You are on page 1of 4

B.

PEMBAHASAN

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data foto luka mulai
hari ke-1 sampai hari ke-17. Dari data foto selanjutnya dilakukan kuantifikasi
menggunakan program Macbiophotonic Image J, dan diperoleh hasil luas area
luka dari hari ke-1 sampai hari ke-17. Dari hasil luas area yang diperoleh,
selanjutnya ditetapkan nilai persen daya penyembuhan luka. Selanjutnya dibuat
grafik hubungan antara persen daya penyembuhan luka (y) dan hari pengamatan
(x). Dari grafik ini ditetapkan nilai AUC masing-masing kelompok perlakuan,
kemudian diuji statistik menggunakan One Way ANOVA dan dilakukan
pengambilan kesimpulan.

Hasil yang didapat dilakukan analisis dengan menggunakan program SPSS Trial
Versi 21 for Windows. Uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk
menunjukkan bahwa data yang dimiliki terdistribusi normal dengan nilai signifikansi tiap
kelompok lebih dari 0,05 (p>0,05).
Uji homogenitas dengan menggunakan uji Homogenity of Variances

menunjukkan bahwa data yang dimiliki homogen dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05

(p>0,05), yaitu sebesar 0,380. Selanjutnya dilakukan uji analisis One Way ANOVA untuk

melihat apakah ada perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan. Persyaratan

dalam analisis dengan uji One Way ANOVA adalah data terdistribusi normal,

homogen, bersifat independen antar subjek uji, dan memiliki lebih dari 2

kelompok perlakuan. Jika terdapat perbedaan yang signifikan, dilakukan uji Post

Hoc test untuk melihat kelompok mana saja yang berbeda secara signifikan.

Kelompok perlakuan yang berbeda secara signifikan ditunjukkan dengan nilai

signifikansi p<0,05.

Hasil uji One Way ANOVA, menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan ( p<0,05). Selanjutnya tidak


dilakukan uji analisis dengan menggunakan uji Post Hoc. Berdasarkan hasil tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh kelompok perlakuan tidak memiliki daya

penyembuhan luka. Hal ini disebabkan karena terjadinya infeksi bakteri pada luka kronis

stadium II tertutup. Terjadinya Infeksi dibuktikan dengan mengamati proses

penyembuhan luka. Dari hasil pengamatan, terbukti bahwa luka tidak kunjung sembuh.

Luka yang dibuat akut, justru menjadi luka kronis. Luka juga sering bau, disamping itu

terdapat slough dan pus.

Pengamatan terhadap luka akut stadium II kronik tertutup menunjukan

bahwa luka mulai mengeluarkan slugh pada hari ke-5. Slugh semakin meningkat

pada hari-hari berikutnya dan dilakukan pembersihan slough dilakukan pada hari

ke-11. Dengan melakukan pembersihan slough pada luka dapat meminimalkan

resiko terjadinya infeksi.

Penyembuhan luka normal terdiri dari tiga fase yaitu, fase pertama fase

inflamasi dimana pada fase ini terjadi reaksi peradangan dan pembersihan, fase

kedua fase proliferasi dimana luka akan mengalami proses pertumbuhan jaringan

yang baru dan terjadi penutupan luka, fase ketiga merupakan fase maturasi atau

penguatan jaringan kulit.

Proses penyembuhan luka juga memiliki faktor yang dapat menghambat

luka sembuh tepat waktu, faktor-faktor yang menghambat proses penyembuhan

luka diantaranya infeksi/ inflamasi, peredaran darah yang buruk, hematoma yang

luas, penggantian balutan yang terlalu sering, toksisitas terhadap zat kimia.

Kondisi lembab lebih dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka.

Kelembaban pada luka secara otomatis tubuh akan mempercepat terjadinya proses
fibrinolisis oleh sel netrofil dan sel endotel akan menghilangkan benang-benang

fibrin secara cepat. Selanjutnya akan mempercepat proses angiogenesis atau

pembentukan pembuluh darah baru di dalam luka tersebut. Pada kondisi lembab

tubuh akan mempercepat pembentukan sel aktif dan akan mempengaruhi adanya

invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit langsung menuju

luka tersebut. Selanjutnya pembentukan growth factor yang berperan pada proses

penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum. Proses granulasi dan

epitelisasi juga akan lebih cepat terjadi jika luka dalam keadaan lembab.

Suasana lembab lebih dibutuhkan dalam penyembuhan luka, untuk

mempertahankan kelembaban luka dapat dilakukan dengan, menggunakan teknik

modern dressing. Luka yang lembab mengandung eksudat yang berlebihan.

Eksudat merupakan cairan yang keluar dari luka yang mengandung berbagai

substansi seperti air, elektrolit, nutrisi, sel mediator inflamasi, leukosit, protease

(enzim yang menghancurkan protein). Dalam jumah sedikit, eksudat bermanfaat

untuk proses penyembuhan luka. Eksudat diperlukan untuk menjaga lingkungan

yang optimal bagi penyembuhan luka. Namun jika jumlah eksudat pada luka

berlebihan, maka dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi pada luka

dan maserasi pada kulit sekitar luka (perlunakan jaringan akibat terendam

cairan) dan dapat membuat luka melebar. Hal ini ditandai dengan adanya jaringan

nekrotik slough yang berwarna kuning keputihan. Slough dapat menghambat

pembentukan granulasi dan epitelisasi.

Luka yang terinfeksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh.

Tubuh selain harus bekerja dalam menyembuhkan luka, juga harus


bekerja dalam melawan infeksi yang ada, sehingga fase inflamasi akan

berlangsung lebih lama. Infeksi tidak hanya menghambat penyembuhan

luka tetapi dapat menambah ukuran luka (besar dan atau dalamnya luka).

Luka yang sembuh juga tidak sebaik jika luka tanpa infeksi.

A. Kesimpulan
1. Pengaruh konsentrasi cera flava dalam sediaan salep minyak ikan gabus terhadap daya
penyembuhan luka kronis stadium 2 tertutup tidak dapat diamati. Seluruh kelompok
perlakuan tidak memiliki daya penyembuhan luka. Hal ini disebabkan karena
terjadinya infeksi bakteri.
2. Dari hasil pengamatan, luka tidak kunjung sembuh, terjadi slough dan pus/ nanah,
serta menimbulkan bau pada luka. Luka yang dibuat akut justru menjadi luka kronis.
B. Saran
1. Perlu penambahan antibakteri dalam formula salep untuk mencegah infeksi.
2. Proses pembersihan (debridement) slough dan pus harus dilakukan setiap hari
agar tidak terjadi infeksi.

You might also like