Professional Documents
Culture Documents
ABSES SEREBRI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim
otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan
oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem
vaskular. Berdasarkan lokasinya 80% abses terdapat pada cerebrum dan 50%
pada cerebelum dan 5-20% terjadi lebih dari satu tempat (Esther,)
2. Etiologi
a. Abses Piogenis disebabkan bakteri
Jaringan otak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai
mekanisme pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen
merupakan respons yang terpenting dalam membatasi penyebaran
abses. Untuk terjadinya abses otak harus ada daerah yang nekrosis
terlebih dahulu dalam jaringan otak.
Pada penderita meningitis bakteri tidak selalu terjadi abses
otak, hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1) Virulensi bakteri
Komponen permukaan subkapsular bakteri (dinding sel
dan lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk
timbulnya radang di selaput otak dan memperluas daerah yang
nekrosis ke dalam jaringan otak.
Bakteri pneumokokus mempunyai dua polimer dinding
sel (peptidoglikan dan asam trikoik fosfat ribitol)
menyebabkan timbulnya keradangan. H. influenza mempunyai
1
kapsul lipopolisakarida, bila terjadi inokulasi ke dalam
iintrasisternal memnyebabkan radang dan merusak sawar darah
otak.
2) Rusaknya sawar darah otak
Hanya bakteri tertentu yang bias merusak sawar darah
otak. Kerusakan sawar darah otak menimbulkan eksudasi
albumin yang mempercepat timbulnya edema otak, dengan
kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.
3) Imunopatologis
Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida
terjadi pelepasan secara cepat dari TNF (Tumor Necrotic
Factor), Interleukin-1, dan Interleukin-2 ke dalam CSS,
menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang
sel-sel di susunan saraf pusat (astroglia, endotel, dan makrofag
selaput otak) untuk melepaskan sitokin. Sitokin diekskresikan
dan merusak sawar darah otak. Kondisi imunologis penderita
yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses
peradangan di jaringan otak.
2
b. Abses disebabkan jamur
Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses
metastatik. Awalnya akan tampak invasi vaskular oleh jamur, disusul
thrombosis sekunder dan infark otak. Hal ini menyerupai abses
piogenik, dimana di dalam bagian nekrotik terdapat sel radang,
makofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak terisi jamur yang
telah difagosit.
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides,
Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus
dapat menimbulkan AO secara hematogen.
3
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas
tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan
dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4
stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymofonuklear
leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi,
yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel
radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan
mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini
disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan
peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
4
kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan
substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila
abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada
pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar
membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai
meningkat.
5
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis)
hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi
infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses
paru,empiema) jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi
menjadi :
1) Organisme aerobik:
a) Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus
b) Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus,
Pseudomonas
2) Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp,
Prevotella sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.
3) Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia
4) Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba
6
tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus
pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.
Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde
thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau
temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat
dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di
bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat
menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris
dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat
menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat
pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan
tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum
timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke
dalam serebelum.
2) Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan
meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang
tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang
memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan
7
saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem limfoid atau
retikuloendotelial.
3) Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat
masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui
air, atau udara.
8
3. Pathway
9
4. Patofisiologi
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa
hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista
berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan
meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang
terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi
paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada
lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan
pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan
menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi
polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.
Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark
akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang
ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya
dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi
sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih
dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah
multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan
otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan
otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai
beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas
tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan
10
dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4
stadium yaitu :
a. Stadium serebritis dini
b. Stadium serebritis lanjut
c. Stadium pembentukan kapsul dini
d. Stadium pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan
meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan
meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis,
amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat
menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media,
mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum,
sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
11
kapiler,fibroslat,limposit dan sel plasmajika tanpa pengobatan yang memadai
pus akan membesar,menyebar dan meluas subarachnoid dan ventrikel.
5. Manifestasi klinik
Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak
faktor, antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman,
derajat edema otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien.
Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya.
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-
gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian
tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri
dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik
fokal.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran
dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas
12
kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan
anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis
relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala
fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada
satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor,
dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya
berasal hematogen dan berakibat fatal.
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu
penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh,
mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat
perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran,
imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan
diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi
status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis,
13
refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan
keterlibatan meningen.
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas
sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari
anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer
yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit
dan laju endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya
memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang
sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau
sedikit berkurang. kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan
intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral;
tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.
Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam
hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat
delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi
penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat
diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai
ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti
CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat
diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens
daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan
hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan
suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak
digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.
14
Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan
(Sumber: http://emedicine.medscape.com)
15
Gambar 2. Gambaran CT-Scan Abses Serebri
Sumber: Kepustakaan 13
16
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi
(yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri
serebri media di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat
mortalitas yang tinggi.
7. Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya
adalah :
a. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
b. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
c. Edema otak
d. Herniasi oleh massa Abses otak
Komplikasi meliputi :
a. Retardasi mental
b. Epilepsi
c. Kelainan neurologik fokal yang lebih berat.
Komplikasi ini terjadi bila AO tidak sembuh sempurna.
8. Test Diagnostik
Tindakan diagnostik yaitu :
a. CT Scan
Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil
disekitarnya
b. Arteriografi
Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum
17
9. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan
menghilangkan kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :
a. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
b. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
c. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
d. Pengobatan terhadap infeksi primer
e. Pencegahan kejang
f. Neurorehabilitasi
18
Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang secara
umum dikombinasikan dengan terapi
aminoglikosida
Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau
sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin,
cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan
meropenem terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob,
stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternative.
Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi
dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat
ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine.
Jika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat
digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap
penissilin. Jika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada
abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan
immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan
dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 1.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
50-100 mg/KgBBt/Hari IV
19
Metronidazole (Flagyl) 3 kali per hari,
35-50 mg/KgBB/Hari IV
2 grams IV
15 mg/KgBB/Hari IV
20
center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-
guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses
multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
21
tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang,
ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).
10. Pengobatan
Dasar pengobatan penyakit abses otak adalah mengurangi efek masa
dan menghilangkan kuman penyebab. Penatalaksanaan abses otak dapat
dibagi menjadi pengobatan bedah dan konservatif. Untuk menghilangkan
penyebab dapat dilakukan operasi baik aspirasi maupun eksisi dan pemberian
antibiotik.
a. Antibiotik
Dengan ditemukannya ct-scan, banyak laporan tentang
keberhasilan pengobatan dengan antibiotik saja atau dengan kombinasi
steroid untuk mengurangi edema. Dikatakan banyak kesulitan dalam
pemberian antibiotik, karen selain harus mampu menembus sawar
darah otak, harus juga mampu juga menembus kapsul bial abses telah
berkapsul, mempunyai spektrum yang luas karena adanya berbagai
macam mikroorganisme penyebab abses. Penyuntikan antibiotik
langsung ke dalam abses tidak dianjurkan karena ini dapat
menyebabkan timbulnya fokus epileptikus. Black melaporkan bahwa
cloramfenical, penicilin dan meticilin dapat masuk ke dalam abses.
22
Ukuran abses penting dalam pengobatan ringan rantibiotik.
Rosenblun melaporkan kesembuhan abses dengan diameter kecil (
rata-rata 1-7 cm), sedangkan abses yang lebih besar intervensi bedah.
Namun demikian abses yang kesil tidak selalu sembuh bahkan dapat
membesar. Bila klinis makin jelek, ct-scan harus diulang dan bila
menunjukkan pembesaran abses harus dilakukan operasi.
b. Kortikosteroid
Hanya digunakan bila terdapat efek masa yang menyebabkan
manifestasi neurologis lokal dan penurunan kesadaran. Sebaiknya bila
terjadi perbaikan kesadaran status neurologi memungkinkan, maka
pemberian steroid harus segera dihentikan secara berangsur-angsur.
c. Pembedahan
Bisa berupa eksisi atau fungsi aspirasi.
Pengobatan
a. Antibiotic : Penicillin G, Chaloromphenicol, Nafcillin, Matronidazole
b. Glococorticosteroid : Dexamethasone
c. Anticonvulsants
23
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst.
2) Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan
kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise,
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4) Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi
telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru
(bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ),
organ pelvis, gigi dan kulit.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
2) Pola fungsi kesehatan :
a) Aktivitas/istirahat :
Gejala : Malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan
involunter.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti
endokarditis
Tanda : TD meningkat, nadi menurun (berhubungan
peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c) Eliminasi
Tanda : Adanya inkontensia dan/atau retensi.
d) Nutrisi
24
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada
periode akut)
Tanda : Anoreksia,muntah, turgor kulit jelek, membran
mukosa kering.
e) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan
perawatan diri (pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang,
gangguan penglihatan.
Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran,
kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,
afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK),
nistagmus, kejang umum lokal.
g) Nyeri/keamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan; leher/punggung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala : Adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ;
mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi
pelvis, abdomen atau kulit; fungsi lumbal, pembedahan,
fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda : Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau
spastik; paralisis atau parese. Gangguan sensasi.
25
2. Diagnosa keperawatam
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat
kesadaran.
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan
dan edema otak dan selaput otak
c. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
d. Resiko cedera berhubungan dengan kejang, perubahan status mental,
dan penurunan tingkat kesadaran
e. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, hipermetabolik.
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosisi
penyakit, perubahan psikosis, perubahan persepsi kognitif, perubahan
aktual dalam struktur dan fungsi ketidakberdayaan dan merasa tidak
ada harapan dan tidak ada teman bermain.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
tingkat kesadaran.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil : Sesak nafas berkurang, frekuensi nafas normal, tidak
menggunakan otot bantu nafas, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar
bunyi wheezing.
Intervensi :
1) Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan
irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
warna dan kekentalan sputum
2) Atur posisi fowler dan semifowler
26
3) Ajarkan cara batuk efektif
4) Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada
5) Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti minum air putih dan
pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari
6) Lakukan pengisapan lendir di jalan nafas
27
9) Kolaborasi pemberian steroid osmotic.
28
Tujuan : Kebutuhan klien terpenuhi
Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan,
terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat,
Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi :
1) Observasi tekstur dan turgor kulit
2) Lakukan oral hygiene
3) Observasi asupan dan keluaran
4) Observasi posisi dan keberhasilan sonde
5) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan
refleks batuk
6) Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya
secret
7) Auskultasi bising usus, amati penuruanan atau hiperaktivitas
bising usus
8) Timbang berat badan sesuai indikasi
9) Berikan makanan denagn cara meninggikan kepala
10) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan
11) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika
dibutuhkan
12) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
13) Mulailah untuk memberikan makanan per oral setengah cair
dan makanan lunak ketika klien dapat menelan air
14) Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk minum
15) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan
melalui IV atau makanan melalui selang.
29
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosisi
penyakit, perubahan psikosis, perubahan persepsi kognitif, perubahan
aktual dalam struktur dan fungsi ketidakberdayaan dan merasa tidak
ada harapan dan teman bermain.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi harga diri anak meningkat, anak
menjadi nyaman dan terhibur
Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan
orangtua tentang situasi dan perubahn yang sedang terjadi, anak dapat
bermain dan lebih tenang.
Intervensi :
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan
derajat ketidakmampuan
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada anak
3) Orangtua untuk selalu menemani anak
4) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki
kebiasaan
5) Anjurkan orangtua yang terdekat untuk menginjikan anak
melakukan sebanyak-banyaknya hal untuk dirinya
6) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
7) Berikan koping individu dengan mengajak anak untuk belajar
mewarnai dan menggambar.
8) Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan konsentrasi,
letargi dan menarik diri
9) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila
ada indikasi
4. Implementasi
Implementasi yang akan dilakukan disesuaikan dengan masalah yang ada
berdasarkan perencanaan yang telah disusun atau dibuat (Doenges M.E,2001).
30
5. Evaluasi
Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcome.
31
DAFTAR PUSTAKA
32