You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal. Keadaan tersebut dibedakan dari distorsi dan ilusi, yang merupakan kekeliruan
persepsi (mispersepsi) terhadap stimuli yang nyata. Pasien menganggap halusinasi,
sekurangnya secara sementara, sebagai suatu yang nyata.
Halusinasi lihat, cium, dan kecap adalah paling halusinasi yang sering pada gangguan
organic (sebagai contohnya, epilepsi lobus temporal). Halusinasi taktil adanya kutu yang
berjalan dibawah kulit (formication) adalah sering ditemukan pada intoksikasi kokain dan
pada putus alcohol dan sedatif-hiptonik. Halusinasi yang terjadi saat pasien dalam proses
tertidur (hipnagogik) atau proses terjaga (hipnopompik) biasanya dianggap nonpatologis.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan Halusinasi.

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah diskusi
kelompok dan studi kepustakaan

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Halusinasi


Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis,
2005).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap
suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara,
terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2.2 Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.

2
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
4) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor

3
2.3 Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara sendiri
2) Senyum sendiri
3) Ketawa sendiri
4) Menggerakkan bibir tanpa suara
5) Pergerakan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat
7) Menarik diri dari orang lain
8) Berusaha untuk menghindari orang lain
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
13) Sulit berhubungan dengan orang lain
14) Ekspresi muka tegang
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
17) Tampak tremor dan berkeringat.
18) Perilaku panik
19) Curiga dan bermusuhan
20) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
21) Ketakutan
22) Tidak dapat mengurus diri
23) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Gerakan mata abnormal
4) Respon verbal yang lambat

4
5) Diam
6) Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
7) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah
8) Penyempitan kemampuan konsenstrasi
9) Dipenuhi dengan pengalaman sensori
10) Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas
11) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya
12) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
13) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
14) Berkeringat banyak
15) Tremor
16) Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
17) Perilaku menyerang teror seperti panik
18) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
19) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi
20) Menarik diri atau katatonik.Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
21) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

2.4 Jenis-Jenis Halusinasi


Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis.
1) Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai
pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
2) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,

5
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3) Pengciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau
dimensia.
4) Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5) Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6) Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine.
7) Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.5 Tahapan Halusinasi


Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1) Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut
serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2) Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik

6
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realita.
3) Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4) Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah
yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan

2.5 Rentang respon halusinasi


Respon adaptif Respon maladaptive

Pikiran logis Pikiran terkadang menyimpang Kelainan fikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosikonsisten Emosional berlebihan Tidak mampu mengontrolemosi
Perilaku social Perilaku ganjil Ketidakteraturan
Hubungan social Menarik diri Isolasi sosial
Keterangan:1.

1) Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budayayang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jikamenghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, responadaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli

7
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam bataskewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2) Respon psikososial
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapanyang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi bataskewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3) Respon maladaptive
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yangmenyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
responmaladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankanwalaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataansosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternalyang tidak
realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu danditerima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yangnegatif
mengancam

8
BAB III
ASKEP
3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A) Pengkajian
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir
pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa
faktor antara lain:
1) Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat,
2) Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan
3) Faktor predisposisi
Faktor perkembangan terlambat, Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan,
minum dan rasa aman, Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi., Usia sekolah
mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan, Faktor komunikasi dalam keluarga,
Komunikasi peran ganda, Tidak ada komunikasi, Tidak ada kehangatan, Komunikasi
dengan emosi berlebihan, Komunikasi tertutup, Orang tua yang membandingkan anak
anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
4) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
5) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi,
harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.

9
6) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan
besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
7) Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
8) Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal)
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku seperti :
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi,
obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan
kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat
transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal
(kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri
(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu

10
memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang
nyata dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak
hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi
yang diperlukan meliputi:
a) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat
oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan
dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b) Waktu dan frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c) Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.

11
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.

B) Pemeriksaan fisik
1) Status Mental
a) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
b) Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
c) Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
d) Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
e) Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
f) Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
g) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
informasi
h) Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
i) Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
j) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
k) Memori
Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat
dikaji.
l) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan
berhitung sederhana.
m) Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
n) Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan
minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan

12
2) Mekanisme koping
a) Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b) Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
anggung jawab kepada orang lain.
c) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
d) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
e) Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.

C) Masalah Keperawatan
Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Masalah Keperawatan
1) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
2) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3) Isolasi sosial : menarik diri

13
Analisa Data
No Data senjang Masalah
1 Data Subjektif Perubahan sensori
Klien mengatakan mendengar bunyi yang perseptual : halusinasi
tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa
ada stimulus yang nyata.
Klien mengatakan mencium bau tanpa
stimulus.
Klien merasa makan sesuatu.
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang
dilihat dan didengar.
Klien ingin memukul/ melempar barang-
barang.
Data Objektif
Klien berbicara dan tertawa sendiri.
Klien bersikap seperti mendengar/melihat
sesuatu.
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu.
Disorientasi.

2 Data subjektif : Risiko mencederai diri,


Klien mengatakan marah orang lain dan lingkungan
Jengkel kepada orang lain
Ingin membunuh,
Ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya
Data objektif :

14
Klien mengamuk merusak dan melempar
barang-barang,
Melakukan tindakan kekerasan pada orang-
orang disekitarnya.

3 Data Subjektif : Isolasi sosial : menarik diri


Klien mengungkapkan tidak berdaya dan
tidak ingin hidup lagi
Klien mengungkapkan enggan berbicara
dengan orang lain
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan
orang lain.
Data Objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri
Bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan
Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup

D. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
2) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan
sensori perseptual : halusinasi.
3) Isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

E. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa : perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.

15
Tujuan khusus:
TUK 1:
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
c) Salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang
disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan
menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2) Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3) Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
a) Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
b) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi:
1) Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
2) Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm
melaksanakan intervensi selanjutnya.

16
3) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab
menarik diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 3:
a) Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
b) Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
1) Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2) Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
3) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat
berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
a) Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
b) Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
1) Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
2) Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan
orang lain.
3) Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
Rasional:

17
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 5 :
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
b) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
c) Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
d) Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 6:
a) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
b) Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional:
Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
2) Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku
menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk
klien (1 x seminggu).
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

18
Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan d
engan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
salam,
c) Mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang
disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan
menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2) Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3) Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional: Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
a) Klien dapat mengenal halusinasinya.
b) Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
1) Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.

19
2) Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
3) Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi
perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien. Klien dapat menyebutkan situasi
yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
4) Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
TUK 3:
a) Klien dapat mengontrol halusinasi.
b) Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya
timbul.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
2) Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan
suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan :
menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat
timbul halusinasi.
3) Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
4) Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
Hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.

20
5) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara
memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
a) Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
b) Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau
minum obat secara teratur.
TUK 5:
a) Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
b) Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila
halusinasinya timbul.
Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
2) Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan
klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin
minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.

Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

21
Tujuan khusus:
TUK 1:
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
c) salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang
disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan
menerima
klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2) Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3) Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
a) Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.
b) Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang
nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
Rasional:
Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
2) Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Rasional:

22
Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
TUK 3:
a) Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.
b) Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
Rasional:
Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal. Klien dapat menyebutkan
kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
2) Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional:
Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dialaminya.
Rasional:
Agar klien merasa dihargai

F) Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini
(here and now).
Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.

G) Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klienterhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi

23
dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan
sebagai berikut
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur
dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti
coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi
yang benar?.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat
diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri
dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat.

24
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Halusinasi


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
a. Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
b. Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
c. Klien mengatakan sering mendengar dan melihat suara-suara yang membisiki dan
isinya tidak jelas serta melihat bidadari dan malaikat.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi auditori dan visual
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara


mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi

ORIENTASI:
Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan STIKES yang akan merawat bapak
Nama SayaYuliani Pamungkas, senang dipanggil Yulia. Nama bapak siapa?Bapak
Senang dipanggil apa
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini

25
Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit

KERJA:
Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?
Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?
Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?
Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara
itu muncul?
bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat
dengan teratur.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar, Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, bagus!
Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa

TERMINASI:
Evaluasi subjektif :
Bagaimana perasaan N setelah peragaan latihan tadi?
Evaluasi objektif :
Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut !
Rencana tindak lanjut :
bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara
masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien).

26
Kontrak :
Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-
suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa
lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya
Baiklah, sampai jumpa.

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-


cakap dengan orang lain

Orientasi:
Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-
suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain.Kita akan latihan selama 20 menit.
Mau di mana? Di sini saja?

Kerja:
Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja
cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya
begini; tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau
ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak
sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan.
Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!

Terminasi:
Evaluasi subjektif :
Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Evaluasi objektif :
Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi.

27
Rencana tindak lanjut :
Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa
latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu
muncul!

Kontrak :
Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di
mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal

Orientasi:
Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana
hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara?
Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit?
Baiklah.

Kerja:
Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus
sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam
ada kegiatan.

28
Terminasi:
Evaluasi subjektif :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara?
Evaluasi objektif :
Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara.
Bagus sekali.
Rencana tindak lanjut :
Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal
ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi
seluruh aktivitas dari pagi sampai malam)
Kontrak :
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang
makan ya! Sampai jumpa.

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Orientasi:
Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini
kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi
selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?

Kerja:
bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum
? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7
pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang
putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan

29
yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan
dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk
mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-
benar punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah
obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari

Terminasi:
Evaluasi subjektif :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara?
Evaluasi objektif :
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar).
Rencana tindak lanjut :
Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa q
pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah.
Kontrak :
Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00. sampai jumpa.

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana
pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor predisposisi :
a. Biologis
b. Psikologis
c. Sosial Budaya
2. Faktor presipitasi
a. Biologis
b. Stress lingkungan
c. Sumber koping

4.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai tinjauan teori mengenai halusinasi, asuhan keperawatan halusinasi, dan
strategi pelaksanaan untuk halusinasi.

31

You might also like