Professional Documents
Culture Documents
b. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012) :
a) Nyeri.
b) Kehilangan fungsi.
c) Deformitas.
d) Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot.
e) Krepitasi.
f) Pembengkakan.
g) Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012).
(1) Klasifikasi Penyebab
1. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi fraktur.
2. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling
sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
(1) Klasifikasi Jenis Fraktur
Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka.
2. Fraktur tertutup.
3. Fraktur kompresi.
4. Fraktur stress.
5. Fraktur avulsi.
6. Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah sedang sisi lainnya membengkok).
7. Fraktur tranversal.
8. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).
9. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen lainnya).
Fraktur kominutif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
3. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
4. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur
semacam sulit ini ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan pengobatan
secara bedah.
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur kompersi terjadi apabila dua tulang menumbuk
tulang yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture). Fraktur pada korpus
vertebra ini dapat di diagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit
membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra.
6. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstermitas. Fraktur-fraktur ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik
adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
a. Klasifikasi fraktur femur
Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur, subtrokhanter femur, fraktur batang femur, suprakondiler, dan
interkondiler, dan fraktur kondiler femur (Helmi, 2012).
Fase 4: Remodeling
Korteks mengalami revitalisasi
a. Faktor-faktor Penyembuhan Fraktur
1. Umur penderita.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
3. Pergeseran awal fraktur.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen.
5. Reduksi serta imobilisasi.
6. Waktu imobilisasi.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak.
8. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
9. Cairan sinovia.
10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak.
11. Nutrisi.
12. Vitamin D.
b. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah menggunakan sinar rontgen (X-ray). Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam membaca gambaran radiologis adalah 6A, yaitu sebagai berikut :
1. Anatomi (misalnya proksimal tibia).
2. Artikular (misalnya intra-Vs ekstra-artikular).
3. Alignment (misalnya : first plane).
4. Angulation.
5. Apeks (maksudnya fragmen distal fraktur).
6. Apposition.
CT scan biasanya dilakukan hanya dilakukan pada beberapa kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak mencapai
kebutuhan diagnosis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi seperti berikut :
1. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
2. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH -5), Asparat Amino Transferase (AST), aldolase meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lainnya
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: Dilakukan pada kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi.
6. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
c. Komplikasi Fraktur
Secara umum komplikasi fraktur meliputi :
1. komplikasi awal
a. Syok.
b. Kerusakan Arteri.
c. Sindrom Kompartemen.
d. Infeksi.
e. Avaskular Nekrosis.
f. Fat Embolism Syndrome.
2. komplikasi lama
a. Delayed union.
b. Non-union.
c. Mal-union.
d. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas
splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan
lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau operatif. Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya
dengan terapi non-operatif, karena akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan
sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini dimungkinkan karena daya proses remodelling anak-anak.
a. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode balance skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan
traksi kulit Bryant, sedangkan anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell.
1. Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang
dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat
dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
2. Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint,
sedang tungkai bawah ditopang oleh pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk
kalus yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu dipasang gips hemispica atau cast bracing.
3. Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi kulit, kemudian ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang
diberikan beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4. Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang
dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang
terbentuk belum kuat benar.
b. Operatif
Indikasi operasi antara lain :
a. Penanggulangan non-operatif gagal.
b. Fraktur multipel.
c. Robeknya arteri femoralis.
d. Fraktur patologik.
e. Fraktur pada orang-orang tua.
Pada fraktur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary nail. Bermacam-macam intramedullary nail untuk femur, di
antaranya kuntscher nail, AO nail, dan interlocking nail.
Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ke tulang
yang patah. Pen dipasang secara retrograde. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat di daerah yang patah. Pen dimasukan melalui ujung
trokhanter mayor dengan bantuan image intersifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragmen bagian distal melalui guide
tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.