; TD:


110/60 mmHg; T: 36,5 0C.

b. Kesadaran klien: composmentis


2 DS: Hambatan mobilitas
fisik di atas tempat tidur
a. Klien mengatakan bahwa ia belum berhubungan dengan
mampu menggerakkan kedua kakinya gangguan
karena masih terasa sedikit berat. muskoloskeletal; obat
yang menimbulkan
DO: sedasi.

a. Klien menjalani operasi sectio caesarea.

b. Klien mengalami kelemahan motorik dan


tonus otot di kedua ektremitas bawah.
3 DS : - Resiko infeksi
berhubungan
DO : dengan post re-SC.

a. TTV : RR: 16 x/m; N: 86 x/m; TD:


110/60 mmHg; T: 36,5 0C.

b. Tampak balutan post Re-SC.

c. Tampak klien terpasang kateter.

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No. Rencana Tindakan
Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut: Setelah dilakukan Pain Management:1400
berhubungan dengan tindakan keperawatan
agen cidera fisik selama 1x15 menit nyeri 1. Kaji karakteristik nyeri: lokasi,
(tindakan yang dirasakan klien durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
pembedahan sectio berkurang, dengan kriteria dan faktor pemicu terjadinya nyeri
caesaria).. hasil :
2. Observasi respon non verbal klien
1. Klien tampak rileks terhadap nyeri

2. Klien tampak 3. Sediakan informasi tentang nyeri


mempraktikan napas yang dialami, penyebabnya, lama
dalam untuk mengontrol dan cara mengatasinya.
nyeri.
Relaxation therapy: 6040
3. Nyeri klien menurun
secara bartahap minimal 1 Ajarkan dan demonstrasikan teknik
skala relaksasi napas dalam dan distraksi
pada pasien.
4. Tanda vital dalam batas
normal, TD: sistol 110- Medication Administration: 2300
130 mmHg diastole 70-90
mmHg, HR 60-100 x/m, 1. Kolaborasi dalam pemberian
RR 16-24 x/m analgetik
2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Activity Therapy :
fisik di atas tempat tindakan keperawatan
tidur berhubungan selama 2x15 menit 1. Anjurkan klien untuk bed
dengan gangguan minggu, hambatan rest total terlebih dahulu hingga efek
muskoloskeletal; obat mobilitas fisik klien dapat anestesi hilang terasa.
yang menimbulkan teratasi sebagian dengan
sedasi. kriteria hasil : 2. Bantu untuk memilih aktivitas
yang sesuai dengan kemampuan fisik
1. Klien mampu dan psikologis, seperti miring ke
menggerakkan ekteritas kanan dan kekiri serta menggerakkan
bawah bagian kanan ekstremitas sesuai kemampuan klien
dengan baik. keceuali ektremitas kanan kiri
bawah.

3. Bantu klien dalam merubah posisi


tidur.

4. Dampingi klien untuk mencegah


resiko jatuh.
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Infection control (6540)
berhubungan tindakan keperawatan
dengan post op postero selama 3x24 jam 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
sagital ano recto diharapkan infeksi tidak baik lokal maupun sistemik.
plasty atas indikasi terjadi dengan kriteria
atresia ani letak rendah hasil : 2. Pantau keadaan umum dan tanda
dengan fistel vital klien.
vestibular post 1. Klien bebas dari tanda
sigmoidostomy. dan gejala infeksi 3. Pertahankan personal hygiene
klien.
2. Jumlah leukosit dalam
batas normal (3,6x103/mL 4. Gunakan sarung tangan ketika
- 11x103/mL) melakukan perawatan luka.

3. Tanda vital dalam batas 5. Ganti IV perifer, line control.


normal, TD: sistol 110-
130 mmHg diastole 70-90 6. Tingkatkan intake nutrisi
mmHg, HR 60-100 x/mnt,
RR 16-24 x/mnt. 7. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan prosedur

8. Ajarkan cuci tangan kepada


keluarga bayi yang menjenguk

9. Monitor hitung leukosit

10. Berikan perawatan luka post re-


SC sesuai indikasi.

11. Inspeksi kondisi luka terhadap


tanda-tanda infeksi.

Medication administration (2300)

Kolaborasikan pemberian antibiotik


sesuai indikasi.

4. Pelaksanaan

Diagnosa
No. Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut: a. Mengkaji S: S:
berhubungan dengan kualitas,
agen cidera fisik kuantiatas dan a. Klien 1. Klien mengatakan
(tindakan skala nyeri mengatakan bahwa ia mulai
pembedahan sectio klien. bahwa ia merasa perih di perut
caesaria). mulai bagian bawah.
merasa
perih di 2. Klien mengatakan
perut bahwa nyerinya
bagian terasa hingga skala 3
bawah. dari 10.

b. Klien 3. Klien mengatakan


mengatakan bahwa ia sudah
bahwa melakukan nafas
nyerinya dalam.
terasa
hingga O:
skala 3 dari
10. 1. TTV : RR: 16 x/m;
N: 86 x/m; TD:
O: 110/60 mmHg; T:
36,5 0C.
Klien
tampak 2. Klien tampak lebih
tegang. rileks.

A:

Masalah nyeri akut


tertasi sebagian
ditandai dengan TTV
klien dalam rentang
normal dan klien
tampak lebih rileks.

P:

1. Pertahankan
mengkaji nyeri klien
dan monitoring TTV
klien.

2. Berkolaborasi
dalam pemberian
analgetik jika efek
anestesi sudha
hilang.
b. Mengukur tanda- S: -
tanda vital klien.
O:

TTV : RR: 16 x/m; N:


86 x/m; TD: 110/60
mmHg; T: 36,5 0C.
c. Mengajarkan dan S:
menganjurkan klien
teknik relaksasi Klien mengatakan
nafas dalam. bahwa ia sudah
melakukan nafas
dalam.

O:

Klien tampak
melakukan nafas
dalam beberapa kali
dan tertidur lagi.
2 Hambatan mobilitas a. Membantu S: - S:
fisik di atas tempat klien
tidur berhubungan berpindah dari O: Klien mengatakan
dengan gangguan brankat ke belum bisa bergerak
muskoloskeletal; obat tempat tidur. Klien bebas.
yang menimbulkan dipindahka
sedasi. n ke tempat O:
tidur.
a. Klien dianjurkan
untuk segera
ambulasi dini.

b. Bromage
score klien adalah: 3.

c. Klien tampak
berbaring di atas
tempat tidur dalam
posisi supinasi.

A:

Masalah hambatan
mobilitas fisik di atas
tempat tidur teratasi
sebagian dengan
peningkatan Bromag
e score klien.

P:

a. Pertahankan
memotifasi klien
untuk bersegeras
ambulasi dini.

b. Persiapkan klien
kembali ke ruang
rawat inap.
b. Membantu S: -
memposisikan
klien dalam posisi O:
supinasi
Klien berbaring dalam
posisi supinasi.
c. Menganjurkan S:
klien untuk bed
rest total hingga Klien mengatakan
efek anestesi bahwa kakinya belum
hilang. terasa.

O:

Tingkat kesadaran
klien komposmentis.
d. S: -
Mengukur Bromag
e score klien. O:

Bromage score klien


adalah: 0.
3 Resiko infeksi Menyampaika S: S:
berhubungan n informasi
dengan post op poster kepada 1. Perawat 1. Perawat ruangan
o sagital ano recto perawat ruangan mengatakan akan
plasty atas indikasi ruangan dan mengatakan mengikuti instruksi
atresia ani letak rendah keluarga akan dokter.
dengan fistel terkait mengikuti
vestibular post perawatan instruksi 2. Keluarga klien
sigmoidostomy. klien post dokter. mengatakan akan
operasi. berhati-hati dalam
2. Keluarga merawat klien.
klien
mengatakan O: -
akan
berhati-hati A:
dalam
merawat Masalah resiko
klien. infeksi tidak terjadi/
belum teratasi.
O: -
P:

Perhatikan instruksi
dokter dalam
perawatan klien.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah suatu histeretomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006). Asuhan keperawatan perioperatif pada Ny. L (37
tahun) dengan re-sectio caesarea atas indikasi sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio
caesarea 2 tahun lalu meliputi asuhan pre, intra, dan post operatif. Asuhan keperawatan tersebut
dilakukan secara komprehensif meliputi pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Diagnosa keperawatan pada pre operasi, umumnya adalah ansietas. Pada kasus ini, ansietas yang
muncul dialami oleh ibu klien. Penatalaksanaan yang diberikan adalah dengan memberikan informasi
terkait kecemasan ibu klien. Diagnosa keperawatan pada intra operatif adalah resiko syok akibat
perdarahan yang terjadi selama operasi berlangsung. Penatalaksanaanya berfokus pada memonitor
KU, TTV klien terhadap tanda-tanda terjaidnya syok.

Diagnosa keperawatan pada post operatif adalah nyeri akut akibat prosedur pembedahan, hambatan
mobilitas fisik akibat efek anestesi, dan resiko infeksi akibat tindakan operasi yang dilakukan.
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan di recovery room terbatas pada mempertahankan keefektifan
jalan nafas klien, memodifikasi lingkungan, dan perawatan klien post operasi di ruangan.

SARAN

1. Profesi Keperawatan

Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki peran penting dalam dunia kesehatan.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit yang berkualitas didapatkan dari perawat-perawat yang
berkualitas pula. Salah satu tugas perawat kamar bedah adalah memberikan asuhan keperawatan
perioperatif untuk mencapai kesembuhan maksimal klien.

2. Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan dimana salah satunya memberikan
pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut tentunya didukung oleh tenaga kesehatan yang bekerja
di dalamnya. Diharapkan dapat mendukung dalam penerapan asuhan keperawatan peri operatif.
Kemudian dapat dihimbau bagi seluruh tim operasi untuk mengikuti prosedur yang ada terkait kamar
operasi dan tindakan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2004. Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan Maternitas, Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.

Bobak, Loudermik, Jensen, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Herdman, Heather. 2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014; alih bahasa, Made Sumawarti, Dwi Widiarti, Estu Tiar; editor, Monica Ester. Jakarta : EGC.

Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media Aescullapius.

Mochtar, Rustam. 2006. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Saifuddin, 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.

ATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat,
taufiq serta hidayahNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus kelompok
Keperawatan Medikal Bedah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio
Caesarea ex Chepalo Pelvik Disproportion Di Ruang IBS RS Tugurejo Semarang. Laporan
kasus ini dibuat sebagai tugas kelompok dan syarat untuk memenuhi nilai dari praktek
lapangan KMB II yang dilaksanakan sejak tanggal 9 januari 2012 sampai 18 februari 2012,
pada akhir semester III.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu baik secara material maupun moril, selama penulis melaksanakan
praktik Keperawatan Medikal Bedah II sampai selesainya pembuatan laporan ini.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Rahayu Winarti, S.Kep selaku direktur Akademi Keperawatan STIKES Widya Husada
Semarang
2. Ns. Dyah Restuning P, S.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik STIKES Widya Husada
Semarang
3. Ibu Komaryatun selaku Kepala Bidang Keperawatan RSUD Tugurejo Semarang
4. Bapak Aris selaku Kepala Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Tugurejo Semarang
5. Ibu Eka selaku pembimbing PKL di Instalasi Bedah Sentral RSUD Tuggurejo Semarang
6. Seluruh staf RSUD Tugurejo Semarang yang telah membantu selama praktik Keperawatan
Medikal Bedah
7. Co Ass anestesi Unnisulla (Catra O. Chrisandi, Budi Istiawan, Prima Pribadi Agusta dan
Henri Perwira Negara) yang telah membantu dalam menjelaskan tentang obat-obat anestesi.
8. Kedua orang tua yang telah membantu doa dan materi sehingga laporan kasus ini dapat
selesai dengan baik
9. Teman-teman seangkatan yang telah ikut membantu selama kegiatan praktik Keperawatan
Medikal Bedah ini sampai selesai
10. Pasien dan keluarga yang telah membantu memberikan informasi
11. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangannya.
Maka dari itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan laporan kami selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan kasus praktik Keperawatan Medikal Bedah II ini dapat
memberi pencerahan serta manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Semarang, Februari 2012

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
I.2.Tujuan Pembuatan Makalah
BAB II KONSEP DASAR
2.I. Pengertian Sectio Caesarea
2.2. Etiologi
2.3. Patofisiologi
2.4. Pathway Keperawatan
2.5. Pemeriksaan Penunjang
2.6. Komplikasi
2.7. Pengkajian
2.8. Diagnosa Keperawatan
2.9. Fokus Intervensi, dan Rasional
2.10. Penatalaksanaan
BAB III TINJAUAN KASUS
3.I. Asuhan Keperawatan Pra Operatif di Kamar Bedah
3.2. Asuhan Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah
3.3. Asuhan Keerawatan Post Operatif di Kamar Bedah
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
4.1. Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Saat ini operasi Caesar menjadi trend karena berbagai alasan. Dalam 20 tahun
terakhir angka operasi Caesar meningkat pesat. Operasi ini kadang-kadang terlalu sering
dilakukan sehingga para kritikus menyebutnya sebagai Panacea (obat mujarab) praktek
kebidanan. Semakin modern alat penunjang kesehatan, semakin baik obat-obat terutama
antibiotik dan tingginya tuntutan terhadap dokter, menunjang meningkatnya angka operasi
Caesar di seluruh dunia (Seno Adjie, 2002). Di Indonesia angka persalinan caesar di 12
Rumah Sakit pendidikan antara 2,1 % 11,8 %. Angka ini masih di atas angka yang diusul
oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan
Caesar nasional (Rahwan,2004). Di Propinsi Gorontalo, khususnya di RS rujukan angka
kejadian SC pada tahun 2008 terdapat 35 % dan meningkat menjadi 38 % pada tahun 2009.
(Profil Dikes Propinsi, 2009).
Ada beberapa indikasi dari sectio caesarea, salah satunya adalah Chepalo Pelvik
Disproportion (CPD). Panggul sempit didefinisikan sebagai ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami.
Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun
Laporan Kasus Keperawatan Medikal Bedah II dengan mengambil kasus berjudul Asuhan
Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio Caesarea ex ChepaloPelvik Disproportion Di Ruang
IBS RSUD Tugurejo Semarang.

1.2.Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sectio
caesarea (Pre, Intra dan Post Operatif) di kamar bedah.
2. Tujuan khusus
a) Memahami definisi Sectio Caesarea.
b) Mengetahui Etiologi, Patofisiologi Sectio Caesarea.
c).Mengetahui Manifestasi klinik Sectio Caesarea.
d).Mengetahui penatalaksanaan dalam Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sectio
Caesarea.

BAB II
KONSEP DASAR
2.1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin
dari dalam rahim. Dalam operasi caesar ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu
lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim,
dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu-persatu, sehingga
jahitannya berlapis-lapis.
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi
melalui abdomen dan uterus (Liu, 2007, hal. 227)
Jenis-jenis operasi sectio caesarea :
1. Abdomen (Sectio caesar abdominalis)
a. Sectio caesarea Transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) dilakukan dengan
membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik,
sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal, karena tidak ada reperitonealis yang baik,
untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
SC Ismika atau profundal (Low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low
servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
- Pendarahan tidak begitu banyak
- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kekanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan uteri pecah
dan mengakibatkan banyak pendarahan
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritonium parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdominal.
2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (Longitudinal)
b. Sayatan Melintang (Transversal)
c. Sayatan huru T (T insicion)
Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
a. Sayatan Melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan melintang dimulai dari
ujung atau pinggir selangkangan (shymphisisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang
sekitar 10-14 cm. Keuntungannya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko
menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas,
segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat
sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003, hal. 45)
b. Sayatan Memanjang (SC klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang
lebih besar untuk mengeluarkan bayi, namun jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini
labil, rentan terhadap komplikasi (Dewi Y. 2007. Hal 4)
2.2. Etiologi
1. Indikasi section caesarea
Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005: 595)
a. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan
karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring
dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas
disegmen uterus bawah , kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada
kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur uteri beresiko mengalami
kekambuhan , sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan
pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin,
american collage of obstetrician and ginecologistc (1999)
b. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara bagian presentasi
janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari :
1) Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan
kurangnya upaya utot volunter selama persalinan kala dua.
2) Panggul sempit
3) Kelainan presentasi, posisi janin
4) Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin
c. Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin, jika penentuan
waktu sectio caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari
dengan waktu yang tepat untuk sectio caesarea.
d. Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat dan
terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi
kepala.
2.3. Patofisiologi
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari
kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi
pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh
bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada
25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi
ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini
akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik
pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi
gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat
dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.
2.4. Pathways Keperawatan
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui panggul sempit dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya
(Smeltzer 2001 : 339) :
1. Darah rutin (mis Hb)
2. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa
3. Pelvimetri : menentukan CPD
4. USG abdomen
5. Gula darah sewaktu
2.6. Komplikasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan
komplikasi setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001 ;
341)
a. Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis
ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa
persalinan.
b. Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama
persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam
diberikan untuk mengurangi sepsis.
c. Cedera pada sekeliling stuktur
Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh
didalam ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria yang
singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor didaerah dinding
kandung kemih.
* Komplikasi Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.
Menurut statistik di negara negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik,
kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 dan 7 %. (Sarwono, 1999).
2.7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Cuningham,
F Garry, 2005 : 614)
1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat
2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi
dengan kuat
3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian narkotik
biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg
4. Eriksa aliran darah uterus palingsedikit 30 ml/jam
5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama
setelah pembedahan
6. Ambulasi, satu hari setelahpembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur dengan
bantuan orang lain
7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat
setelah pembedahan
8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk
memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia
9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau penisilin
spekrum luas setelahjanin lahir
2.8. Pengkajian Fokus
Pengkajian keperawatan Pra bedah di ruangan :
a. Data Subyektif
1. Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
a) Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
Tempat
Bentuk operasi yang harus dilakukan
Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di bedah.
Kegiatan rutin sebelum operasi.
Kegiatan rutin sesudah operasi.
Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
b) Pengalaman Bedah Terdahulu
Bentuk, sifat, rontgen
Jangka waktu
2. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
a. Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang
dianjurkan.
b. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
c. Agama dan artinya bagi pasien.
d. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
e. Keluarga dan sahabat dekat
- Dapat dijangkau (jarak)
- Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.
3. Status Fisiologis
a. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong
komplikasi-komplikasi pascabedah.
b. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
c. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
d. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
e. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah
orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
f. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
g. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai
terbebas dari nyeri setelah operasi.

b. Data Obyektif
1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan
(cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang
sibuk (cemas).
4. Tinggi dan berat badan.
5. Gejala vital.
6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan
bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca
bedah).
10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum
bedah vaskuler atau tubuh.
11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di
tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
Pengkajian pra bedah di kamar bedah :
a. Pengkajian Psikososial
- Perasaan takut/cemas
- Keadaan emosional pasien
b. Pengkajian Fisik
- TTV
- Sistem integumentum : pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
- Sistem kardiovaskuler
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
Kebiasaan merokok, minum alcohol
Oedema
Irama dan frekuensi jantung.
Pucat
- Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur ?
Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
- Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?
- Sistem reproduksi : Apakah pasien mengalami menstruasi?
- Sistem saraf : kesadaran
- Validasi persiapan fisik pasien
Apakah pasien puasa ?
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Scheren / cukur bulu pubis ?
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
Pengkajian intra bedah di kamar bedah :
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi
total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal
ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat
menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar
pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
- Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
- Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga
dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
- Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan
juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

2.9. Diagnosa Keperawatan


A. Diagnosa Umum (Doengoes, 2000)
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang,
analgesik) dan imobil terlalu lama.
e. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien (Brunnert dan suddart)

B. Diagnosa Tambahan (Doengoes, 2000)


Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah,
nyeri, mual.
Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi
2.10. Fokus Intervensi dan Rasional
a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien
Tujuan : pola nafas klien normal
Intervensi :
- Kaji pola nafas klien (rasionalnya : mengetahui supali oksigen)
- Monitor TTV (apakah mengalami kenaikan)
- Beri posisi kepala lebih tinggi dari kaki, semi fowler (posisi nyaman, membantu pola nafas
efektif)
- Beri tarapi oksigen (membantu dalam suplai oksigen)
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan (Doenges, 2000)
Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : intake dan out put seimbang
Intervensi :
1) Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar)
2) Monitor intake dan out put cairan
3) Monitor tanda-tanda vital (apakah mengalami kenaikan)
4) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program (memenuhi kebutuhan tubuh akan
cairan elektrolit yang seimbang)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak utuh)
(Nanda Nic Noc, 2005)
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungiolesa), jumlah leukosit dalam
batas normal
Intervensi :
- Kaji lebar luka, kedalaman, panjang, warna, panas/tidak, merah atau hitam
(mengetahui seberapa besar resiko infeksi)
- Inspeksi lebar luka/insisi bedah
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek anestesi
Tujuan : mengatasi masalah gangguan pertukaran gas
Intervensi :
- Kaji status pernapasan secaraperiodik, catat adanya perubahan pada usaha tingkatan
hipoksia
- Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing, ekspirasi
memanjang dan observasi kesimetrisan gerakan dada
- Kaji adanya sianosis
- Auskultasi irama dan bunyi jantung
- Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan
- Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler)
- Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed lip)
- Monitor keseimbangan intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada)
e. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
Tujuan : nyeri berkurang, pasien terlihat rileks
Intervensi :
- Kaji tingkat, skala nyeri
- Beri posisi nyaman (mengurangi nyeri)
- Ajarkan teknik relaksasi (mengurangi nyeri)
- Beri kompres dingin (mengurangi nyeri dan menghentikan pendarahan)
- Kolaborasi pemberian obat analgetik (mengurangi nyeri)

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN SECTIO CAESAREA
EX CPD DI IBS RS TUGUREJO SEMARANG

I. Asuhan Keperawatan Pre Operatif di Kamar Bedah

Timbang terima pasien dengan petugas pengantar pasien :


Pada tanggal 31 januari 2012, pukul 9.20 di IBS RS Tugurejo Semarang
1. Biodata Pasien

a. Nama : Ny. A

b. Umur : 32 tahun

c. No. CM : 27. 63. 07

d. Bangsal : Boegenvil

e. Dx. Medis : CPD

f. Tindakan Operasi : SC

g. Jenis Anestesi : Spinal Anestesi

h. Kamar Operasi/Tgl : OK 1/31 januari 2012

i. Ceck list Pre Operatif tentang :

Gelang identitas : Ada

Informent Consent : Ada

Pasien Puasa : 6 8 jam

Premedikasi : Ondansentron 4mg/2ml (mengurangi mual)

Mandi keramas, Oral hygiene, kuku bersih

Acsesoris (gelang, kalung, gigi palsu, soft lens) : Tidak ada

Make-up (lipstik, kitek kuku, eye shadow) :Tidak ada


Penyakit kronis menahun : Tidak ada

Catatan Alergi thd : tidak ada

2. Definisi dan Pathways

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus (Liu, 2007, hal. 227).
Pathway : Lampiran
3. Pengkajian

a. Status Fisiologis : Baik Tingkat Kesadaran : Composmentis

b. Status Psikososial :

Subyektif :
Pasien / keluarga sering bertanya tentang operasi (lamanya operasi, dokternya siapa)

Pasien mengatakan takut menghadapi operasi

Obyektif :
Pasien kelihatan tegang

Kulit teraba dingin

Tremor atau gemetar

TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36 C

Data lain :
Hasil USG dan pelvimetri = CPD (pinggul sempit)

Hb : 15.5 g/dl

Gol darah : O

Gula darah sewaktu : 92

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia :32 thn
Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN
No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Takut, Cemas b/d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat - Untuk mengetahui
kurangnya tindakan keperawatan kecemasan Ps. (berat, tingkat kecemasan dan
pengetahuan, selama 1 x 10 menit sedang, ringan) tepat cara memberikan
ancaman kegagalan diharapkan takut,cemas asuhan keperawatan
operasi ps. Berkurang atau hilang 2. Kaji TTV - Untuk mengetahui
DS : dengan KH : seberapa tingkat
- Ps. Mengatakan - Ps. Terlihat rileks kecemasan ps.
takut menghadapi - Ps. Mengungkapkan 3. Beri dukungan - membantu
operasi cemas berkurang/hilang emosional mengurangi
- Ps/keluarga sering - TTV dalam batas kecemasan
bertanya tentang normal 4. Ajarkan teknik - Membantu
operasi TD : < 140/90 mmHg relaksasi (tarik nafas mengurangi
DO : N : 60-90 x/mnt dalam, imajinasi dll) kecemasan
- Ps. Kelihatan S : 36-37 C 5. Beri pengetahuan - Agar ps. Mengetahui
tegang RR : 16-24 x/mnt tentang jalannya tentang jalannya
- Kulit teraba operasi sectio operasi dan kecemasan
dingin pasien berkurang
- Tremor atau
gemetar
- TD : 123/89
mmHg
- N : 92 x/mnt
- RR : 22 x/mnt
- S : 36 C

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
Tanggal/ jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1 31 jan 2012 - Mengkaji tingkat kecemasan S : - ps. Mengatakan cemas
09.20 ps., Memberi ps. Dukungan menghadapi operasi berkurang
emosional, Mengajarkan ps. - Ps. Kooperatif
Teknik relaksasi (tarik nafas - Ps. Bertanya tentang lama nya
dalam), Memberi pengetahuan operasi, dokternya siapa
ke ps. Tentang jalannya operasi O : - Ps. Terlihat aktif bertanya
sectio - Ps. Terlihat melakukan teknik
relaksasi nfas dalam
- Ps. Tidak terlihat tremor
- Kulit masih teraba dingin
- TD : 123/89 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S : 36 C
- RR : 22 x/mnt

EVALUASI
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No Tanggal/jam Evaluasi (SOAP) TT
1 31 jan 2012 S : - ps. Mengatakan cemas menghadapi operasi berkurang
09.30 - Ps. Kooperatif
- Ps. Bertanya tentang lama nya operasi, dokternya siapa
O : - Ps. Terlihat aktif bertanya
- Ps. Terlihat melakukan teknik relaksasi nfas dalam
- Ps. Tidak terlihat tremor
- Kulit masih teraba dingin
- TD : 123/89 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S : 36 C
- RR : 22 x/mnt
A :Masalah cemas, takut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi Beri dukungan emosional, kaji TTV

II. Asuhan Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah

A. Pengkajian

1. Subyektif : -

2. Obyektif

Pasien sadar dengan spinal anestesi :


Tidak ada batuk

Posisi pasien : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala

TD : 115/57 mmHg

RR : 24 x/menit

Nadi : 81 x/menit, S: 36 C

Lebar luka : 15 cm, Horizontal

Lama Pembedahan : 15 menit

Jumlah pendarahan : 500 cc

Data lain : pasien terlihat menangis, gemetar, menggigit bibir.


INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN
No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Resiko gangguan Setelah dilakukan - Kaji pola nafas ps. - Untuk mengetahui
pola nafas tindakan keperawatan (dalam, dangkal) suplai oksigen sesuai
b/d posisi klien selama 1 x 15 menit kebutuhan
DS :- diharapkan resiko - Monitor TTV - Untuk mengetahui
DO : gangguan pola nafas adanya tanda-tanda
- Tidak ada dapat dihindari dengan kegawatan
batuk KH : - Beri ps. Posisi kaki - Agar obat anestesi
- posisi ps. - Pola nafas pasien lebih rendah dari kepala tidak mengalir ke otak,
Supinasi, kaki normal (16-24 x/mnt) jantung, paru-paru
lebih rendah dari - TTV dalam batas - Beri terapi O2 - Memenuhi kebutuhan
kepala normal ps. akan O2
- TD :115/57 TD : < 140/90 mmHg
mmHg S : 36 37,5 C
- N : 81 x/mnt N : 60-90 x/mnt
- S : 36 C RR : 16-24 x/mnt
- RR : 24 x/mnt
2. Resiko defisit Setelah dilakukan - Observasi pendarahan - Untuk mengetahui
volume cairan tindakan keperawatan banyak cairan yang
tubuh b/d selama 1 x 15 menit keluar dan memberi
Pendarahan diharapkan intake dan cairan masuk
DS :- output cairan seimbang sesuai/seimbang
DO : dengan KH : dengan cairan yang
- Lebar luka 15 - Output (500cc) = keluar
cm, horizontal Intake > 500cc - Monitor intake dan - Agar tidak terjadi
- Jumlah darah : - TTV dalam batas Output defisit volume cairan
500 cc normal TD : 90-140 - Monitor TTV - Untuk mengetahui
mmHg, S : 36-37 C tanda kegawatan
N : 60-90 x/mnt - Kolaborasi pemberian - Menyeimbangkan
RR : 16-24 x/mnt cairan elektrolit (RL, cairan/darah yang
NaCl) keluar dengan cairan
infuse RL dan NaCl
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji lebar luka, letak - Mengetahui
b/d pertahanan tindakan keperawatan luka besar/kecilnya resiko
primer tidak selama 1 x 15 menit infeksi
adekuat (kulit diharapkan resiko - Lakukan tindakan steril - Mencegah infeksi di
tak utuh, trauma infeksi dapat dicegah (desinfektan, memakai daerah sekitar sayatan
jaringan, insisi dengan KH : alat, baju steril)
bedah) - Tidak ada tanda-tanda
DS : - infeksi (rubor, dolor,
DO : terdapat colour, kalor,
luka bedah lebar fungiolesa)
15 cm,
horizontal

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1, 2, 31 jan 2012 S:-
- Mengkaji Pola nafas klien
3 09.30 O : - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt,
- Memberi posisi supinasi (kaki
S : 36 C, N ; 81 x/mnt
lebih rendah dari kepala) - ps. terlihat terbaring dengan posisi
09.32 supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
- Memberi obat anestesi (antara
- terpasang O2 dengan nassal kanul 3
lumbal 3 dan 4)
lt/mnt
09.34 - Memasang manset tensimeter - jumlah pendarahan ; 500cc
- terpasang infus NaCl 500cc
di ekstremitas atas (sinistra)
- terpasang inf. RL (guyur 200cc)
- Memasang alat pemantau HR
- Oxytocin 1 A (drip)
dan saturasi O2 di ekstremitas - Bledstop 1 A (Bolus)
- Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4
atas (dekstra)
cc (IV)
- Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
- Memasang nassal kanul O2
- Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
3lt/mnt
- Lebar luka 15 cm,horizontal (dijahit)
09.36 - Dokter, perawat mencuci

tangan

- Dokter, perawat mengenakan

09.40 pakaian operasi steril

- Melakukan desinfektan di

daerah abdomen (yang akan

dioperasi dengan iodyne)

- Menyiram daerah desinfektan

(yang telah diberi iodyne )

dengan NaCl

- Memasang duk streril

(mengelilingi) abdomen yang

akan di sayat

- Menyayat abdomen sampai 7

lapisan (lebar luka 15 cm,

09.47 horizontal)

- Mengeluarkan bayi

- Mensuction darah yang

sebelumnya diguyur NaCl 500

cc

- Memberi cairan elektrolit

NaCl (guyur)

- Mengobservasi pendarahan

- Memantau TTV

- Memberi cairan elektrolit RL

(guyur 200cc) dan obat sesuai

kolaborasi :

*Oxytocin 1 A (drip)

*Bledstop 1 A(bolus)
*Efedrin 1 A (10 mg) +

Aquabides 4 cc (IV)

*Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
09.52
*Tramadol 3 x 100 mg (IV)

- penutupan luka dengan dijahit

- Menutup jahitan luka dengan

kassa steril sebelumnya diberi

iodyne
EVALUASI
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 67.23.07
No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT
1. 31 jan 2012 S:-
09.55 O :- - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt, S : 36 C, N ; 81 x/mnt
- ps. terlihat terbaring dengan posisi supinasi, kaki lebih rendah
dari kepala
- terpasang O2 dengan nassal kanul 2 lt/mnt
A : Masalah resiko gangguan pola nafas teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi Beri terapi O2, Monitor TTV, dan posisi
supinasi kaki lebih rendah dari kepala
2. 09.55 S:-
O : - jumlah pendarahan ; 500cc
- terpasang infus NaCl 500cc
- terpasang inf. RL (guyur 200cc)
- Oxytocin 1 A (drip)
- Bledstop 1 A (Bolus)
- Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc (IV)
- Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
- Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
A : Masalah resiko defisit volume cairan teratasi
P : Lanjutkan intervensi Monitor intake dan output, dan
kolaborasi pemberian cairan elektrolit
3. 09.55 S:-
O : - Lebar luka 15 cm, horizontal (dijahit)
A : Masalah resiko infeksi teratasi
P : Lanjutkan intervensi lakukan tindakan steril (desinfektan
dalam mengganti balut)
III. Asuhan Keperawatan Post Operatif di Kamar Bedah

A. Pengkajian

1. Subyektif : Ny. A mengatakan lega operasi sectio telah selesai

2. Obyektif

TD : 121/68 mmHg

RR : 22 x/menit, N : 76 x/menit, S : 36 C

Lebar luka : 15 cm, horizontal

Lama operasi : 15 menit

Jumlah pendarahan : 500 cc

Posisi ps. : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala

3. Standar score

BROMAGE SCORE

No KRITERIA Score Score


1 Dapat mengangkat tungkai bawah 0
Tidak dapat menekukan lutut tetapi dapat
2 1
mengangkat kaki
Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi
3 2
masih dapat menekuk lutut
4 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3
Keterangan : Jika score <2 maka ps. dapat dipindahkan ke ruangan
Kesimpulan : Ny. A tidak dapat menekkukan kedua lututnya, tetapi mampu mengangkat
kaki keduanya jadi score nya 1 dan bisa di bawa ke ruangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN
No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Resiko injury Setelah dilakukan - Anjurkan ps. - Memperlancar
b/d efek tindakan untuk menggerak- peredaran darah,
anestesi, keperawatan selama 1 gerakkan mempercepat
immobilisasi, x 10 menit ekstremitas bawah mobilisasi
Kelemahan fisik diharapkan resiko - mencegah resiko
DS : - injury dapat - memasang cidera (jatuh dari
DO :- ps. dengan dihindari dengan KH penghalang bed)
posisi supinasi, : samping bed
kaki lebih - Fisik kembali
rendah dari normal
kepala - Ekstremitas bawah
- ps. terlihat dapat mobilisasi
terbaring kembali ( dengan
dengan spinal score < 2)
anestesi (ps.
sadar,
ekstremitas
bawah tidak bisa
bergerak)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1, 2 31 jan 2012 Di Recovery Room dilakukan S:
10.00 tindakan sebagai berikut : O : -- TD :121/68 mmHg, RR :22
- Memonitoring TTV x/mnt, S : 36 C, N ; 76 x/mnt
- Memasang nassal kanul O2 2 - ps. terlihat terbaring dengan
lt/mnt posisi supinasi, kaki lebih rendah
- Memberi ps. posisi kaki lebih dari kepala
rendah dari kepala (supinasi) - terpasang O2 dengan nassal
- Memasang pengaman kanul 2 lt/mnt
samping bed - terlihat ps. terbaring di bed
- Menganjurkan ps. untuk dengan penghalang di samping
mengangkat kanan kiri
kaki/menekkukan lutut - ps. terlihat mencoba
- Mengkaji gerakan mengangkat kaki, dan bisa
ekstremitas dengan Bromage mengangkat kaki setelah 3
Score menit menggerak-gerakan
ekstremitas bawah, namun belum
dapat menekkukan lutut (score 1)
EVALUASI
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT
3. 10.10 S : Ps. kooperatif
O : ps. terlihat mencoba mengangkat kaki, dan bisa mengangkat
kaki setelah 3 menit menggerak-gerakan ekstremitas bawah,
namun belum dapat menekkukan lutut (score 1)
A : Masalah resiko injury teratasi (ps. dipindahkan ke ruangan)
P : Lanjutkan intervensi (operkan kepada perawat ruangan) :
untuk menggerak-gerakkan kaki, memasang penghalang bed

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan
Keperawatan pada ny. A dengan sectio caesarea (pre,intra,post) ex CPD (Chepalo Pelvik
Disproportion/panggul sempit) di IBS RSUD Tugurejo Semarang.
Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan
pendekatan konsep dasar yang mendukung. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan
yang muncul pada asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola. Penulis
akan membahas tentang diagnosa yang muncul, yang tidak muncul, serta dukungan dan
hambatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada ny. A selama 35 menit.
a. Diagnosa yang muncul

1. Cemas b/d situasi, ancaman pada konsep diri, kurangnya pengetahuan

Kecemasan penulis ambil sebagai diagnosa pertama kali sebelum menjalani operasi
karena tindakan operasi dapat menaikkan tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan
hormon pemicu stress (Ibrahim, 2006). Perawatan pre operasi yang efektif dapat
mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritasnya adalah mengurangi kecemasan
pasien. Cemas merupakan reaksi normal pasien terhadap ancaman pembedahan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal antara lain jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi, dan tipe kepribadian sedangkan faktor eksternalnya antara lain ancaman terhadap
integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri (Stuart and Sundeen, 1998).

Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pre operasi didapatkan data subyektif
yaitu pasien sering bertanya tentang jalannnya operasi, dokter yang mengoperasi dan
lamanya operasi. Dan data obyektif yaitu pasien terlihat tremor atau bergetar, kulit teraba
dingin, pasien terlihat tegang, TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36 C.

Untuk mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan pasien maka dilakukan intervensi
dan implementasi yang tepat dan sesuai. Implementasi yang kami lakukan adalah mengkaji
tingkat kecemasan pasien, apakah sedang, berat, ringan, lalu kami memberi pasien
dukungan emosional, mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam dan memberi
pengetahuan tentang jalannya operasi.

Dengan implementasi tersebut kami mengevaluasi keadaan pasien dan didapat hasil
masalah cemas teratasi sebagian ditandai dengan pasien tidak lagi terlihat tremor, pasien
melakukan teknik relaksasi dengan tarik nafas dalam, pasien juga mengungkapkan cemas
berkurang. Tetapi kami tetap melanjutkan intervensi untuk tetap memberi dukungan
emosional serta mengkaji tanda tanda vital pasien.

2. Resiko gangguan pola nafas b/d posisi klien.

Kami mengambil dan menjadikan diagnosa ini sebagai diagnosa pertama pada intra
operatif di kamar bedah karena, menurut abraham maslow, kebutuhan dasar utama yang
harus di penuhi adalah pola pernafasan. Gangguan pola nafas adalah keadaan vital yang bila
tidak segera di tangani akan sangat beresiko besar bagi pasien.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pasien di dapatkan data obyektif sebagai
berikut yaitu diketahui bahwa dilakukan spinal anestesi pada pasien, dimana yang
teranestesi adalah daerah sekitar abdomen ke ekstremitas bawah. Posisi pasien disini sangat
diperlukan sebab, bila posisi pasien tidak dipertahankan yang terjadi adalah obat anestesi
bisa naik ke atas daerah sekitar jantung, paru-paru dan otak yang akan mengganggu pola
nafas pasien. Bila pola nafas pasien terganggu maka pasien tidak mendapatkan suplai
oksigen yang cukup sesuai kebutuhan, dan saraf-saraf juga tidak mendapat oksigen, keadaan
seperti ini bisa menyebabkan kelumpuhan sistem saraf atau stroke.
Untuk menangani resiko gangguan pola nafas maka implementasi yang kami lakukan
adalah mengkaji pola napas klien, memberi klien posisi yang lebih tinggi dari kaki,
memonitor TTV, dan memberi terapi oksigen.
Dengan implementasi tersebut, hasilnya dapat diketahui masalah berhubungan dengan
resiko gangguan pola nafas pasien teratasi namun tetap melanjutkan intervensi untuk beri
terapi oksigen, jaga posisi pasien (kaki lebih rendah dari kepala), monitor TTV.
3. Resiko defisit volume cairan b/d pendarahan

Resiko defisit volume cairan penulis angkat sebagai diagnosa prioritas kedua karena
selama proses pembedahan pasien banyak mengeluarkan darah, keadaan itu akan
mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh (stewart). Cairan elektrolit di dalam
tubuh berfungsi sebagai proses metabolik dan mempercepat proses penyembuhan.

Dari hasil pengkajian yang kami lakukan selama intra operasi yaitu pendarahan pasien
sebanyak 500 cc, maka perlu dikolaborasikan untuk pemberian cairan elektrolit tambahan
melalui IV (intra vena) seperti cairan NaCl 0,9%, dan Ringer Laktat (RL).

Untuk mengurangi resiko defisit volume cairan intervensi dan implementasi yang kami
lakukan antara lain memonitor jumlah pendarahan, memonitor TTV, mengkolaborasi
cairan elektrolit seperti infuse NaCl 0,9 % (500cc), infuse ringer laktat (guyur 200cc),
oxytocin 1 A (drip), Bledstop 1 A (Bolus) untuk mengatasi pendarahan selama kelahiran,
Efedrin 1 A (10 mg) + aquabides 4 cc (IV) sebagai bronkodilator, Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
sebagai anti inflamasi.

Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko defisit
volume cairan dapat teratasi, dan perlu adanya intervensi lanjut yaitu monitor jumlah
pendarahan, monitor TTV.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak
utuh, trauma jaringan)

Dalam melakukan operasi, teknik steril sangat diperlukan untuk menghindari


kemungkinan infeksi pada pasien karena terdapat jaringan terbuka akibat insisi bedah.

Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain lebar luka 15 cm,
horizontal. Untuk mengurangi resiko infeksi yang mungkin terjadi maka kami melakukan
implementasi antara lain mengkaji luka apakah terdapat tanda-tanda infeksi, menggunakan
larutan desinfektan sebelum melakukan insisi, menutup luka dengan jahitan agar kuman
patogen dan non patogen tidak masuk selama jaringan kulit terbuka, dan menutup jahitan
dengan balut (kassa steril) yang sebelumnya di beri larutan desinfektan (iodyne)

Dengan implementasi yang kami lakukan dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko
infeksi teratasi, tetap lanjutkan intervensi melakukan teknik steril (memberi desinfektan
saat ganti balut).

5. Resiko cidera b/d efek anestesi, immobilisasi, dan kelemahan fisik

Sikap perawat dalam mendukung safety patient sangat diperlukan untuk menjamin
keselamatan pasien yang dirawat. Asuhan keperawatan ini bertujuan mencegah terjadinya
kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi.

Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain posisi pasien
supinasi (kaki lebih rendah dari kepala), pasien terlihat terbaring dengan spinal anestesi
(pasien sadar, ekstremitas bawah tidak bisa bergerak).
Untuk mengurangi resiko cidera pada pasien maka kami melakukan intervensi dan
implementasi antara lain memberi penghalang samping bed (kanan, kiri) pasien,
menganjurkan pasien untuk menggerak-gerakkan ekstremitas bawah.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko cidera
teratasi pasien dapat dipindah ke ruangan ditandai dengan pasien dapat mengangkat kaki
tetapi belum dapat menekkukan lutut dan dikaji dengan bromage score yaitu scorenya 1.
Delegasikan keperawat ruangan untuk tetap melanjutkan intervensi memberi penghalang
bed samping.

b. Dx yang tidak muncul

1. Nyeri akut
2. Gangguan eliminasi BAB

3. Resiko kurang perawatan diri

4. Gangguan pola tidur

5. Resiko retensi urine

6. Nausea

7. Ketidakseimbangan nutri kurang dari kebutuhan

8. Kerusakan mobilitas

9. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Semua itu tidak kami angkat sebagai diagnosa prioritas karena dalam pengkajian data
yang kami lakukan tidak ada batasan-batasan karakteristik yang memperkuat diagnosa
tersebut. Diagnosa tambahan tersebut akan muncul saat pasien berada di ruangan atau
pasien dengan general anestesi. Dan pasien yang kami kelola menggunakan spinal anestesi,
jadi diagnosa yang kami prioritaskan adalah cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan, resiko gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien, resiko defisit
volume cairan berhubungan dengan pendarahan, resiko infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak utuh, trauma jaringan) dan resiko
cidera berhubungan dengan immobilisasi, efek anestesi.

c. Dukungan dan hambatan

Keberhasilan penulis dalam mencapai tujuan kepeperawatan tidak lepas dari faktor
pendukung yang ada selama melakukan asuhan keperawatan dalam waktu 35 menit,
diantaranya adalah :
1. Kepercayaan yang diberikan oleh perawat klinik kepada penyusun untuk melakukan
perawatan pada pasien selama 35 menit.

2. Kepercayaan pasien terhadap kemampuan perawat dan sikap kooperatif dari pasien selama
tindakan keperawatan.

3. Bimbingan oleh perawat dan penguji yang sangat membantu dalam keefektifan prosedur
pelaksanaan tindakan keperawatan.

Sedangkan faktor penghambat keberhasilan tindakan keperawatan yang dihadapi


penyusun adalah :
1. Terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penyusun tentang penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien
2. Kurang teliti dalam melakukan pegkajian dan menganalisa data untuk memastikan
intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien

3. Kurang mendalami dalam melakukan pengkjian terhadap pasien mengenai psikologis dan
tingkat pengetahuan pasien tentang operasi

4. Keterbatasan pengtahuan tentang cara pendokumentasian tindakan keperawatan yang


benar dan tepat

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Ny.
A dengan Sectio Caesarea ex Chepalo Pelvik Disproportion di Ruang IBS RSUD Tugurejo
Semarang dapat disimpulkan bahwa diagnosa yang muncul adalah cemas berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan, situasi dan kegagalan operasi, resiko gangguan pola nafas
berhubungan dengan posisi pasien, resiko defisit cairan berhubungan dengan perdarahan,
resiko infeksi berhubungan dengan lebar luka pembedahan, resiko cidera berhubungan
dengan tempat (bed), dan resiko injury berhubungan dengan efek anestesi dan immobilisasi.
Pada tahap ini penulis menarik kesimpulan :
Hal-hal yang harus diperhatikan perawat dalam penatalaksanaan pasien pre, intra, post
operasi yaitu :
- Sebelum operasi dilakukan perawat harus melakukan pengkajian pre operatif awal,
rencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, perawat sebisa
mungkin melakukan wawancara terhadap keluarga pasien dan pastikan kelengkapan
pemeriksaan pre operatif dan tentukan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai. Sebelum
operasi kasus yang banyak terjadi adalah pasien mengalami kecemasan untuk itu sebagai
perawat harus bisa memberi dukungan emosional kepada pasien, dan mengkomunikasikan
status emosional pasien kepada tim-tim bedah.
- Saat pelaksanaan operasi perawat harus memperhatikan status emosional pasien dan
memenuhi kebutuhan pasien akan suplai oksigen, volume cairan tubuh, dan kemungkinan
infeksi. Perawat harus bisa bertindak cepat, tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Setelah dilakukan operasi, efek anestesi dapat mempengaruhi sistem pernafasan dan sistem
motorik pasien. Maka dari itu pemantauan secara terus menerus diperlukan guna
mengurangi resiko akan cidera yang akan dialami pasien karena efek anestesi.

B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre,
intra dan post sectio caesarea di kamar bedah adalah :
1. Bagi Perawat
Peningkatan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedure
asuhan keperawatan penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
sesuai dengan yang dibutuhkan klien maka dari itu perawat klinik di IBS perlu mengikuti
sejumlah pelatihan-pelatihan IBS.
2. Bagi Akademik
Pengetahuan dalam tindakan asuhan keperawatan di ruang bedah sangat diperlukan maka
untuk akademik bisa menambah jam-jam kuliah sperti kunjungan IBS sesering mungkin,
agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuannya. Jadi sewaktu mahasiswa
terjun ke lapangan mahasiswa sudah memiliki bekal dan siap mengaplikasikannya.

DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia

Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetric dan Ginekologi. EGC. Jakarta

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

http//:www.SC/sectio-caesarea.html

http// : www.SC/LP-Sectio-Caesarea.htm

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-umilatifah-5199-3-babiip-f.pdf
http://kti-kebidanan.goodluckwith.us/tag/latar-belakang-operasi-sesar
http://aif27.blogdetik.com/2011/07/11/asuhan-kebidanan-pada-ny-
%E2%80%98t%E2%80%99-g2p10001-uk-39-minggu-janin-tunggal-hidup-intra-uteri-letak-
kepala-dengan-riwayat-sectio-caesaria-atas-indikasi-cpd-di-ruang-bersalin-rsia-muslimat-
jomba/
http://bankjudul.wordpress.com/2011/03/22/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tingkat-
kecemasan-pada-pasien-pre-operasi-apendiktomi-di-bangsal-bedah-brsd-raa-soewondo-
pati/
http://eprints.undip.ac.id/18349/1/M_Mukhlis_Rudi_P.pdf

You might also like