You are on page 1of 26

Laporan kasus

RETINOPATI DIABETIK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu KesehatanMata
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

DisusunOleh:
Muhammad Arief Lubis
1407101030363

Pembimbing:
dr. Lia Meuthia Zaini, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATANMATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif dengan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa Indonesia
berada pada urutan keempat Negara dengan penderita DM terbanyak di dunia.

Diabetes dapat merusak mata melalui berbagai proses. Retinopati adalah salah satu
komplikasi mikrovasular DM yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.
Menurut The American Diabetes Association, 12.000 sampai 14.000 individu dengan diabetes
mellitus mengalami kebutaan akibat penyakit ini. Retinopati diabetik merupakan masalah yang
serius pada penderita diabetes mellitus (DM), baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2, karena kondisi
ini dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah retina, sehingga tanpa diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat akan terjadi kerusakan pada fungsi pengelihatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Retinopati diabetes adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens
pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-
titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok
(lihat gambar 1 dan 2).

Gambar 1 dan 2. Retinopati diabetik non proliferatif

2.2. Epidemiologi
Retinopati diabetik menjadi penyebab kebutaan pada sekitar 2,5 juta dari 50% penderita
kebutaan didunia. Retinopati diabetik adalah satu dari empat kasus kebutaan yang paling banyak
terjadi di amerika.
Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat. Biasanya mengenai
penderita berusia 20-64 tahun sedangkan di Negara berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan
disebabkan oleh karena diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun,
dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20 tahun menderita diabetes. Komplikasi
lanjut ini timbul setelah 5-15 tahun menderita diabetes, dengan angka kejadian 50 % dan akan
meningkat menjadi 90% setelah menderita diabetes selama 17-25 tahun.
Di Inggris, retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien
berumur 30-65 tahun. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah 10 tahun
tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah
pubertas.
Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus merupakan penyebab utama
timbulnya retinopati diabetik didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada
orang muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah perjalanan
penyakit sistemik ini.
Hasil-hasil serupa diabetes tipe II (nonindependen insulin), tetapi pada para pasien ini
onset dan lama penyakit telah ditentukan secara tepat. Dianjurkan pasien diabetes mellitus tipe I
dirujuk untuk pemeriksaan oftalmologi dalam tiga tahun setelah diagnosis dan diperiksa ulang
paling sedikit sekali setahun

2.3. Etiologi

Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita
lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi
retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan
mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya
retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di
depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam
ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi
hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang
baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes
2.4. Klasifikasi

Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi :


1. Retinopati diabetik non proliferatif. Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini.
Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata
melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat
pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke
retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih.
Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada
retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari
pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan
ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang. (Lihat
gambar).

Gambar Retinopati diabetik non proliferatif .

2. Retinopati diabetik preproliferatif

Gambar Retinopati diabetik preproliferatif .

3. Retinopati diabetik proliferative. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang


menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik.
Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah
yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi
perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk
jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak
diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain
dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan. (Lihat
gambar).

Gambar Retinopati diabetik proliferatif.

2.5. Gambaran Klinis

Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan
retina.
Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah:
Penglihatan kabur
Kesulitan membaca
Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya
adalah:
Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat.
Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata .

Gambar Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina.

Gambar Blot hemorrhages dan microaneurysms

Dilatasi pembuluh darah balik


Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-kelok. Hal
ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi
plasma.
Gambar Dilatasi pembuluh darah balik.
Perdarahan (hemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit
dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan
perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma
atau pecahnya kapiler.

Gambar Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif.


Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata, kemudian
membesar dan bergabung.
Gambar Edema makula dan hard eksudat di fovea . 16
Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah makula.
Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan
keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat
kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra
retina (lihat gambar 14).
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema
(CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:
Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
Hard eksudat jaraknya 500 mdari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk.

Gambar Funduskopi makula normal. 14


Gambar Funduskopi edema makula. 9

Gambar Retinopati diabetik perdarahan intra retina yang banyak, mikroaneurisma,hard eksudat,
cotton wool spot. 13

Vision of normal and diabetic people.


2.6. Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur
poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan protein kinase C dan pembentukan reactive
oxygen speciasi (ROS)

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa
hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat
kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4
proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan
timbulnya retinopati diabetik, antara lain:

1) Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol
terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf,
retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol
merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi
enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang
bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya
retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari
progresifisitas retinopati. 19.20,21

2) Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat
akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,


sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth
factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding
vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen
vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya
menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis
growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel.
Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non
DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan
akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui
autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan
menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 19
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi
pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf
di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang
cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan
penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan
kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina,
yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 6,18

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis


sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial
Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus
terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi
bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada
retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan. 4,6,18

Gambaran retina penderita DM


2.7. Patofisiologi
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan
aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina
membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali satudaerah yang disebut fovea.
Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu sel perisit, membran basalis dan
sel endotel.
Sel perisit dan endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yangterletak diantara
keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina
adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler perifer 20 : 1. Sel perisit berfungsimempertahankan struktur kapiler,
mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan
permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan satu sama lain dan
bersama - sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif
terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil.Perubahan histopatologis pada kapiler
retinopati diabetik dimulai dari penebalanmembran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel
dimana keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dengan sel perisit dapat mencapai 10 : 1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :
1. Pembentukan mikroaneurisma
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
3. Penyumbatan pembuluh darah
4. Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina
5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkankebocoran
dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
1. Edema makula atau nonperfusi kapiler
2. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan
fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment )
3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina
4. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma. 19

Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma
yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut
saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui
endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina
mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.
Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua
mekanisme yaitu: 14
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
1,2,8
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

Kebutaan pada Retinopati Diabetik

Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut, antara
lain:

1) Retinal Detachment (Ablasio Retina)

Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan
jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik
karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di
koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.19
2) Oklusi vaskular retina

Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi
vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi
parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus
sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka
tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas
ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya
dinding vaskular yang lemah.

Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami
penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke
retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis
akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya
kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina
berwarna pucat. 6,19

3) Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan
neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular. 4,19

2.8 Patologi
Diabetes menyebabkan perubahan yang unik pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis
klasik dicirikan sebagai penebalan membrana basalis, sklerosis mesangial yang difus, hialinosis,
mikroaneurisma, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstitial juga terjadi.
Daerah ekspansi mesangial yang ekstrim dinamakan nodul Kimmelstiel-Wilson atau ekspansi
mesangial nodular yang diobservasi pada 40-50% pasien yang terdapat proteinuria. Pasien DM
tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria memiliki lebih banyak struktur
heterogenitas daripada pasien dengan DM tipe 1.20

Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrana basalis,
ekspansi mesangium yang kemudian menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus,
hialinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.8,20

2.9. Diagnosis
Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan :

1. Anamnesis

Adanya riwayat diabetes mellitus, penurunan ketajaman pengelihatan yang terjadi perlahan-lahan
tergantung dari lokasi, luas dan beratnya kelainan.

2. Pemeriksaan Fisis
-Tes ketajaman penglihatan
-Dilatasi pupil

3.Pemeriksaan Penunjang

-Fundal flourescein angiography


-Pemotretan dengan memakai film berwarna
-Oftalmoskopi
-Slit lamp biomicroscopy
-Ocular Coherence Tomography (OCT); suatu pemeriksaan yang menyerupai ultrasound yang
digunakan untuk mengukur tekanan intraocular.
-Digital retinal screening programs, sebuah program sistematik untuk deteksi dini penyakit mata
termasuk retinopati diabetik.

2.10. Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic merupakan upaya yang harus dilakukan
bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat
perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic ialah untuk mencegah
terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini
meliputi:

1. Kontrol glukosa darah

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara
signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga progresivitasnya

2. Kontrol tekanan darah

3. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)

4. Laser koagulasi

Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan


retinopati diabetic. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan
sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif
untuk kedua penyakit NPDR dan PDR dan jjuga untuk beberapa tipe makulopati.
Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa fotokoagulasi lokasi
sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, factor vasoformatif pada
penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal. Foto koagulasi untuk
NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula,
manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut fotokoagulas panp-retinal. 2,10,19

2.11. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah:

Perdarahan vitreus body

Ablasio retina

2.12. Prognosis

Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian metode
investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi secara rutin,
slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Dengan
metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah social atau masalah
lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam prognosis
pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic
dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.

Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati
yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan
edema dan perfusi yang relative baik.19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. N
JenisKelamin : Perempuan
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Aceh Selatan
Agama : Islam
No CM : 1-06-79-16
Tanggal Pemeriksaan : 19Oktober 2015

3.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama: Penglihatan kabur


Keluhan Tambahan: Melihat bintik hitam
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan pendangan kabur yang dirasakan sejak 2 tahun yang lalu,
pasien mengaku tidak jelas dalam melihat jarak jauh maupun jarak dekat, pendangan kabur
semakin memberat dalam 2 bulan terakhir. Pandangan kabur awalnya lebih berat pada mata
sebelah kanan, namun kini sudah mengenai kedua mata. Beberapa minggu yang lalu, pasien
mengaku masih bias melakukan aktivitas sehari-hari secara minimal walaupun sangat kesulitan
dalam membaca atau pun mengerjakan kegiatan sehari-hari karena jika melihat benda, benda
tersebut akan berbayang dan tidak jelas. Namun dalam satu minggu terakhir ini, pengelihatan
pasien semakin berkurang. Ia mengaku hanya bisa melihat lambaian dari jarak dekat. Selain
padangan kabur pasien juga melihat adanya bayangan bintik-bintik hitam yang dilihat terutama
pada saat terang hal ini dirasakan sejak 2 minggu ini. Riwayat mata merah, mata gatal, belekan,
mata seperti ada benda asing tidak ada. Riwayat trauma pada mata tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:


Hipertensi (-), dan diabetes melitus (+) sejak 2010
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada dikeluarga pasien yang mengalami hal yang sama seperti pasien.
5. Riwayat Penggunaan Obat:
Pasien mengatakan menggunakan obat tetes mata dan obat minum.
6. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga

3.3. Status Ophtalmologis

Okular Dextra Okular Sinistra

VOD 1/300, PH tidak maju VOS 1/300, PH tidak maju

Pergerakan Bola Mata

Normal Normal
Keterangan (OD) Komponen Keterangan (OS)

edema (-) Palpebra Superior edema (-)

edema (-) Palpebra Inferior edema (-)

hiperemis (-) Konj. Tarsal Superior hiperemis (-)

hiperemis (-) Konj. Tarsal Inferior hiperemis (-)

Hiperemis (-) Konj. Bulbi Hiperemis (-)

Jernih(+) infiltrate(-)
Jernih(+) infiltrate(-) ulkus(-)
ulkus(-) sikatrik(-) selaput Kornea
sikatrik(-) selaput (-)
(-)

Dalam COA Dalam

Jelas Kripta Iris Jelas

Bulat(+) isokor (+) rcl (+) Bulat(+) isokor (+) rcl (+) rctl
Pupil
rctl (+) (+)

Jernih (+) Lensa Keruh (+)

Normal Uji lapangan pandang Normal

3.3.1. Uji lapangan pandang

Pada uji konfrontasi tidak ditemukan adanya kelainan

3.4. Pemeriksaan Penunjang


- Refraksi
- Slit lamp
- Foto fundus

RD
NV
EM
P

Gambar 5. Fotofundus pasien, pada foto ditemukan adanya gambaran neovaskularisasi (NV),
retina detachment (RD), pendarahan (P) dan edema macula (EM)

3.5. Diagnosis
Proliferatif Retinopati Diabetik

3.6. Planning
- OCT
- Panretinal laser photocoagulation
- Pembedahan vitreoretina

3.7. Penatalaksanaan
- Cendo Vitrolenta ED 4x 1 tetes
- Neurodex 1x1

3.8. Prognosis
- Quo ad Vitam : Dubia ad malam
- Quo ad Functionam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

BAB III

PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 2007. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care. 3 (1) p. 542-547.
2. Al-Rubeaan, K. 2010. Type 2 Diabetes Mellitus Red Zone. International Journal of
Diabetes Mellitus. 2 (1) p. 1-2.
3. Bamashmus, M; Gunaid, A; and Khandekar, R. 2009. Diabetic Retinopathy, Visual
Impairment and Ocular Status among Patients with Diabetes Mellitus in Yemen: A
Hospital-based Study. Indian J Ophthalmol. 57 (4) p. 293-298.
4. Hardita, D. Hubungan antara Lama Menderita Diabetes dengan Derajat Retinopati
Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Badan Layanan Umum (BLUD)
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Skripsi 2013. B.
Aceh : FK Unsyiah.
5. Sitompul, R. Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc. 2011. 61 (11) p.337-341
6. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition.
Boston:LittleBrown Company.1988. 145-7.
7. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,218-20.
8. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran/Arthur C. Guyton, John E.
Hall. Edisi ke-11. EGC. Jakarta. Hal. 1010-1027.
9. Kanski, J.J. 2012. A Synopsis of Clinical Ophtalmology. Second Edition. United
Kingdom: Elsevier.p. 304-306.
10. Falcao, M; Falco-Reis, F and Rocha-Sousa, A. 2010. Diabetic Retinopathy:
Understanding Pathologic Angiogenesis and Exploring its Treatment Options. The Open
Circulation and Vascular Journal. 3 p. 30-42
11. Yau, Joanne W.Y. et al. 2012. Global Prevalence and Major Risk Factors of Diabetic
Retinopathy. Diabetes Care. 35 p. 556-564
12. Riordan-Eva, P dan Whitcher JP. 2009. Vaughan dan Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi
Ke-17. EGC. Jakarta. Hal. 190-192
13. Scott, IU; Flynn, HW and Smiddy, WE. 2010. Diabetes and Ocular Diseas: Past, Present
and Future Therapies. Edisi ke-2. Oxford University Press. New York. p. 13-24.
14. Suryath, NMA. Hemoglobin Glikosilat yang Tinggi Meningkatkan Prevalensi
Retinopati Diabetik Proliferatif. Tesis 2015. Dempasar : Universitas Udayana.
15. Nasution, K. Deteksi Dini Retinopati Diabetikdi Pelayanan Primer
Indonesia,Mungkinkah?.J Indon Med Assoc. 2011. 61 (11) p.307-309

You might also like